BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tuntutan persamaan hak wanita dalam berbagai bidang kehidupan sudah
merupakan agenda di zaman sekarang ini. Prestasi dan keterampilan yang
ditunjukkan kaum wanita selama ini sudah memunculkan anggapan bahwa antara
wanita dan laki-laki tidak banyak perbedaan. Prestasi dan keterampilannya
tersebut dapat terlihat dari kepemimpinan dan peranan wanita dalam kehidupan
politik di negara kita. Kekuatan berupa ketegaran, ketegasan dan ketepatan dalam
pengambilan keputusan merupakan ciri yang dimiliki sekaligus oleh wanita dan
syarat bagi kepemimpinannya. Beban dan tanggung jawab seorang pemimpin
wanita lebih besar tanggung-jawabnya dari pada pemimpin laki-laki. Dimana
wanita berperan ganda sebagai ibu dalam rumah tangga maupun tanggung-jawab
di kerjaannya. Kesejajaran antara wanita dengan laki-laki merupakan suatu usaha
yang tidak sia sia apabila wanita berusaha sesuai kemampuannya, untuk dapat
bersaing dengan kaum laki-laki sesuai dengan sifat kewanitaanya.
Kemajuan zaman telah banyak mengubah pandangan tentang wanita,
mulai dari pandangan yang menyebutkan bahwa wanita hanya berhak mengurus
rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang
harus berada diluar rumah, kemudian dengan adanya perkembangan zaman dan
emansipasi wanita menyebabkan wanita memperoleh hak yang sama dengan
laki-laki
Perjuangan memilik hak yang sama secara tegas dimulai dari RA. Kartini.
sama, tetapi perjuangannya merupakan cita-cita agar wanita memiliki pikiran dan
tindakan yang modern. Dengan demikian, adanya persamaan hak di berbagai
bidang kehidupan telah menggeser pandangan terdahulu, sebagaimana
dikemukakan Nilakusuma (1960 : 151-152) :
“Wanita dan laki-laki mempunyai tempatnya masing-masing di dalam
kehidupan masyarakat. Dan kedua jenis manusia tersebut dapat
menempati tempatnya masing-masing tanpa menjadi kurang hak.
Karena fikiran, kecerdasan, menentukan nilai yang sama antara
laki dan wanita. Memang banyak pekerjaan yang dikerjain oleh
laki-laki dan wanita tidak meninggalkan sifat-sifat asli wanita. Malah
menjadi kepala pemimpin atau presiden pun tidak akan meninggalkan
sifat-sifat kewanitaannya”.
Tuntutan persamaan hak wanita tentunya didasarkan pada beberapa
tanggapan bahwa antara wanita dan laki-laki tidak banyak perbedaan,
sebagaimana dikemukakan Presiden Pertama Indonesia, Sukarno (1963: 30)
bahwa:
“...ini tidak menjadi bukti bahwa dus kwaliteit otak perempuan itu
kurang dari kwaliteit otak kaum laki-laki, atau ketajaman otak
perempuan kalah dengan ketajaman otak laki-laki. Kwaliteitnya sama,
ketajamannya sama hanya kesempatan bekerjanya yang tidak sama,
kesempatan berkembangnya yang tidak sama. Maka oleh karena itu,
justru dengan alasan kurang dikasihnya kesempatan oleg masyarakat
sekarang pada kaum perempuan, maka kita wajib berikhtiar
membongkar ketidak-adilan masyarakat terhadap kaum perempuan
Salah satu keinginan yang diperjuangkan oleh gerakan wanita adalah
bertambahnya pemimpin wanita, terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk
mengambil bagian dalam pengambilan keputusan, yang selama ini pimpinan atau
manajer hampir selalu didominasi oleh laki-laki. Wanita memang mempunyai
peluang untuk memegang peran melihat jumlahnya yang cukup besar yang bila
diikuti dengan kualitas dan kemampuan, akan menjadi suatu potensi
pembangunan yang kuat. Namun kenyataanya perempuan masih selalu dianggap
sebagai orang kedua (sub ordinat) dari berbagai bidang. Sementara seorang
pimpinan dikatakan baik dan berhasil manakala mampu mengambil keputusan
yang rasional dan bijaksana. Karena pengambilan keputusan merupakan
persyaratan keterampilan bagi seorang pemimpin dan menjadi tolok ukur
efektivitas kepemimpinan seorang pemimpin apabila mampu dan mahir
mengambil keputusan, dan keputusan itu dikatakan baik, apabila memiliki syarat
rasional, logic, realistis, dan pragmatis. Keputusan yang realitis dan pragmatis
merupakan ciri kaum feminin, (A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender, halaman 57).
Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran
kepemimpinan wanita dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. mengetahui faktor-faktor yang
memungkinkan partisipasi wanita dalam pembangunan, dan mengetahui hambatan
yang terjadi pada kepemimpinan wanita tersebut.
Namun, Masih banyak wanita yang belum berani mengambil
kesempatan-kesempatan yang tersedia baginya, terlebih lagi untuk merebut kesempatan-kesempatan. Tentu
saja, hal tersebut akan menghambat cita-cita sebagai wanita karir. Selain itu,
peranan kepemimpinan wanita pada sektor publik dianggap masih banyak
ganda yaitu sebagai wanita karier dan sebagai istri serta ibu bagi anak-anaknya
secara optimal dalam kurun waktu yang bersamaan. Seharusnya, wanita Indonesia
sudah diberi kesempatan secara bebas untuk menentukan pilihan kariernya dimana
wanita sudah dipahami sebagai manusia utuh dan berperan sebagai mitra sejajar
yang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan di segala bidang
pembangunan. Hal ini akan mendorong wanita Indonesia untuk berproses
mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang utuh. (A. Nunuk P. Murniati, 2004
: 221). Maka dari pernyataan diatas penulis tertarik mengadakan penelitian yang
berjudul “Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Pengambilan Keputusan
(Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan
di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota ?
2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam
pengambilan keputusan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan
Kota?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana peranan
kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin di
2. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana hambatan-hambatan
yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam pengambilan keputusan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain
adalah :
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan menulis karya ilmiahterutama dalam menganalisa
permasalahan yang terjadi masyarakat yang ada hubungannya dengan teori
akademis.
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu sosial secara
umum dan ilmu administrasi negara secara khusus mengenai peranan
kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan.
3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak
yang ingin mendalami dan melakukan penelitian serupa ditempat lain.
1.5 Kerangka Teori 1.5.1 Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan inti daripada suatu organisasi karena
kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat
manusia dan alat lainnya dalam suatu organisasi. Demikian pentingnya peranan
kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasisehingga dapat
dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami oleh organisasi sebagian
diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu. Defenisi tentang kepemimpinan
sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefenisikan konsep
kepemimpinan.
Menurut Rivai (2003 : 2) sebagai berikut :
a) Kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi prilaku pengikut untuk
mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya.
b) Kepemimpinan yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan
mempengaruhi orang kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau
proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara
sukarela/sukacita.
c) Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi
aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para pegawai
kelompok.
Menurut Miftah Thoha (2003 : 9) mengatakan bahwa kepemimpinan
adalah kegiatan untuk mempengaruhi prilaku orang lain atau seni mempengaruhi
prilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan menurut Kartini
Kartono (2005:56), pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan
dan kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang
sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas tertentu demi pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan.
Jadi, pemimpin adalah orang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan
sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan
kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Pemimpin juga
mendapat pengakuan serta dukungan dari bawahan dan mau menggerakkan ke
arah tujuan tertentu. Disamping itu, pengertian-pengertian kepemimpinan di atas
menunjukkan adanya sejumlah variabel yang penting, yaitu :
1. Pemimpin sebagai orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan
2. Pengikut sebagai sekelompok orang yang berkedudukan mengikuti
pemimpin
3. Situasi sebagai kondisi atau keadaan yang melingkupi kepemimpinan
tersebut.
Ketiga variabel tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan oleh
pemimpin tersebut, atau dapat dikembangkan keputusan yang tepat sesuai dengan
karakteristik ketiga variabel tersebut. Karena itu, kepemimpinan ada jika
memenuhi sejumlah persyaratan sebagai berikut:
1. Mempunyai kekuasaan, yaitu kekuatan, otoritas dan legalitas yang
memberikan wewenang kepada pimpinan guna mempengaruhi orang lain
untuk berbuat sesuatu.
2. Memiliki kewibawaan, yaitu kelebihan, keunggulan dan keutamaan
sehingga mampu mempengaruhi atau mengatur orang lain agar orang lain
itu patuh dan bersedia melakukan tindakan tertentu.
3. Mempunyai kemampuan, yaitu segala daya kesanggupan, kekuatan dan
kecakapan/keterampilan/pengetahuan yang dianggap melebihi orang lain.
Adapun kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut
James A. Lee dalam bukunya ManagementTheories and Prescriptions, dalam
1. Kapasitas dalam bidang kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara,
keahlian dan kemampuan menilai.
2. Prestasi yang meliputi bidang gelar kesarjanaan dan ilmu pengetahuan.
3. Tanggung jawab, yaitu sifat dan karakteristik pribadi yang mandiri,
berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan punya hasrat unggul.
4. Partisipasi dalam arti aktif, punya sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul,
kooperatif, mudah menyesuaikan diri dan punya rasa humor.
1.5.2 Peran Kepemimpinan
Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai perbuatan
seseorang atas sesuatu pekerjaan. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian (Poerwadarminta, 1987 :
768).
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Administrasi
Pendidikan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai bermacam-macam
peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti
bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang. Peranan
menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan
perbuatan-perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, dimana
peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi,penyesuaian diri dan sebagai suatu
proses.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan
seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin. Peran pemimpin yang
mutlak harus dilakukan adalah:
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu hal yang paling urgen atau penting dari seluruh
kegiatan. Karena peencanaan merupakan sarana bagi seorang pimpinan untuk
menentukan kemana arah sebuah perusahaan atau organisasi akan dibawa,
maka akan sulitnya hasil yang baik jika perencanaan dalam kegiatan tersebut
kurang baik, meskipun pelaksanaannya dilakukan dengan baik.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan suatu konsep yang memiliki makna yang cukup
luas karena menyangkut dua hal, yaitu:
a. Struktur organisasi sebagai wadah melaksanakan kegiatan
Secara umum yang mengatur struktur organisasi adalah pimpinan tingkat
atas (eksekutif). Akan tetapi yang dibahas disini adalah unit kegiatan
yang dalam kegiatannya berkaitan dengan sekelompok orang yang
mempersatukan dirinya untuk mengerjakan sesuatu yang tidak dapat
mereka laksanakan sendiri.
b. Penempatan Pegawai
Dalam hal ini, seorang pemimpin harus mengetahui lebih dahulu
mengenai karakteristik dari orang yang akan ditempatkan sebaik
mungkin, agar mendapatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat
sekaligus menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat pada situasi
bawahan yang tepat.
Kegiatan pemimpin yang sangat menentukan, karena dengan mengawasi akan
menghasilkan sesuatu yang sesuai denagan yang telah direncanakan. Pada
dasarnya pemimpin hanya mengawasi tiga hal yaitu uang, bahan, dan
pegawai. Langkah yang diperlukan dalam mengawasi adalah menentukan
standar, ukuran hasil atas dasar standard an melakukan perbaikan jika
diperlukan.
4. Pengevaluasian
Pemimpin berperan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan para pegawai, apakah pelaksanaan pekerjaan
berjalan secara efisien dan efektif, atau pelaksanaannya justru terjadi
inefisiensi. Hasil evaluasi ini dijadikan dasar untuk melakukan
perbaikan-perbaikan jika ditemukan adanya kendala-kendala dalam melaksanakan
pelayanan terhadap masyarakat.
1.5.3 Kepemimpinan Wanita
Fenomena yang ada menunjukkan banyak wanita yang telah menduduki
jabatan sebagai pemimpin kepala desa, kepala kantor , kepala sekolah, kepala
seksi, manajer perusahaan, direktur rumah sakit, direktur bank, sebagai pemimpin
keluarga, dan lain-lain.Namun Persentase wanita sebagai pemimpin dibandingkan
populasi perempuan secara keseluruhan, jauh lebih rendah dibandingkan dengan
persentase laki laki sebagai pemimpin.
Wanita sebagai seorang pemimpin formal pada mulanya banyak yang
meragukan mengingat penampilan wanita yang berbeda dengan laki-laki, tetapi
keraguan ini dapat diatasi dengan keterampilan dan prestasi yang dicapai. Di
tujuan yang sama hanya saja yang berbeda dilihat dari segi fisik semata-mata,
sebagaimana dikemukakan Kimbal Young (dalam Kartono) :
“Kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas
kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang
lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi/penerimaan oleh
kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasu
khusus”
Pemimpin yang berada pada organisasi formal akan memiliki kekuasaan
manajemen yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen pula, sehingga
kekuasaan yang dimilikinya bersifat institusional dan tidak dihubungkan dengan
sifat-sifat pribadi. Misalnya, seorang wanita yang menjadi kepala sekolah,
kemudian bawahannya baik guru-guru ataupun staf tata usaha tunduk kepadanya
bukan pada pribadi melainkan pada kepemimpinannya karena dia adalah
pemimpin formal.
Seorang pemimpin dapat meningkatkan hasil yang baik bila dari
sebelumnya memiliki prestasi kerja yang lebih baik pula, sehingga pemimpin
wanita akan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya maupun orang lain karena
kemampuan memimpin yang baik apalagi berhasil mencapai tujuan institusi yang
dipimpinnya.
Wanita yang menjadi seorang pemimpin formal termasuk seorang wanita
karier yang akan banyak menghadapi masalah, terutama berhubungan dengan
posisi yang bersangkutan antara karier dan rumah tangga. Wanita yang mampu
bertindak sebagai pemimpin, memiliki sifat ganda baik sebagai wanita yang
feminim maupun memiliki kekuatan berupa, tegas, tegar dan keperkasaan dalam
Hal ini merupakan sifat yang diperlukan seorang pemimpin, tanpa hal itu akan
sulit dilaksanakan, mengingat banyak pendapat bahwa wanita adalah makhluk
lemah tetapi sebenarnya tidaklah demikian.
1. Gaya Kepemimpinan Wanita
Secara umum ada 2 (dua) gaya kepemimpinan khas wanita yaitu
kepemimpinan maskulin-feminim dan kepemimpinan
transformasional-transaksional.
a. Gaya Kepemimpinan Feminim-Maskulin
Menurut Bass (1985), gaya kepemimpinan maskulin mempunyai ciri-ciri
kompetitif, otoritas hirarki, kontrol tinggi bagi pemimpin, tidak emosional dan
analisis dalam mengatasi masalah. Sedangkan kepemimpinan feminim
mempunyai ciri-ciri koperatif, kolaborasi dengan manajer dan bawahan, kontrol
rendah bagi pemimpin dan mengatasi masalah berdasarkan intuisi dan empati.
Perbedaan jenis kelamin dalam kepemimpinan maskulin dan feminim
terlihat jelas, laki-laki cenderung mempunyai model kepemimpinan maskulin
sedangkan wanita cenderung kepemimpinan feminim sesuai dengan ciri-ciri yang
ada. Sesuai dengan gaya kepemimpinan feminim yang khas berdasarkan jenis
kelamin, Visser (2002) mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan melekat pada
orientasi keluarga sedangkan gaya maskulin lebih berorientasi pada karir.
b. Gaya Kepemimpinan Transformasional-Transaksional
Bass (1985) mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah
suatu pendekatan sosial terhadap kepemimpinan yang melibatkan proses timbal
balik antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin meyakinkan pengikut bahwa
diharapkan pemimpin. Pemimpin merespon terhadap kebutuhan dasar bawahan
dan kebutuhan akan rasa aman. Pemimpin dan bawahan mengatur suatu proses
pertukaran (transaksi).
Sedangkan kepemimpinan transformasional menjelaskan proses hubungan
antara atasan dan bawahan yang didasari oleh nilai-nilai, keyakinan dan asumsi
mengenai visi dan misi organisasi. Pemimpin transformasional dapat
menggerakkan pengaruhnya demi kepentingan kelompok, organisasi, atau negara
daripada kepentingan self interest mereka sendiri. Mereka berusaha agar dapat
mengubah konsep diri bawahan dan meningkatkan bawahan mereka menjadi
orang-orang yang dapat mencapai aktualisasi diri, regulasi diri dan kontrol
diri.Secara umum penelitian-penelitian yang ada menunjukkan bahwa wanita
cenderung memiliki gaya kepemimpinan transformasional dibanding pria.
Dalam kenyataannya tidak selalu 2 (dua) gaya tersebut yang dipunyai
pemimpin wanita, bisa saja seorang pemimpin wanita memiliki kombinasi dari 2
(dua) gaya tersebut jika dibentuk matriks, maka akan berbentuk 4 (empat)
kombinasi gaya yaitu :
1) Feminim-Maskulin
2) Feminim-Transaksional
3) Maskulin-Transformasional
4) Transaksional-Transformasional
2. Hambatan-Hambatan Kepemimpinan Wanita
Wanita sebagai pemimpin tidak jarang menghadapi banyak hambatan yang
berfungsi sebagai pelindung dan kepala keluarga. Begitu pula hambatan fisik
wanita yang dianggap tidak mampu melaksanakan tugas-tugas berat.
Ibrahim (dalam Tan, 1991 : 16) mengatakan hambatan yang muncul dari
kepemimpinan wanita adalah sebagai berikut :
c. Hambatan fisik
Wanita katanya dibebani tugas “kontrak” untuk mengandung, melahirkan dan
menyusui. Keharusan ini mengurangi keleluasaan mereka untuk aktif terus
meneru dalam berbagai kehidupan. Bayangkan jika wanita harus melahirkan
sampai banyak anak. Pastilah usia produktinya habis dipakai untuk
tugas-tugas reproduktif yang mulia itu.
d. Hambatan teologis
Untuk waktu yang lama, wanita dipandang sebagai makhluk yang dicipta
untuk lelaki. Termasuk mendampingi mereka, menghiburnya, dan mengurus
keperluannya. Perempuan menurut cerita teologis seperti ini, diciptakan dari
rusuk lelaki. Cerita ini telah jauh merasuk dalam benak banyak orang, dan
secara psikologis menkadi salah satu faktor penghambat perempuan untuk
mengambil peran yang berarti.
e. Hambatan sosial budaya
Pandangan ini melihat wanita sebagai makhluk yang pasif, lemah, perasa,
tergantung dan menerima keadaan. Sebaliknya lelaki dinilai sebagai makhluk
yang aktif, kuat, cerdas, mandiri dan sebagainya. Pandangan ini
menempatkan lelaki memiliki derajat lebih tinggi dibanding wanita.
f. Hambatan sikap pandang
Hambatan ini memandang antara tugas perempuan dan lelaki. Perempuan
rumah. Pandangan seperti ini boleh jadi telah membuat wanita merasa risih
keluar rumah, dan visi bahwa tugas-tugas kerumah-tanggaan tidak layak
digeluti lelaki.
g. Hambatan historis
Kurangnya nama perempuan dalam sejarah di masa lalu bisa dipakai
membenarkan ketidakmampuan perempuan untuk berkiprah seperti halnya
lelaki.
1.5.4 Pengambilan Keputusan
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah merupakan tahap-tahap
yang harus digunakan untuk membuat keputusan.Pengambilan keputusan
merupakan pusat dari kegiatan organisasi.
Perron dalam Salusu (1996:45), menyatakan bahwa pengambilan
keputusan merupakan kunci kepemimpinan,sedangkan Gore (1959), menyebut
sebagai inti kepemimpinan,Moore (1966),menyebut sebagai jantung admnistratif.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengambilan keputusan menurut
Siagian (2004:39), adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap suatu
masalah yang dihadapi.Pendekatan yang sistematis itu menyangkut pengetahuan
tentang hakikat alternative yang dihadapi,pengumpulan fakta dan data yang
relevan dengan masalah yang dihadapi,analisis masalah dengan menggunakan
fakta dan data,mencari alternativ pemecahan,menganalisis setiap alternative
sehingga ditemukan alternative yang paling rasional,dan penilaian dari hasil yang
dicapai sebagai keputusan yang diambil.
Dari pengertian-pengertian pengambilan keputusan diatas,dapat
alternative terbaik dari beberapa alternative secara sistematis untuk
ditindaklanjuti(digunakan)sebagai suatu cara pemecahan masalah.
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan
tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang apa
yang harus dilakukan dan mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga
dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran
yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat penting. Jiwa
kepemimpinan seseorang itu dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah
dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan
yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan
keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi
terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang
mendasarkan diri pada relasi sesama.
Definisi menurut para ahli, antara lain:
a. Menurut George R. Terry : pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
b. Menurut Sondang P. Siagian : pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan
mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang
paling cepat.
c. Menurut James A. F. Stoner : pengambilan keputusan adalah proses yang
Dari definisi pengambilan keputusan diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak
boleh sembarangan. Pengambilan keputusan itu sendiri suatu cara yang digunakan
untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah
dengan cara / teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.
Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas,
sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari
alternatif yang ada.
1. Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan
Dalam setiap pengambilan keputusan selalu didasarkan pada hal-hal
tertentu tergantung pada jenis keputusan yang akan diambil oleh pemimpin atau
pengambil keputusan.Terrt menyebutkan ada lima dasar dari pengambilan
keputusan yang berlaku secara umum yaitu:
a. Insting, yaitu pengambilan keputusan yang dilakukan dengan berdasarkan
atas insting yang bersifat subjektif, sehingga mudah terkena oleh beberapa
pengaruh.
b. Pengalaman, yaitu pengambilan keputusan yang dilakukan dengan
berdasarkan pada pengalaman. Karena pengalaman seseorang dapat
memprediksi keadaan sesuatu berdasarkan pada pengalaman yang telah
dialami.
c. Fakta, yaitu pengambilan keputusan yang didasarkan pada fakta.Keputusan
yang didasarkan pada fakta dapat melahirkan keputusan yang baik,karena
dengan fakta maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat
d. Wewenang, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya
dilalkukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi
jabatannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya.
e. Rasional, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan rasional,keputusan yang
dihasilkan bersifat objektif dan logis sehingga dapat dikatakan keputusan
yang dihasilkan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang
diharapakan.
dasar lain dalam pengambilan
keputusan serangkali
diabaikan.
Wewenang Kebanyakan penerimaannya
adalah bawahan,terlepas
apakah penerimaan tersebut
secara sukarela ataukah secara
terpaksa. Keputusannya dapat
bertahan dalam jangka waktu
Pengalaman Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis.Karena pengalaman seseorang
dapat memperkirakan keadaan sesuatu,dapat memperhitungkan
untung ruginya,baik buruknya keputusan yang dihasilkan.
Fakta Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat,solid,dan baik.Dengan fakta,maka tingkat
kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih
tinggi,sehingga orang cepat menerimanya dengan ikhlas.
Rasional Keputusan yang diambil bersifat objektif,logis, lebih transparan,konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai
dalam batas kendala tertentu,sehingga dapat dikatakan
mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang
diinginkan.Pengambilan keputusan secara rasional dapat
tercapai:
(1) kejelasan masalah,
(2) orientasi tujuan,
(3) pengetahuan alternatif,
(4) preferensi yang jelas, dan
(5) hasil maksimal.
Tabel 2.1 Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan 2. Jenis – Jenis Pengambilan Keputusan
Berdasarkan Kriteria yang menyertainya, pengambilan keputusan dapat
diklasifikasi atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :
1) Berdasarkan programnya, pengambilan keputusan dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu :
a. Pengambilan keputusan terprogram yaitu pengambilan keputusan yang
bersifat rutinitas, berulang-ulang dan cara menanganinya telah ditentukan.
Pengambilannya keputusan terprogram ini digunakan untuk
berikut. Yaitu (a) Prosedur, yaitu serangkaian langkah yang berhubungan
dan berurutan yang harus diikuti oleh pengambilan keputusan, (b) Aturan,
yaitu ketentuan yang mengatur apa yang harus dan apa yang tidak harus
dilakukan oleh pengambil keputusan. (c) Kebijakan, yaitu pedoman yang
menentukan parameter untuk membuat keputusan.
b. Pengambilan keputusan tidak terprogram, yaitu pengambilan keputusan
yang tidak rutinitas dan sifat unik shingga memerlukan pemecahan
masalah yang khusus. Pengambilan keputusan tidak terprogram ini untuk
menyelesaikan masalah yang tidakterstruktur. Contoh strategi
mempromosikan untuk produk baru.
2) Berdasarkan Lingkungannnya, keputusan dapat dibedakan menjadi empat
kelompok, yaitu sebagai berikut :
a. Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti, yaitu pengambilan keputusan
berlangsung hal-hal sebagai berikut : (a) alternative yang harus dipilh
hanya memiliki satu konsekuensi/jawaban/hasil. Ini berarti hasil keputusan
dari setiap alternative tindakan tersebut ditentukan dengan pasti, (b)
keputusan yang akan diambil didukung oleh informasi/data yang lengkap,
sehingga dapat diramalkan secara akurat atau eksak dari setiap tindakan
yang dilakukan, (c) dalam kondisi ini, pengambil keputusan secara pasti
mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang. (d) teknik
pemecahannya antara lain model antrian.
b. Pengambilan keputusan dalam kondisi beresiko, yaitu pengambilan
keputusan dimana berlangsung hal-hal sebagai berikut: (a) alternative yang
harus di pilih mengandung lebih dari satu kemungkinan hasil, (b)
diasumsikan bahwa pengambil keputusan mengetahui peluang yang akan
terjadi terhadap berbagai tindakan dan hasil, (d) resiko dapat terjadi karena
pengambilan keputusan tidak dapat diketahui dengan pasti,walaupun
diketahui nilai probabilitynya, (e) pada kondisi ini, keadaan lingkungan
dalam keadaan tidak pasti. (f) teknik pemecahannya adalah menggunakan
metode probability.
c. Pengambilan keputusan dalam keadaan yang tidak pasti, yaitu
pengambilan keputusan dimana, (a) tidak diketahui sama sekali jumlah
kondisi yang mungkin terjadi, (b) pengambilan keputusan tidak dapat
menentukan probability terjadinya berbagai kondisi atau hasil yang keluar.
(c) yang diketahui hanyalah kemungkinan hasil dari suatu tindakan, tetapi
tidak dapat diprediksi berapa besar probability setiap hasil tersebut, (d)
pengambil keputusan tidak mempunyai pengetahuan atau informasi
lengkap mengenai peluang terjadinya bermacam-macam keadaan tersebut,
(e) hal yang akan diputuskan biasanya relative belum pernah terjadi
sebelumnya, (f) teknik pemecahannya adalah menggunakan beberapa
metode yaitu antara lain metode maximin atau metode minimax.
d. Pengambil keputusan dalam kondisi konflik, yaitu pengambilan keputusan
dimana; (a) kepentingan dua atau lebih pengambil keputusan saling
bertentangan dalam situasi persaingan,(b) pengambil keputusan saling
bersaing dengan pengambilan keputusan lainnya yang rasional, tanggap
dan bertujuan untuk memenangkan persaingan tersebut, (c) pengambil
keputusan bertindak sebagai pemain dalam suatu permainan, (d) teknik
pemecahannya adalah menggunakan teori permainan. Jadi dalam teori
para pemimpin birokrasi dalam suatu proses pemilihan alternative sebagai
pemecahan masalah.
1.6Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Pengambilan Keputusan
Wanita makhuk yang sensitif, selalu memakai perasaan saat menghadapi
dan menyelesaikan masalahnya. Tapi, dari kepekaan inilah wanita dapat lebih
merasakan sesuatu masalah dengan lebih rinci. Menggunakan perasaan dan logika
dalam menyelesaikan permasalahan akan lebih baik ketimbang hanya
menggunakan salah satu saja. Hai ini tidak menjadikan wanita adalah makhul
lemah. Sikap tegas harus tetap di asah dan mutlak diterapkan oleh seorang
Pemimpin. Berperasaan bukan berarti menjadi lemah dan kalah dengan keadaan.
Peran pemimpin wanita akan sangat terlihat saat akan mengambil keputusan. Peka
saat terjadi sesuatu dalam tim dan tegas saat mengambil suatu keputusan.
Saat ini masih terdapat banyak anggapan bahwa wanita tidak mempunyai
peran dalam pengambilan keputusan, baik di luar maupun di dalam rumah tangga.
Adanya bias gender selalu memposisikan wanita sebagai sosok yang lemah dan
tidak memiliki kekuasaan. Berdasarkan norma yang ada mengatakan bahwa yang
paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kaum pria. Hal tersebut
tidak dapat dipungkiri lagi di lingkungan masyarakat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peranan wanita dalam persoalan
pengambilan keputusan, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Rosaldo,
dalam kerangka pemikirannya tentang hubungan antara wanita, kebudayaan, dan
masyarakatya. Ia membedakan secara tegas dua sektor kegiatan dalam
masyarakat, yakni sektor publik dan sektor domestik. Sektor domestik adalah
publik adalah bidang untuk pria, yakni di luar lingkungan rumah tangga sebagai
pencari nafkah untuk keluarganya. Perbedaan terhadap kedua sektor ini tidak
selalu sama disetiap masyarakat, karena pada umumnya dipengaruhi oleh
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Menurut Rosaldo, pada masyarakat
terdapat perbedaan yang ketat antara kegiatan di sektor domestik dan sektor
publik, yakni apabila wanita terkucil dari pergaulan masyarakat dan sepenuhnya
berada di bawah wewenang lelaki, maka kaum wanita cenderung tidak
mempunyai kekuasaan sama sekali untuk mengambil keputusan dalam
keluarganya apalagi dalam masyarakat. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang
di anggap mempengaruhi peranan wanita dalam pengambilan keputusan, yaitu
proses sosialisasi, pendidikan, latar belakang perkawinan, pendidikan, kedudukan
dalam masyarakat, dan pengaruh luar lainnya.
Akan tetapi, kini pernyataan akan rendahnya posisi wanita
dibandingkan pria tidak selamanya berlaku, karena sekarang banyak kaum wanita
yang telah berpendidikan sehingga terjadi kesetaran gender didalamnya. Oleh
karena itu, sudah seharusnya pandangan tentang kaum wanita itu dirubah,
kenyataannya kini sudah banyak wanita yang diberi kesempatan untuk bekerja
dan berperan sebagai pemimpin selayaknya seorang pria serta berhak untuk
mengemukakan pendapat, sehingga tidak ada lagi alasan bahwa wanita itu selalu
lemah dan selalu bergantung dimata seorang pria.
Hadary dan Henderson mengatakan para pengusaha dan pemimpin wanita
yang sukses selalu mendapat laporan keuangan secara berkala dan
mengindetifikasi kunci metriknya yaitu memberikan wawasan dan pengetahuan
1.7Definisi Konsep
Menurut Effendi, konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang
dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan,
kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 480). Beliau juga
mengatakan bahwa guna menghindari kesalahan-kesalahan pengertian atau
penafsiran, maka perlu kiranya dikemukakan batasan-batasan dari konsep dalam
penelitian lapangan tersebut.
Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang
diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang
dipergunakan, yaitu :
a. Peranan kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan yaitu
serangkaian prilaku yang dilakukan oleh wanita sesuai dengan
kedudukannya sebagai pemimpin dalam pengambilan keputusan.
b. Pengambilan keputusan yaitu suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari
beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindak lanjuti (digunakan)
sebagai suatu cara pemecahan masalah.
1.8 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, definisi
konsep, dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan,
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana
peneliti melakukan penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan penyajian data-data yang diperoleh dari lapangan,
kemudian mentabulasikannya.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang diperoleh dari
lokasi penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian