• Tidak ada hasil yang ditemukan

MakroEkonomi Analisis Berita 2 Muhamad N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MakroEkonomi Analisis Berita 2 Muhamad N"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Politeknik Keuangan Negara STAN

Artikel Makroekonomi 7-13

Pertemuan 9-15

MUHAMAD NIZAR

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi 1

Topik 7

: Kurs dan Revaluasi Asset 2

Topik 8

: Perbaikan Perekonomian Indonesia 8

Topik 9

: Resiko dan Peluang Utang Luar Negeri Indonesia

14

Topik 10 : Daya Saing Hasil Produk 20

Topik 11 : Kebijakan Stabilisasi Moneter Bank Indonesia

26

Topik 12 : Resesi, PHK dan Kebijakan Pemerintah

32

(3)

2

Topik

: Kurs dan Revaluasi Asset

Nama : Muhamad Nizar

Kelas : 3-Q /26

Tekanan Rupiah Mereda dan Revaluasi Aset

Oleh : A TONY PRASETIANTONO

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Kompas, 26 Oktober 2015

Setelah tertekan hingga Rp 14.700 per dollar AS, rupiah mengalami apresiasi secara cepat hingga Rp 13.400 per dollar AS. Namun, akhirnya rupiah mulai stabil di level Rp 13.600 per dollar AS pada akhir pekan lalu. Apa yang terjadi?

Yang terjadi, Amerika Serikat mulai menuai dampak negatif yang disebabkan penguatan dollar AS. Buktinya, daya serap tenaga kerja oleh sektor-sektor di luar pertanian menurun drastis menjadi hanya 140.000 orang. Sebelumnya, daya serap itu hingga 200.000-300.000 orang setiap bulan.

Investor global rupanya mulai menyadari, dollar AS tidak mungkin terus-menerus menguat. Suatu saat, pada titik tertentu, penguatan dollar AS akan berhenti sehingga terjadi koreksi. Namun, kita sulit mengukur kapan peristiwa itu akan terjadi.

Ternyata tidak perlu menunggu terlalu lama “gelembung” dollar AS mulai menemukan titik

jenuh. Ketika dollar AS menjadi terlalu mahal (overvalued), harga produk-produk AS menjadi mahal, daya saing pun turun. Hal ini tecermin dari proyeksi pertumbuhan ekonomi AS yang mulai menurun dari semula 3 persen menjadi 2,5 persen. Penguatan dollar AS mulai menuai dampak negatif. Inilah peristiwa yang biasa dalam perekonomian: tidak ada yang abadi, tidak ada fenomena yang selalu membawa dampak positif.

Itulah sebabnya, bank sentral AS, The Fed, belum juga berani menaikkan suku bunga acuan. Di satu pihak, kenaikan suku bunga diperlukan agar likuiditas tidak berlebihan. Sebelumnya, The Fed sudah memompa likuiditas selama quantitative easing (2009-2013) sehingga perlu disedot kembali melalui kenaikan suku bunga. Likuiditas global yang besar memberi peluang tindak spekulasi. Namun, jika suku bunga dinaikkan, kurs dollar AS bakal meningkat sehingga perekonomian AS rugi.

The Fed terjepit di tengah dilema ini: menaikkan suku bunga salah, tetapi jika tidak menaikkan juga salah. Sementara itu, tren positif data tenaga kerja tidak berlanjut. Kurs dollar AS akhirnya terkoreksi melemah. Rupiah pun menguat. Terlebih lagi pemerintah sudah meluncurkan berbagai paket deregulasi.

Kendati secara umum deregulasi berdimensi jangka menengah dan panjang, semangat

reformasi mulai “dibeli” pasar. Pasar mendeteksi perbaikan iklim investasi dan berusaha di

(4)

Di tengah momentum positif ini, pemerintah kembali mengeluarkan paket deregulasi V, meliputi insentif pajak bagi revaluasi aset, penghindaran pajak berganda bagi kontrak investasi kolektif real estate, serta relaksasi aturan perbankan syariah. Revaluasi aset adalah isu yang sudah lama menjadi wacana, tetapi terbentur ketentuan pajak yang relatif tinggi.

Revaluasi aset adalah langkah korporasi untuk menilai kembali aset-aset perusahaan. Tujuannya, memperoleh angka (nilai) yang lebih realistis, obyektif, dan terkini terhadap aset milik perusahaan. Dengan nilai terbaru, sebuah perusahaan akan memiliki nilai aset lebih besar. Konsekuensinya, perusahaan bisa meminjam kredit lebih banyak dari bank untuk membiayai aksi korporasi. Pada gilirannya, hal itu dapat menaikkan penyerapan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, nilai aset yang meningkat membawa konsekuensi tambahan kekayaan, yang menimbulkan penarikan Pajak Penghasilan sebesar 10 persen. Inilah faktor yang selama ini menghambat perusahaan karena beban pajak terlalu besar.

Melalui deregulasi kali ini, insentif pajak diberikan, yakni pajak hanya 3 persen jika revaluasi diajukan sebelum akhir tahun ini, 4 persen jika dilakukan pada semester I-2016, dan 6 persen jika diajukan pada semester II-2016.

Menurut saya, skema ini masih kurang realistis dan agresif. Saya tidak yakin bakal ada perusahaan yang siap merevaluasi aset pada akhir tahun ini. Sekarang sudah akhir Oktober 2015, mungkinkah korporasi punya waktu melakukan revaluasi atau setidaknya

mengajukannya dalam 1,5 bulan ini? Korporasi biasanya sudah mulai menghentikan kegiatan pada pertengahan Desember.

Dua bulan terakhir pada 2015 anggap saja masa sosialisasi. Biarlah korporasi memahami dulu aturan ini, baru mulai melakukannya pada Januari 2016. Oleh karena itu, insentif yang menarik hendaknya diberikan hingga semester I-2016, kemudian 4 persen pada semester II-2016. Ke depan, insentif masih perlu diberikan. Pajak tidak usah ditetapkan 10 persen, tetapi perlu lebih rendah, misalnya 7 persen. Jika korporasi antusias, bukan saja pertumbuhan ekonomi akan meningkat, melainkan perolehan pajak juga akan kian membesar.

Kebijakan insentif revaluasi aset ini, sekali lagi, menunjukkan pemerintah ingin segera membenahi segala sesuatu secara cepat. Di satu pihak, saya bisa mengerti, pemerintah harus melakukan banyak hal secara cepat. Sebab, tekanan publik juga menghendaki semua perbaikan dilakukan dengan segera. Akan tetapi, di sisi lain, kita harus sadar, tidak ada solusi yang instan. Semuanya perlu waktu, semuanya berproses, sehingga harus agak sabar.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo harus belajar dari pengalaman sebelumnya. Kementerian Perdagangan pernah menargetkan peningkatan ekspor 300 persen yang kemudian dikritik banyak pengamat.

(5)

4

Sumber:

(6)

Ringkasan:

1. Rupiah mengalami apresiasi secara cepat hingga Rp 13.400 per dollar AS. Namun, akhirnya rupiah mulai stabil di level Rp 13.600 per dollar AS pada akhir pekan lalu. 2. Amerika Serikat mulai menuai dampak negatif yang disebabkan penguatan dollar

AS.Dollar AS tidak mungkin terus-menerus menguat. Suatu saat, pada titik tertentu, penguatan dollar AS akan berhenti sehingga terjadi koreksi. Namun, kita sulit mengukur kapan peristiwa itu akan terjadi.

3. Ketika dollar AS menjadi terlalu mahal (overvalued), harga produk-produk AS

menjadi mahal, daya saing pun turun jika dibandingkan dengan harga produk-produk negara lain.

4. Bank sentral AS, The Fed, belum juga berani menaikkan suku bunga acuan. Di satu pihak, kenaikan suku bunga diperlukan agar likuiditas tidak berlebihan. Likuiditas global yang besar memberi peluang tindak spekulasi. Namun, jika suku bunga dinaikkan, kurs dollar AS bakal meningkat sehingga perekonomian AS rugi. 5. Kurs dollar AS akhirnya terkoreksi melemah. Rupiah pun menguat. Terlebih lagi

pemerintah sudah meluncurkan berbagai paket deregulasi.Pasar mendeteksi perbaikan iklim investasi dan berusaha di Indonesia. Berbisnis di Indonesia menjadi lebih mudah, birokrasi lebih ramah, sehingga gairah investasi akan meningkat. 6. Pemerintah kembali mengeluarkan paket deregulasi V, meliputi insentif pajak bagi

revaluasi aset, penghindaran pajak berganda bagi kontrak investasi kolektif real estate, serta relaksasi aturan perbankan syariah.

7. Revaluasi aset adalah langkah korporasi untuk menilai kembali aset-aset

perusahaan. Tujuannya, memperoleh angka (nilai) yang lebih realistis, obyektif, dan terkini terhadap aset milik perusahaan.

8. Nilai aset yang meningkat membawa konsekuensi tambahan kekayaan, yang menimbulkan penarikan Pajak Penghasilan sebesar 10 persen. insentif pajak 3 persen jika revaluasi diajukan sebelum akhir tahun ini, 4 persen jika dilakukan pada semester I-2016, dan 6 persen jika diajukan pada semester II-2016. Jangka waktu yang diberikan pemerintah dianggap terlalu cepat oleh pengamat.

(7)

6

Komentar:

1. Dollar AS mengalami penurunan nilai sehingga nilai rupiah menguat. Dollar

mengalami penurunan untuk mengimbangi nilai barang ekspor yang akan dijual oleh AS semakin mahal dibanding produk dari Negara lain sehingga penurunan ini

diharapkan agar ekspor AS tetap mampu bersaing. Bagi Indonesia, momentum penurunan nilai Dollar dapat membantu meringankan biaya produksi perusahaan dalam negeri karena banyak sumber daya yang masih diperoleh melalui impor dari luar negeri yang notabene menggunakan mata uang Dollar AS.

2. The Fed lebih baik menunda untuk menaikkan suku bunga acuan agar

perekonomian dalam AS tidak merugi dan juga agar perekonomian Indonesia lebih stabil.

3. Berinvestasi dan melakukan kegiatan usaha di Indonesia semakin menguntungkan, karena selain biaya produksi yang berkurang, pemerintah juga melakukan upaya perbaikan birokrasi melalui deregulasi V sehingga semakin memudahkan pelaku usaha yang nantinya akan meningkatkan PDB Indonesia.

4. Revaluasi Aset merupakan salah satu poin dari deregulasi V, revaluasi asset dilakukan untuk mengetahui nilai terkini dari seluruh asset yang dimiliki perusahaan karena nilai asset sebelumnya belum terkoreksi oleh inflasi ataupun hal-hal terkait lainnya. Namun, revaluasi asset ini akan meningkatkan pajak yang akan dibebankan karena nilai asset yang tampak meningkat, sehingga perusahaan enggan

merevaluasi asset dan tetap melakukan penghitungan asset dengan metode cost. Pemerintah menyiasati hal ini dengan Insentif pajak , namun tanggal batas pelaporan yang dilakukan pemerintah dianggap terlalu cepat, sehingga lebih baik waktunya diperpanjang seperti pendapat penulis.

5. Sulit untuk melakukan Revaluasi asset secara instan, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk melakukan hal tersebut, apalagi pada akhir tahun ini bertepatan dengan MEA sehingga perusahaan harus melakukan penyesuaian juga terhadap hal tersebut.

Alasan Memilih Artikel ini:

(8)
(9)

8

Topik

: Perbaikan Perekonomian

Indonesia

Nama : Muhamad Nizar Kelas : 3-Q /26

Perekonomian Mulai Menggeliat

Oleh : A TONY PRASETIANTONO

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Kompas, 16 November 2015

Tidak sulit memaknai data pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 yang mencapai 4,73 persen, meningkat dibandingkan 4,67 persen pada triwulan II-2015. Tanpa bermaksud menghibur diri, saya melihat indikasi perekonomian Indonesia menyentuh level terendah. Jika semua berjalan baik dan tak ada kejutan yang berarti, kita akan menyaksikan tren pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan terakhir 2015. Tren ini berpeluang berlanjut pada 2016.

Perbaikan ekonomi pada triwulan III- 2015 disebabkan dua hal. Pertama, belanja pemerintah mulai meningkat. Pada dua triwulan pertama, belanja pemerintah terganggu faktor nomenklatur organisasi pemerintah. Presiden Joko Widodo pernah menyatakan terkejut dan baru sadar perubahan struktur kabinet ternyata berimplikasi pada pelambatan belanja pemerintah. Perlu waktu menyesuaikan administrasi dan birokrasi sebelum dana APBN dapat dicairkan.

Kedua, penguatan dollar AS (atau sebaliknya pelemahan rupiah) cepat atau lambat akan menyentuh titik jenuh. Dollar AS yang sudah terlalu kuat akan menggerus daya saingnya. Akibatnya, daya serap tenaga kerja AS kini mulai melemah. Tenaga kerja di sektor

nonpertanian yang semula bisa terserap 200.000 orang hingga di atas 300.000 orang per bulan kini mulai tergelincir ke 100.000-an orang saja.

(10)

Rupiah yang sempat mencapai titik terendah Rp 14.700 per dollar AS kini stabil di level Rp 13.500-13.600 per dollar AS. Memang belum mencapai level optimal, tetapi setidaknya tak lagi melemah secara liar, tak terkendali, dan tidak melampaui batas psikologis Rp 15.000 per dollar AS.

Kombinasi belanja pemerintah dan stabilitas rupiah pada level yang ”masuk akal” memicu

peningkatan kepercayaan pelaku ekonomi untuk kembali berbelanja. Pengeluaran sisi konsumsi individual yang biasanya berkontribusi 60 persen terhadap pembentukan produk domestik bruto mulai bergerak naik.

Harus diakui, kebijakan deregulasi hingga enam paket juga ikut menyumbang perbaikan persepsi pelaku ekonomi terhadap masa depan perekonomian Indonesia. Dari sekian banyak paket deregulasi itu, mungkin yang paling cepat direspons positif adalah revaluasi aset. Bank besar dan sejumlah perusahaan besar lain cukup antusias mengikuti program ini.

Dengan revaluasi, aset bank akan meningkat. Implikasinya, modal inti bank meningkat, yang membuat kemampuan bank mendorong kredit kian besar. Di sisi lain, pemerintah mendapat penerimaan pajak dari revaluasi aset. Jika revaluasi dilakukan pada 2015, pemerintah mengenakan pajak hanya 3 persen.

Momentum pertumbuhan ekonomi yang mulai menggeliat harus dijaga. Dari sektor riil, pemerintah harus mengawal deregulasi hingga benar-benar dapat terimplementasi secara efektif. Jangan sampai semangat deregulasi alias ”ramah terhadap investasi” hanya berhenti pada pencanangan oleh Presiden atau sebatas diumumkan menteri. Deregulasi bukan cuma di tataran normatif atau wacana, melainkan juga menukik pada wilayah operasional. Oleh karena itu, birokrat di level eselon di bawah menteri (I, II, III) harus memiliki pemahaman yang sama tentang tujuan yang hendak dicapai.

Relaksasi regulasi dan kemudahan menjalankan usaha merupakan hal yang dipahami, diresapi, dan dijalankan birokrat. Jangan sampai mereka malah merasa terusik karena wilayah

kekuasaannya menjadi berkurang akibat dipangkas deregulasi. Deregulasi bisa menjadi semacam konflik kepentingan bagi birokrat. Namun, kepentingan besar harus dikedepankan. Negeri ini butuh percepatan industrialisasi untuk menaikkan daya saing sehingga birokrasi yang membelenggu harus dienyahkan.

(11)

10

Jika rupiah melemah, cadangan devisa pasti berkurang. BI tidak mungkin membiarkan rupiah melemah tanpa intervensi. BI sudah berjanji senantiasa berada di pasar untuk mengawal rupiah. Situasi dilematis ini akan mewarnai Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (17/11). Ini bukan hal yang mudah, sebagaimana The Fed setahun ini dalam dilema menentukan kenaikan suku bunga.

Berangkat dari pemahaman saat ini, stabilitas rupiah masih menjadi prioritas utama, saya merekomendasikan BI Rate tetap ditahan dulu agar cadangan devisa tidak merosot. Setelah 2015 berakhir dan kita benar-benar memiliki inflasi rendah, misalnya 3,5 persen, BI Rate bisa diturunkan mulai Januari 2016. Dengan cara itu, kita mulai bisa menggantung asa pertumbuhan ekonomi, setidaknya 5 persen tahun depan.

Sumber:

(12)

Ringkasan:

1. data pertumbuhan ekonomi triwulan III-2015 mencapai 4,73 persen, meningkat dibandingkan 4,67 persen pada triwulan II-2015 dan juga meningkat pada triwulan terakhir 2015. Tren ini berpeluang berlanjut pada 2016.

2. Perbaikan ekonomi pada triwulan III- 2015 disebabkan dua hal. Pertama, belanja pemerintah mulai meningkat. Kedua, penguatan dollar AS (atau sebaliknya pelemahan rupiah) cepat atau lambat akan menyentuh titik jenuh.

3. Bank sentral Amerika Serikat, The Fed, tak kunjung menaikkan suku bunga dari level sekarang 0,25 persen. Jika suku bunga dinaikkan, dollar AS akan kian menguat dan hal ini berisiko pada pelemahan kemampuan penyerapan tenaga kerja.

4. Kombinasi belanja pemerintah dan stabilitas rupiah pada level yang ”masuk akal” memicu peningkatan kepercayaan pelaku ekonomi untuk kembali berbelanja. kebijakan deregulasi hingga enam paket juga ikut menyumbang perbaikan persepsi pelaku ekonomi terhadap masa depan perekonomian Indonesia, terutama revaluasi aset. 5. Momentum pertumbuhan ekonomi yang mulai menggeliat harus dijaga. pemerintah

harus mengawal deregulasi hingga benar-benar dapat terimplementasi secara efektif pada tataran normatif dan juga menukik pada wilayah operasional.

6. Relaksasi regulasi dan kemudahan menjalankan usaha merupakan hal yang dipahami, diresapi, dan dijalankan birokrat, kepentingan besar harus dikedepankan. Negeri ini butuh percepatan industrialisasi untuk menaikkan daya saing sehingga birokrasi yang membelenggu harus dienyahkan.

(13)

12

Komentar:

1. Menurut data yang tersedia, tren pertumbuhan ekonomi bertumbuh dari triwulan II ke triwulan III dan diperkirakan pertumbuhan berlanjut hingga 2016, tentu pertumbuhan ini berdampak baik pada perekonomian Indonesia.

2. Berdasarkan persamaan Y=C+I+G+NX maka pendapatan nasional akan meningkat jika belanja pemerintah meningkat. Setelah transisi pemerintahan yang terjadi di triwulan II belanja pemerintah kembali meningkat membantu meningkatkan pendapatan nasional. 3. Jika The Fed menaikkan suku bunga, maka uang di masyarakan akan masuk ke AS

sehingga dollar semakin menguat, masyarakan mengganggap menabung menjadi lebih menguntungkan dibanding investasi yang menyebabkan berkurangnya perkembangan usaha termasuk berkurangnya penyerapan tenaga kerja. Kurs dollar yang tinggi juga menyebabkan produk dari AS semakin mahal jika dibanding produk dari negara lain termasuk produk dari Indonesia yang diekspor.

4. Rupiah yang semakin stabil serta didukung regulasi pemerintah meningkatkan kepercayaan investor. Investor semakin dimudahkan untuk memulai investasi yaitu karena semakin mudahnya perizinan dari pemerintah serta rupiah yang menguat akan mengurangi biaya produksi yang nantinya akan ditanggung investor saat melakukan kegiatan operasionalnya di Indonesia. Momentum ini membuat tenaga kerja semakin terserap.

5. Deregulagi yang dilakukan pemerintah harus dilaksanakan sesegera mungkin, agar kepercayaan investor terhadap perekonomian semakin cepat, jangan sampai deregulasi yang berbelit-belit hanya akan menjadi wacana saja, deregulasi mencakun segala bidang perekonomian.

6. Jika suku bunga Bank Indonesia diturunkan maka akan menyebabkan jumlah uang yang beredar bertambah karena berpindahnya tabungan menjadi investasi yang dapat

mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun hal ini juga dikhawatirkan karena akan menyebabkan rupiah dan cadangan devisa berkurang. BI harus berjuang

menanggulangi hal tersebut agar stabilitas rupiah tetap terjaga.

Alasan Memilih Artikel ini:

(14)
(15)

14

Topik

: Resiko dan Peluang Utang

Luar Negeri Indonesia

Nama : Muhamad Nizar Kelas : 3-Q /26

Jokowi dan Utang Swasta

Oleh : HERDI SAHRASAD

Peneliti Senior PSIK Universitas Paramadina dan Pengajar Paramadina Graduate School Kompas, 24 Juli 2015

Dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai Presiden Joko Widodo utang luar negeri swasta cenderung meningkat dan mengkhawatirkan. Bahkan dewasa ini utang swasta telah melebihi jumlah utang luar negeri pemerintah. Bank Indonesia menyebutkan dalam kurun sekitar 10 tahun, jumlah utang luar negeri sektor swasta meningkat tiga kali lipat.

Jika utang luar negeri (ULN) swasta itu digunakan untuk hal- hal bersifat produktif dan dalam jangkauan kemampuan membayar, maka ULN swasta menjadi hal wajar dilakukan. Namun, kerap kali ULN swasta itu berjangka pendek, tidak untuk meningkatkan ekspor dan malah untuk sektor non-tradeable yang cenderung kontraproduktif.

Utang swasta dari sebelumnya 50,6 miliar dollar AS pada akhir 2005 menjadi 80 miliar dollar AS pada akhir 2007, dan menjadi 156,2 miliar dollar AS pada akhir Agustus 2014. Posisi ULN swasta pada Desember 2014 mencapai 163,47 dollar AS. Angka itu telah mencapai 53,8 persen dari total ULN Indonesia.

Fase “lampu merah”

Tahun 2015 ini, angka ULN swasta pada kuartal I-2015 mencapai 165,3 miliar dollar AS. Praktis, rasio pembayaran ULN swasta terhadap pendapatan ekspor atau yang dikenal dengan istilah debt service ratio (DSR) juga meningkat dari sekitar 15 persen pada 2005-2007 menjadi sekitar 54 persen pada 2015. Kondisi ini mengakibatkan kerentanan pada

kondisi makroekonomi, karena tingginya DSR itu sudah memasuki fase “lampu merah’’.

Dengan melihat kenaikan ULN swasta tersebut, masuk akal kalau hal itu sangat

mengkhawatirkan. Pertama, ULN swasta rentan terhadap sejumlah risiko, terutama risiko nilai tukar (currency risk), risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko beban utang yang berlebihan (over leverage risk).

(16)

domestik yang menghasilkan pendapatan dalam rupiah, sedangkan pembayaran ULN dilakukan dalam valuta asing (valas).

Ketiga, kenyataan itu kemudian diperparah lagi oleh banyaknya korporasi yang belum menggunakan instrumen lindung nilai (hedging). Sementara untuk risiko likuiditas, risiko ini juga cukup tinggi. Pasalnya, banyak korporasi swasta yang mengambil ULN berjangka pendek untuk kebutuhan sektor non-tradeable.

Risiko likuiditas makin tinggi karena jumlah dan pangsa ULN swasta berjangka pendek terus meningkat. Sementara itu, indikasi peningkatan risiko beban utang yang berlebihan terlihat dari semakin meningkatnya rasio utang terhadap pendapatan.

Beban swasta itu kian membengkak karena diakibatkan tenornya jangka pendek. Hal ini berbeda dengan pemerintah yang beban utangnya kecil lantaran tenornya jangka panjang. Meskipun Bank Indonesia (BI) menilai secara persentase rasio utang luar negeri swasta terhadap PDB masih di level aman, tetapi bobotnya sudah menciptakan currency mismatch, disebabkan pihak swasta yang berutang dalam bentuk valas, tetapi menginvestasikannya untuk kegiatan bisnis yang menghasilkan rupiah.

Artinya, dari utang valas itu mereka tidak kembali menghasilkan valas, yang bisa membahayakan perekonomian nasional. Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir ini peningkatan ULN swasta bisa dikatakan sudah berpotensi membahayakan perekonomian Indonesia.

Harus dicatat bahwa utang- utang swasta ini banyak terjadi currency mismatch karena realitas yang terjadi saat ini terhadap penggunaan ULN swasta lebih banyak diinvestasikan pada sektor properti dan jasa di dalam negeri. Investasi di properti ini membahayakan karena kredit jangka pendek dari luar negeri itu diinvestasikan dalam jangka panjang. Alhasil, kondisi tersebut juga berisiko menimbulkan maturity mismatch (jangka waktu) karena ULN berjangka waktu pendek digunakan untuk investasi dalam jangka panjang. Amerika Serikat pernah mengalami krisis keuangan serupa akibat kebijakan subprime mortgage karena kredit properti yang menimbulkan masalah mismatch itu.

Harus diwaspadai

Selain itu, tingginya impor yang melampaui ekspor dan meningkatnya beban repatriasi (keuntungan perusahaan swasta asing yang beroperasi di Indonesia lalu dibawa ke negara asalnya), juga berpotensi menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal, atau dikenal dengan defisit ganda, yang menjadi ancaman terbesar perekonomian

Indonesia.

Celakanya pula, sebagaimana pemerintah yang memperbanyak utang, sektor swasta pun cenderung mengambil solusi yang sama untuk menutup pengeluaran dengan cara semakin memperbanyak utang luar negerinya. Akibatnya, ULN swasta kian menekan rupiah dan melemahkan ekonomi nasional.

(17)

16

meningkatkan kerentanan nilai tukar rupiah dan melemahkan fundamental ekonomi Indonesia.

Oleh sebab itu, tingginya ULN swasta ini harus diwaspadai lantaran bisa menjadi pembunuh berdarah dingin, silent killer, terhadap pertumbuhan ekonomi. Utang swasta jelas menekan nilai rupiah, dan akibatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah, apalagi cadangan devisa kita pada 2015 ini cenderung menurun. Sementara itu, anjloknya nilai rupiah dan naiknya harga minyak dunia terbukti memperberat dan melipatgandakan ULN swasta.

Prospek ULN swasta berpotensi meningkat menyusul depresiasi nilai tukar rupiah yang diperkirakan berlanjut hingga tahun depan. Dalam kaitan ini, kekhawatiran terhadap kian membesarnya jumlah utang swasta merupakan cermin pengalaman krisis ekonomi pada 1997-1998. Apalagi, manajemen utang swasta belum sebaik pemerintah sehingga harus diawasi BI dan Kementerian Keuangan dengan ketat agar tidak terjadi masalah yang lebih besar dari peristiwa krisis 1997-1998 yang memicu anarki sosial-ekonomi dan gejolak politik. Dari pengalaman beberapa dekade terakhir, hikmahnya jelas bagi pemerintahan Jokowi dan masyarakat: bahwa, selama pemerintah sendiri masih mengandalkan utang, maka adanya ULN swasta membuat tekanan terhadap anggaran negara menjadi lebih besar. Dewasa ini sudah terbukti bahwa beban utang swasta (dan negara) telah membuat bangsa ini masuk dalam jebakan utang (debt trap) dengan segenap konsekuensi ekonomi- politiknya. Hal yang paling membahayakan dari ketergantungan pada utang ini adalah makin tenggelamnya bangsa kita dalam cengkeraman bangsa lain. Di sini relevansi peringatan Andre Gunder Frank (teoretikus aliran Dependencia), bahwa utang menyebabkan ketergantungan dan keterbelakangan, selain ketidakadilan dan kontraksi pertumbuhan.

Sumber:

(18)

Ringkasan:

1. Utang luar negeri swasta cenderung meningkat melebihi jumlah utang luar negeri pemerintah. Bank Indonesia menyebutkan dalam kurun sekitar 10 tahun, jumlah utang luar negeri sektor swasta meningkat tiga kali lipat.

2. ULN swasta itu berjangka pendek, tidak untuk meningkatkan ekspor dan untuk sektor non-tradeable yang cenderung kontraproduktif.

3. debt service ratio (DSR) meningkat dari sekitar 15 persen pada 2005-2007 menjadi sekitar 54 persen pada 2015.

4. ULN swasta rentan terhadap sejumlah risiko, terutama risiko nilai tukar (currency risk), risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko beban utang yang berlebihan (over leverage risk).

5. ULN digunakan untuk membiayai kegiatan usaha berorientasi domestik yang menghasilkan pendapatan dalam rupiah, sedangkan pembayaran ULN dilakukan dalam valuta asing (valas).

6. Pihak swasta yang berutang dalam bentuk valas, tetapi menginvestasikannya untuk kegiatan bisnis yang menghasilkan rupiah.

7. Beban swasta itu membengkak karena diakibatkan tenornya jangka pendek. Hal ini berbeda dengan pemerintah yang beban utangnya kecil lantaran tenornya jangka panjang.

8. Pihak swasta berutang dalam bentuk valas, tetapi menginvestasikannya untuk kegiatan bisnis yang menghasilkan rupiah. Artinya, dari utang valas itu mereka tidak kembali menghasilkan valas, yang bisa membahayakan perekonomian nasional. 9. ULN swasta banyak diinvestasikan pada sektor properti dan jasa di dalam negeri.

Investasi di properti ini membahayakan karena kredit jangka pendek dari luar negeri itu diinvestasikan dalam jangka panjang.

10. Sampai saat ini belum ada aturan yang dikeluarkan pemerintah maupun bank sentral untuk melarang swasta menarik utang dari luar negeri. Padahal, beban utang ini juga akan meningkatkan kerentanan nilai tukar rupiah dan melemahkan fundamental ekonomi Indonesia.

11. Utang swasta menekan nilai rupiah, dan akibatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah, apalagi cadangan devisa kita pada 2015 ini cenderung menurun. Sementara itu, anjloknya nilai rupiah dan naiknya harga minyak dunia terbukti

(19)

18

Komentar:

1. Utang luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta ke luar negeri yang menggunakan valas akan menyebabkan mata uang rupiah yang ditawarkan di pasar uang semakin meningkat. Peningkatan mata uang rupiah yang ditawarkan dapat menyebabkan nilai rupiah terdepresiasi terhadap nilai mata uang dollar. 2. Seharusnya jika mengambil Utang tersebut maka dana utang tersebut digunakan

untuk hal yang produktif yang dengan cepat mendapatkan profit sehingga dapat menghindari utang tersebut semakin berbunga, hal ini disebabkan karena jenis utang yang diambil oleh perusahaan swasta adalah utang berjangka pendek.

3. Dana utang yang diperoleh cenderung digunakan untuk produksi untuk target penjualan dalam negeri, seharusnya hasil produksi lebih ditargetkan untuk ekspor, hal ini karena penjualan dalam negeri hanya akan mendapatkan mata uang rupiah, sedangkan jika diekspor maka akan mendapatkan dollar, yang nantinya dollar itu dapat digunakan untuk melunasi utang tersebut lebih cepat.jika swasta melakukan ekspor barang yang berkualitas maka dapat lebih bersaing dengan barang luar negeri yang lain karena barang dari Indonesia akan tampak lebih murah akibat dari terdepresiasinya nilai rupiah.

4. Utang yang dilakukan oleh pemerintah cenderung memiliki waktu jatuh tempo jangka panjang, sehingga pemerintah dapat menggunakan untuk investasi jangka panjang, berbeda dengan swasta yang menggunakan jangka pendek, sehingga lebih beresiko terkena denda jatuh tempo karena telatnya pembayaran.

5. Banyak utang swasta yang digunakan untuk investasi properti yang merupakan investasi jangka panjang, seharusnya utang tersebut digunakan pada sektor

investasi lain yang merupakan jangka pendek, sehinghga lebih mudah mendapatkan dana untuk pelunasan utang tersebut.

6. Karena banyaknya pihak swasta yang memiliki utang luar negeri, mata uang rupiah semakin terdepresiasi, hal ini tentu merugikan karena menyebabkan beban utang yang harus mereka lunasi semakin besar karena selisih kurs mata uang rupiah terhadap dollar, jika semakin berlarut maka hal ini dapat membebankan

perekonomian Indonesia.

7. Seharusnya pemerintah membuat kebijakan pembatasan utang luar negeri oleh swasta dengan dengan kriteria tertentu agar dapat mengurangi utang yang akan dilakukan oleh swasta sehingga mereka akan lebih mengefisienkan utang tersebut dengan sumber daya yang tersedia, apalagi depresiasi rupiah dan naiknya harga bahan bakan turut menambah beban pihak swasta tersebut.

Alasan memilih artikel ini:

(20)
(21)

20

Topik

: Daya Saing Hasil Produk

Nama : Muhamad Nizar

Kelas : 3-Q /26

Merosotnya Daya Saing

Oleh : RHENALD KASALI

Ketua Program MM Universitas Indonesia Seputar Indonesia, Kamis 13 September 2012

Setiap kali mengalami penurunan daya saing, bangsa-bangsa besar selalu ribut.

Demikianlah ketika peringkat daya saing global Indonesia turun dari posisi ke-46 ke urutan ke-50. Beda benar dengan negara-negara yang selalu berada di peringkat paling bawah: Haiti, Siera Leone, dan Burundi.

Seperti tak bertenaga dan tanpa daya, dari tahun ke tahun diam di sana.

Keributan-keributan kecil tentu bukan hanya menjadi milik Indonesia. Di televisi saya melihat sejumlah diskusi yang menyebutkan walaupun peringkat Indonesia turun, investasi di bidang-bidang usaha tertentu (khususnya perkebunan) naik terus. Diskusi-diskusi baru berkisar seputar nilai investasi, belum pada produktivitas.

Demikian pula belum ada yang mempersoalkan mengapa Malaysia lebih menarik bagi Tony Fernandes untuk menjadi home-based Air Asia ketimbang Indonesia yang jelas-jelas

market-nya jauh lebih besar. Demikian pula mengapa Lion Air lebih tertarik menggandeng Malindo untuk menjadi hubnya ke bisnis penerbangan internasional. Kalau ini dimasukkan pasti akan lebih menarik.

Dari Thailand Thanong Khanthong menulis pendapatnya di harian The Nation. Ia

mempersoalkan mengapa peringkat Thailand (peringkat ke-38) bisa dinilai di bawah negeri yang tengah kesulitan dilanda ketidakpercayaan, Spanyol (peringkat ke-36). Spanyol baru saja meminta bailout fund sebesar 100 miliar euro. Kondisi ekonomi Spanyol sedang amat berat, sama seperti kondisi ekonomi Thailand saat dilanda krisis ekonomi di tahun 1997. Demikian pula bagaimana menjelaskan Rusia yang menguasai bisnis energi senilai USD 2 triliun hanya menduduki posisi ke-67 dan India hanya di posisi ke-59. Bagaimana kita bisa menerima daya saing Israel (peringkat ke-26) lebih tinggi dari China (29) yang menguasai cadangan devisa terbesar di dunia? Namun satu hal yang perlu dipahami oleh pemimpin Indonesia, ekonomi dan bisnis sudah tidak dapat lagi dipisahkan dan untuk membangun ekonomi atau kesejahteraan diperlukan pendekatan lebih dari sekadar kebijakan ekonomi makro.

Kultur Ekonomi vs Kultur Bisnis

(22)

adalah bangsa yang mampu mengintegrasikan keduanya secara simultan. Yang satu menjaga kestabilan pada level negara, yang satu mengurus dunia usaha. Cara berpikirnya memang berbeda, tetapi begitu disatukan, hasilnya bisa menjadi produktivitas.

Dalam hal inilah Indonesia perlu meninjau kembali konsep pembangunan ekonomi yang dibebankan kepada Bappenas. Bappenas tidak bisa bekerja tanpa prinsip-prinsip strategic management karena perekonomian Indonesia telah berubah menjadi sebuah sistem yang kompleks. Indonesia telah berubah menjadi sebuah kekuatan besar dengan aktor yang amat beragam dengan pola pikir, cara bekerja atau kepentingan yang berbeda-beda dalam spektrum yang sangat luas.

Tanpa strategic planning yang baik, apa yang telah dituangkan belum tentu dijalankan dan apa yang dijalankan belum tentu memenuhi apa yang diinginkan. Kalau bukan Bappenas, siapa yang memegang peran strategic planning di negeri ini? Kalau kita mengintip cara yang ditempuh bangsa-bangsa yang unggul, yang selalu menduduki peringkat atas, yang meski dilanda krisis tetap optimistis menatap hari esok dan cepat kembali, kita bisa menyaksikan peran strategic planning yang begitu intensif.

Negara bukan hanya sibuk mengurusi dirinya sendiri, melainkan bekerja sama dengan dunia bisnis agar mampu menghasilkan kegiatan ekonomi yang lebih bernilai tinggi, lebih mampu menciptakan kesejahteraan melalui lapangan pekerjaan. Swiss dan Singapura misalnya menduduki peringkat kesatu dan kedua, tetapi secara faktual bukanlah negara yang kaya dengan sumber daya alam.

Namun mereka bisa keluar dari perangkap keterbatasan-keterbatasan, keluar dengan rangkaian strategi yang produktif. Tentu saja bukan tanpa masalah, tetapi negara yang dikelola dengan strategic planning yang baik berhasil mengambil alih keresahan yang dirasakan warganya (ketidakpastian) ke dalam program-program yang adaptif dan mampu menjadi pemenang. Pembangunan ekonomi memiliki cara pandang tersendiri yang

berpengaruh luas dalam pilihan-pilihan yang diberikan.

Bila paradigma ekonomi melihat kekayaan dari segi sektor dan komoditas, strategic planning melihatnya dari kacamata segmen dan brand. Tengok saja judul-judul berita koran-koran di berbagai negara. Bila suatu negara perekonomiannya masih sederhana dan konsep

pembangunannya masih economic based, judul-judul berita ekonomi selalu tentang sektor (seperti pertanian, pertambangan, keuangan) dan komoditas (beras, karet, kopi, emas, dan seterusnya).

Adapun di negara-negara yang perekonomiannya memiliki keunggulan daya saing, judul-judul berita sudah bukan lagi sektor dan komoditas, melainkan segmen dan brand. Pokoknya segala nama perusahaan dan merek sudah tak bisa dihindari oleh media. Di Korea Selatan selalu ada berita dengan judul Samsung, Hyundai atau Daewo. Di China ada judul Cnoock atau Cinopec. Demikian pulalah kalau Anda ke Malaysia, Singapura atau negara-negara di Eropa Barat dan Amerika Serikat.

(23)

22

menjadi kegiatan ekonomi produktif. Bila panen raya terjadi, pasokan berlebih, harga akan turun dan kesejahteraan seluruh mata rantainya terganggu seperti yang sedang terjadi terhadap komoditas pertambangan di Kalimantan dan Sulawesi dewasa ini.

Sebaliknya, masyarakat yang lebih sophisticated tidak lagi membeli kopi atau kakao. Mereka membeli Starbucks, Kapal Api atau Torabika. Silver Queen, Van Houten, Lindt, atau Godiva. Begitu suatu bangsa membangun merek, inovasi mulai bekerja, paten mulai bermunculan dan infrastruktur diperbaiki. Surat kabar pun tak malu-malu menjadikan nama itu sebagai judul berita. Itulah yang diukur dalam indeks-indeks daya saing yang menyangkut banyak hal.

Merek dan economic powerhouse memerlukan iklim usaha yang sehat sehingga kompetitif dan mampu menjalankan peran pendukung pemerintah sebagai job security. Ekonomi berbasiskan merek berdampak luas, mulai dari reputasi, standardisasi, kualitas SDM sampai infrastruktur dan birokrasi. Itulah sebabnya perencanaan ekonomi tidak bisa hanya dibangun di atas landasan berpikir yang datar.

Perencanaan ekonomi perlu dibuat dengan manajemen modern yang sophisticated, dengan berupaya bersungguh-sungguh agar sumber daya alam Indonesia mampu menghasilkan merek-merek yang unggul dengan reputasi yang tinggi. Saat ini masih banyak terjadi pengusaha-pengusaha nasional yang memindahkan kantor operasionalnya ke luar negeri dan mengoperasikan global brand-nya dari negara tetangga.

Basis produksinya yang bersifat commodity-based ditempatkan di Sumatera atau Kalimantan, tetapi packaging, marketing dan risetnya ada di negara lain. Merek-merek global ini tersebar luas di berbagai pasar dari Afrika hingga Amerika Latin dan di sana sama

sekali tidak tertulis kalimat “Made In Indonesia”. Jadi saya pikir Indonesia perlu cara berpikir baru dengan mengedepankan logika-logika bisnis untuk memajukan kesejahteraannya. Indonesia perlu membangun puluhan powerhouse ekonomi yang mandiri, yang mampu menarik 52 juta sektor informalnya ke dalam sistem pertarungan global yang lebih

bermartabat. Untuk itu, logika modern manajemen dan strategic planning harus ada dalam pengorganisasian negara.

Sumber:

(24)

Ringkasan:

1. Setiap kali mengalami penurunan daya saing, bangsa-bangsa besar selalu ribut. Berbeda dengan negara-negara yang selalu berada di peringkat paling bawah. 2. ekonomi dan bisnis sudah tidak dapat lagi dipisahkan dan untuk membangun

ekonomi atau kesejahteraan diperlukan pendekatan lebih dari sekadar kebijakan ekonomi makro.

3. Meski bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, secara keilmuan semakin hari keduanya bergerak menurut landasan berpikir yang berbeda. Bangsa-bangsa yang unggul adalah bangsa yang mampu mengintegrasikan keduanya secara simultan.

4. Dalam hal inilah Indonesia perlu meninjau kembali konsep pembangunan ekonomi yang dibebankan kepada Bappenas.

5. Tanpa strategic planning yang baik, apa yang telah dituangkan belum tentu dijalankan dan apa yang dijalankan belum tentu memenuhi apa yang diinginkan. 6. Negara bukan hanya sibuk mengurusi dirinya sendiri, melainkan bekerja sama

dengan dunia bisnis agar mampu menghasilkan kegiatan ekonomi yang lebih bernilai tinggi, lebih mampu menciptakan kesejahteraan melalui lapangan pekerjaan

7. Bila paradigma ekonomi melihat kekayaan dari segi sektor dan komoditas, strategic planning melihatnya dari kacamata segmen dan brand

8. Adapun di negara-negara yang perekonomiannya memiliki keunggulan daya saing, judul-judul berita sudah bukan lagi sektor dan komoditas, melainkan segmen dan brand. Semuanya berbicara economic powerhouse. Komoditas adalah hasil sumber daya alam yang nilai tambahnya belum diolah menjadi kegiatan ekonomi produktif. Bila panen raya terjadi, pasokan berlebih, harga akan turun dan kesejahteraan seluruh mata rantainya terganggu.

9. Merek dan economic powerhouse memerlukan iklim usaha yang sehat sehingga kompetitif dan mampu menjalankan peran pendukung pemerintah sebagai job security

10. Perencanaan ekonomi perlu dibuat dengan manajemen modern yang sophisticated, dengan berupaya bersungguh-sungguh agar sumber daya alam Indonesia mampu menghasilkan merek-merek yang unggul dengan reputasi yang tinggi

(25)

24

Komentar:

1. Komponen GDP adalah konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan ekspor neto. Bagi negara dengan perekonomian terbuka nilai dari ekspor neto merupakan hal penting yang peningkatan dan penurunannya dapat mempengaruhi GDP negara tersebut. Sehingga penurunan daya saing akan mengurangi ekspor yang

mengakibatkan penurunan GDP.

2. Bisnis adalah suatu organisasi yang menghasilkan dan menjual produk atau jasa yang dibutuhkan konsunen dengan tingkat keuntungan tertentu. Sedangkan ekonomi adalah tentang usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini

menyebabkan ekonomi dan bisnis memiliki perbedaan landasan berfikir namun berhubungan erat dalam tujuannya meningkatkan kualitas pemenuhan kebutuhan manusia.

3. Pemerintah harus dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkualitas yaitu pertumbuhan ekonomi yang mampu menyediakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat. Jangan sampai pertumbuhan ekonomi tidak berdampak terhadap tersedianya lapangan kerja. Dukungan terhadap dunia bisnis akan membantu bisnis itu berkembang sehingga bisa menyerap pengangguran.

4. Perencanaan Strategis ( Strategic Planning ) adalah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat

digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan. Pemerintah sebagai sebuah organisasi negara harus mampu melakukan perencanaan strategis yang bersifat ekspansif bagi segala sektor negeri dan swasta, membuat dukungan yang baik bagi terjalannya bisnis di Indonesia sehingga hal ini dapat menguntungkan dan mensejahterakan berbagai pihak. 5. Brand dapat menjadi suatu nilai tambah bagi produk baik itu produk yang berupa

barang maupun jasa. Jika pemerintah mampu memberikan dukungan, maka

produsen dapat mengolah berbagai sumber daya di dalam negeri, mengolah bahan mentah menjadi produk baru dengan kualitas baik serta penggunaan merek yang menambah nilai jual sehingga meningkatkan keuntungan dibandingkan dengan menjualnya sebagai bahan mentah.

6. Sebelum bisnis dapat menciptakan merek yang bernilai bagus, pemerintah harus memperbaiki dan meningkatkan pasokan sumber daya komoditas yang baik dan stabil. Komoditas yang baik ini akan menjadi bahan baku yang menentukan produk yang akan dihasilkan perusahaan menjadi lebih baik dibandingkan dari produksi oleh pihak lain.

7. Pemerintah Indonesia dapat juga menarik investor asing untuk melakukan produksi di Indonesia untuk menghasilkan produk yang bermutu dan kompetitif, sehingga produk yang diproduksi di Indonesia dapat lebih bersaing di Internasional.

Alasan Memilih Artikel Ini:

(26)
(27)

26

Topik

: Kebijakan Stabilisasi Moneter

Bank Indonesia

Kompas, Senin 13 Oktober 2008

Sejarah menunjukkan, dalam satu krisis yang parah selalu ada elemen kebijakan yang salah dan berakibat fatal.

Dalam krisis ekonomi-sosial-politik tahun 1997/1998, misalnya, kebijakan fatal yang

menenggelamkan bangsa ini adalah kebijakan pemerintah, atas saran dan paksaan IMF, untuk menutup 16 bank.

Kebijakan penutupan itu terbukti jelas secara akademis dan empiris sebagai pemicu

keterpurukan perekonomian nasional, yang kemudian baru bisa bangkit— meski masih tertatih-tatih—sepuluh tahun kemudian. Tanpa blunder ini, krisis saat itu hanya akan sekadar riak resesi biasa yang bersifat temporer dan harus bisa dilalui tenang dan tanpa huru-hara.

Kini, di tengah ancaman krisis di depan mata, beberapa kebijakan reaktif yang bisa menjadi bumerang bagi perekonomian pun sudah dilakukan. Dalam kebijakan moneter, misalnya, Bank Indonesia (BI) mengambil kebijakan pengetatan moneter berupa kenaikan suku bunga, yang justru berlawanan dengan kebijakan dan kecenderungan di negara-negara lain yang melakukan kebijakan ekspansif.

Kebijakan ini pun bisa jadi dilakukan atas dasar saran IMF. Dalam penerbitannya belum lama ini, sang Impossible Mission Force menyarankan Indonesia untuk menaikkan suku bunga, tanpa tanggung- tanggung, hingga 10.5 persen (Indonesia Selected Issue 2008, hal 11), dengan alasan kenaikan harga pangan dan energi.

(28)

Terbukti, alih-alih menenangkan pasar, kebijakan pengetatan justru terbukti menyebabkan kian merebaknya sentimen negatif dan keambrukan indeks. Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia pada hari Rabu (8/10/2008), satu hari setelah diumumkan kebijakan ini, ditutup pada level 1.451, berarti telah tergerus lebih dari 40 persen. Perdagangan sejumlah saham juga terpaksa dihentikan karena mencatat penurunan melebihi 30 persen dan bursa terpaksa

ditutup.

Kebijakan moneter

Hal lain yang tak kalah ironis adalah situasi di pasar uang. Di tengah pelemahan kurs dollar AS atas mata uang hampir semua negara, kurs rupiah terus melemah terhadap dollar AS, bahkan sempat ke titik tertinggi Rp 9.800 per dollar AS.

Selain tidak tepat untuk berbagai alasan taktis saat ini, secara strategis kebijakan suku bunga tinggi juga selalu merupakan momok perekonomian. Di satu sisi, kebijakan moneter yang ketat akan menahan kenaikan harga dan menekan inflasi. Di sisi lain, kebijakan ini akan menekan investasi dan aktivitas perekonomian secara umum sehingga menekan permintaan tenaga kerja, pendapatan riil masyarakat, dan meningkatkan jumlah penganggur.

Jadi, kebijakan ketat moneter adalah pedang bermata dua bagi pekerja dan rumah tangga konsumen. Kebijakan ini akan mengamankan pendapatan riil karena memungkinkan adanya substitusi pengeluaran dengan tabungan yang memberi bunga. Namun, suku bunga tinggi juga menurunkan pendapatan pekerja dan rumah tangga di masa depan sebagai akibat penurunan aktivitas perekonomian.

Hanya mereka yang sudah pensiun dan mendapat perolehan dari bunga yang bersifat tetap, seperti pensiun dan lembaga keuangan, kebijakan moneter akan bersifat menguntungkan. Sebab mereka ada di luar pasar kerja sehingga kebijakan ini tidak akan memengaruhi pendapatan dan gaji di saat sama melindungi pendapatan mereka dari kenaikan harga. Bagi kebanyakan pekerja dan rumah tangga di negara maju, kebijakan ini mungkin tidak akan terlalu bermasalah. Sebab mereka sudah memiliki standar hidup tinggi dan kepemilikan aset keuangan yang memungkinkan terkompensasinya penurunan pendapatan. Selain itu, adanya sistem welfare dan social security yang kuat dan komprehensif di negara-negara itu juga akan melindungi pekerja dan rumah tangga di masa depan.

Bencana

Sementara bagi negara berkembang, seperti Indonesia dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan tinggi, kebijakan moneter ketat adalah bencana yang tidak disadari bagi kebanyakan pekerja dan rumah tangga. Suku bunga tinggi akan menyebabkan turunnya aktivitas investasi, kemampuan perekonomian menyerap tenaga kerja, dan mengikis

(29)

28

negara berkembang. Pendapatan rata-rata masyarakat akan tertekan, sementara mereka yang mampu dan memiliki aset kebijakan ini justru akan menguntungkan karena menyelamatkan nilai aset dan memungkinkan mereka mendapatkan pendapatan lebih tinggi.

Karena itu, pengetatan kebijakan moneter harus dikoreksi. Saat ini kondisi mengharuskan adanya kebijakan terukur dan kredibel dari Bank Indonesia dan pemerintah. Bukan kebijakan pesanan yang membuat kepanikan dan konterproduktif bagi perekonomian.

Sumber:

(30)

Ringkasan:

1. Sejarah menunjukkan, dalam satu krisis yang parah selalu ada elemen kebijakan yang salah dan berakibat fatal.

2. Jika kebijakan tanpa blunder, krisis saat itu hanya akan sekadar riak resesi biasa yang bersifat temporer dan harus bisa dilalui tenang dan tanpa huru-hara.

3. Kini, di tengah ancaman krisis di depan mata, beberapa kebijakan reaktif yang bisa menjadi bumerang bagi perekonomian pun sudah dilakukan. Yaitu kebijakan yang berlawanan dengan kebijakan dan kecenderungan di negara-negara lain yang melakukan kebijakan ekspansif.

4. Kebijakan ini pun bisa jadi dilakukan atas dasar saran IMF yang menyarankan Indonesia untuk menaikkan suku bunga, tanpa tanggung- tanggung, hingga 10.5 persen dengan alasan kenaikan harga pangan dan energi. peningkatan suku bunga justru akan memangkas investasi serta menggerus keunggulan komparatif perdagangan di tengah prospek persaingan perdagangan yang mengetat.

5. Kebijakan kenaikan suku bunga justru terbukti menyebabkan kian merebaknya sentimen negatif dan keambrukan indeks.

6. Kebijakan suku bunga tinggi juga selalu merupakan momok perekonomian. Di satu sisi, kebijakan moneter yang ketat akan menahan kenaikan harga dan menekan inflasi. Di sisi lain, kebijakan ini akan menekan investasi dan aktivitas perekonomian secara umum.

7. Kebijakan ketat moneter adalah pedang bermata dua bagi pekerja dan rumah tangga konsumen.

8. Bagi kebanyakan pekerja dan rumah tangga di negara maju, kebijakan ini mungkin tidak akan terlalu bermasalah. Sebab mereka sudah memiliki standar hidup tinggi dan

kepemilikan aset keuangan yang memungkinkan terkompensasinya penurunan pendapatan. Selain itu, adanya sistem welfare dan social security yang kuat dan komprehensif di negara-negara itu juga akan melindungi pekerja dan rumah tangga di masa depan.

9. Sementara bagi negara berkembang, seperti Indonesia dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan tinggi, kebijakan moneter ketat adalah bencana yang tidak disadari bagi kebanyakan pekerja dan rumah tangga.

(31)

30

Komentar:

1. Para pendukung kebijakan aktif memandang perekonomian sebagai subjek guncangan yang sering terjadi yang akan menyebabkan fluktuasi yang tidak perlu dalam output dan kesempatan kerja kecuali jika ditanggapi oleh kebijakan moneter dan fiskal. Banyak pihak yang percaya bahwa kebijakan ekonomi berhasil menstabilkan perekonomian. 2. Namun terkadang proses politik dalam mengambil kebijakan ekonomi tidak bisa

langsung dipercaya, hal ini disebabkan karena politisi terkadang melakukan kesalahan dalam kebijakan ekonominya. Seperti pada kebijakan untuk meminjam dana pada IMF pada krisis di masa lalu yang pada akhirnya pihak IMF dapat mengintervensi kebijakan ekonomi Indonesia di masa berikutnya.

3. Ketika kebijakan ekonomi yang baik dilakukan saat itu adalah ekonomi ekspansif, yaitu seperti yang dilakukan oleh negara lain, Indonesia justru menerapkan kebijakan reaktif berdasarkan ekspetasi yang berbeda, kebijakan ini pun ditempuh atas tekanan IMF. 4. Kebijakan reaktif yang dilakukan pemerintah yaitu pengetatan suku bunga merupakan

kebijakan pasif, hal ini karena kebijakan pemerintah tersebut memangkas investasi serta menggerus keunggulan komparatif perdagangan di tengah prospek persaingan

perdagangan yang mengetat. Kebijakan tersebut ditelusuri menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi tidak efektif.

5. Kebijakan pengetatan suku bunga akan menguntungkan pekerja yang memiliki

penghasilan tetap karena kebijakan ini mengurangi jumlah uang beredar sehingga dapat menurunkan harga dan membuat pendapatan riil pekerja tersebut meningkat. Namun kelambanan luar dari kebijakan pemerintah tersebut akan membuat perekonomian semakin lambat sehingga menekan permintaan tenaga kerja, pendapatan riil masyarakat, dan meningkatkan jumlah penganggur.

6. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Bank Indonesia seharusnya mengevaluasi

kebijakan-kebijakan alternatif dan memperhatikan bagaimana sebuah kebijakan tersebut mempengaruhi ekspektasi dan perilaku ekonomi masyarakat di masa depan.

Pemerintah dapat bekerja sama dengan para ekonom untuk mencari solusi terbaik. Karena dalam kondisi apapun, para ekonom memiliki peran penting dalam perumusan kebijakan ekonomi yang kompleks dan sulit.

Alasan Memilih Artikel Ini:

(32)
(33)

32

Topik

: Resesi, PHK dan Kebijakan

Pemerintah

Kompas, Senin 1 Desember 2008

Kalau tetangga kehilangan pekerjaan, itu namanya resesi. Kalau Anda juga kehilangan

pekerjaan, itu depresi.”

Berapa pun besarnya pesangon, menjadi penganggur sungguh tidak enak. Menurut Harvey Brenner, setiap 10 persen kenaikan penganggur, kematian naik 1,2 persen, serangan jantung 1,7 persen, bunuh diri 1,7 persen, dan harapan hidup berkurang 7 tahun.

Namun, ada kabar gembira, orang yang kepepet bisa hijrah jadi pengusaha asalkan lingkungannya kondusif.

Minggu lalu, Organisasi Buruh Internasional mengumumkan krisis keuangan global akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja 20 juta orang. Padahal, tanpa krisis, 190 juta orang menganggur. Di AS, angka PHK baru 1,2 juta. Lantas, di mana pengangguran terbesar? Sebagian besar menduga China.

Namun, Dirjen ILO menyebut China relatif aman karena pasar domestiknya kuat. Di Thailand, 1 juta orang akan menganggur. Singapura sama, tetapi parlemen mengizinkan pemerintah mengatur keuangan agar lebih adaptif.

Di Indonesia, yang pesimistis menyebut pengangguran akan menyentuh 2 juta orang, yang moderat menyebut 1 juta. Hitungan ekonominya, penurunan ekonomi 1 persen, lapangan pekerjaan menyusut 150.000. Di lapangan, sebagai antisipasi krisis, pengusaha mulai menahan ekspansi. Konsumsi listrik untuk industri di Jawa sebulan terakhir turun lebih dari 5 persen. Namun, benarkah ancaman pahit itu akan menjadi kenyataan? Di AS, yang paling terkena krisis adalah jasa keuangan, perumahan, ritel, otomotif, dan konstruksi. Di negara lain, yang terimbas adalah sektor-sektor ekspor, seperti garmen, furnitur, dan bahan mentah.

(34)

Dalam industri kertas, Indonesia punya keunggulan daya saing alamiah sehingga berpotensi menggeser kompetitor dari negara yang sedang terimbas krisis.

Di khatulistiwa, pohon akasia dapat dipanen 6 tahun, sementara di Eropa Utara butuh 20-40 tahun. RAPP dan Indah Kiat masing-masing menanam investasi lebih dari Rp 50 triliun. Perangkat hukum hutan tanaman industri, mulai dari UU No 41/199 sampai PP No 6/2007, sudah lengkap. Kalau kondusif, industri ini bisa jadi powerhouse ekonomi.

Studi LPEM FEUI (2006) menemukan multiplier tenaga kerjanya 2,381 sehingga berhasil menstimulasi lapangan pekerjaan di Provinsi Riau sekitar 250.000 (2005). Sampai bulan September 2008, RAPP masih menjual dollar ke BI sebesar 500 juta dollar AS.

Namun, karena setahun terakhir ini aparat di lapangan bertikai dan saling menuding, pasokan kayu pun menipis.

Kita tahu polisi saat itu ingin membongkar sindikat pembalakan hutan. Kejaksaan ingin dapat nama dalam pemberantasan korupsi. Namun, ibarat kaum bisu tuli dalam tarian the thousand hands of Buddha, hanya satu orang yang boleh di depan. Nyatanya, semua ingin ke depan sehingga timbul kekacauan dan rantai suplai yang dibangun bertahun-tahun hancur. Dalam situasi demikian, bulan lalu RAPP mem-PHK 1.000 karyawan tetapnya.

Lain lagi UMKM. Pengalaman di Korea Selatan, Thailand, dan China, pengembangan UMKM tidak boleh dipisahkan dari industri penopangnya yang bersifat komplementer sehingga harus membentuk kluster. Dalam setiap kluster ada 2-3 perusahaan besar yang menjadi lokomotif bagi gerbong-gerbong itu.

Karena tidak integratif, penanganan UMKM di Indonesia tidak efektif. Yang satu memberikan bantuan, Satpol PP menggusurnya. UMKM ditanam sporadis sehingga bertabrakan. Belum bisa jadi alat pencipta kesejahteraan yang stabil. Angka kematiannya pun sangat tinggi.

Dua contoh itu menunjukkan pentingnya membangun spirit Indonesia alignment. Semua kekacauan itu dimulai dari visi yang belum terurai sampai level operasional, malah

masing-masing asyik dengan ”hobinya” dan ingin tampil ke depan sendiri-sendiri.

Upaya mengatasi resesi dan depresi dapat diibaratkan dengan dua kalajengking milik presiden, yang ditaruh dalam gelas. Obama dan pemimpin negara lain sama-sama menggenggam kalajengking. Begitu air dimasukkan ke dalam gelas, dalam hitungan menit gelas Obama sudah kosong. Kalajengking yang satu mengatakan kepada temannya, “Ini benar-benar sudah gawat,

kita bisa mati. Naiki pundak saya, sampai di atas tolong tarik saya.” Mereka sepakat, seperti slogan kampanyenya, ”Change, You Can Believe In”.

(35)

34

Sumber:

(36)

Ringkasan:

1. setiap 10 persen kenaikan penganggur, kematian naik 1,2 persen, serangan jantung 1,7 persen, bunuh diri 1,7 persen, dan harapan hidup berkurang 7 tahun.

2. Organisasi Buruh Internasional mengumumkan krisis keuangan global akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja 20 juta orang.

3. Dirjen ILO menyebut China relatif aman karena pasar domestiknya kuat. Di Thailand, 1 juta orang akan menganggur. Singapura sama, tetapi parlemen mengizinkan pemerintah mengatur keuangan agar lebih adaptif

4. Hitungan ekonominya, penurunan ekonomi 1 persen, lapangan pekerjaan menyusut 150.000. Di lapangan, sebagai antisipasi krisis, pengusaha mulai menahan ekspansi. 5. Di AS, yang paling terkena krisis adalah jasa keuangan, perumahan, ritel, otomotif, dan

konstruksi. Di negara lain, yang terimbas adalah sektor-sektor ekspor, seperti garmen, furnitur, dan bahan mentah. Namun, di Indonesia, segala industri, juga UMKM, bisa terkena kalau respons operasional birokrasi lamban dan inkonsisten.

6. Di khatulistiwa, pohon akasia dapat dipanen 6 tahun, sementara di Eropa Utara butuh 20-40 tahun. RAPP dan Indah Kiat masing-masing menanam investasi lebih dari Rp 50 triliun. Kalau kondusif, industri ini bisa jadi powerhouse ekonomi.

7. Studi LPEM FEUI (2006) menemukan multiplier tenaga kerjanya 2,381 sehingga berhasil menstimulasi lapangan pekerjaan di Provinsi Riau sekitar 250.000 (2005). Namun, karena setahun terakhir ini aparat di lapangan bertikai dan saling menuding, pasokan kayu pun menipis.

8. Pengalaman di Korea Selatan, Thailand, dan China, pengembangan UMKM tidak boleh dipisahkan dari industri penopangnya yang bersifat komplementer sehingga harus membentuk kluster, penanganan UMKM di Indonesia tidak efektif. Yang satu

memberikan bantuan, Satpol PP menggusurnya. UMKM ditanam sporadis sehingga bertabrakan. Belum bisa jadi alat pencipta kesejahteraan yang stabil. Angka

kematiannya pun sangat tinggi.

(37)

36

Komentar:

1. Kenaikan jumlah penggangguran menandakan bahwa perekonomian sedang kurang bergairah sehingga semakin lama akan semakin lesu jika tidak ditangani dengan baik. Jumlah pengangguran ini juga menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat menurun, jika terlanjur parah maka merupakan hal wajar bila masyarakan banyak menderita depresi. Pengangguran dengan kondisi tersebut dapat disebut pengangguran struktural karena ada ketidak cocokan mendasar antara jumlah pekerja yang

menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang tersedia.

2. Sebagian besar masa menganggur adalah pendek. Tetapi sebagian besar masa minggu menganggur dikaitkan dengan sejumlah kecil pengangguran jangka panjang. Jika krisis keuangan global ini semakin larut tanpa ada upaya perbaikan, maka dapat terjadi pengangguran struktural akibat lambatnya penganggur menemukan pekerjaan akibat krisis tersebut.

3. Pemerintah seharusnya mengambil peran aktif, karena tidak adanya peran aktif

pemerintah dalam pemerintah dalam perekonomian akan membuat peristiwa-peristiwa seperti Depresi Besar bisa terulang lagi. Beberapa negara seperti China dan Singapura dapat meminimalkan dampak kerugian dari krisis keuangan global dengan

kebijaksanaan pemerintahannya masing-masing.

4. Pemerintah seharusnya dapat membuat kebijakan dan regulasi yang mudah dan tidak menghambat usaha yang berjalan maupun yang akan memulai usahanya.

Meminimalisasi benturan kepentingan antara lembaga yang berbeda untuk kelancaran usaha dan meyakinkankepercayaan investor.

5. Akibat dari krisis keuangan global ini mengganggu segala sektor, namun ada beberapa sektor yang dapat diunggulkan pada kondisi ini seperti industri kertas, Indonesia punya keunggulan daya saing alamiah sehingga berpotensi menggeser kompetitor dari negara yang sedang terimbas krisis. Hal ini dapat terwujud jika pemerintah dapat membuat kebijakan yang tepat dengan menghindari munculnya inkonsistensi waktu dari kebijakan tersebut sehingga dampak positif yang diharapkan tidak mengalami kelambanan.

6. Kebijakan Presiden Joko Widodo pada paket kebijakan 2 tentang perampingan izin dalam izin usaha investasi dalam bidang kehutanan dapat juga mempermudah ekpansi yang baik pada industri kertas yang bahan dasarnya yaitu kayu diperoleh dari hutan. Kebijakan ini juga secara tidak langsung menyerap kembali pengangguran akibat resesi yang terjadi sebelumnya.

Alasan Memilih Artikel Ini:

Keguncangan ekonomi selalu berimbas pada naik turunnya jumlah pengannguran, jika kebijakan pemerintah dapat dilakukan dengan baik maka hal tersebut dapat membuat

(38)
(39)

38

Topik

: Dampak Kebijakan Ekonomi

Indonesia

Nama : Muhamad Nizar Kelas : 3-Q /26

Economics of Speed vs Birokrasi

Oleh : RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan Sindo, Kamis 22 Mei 2014

Di depan mata, setiap hari kita menyaksikan bekerjanya ilmu yang disebut economics of speed atau ekonomi berbasis kecepatan.

Dunia kita memang kian bergegas. Semua mau serbacepat. Cepat berangkat, cepat

sampai. Ini berimplikasi luas, baik bagi kehidupan, pelayanan umum, kebahagiaan maupun kegiatan usaha. Tak banyak orang tahu, kepiting-kepiting yang pagi hari ditangkap para nelayan di sepanjang pantai di Indonesia, esok paginya sudah harus sampai di Kota Pudong, Shanghai, China. Siang atau malam harinya, kepiting-kepiting itu sudah menjadi sup yang lezat di berbagai rumah makan seperti Minghao Seafood, Han Tong, Fook Lam Moon atau Zhen De Hao Seafood Restaurant.

Di China, kepiting adalah menu favorit pengganti sirip ikan hiu. Pemicunya? Kecaman dari kalangan penyayang binatang yang menolak penangkapan ikan hiu secara besar-besaran hanya untuk diambil siripnya saja. Maka, sebagai gantinya, restoran-restoran di sana mulai memperkenalkan sup kepiting. Rasanya ternyata enak juga. Sejak itu ekspor kepiting kita ke China naik terus. Belakangan ini permintaannya tumbuh sampai 94%. Sayang tak semua permintaan itu bisa kita penuhi.

Penyebabnya, kepiting-kepiting yang kita ekspor kebanyakan hasil tangkapan, bukan hasil budi daya. Jadi sangat tergantung musim. Kalau musim baik, hasil tangkapan meningkat, ekspor pun naik, dan sebaliknya. Dalam kondisi begitu pun nilai ekspor kepiting kita bisa mencapai triliunan rupiah per tahun. Misalnya, pada semester I 2013, nilainya

mencapaiUSD198 juta atau kira-kira Rp2,25 triliun. Dengan angka itu, kita layak disebut eksportir kepiting terbesar di dunia.

(40)

udara yang bisa melayaninya. Begitulah economics of speed yang mungkin akan mengalahkan economics of scale.

Birokrasi

Sayangnya, kendati besar manfaatnya, membangunnya tidak mudah. Musuh utamanya sungguh serius: birokrasi alias benang kusut pemerintahan. Bagaimana bisa? Anda yang kerap berurusan dengan birokrasi tentu memahami betul karakter dan kultur kerja dari para pegawai negeri sipil (PNS) kita. Selain pasif, mereka amat reaktif, bukan antisipatif. Mereka lebih suka dilayani ketimbang melayani.

Menunggu perintah, bukan proaktif. Suka menunda-nunda pekerjaan, bukannya

menyelesaikan lebih cepat. Cara mereka bekerja seakan sudah menjadi aksioma : kalau bisa diperlambat, mengapa harus dipercepat? Gampang ditebak, di situ tersembunyi motif transaksional. Betul, saya setuju, tak semua PNS kita seperti itu. Ada juga di antara mereka yang benar kerjanya. Namun, tak bisa disangkal, sebagian besar mereka masih berperilaku seperti tadi. Maka, akibatnya PNS kita tidak menjadi aset, tapi liabilities . Mereka adalah bagian dari masalah, bukan solusi.

Padahal jumlah PNS kita masih akan ditambah terus. Menurut data Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara/Reformasi Birokrasi, jumlah PNS kita pada awal tahun 2013 mencapai 4,5 juta. Jadi, sebenarnya jumlah ini masih sedikit bila harus melayani seluruh penduduk Indonesia yang jumlahnya 240-an juta. Jadi, satu PNS melayani lebih dari 50 orang. Anda bisa bayangkan ruwetnya kondisi kita. Sudah jumlah sedikit, kualitasnya pun pas-pasan kalau tidak mau dibilang under qualified.

Ditambah lagi role model-nya jarang ada. Maka, tak aneh kalau banyak urusan yang kalau sudah masuk ke dalam mesin birokrasi akhirnya malah macet. Atau, kalaupun jalan, lambat sekali. Kalau mau cepat, tahu sendirilah caranya. Itu sebabnya saya menyebut lawan utama economics of speed adalah birokrasi.

Reformasi

Kita tentu tak bisa membiarkan urusan ini jadi berlarut-larut. Harus ada yang berani melakukan breakthrough. Atau, kita rela membiarkan negara kita kian jauh tertinggal dari negara-negara lain. Investor tak mau datang. Wisatawan enggan berkunjung. Produk-produk kita tidak kompetitif lagi di pasar ekspor.

Bahkan mungkin di pasar dalam negeri pun produk-produk kita kalah bersaing dengan produk-produk impor. Cobalah Anda pergi ke pusat-pusat perbelanjaan. Di sana Anda akan menemukan jeruk mandarin dijual dengan harga Rp17.000/ kg, sementara jeruk medan Rp19.000/kg. Akibatnya jeruk medan kita tak kunjung laku. Bagi saya, jelas kita akan tertinggal jika tidak mengadopsi prinsip-prinsip dari economics of speed.

Ada banyak hal yang mesti dilakukan dan kuncinya ada pada peremajaan struktur,

(41)

40

maju bukan merancang kerja parsial, tetapi harus terintegrasi. Istilah manajemennya harus aligned vertikal-horizontal dan harus ada engagement. Artinya harus dikelola, disinergikan, dipimpin, dan dimonitor. Bukan didiamkan.

Menyangkut masalah birokrasi, reformasi adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Memang di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, upaya ini sudah dilakukan. Misalnya dengan memberi tugas tambahan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk melakukan reformasi birokrasi. Meski begitu saya lihat masih banyak pekerjaan yang masih harus diselesaikan. Saya menilai pekerjaan mereformasi birokrasi adalah pekerjaan raksasa yang tak mungkin ditangani satu kementerian. Bukan apa-apa, organisasi birokrasi kita sudah lama macet.

Ibarat mesin, ia sudah berkarat. Maka, upaya mereformasi birokrasi membutuhkan upaya yang lebih keras. Ibaratnya membutuhkan tuas yang lebih kuat untuk mengungkit batu besar yang sudah terlalu lama tidak bergerak. Kalau tuasnya terlalu kecil, pekerjaannya bisa terlalu lama atau kalau dipaksakan bukan tidak mungkin malah tuasnya yang patah. Tak pelak lagi, pekerjaan mereformasi birokrasi ini harus dipimpin langsung oleh presiden atau setidak-tidaknya wakil presiden. Inilah kelak pekerjaan besar yang sudah menunggu presiden atau wakil presiden terpilih. ●

Sumber:

(42)

Ringkasan:

1. Setiap hari kita menyaksikan bekerjanya ilmu yang disebut economics of speed atau ekonomi berbasis kecepatan. Dunia kita memang kian bergegas. Semua mau serbacepat. Cepat berangkat, cepat sampai.

2. Sejak penangkapan ikan hiu untuk diambil siripnya saja dikecam, ekspor kepiting kita ke China naik terus. Belakangan ini permintaannya tumbuh sampai 94%. Sayang tak semua permintaan itu bisa kita penuhi. Penyebabnya, kepiting-kepiting yang kita ekspor kebanyakan hasil tangkapan, bukan hasil budi daya.

3. Apa faktor pendukung yang membuat ekspor kepiting kita terus meningkat? Salah satunya angkutan kargo udara. Berkat angkutan ini, kita bisa mengirim kepiting lebih cepat ke China. Begitulah economics of speed yang mungkin akan mengalahkan economics of scale.

4. Sayangnya, kendati besar manfaatnya, membangunnya tidak mudah. Musuh utamanya sungguh serius: birokrasi alias benang kusut pemerintahan. Pegawai negeri sipil (PNS) selain pasif, mereka amat reaktif, bukan antisipatif. Mereka lebih suka dilayani ketimbang melayani. Menunggu perintah, bukan proaktif. Suka menunda-nunda pekerjaan, bukannya menyelesaikan lebih cepat. Cara mereka bekerja seakan sudah menjadi aksioma. Maka, akibatnya PNS kita tidak menjadi aset, tapi liabilities. Mereka adalah bagian dari masalah, bukan solusi.

5. Jumlah PNS pada awal tahun 2013 mencapai 4,5 juta. Jadi, sebenarnya jumlah ini masih sedikit bila harus melayani seluruh penduduk Indonesia yang jumlahnya 240-an juta. Jadi, satu PNS melay240-ani lebih dari 50 or240-ang.

6. Ditambah lagi role model-nya jarang ada. Maka, tak aneh kalau banyak urusan yang kalau sudah masuk ke dalam mesin birokrasi akhirnya malah macet. Atau, kalaupun jalan, lambat sekali. Lawan utama economics of speed adalah birokrasi.

7. Kita tentu tak bisa membiarkan urusan ini jadi berlarut-larut. Harus ada yang berani melakukan breakthrough. Atau, kita rela membiarkan negara kita kian jauh tertinggal dari negara-negara lain

8. Ada banyak hal yang mesti dilakukan dan kuncinya ada pada peremajaan struktur, pengguntingan terhadap simpul-simpul yang kusut, lalu menyambungnya kembali sebagai rajutan baru yang lebih simpel.

(43)

42

Komentar:

1. Para pendukung kebijakan aktif memandang perekonomian sebagai subjek guncangan yang sering terjadi yang akan menyebabkan fluktuasi yang tidak perlu dalam output dan klesempatan kerja kecuali jika ditanggapi oleh kebijakan moneter dan fiskal. Banyak pihak yang percaya kebijakan ekonomi berhhasil menstabilkan perekonomian.

2. Pemertintah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan economic of speed yang menyatakan bahwa perekonomian bergerak dengan cepat. Pemerintah dapat membuat serta memperbaiki sarana dan prasarana yang dapat menunjang perekonomian. Jika dana untuk memperbaiki infrastuktur kurang, maka opsi pinjaman dana merupakan pilihan yang baik, karena pinjaman tersebut akan

digunakan untuk investasi dan berdampak pada meningkatnya PDB, mengingkatnya PDB tersebut dapat menguntungkan karena akan meningkatkan pajak sebagai akibat dari automatic stabilizers yang dapat digunakan untuk melunasi pinjaman tersebut.

3. Pada pasar ekspor kepiting, Indonesia diminta untuk dapat memenuhi kebutuhan udang yang banyak, namun karena teknik penangkapan yang ada masih sangat tidak mumpuni untuk memenuhi permintaan tersebut. Jika pemerintah dapat melakukan kebijakan yang bagus, maka bidang usaha ini menjadi sangan

menjanjikan , secara tidak langsung kebijakan tersebut juga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja yang akhirnya mengurangi pengangguran.

4. Masalah klasik dalam pemerintahan adalah rumitnya sistem birokrasi, birokrasi yang rumit ini akan mengambat investasi yang ingin dilakukan masyarakat dalam sektor kelautan maupun sektor lainnya. Masalah ini seharusnya diselesaikan dengan cepat untuk mendukung pesatnya economic of speed. Sehingga peran birokrasi dalam investasi tersebut menjadi solusi, bukan hambatan bagi masyarakat.

5. Jika peran birokrasi sudah baik maka penambahan jumlah PNS menjadi dibutuhkan untuk semakit mempercepat proses perizinan yang akan dilakukan.

6. Reformasi segala bidang merupakan hal yang mutlak untuk menyelesaikan masalah tersebut. Paket kebijakan ekonomi yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dapat menjadi penstimulus yang bagus pada economic of speed.

Mengapa Memilih Artikel Ini?

(44)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan 35 saluran lainnya memiliki kapasitas yang tidak cukup menampung debit banjir banjir rencana, selain itu juga direncanakan 48 buah saluran lagi pada

Pada beberapa lokasi yang disurvei seperti Padang Pariaman dan Padang Panjang, masyarakat mengatakan bahwa ada dua jenis berang-berang, yaitu barang-barang

Kerugian yang timbul dari hal itu, tidak efisiennya penggunaan sumber daya manusia, tenaga kerja telah tersedia namun belum bisa memulai pekerjaanya sementara upah kerja harus

Dilihat dalam konteks ide intelijen yang ditetapkan dalam bab sebelumnya, kulit cerdas didefinisikan sebagai controller aktif dan responsif dari persimpangan yang terjadi

Pada level provinsi IPG DKI Jakarta tertinggi diantara provinsi-provinsi lainnya, namun bila dilihat dari sisi kesenjangan jender yang paling rendah (gap antara

Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama terjadinya CKD (WebMD, 2015).. Kondisi

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan media gambar untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IIIa SD Negeri 017 dapat digunakan pada materi

Dengan terdapatnya dua kutub di dalam motor ini rotor di dalam motor yang memiliki kutub magnet permanen akan mengarah sesuai dengan kutub-kutub input [8].. Prinsip kerja dari