• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO INDAH KOTA BEKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO INDAH KOTA BEKASI"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA

RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO

INDAH KOTA BEKASI

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh DEWI PERTIWI NIM : E.1106109

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO

INDAH KOTA BEKASI

Oleh :

DEWI PERTIWI NIM. E.1106109

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dosen Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 19 April 2010 Dosen Pembimbing

(3)

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO

INDAH KOTA BEKASI

Disusun oleh : DEWI PERTIWI NIM : E.1106109

Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Pada : Hari : Tanggal :

DEWAN PENGUJI

1. ___________________________ : ... Ketua

2. ___________________________ : ... Sekretaris

3. ___________________________ : ... Anggota

MENGETAHUI Dekan,

(4)

iv

PERNYATAAN

Nama : Dewi Pertiwi NIM : E 1106109

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO INDAH KOTA BEKASI adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Mei 2010 yang membuat pernyataan

Dewi Pertiwi NIM. E.1106109.

(5)

v

PERSEMBAHAN daRi PeRJUANGAn Ku...

Karya ini aku persembahkan untuk :

§ Mama yang sangat aku cintai dan aku sayangi, semua ini dapat terjadi karena cintamu mah...ade baru setengah perjalanan mah, baru ini yang bisa ade persembahKan untuk mama....masih butuh banyak doa dan semangad yang tiada henti dari mama, semua kebahagiaan dan perjuangan ini ade Tiwi persembahkan untuk mama tersayang....muuaah

§ Alm. Papa ku tercinta, terima kasih pah untuk semua hal baik yang telah kau tanamkan, semua pesan-pesan Papa selalu membekas dipikiran adek pah, bahwa suatu saat nanti ade bisa sperti mbak mayang dan bisa jadi kebangaan papa, mama n mbak mayang...impian papa akan terwujud sebentar lagi pah...

§ Mbak mayang, my lovely sister...terima kasih untuk kasih sayang dan semangad tiada henti dan keyakinan klo kita bisa jadi kebanggaan mama dan papa...ade bangga punya kakak yg bs jadi sgalanya bwt keluarga...Karna Kita bermula dan berakhir bersama keluarga...Muaahhh

§ Keluarga besar Uzt. Ningcik di Jakarta, terima kasih untuk semua dukungan dan kasih sayang...mungkin baru ini yang bisa Tiwi tunjukin klo Tiwi bisa seperti mbak mayang...Tiwi ga akan bisa jadi sperti ini tanpa cinta dan pengorbanan kalian smua....

§ Keluarga Besar Prapto Rahardjo di Solo dan dimanapun...terimakasih telah memberikan kasih sayang dan paradigma kesuksesan yang begitu berharga...

§ Genk kepompong...MeLi, DeVi, Qnoy, GeMBOng, Wisnu, Yhowel.

Guyz, thnks for everything krna lw smua udh ngebikin gw selalu ngerasa kangen ma kampus karna tingkah2 dan perilaku aneh kalian smua dan yang pasti gw bkal kangen bgt dgn urusan kmpus lw smua yang slalu ngerpotin gw...haaaaaa..

LuPh U All GuyZ...i’ll be miss u guyZ..muuuuuaaaaahhhhh

§ Bwt JelEk Quw...mkacih y bwt semangat dan pengertian yang slalu km brikan bwt aq..^^.... kita ktmu d Jakarta...hohohoho

§ Mas Anang....terima kasih untuk semua semangat dan dukunganya...maaf jika dek Tiwi selalu merepotkan yuaa hee...

Buat semuanya yang udah memberikan semangad dan doa bwt kelancaran skripsi ku wlaupun bgtu bnyak cobaan dan hambatan bwt menyelesaikan

skrpsi ini...Finnaly,slesai juga...Dan ga lupa juga bwt smua sahabat-sahabat gw yg djkrta...kalian segalanya bwt gw....

MOTTO....

Ujian karakter yang sejati bukanlah berapa banyak yang kita ketahui dalam melakukan berbagai hal, tapi bagaimana kita

bersikap ketika tidak tahu harus melakukan apa.

(Chicken Soup for the Soul)

Hal lain bisa mengubah kita tapi kita bermula dan berakhir bersama keluarga....

(6)

vi ABSTRAK

DEWI PERTIWI, 2010. IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO INDAH KOTA BEKASI. Fakultas Hukum UNS.

Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai bagaimana perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak di kawasan Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi sesuai dengan peraturan perlindungan anak dan bagaimana harmonisasi pengaturan mengenai larangan memperkerjakan anak dan sanksinya dalam peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi pustaka. Tehnik analisis data yang digunakan yaitu dengan metode deduksi dengan menggunakan interpretasi sistematis.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1). Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada saat ini belum mampu memberikan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi. Hal ini dikarenakan pekerja rumah tangga anak merupakan pekerja disektor informal bukan pekerja disektor formal, seperti yang termasuk di dalam pasal-pasal dalam ketentuan undang-undang tersebut. Sehingga Pekerja Rumah Tangga Anak dikawasan Perumahan tersebut belum mendapatkan perlindungan sebagai pekerja. (2) Belum adanya harmonisasi aturan diantara undang-undang yang ada mengenai larangan memperkerjakan anak dan sanksinya dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan sanksi Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), Undang-Undang Perlindungan Anak Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), Undang-Undang Penghapusan Kekerasaan Dalam Rumah Tangga dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak RP 15.000.000 (lima belas juta rupiah)”, sementara itu Perda DKI Jakarta hanya dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan rahmatNya sehingga memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DI PERUMAHAN BUMI NASIO INDAH KOTA BEKASI”

Salah satu tujuan penulisan hukum ini adalah untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih terutama penulis tujukan kepada :

1. Allah SWT, yang tak henti-hentinya memberikan nikmat dan rahmatNya kepadaku. Ya ALLAH hanya dengan pertolonganmu segala tujuan dan impian hidupku bisa tercapai. Terima kasih Ya Allah SWT atas segala nikmat dan pertolongan mu yang telah Engkau berikan kepada hamba.

2. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Prasetyo Hadi Purwandoko, S.H., M.S. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum UNS.

4. Ibu Dr. I Gusti Ayu Ketut RH, S.H., M.M. selaku ketua bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UNS.

5. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan hukum ini yang selalu memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta motivasinya kepada penulis.

6. Ibu Djuwityastuti S.H. selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

(8)

viii

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Ibunda tercinta yang sampai saat ini belum terbalas olehku atas semua pengorbanannya untukku. Thanks for everything Mom.

10.Keluarga Besar “Annisa” yang slalu memberikan kehangatan dan keceriaan seperti di rumah. Bwat Mbak Endah, Mbak Lala, Nene, dan semua personil annisa family, terima kasih bwat smua dukunganya.

11.Seluruh keluarga besarku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu semoga silaturrahmi selalu terjaga.

12.Sahabat-sahabatku di kampus Nana, Mega, Dewi, Putri, Ucup dan semua temen-temen yang telah memberikan semangat dan dukungan tiada henti. 13.Dewi teman seperjuanganku dalam satu bimbingan skripsi, makasih wi bwt

semangat dan dukungannya.

14.Seluruh teman-teman angkatan 2006 FH UNS yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, seneng banget bisa mengenal kalian semua.

15.Semua pihak yang belum disebutkan dan telah membantu serta mendoakan penulis dalam penyelesaian penulisan hukum ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang dan semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Mei 2010

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Metode Penelitian... 7

F. Sistematika Skripsi... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Hukum,Teori Efektivitas dan Kesadaran Hukum dalam Masyarakat, dan Teori Hukum Ketenagakerjaan... 14

2. Tinjauan Tentang Pengertian Hubungan Kerja, Pihak Yang Terkait dalam Hubungan Ketenagakerjaan, Upah dan Perlindungan Bagi Pekerja... 22

(10)

x

4. Tinjauan Tentang Pembatasan Kerja dan

Perlindungan Bagi Anak... 33 5. Tinjauan tentang Pengertian Pekerja Rumah Tangga

Anak, Jam Kerja, Tempat Kerja, Upah, Libur,dan

Perlindungan Bagi Pekerja Rumah Tangga Anak... 38 B. Kerangka Pemikiran... 44

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 46 B. Pembahasan Peraturan Perundang-undangan Mengenai

Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga

Anak Di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi... 51 C. Harmonisasi Pengaturan Tentang Larangan

Memperkerjakan Anak Dan Sanksinya Dalam

Peraturan Perundang-undangan... 64 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

(11)

xi ABSTRACT

DEWI PERTIWI. E 1106109. 2010. THE IMPLEMENTATION OF PROTECTION FOR CHILDREN DOMESTIC WORKER IN BUMI NASIO INDAH HOUSING OF BEKASI CITY. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

This research aims to examine and to answer the problem of whether or not the protection for children domestic worker in Bumi Nasio Indah Housing of Bekasi City is consistent with the regulation of children protection and to find out how the regulation harmonization is about the restriction of children exploitation and the punishment in the legislation.

This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature using statutory approach as well as direct approach to the Resource. The data of research employed was secondary one including the primary, secondary, and tertiary law materials. The data was collected using literary study. Technique of analyzing data employed was deductive method using systematic interpretation.

The result of research shows that: (1) The current labor Act has not been able to give protection to the children domestic workers in the Bumi Nasio Indah Housing of Bekasi city. It is because the domestic worker is the one in informal sector rather than formal sector, as included in the articles of such provision of acts. Thus, the children domestic workers in that housing area have not gotten protection as the worker. (2) There has not been a regulation harmonization between the current act about the restriction of employing children and the punishment in the legislation. The punishment provision of Labor Act is the imprisonment for at least 2 years and maximum 5 years and/or fine of minimum Rp 200,000,000 (two hundred millions) and maximum Rp 500,000,000 (five hundred millions), that of Children Protection Act is imprisonment for maximum 5 years and/or fine of maximum Rp 100,000,000 (one hundred millions), that of Violence Elimination in Household Act with imprisonment for maximum 5 years or fine of maximum Rp 15,000,000 (fifteen millions), meanwhile the DKI Jakarta’s Local regulation only impose the imprisonment for maximum 3 months and find of maximum Rp.50,000.

(12)

xii BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia adalah Negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut menjaga ketertiban dunia. Guna mewujudkan tingkat kesejahteraan sosial rakyat yang memadai, diperlukan intervensi faktor-faktor pembentukan kualitas hidup yang setara dengan perkembangan peradaban manusia pada jamannya. Fenomena ini menunjukkan bahwa proses menuju tercapainya tingkat kesejahteraan tertentu akan ditentukan oleh standar nilai yang berlaku pada kurun waktu tersebut. Pada setiap jaman memiliki kesejahteraan tersendiri, yang disepakati secara luas dengan mengacu pada nilai-nilai universal.

Anak sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi sejak dilahirkan, sehingga tidak ada manusia atau pihak lain yang boleh merampas hak tersebut. Hak asasi anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Deklarasi PBB tahun 1948 tentang Hak-hak Asasi Manusia, Deklarasi ILO di Philadelphia tahun 1944, Konstitusi ILO, Deklarasi PBB tahun 1959 tentang Hak-hak Anak, Konvensi PBB tahun 1966 tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Konvensi PBB tahun 1989 tentang Hak-hak Anak. Dengan demikian semua Negara di dunia secara moral dituntut untuk menghormati, menegakkan dan melindungi hak tersebut. Salah satu bentuk hak asasi anak adalah jaminan untuk mendapat perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan (Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, 2001 : 51).

(13)

xiii

mempertahankan hidupnya, tidak terkecuali bagi seorang anak. Padahal, sudah menjadi tugas utama bagi setiap orang tua untuk berusaha dan berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan anak dengan menjamin pertumbuhan dan perkembanganya dengan wajar, baik secara rohaniah, jasmaniah maupun sosialnya.

Pengambilan lokasi di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi menjadi pertimbangan tertentu bagi Penulis dalam mengambil lokasi tersebut.

Dimana di daerah perumahan tersebut, banyak terdapat Pekerja Rumah Tangga yang masih anak-anak yaitu berumur kurang dari 18 tahun, dan sering mendapatkan perlakuan yang kasar dari majikannya disebabkan karena seringnya terjadi perselisihan antara Pekerja Rumah Tangga Anak dan Majikan, yang menjadi pemicu utama terjadinya tindak kekerasaan dan eksploitasi tersebut. Selain itu, mengenai Jam kerja anak juga merupakan suatu permasalahan yang mendasar dalam kasus Pekerja Rumah Tangga Anak yang bisa mencapai 24 jam sehari tanpa diizinkan istirahat. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut berada dalam satu rumah dengan majikan. Berbeda pula dengan anak-anak yang berada di jalan atau pengamen jalanan. Anak-anak tersebut bisa bekerja sesuai dengan kebutuhannya. Seorang Pekerja Rumah Tangga Anak bekerja hingga 24 jam sehari dengan tidak diimbangi upah yang seharusnya, dimana pada kenyataanya upah tersebut tetap berada di bawah dari standar upah pekerja yaitu hanya Rp. 300.000 perbulan. Misalnya saja, seperti wawancara yang dilakukan oleh Riset Human Rights Watch kepada beberapa pekerja rumah tangga anak. (hrw.org,15 November 2009).

"Setiap hari majikan saya marah dan menendang saya dan mencubit saya. Hampir setiap hari. Saat saya mengepel lantai, saya tidak menggunakan alat pel, hanya memakai tangan dan kain pel, dan kemudian majikan saya menendang saya supaya saya mengepel lebih jauh ke dalam. Dia biasa mencubit bahu saya. - Ratu, 15 tahun-.

(14)

xiv

penting-tanpa kerja yang saya lakukan di rumah di siang hari, orang rumah tidak akan bisa melakukan apa yang mereka sebut ‘kerja formal' di kantor mereka. Tapi tetap saja orang pemerintahan mengatakan bahwa kami adalah warga kelas dua!". –Kemala, 16 tahun-.

Menurut survei Universitas Indonesia dan International Labour Organization (ILO) pada tahun 2002-2003, ada sekitar 688.000 anak-anak di bawah usia 18 tahun bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga di Indonesia.

Seorang anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari segala bentuk perlakuan yang salah baik bentuk kekerasaan dan pemerasan, eksploitasi, dan penelantaraan terhadap anak, baik yang mencakup hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya anak. Hal ini dapat diwujudkan salah satunya dengan tidak diperbolehkannya bekerja kepada seorang anak sebelum usia tertentu, tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan, pendidikan maupun yang dapat mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa atau akhlaknya. Tetapi dalam kenyataanya sampai saat ini masih banyak terdapat anak yang tidak mendapatkan perlindungan dari pekerjaan-pekerjaan terburuk seperti Pengamen, Pemulung, Buruh Konveksi, Industri makanan, Pekerja Rumah Tangga Anak, Pekerja Seksual, Pertanian, Anak jalanan, Industri minuman keras, zat berbahaya, Pemulung, Perkebunan, dll tanpa mempertimbangkan akan pengaruh bagi anak, baik secara mental maupun fisik anak (www.institutperempuan.or.id).

(15)

xv

Undang-Undang Nomor 20 tahun 1999 tentang pengesahan konvensi ILO Nomor 138 tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.

Pemerintah DKI Jakarta pada tahun 1993 memang telah membuat suatu Peraturan Daerah mengenai Pekerja Rumah Tangga yaitu Perda DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1993, mengenai hukum kontraktual yang harus diketahui suku dinas ketenagakerjaan Jakarta. Akan tetapi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yang menjadi acuan pokok ketenagakerjaan ini belum banyak mengatur pekerja anak disektor informal, salah satunya adalah pekerja rumah tangga anak. Dikarenakan tidak adanya satu pun perundang-undangan di Indonesia yang mengatur secara spesifik tentang pekerja rumah tangga anak, khususnya mengenai perlindungan terhadap mereka. Hanya beberapa peraturan perundang-undangan yang memiliki sedikit persinggungan tentang nya. Contohnya Undang-undang KDRT, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2000 tentang ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182, dan Perda Kota DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1993 tentang pekerja rumah tangga (http://blog Dhaneta Amriski’s).

Walaupun telah adanya Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1993, ternyata belum dapat dijadikan sebagai acuan untuk memberikan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga. Hal ini disebabkan belum adanya payung hukum yang secara spesifik dan rinci berupa pengaturan yang berisi mengenai hak dan kewajiban bagi Pekerja Rumah Tangga dan Majikan. Sehingga menjadikan akan semakin terabaikannya kasus-kasus yang terjadi dalam kasus pekerja rumah tangga anak. Lalu bagaimanakah cara Pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi pekerja rumah tangga, sementara aturan yang ada yaitu Perda DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1993 belum mengatur secara rinci dan jelas mengenai perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut dalam suatu penulisan hukum yang berjudul:

(16)

xvi

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian digunakan untuk memperjelas agar penelitian dapat dibahas lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Rumusan masalah merupakan acuan dalam penelitian agar hasilnya diharapkan sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang dibahas. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Pekerja Rumah Tangga Anak di kawasan Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi sudah mendapat perlindungan hukum sesuai peraturan perlindungan anak?

2. Apakah sudah terdapat harmonisasi pengaturan mengenai larangan

memperkerjakan anak dan sanksinya dalam peraturan perundang-undangan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan ini bertujuan untuk memberikan suatu manfaat dan untuk menemukan intisari hukum dari gejala hukum yang terkandung didalam objek yang diteliti melalui suatu kegiatan ilmiah. Tujuan merupakan target yang ingin dicapai sebagai hasil dari pemecahan permasalahan yang dihadapi. Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah:

1. Tujuan Objektif

a) Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada Pekerja Rumah Tangga Anak dikawasan perumahan tersebut. b) Untuk mengetahui bagaimana harmonisasi pengaturan mengenai

(17)

xvii 2. Tujuan Subjektif

a) Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang

diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori mengenai perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a) Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Untuk memberi sumbangan pikiran dalam mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan hukum administrasi Negara pada khususnya.

c) Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani kuliah strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a) Memberi jawaban atas masalah yang diteliti.

b) Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

(18)

xviii terkait dengan masalah yang diteliti

E. Metode Penelitian

Untuk memperoleh kebenaran yang dapat dipercaya keabsahannya suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan tujuan yang hendak dicapai sebelumnya. Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto 2006: 6). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Di dalam penulisan penelitian ini, penulis akan menggunakan jenis penelitian normatif. “Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatifnya” (Johnny Ibrahim, 2005: 57). Penelitian ini merupakan penelitian perpustakaan (library research), berdasarkan data sekunder. Penelitian ini mengkaji hukum sebagai norma.

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari sifatnya, penelitian yang akan dilakukan menggunakan penelitian preskriptif. “Penelitian preskriptif ini, memberikan saran bagaimana seharusnya tindakan Pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).

3. Pendekatan Penelitian

(19)

xix

melihat bagaimana perlindungan hukum bagi Pekerja rumah tangga anak dapat dilaksanakan khususnya di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi. Selain pendekatan tersebut, Penulis juga menggunakan pendekatan langsung dengan narasumber atau Pekerja rumah tangga anak tersebut yang salah satunya adalah dengan wawancara langsung.

4. Jenis Data.

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya. Ciri umum data sekunder antara lain (Amirudin dan Zainal Asikin, 2006: 30):

a) pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera;

b) baik bentuk maupan isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisis maupun konstruksi datap

c) tidak terbatas oleh waktu dan tempat.

5. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat data diperoleh atau ditemukan. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

(20)

xx

141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa peraturan-peraturan yang mengatur mengenai perlindungan bagi Pekerja Anak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasaan dalam Rumah Tangga dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1993, untuk menemukan fakta hukum.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berfungsi memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan tersebut dapat berupa tulisan-tulisan atau karya-karya akademisi, ilmuwan atau praktisi hukum dan disiplin hukum lain yang relevan, antara lain meliputi buku-buku, jurnal, literatur, laporan penelitian Human Rights Watch dan lain sebagainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan pendukung data sekunder dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu:

1) kamus hukum;

2) kamus Besar Bahasa Indonesia

3) data informasi yang diperoleh dari Internet dan media massa. 6. Tehnik Pengumpulan Data

(21)

xxi

digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka atau studi dokumen yaitu pengumpulan data sekunder. Dalam hal ini penulis melakukan inventarisasi dan dokumentasi sumber-sumber data dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dan khususnya dalam hal ini adalah bagi Pekerja Rumah Tangga Anak yaitu, berupa penjelasan atau keterangan dari hasil wawancara dengan Pekerja Rumah Tangga Anak tersebut.

7. Tehnik Analisis Data

Analisis data dalam suatu penelitian adalah menguraikan atau memecah masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh kemudian diolah kedalam pokok permasalahan yang diajukan. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan tehnik analisis deduksi. Metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47).

Pada analisis deduksi ini, premis mayornya adalah Untuk permasalahan pertama, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan apakah dapat memberikan perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak. Untuk permasalahan kedua, prinsip legalitas dari Fuller, dan validitas norma dari Hans Kelsen.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasaan dalam Rumah Tangga dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1993. Sedangkan premis minornya yaitu Pekerja Rumah Tangga Anak di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi.

(22)

xxii

mengenai larangan memperkerjakan anak dan sanksinya dalam peraturan perundang-undangan.

Penelitian hukum yang akan dilakukan oleh penulis adalah dengan cara menggunakan interpretasi sistematis, yaitu menafsirkan makna dengan menghubungkan ketentuan hukum yang satu dengan yang lain yang dinilai mempunyai hubungan (Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993: 16-17). Dalam hal ini, penulis menjelaskan mengenai belum adanya payung hukum yang memberikan secara jelas dan rinci mengenai perlindungan bagi pekerja rumah tangga anak, khususnya di Perumahan Bumi Nasio Indah Kota Bekasi, walaupun telah terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan memperkerjakan anak seperti Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasaan dalam Rumah Tangga dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 tahun 1993.

F. .Sistematika Penulisan Hukum.

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

(23)

xxiii

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kajian pustaka dan kerangka pemikiran. Kajian pustaka memuat tinjauan tentang Hukum, Teori Efektivitas dan Kesadaran Hukum dalam Masyarakat, Tinjauan mengenai Hukum Ketenagakerjaan, Tinjauan tentang Pengertian Hubungan Kerja, Pihak yang Terkait dalam Hubungan ketenagakerjaan, Upah, dan Perlindungan bagi Pekerja. Tinjauan tentang Pengertian Anak, Hak Anak, Larangan Memperkerjakan Anak, Pembatasan Kerja dan Perlindungan Bagi Anak. Tinjauan tentang Tinjauan tentang Pengertian Pekerja Rumah Tangga Anak, Jam kerja, Tempat Kerja, Upah, Libur, dan Perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga Anak.

BAB III : PEMBAHASAN.

(24)

xxiv

1. Apakah Pekerja Rumah Tangga Anak di kawasan perumahan tersebut sudah mendapat perlindungan hukum sesuai peraturan perlindungan anak?

2. Apakah sudah terdapat harmonisasi pengaturan mengenai larangan memperkerjakan anak dan sanksinya dalam peraturan perundang-undangan?

BAB IV : PENUTUP.

Berisi Kesimpulan dan Saran sehubungan dengan hasil penelitian yang telah didapat.

(25)

xxv BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Hukum, Teori Efektivitas dan Kesadaran Hukum dalam masyarakat, dan Teori Hukum Ketenagakerjaan.

a) Pengertian Hukum.

Indonesia sebagai negara hukum, tentu memiliki peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan memberikan batasan-batasan dalam sikap tindak manusia untuk mencapai tujuan hukum itu. Hukum adalah kumpulan aturan, baik sebagai hasil pengundangan formal maupun dari kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat tertentu mengaku terikat sebagai anggota atau sebagai subyeknya (oxford english dictionary)(Lili Rasjidi. 1993). Hukum mencakup setiap aturan bertindak,

atau setiap standard atau pola dimana perbuatan-perbuatan (baik yang melalui perantara rasio atau kerja-kerja alamiah) ada atau harus disesuaikan.

Sebagai ilmu normatif (ilmu tentang norma), ilmu hukum mengarahkan refleksinya kepada norma dasar yang diberi bentuk konkret dalam norma-norma yang ditentukan dalam bidang-bidang tertentu, misalnya bagaimana pola hidup bersama antar manusia yang didasarkan atas norma keadilan. Norma-norma tersebut pada gilirannya akan dijelmakan dalam peraturan-peraturan konkret bagi suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, penjelajahan ilmiahnya diarahkan kepada hukum tertentu atau hukum positif (Johnny Ibrahim. 2005: 49).

(26)

xxvi

dari peraturan hukum adalah asas hukum. Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada didalamnya, karena hal inilah yang memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum serta tata hukum ( Satjipto Rahardjo, 2000: 45-47).

b) Teori Efektivitas dan Kesadaran Hukum dalam masyarakat.

Teori yang dikemukakaan Fuller adalah untuk mengukur apakah kita pada suatu saat dapat berbicara mengenai adanya suatu sistem hukum. Ukuran tersebut diletakannya pada delapan asas yang dinamakan Principle of legality, yaitu:

1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan. Artinya adalah tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc

2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan

3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena pabila yang demikian itu ditolak, amak peraturan itu tidak bisa dipakai untuk menjadi pedoman tingakh laku. Membolehkan pengaturan secara berlaku surut berarti merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang

4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti

5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentanan satu sama lain.

6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan

(27)

xxvii

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaanya sehari-hari.

Fuller dalam buku Bambang Sunggono, mengatakan bahwa kedelapan asas yang diajukannya itu sebenarnya lebih dari sekedar persyaratan bagi adanya suatu sistem hukum, melainkan memberikan pengkualifikasian terhadap sistem hukum yang mengandung suatu moralitas tertentu. Kegagalan untuk menciptakan sistem yang demikian itu tidak hanya melahirkan sistem hukumyang buruk, melainkan sesuatu yang tidak bisa disebut sebagai sistem hukum sama sekali.

Prinsip kelima yang berbunyi ”suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain” paralel atau ekuivalen dengan sinkronisasi aturan. Sinkronisasi atauran adalh mengkaji sampai sejauh mana suatu peraturan hukum positif tertulis tersebut telah sinkron atau serasi dengan peraturan lainnya. Ada dua jenis cara pengkajian sinkronisasi aturan yaitu:

a. Secara Vertikal. Apakah suatu perundangan-undangan tersebut sejalan apabaila ditinjau dari sudut strata atau hierarki peraturan perundang-undangan yang ada.

b. Secara horizontal. Ditinjau peraturan perundang-undangan yang kedudukannya sederajat dan yang mengatur bidang yang sama (Bambang Sunggono, 2006: 94).

Salah satu fungsi hukum, baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap tindak atau perilaku teratur adalah dengan membimbing perilaku manusia, sehingga hal itu menjadi salah satu ruang lingkup studi hukum secara ilmiah. Studi terhadap hukum secara ilmiah dengan sendirinya untuk mempelajari sampai sejauh manakah pengaruh hukum terhadap sikap tindak atau prilaku manusia (Soerjono Soekanto, 1988: 3).

(28)

xxviii

hukum. Misalnya terdapat kaidah hukum yang mengatur mengenai perpajakan, salah satu tujuannya adalah agar para wajib pajak membayar pajak, tetapi yang menjadi masalahnya adalah, bagaimana mengusahakan agar wajib pajak mematuhi kaidah hukum tersebut. Dan salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut mungkin berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang maksudnya adalah menimbulkan rangsangan agar manusia tidak melakukan tindakan tercela atau melakukan tindakan yang terpuji. Ada pandangan-pandangan yang menyatakan bahwa sanksi-sanksi negatif yang berat akan dapat menangkal terjadinya kejahatan. Namun disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa sanksi saja tidaklah cukup, sehingga diperlukan upaya-upaya lainnya (Soerjono Soekanto, 1988: 2).

Salah satu pengaruh hukum adalah timbulnya ketidaktaan pada hukum. Oleh karena itu, masalah pengaruh hukum tersebut tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan pada hukum, namun mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak atau perilaku, baik yang sifatnya positif maupun negatif (artinya wujudnya kepatuhan ataupun ketidaktatan). Pengaruh dari hukum terhadap sikap tindak atau perilaku manusia kadang-kadang dapat diukur secara kuantitaif, dengan catatan bahwa hasil pengukurannya tadi tidak selamanya akan dapat diterapkan secara umum (Soerjono Soekanto, 1988: 4).

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa seseorang taat apabila ia bersikap tindak atau berprilaku sesuai dengan harapan pembentuk hukum, sebagaimana dipahaminya. Friedman menyatakan, bahwa (Lawrence M. Friedman 1975: 47):

(29)

xxix

be called evasion. Evasive behaviour frustrates the goals of a legal act, but falls short of non-compliance or, as the case may be, legal culpability.”

Atas dasar hal-hal yang dinyatakan oleh Friedman tersebut diatas, maka dalam kaitannya dengan pengaruh hukum, sikap tindak atau perilaku yang dihasilkan dapat diklasifikasi sebagai ketaatan (compliance), ketidaktaatan atau penyimpangan (deviance), dan pengelakan (evasion). Konsep-konsep ketataan, ketidaktaatan atau penyimpangan, dan pergelakan sebenarnya berkaitan dengan hukum yang berisikan larangan atau suruhan. Namun, kalau hukum tersebut berisikan kebolehan, maka perlu dipergunakan konsep-konsep lain, yakni penggunaan (use), tidak menggunakan (nonuse), dan penyalahgunaan (misuse) (Soerjono Soekanto, 1988: 6).

Peristiwa-peristiwa sosial tersebut senantiasa menyangkut kejadian-kejadian yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia pribadi, hubungan antara manusia pribadi dengan kelompok manusia, atau antara suatu kelompok tertentu dengan kelompok lainnya. Secara sosiologis hubungan-hubungan tersebut lazimnya dinamakan interaksi sosial. Di dalam interaksi sosial senantiasa terjadi proses saling mempengaruhi antara pihak-pihak yang mengadakan interaksi tersebut. Secara sosiologis, apabila terjadi interaksi sosial yang berulang kali sehingga terjadi pola-pola tertentu, maka akan timbul kelompok sosial.

Hal ini disebabkan oleh karena dampak sosial mencakup faktor-faktor yang menyangkut diri manusia pribadi maupun segi sosial budaya nya. Kesemuanya itu kemudian terhimpun di dalam kekuataan-kekuataan ekspresif dan normatif.

(30)

xxx

Dengan mengutip pendapat Roscou Pound, pada bukunya Soerjono Soekanto, maka Lafavre menyatakan, bahwa pada hakekatnya diskresi berada di antara hukum dan moral. Atas dasar uraian tersebut dapatlah dikatakan, bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara ”tritunggal”yaitu nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi keserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang menganggu kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecendrungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer.

Selain itu, ada kecendrungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Permasalahan pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

(31)

xxxi

Dengan demikian bahwa gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang mungkin disebabkan, karena:

a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang

b. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang

c. Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya (Soerjono Soekanto, 2005: 17-18).

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Kecuali, dari itu, maka golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta memberikan keteladanan yang baik (Soerjono Soekanto, 2005: 34).

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya (Soerjono Soekanto, 2005: 37).

(32)

xxxii

yang tidak boleh dilakukan sehingga faktor masyarakat sangat penting berpengaruh dalam penegakan hukum (Soerjono Soekanto, 2005: 45).

Faktor kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan. Sehingga faktor kebudayaan juga sangat berpengaruh dalam penegakan hukum yang dijadikan sebagai dasar berlakunya hukum tersebut dalam masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005: 59).

Oleh karena itulah, kelima faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap penegakan hukum yang mempunyai pengaruh baik positif maupun negatif, untuk mengetahui apakah hukum tersebut dapat berlaku secara efektif atau tidak dan apa yang menyebabkan hukum tersebut tidak dapat berlaku secara efektif. Akan tetapi, diantara semua faktor tersebut, maka faktor penegak hukumlah yang menempati titik sentral. Hal ini disebabkan, karena undang-undang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegak hukum

dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat luas. 1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan.

“Hukum ketenagakerjaan adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara Pekerja atau Organisasi Pekerja dengan Majikan atau Pengusaha atau Organisasi Majikan dan Pemerintah, termasuk di dalamnya adalah proses-proses dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan”(Darwan Prist. 1994 :1).

(33)

xxxiii

Jadi, pengertian hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja. 2. Tinjauan tentang Pengertian Hubungan Kerja, Pihak yang Terkait dalam

Hubungan ketenagakerjaan, Upah, dan Perlindungan bagi Pekerja. a. Pengertian Hubungan Kerja.

Hubungan kerja adalah hubungan antara Pengusaha dengan Pekerja atau buruh berdasarkan Perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian Kerja adalah suatu Perjanjian yang dibuat antara pekerja dengan majikan atau pengusaha dengan objeknya adalah pekerjaan. Dalam perjanjian itu akan dimuat mengenai hak dan kewajiban dari para pihak (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003).

Sahnya suatu perjanjian sesuai pasal 1320 KUHPerdata haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

Artinya bahwa perjanjian itu haruslah merupakan kesepakatan dari para pihak yang membuatnya. Perjanjian yang tidak memenuhi ketentuan tersebut adalah batal.

2. Kecakapan membuat perjanjian.

Dalam pasal 330 KUHPerdata menentukan bahwa seseorang telah cakap hukum (dewasa) apabila telah berusia 21 tahun.

3. Suatu hal tertentu.

Objek dari suatu perjanjian haruslah ada, misalnya dalam hal perjanjian kerja, maka objeknya adalah perjanjian mengenai pekerjaan. Dalam perjanjian itu akan dijelaskan secara rinci mengenai pekerjaan yang dilakukan, waktu kerja, waktu istirahat, besarnya upah, dan lain-lain.

4. Suatu sebab yang halal.

(34)

xxxiv

Perjanjian kerja bersumber pada Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian kerja umumnya dibuat secara sepihak oleh majikan atau Pengusaha dalam bentuk baku.

Menurut pasal 1601 KUHPerdata, ada tiga jenis perjanjian untuk melakukan pekerjaan yaitu:

a) Perjanjian untuk melaksanakan kerja tertentu. Dimana salah

satu pihak menghendaki dari pihak lainnya, agar melakukan sesuatu pekerjaan tertentu dengan menerima upah.

b) Perjanjian pemborongan pekerjaan. Dimana satu pihak (pemborong).

c) mengikatkan dirinya untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan harta tertentu, untuk pihak lainnya.

d) Perjanjian perburuhan.

Perjanjian perburuhan adalah perjanjian di mana pihak yang satu (buruh) mengikatkan dirinya di bawah perintah pihak lainnya (Majikan atau Pengusaha) selama waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

Hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), dan juga dengan Peraturan Perusahaan, substansinya tidak boleh bertentangan dengan Kesepakatan Kerja Bersama.

(35)

xxxv

mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian, bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja atau buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-sayarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak.

b. Pihak yang terkait dalam hubungan ketenagakerjaan.

”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat” (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri, orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan yang bukan miliknya, orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan di luar wilayah Indonesia.

1. Kewajiban Pekerja.

Kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. Adapun kewajiban Pekerja adalah sebagai berikut :

a. Wajib melakukan prestasi atau pekerjaan bagi majikan. b. Wajib mematuhi Perjanjian Kerja.

(36)

xxxvi

g. Wajib memenuhi segala kewajiban selama izin belum di berikan dalam hal ada banding yang belum ada putusannya.

c. Upah.

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981 menyatakan mengenai pengertian upah yakni:

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari Pengusaha kepada Buruh atas prestasi berupa pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan oleh Tenaga Kerja dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang. Termasuk dalam upah adalah tunjangan untuk buruh atau pekerja atau keluarganya. Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.

Di dalam menetapkan upah itu tidak boleh ada diskriminasi antara buruh laki-laki dengan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama” (Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981). Masalah pengupahan dewasa ini ternyata menjadi sangat serius, karena menjadi salah satu sebab terjadinya unjuk rasa atau mogok kerja buruh, disamping alasan-alasan lain seperti hak-hak cuti, uang lembur, waktu istirahat, Astek atau Jamsostek, Kesehatan kerja dan keselamatan kerja dan lain-lain yang tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Komponen-komponen upah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.:KEP-72/Men/84, tanggal 31 Maret 1984 adalah meliputi:

1. Upah Pokok 2. Tunjangan Jabatan

3. Tunjangan Kemahalan Nilai pemberian catu untuk Karyawan sendiri.

d. Perlindungan Bagi Pekerja.

(37)

xxxvii

Kesehatan Kerja ( Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 dan Pasal 86-87 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003. Dengan tujuan yaitu:

1. Untuk melindungi buruh dari resiko kecelakaan kerja. 2. Meningkatkan derajat kesehatan para buruh.

3. Buruh dan orang disekitarnya terjamin keselamatannya.

4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara & digunakan secara aman & berdayaguna.

3. Tinjauan Tentang Pengertian Anak, Hak Anak, Larangan Memperkerjakan Anak, Pembatasan Kerja dan Perlindungan Bagi Anak.

a. Pengertian Anak.

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah menikah. Pengertian ini secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan anak, dimana kematangan sosial, pribadi dan mental seseorang anak dicapai pada umur tersebut. Pengertian ini digunakan sepanjang memiliki keterkaitan dengan anak secara umum, kecuali untuk kepentingan tertentu menurut Undang-undang menentukan umur yang lain. Dalam hal ini, pengertian anak mencakup tumbuh kembangnya, membutuhkan bantuan orang lain (orang tua atau dewasa).

Dengan penetapan batas umur dan larangan pekerjaan anak terkandung cita-cita bahwa anak pada umumnya sekurang-kurangnya harus berpendidikan sekolah dasar ditambah dengan dua atau tiga tahun sekolah lanjutan atau sekolah kejuruan khusus.

Sedangkan Menurut Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun (Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, 2001: 3)

b. Hak Anak.

(38)

xxxviii

melindungi. Ada tiga aspek utama yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak yaitu aspek kelangsungan hidup (survival), aspek tumbuh kembang (developmental), dan aspek perlindungan (protection) (Sholeh Soeidy dan Zulkhair. 2001: 5).

Hak-hak anak adalah berbagai kebutuhan dasar yang seharusnya diperoleh anak untuk menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan dari segala bentuk perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran terhadap anak, baik yang mencakup hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya anak. Hak- hak anak dalam bidang hukum perdata diatur secara garis besar antara lain yang terdapat dalam :

1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak 3. Undang-undang Nomor 1 tahun 2000 tentang pelarangan dan

tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan anak bagi anak yang mempunyai masalah.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan luar sekolah.

7. Kitab Undang- undang Hukum Perdata, tentang orang.

8. Kompilasi hukum Islam di Indonesia (Sholeh Soeidy dan Zulkhair. 2001 :18).

Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, bahwa setiap anak berhak:

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan

bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. b. Anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan

(39)

xxxix

c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

d. Seorang anak juga berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembanganya dengan wajar

e. Anak berhak untuk istirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebayanya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasan demi pengembangan diri.

f. Anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasaan dan pelibatan dalam perang.

g. Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Anak yang dirampas kebebasaannya berhak untuk mendapat perlakuan secara manusiawi dan penempatannya terpisah dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lain sesuai tahapan upaya hukum yang berlaku dan membela diri dan memperoleh keadilan yang objektif di depan pengadilan yang tidak memihak. Anak yang menjadi korban kekerasaan seksual atau bermasalah dengan hukum identitasnya harus dirahasiakan (Pasal 4 s/d 19) (Sholeh Soeidy dan Zulkhair. 2001 : 96).

Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak 1989 tertanggal 20 November, berisi sepuluh asas tentang hak-hak anak yaitu :

(40)

xl

2. Anak berhak memperoleh perlindungan khusus dan harus memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain agar menjadikannya mampu mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spritual, dan kemasyarakatan dalam situasi yang sehat, normal sesuai kebebasaan dan harkatnya.

3. Anak sejak dilahirkan berhak atas nama dan kebangsaan.

4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh kembang secara sehat.

5. Anak yang cacat fisik, mental, dan lemah kedudukan sosialnya akibat suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan, dan perlakuan khusus.

6. Anak berhak atas pengertian dan kasih sayang.

7. Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma-cuma sekurang- kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat perlindungan yang dapat meningkatkan pengetahuan umum untuk dapat mengembangkan kemampuannya.

8. Dalam keadaan apapun, anak harus didahulukan untuk menerima perlindungan dan pertolongan.

9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kealpaan, kekerasaan, dan pemerasan. Ia tidak boleh dijadikan subyek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja sebelum usia tertent, ia tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang dapat merugikan kesehatan, pendidikan, maupun yang dapat mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa atau akhlaknya.

10.Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke bentuk diskriminasi sosial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya

c. Larangan Memperkerjakan Anak.

(41)

xli

Ayat (1) berisi bahwa ”Pekerja anak adalah anak yang melakukan semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembang anak”

Ayat (2) berisi bahwa Penanggulangan Pekerja Anak adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk menghapus, mengurangi, dan melindungi pekerja anak berusia 15 tahun ke bawah agar terhindar dari pengaruh buruk pekerjaan berat dan berbahaya.

Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi propinsi, pada tahun 2005 menyebutkan bahwa dari 35 Kota atau Kabupaten yang tersebar di Jawa Tengah, dari 16.979 perusahaan yang ada terdapat sekitar 10.477 Pekerja anak usia dibawah 18 tahun. Namun demikian, data yang dikeluarkan tersebut tidak dirinci secara jelas, pada pekerjaan-pekerjaan apa saja anak tersebut berkerja.

Di Indonesia sebelum perang dunia kedua sudah mulai mengadakan peraturan mengenai pekerjaan anak, yaitu peraturan mengenai pembatasan pekerjaan anak (Stbl. 1925 Nomor 647). Sedangkan di Nederland, pada tahun 1872 diadakan peraturan tentang pekerjaan anak (”Kinderwetje-Van Houten”) yang melarang memperkerjakan anak di

bawah umur dua belas tahun.

(42)

xlii

Undang-undang Kerja pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948, menetapkan dengan tegas bahwa anak tidak boleh menjalankan pekerjaan (Iman Soepomo, 1988 : 27).

Sebelum berlakunya Undang-undang Kerja itu, mengenai pekerjaan anak kita masih menggunakan ” Maatregelen ter Bepereing van de Kinderbeid en de Nachtar bid van de Vrouwen” (Peraturan tentang

pembatasan Pekerjaan Anak dan Pekerjaan Wanita pada malam hari). Dan juga ”Bepalingen betreffende de Arbeid van Kinderen en Jeugdige Personen aan Boord van Schepen” (Peraturan tentang Pekerjaan Anak dan

Orang Muda di kapal) tersebut di atas. Hingga sampai saat ini dibuatnya Undang-undang No 13 tahun 2003 mengenai Undang-undang Ketenagakerjaan (Iman Soepomo, 1988 : 21).

Pekerjaan adalah pekerjaan yang dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah. Larangan pekerjaan anak yang mutlak ini, yaitu :

1. tidak boleh menjalankan pada waktu kapan pun,

2. tidak boleh menjalankan pekerjaan di perusahaan jenis apapun juga.

3. Tidak boleh menjalankan suatu pekerjaan macam apapun juga,

apalagi pekerjaan-pekerjaan terburuk yaitu seperti menjadi Buruh Konveksi, Pekerja di Industri makanan, Pekerja Rumah Tangga Anak, Pekerja Seksual, Pekerja di bidang Pertanian, Industri Minuman Keras, Zat berbahaya, dll.

Larangan memperkerjakan bagi anak bukanlah semata-mata untuk membatasi anak untuk mencapai kesejahteraanya tetapi, seperti yang terdapat dalam jurnal Liz Stuart yang menyatakan bahwa “The reasons children work can be divided broadly into “supply”and “demand”

factors. The very fact that so many different factors are at play is one

reasons why there is no single solution, no magic recipe for putting an end

(43)

xliii

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak, bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, mengandung pengertian :

a. Segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak- anak, kerja ijon (debt bondage) dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk

pengerahan anak-anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata.

b. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukkan-pertunjukkan porno. c. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran,

khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan.

d. Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.

Hal tersebut diatas dimaksudkan karena untuk menjaga kesehatan anak, karena badan anak yang masih lemah untuk menjalankan pekerjaan, apalagi yang berat bahkan pekerjaan yang ringan pun akan merugikan kemajuan kecerdasan anak.

”Larangan pekerjaan anak ini bukanlah semata-mata ditunjukkan kepada majikan untuk tidak memperkerjakan anak, melainkan juga untuk kepentingan si anak itu sendiri sehingga anak tidak boleh menjalankan perkerjaan” (Iman Soepomo, 1988 : 29).

Secara umum larangan mutlak bagi anak adalah tepat, sebab akan terdapat beberapa kerugian atau dampak negatif jika anak melakukan pekerjaan, diantaranya adalah:

1. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak.

(44)

xliv

3. Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa

kerugian apabila memperkerjakan anak misalnya kualitas produksi rendah, pemborosan, dan lain-lain(Abdul Rahman Budiono, 1999 :32). 4. Tidak dapat mengerjakan pekerjaan dalam bidang yang cukup

berat, hanya bidang-bidang tertentu saja.

5. Penerimaan upah pekerja anak yang sangat rendah, karena anak tidak memiliki daya tawar sehingga anak akan mengalami penderitaan dan atau perbudakan.

4. Tinjauan Tentang Pembatasan Kerja dan Perlindungan Bagi Anak. 1. Pembatasan Kerja.

Di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam Pasal 68 menyatakan bahwa Pengusaha dilarang memperkerjakan anak dan ketentuan tersebut dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak. Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut:

a) Izin tertulis dari orang tua atau wali.

b) Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali.

c) Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam.

d) Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah.

e) Keselamatan dan kesehatan kerja. f) Adanya hubungan kerja yang jelas dan

g) Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(45)

Undang-xlv

Undang Nomor 13 tahun 2003, berisi bahwa siapapun dilarang memperkerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk seperti yang terdapat dalam pasal 74 ayat (2).

Upaya yang dapat dilakukan Pemerintah dalam membatasi pekerjaan anak yaitu dengan Pemerintah berkewajiban untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja yang diatur dengan Peraturan Pemerintah misalnya pada pekerjaan di bidang rumah tangga.

2. Perlindungan bagi Anak.

Pada tahun 2002-2003 berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional mengenai perkembangan pekerja anak memperlihatkan bahwa, pada tahun 2002 anak yang bekerja dibawah usia 15 tahun terdapat 842.228 ribu orang yang bekerja, menurun menjadi sebesar 566.526 ribu pada tahun 2003. Dari angka tersebut, ternyata Pekerja Anak di pedesaan lebih besar bila dibandingkan dengan perkotaan. Pada tahun 2002, anak yang bekerja di pedesaan berjumlah 82 % dan pada tahun 2003 menurun menjadi 447,027 %. Di perkotaan, jumlah anak yang bekerja sebesar 18% atau 150,931% (http://www.gerayak solo.co.id).

(46)

xlvi

mengingkari hak mereka untuk mendapatkan perlindungan hukum yang setara.

Perlindungan bagi pekerja anak sangatlah dibutuhkan bagi anak agar dapat terjaminya kesehatan dan keamanan si anak tersebut. Seperti yang dijelaskan dalam jurnal oleh O’donnel Owen, Van Doorslaer, dan Furio Camillo, yaitu:

The ILO definition of the worst forms of child labour includes work that is likely to jeopardise health and safety . Effective targeting of those child work activites most damaging to health requaires both conceptual understanding and empirical evidence of the interaction between child labour and health. The aim of the paper is to review the current state of such knowledge, which is central to the design of politics that, whils protecting children from work activities most damaging to their health, do not jeopardise the subsitance livelihood of their families. The relationship between child labour and health are complex. They can be direct and indirect, static and dinamic, positive and negative, causal and spurius. The diversity of potential relationship makes their empirical disantaglement a difficult exercise. A conceptual framework of analyisis is requaired and important issue of measurement and of estimetion must be given careful consideration (http://www. ucw-project.org/reseourches).

(47)

xlvii

tersebut kehilangan hak-haknya seperti tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar ataupun masa bermain, sebagaimana anak-anak lain yang seusianya.

Sebagai gerakan nasional, upaya perlindungan anak melibatkan seluruh segmen yang ada, baik Pemerintah maupun Lembaga Sosial Masyarakat, Organisasi sosial, tokoh agama, kalangan dunia usaha lembaga pers (media massa) serta lembaga-lembaga akademik dan para pakar untuk bersama-sama dalam mewujudkan anak Indonesia yang teguh imannya, berpendidikan, sehat dan tangguh dalam bersaing serta mampu menentukan masa depannya sendiri. Dan upaya tersebut dapat tercapai apabila upaya untuk meningkatakan kesejahteraan anak seperti yang terdapat dalam Deklarasi dunia (yang telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang Hak-hak Anak) dapat tercapai.

Perlindungan anak adalah segala upaya yang ditujukkan untuk mencegah, merehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya. Salah satu upaya pemberian perlindungan terhadap anak meliputi beberapa indikator pembinaan yaitu Pembinaan kesejahteraan Anak Balita, Pembinaan kesejahteraan Anak Remaja, Pembinaan Anak Nakal dan Korban Narkotika, Pembinaan Karang Taruna, Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat, Pembinaan Anak Jalanan dan Pekerja Anak, Pengasuhan dan Pengangkatan Anak. (http://www.kabarindonesia.com).

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan pasien, tidak terlepas pada sistem yang sedang berjalan tetapi dalam klinik dimana salah satu permasalahan yang dihadapi adalah

Dimana cara kerja alat ini adalah apabila salah satu dari tiga tombol ditekan maka LED yang terhubung dengan tombol tersebut akan menyala, dan apabila setelah itu terjadi

To conclude, the researchers’ reason to conduct this research are based on the importance subject-verb agreement in the succes of writing, the result of the previous research

Purworejo yang semula banyak masyarakat yang sering menyepelekan ibadah mahdhah shalat dan pu asa dengan adanya kajian da‟wah dan pendidikan madrasah maka

moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.. Intinya, motivasi

Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida Di Hutan Lindung Desa Habincaran Dan Desa Hutagodang Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara.. Di

berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika peserta didik pada