• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara (SO2 dan Partikel Debu) dengan Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara (SO2 dan Partikel Debu) dengan Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia saat ini meningkat sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

lingkungan terutama yang berhubungan dengan proses kegiatan industri tersebut.

Industri-industri besar yang menggunakan bahan bakar fosil banyak menghasilkan

gas buang yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas buangan ini biasanya

dibuang melalui cerobong (chimney). Kegiatan industri pada mulanya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, pada sisi lain dapat menimbulkan

dampak yang justru merugikan kelangsungan hidup manusia. Pencemaran udara

diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang

menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya

(Wardana, 2001).

Menurut Mukono (1997), konsekuensi dari proses pembangunan industri

adalah meningkatnya limbah yang dikeluarkan oleh industri tersebut termasuk limbah

udara yang dapat merubah kualitas udara ambien. Sektor industri memberikan

sumbangsih bermakna dalam pencemaran udara di Jakarta, Bandung dan Surabaya

khususnya oksida – sulfur yang mencapai lebih 60 % dari total emisi unsur ini, NO2

(2)

Udara merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, namun

sejalan dengan kemajuan jaman terutama meningkatnya pembangunan fisik kota dan

pusat-pusat industri mengakibatkan kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara

yang dulunya bersih, langit yang dulunya membiru kini berubah menjadi kering dan

kotor. Apabila hal ini tidak segera mendapat perhatian maka perubahan tersebut dapat

membahayakan kehidupan baik manusia, hewan maupun tumbuhan (Soedomo,

2011).

Pencemaran udara mempunyai sepesifikasi tersendiri yang berkaitan dengan

sifat-sifat udara yang mudah sekali menyebar ke semua arah. Oleh karena itu proses

pengendalian pencemaran udara juga mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi

daripada pengendalian pencemaran air dan tanah. Pencemaran udara dapat terjadi di

luar ruang/ambien (outdoor pollution) maupun pada udara dalam ruang (indoor air pollution). Pencemaran udara ambien terjadi terutama disebabkan oleh aktivitas industri, polusi kendaraan bermotor, pembakaran hutan, letusan gunung berapi dan

pembangkit tenaga listrik. Pencemaran udara dalam ruang meliputi pencemaran udara

dalam ruangan rumah dan gedung – gedung yang dapat terjadi akibat hasil asap

rokok, gangguan sirkulasi udara (ventilasi), asap dari dapur ketika memasak, pemanas

ruangan maupun pencemar – pencemaran udara diluar ruang yang masuk ke dalam

ruangan.

National Ambient Air Quality Standards (NAAQS’s) Amerika Serikat menyebutkan, ada enam kriteria polutan dalam udara yang terdiri dari lima kriteria

(3)

sekunder (dibentuk di atmosfer terendah oleh reaksi kimiawi diantara polutan

primer). Berikut ini termasuk ke dalam lima kriteria polutan primer, yaitu: particulate matter (PM) yang mempunyai diameter kurang dari 10μm, SO

2, NO2,

Pencemaran udara oleh partikel padat halus dalam bentuk debu, asap dan uap

air dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat di sekitar kawasan industri tersebut.

Bahan pencemaran udara yang dapat dikeluarkan oleh industri maupun pembangkit

listrik antara lain adalah partikel debu, gas sulfur dioksida (SO

CO, dan

partikulat timbal (Cooper et al., 1994). Apabila terjadi peningkatan kadar bahan – bahan tersebut di udara ambien yang melebihi nilai baku mutu udara ambien yang

telah ditetapkan dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan

kesehatan tersebut antara lain dapat berupa keluhan pada mata (mata terasa pedas dan

berair), radang saluran pernapasan, sembab paru, bronkitis menahun, emfisema

ataupun kelainan paru menahun lainnya (Saric, 1980 ; Xu & Dockery, 1991).

2), gas nitrogen

dioksida (NO2), gas karbon monoksida (CO), gas amoniak (NH3

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 200 ribu kematian akibat polusi udara diluar rumah (outdoor pollution) yang menimpa daerah perkotaan dimana sekitar 93 % kasus terjadi di negara – negara berkembang. Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia

berkisar dari yang relatif ringan hingga yang mengakibatkan kematian (WHO, 1991) ) dan gas

(4)

Laporan World Health Organization (WHO) negara – negara Eropa menyebutkan adanya hubungan partikel debu di udara dengan berbagai macam

penyakit saluran pernafasan. Pencemaran udara tersebut juga dapat meningkatkan

jumlah kematian akibat penyakit paru – paru dan jantung. Selain itu dipercaya bahwa

partikel debu memberikan kontribusi dalam penurunan umur harapan hidup 1 tahun

atau lebih bagi mereka yang tinggal di kota – kota besar Eropa. Pencemaran udara

juga berhubungan dengan peningkatan jumlah dan keparahan gejala – gejala

gangguan saluran pernafasan bawah dan atas pada anak – anak. (WHO – Europe,

2004)

Dari penelitian yang dilakukan di Salamanca, Meksiko diketahui bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara SO2 dengan gejala penyakit pernapasan

yaitu wheezing (OR = 1.0213) dan ISPA (OR = 1,0521) setiap kenaikan konsentrasi

sebanyak 10 μg/m3

. Sedangkan NO2 terlihat signifikan pengaruhnya pada penurunan

fungsi saluran pernapasan (Linares et al, 2010). Penelitian di Palermo, Italia juga

membuktikan bahwa polutan meningkatkan resiko kesehatan terutama pada saluran

pernapasan, sebesar 2.2% (95% CI: 1.3-3.1) pada PM10, 4.4% (95% CI: 0.3-8.6)

pada SO2, 2.3% (95% CI: 0.1-4.7) pada CO, dan 1.5% (95% CI: 0.4-2.6) pada NO2

(Tramuto et al, 2011). Hasil penelitian efek polutan PM10, SO2, dan NO2 di Beijing

adalah PM10 memiliki efek pada penyakit kardiovaskular dan pernapasan meskipun

lebih besar efeknya terhadap kardiovaskular, SO2 memiliki efek yang sama besar

pada penyakit pernapasan dan kardiovaskular, sedangkan NO2 memiliki efek terbesar

(5)

Dalam studi laboratorium sudah sejak lama diketahui bahwa SO2 dapat

menyebabkan batuk pada pajanan konsentrasi tinggi dalam jangka pendek terutama

terhadap mereka yang menderita asma (Colvielle dkk, 2001.) Berdasarkan hasil

penelitian Suhariyono dkk (2003), konsentrasi partikel debu PM10 hasil pengukuran

di pemukiman sekitar pabrik semen Citeureup – Bogor berkisar antara 170 sampai

527 µg/Nm3 melebihi baku mutu udara ambien nasional. Penelitian Soenarso (1993),

aktivitas industri yang berkembang disekitar Rungkut, Wonokromo dan Gresik

menyebabkan penurunan kualitas udara yang konsentrasi debu partikulatnya melebihi

baku mutu 477 µg/m3 dan 581 µg/m3. Hasil penelitian di daerah pabrik semen

Cibinong, rata – rata konsentrasi debu mencapai 380 µg/Nm3 pada jariak 1000 – 1500

meter dari lokasi pabrik, dan menurun pada tingkat konsentrasi 280 µg/Nm3

Indonesia adalah negara agraris dengan iklim subtropics yang mana tumbuh

dengan subur tanaman tebu dan bahkan Indonesia dikenal dengan cikal bakal tebu

dunia. Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula (gula kristal putih,

pada

jarak 2000 – 3000 m (Soedomo, 2001).

white sugar plantation) di pabrik gula. Pada umumnya pabrik gula tersebut menggunakan proses sulfitasi, sisanya proses defekasi remelt karbonatasi dan karbonatasi.

Perkembangan industri gula di Indonesia yang bertumbuh pesat selain

berdampak positif bagi pendapatan Negara dan kesejahteraan rakyat, juga berdampak

negatif terhadap kesehatan karena berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan Pada saat ini

sebagian besar pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi dalam

(6)

misalnya asap dan debu dari industri yang dapat mencemari udara. Pabrik gula

merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah, baik limbah padat, gas,

maupun limbah cair. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula ini menjadi salah satu

permasalahan karena dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.

Limbah merupakan buangan hasil produksi yang kehadirannya pada waktu dan

tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena akan memberikan pengaruh

yang merugikan (Saeni, 1998 dalam Adityanto, 2007).

Setiap musim giling, pabrik gula selalu mengeluarkan limbah yang berbentuk

cairan, padat dan gas. Limbah cair meliputi cairan bekas analisa di laboratorium dan

luberan bahan olah yang tidak disengaja. Limbah padat meliputi ampas tebu, debu

hasil pembakaran ampas di ketel, padatan bekas analisa laboratorium, blotong dan

tetes.. Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu, yang dapat

menyebabkan sejumlah penyakit pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan pada

manusia disekitar pabrik tersebut, iritasi mata dan lain. Limbah gas meliputi gas

cerobong ketel dan gas belerang dioksida (SO2)

Tebu memiliki beberapa bagian, yaitu:

dari cerobong reaktor pemurnian cara

sulfitasi. Limbah pabrik gula tersebut perlu ditangani dengan seksama dan serius agar

tidak mencemari lingkungan. [Chen & Chou. (1993); Honig, P. (1963); Hugot, E.

(1972) dalamSantoso (2009)].

1. Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula,

(7)

2. Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, diproduksi

sekitar 3,8 % dari tebu yang digiling . Limbah ini sebagian besar diambil petani

untuk dipakai sebagai pupuk.

3. Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 %

tebu yangdigiling

Menurut Fitrihidajati (2013), blotong adalah

Berdasarkan penelitian Kamtesa (2009) menyatakan bahwa Pabrik Gula PT

Madu Baru Yogyakarta pada saat musim giling memberikan dampak negatif terhadap

masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik yaitu kondisi udara yang tidak bersih dan

debu yang keluar berasal dari emisi cerobong pabrik. Hasil penelitian menyatakan

adanya hubungan yang signifikan antara kondisi udara dengan keluhan kesehatan (t

hitung = - 1,984 p < 0,05), kondisi udara yang lebih buruk menyebabkan keluhan

kesehatan yang lebih tinggi. Keluhan kesehatan penduduk yang dapat dilihat dari data

kondisi kesehatan masyarakat tersebut dengan meningkatnya penderita penyakit

akibat udara tercemar seperti gangguan pernafasan.

limbah padat hasil dari proses

produksi pembuatan gula. Blotong cenderung dihasilkan cukup besar di stasiun

pemurnian diambil petani untuk dipakai sebagai pupuk, sebagian yang lain dibuang di

lahan tebuka, dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap

di sekitar pabrik. Penumpukan blotong pada lahan-lahan kosong berpotensi menjadi

sumber pencemaran karena dapat ikut aliran air hujan yang masuk ke sungai di

sekitar pabrik. Blotong yang ditumpuk dalam keadaan basah dapat menimbulkan bau

(8)

Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) adalah salah satu dari dua unit pabrik

penghasil gula yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara II. PGSS adalah suatu

perusahaan penghasil gula yang pertama didirikan di luar pulau Jawa yang

mempunyai kantor besar di jalan Tembakau Deli No. 4 Medan. PGSS yang telah

mengolah selama ± 30 tahun, tahun awal 4.000 ton perhari dan sampai saat ini masih

tetap berkapasitas 4.000 ton per hari dan masih mengolah tebu menjadi gula.

Perusahaan ini dalam masa operasinya, sering disebut dengan masa giling gula, yaitu

apabila bahan baku (tebu), mengalami masa panen yang cukup untuk digiling dalam

produksi. Produk gula yang dihasilkan sampai sekarang hanya untuk memenuhi

kebutuhan gula dalam negeri saja, khususnya daerah yang terdapat di pulau Sumatera.

Hasil pengamatan awal di lapangan, kegiatan Pabrik Gula Sei Semayang

dalam proses produksinya maupun transportasinya dapat menyebabkan pencemaran

terhadap lingkungan yang perlu diwaspadai. Berdasarkan data yang diperoleh dari

wilayah Puskesmas Mulyorejo yang berada di sekitar Pabrik Gula Sei Semayang

menunjukkan bahwa selama tahun 2012 dari bulan Januari s.d bulan Juli, Kejadian

Inspeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menempati urutan teratas dari data 10

penyakit tertinggi di wilayah Puskesmas Mulyorejo sebesar 1.576 kasus. Hal ini

bertepatan dengan musim giling pada Pabrik Gula Sei Semayang yang berkisar bulan

(9)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang

Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara Ambien (SO2 dan Debu) dengan Keluhan

Gangguan Pernapasan pada masyarakat di sekitar Pabrik Gula Sei Semayang sebagai

obyek penelitian juga disebabkan belum pernah dilakukan penelitian tersebut pada

masyarakat di sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) Kabupaten Deli Serdang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan karakteristik, kualitas udara ambien (SO2 dan Partikel Debu) dengan

keluhan gangguan pernafasan pada masyarakat di kawasan Pabrik Gula Sei

Semayang (PGSS) Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Hipotesis

Berdasarkan variabel – variabel penelitian yang dilakukan maka hipotesa pada

penelitian ini adalah adanya hubungan karakteristik, kualitas udara ambien (SO2 dan

Partikel Debu) terhadap keluhan gangguan pernafasan di sekitar masyarakat Pabrik

Gula Sei Semayang Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang hubungan kualitas udara ambien dengan keluhan

(10)

instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, Badan

Lingkungan Hidup Daerah.

2. Memberikan informasi kepada perusahaan Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS)

tentang pengaruh kualitas udara ambien yang dengan keluhan gangguan

pernafasan dalam upaya pencegahan dampak yang ditimbulkan bagi karyawan

maupun masyarakat yang bermukim di lingkungan industri.

3. Pengalaman berharga bagi penulis dalam mengaplikasikan teori yang di dapat

selama kuliah tentang hubungan kualitas udara ambien dengan gangguan

Referensi

Dokumen terkait

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. DISERTASI PENGARUH PERKEMBANGAN INDUSTRI

Penelitian ini dilatarbelakangi olehbelum optimalnya UPTD Pendidikan Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran dalam menyediakan lembaga pendidikan non formal, belum

The aim of this research is to design and implement a knowledge discovery system that facilitates, using a web 2.0 collaborative approach, the identification of

berkaitan dengan peristiwa tertentu yg sifatnya universal : anak sedang menangis – dilukiskan sikapnya dsb..  Option : kejadian di

We first proposed a quality-aware workflow driven by standardized quality information, then use “ data select ” function as an example to demonstrate how the

Nilai (amanat) = pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui

The process of quality determination for item product is as following: first, define quality elements, quality subelements, as well as inspected entry contained

The High Resolution Stereo Camera (HRSC) of Mars.. Each from left to right: 1) nadir ortho image with orbit number; error maps with mean values for: intersection error 2) without BA