BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya pembangunan nasional diselenggarakan oleh masyarakat
dan pemerintah, oleh karena itu pernan masyarakat dalam pembiayaan
pembangunan harus ditumbuhkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman dan
penghayatan bahwa pembangunan adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab
seluruh rakyat, selanjutnya ditegaskan bahwa salah satu arah pembangunan jangka
panjang dibidang ekonomi adalah untuk meningkatkan pengarahan dana-dana
dalam negeri yang bersumber dari tabungan masyarakat, tabungan pemerintah dan
penerimaan devisa.
Usaha peningkatan pengarahan dana-dana dalam negeri sangat
ditentukan oleh peranan bank sebagai infra struktur pembangunan ekonomi. Maka
dengan ini bank memiliki peranan yang banyak terhadap kehidupan masyarakat
seperti melakukan pinjam-meminjam antara masyarkat dengan bank sesuai
dengan jaminan yang diberikan.1
Seseorang yang memenuhi kebutuhannya tidak terlepas dari dana
ataupun uang, tidak semua orang dapat memenuhi kebutuhannya dengan dana dan
uangnya sendiri, maka dengan itu seseorang tersebut meminjam atau
membutuhkan tambahan dana dari pihak lain, contohnya seperti bank. Bank
1
dapatmemberikan dana pinjaman sebagai dana tambahan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan pancasila dan undang-undang 1945, kesinambungan dalam
meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional yang berdasarkan
kekeluargaan perlu dipelihara dengan baik.Guna mencapai tujuan tersebut,
pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian,
keselarasan, kesinambungan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional.
Peran lembaga perbankan yang strategis dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional, terhadap lembaga perbankan. Bank adalah suatu lembaga
keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan mutlak dari
pada nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain yang dilakukan
mereka melalui bank pada khususnya dan dari masyarakat pada umumnya.2
Penghasilan masyarakat tidak luput dari usaha apa yang mereka jalankan
dan tidak lain setiap usaha memerlukan modal, dan ada juga setiap penghasilan
yang dimiliki seseorang butuh tempat penyimpanan yang aman. Maka bank Pasal
1 angka 1 Undang-Undang Perbankan menyebutkan bank juga berperan sebagai
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
2
memiliki peranan yang begitu penting untuk permodalan usaha kerja masyarakat
dan tempat penyimpanan yang aman untuk penghasilan.
Dapat disimpulkan, bank merupakan lembaga antara keuangan antara
masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana.
Masyarakat kelebihan dana makasudnya adalah masyarakat yang memiliki dana
dan akan digunakan untuk investasi di bank. Dana yang disimpan di bank aman
karena terhindar dari kehilangan atau kerusakan.Penyimpanan uang di bank
disamping aman juga menghasilkan bunga dari uang yang disimpannya. Oleh
bank dana simpanan masyarakat ini disalurkan kembali kepada masyarakat yang
kekurangan dana. Bagi masyarakat yang kekurangan dana atau membutuhkan
dana untuk membiayai suatu usaha atau kebutuhan rumah tangga dapat
menggunakan pinjaman ke bank. Kepada masyarakat yang akan diberikan
pinjaman diberikan berbagai persyaratan yang harus segera dipenuhi. Masyarakat
peminjaman juga dikenakan bunga dan biaya administrasi yang besarnya
tergantung masing-masing bank.
Arus perputaran uang yang ada di bank dari masyarakat kembali ke
masyarakat, dimana bank sebagai perantara dapat dijelaskan sebagai berikut:3
1. Nasabah (masyarkat) yang kelebihan dana menyimpan uangnya di bank dalam
bentuk simpanan giro, tabungan atau deposito. Bagi bank dana yang disimpan
oleh masyarakat adalah sama artinya dengan membeli dana. Dalam hal ini
nasabah sebagai penyimpanan dan bank sebagai penerima titipan simpanan.
3
Nasabah dapat memilih sendiri untuk menyimpan dana apakah dalam bentuk
giro, tabungan atau deposito.
2. Nasabah penyimpanan akan memperolah balas jasa dari bank berupa bunga
dari bank konvensional dan bagi hasil bagi bank yang berdasarkan prinsip
syariah. Besarnya jasa bunga dan bagi hasil tergantung dari besar kecilnya
dana yang disimpan dan faktor lainnya.
3. Kemudian oleh bank dana yang disimpan oleh nasabah di bank yang
bersangkutan disalurkan kembali (dijual) kepada masyrakat yang kekurangan
atau membutuhkan dana dalam bentuk pinjaman/kredit.
4. Bagi masyarakat yang memperoleh pinjaman atau kredit dari bank, diwajibkan
kembali untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga yang telah
ditetapkan sesuai perjanjian antara bank dengan nasabah. Khusus bagi bank
yang berdasarkan prinsip syariah pengembalian pinjaman disertai dengan
system bagi hasil sesuai hukum islam.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan
pemberian kredit maka dengan itu mencakup salah satu usaha dari bank dengan
menyalurkan dana kepada masyarakat.4
Menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
4
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutannya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.5
Problem pelaksanaan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank tentu
saja tidak berjalan mulus sesuai harapan sehingga dalam pelaksanaannya bank
harus hati-hati.Bank harus dapat bersikap bijak dalam memberikan pinjaman atau
kredit kepada masyarakat sehingga dalam hal ini pihak bank harus memperhatikan
prinsip-prinsip penyaluran atau pemberian kredit.Prinsip penyaluran kredit adalah
prinsip kepercayaan, tenggang waktu, degree of risk, resiko, prestasi/objek Sedangkan pengertian pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat
membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan
data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan.
Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit
untuk ditagih alias macet. Namun faktor salah analisis ini bukanlah merupakan
penyebab utama kredit macet walaupun sebagian besar kredit macet disebabkan
salah dalam mengadakan analisis.
5
kredit.Indikator dari pemberian kredit ini adalah kepercayaan moral, komersial,
financial, dan agunan.6
Pemberian kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian
kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum
antara keduanya.Seringkali yang ditemui di lapangan perjanjian kredit dibuat oleh
pihak kreditur atau dalam hal ini adalah bank, sedangkan debitur hanya
mempelajari dan memahaminya dengan baik. Namun demikian perjanjian kredit
ini perlu mendapat perhatian khusus dari kedua belah pihak dikarenakan
perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian,
pegelolaan dan penatalaksanaan kredit, kesepakatan yang dilakukan antara debitur
dengan kreditur, apabila debitur menandatangani perjanjian kredit yang dianggap
mengikat kedua belah pihak berlaku sebagai undang- undang bagi keduanya.7
Kredit yang diberikan oleh bank didasarkan kepercayaan, sehingga
dengan demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan kepada
nasabah.8
Berdasarkan pasal 1 ayat 11 Undang-Undang perbankan bahwa
pemberian kredit oleh bank kepada masyarakat haruslah dengan suatu persetujuan
pinjam-meinjam antara bank dengan yang menerima kredit.Namun Kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan
suatu pinjamam dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu
jangka waktu yang disepakati.
6
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,1997), hlm.394.
7
Maryanto,“Tinjauan Perjanjian Kredit pada Bank Pembangunan Daerah Sumatra Barat Cabang Simpang Empat”, (S1 Fakultas Ilmu HukumYayasan Pendidikan Pasaman, Lubuk sikaping, 1996), hlm. 13
8
Undang perbankan tidak mengatur lebih lanjut sifat, materi maupun bentuk dari
perjanjian pinjam-meminjam yang diharuskannya dalam pemberian kredit
tersebut.
Dalam KUHPerdata perjanjian pinjam-meminjam diatur dalam Buku III
Bab XIII pasal 1754 s/d 1773.Namun Undang-Undang Perbankan tidak tegas
menunjukkan ketentuan persetujuan pinjam-meminjam yang diatur dalam
KUHPerdata tersebut berlaku terhadap perjanjian kredit.Sedangkan perjanjian
kredit itu sendiri adalah perjanjian yang paling banyak dialami dalam praktek
perbankan karena kredit adalah merupakan usaha pokok bank.
Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak
pembuatnya yang dinamakan perikatan.Hubungan hukum yaitu hubungan yang
menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau
undang-undang.Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara
sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan.9
Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur
dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara
tertulis.Dalam praktik perbankan bentuk dan format dari perjanjian kredit
diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan.Akan tetapi, ada hal-hal
yang harus tetap dipedomani, yaitu bahwa perjanjian kredit tersebut
sekurang-kurangnya harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum.10
9
Syarat Sah Melakukan Perjanjian Kredit Di Bank,
maret 2017)
10
Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa pemberian
kredit.Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada
anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan oleh
debitur (pinjaman).Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan
berbagai ketentuan hukum jaminan.11
1. Semua perjanjan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya
Sehubungan dengan itu hukum jaminan
sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan, terutama dalam rangka pemberian
kredit yang dilakukannya.Secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan
perekonomian saat ini penerapan hukum jaminan lebih banyak ditemukan dalam
kegiatan pemberian kredit perbankan.
Dalam pinjaman kredit debitur melakukan perjanjian dengan bank, maka
setiap perjanjian mempunyai akibat apabila dari salah satu yang melakukan
perjanjian wanprestasi, menurut pasal 1338 KUHPerdata, akibat dari suatu
perjanjian adalah:
2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu.
3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi
dengan judul “Akibat Hukum Meninggalnya Debitur dalam Perjanjian Kredit
pada Bank Perkreditan Rakyat.”
11
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah
mengenai hal-hal berikut :
1. Bagaimana tinjauan umum tentang perjanjian dan perkreditan?
2. Bagaimana kedudukan debitur dalam perjanjian kredit usaha?
3. Bagaimana akibat hukum meninggalnya debitur dalam perjanjian kredit usaha
pada bank perkreditan rakyat?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat disimpulkan yang
menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Memberikan gambaran tentang tinjauan umum perjanjian dan perkreditan.
2. Memahami kedudukan debitur dalam perjanjian kredit usaha pada bank
perkreditan rakyat.
3. Mengetahui apa akibat hukum terhadap debitur yang meninggal dunia dalam
perjanjian kredit pada bank perkreditan rakyat.
Manfaat penulisan dari skripsi ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Pembahasan yang akan dibahas dalam tulisan skripsi ini tentu akan
menambah pemahaman dan pandangan baru dalam dunia penanaman modal,
dimana hal ini bisa menjadi masukan terhadap debitur bagaimana akibat
hukum meninggalnya debitur dalam perjanjian kredit pada bank perkreditan
rakyat agar nantinya tidak terjadi ketimpangan wewenang yang sesuai dengan
2. Manfaat praktis
Dapat dijadikan pedoman oleh baik itu penulis, mahasiswa, pemerintah,
praktisi hukum, masyarakat ataupun khususnya debitur yang melakukan
pernajian kredit dengan bank agar kedepannya para debitur tidak lagi bingung
serta terjebak pada hal-hal yang mempersulit segala sesuatu untuk melakukan
perjanjian kredit dengan bank.
D. Keaslian Penulisan
Salah satu upaya dalam mengembangkan pemikiran yang kritis dan
menambah wawasan, penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul
“Akibat Hukum Meninggalnya Debitur Dalam Perjanjian kredit Usaha Pada
Bank Perkreditan Rakyat”.Untuk mengetahui keorisinalitas penulisan, sebelum
melakukan penulisan skripsi, penulis terlebih dahulu melakukan penelurusan
terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Hal ini dibenarkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi
Hukum/ Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum melalui surat
tertanggal 1 Februari 2016 yang menyatakan bahwa “tidak ada judul yang
sama”.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil
pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian, teori–teori, dan aturan hukum
yang berlaku dan diperoleh dari referensi buku, media elektronik, dalam rangka
memenuhi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana
terdapat judul yang sama atau sudah pernah ditulis, maka penulis bertanggung
jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan kepustakaan
Berdasarkan judul “Akibat Hukum Meninggalnya Debitur dalam
Perjanjian Kredit pada Bank Perkreditan Rakyat”, dapat ditemukan beberapa
istilah, diantaranya yaitu :
1. Debitor
Pasal 1 angka 3 Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailita,
“Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan” sedangkan dalam
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1993 tentang Perbankan, “ Nasabah debitur adalah nasabah yang
memperolah fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau
yang dipersamakan denga itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
2. Kredit
Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling
utama karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan
kegiatan usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi.12
Menurut pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
“Kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meinjam antara bank dengan
12
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.
3. Perjanjian Kredit
Secara yuridis perjanjian kredit dapat dilihat dari 2 (dua) segi pandang
sebagai berikut:13
a. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai habis.
b. Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus.
Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus, maka tidak ada
perjanjian bernama dalam KUHPerdata yang disebut dengan perjanjian
kredit.Karena itu, yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian,
tentunya ditambah dengan klausul-klausul yang telah disepakati bersama dalam
kontrak yang bersangkutan.
Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjnjian, yaitu
asas kebebasan berkontrak, maka pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam
perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan tidak hanya pada
ketentuan-ketentuan yang ada pada KUHPerdata, tetapi juga dapat mendasarkan pada
kesepakatan bersama, artinya dalam hal-hal ketentuan yang memaksa maka harus
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata, sedangkan dalam
hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak. Dengan
demikian, perjanjian kredit selain dikuasai oleh asas-asas umum hukum
13
perjanjian, juga dikuasai oleh apa yang secara khusus disepakati oleh kedua belah
pihak.14
4. Bank Perkreditan Rakyat
Landasan hukum BPR adalah UU No. 7/1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10/1998.Dalam UU tersebut secara
tegas disebutkan bahwa BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Kegiatan usaha BPR
terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah
pedesaan.Bentuk hukum BPR dapat berupa perseroan terbatas, perusahaan daerah,
atau koperasi. Pengertian lain tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah
salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil, dan
menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat
yang membutuhkan.15
F. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek
yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.16Sedangkan
penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.17
14
Muhammad Djumhana, Op.Cit, hlm.441-442. 15
Julius R. latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Surabaya: Salemba Empat, 2011), hlm. 300.
16
Soerjono Soekanto,Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris,(Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hlm. 106.
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta; Rajagrafindo Persada, 2001), hlm. 1.
Penelitian merupakan
segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian merupakan sarana yang
digunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji, serta mengembangkan ilmu
pengetahuan.18
1. Jenis dan sifat penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih
terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian
yang digunakan antara lain :
Penelitian dalam menyusun skripsi ini ialah penelitian hukum normatif
yang bersifat deskriptif. Penelitian normatif juga disebut dengan penelitian
doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian yang memusatkan pada analisis
hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang
diputuskan oleh hakim melalui putusan pengadilan (law is decided by the judge
through the judicial process).19
2. Data penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan
untuk menggambarkan secara tepat mengenai peraturan hukum dalam konteks
teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat
tentang perjanjian kredit. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, maupun
azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan pendekatan dari berbagai
literatur. Metode penelitian juga menggabungkan dengan studi kepustakaan
(library research) dengan menggunakan media literatur yang ada maupun jurnal
ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan yuridis.
18
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UIPress, 1986), hlm.250. 19
Sumber data yang menjadi bahan penulisan skripsi adalah data sekunder
yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan didukung oleh data primer.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan melalui
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan seterusnya.Data-data sekunder
meliputi:20
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan
terdiri dari :
1) Norma atau kaidah dasar, yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.
2) Peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1996 tentang Perbankan
b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan
seterusnya.
3. Teknik pengumpulan data
Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang disebut dengan data
sekunder berupa perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah
buku-buku, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah, maupun media elektronik yang
20
semuanya itu dimaksudkan untuk memperoleh data-data atau bahan-bahan yang
bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.
4. Analisis data.
Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis
kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif dan
induktif.Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan, dan
membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan
berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga
diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini ditulis secara terperinci dan sistematis agar memberikan
kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini sebagai berikut :
Bab I yaitu pendahuluan. Bab ini menggambarkan secara umum tentang
latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian
penulisan, metode penelitian, serta sistematika penulisan yang akan berkenaan
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
Bab II mengenai tinjauan umum tentang perjanjian dan perkreditan.Bab
ini menggambarkan secara umum Pengertian perjanjian pada umumnya, syarat
sahnya perjanjian, jenis-jenis perjanjian, pengertian dari bank dan kredit,
Bab III tentang kedudukankedudukan debitur dalam perjanjian kredit
usaha diuraikan yang terdiri dari pihak yang terkait dalam perjanjian kredit usaha,
hak dan kewajiban debitur, perlindungan hukum terhadap debitur serta sanksi dan
bentuk penyelesaian sengketa perjanjian kredit.
Selanjutnya pada Bab IV tentang akibat hukum meninggalnya debitur
dalam perjanjian kredit usaha dalam bank perkreditan rakyat.
Adapun Bab V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari