• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAKAN PENINDASAN ATAU BULLYING DI SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAKAN PENINDASAN ATAU BULLYING DI SEKOLAH DASAR"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAKAN PENINDASAN ATAU BULLYING DI SEKOLAH DASAR

(Jurnal)

Oleh

MELISTA AULIA NURDINA 1412011252

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAKAN PENINDASAN ATAU BULLYING DI SEKOLAH

DASAR

Oleh

Melista Aulia Nurdina, Tri Andrisman, Firganefi Email : aulia818@gmail.com

Penindasan berarti kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang biasanya lebih lemah dan cenderung terjadi berulang kali. Kejadian yang terjadi berulang kali akan menimbulkan respon atau reaksi bagi perkembangan psikologis anak tersebut. Permasalahan: bagaimana penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau dan apa saja yang menjadi faktor-faktor yang menjadi mempengaruhi dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau bullying. Pendekatan masalah menggunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer dan sekunder kemudian dianalisis secara kualitatif. Narasumber: Direktur Lembaga Advokasi Anak Lampung, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian yang di peroleh dari faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana penindasan atau bullying yaitu faktor internal dari si anak yang mudah emosi atau adanya gangguan psikologis. Kemudian faktor external yang terdiri dari faktor lingkungan, faktor keluarga, faktor ekonomi dan faktor sosial Faktor penghambat yang paling dominan adalah faktor penegak hukum itu sendiri dalam kurangnya pembuktian dalam menangani kasus penindasan atau bullying dan faktor sarana dan fasilitas pendukung yang belum memadai untuk menangani kasus penindasan atau bullying. Saran: diharapkan kepada para aparat penegak hukum untuk memahami tentang perkra penindasan atau bullying dan sanksi pidana yang tepat untuk pelaku, perlu adanya sosialisasi hukum mengenai penindasan atau bullying kepada penegak hukum, maupun kepada masyarakat agar lebih memahami mengenai dampak dari penindasan atau bullying agar dapat meminimalisir kasus tersebut.

(3)

ABSTRACT

LAW ENFORCEMENT AGAINST PERPETRATORS OF BULLYING CRIME IN ELEMENTARY SCHOOL

By

Melista Aulia Nurdina, Tri Andrisman, Firganefi Email : aulia818@gmail.com

Bullying is an ongoing behavior to embarrass others, with bad behaviours that can harm others. The purpose of this study is needed to provide a solution to the problems that occur, by knowing the factors causing children to commit criminal acts of bullying and law enforcement against perpetrators of bullying crime. This research uses normative juridical method and empirical juridicl method, that is a method of approach to legal law by way of research on positive law in addition also effort to examine the rules of law applicable. Data completion technique used in this research is library study and internet media. The internal factors of the child are easily emotional or there is a psychological disorder. The external factors are environment, family, economic, social. The most dominant obstacle factor is the lack of understanding about bullying by the law enforcement itself along with insufficient facilities and supporting facilities. Suggestion: is expected to the judges to be able to better understand the criminal sanctions in the form of a bullying case, it is necessary to socialize the law regarding the regulation of criminal sanction through the bullying case , as well as to the public is expected in order to understand about sanctions againts criminal offenders in the form of criminal sanctions and civil sanctions with the result that the implementation of this system works better.

(4)

1. PENDAHULUAN

Penindasan atau lebih di kenal dengan Bullying adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus penindasan atau

bullying biasanya menimpa anak

sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Dampak negatif yang lebih parah lagi adalah, korban bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri.

Bullying harus dihindari karena

bullying mengakibatkan korbannya

berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan

di bully oleh si pelaku. Selain itu,

bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di

bully oleh pelaku.

Pengertian Bullying menurut Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) adalah sebagai suatu bentuk kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dari situasi ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma, depresi dan tidak berdaya1. Kebiasaan pengeroyokan sebagai bentuk main hakim sendiri dalam menyelesaikan pertikaian atau konflik juga tampak sangat kuat dikalangan pelajar dan tidak hanya itu, terdapat fakta bahwa satu dari tiga anak mengaku pernah melakukan tindakan bullying pada kawannya2.

1 Fitria Chakrawati, Bullying Siapa Takut?, Solo, Tiga Serangkai, 2015. Hlm 11.

2 Andri Priyatna, Lets End Bullying, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2010, hlm 7.

Hal ini sangat memprihatinkan, karena mencerminkan suatu kehidupan yang kurang beradab dimana dalam penyelesaian konflik haruslah dilakukan dengan cara yang bermartabat. Para pelaku umumnya mencontoh situasi serupa yang terjadi dilingkungannya.

Penindasan atau Bullying tidak asing lagi untuk didengar di berbagai Negara ini. Kekerasan sepertinya tidak cukup untuk menggambarkan makna dari bullying itu sendiri. Di samping itu, bullying tidak serta-merta hanya sebatas tekanan fisik dan mental, melainkan bisa meninggalkan trauma yang amat mendalam bagi korban kasus bullying.

Penindasan atau bullying yang dapat dilakukan dengan banyak cara tersebut tidak dapat menganggap remeh, hasil survei KPAI di 9 propinsi terhadap lebih dari 1000 orang siswa siswi. Baik dari tingkat Sekolah Dasar/MI, SMP/MTs, maupun SMA/MA. Survei ini menunjukan 87,6 persen siswa mengaku mengalami tindak kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun psikis, seperti dijewer, dipukul, dibentak, dihina, diberi stigma negatif hingga dilukai dengan benda tajam. Dan sebaliknya 78,3 persen anak juga mengaku pernah melakukan tindak kekerasan mulai dari bentuk yang ringan hingga yang berat seperti penghinaan, ejekan baik itu secara langsung atau verbal maupun dengan media sosial3.

Hal tersebut menjadi contoh, bahwa tindakan Bullying menimbulkan

(5)

dampak yang cukup serius dalam mental seorang anak. Korban

Bullying biasanya hanya dapat

menahan amarah dan dendamnya karena tidak dapat membalas perbuatan Pembully. Namun, akan berakhir tragis bila mereka sudah tidak dapat menahan amarahnya. Karena itu, harus ada penegakan hukum yang mengatur tentang tindakan Bullying. Menurut Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak. Salah satunya, anak dari korban kekerasan psikis dan/atau psikis.

Bentuk-bentuk penindasan atau

bullying dapat dikategorikan menjadi

dua (2) macam bentuk yaitu penindasan fisik dan penindasan psikologis. Penindasan fisik adalah tindakan penindasan dengan kontak secara fisik yang menimbulkan perasaan sakit fisik, luka, cedera, atau penderitaan fisik lainnya. Contohnya memukul, menampar, menendang orang lain, penyiksaan, pembantaian, atau sampai melakukan pembunuhan. Bully jenis ini sudah termasuk dalam bagian tindak kriminalitas dan melanggar hukum karena dapat menghilangkan nyawa seseorang. Penindasan psikologis adalah tindakan yang menimbulkan trauma psikologis, ketakutan, depresi, kecemasan, atau stres.

Dampak bagi korban penindasan fisik dalam hasil studi yang dilakukan oleh National Youth

Violence Prevention Resource

Center Sanders menunjukan bahwa

bullying dapat membuat remaja

merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk

menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi

self-esteem siswa, meningkatkan isolasi

sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depresi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).

Tidak ada peraturan khusus yang mewajibkan sekolah memiliki kebijakan program anti bullying, tetapi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Pasal 54 yang berisikan:

“Anak didalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya”.

Dengan kata lain, siswa mempunyai hak untuk mendapat pendidikan dalam lingkungan yang aman serta nyaman sehingga bebas dari rasa takut. Pengelola sekolah dan pihak lain yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan mempunyai tugas untuk melindungi siswa dari intimidasi, penyerangan, kekerasan, ataupun gangguan.

Permasalahan dalam penulisaan skripsi ini, terdiri dari :

(6)

b. Apakah faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau bullying disekolah dasar?

Pendekatan masalah yang digunakan pada skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber pada penelitian ini terdiri dari Direktur Lembaga Advokasi Anak Lampung, Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Akademisi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara komulatif dan disimpulkan secara induktif dan deduktif.

II. PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum

Pidana Terhadap Pelaku Tindakan Penindasan atau

Bullying di Sekolah Dasar

Penegakan hukum pidana apabila dilihat sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum (pidana), maka pemidanaan yang biasa juga diartikan pemberian pidana tidak lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Artinya pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahap yaitu:

1. Tahap formulasi yaitu tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang;

2. Tahap aplikasi yaitu tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang

3. Tahap eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang4

Ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung tiga kekuasaan atau kewenangan yaitu, kekuasaan legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legislatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat apa yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legislatif ditetapkan system pemidanaan, pada hakekatnya merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana5.

Penindasan atau bullying sendiri belum diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan khusus yang mengaturnya, namun akan mengambil masalah dari pokok perkaranya. Karena penindasan atau

bullying sendiri bersifat luas, maka

penulis dapat memasukkan penganiayan, pemerasan, penghinaan dan sebagainya kedalam kasus penindasan yang dimana, kasus tersebut sudah diatur didalam KUHP.

Perbuatan penindasan atau bullying yang sudah diatur dalam KUHP adalah sebagai berikut :

1. Penghinaan (Pasal 310)

a. Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau

4

Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 30.

(7)

nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

b. Pasal 315

Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik dimuka umum denga lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2. Penganiayaan (Pasal 351)

a. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda pling banyak empat ribu lima ratus. b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luk berat, yang bersalah diancam pidana penjara paling lama lima tahun.

c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana

paling lama tujuh tahun penjara.

d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

3. Pemerasan dan Pengancaman (Pasal 368)

a. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sedniri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Perbuatan penindasan atau bullying yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak :

1. Pasal 54

Anak didalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekersan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.

2. Pasal 76A

Setiap orang dilarang:

(8)

mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

b. Memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.

3. Pasal 76C

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

4. Pasal 80

a. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

b. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

c. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

d. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya

Penindasan atau bullying tidak hanya berfokus kepada penindasan langsung atau verbal, tetapi penindasan atau bullying dapat terjadi melalui media elektronik seperti jejaring sosial. Perkembangan zaman yang semakin modern juga memberikan dampak besar terhadap pergaulan anak-anak untuk dapat mengakses media sosial yang tidak hanya berfungsi sebagai saran informasi, namun juga untuk menjadikan media sosial sebagai sarana untuk menindas temannya. Dasar hukumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:

1. Pasal 27 ayat 3

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan /atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

2. Pasal 27 ayat 4

(9)

diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal-pasal yang berkaitan dengan penindasan atau bullying dapat dijadikan acuan untuk pembuatan undang-undang tentang penindasan atau bullying yang sesuai dengan nilai-nilai dalam situasi sekarang dan masa depan, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan yang paling baik untuk memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini masuk kedalam Tahap Formulasi. Penegakan hukum di Indonesia dilakukan secara preventif dan represif, yaitu:

1. Non Penal

Diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan eksekutif dan kepolisian.

2. Penal

Dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tetapi masih juga terdapat pelanggaran hukum. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan adalah secara represif oleh aparat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hokum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap

berada dalam kerangka penegakan hukum6.

Tahap-tahap tersebut digunakan untuk menetapkan atau merumuskan perbuatan penindasan atau bullying apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Apabila, penindasan atau bullying tersebut merupakan tindakan yang masih ringan, akan diselesaikan secara non-penal atau dengan cara kekeluargaan. Apabila penindasan atau bullying yang dilakukan merupakan tindakan yang berat hingga dapat dikategorikan tindakan kriminal, maka tindakan tersebut dapat di proses dengan jalur hukum dan anak yang melakukan tindak pidana penindasan atau bullying hanya bisa di jatuhi ½ (setengah) dari hukuman yang berlaku.

B. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Penegakan

Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindakan Penindasan atau

Bullying di Sekolah Dasar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsul Arief selaku Hakim Anak berpendapat bahwa hal tersebut dapat terjadi akibat respon kemarahan atas tindakan penindasan yang mengakibatkan korban penindasan melakukan tindakan yang salah dan bukanlah respon yang sepadan atas penindasan yang diterima. Respon berlebihan tersebut kemudin menjadi tameng tersendiri bagi korban penindasan, karena beliau juga menjadi pelaku tindakan kriminal.

6

(10)

Terdapat beberapa faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya tindakan penindasan atau bullying yaitu faktor lingkungan, faktor keluarga, faktor ekonomi dan faktor sosial dan faktor internal yaitu mudahnya mendapatkan emosi dan gangguan psikologis7.

Faktor penghambat penegakan hukum secara umum dapat dilihat dari beberapa faktor, menurut Soerjono Soekanto ada 5 faktor penghambat penegakan hukum diantaranya yaitu :

1. Faktor Hukum yaitu peraturan dan undang-undang

2. Faktor Penegak Hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hokum

3. Faktor Sarana dan Fasilitas Mendukung Penegakan Hukum

4. Faktor Masyarakat adalah lingkungan dimana hukum itu di terapkan dan diberlakukan

5. Faktor Kebudayaan yakni setiap hasil karya, cipta, dan rasa yang tercipta dalam pergaulan di masyarakat8.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsul Arief selaku hakim anak, Pengadilan Negeri Tanjung Karang, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam tindakan penindasan atau bullying yaitu meliputi faktor penegak hukum, faktor hukum, faktor saran dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan .

7 Wawancara dengan Syamsul Arief selaku Hakim Anak Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar Lampung, Tanggal 26 Oktober 2017.

8

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada. 2007. hlm 5

Penulis juga mengutip kajian mengenai faktor-faktor yang mempengarughi penegakan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidana penindasan atau bullying, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Dalam kasus penindasan atau bullying sendiri, penegak hukum diharapkan dapat menyediakan tim penyelidik yang cukup untuk pembuktian kasus penindasan atau bullying tersebut serta sumber daya manusia dari aparat penegak hukum itu sendiri agar tidak menganggap remeh kasus penindasan atau bullying. Untuk melaksanakan sosialisasi kepada orang tua, masyarakat dan pihak sekolah dasar agar semua kalangan mengetahui tentang penindasan dan bullying tersebut.

2. Faktor Hukum

Gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang disebabkan karena:

a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang; b. Belum adanya peraturan yang

(11)

diselesaikan dengan cara non litigasi atau mendamaikan kedua belah pihak tanpa jalur hukum. Hal tersebut dibenarkan adanya, namun bila Penindasan atau bullying itu sendiri sudah masuk ketahap kriminal seperti, penganiayaan, pemerasan dan lain-lain, jalur hukum dapat ditempuh9.

3. Faktor Sarana dan Prasarana Dalam proses penegakan hukum, sarana dan prasarna hukum mutlak diperlukan untuk memperlancar dan terciptakan kepastian hukum. Sarana dan prasarana hukum yang memadai dimaksudkan untuk mengimbangi kemajuan teknologi dan globalisasi, yang telah mempengaruhi anak-anak untuk menindas temannya dengan media apapun. Dengan media sosial salah satunya atau biasa kita kenal cyberbullying.

Hal senada juga dikatakan oleh Turaihan Aldi, menurut beliau sarana dan prasaran dalam menegakan hukum pidana terhadap penindasan atau bullying tersebut masih bisa diatasi. Apalagi, tindakan penindasan atau bullying biasanya masih berada ditahap wajar seperti hanya mengejek atau mencaci yang akhirnya hanya dianggap bahan gurauan untuk kedua belah pihak. Untuk itu, diharapkan untuk Lembaga Advokasi Anak dan Kepolisian setempat untuk mengadakan sosialisasi yang akan memperkenalkan kepada anak-anak sekolah dasar tentang hukum yang

9

Wawancara dengan Syamsul Arief selaku Hakim Anak Pengadilan Negeri Tanjung Karang Bandar Lampung, Tanggal 26 Oktober 2017.

menyangkut dengan penindasan atau bullying10.

4. Faktor Masyarakat

Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah dapat menjadi hambatan bagi proses penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya rasa enggan dalam masyarakat untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya penindasan atau bullying. Peranan orang tua dan keluargalah yang paling berpengaruh untuk menentukan apakah anak-anak mereka dibesarkan oleh kasih sayang dan perhatian yang cukup agar anak tidak melakukan tindakan yang buruk seperti menindas temannya. Dalam keluarga juga, anak-anak harus diajarkan cara untuk saling menyayangi dan menghormati dengan sesama saudara. Kakak harus menyayangi adik dan mengetahui bahwa adik harus dilindungi dan tidak untuk ditindas. Begitu pula dengan adik, agar menghormati kakak. Hal kecil tersebut bila diajarkan sedari dini, akan menghasilkan anak-anak tahu bagaimana cara mengasihi kepada makhluk hidup dan menghormati perbedaan antar individual. Saat anak-anak bertumbuh dewasa, mereka akan mudah untuk memahami bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang membuat mereka lebih mengerti bagaimana cara menghargai manusia11.

10

Wawancara dengan Turaihan Aldi Direktur, Lembaga Advokasi Anak Lampung, 25 Oktober 2017.

11

(12)

5. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan, karen didalam pembahasannya diketengahkan masalah spiritual atau non materiel sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Erna Dewi selaku Akademi Hukum Pidana Universitas Lampung, bahwa yang menjadi faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindakan penindasan atau bullying di sekolah dasar adalah yang pertama faktor substansi, dimana menyangkut mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum, harus dilihat apakah undang-undang itu sudah memenuhi ataupun terdapt kelemahan-kelemahan dalam penegakannya, misalnya seperti undang-undang yang multi tafsir atau yang sulit penegakannya. Kedua, faktor penegak hukum yang merupakan struktur dari sistem hukum. Perlu dilihat dan diperhtikan dari sumber daya penegak hukumnya, apakah mempunyai kemampuan dalam menaggulangi atau mempunyai profesionalitas dalam penegakan hukum. Ketiga, adalah faktor budaya hukum, yang mencakup sarana dan prasarana, misalnya menyangkut sosialisasi dari pihak kepolisian, lembaga masyarakat, lembaga perlindungan

anak dan masyarakat agar penegakan hukum yang ditegakknya oleh pemerintah dapat berjalan dn berfungsi dengan baik12.

III. PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penegakan Hukum Pidana

Terhadap Tindakan Penindasan atau Bullying di Sekolah Dasar sudah berjalan dengan baik. Walaupun penindasan atau bullying sendiri belum diatur dengan undang-undang khusus, namun aparat penegak hukum menggunakan pasal pokok lain yang mengacu pada atau berkaitan pada penindasan atau

bullying. Tindakan yang

termasuk kedalam penindasan atau bullying yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dalam KUHP yang mengatur tentang pemerasaan dan pengancaman, membuka rahasia, penghinaan dan penganiyaan dan bila diselesaikan dengan jalur hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan akan d di jatuhi ½ (setengah) dari hukuman yang berlaku untuk orang dewasa. Untuk kasus penindasan atau bullying masih tergolong wajar seperti menghina, mengejek, mencaci tidak perlu di selesaikan menurut jalur hukum. Pihak

12

(13)

sekolah dan orang tua dapat bertemu dan berkonsultasi bagaimana cara menyelesaikan permasalahan penindasan atau

bullying yang terjadi di

kalangan siswa sekolah dasar

2. Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam tindakan penindasan atau

bullying disekolah dasar terdiri

dari faktor penegak hukum, yang meliputi aparat penegak hukum, yang meliputi aparat penegak hukum yang kurangnya jumlah tim penyelidik, sulitnya pembuktian dan sumber daya manusia dari aparat penegak hukum itu sendiri Faktor hukum yang meliputi asas-asas undang-undang yang berlaku meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana pasal-pasal yang ada didalamnya dapat diberlakukan untuk tindakan penindasan atau bullying. Faktor sarana dan prasana yaitu diadakannya sosialisasi oleh Lembaga Advokasi Anak Lampung untuk memberitahu dampak dari penindasan atau bullying. Faktor masyarakat masih rendah tingkat kesadaran akan penindasan atau bullying dan faktor kebudayaan yang masih menganggap bahwa penindasan atau bullying tersebut wajar dilakukan di kalangan anak-anak sekolah dasar.

B.Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu adanya peningkatan sumber daya manusia dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus penindasan atau bullying dan memperkuat pembuktian dalam kasus penindasan atau bullying. 2. Perlu adanya kesadaran dari

masyarakat untuk tidak menjadikan penindasan atau

bullying sebagai budaya yang

dianggap tidak menimbulkan dampak buruk bagi anak-anak.

DAFTAR PUSTAKA

Chakrawati, Fitria. 2015. Bullying Siapa

Takut?. Solo. Tiga Serangkai.

Daryati , Elia dan Anna Farida. 2014. Parenting With Heart. Jakarta. Kaifa.

Nawawi Arief, Barda. 2002. Bunga

Rampai Kebijakan Hukum

Pidana. Bandung. Citra Aditya

Bakti. Sekolah Dasar Negeri Dagelan

2, Dinginan, Sumberharjo,

Prambanan, Sleman,

Yogyakarta, Yogyakarta,

Universitas Negeri Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem fonologi dalam pembahasan ini mencakup identifikasi fonem segmental dan pembuktian fonem, distribusi fonem, vokal rangkap, gugus konsonan, dan pola persukuan.Masalah

Beberapa buku yang diterbitkannya: Gender in International Relations: Feminist Perspective on Achieving Global Security (1992); Gendering World Politics: Issues and

Jika dalam waktu yang ditentukan pada timer #1 telah lewat, dan LPG belum juga nyala, maka sistem kendali Gambar 3 diatas akan menghentikan kegiatan reduksi

But judgements of particular works of art are not based, or at any rate not in a similar way, on principles, and the relationship of what have often been called phenomenal properties

Dan jika pendekatan antropologis dilakukan dalam studi Islam dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami Islam dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh

Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra, Indonesia, dan Daerah serta Pembimbing II yang berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan

[r]

Dengan adanya informasi mengenai betapa pentingnya peran aset tidak berwujud dalam perusahaan, diharapkan perusahaan- perusahaan Indonesia mengungkapkan nilai aset