BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah bagi kehidupan seorang ibu dalam usia produktif. Bila terjadi gangguan dalam
proses ini, baik itu gangguan fisiologis maupun psikologis, dapat menimbulkan efek yang buruk tidak hanya terhadap kesehatan ibu sendiri, tetapi membahayakan bagi bayi yang dikandungnya, bahkan tidak jarang menyebabkan kematian ibu.
Kematian ibu dan bayi sering terjadi karena komplikasi yang terjadi pada masa sekitar persalinan, maka intervensi ditekankan pada kegiatan pertolongan
persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Melalui pertolongan yang baik dan benar, diharapkan komplikasi akibat salah penanganan bisa dicegah, mengetahui dengan cepat komplikasi yang timbul dan dengan segera
memberikan pertolongan termasuk merujuk bila diperlukan.
Menurut laporan WHO tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia
yaitu 289.000 jiwa. Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per
100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan
Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 24/1.000 KH dan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 118/100.000 KH. Namun kenyataannya dari hasil
SDKI 2012, AKB mencapai angka 32/1.000 KH dan AKI 359/100.000 KH. Hal
ini memperlihatkan bahwa tidak terdapat penurunan angka-angka kematian,
sehingga target RPJMN tahun 2010-2014 mengenai Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) maupun untuk MDGs tahun 2015 diperkirakan
akan sulit tercapai.
Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB) juga dipengaruhi dan didorong berbagai faktor yang mendasari timbulnya risiko maternal dan neonatal, yaitu faktor-faktor penyakit, masalah gizi dari wanita usia subur (WUS) serta faktor 4 T (terlalu muda dan terlalu tua untuk
hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan/ persalinan dan terlalu banyak hamil dan melahirkan). Kondisi tersebut di atas lebih diperparah lagi oleh
adanya keterlambatan penanganan kasus emergensi/ komplikasi maternal dan neonatal akibat oleh kondisi 3 T (terlambat), yaitu: 1) Terlambat mengambil keputusan merujuk, 2) Terlambat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan yang
tepat, dan 3) Terlambat memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang tepat/ kompeten (KEMENKES RI, 2013).
Angka kematian ibu di Indonesia masih jauh lebih tinggi daripada Negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya kelompok kehamilan berisiko. Kelompok kehamilan resiko tinggi di Indonesia pada tahun 2007 sekitar
kelahiran <24 bulan sebesar 5,2%, dan jumlah anak yang terlalu banyak (>3 orang) sebesar 9,4% (BkkbN, 2008).
Melihat permasalahan yang terjadi dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) maka diperlukan upaya yang lebih keras dan dukungan komitmen dari seluruh stakeholder baik
pusat maupun daerah. Salah satu upaya yang telah dilaksanakan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB) melalui penanganan obstetri dan neonatal emergensi/ komplikasi di tingkat
pelayanan dasar adalah melalui upaya melaksanakan Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (KEMENKES RI, 2013).
Kementerian Kesehatan melakukan upaya dalam mendukung percepatan penurunan AKI dan AKB adalah melalui penanganan Obstetri dan Neonatal
emergensi/komplikasi di tingkat pelayanan dasar dengan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas yang didukung dengan
keberadaan rumah sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dalam suatu bentuk kerjasama antara Pelayanan PONED
dan PONEK dalam rangka peningkatan atau perbaikan kualitas pelayanan yang dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi (Collaborative Improvement)
PONED-PONEK.
Pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) merupakan pelayanan untuk menanggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetric dan
langsung terhadap ibu hamil/ ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas.
Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam PONED antara lain peningkatan
pengetahuan dan keterampilan tim dalam menyelenggarakan PONED, pemenuhan
tenaga kesehatan, pemenuhan ketersediaan peralatan, obat dan bahan habis pakai, manajemen penyelenggaraan serta sistem rujukannya. PONED di puskesmas juga
sangat membutuhkan kerjasama yang baik dengan PONEK di rumah sakit sebagai
suatu kesatuan sistem rujukan mempunyai peran yang sangat penting. Agar
puskesmas mampu PONED sebagai salah satu simpul dari sistem penyelenggaraan PONED dapat memberikan kontribusi pada upaya penurunan
AKI dan AKB maka perlu dilaksanakan dengan baik agar dapat dioptimalkan
fungsinya ( KEMENKES RI, 2013).
Dari hasil laporan Nasional Riset Fasilitas Kesehatan 2011 (Rifaskes 2011)
menyatakan bahwa hampir 40% Puskesmas PONED mempunyai peralatan PONED yang jumlahnya kurang dari 40% standard alat PONED yang harus dipunyai oleh Puskesmas PONED dan ketersediaan obat PONED sangat kurang,
karena lebih dari 80% Puskesmas PONED menyediakan obat kurang dari 40% standard obat yang semestinya ada di Puskesmas PONED. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kualitas PONED masih jauh dibandingkan dengan standard minimal yang harus dipenuhi.
Menurut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Handayani (2014),
daya belum memenuhi secara kuantitas dan secara kualitas belum mendapatkan pelatihan PONED, jarak dari masyarakat ke puskesmas dan rumah sakit sama
dekat, tidak ada dana khusus untuk program PONED. Hasil penelitian lain juga yang dilakukan oleh Surahwardy (2013), menyatakan bahwa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelayanan PONED adalah ada beberapa alat yang
tidak tersedia dan tidak ada dana operasional khusus yang diberikan untuk kegiatan PONED tetapi dana berasal dari operasional puskesmas dan dari jasa
hasil tindakan di PONED.
Pada tahun 2014, dari 570 puskesmas yang tersebar di seluruh kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara, terdapat 147 puskesmas yang menyelenggarakan
PONED atau 25,80%. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yaitu 137 puskesmas, tahun 2012 yaitu 94 puskesmas dan tahun 2011 yaitu
98 Puskesmas PONED. Penurunan jumlah Puskesmas PONED yang terjadi di tahun 2012 akibat pindahnya tenaga dokter dan perawat yang telah dilatih, hal ini terjadi di Kabupaten Mandailing Natal, Samosir, Deli Serdang, Serdang Bedagai
dan Kota Binjai, masing-masing berkurang 1 Unit Puskesmas PONED. Jumlah Puskesmas PONED di Kabupaten Deli Serdang adalah 12 Puskesmas PONED
dan diantaranya Puskesmas Patumbak (DINKES Provinsi Sumatera Utara, 2015). Sejak tahun 2012 Kabupaten Deli Serdang dijadikan wilayah intervensi program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) yaitu sebuah
program kerjasama Kementerian Kesehatan RI dan USAID (United States Agency for International Development) selama lima tahun (2012-2016) dalam rangka
Sumatera Utara. Tujuan umum dari program ini adalah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatal sebesar 25% dengan daerah
intervensi 30 Kabupaten di 6 Provinsi, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Adapun intervensi dengan program EMAS dilakukan melalui pendekatan: (1) Meningkatkan kualitas
pelayanan emergensi obstetri dan neonatal minimal di 150 Rumah Sakit (PONEK) Pemerintah dan Swasta dan 300 Puskesmas/Balkesmas (PONED), (2)
Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit, (3) Program dirancang agar dapat memberi dampak nasional (tidak hanya sebatas area kerja) (Direktorat Anak, 2013).
Dari tahun 2008-2013 menunjukkan angka kematian ibu (AKI) cenderung menurun tetapi masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Untuk tahun 2008
AKI sebanyak 32 kasus, tahun 2009 sebanyak 21 kasus, tahun 2010 sebanyak 20 kasus, tahun 2011 sebanyak 20 kasus, tahun 2012 sebanyak 15 kasus dan tahun 2013 sebanyak 14 kasus (DINKES Kabupaten Deli Serdang, 2014).
Diperkirakan sekitar 15 % dari bayi hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Hari pertama kelahiran bayi sangat penting. Bayi baru lahir yang
mengalami gejala sakit dapat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Jumlah kunjungan neonatus di Puskesmas Patumbak tahun 2012 sebanyak 1735 bayi atau 89% dari 1947 bayi , tahun 2013
Patumbak tahun 2012 sebanyak 6 bayi dan tahun 2013 sebanyak 18 bayi (Puskesmas Patumbak, 2013)
Sejak tahun 2013, Puskesmas Patumbak menjadi salah satu Puskesmas Mampu PONED yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Puskesmas Patumbak ditunjuk Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk membantu masalah
pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), khususnya untuk wilayah Kabupaten Deli Serdang. Sebelum
menjadi Puskesmas Mampu PONED, beberapa tenaga kesehatan di Puskesmas Patumbak telah mendapatkan pelatihan adalah 1 Dokter, 1 Bidan dan 1 Perawat.
Puskesmas Patumbak terletak diantara klinik bersalin swasta. Jarak Puskesmas
Patumbak dengan Rumah Sakit PONEK sekitar 3 km. Puskesmas Patumbak memiliki sarana transportasi untuk rujukan yaitu ambulance sebanyak 1 unit.
Puskesmas juga sangat mudah untuk dijangkau masyarakat dengan kendaraan umum. Dari hasil survei awal menunjukkan bahwa pelaksanaan pelayanan PONED di Puskesmas Patumbak belum terlaksana dengan baik, hal ini terlihat
dari masih rendahnya kunjungan ibu bersalin dalam memanfaatkan pelayanan PONED pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 kunjungan ibu hamil dalam memanfaatkan pelayanan PONED adalah dari 2195 ibu hamil, kunjungan K1 mencapai 2073 (94,4%), kunjungan K4 mencapai 1892 (86,1%), ibu bersalin yang ditolong tenaga
kesehatan sebanyak 1990 (94,9), kunjungan nifas 1 sebanyak 1990 (94,9%), kunjungan nifas 2 sebanyak 1990 (94,9%), kunjungan nifas 3 sebanyak 1932
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada tim PONED tersebut hambatan yang dirasakan yaitu ketersediaan alat yang masih belum mencukupi di
Puskesmas Patumbak seperti spekulum sims kecil dan spekulum sims medium. Dokter tidak selalu berada di Puskesmas. Ibu hamil juga masih belum memahami tentang Puskesmas PONED dan apabila terjadi persalinan dengan komplikasi
seperti persalinan macet atau ketuban pecah sebelum waktunya di bidan desa, ibu hamil tidak mau dibawa ke Puskesmas PONED karena merasa puskesmas tidak
sanggup untuk mengatasi masalah tersebut karena tidak kesiagaan dokter di tempat dan ibu hamil tidak mau menahan sakit sebelum melahirkan maka dari itu ingin langsung dirujuk ke Rumah Sakit PONEK agar segera di operasi. Dokter
yang bertugas di Puskesmas Patumbak juga membuka klinik swasta di rumahnya sehingga dokter pun tidak selalu berada di Puskesmas Patumbak.
Dari hasil survey awal menunjukkan bahwa masih rendahnya kunjungan ibu bersalin di Puskesmas Patumbak. Kasus persalinan dengan komplikasi di bulan januari sampai dengan september 2015 mencapai 152 orang. Kebanyakan
bidan-bidan desa langsung merujuk kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal ke RS. Sembiring Deli Tua (Rumah Sakit PONEK) dan tidak merujuk ke
Puskesmas Patumbak. Puskesmas Patumbak jarang menerima pasien dengan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Untuk kasus ibu hamil dengan komplikasi persalinan langsung dirujuk ke rumah sakit.
Dari laporan 8 desa yang ada di wilayah kerja Patumbak pada tahun 2014 bulan agustus persalinan dengan komplikasi sebanyak 16 orang tetapi yang
tetapi yang dirujuk 20 orang, bulan november persalinan dengan komplikasi sebanyak 11 orang tetapi yang dirujuk 13 orang, bulan desember persalinan
dengan komplikasi sebanyak 3 orang tetapi yang dirujuk 15 orang. Persalinan dengan komplikasi di Puskesmas Patumbak seperti pre eklampsia, eklamsia, partus macet, dan panggul sempit. Jumlah rujukan lebih besar dibanding jumlah
persalinan dengan komplikasi (Puskesmas Patumbak, 2014)
Menurut hasil penelitian Resita (2013), menunjukkan bahwa keterbatasan
sumber daya manusia karena sering terjadi pindah dinas atau habis masa kerjanya dan tidak segera diberi pengganti, fasilitas perawatan dan sarana di puskesmas yang masih sangat kurang, obat-obatan untuk PONED yang masih sangat terbatas
jumlah dan jenisnya, kurangnya koordinasi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Rumah Sakit. Hasil penelitian lain juga dilakukan oleh Mujiati, dkk. (2014),
diperoleh bahwa dari 1.446 Puskesmas PONED, rata-rata angka ketersediaan jenis obat dan alat kesehatan di Puskesmas PONED masih belum mencukupi. Berdasarkan lima regional di Indonesia, terdapat perbedaan kesiapan Puskesmas
PONED dalam hal pelayanan 24 jam, tenaga kesehatan terlatih, obat dan alat kesehatan, serta alat transportasi. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah dengan pelayanan KIA dalam implementasi pelayanan PONED di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016?
2. Bagaimanakah dengan pelayanan PONED dalam implementasi pelayanan PONED di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016?
3. Bagaimanakah dengan rujukan PONED dalam implementasi pelayanan PONED di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk menganalisis implementasi Pelayanan PONED di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah terutama Dinas Kesehatan Deli
Serdang dan puskesmas mengenai implementasi pelayanan PONED di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
2. Untuk meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengadakan research ilmiah dan meningkatkan pemahaman peneliti mengenai implementasi pelayanan PONED di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Derdang tahun 2016.