• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENILAIAN ACUAN PATOKAN (PAP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENILAIAN ACUAN PATOKAN (PAP)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN ACUAN PATOKAN (PAP)

By Moh. Fuad Zaenul A

I. PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan sering kita dengar istilah tes kualifikasi, UAN, UANAS, ujian masuk sekolah. Itu merupakan jenis-jenis tes yang harus ditempuh oleh peserta didik guna untuk mengakhiri program pendidikan maupun untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. dalam tes terdapat suatu standar nilai yang harus dicapai oleh siswa, standar tersebut berbeda-beda tergantung dari pelaksana program pendidikan. jika siswa atau calon siswa mencapai stadar yang telah ditentukan ia dinyakatan telah lulus tes atau ujian. dan dapat melanjutkan kejenjang yeng lebih tinggi.

Penstandaran nilai ujian dalam evaluasi dikenal dengan istilah PAP (Penilaian acuan patokan) yang dalam istilah asing terdapat beberapa istilah yaitu

Criterion Referenced Evaluation, Criterion Referenced Measurement atau

Criterion Referenced test. pada dasarnya ketiga-tiganya memiliki penertian yang sama yaitu penilaian yang mengacu pada patokan, namun berbeda dalam penggunaan kata. untuk lebih lengkapnya dapat di baca keterangan dibawah ini.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Dasar Penggunaan Acuan Patokan

2. Pengertian Penilaian Acuan Patokan (PAP) 3. Implikasi Penilaian Acuan Patokan (PAP) 4. Jenis-Jenis Tes PAP

5. Menafsirkan Hasil Evaluasi: CRE

6. Prosedur Analisis Item untuk Criterion Reference Test

7. Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normative dan Acuan Patokan

III. PEMBAHASAN

A. Dasar Penggunaan Acuan Patokan

(2)

lembaga pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan sekala 0-100, dan ada pula yang menggunakan nilai angka dengan sekala 0-10. Di perguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf yaitu A, B, C, D dan F atau TL. Jika nilai dua huruf itu akan di gunakan untuk indek prestasi mahasiswa pada akhir semester atau pada akhir suatu program pendidikan nilai-nilai huruf itu ditransfer kedalam nilai angka dengan bobot masing-masing sebagai berikkut: A=4, B=3, C=2, D=1 dan F(atau TL)=0.1

Dalam menilai peserta didik akan terdapat berbagai macam masalah yang akan dihadapi pendidik, problem utama dalam penilaian adalah masalah penggunaan acuan yang akan dijadikan standar untuk dibandingkan dengan hasil pengukuran. Dengan evaluasi terjadi kegiatan membandingkan hasil pengukuran dengan standar yang telah ditentukan.2

Sebelum menentukan standar ada beberapa hal yang perlu di pertimbangkan oleh pendidik, diantaranya ialah:

1. Dasar filosofik dalam mendidik 2. Jenis kurikulum/materi pelajaran 3. Tujuan pengajaran

4. Proses belajar-mengajar yang digunakan

Nilai angka ataupun nilai huruf itu umumnya merupakan hasil tes atau ujian yang diberikan oleh guru atau dosen kepada para siswa atau mahasiswanya setelah mereka mengikuti pelajaran selama jangka waktu tertentu. Nilai-nilai tersebut dimasukkan kedalam buku laporan pendidikan (buku rapor), surat tanda tamat belajar (STTB), ijazah, daftar nilai lainnya.3

B. Pengertian Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaian merupakan deskripsi (gambaran) hasil belajar yang menunjukkan kemampuan peserta didik. Bergerak dari “tidak menguasai materi pelajaran”; ”menguasai “; sampai pada tahap “sangat mengusai”.4

1 Drs. M. Ngalim Purwanto. Mp. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya), Cet-XIV, hlm. 75.

2 Drs. M. Chabib Thoha, M.A, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja grafindo persada, 2001).

(3)

Criterion memiliki dua pengertian dalam ungkapan ini; Pertama,

menunjukkan hubungan antara tujuan-tujuan yang bersifat behavioral atau performance atau penampilan dan soal-soal tes yang dibuatnya; Kedua,

menunjukkan spesifikasi ketetapan penampilan yang dituntut untuk dinyatakan sebagai penguasaan atau mastery.5

Penilaian acuan patokan (PAP) merupakan pengukuran juga sering disebut

criterion evaluation merupakan pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikompasikan dengan criteria yang telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa lain.6

Dalam penilaian ini keberhasilan siswa tidak dibandingkan dengan teman-teman/kelompoknya, tetapi didasarkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. siswa yang berhasil bukanlah siswa yang memperoleh nilai tinggi namun yang mampu menguasai tingkah laku sesuai dengan tujuan.7 Penilaian ini bisa dilakukan jika didasarkan pada yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan ialah asumsi paedagogik. Dengan asumsi ini keragaman peserta didik dapat dikurangi, hal ini dapat dipahami bahwa seorang pendidik mampu memacu peserta didik yang berprestasi dan membantu peserta didik yang lemah.

C. Implikasi Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Criterion Referenced Measurement atau disebut juga penilaian acuan patokan. Dikatakan demikian apabila posisi siswa merupakan hasil penampilannya dalam mengerjakan suatu tes pengukuran. Suatu penilaian itu disebut PAP jika melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (instruktional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Sebagai contoh, tujuan yang hendak dicapai dalam proses evaluasi dapat ditujukan seperti berikut. 8

a) Siswa dapat menampilkan perhitungan 8 dari 10 soal, dengan tanpa bantuan alat hitung seperti kalkulator.

5 Drs. M. Ngalim Purwanto. Op Cit, hlm. 27.

6 Prof. H. M. Sukardi, MS., Ph.D. Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2008) Ed. Pertama, Cet. I. hlm. 59-60.

(4)

b) Dapat menghafalkan 3 di antara 5 metode mengoperasionalkan mesin secara aman.

c) Dapat mencapai dalam ujian bahasa inggris dengan nilai 425 ujian secara TOEFEL.

Dalam penilaian dengan acuan patokan ini, siapapun individual yang dapat mencapai ketentuan yang berlaku seperti pada ketiga contoh tersebut, misalnya 425 setra TOEFEL dikatakan lulus. Sebaliknya, siswa yang tidak dapat mencapai criteria baku yang telah ditetapkan dianggap gagal.

Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan (instruktional) yang telah ditetapkan.9

Contoh soal untuk dapat diterima sebagai calon penerbang disebuah lembaga penerbangan. Setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan sekurang–kurangnya 165 cm dan memiliki tingkat kecerdasan (IQ) serendah-rendahnya 130 berdasarkan hasil tes yang diadakan oleh lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria atau patokan itu, siapapun calon yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dinyatakan gagal dalam tes atau tidak akan diterima sebagai siswa calon penerbang.

Contoh lain, di IKIP Jakarta dewasa ini berlaku criteria atau patokan nilai dengan presentase dengan skala nilai 0-100. Mahasiswa yang memperoleh angka 70 berarti bahwa ia dianggap telah memiliki + 70% kemampuan atau penguasaan pengetahuan dan keterampilan mengenai mata kuliah yang bersangkutan. Demikian pula mahasiswa yang memperoleh nilai 42 berarti bahwa ia hanya menguasai pengetahuan dan keterampilan sebesar 42% saja dari mata kuliah itu. Kemudian nilai-nilai angka ini ditransformasikan kedalam nilai huruf dengan kriteria tertentu pula. Nilai angka ini ditransformasikan kedalam nilai huruf dengan criteria tertentu pula. niali angka 70-79 ditransformasikan menjadi nilai B; nilai angka 55-61 menjadi nilai C+. Nilai 37-44 menjadi nilai C-, dan sebagainya artinya, mahasiswa yang belum menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dituntut oleh suatu mata kuliah sekurang-kurangnya 55%, belum dapat dinyatakan

(5)

lulus, dan harus mengikuti ujian ulang; mahasiswa yang hanya memperoleh nilai antara 0 sampai dengan 11% dinyatakan tidak lulus dan harus mengikuti kuliah kembali mata kuliah itu pada smester berikutnya.

Dari contoh-contoh tersebut diatas terlihat bahwa keduanya menggunakan criteria penilaian tertentu. Contoh pertama menggunakan criteria batas tinggi badan dan tingkat IQ yang merupakan syarat dalam pencapaian tujuan sebagai calon penerbang. Contoh yang kedua menggunakan kriteria tingkat kemampuan penggunaan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan tujuan kurikulum sehingga nilai yang diperoleh siswa sekaligus mencerminkan sejauh mana kemampuan atau penguasaan siswa akan materi pengajaran yang diteskan.10

Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kriteria atau patokan yang digunakan dalam PAP bersifat mutlak . Artinya criteria itu bersifat tetap, setidak-tidaknya untuk berlaku bagi semua siswa atau mahasiswa yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan. PAP sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar sebab siswa dipaksa untuk mencapai standar yang ditentukan.11 namun siswa akan melemah semangat belajarnya jika nilai yang dicapainya relatif rendah atau di bawah standar yang ditentukan.

D. Jenis-Jenis Tes PAP

Dalam hubungan dengan proses belajar mengajar PAP menurut pernyatan Dick dan Carey memiliki empat kriteria dalam tes dalam istilah asing dikenal dengan

criterion referenced tes,12 yaitu:

1. Entry-behaviors test, yaitu tes yang diberikan sebelum suatu program pengajaran dilaksanakan, yang bertujuan untuk mengetahui sampai batas mana penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki siswa yang akan dijadikan dasar untuk menerima program pengajaran yang akan datang.

2. Pretest, tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai, dan bertujuan untuk mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan dan keterampilan) yang akan diajarkan.

10 Drs. M. Ngalim Purwanto, Ibid, hlm. 77

(6)

3. Post-tes, yaitu tes yang diberikan pada setiap akhir program satuan pengajaran, dengan tujuan untuk mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran (pengetahuan dan keterampilan) setelah mengalami suatu kegiatan belajar.

4. Embedded tes, yakni tes yang dilakukan di sela-sela atau pada waktu-waktu tertentu selama proses belajar mengajar. berfungsi untuk mengetes siswa secara langsung sesudah suatu unit pengajaran sebelum post-tes. dan bertujuan berhubungan dengan akhir tiap langkah kegiatan pengajaran, mengecek umtuk kemajuan siswa, jika diperlukan untuk kegiatan remedial sebelum diadakan

post-tes.

E. Menafsirkan Hasil Evaluasi: CRE

Criterion-reverenced evaluation meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh siswa, dan bukan membandingkan seorang siswa dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu criteria atau patokan yang spesifik. Untuk menentukan batas lulus (passing grade) dengan pendekatan ini, setiap skor siswa dibandingkan dengan skor ideal atau skor total yang mungkin dicapai oleh siswa. Misalnya, dalam suatu tes ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka siswa yang memperoleh skor 85 sama dengan nilai 8,5 dalam skala T-10. Demikian seterusnya.13

Cara lain yaitu dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:

1. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai jika semua item dapat dijawab dengan benar. Skor ideal diperoleh dengan jalan menghitung jumlah item yang diberikan serta bobot dari tiap-tiap item.

2. Mencari rata-rata ideal ( X id) dengan rumus: X= ½ x skor ideal

3. Mencari devisiasi standar ideal (SD id) dengan rumus: SD= 1/3 X id

4. Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan contoh:

13 Drs. Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

(7)

Skor ideal = 120

X = ½ x 120 = 60

SD id = 1/3 x 60 = 20

 Pedoman konversi dengan skala 0 - 4

X + 1,5 (SD) = 60 + 1,5 x 20 = 90 = A X + 0,5 (SD) = 60 + 0,5 x 20 = 70 = B

X - 0,5 (SD) = 60 - 0,5 x 20 = 50 = C X - 1,5 (SD) = 60 - 1,5 x 20 = 30 = D

 Pedoman konversi dengan skala 0 - 10

X + 2,25 (SD) = 60 + 2,25 x 20 = 105 = 10 X + 1,75 (SD) = 60 + 1,75 x 20 = 95 = 9 X + 1,25 (SD) = 60 + 1,25 x 20 = 85 = 8 X + 0,75 (SD) = 60 + 0,75 x 20 = 75 = 7 X + 0,25 (SD) = 60 + 0,25 x 20 = 65 = 6 X - 0,25 (SD) = 60 - 0,25 x 20 = 55 = 5 X - 0,75 (SD) = 60 - 0,75 x 20 = 45 = 4

X - 1,25 (SD) = 60 - 1,25 x 20 = 35 = 2 X - 1,75 (SD) = 60 - 1,75 x 20 = 25 = 2 X - 2,25 (SD) = 60 - 2,25 x 20 = 15 = 1

 Pedoman konversi dengan Z-score

Z-scor adalah ukuran yang menunjukkan beberapa besarnya simpangan baku (deviasi standar) seseorang berada di bawah atau di atas rata-rata dalam kelompok tersebut.

Rumus: Z = X – X SD keterangan:

X = skor mentah yang diperoleh siswa X = rata-rata (mean)

(8)

Contoh:

X = 35 X = 60 SD= 20 Z = X – X SD

= 35 – 60 = - 1,25 20

 Pedoman konversi dengan skala 0-100

skala 0 – 100 disebut juga T – score Rumus: T – score = 50 + X –X x 10

SD

keterangan: bilangan 50 dan 10 adalah bilangan tetap. Contoh:

Skor mentah (X) = 35

Rata-rata (X) = 60

SD = 20

T-score = 50 + X – X x 10 SD = 50 + 35 -60 x 10

20 = 50 + (-12,5) = 37,5

 Rangking.

Menafsirkan skor mentah dapat pula dilakukan dengan cara ranking

(9)

nomor yang diperlukan (sesuai dengan jumlah data).14 Untuk contoh di

kedua, berilah peringkat berdasarkan nomor urut tersebut (nilai yang sama diberi peringkat yang sama), yaitu dengan menjumlahkan nomor urut dibagi dengan jumlah data. Untuk contoh di atas akan menjadi;

X Ranking selanjutnya diberi peringatan sesuai dengan nomor urut.

F. Prosedur Analisis Item Untuk Criterion Reference Tests

Dasar pemikiran dalam mengevaluasi item-item dalam tes penguasaan

criterion-referenced adalah sampai sejauh mana tiap item dapat mengukur hasil pengajaran (effects of instruction). Jika suatu item dapat dijawab dengan benar oleh semua siswa, baik sebelum maupun sesudah diajar, jelaslah bahwa item itu tidak mengukur hasil pengajaran.15

Untuk memperoleh ukuran keefektifan item berdasarkan hasil pengajaran, guru harus memberikan tes yang sama sebelum dan sesudah mengajar. Item-item yang efektif akan dijawab oleh sebagian besar siswa sesudah pengajaran daripada sebelum pegajaran. Indeks sensitivitas keberhasilan pengajaran (sentivity of instructional) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

14 Drs. Zainal Arifin. Ibid, hlm. 104

15 Drs. M. Ngalim Purwanto. Mp. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja

(10)

RA

-

RB

S =

T

S = sensifitas keberhasilan yang dicapai

RA = jumlahsiswa yang menjawab benar item itu sesudah pengajaran

RB = jumlah siswa yang menjawab benar item sebelum pengajaran

T = jumlah total jawaban item itu yang benar keduanya, sebelum dan sesudah pengajaran

Misalkan suatu item dijawab salah oleh semua siswa (32 orang) sebelum pengajaran, dan dijawab benar oleh semua siswa sesudah pengajaran, dengan menggunakan rumus di atas, akan kita peroleh sebagai berikut

32 – 0

S = = 1.00 32

Maksimum sensivisitas kenerhasilan pengajaran dinyatakan dengan indeks 1.00. indeks item yang efektif akan berada di antara 0,00 dan 1.00 dan makin besar nilai positif yang diperoleh menunjukkan sesifitas keberhasilan pengajaran makin besar pula.

Ada beberapa pembatasan dan penggunaan indeks sensivitas itu. 1. Guru harus memberikan tes itu dua kali untuk menghitung indeks

2. Indeks yang rendah tidak selalu benar manunjukkan item yang tidak efektif, atau pengajaran yang tidak efektif.

3. Respon para siswa terhadap item setelah menerima pelajaran, bisa sedikit banyak dipengaruhi oleh pengerjaan mereka pada tes yang sama yang telah dilakukan pada waktu sebelum menerima pelajaran. pembatasan yang terakhir ini akan lebih telihat dan dirasakan siswa jika pengajaran tersebut diberikan pada waktu yang singkat.

(11)

Pengukuran acuan normative dan acuan patokan mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan karakteristik yang dapat digambarkan seperti berikut16: 1. Kedua pengukuran acuan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai

mentukan fokus item yang diperlukan tujuan tersebut termasuk tujuan instruktional umum dan tujuan instruksional khusus.

2. Keduanya memerlukan sample yang relevan, digunakan sedang subyek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur nerepresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan. 3. Untuk mendapat informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran

sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument.

4. Kedua pengukuran memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan reliabilitas. Validitas yaitu apakah item yang disusun mengukur apa yang hendak diukur, hendak diukur, sedang reliabilitas atau keajegan yaitu apakah item tes memiliki reliabilitas, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisteni dalam mengukur apa yang hendak diukur (sukardi 2003).

5. Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul data siswa yang dievaluasi.

Di samping persamaan karakteristik antara pengukuran acuan normative dan acuan patokan tersebut, kedua pengukuran tersebut pun memiliki beberapa perbedaan seperti berikut.

1. Merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain tugas belajar dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan tugas pembelajaran

2. Menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari oleh para siswa 3. Item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa menghilangkan item

atau soal yang memiliki tingkat kesulitan rendah

4. Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas pembelajarandengan konsep atau penguasaan materi belajar (Mastery Learning)

(12)

5. Interpretasi memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteria tertentu atau domain pencapain belajar.17

Ada dua perbedaan pokok antara dua jenis acuan:

a) Criteria atau patokan yang digunakan PAP bersifat “mutlak” (dilihat kembali uraian terdahulu), sedangkan PAN menggunakan criteria yang bersifat “relatife”, dalam arti tidak tetap atau selalu berubah-ubah, disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu itu.

b) Nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sampai dimana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu, sedangkan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu, sedangkan nilai hasil PAN tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat kelompok.18

IV. KESIMPULAN

Dalam menilai peserta didik akan terdapat berbagai macam masalah yang akan dihadapi pendidik, problem utama dalam penilaian adalah masalah penggunaan acuan yang akan dijadikan standar untuk dibandingkan dengan hasil pengukuran. Dengan evaluasi terjadi kegiatan membandingkan hasil pengukuran dengan standar yang telah ditentukan

Penilaian acuan patokan (PAP) merupakan pengukuran juga sering disebut

criterion evaluation merupakan pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikompasikan dengan criteria yang telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa lain

Sebagai contoh, tujuan yang hendak dicapai dalam proses evaluasi dapat ditujukan seperti; dapat mencapai dalam ujian bahasa inggris dengan nilai 425 ujian secara TOEFEL. Dalam penilaian dengan acuan patokan ini, siapapun individual yang dapat mencapai ketentuan yang berlaku seperti pada ketiga

(13)

contoh tersebut, misalnya 425 setra TOEFEL dikatakan lulus. Sebaliknya, siswa yang tidak dapat mencapai criteria baku yang telah ditetapkan dianggap gagal.

Dalam hubungan dengan proses belajar mengajar PAP menurut pernyatan Dick dan Carey memiliki empat kriteria yaitu: Entry-behaviors test, Pretest, Post-tes,Embedded te.,

Ada dua perbedaan pokok antara dua jenis acuan:

1. Criteria atau patokan yang digunakan PAP bersifat “mutlak” (dilihat kembali uraian terdahulu), sedangkan PAN menggunakan criteria yang bersifat “relatife” 2. Nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sampai dimana

tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu, sedangkan penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu, sedangkan nilai hasil PAN tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat kelompok

V. PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Oksida amfoter adalah oksida yang bersifat sebagai asam bila bereaksi dengan basa kuat dan bersifat basa bila bereaksi asam kuatb. Unsur-unsur yang membentuk oksida amfoter antara

Secara spesifik tujuan dari penelitian ini adalah (1) melakukan uji daya hasil lanjutan galur kedelai harapan toleran naungan di bawah tegakan karet rakyat, (2)

- Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya.

Peningkatan produksi ini terjadi karena adanya peningkatan luas panen sebesar 81 hektar atau naik 4,16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dan

Dalam suatu penelitian, untuk mencapai keberhasilan maka diperlukan alat ukur untuk mendapatkan data, seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2010:203) mengatakan

selama proses penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Aktualisasi Diri

Struktur data non linear adalah struktur data yang tidak linear, yaitu antara lain yang akan dibahas dalam bab ini adalah matriks, menggunakan array 2 dimensi, dan

Apakah ada perbedaan pemahaman konsep pemanfaatan dan pelestarian lingkungan hidup antara peserta didik di kelas yang menggunakan Bukit Sepuluhribu sebagai sumber