Nama
: Febrina Hasida
Nim
: 0904101010005
MITIGAS STRUKTURAL TERHADAP BENCANA
GEMPA BUMI DAN TSUNAMI
MEKANISME TERJADINYA GEMPA BUMI
Gempa bumi terjadi pada retakan dalam kerak bumi yang disebut patahan. Patahan terbentuk karena batuan rapuh dan pecah yang disebabkan oleh tekanan besar (meregang, menekan, atau memilin) yang mendesaknya. Tekanan yang timbul di daerah kerak ini disebabkan oleh pergerakan perlahan-lahan lempeng bumi. Gempa bumi terjadi ketika tekanan telah semakin meningkat di daerah batuan sampai pada tingkat tertentu sehingga terjadi pergerakan mendadak. Pergerakan mendadak ini dapat menciptakan patahan baru ketika batuan pecah pada titik terlemah, atau pergerakan menyebabkan batuan tergelincir di sepanjang patahan yang ada. Ketika ini terjadi, sejumlah besar energi dilepaskan bersamaan dengan dilepasnya tekanan. Energi yang dilepaskan menyebabkan batuan di sekitarnya bergetar, sehingga terjadi gempa bumi. Titik di mana batuan menggelincir atau pecah untuk pertama kalinya, sehingga menyebabkan gempa bumi disebut fokus. Tempat di permukaan bumi yang berada tepat di atas fokus disebut episentrum.
Gempa bumi dapat di klasifikasikan berdasarkan kedalaman fokusnya,faktor penyebab dan kekuatan gelombang atau getarannya.
1) Berdasarkan Kedalaman Fokus
Dilihat dari kedalaman pusatnya (fokus), gempa bumi dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) Gempa Dangkal
Gempa dangkal terjadi pada kedalaman sekita 100 km dari permukaan bumi. Gempa jenis ini seringkali menimbulkan kerusakan besar.
b) Gempa Pertengahan
Gempa pertengahan terjadi pada kedalaman antara 100-300 km di bawah permukaan bumi. Gempa ini dapat menimbulkan kerusakan ringan dengan getaran lebih terasa dibandingkan dengan gempa dalam.
Gempa jenis ini terjadi pada kedalaman sekitar 300 km dari permukaan bumi. Gempa bumi ini tidak terlalu membahayakan, tetapi getarannya masih dapat di rasakan di permukaan bumi.
2) Berdasarkan Faktor Penyebab a) Gempa Tektonis
Sebagian besar gempa bumi disebabkan oleh proses tektonik yaitu gerakan litosfer yang disebut lempeng.
b) Gempa Vulkanis
Gempa vulkanis adalah gempa yang di sebabkan oleh adanya letusan atau retakan yang terjadi di dalam struktur gunung berapi. Gempa vulkanis terjadi karena magma atau batuan yang meleleh menerobos ke atas kerak bumi. Gempa vulkanis sangat terasa di daerah sekitar gunung berapi, tetapi pengaruhnya tidak terasa pada jarak yang cukup jauh.
c) Gempa Runtuhan ( Terban )
Gempa runtuhan ( Terban ) adalah gempa yang di sebabkan oleh runtuhnya masa batuan atau tanah. Misalnya runtuhnya lorong tambang dan lorong sebuah gua kapur yang runtuh dan mengakibatkan sehingga mengakibatkan getaran yang kuat.
3) Berdasarkan Kekuatan Gelombang a) Gempa Akibat Gelombang Primer
Gelombang primer atau gelombang longitudinal adalah gelombang atau getaran yang merambat di dalam bumi dengan kecepatan antara 7-14 km/detik, getaran ini berasal dari fokus (pusat gempa).
b) Gempa Bumi Akibat Gelombang Sekunder
Gelombang sekunder atau transversal adalah gelombang yang merambat dengan kecepatan antara 4-7 km/detik. Gelombang ini berasal dari fokus. Gelombang jenis ini tidak dapat melalui lapisan air.
Gempa Linear adalah gempa yang episentrumnya berbentuk garis (linear). Gempa tektonik umumnya jenis gempa linear sebab patahansudah tentu merupakan suatu garis.
b) Gempa Sentral
Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi. Teori lempeng tektonik merupakan kombinasi dari teori sebelumnya yaitu: Teori Pergerakan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran Dasar Samudra (Sea Floor Spreading).
Lapisan paling atas bumi, yaitu litosfir, merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantel. Lapisan ini sedemikian panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku, sehingga dapat bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas yang kita kenal sebagai aliran konveksi. Lempeng tektonik yang merupakan bagian dari litosfir padat dan terapung di atas mantel ikut bergerak satu sama lainnya. Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling mendekati(collision) dan saling geser (transform).
tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.
MEKANISME TERJADINYA TSUNAMI
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Syarat-syarat terjadinya Tsunami
BAHAYA IKUTAN YANG BISA DITIMBULKAN OLEH SEBUAH GEMPA BUMI
Gempa yang mengakibatkan pengangkatan dari dasar laut. Meskipun demikian yang penting adalah pengertian sekunder di sini tidak berarti bahwa bencananya lebih kecil dari yang primer tapi malah sering sebaliknya.
2.2.1. Bahaya Deformasi Patahan Gempa
Ketika terjadi gempabumi pada zona atau bidang patahan aktif yang pecah dan bergerak maka tubuh tanah/batuan serta permukaan tanah pada dan di jalur patahan gempanya akan bergerak secara instan. Besarnya pergerakan yang terjadi dan luas/panjangnya zona patahan gempa sebanding dengan besar magnitudo gempanya. Jadi makin besar kekuatan gempanya akan semakin besar pula pergerakan dan luas wilayahnya. Rekahan tektonik di permukaan dan pergerakan tanah yang terjadi tentu berpotensi menimbulkan kerusakan kepada bangunan dan segala jenis infrastruktur yang terletak di permukaan tanah yang sobek dan bergerak, terutama pada bangunan dan konstruksi yang di bangun persis pada jalur patahan gempa di permukaannya. Oleh karena itu bangunan dan konstruksi yang didirikan persis di atas jalur patahan gempa tidak hanya akan mendapat efek guncangan tanah paling keras (i.e. karena jarak sumbernya 0) tapi juga terkena efek perekahan dan pergerakan tektonik ketika gempa terjadi. Prinsip umum cara mitigasi ancaman sobekan patahan aktif adalah dengan menghindari pembangunan rumah-rumah, gedung-gedung, dan infrastruktur lain di atas jalur patahan aktif di permukaan tanahnya karena secara teknis sangat sukar (dan mahal) untuk mendesain struktur bangunan yang akan tahan kalau terjadi perekahan dan pergerakan tanah. Apabila lokasi tepat dari jalur patahan aktif ini sudah diketahui maka risiko bencana dari sobekan patahan gempa ini mudah untuk dihindari. Bahaya lain dari deformasi patahan aktif berupa gerakan perlahan-lahan dari patahan atau rayapan tektonik (“fault creeps”). Rayapan tektonik terjadi pada segmen patahan aktif yang bersifat dominant aseismik, yaitu karena coefficient friction pada bidang patahannya sangat rendah sehingga pergerakan tektoniknya diakomodasi dengan pergerakan yang perlahan-lahan dan kontinyu. Ini juga berarti bahwa segmen patahan yang aseismik tidak berkemampuan untuk mengakumulasi energi regangan (“strain”) dalam jumlah besar untuk dilepaskan dalam gempa besar.
Goncangan tanah adalah bahaya gempabumi yang paling dikenal luas [McGuire, 2004]. Efek goncangan tanah ini diakibatkan karena penjalaran gelombang gempa dari sumber gempa ke seluruh arah di sekitarnya (Gbr. 3). Efek guncangan dari penjalaran gelombang gempa ini bisa sampai radius ratusan kilometer dari sumbernya. Besarnya goncangan yang terjadi sebanding dengan besarnya kekuatan gempa di sumber dan berbanding terbalik dengan jarak penjalaran yang ditempuh. Makin besar kekuatan sumber akan makin besar guncangan yang terjadi, dan guncangan tanah ini akan semakin kecil menjauh dari letak sumbernya, yaitu jalur patahan gempa-nya. Itulah sebabnya kenapa ancaman goncangan gempabumi ini paling dikenal dan diperhitungkan, yaitu karena wilayah yang terkena efeknya bisa sangat luas, tidak hanya daerah yang berdekatan dengan jalur patahan gempanya. Yang dikenal sebagai Peta Bahaya Seismik (Seismic Hazard Map) tidak lain adalah peta dari estimasi besarnya goncangan tanah yang terjadi di berbagai lokasi. Estimasi dari bahaya goncangan gempabumi ini kemudian dipakai untuk mendesain struktur bangunan tahan (goncangan) gempa sehingga apabila goncangan yang diperkirakan tersebut terjadi maka bangunan tidak akan mengalami kerusakan.
2.2.3. Bahaya ikutan
Guncangan tanah yang terjadi ketika gempa bisa memicu terjadinya gerakan tanah/longsor dan proses likuifaksi pada lapisan pasir lepas. Proses likuifaksi terjadi apabila goncangan tanah tersebut menaikkan tekanan pori lapisan tanah/pasir sehingga kekuatan tanah tersebut hancur dan menyebabkan tanah tersebut mencair. Proses likuifasi di dekat/bawah permukaan ini menyebabkan permukaan tanah mengalami deformasi dan bisa menyebabkan kerusakan pada fondasi bangunan di atasnya. Oleh karena itu satu usaha dalam mengantisipasi bahaya goncangan yang gempabumi adalah dengan menganalisis dan memetakan potensi pemicuan gerakan tanah dan likuifaksi ini. Pada prinsipnya goncangan tanah dianggap sebagai factor pemicu atau beban tambahan yang mengakibatkan ketidakstabilan lereng atau terjadinya likuifaksi. Apabila gempabumi terjadi di bawah dasar laut maka pergerakan patahan yang terjadi bisa menimbulkan gangguan pada air di atasnya dan menyebabkan tsunami.
MENGAPA GEMPA HARUS DIPERHITUNGKAN SEBAGAI BEBAN PADA PERENCANAAN INFRASTRUKTUR DAN BAGAIMANA METODE SECARA UMUM
Penyebab kegagalan bangunan akibat gempa bumi tidak berbeda dengan kegagalan bangunan lainnya, yaitu yang dapat bersumber pada kesalahan atau kecerobohan dalam perancangan, pengadaan/penyediaan bahan, pelaksanaan konstruksi, taupun kesalahan dalam memanfaatkan bangunan.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN MITIGASI STRUKTURAL TERHADAP BENCANA ALAM