• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA TERHA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab 1 ini menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, dan sistematika pembahasan dalam kajian studi kasus di Kelurahan Cipaganti dan Kelurahan Tamansari.

1.1

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah kesempatan kerja dengan penduduk angkatan kerja. Seperti diketahui, bahwa lapangan pekerjaan di perkotaan sebagian besar bergerak di sektor formal, yaitu bidang non agraris yang biasanya membutuhkan tenaga kerja dengan bekal pendidikan yang cukup tinggi. Bandung merupakan salah satu wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang padat dibandingkan dengan wilayah lain di Propinsi Jawa Barat. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pastilah masyarakat Bandung memerlukan penghasilan atau pendapatan yang dapat diperoleh dari suatu pekerjaan untuk menunjang kebutuhan mereka, berikut adalah ayat yang memerintahkan untuk mencari rezeki

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka

bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu

beruntung”. (QS: Al Jumuah ayat 10)

(2)

di dalam masyarakat tercapai. Untuk mencapai keseimbangan hidup di dalam masyarakat diperlukan aturan-aturan yang dapat mempertemukan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.

Dengan adanya keterbatasan pendidikan dan ekonomi, maka banyak sebagian masyarakat Bandung yang menjadi pedagang, baik pedagang yang legal mau pun ilegal contohnya pedagang kaki lima yang sering kali menjadi masalah penertiban di Kota Bandung dari dahulu Namun selama ini, perencanaan ruang kota hanya dibatasi pada ruang-ruang formal saja yang menampung kegiatan formal. Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan ruang-ruang fomal kota tersebut mendorong munculnya kegiatan informal kota salah satunya di sektor perdagangan, yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai kegiatan pendukung (activity support). Menurut McGee dan Yeung (1977: 25), PKL mempunyai pengertian yang sama dengan ”hawkers”, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan ruang untuk kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Oleh karena tidak tersedianya ruang informal kota bagi PKL, maka PKL menggunakan ruang publik, seperti badan jalan, trotoar, taman kota, di atas saluran drainase, kawasan tepi sungai untuk melakukan aktivitasnya.

Penggunaan ruang publik tersebut biasanya terjadi di tempat-tempat strategis seperti diantara aktivitas formal kota. Tidak tertampungnya kegiatan PKL di ruang perkotaan, menyebabkan pola dan struktur kota moderen dan tradisional berbaur menjadi satu sehingga menimbulkan suatu tampilan yang kontras. Bangunan moderen yang megah berdampingan dengan bangunan sederhana bahkan cenderung kumuh. Tampilan fisik dualistik tersebut terjadi di seluruh ruang kota terutama di kawasan fungsional kota. Adapun yang dimaksud sebagai ruang fungsional kota adalah ruang perkotaan dengan fungsi khusus yang tercermin dari kegiatan utama yang berlangsung di kawasan tersebut, seperti kawasan pendidikan, perkantoran, kesehatan, perdagangan dan jasa, permukiman, maupun industri. Kehadiran ruang fungsional kota akan diikuti dengan kehadiran PKL dengan karakteristik yang berbeda-beda. Setiap PKL mempunyai alasan yang berbeda dalam menentukan lokasi maupun jenis aktivitasnya.

(3)

sarana dagang, waktu berdagang, sifat pelayanan, golongan pengguna jasa, dan lain sebagainya. Selain itu, perbedaan karakteristik PKL dikaitkan juga dengan kegiatan utama yang berlangsung di kawasan fungsional kota tersebut.

Masalah pedagang kaki lima bagi sebagian orang dan pemerintahan adalah sebuah masalah bagi Kota Bandung, menurut mereka. Pedagang kaki Lima merupakan suatu kelengkapan kota – kota di seluruh dunia dari dahulu. Sebagai kelengkapan, pedagang kaki lima tidak mungkin dihindari atau ditiadakan. Yang harus dilakukan dalam menyikapi keberadaan PKL tersebut adalah melalui penataan, pembinaan, dan pengawasan. PKL memiliki fungsi ekonomi, sosial, dan budaya yang membentuk suatu kawasan perkotaan.

1.2

Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan laporan ini adalah

1. Untuk mendeskripsikan pengertian dari Pedagang Kaki Lima.

2. Untuk mendeskripsikan alasan dipermasalahkannya Pedagang Kaki Lima oleh pemerintah.

3. Untuk mendeskripsikan kebijakan – kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima.

4. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap PKL 5. Perlindungan hokum

6. Harapan masyarakat kedepannya

Tujuannya adalah untuk bagaimana menciptakan ketertiban bagi pedagang kaki lima yang semakin bertambah di daerah Kelurahan Cipaganti dan Kelurahan Tamansari.

1.3

Ruang Lingkup

Ruang lingkup wilayah studi ini meliputi ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.

1.3.1 Ruang Lingkup Materi

PKL merupakan sekelompok orang yang melakukan kegiatan perdagangan di pinggir jalan. Keberadaan PKL berlokasi di sekitar atau dekat dengan kawasan fungsional, yang merupakan pusat kegiatan manusia.

(4)

Ruang lingkup wilayah studi yang akan dibahas yaitu ruang lingkup wilayah makro dan mikro. Ruang lingkup wilayah makro adalah Kecamatan Cipaganti dan Kecamatan Tamansari.

Sedangkan Ruang lingkup wilayah mikro adalah Kelurahan Coblong dan Kelurahan Tamansari

Untuk lebih jelasnya mengenai letak geografis dan batas administrasi Kecamatan Cipaganti dan Kecamatan Tamansari dapat dilihat pada Gambar 1.2

Peta orientasi wilayah Kabupaten Sukabumi, Gambar 1.3 Peta administrasi Kelurahan Coblong dan Kelurahan Tamansari

1.4

Acuan/Landasan Hukum

Berikut adalah landasan hukum yang dipakai dalam membuat laporan ini, diantaranya:

1. Undang-undang RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 41 Tahun 2012 rentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

3. Undang-undang RI No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

4. PP RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

5. PP RI Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Penyelenggaraan Penataan Ruang

6. Kep Men LH No. 17 Tahun 2001 tentang jenis usaha dan atau Kegiatan Yang wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

7. Per Men LH No.11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha atau Kegiatan Yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

8. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

9. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 tentang Warga Negara dan Pendudukan

10. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A tentang Hak Asasi Manusia

1.5

Sistematika Pembahasan

(5)

masing-BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang lingkup studi kasus dan juga membahas tentang ruang lingkup, dasar hukum beserta sistematika pembahasan.

BAB 2 KAJIAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori dan standar yang mendukung tentang lingkup materi

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN STUDI

Bab ini membahas tentang potensi serta masalah yang terdapat di wilayah studi serta temuan studi di lapangan. Temuan Studi di lapangan ini mencakup tujuh Aspek data yaitu Letak geografis dan batas administrasi, biotik, Kependudukan, Ekonomi, Fisik Dasar, dan Sanitasi.

BAB 4 ANALISIS

Bab ini membahas tentang seluruh analisis yang dibutuhkan dalam ketujuh aspek pada bab sebelumnya.

(6)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Pada bab 2 ini akan menjelaskan berbagai teori yang akan dibahas di dalam laporan yakni mengenai undang-undang yang menyangkut dalam kajian pedagang kaki lima ini dan beberapa teori AMDAL, iklim kualitas udara dan kebisingan, tanah, kualitas air. Yang pembahasannya adalah sebagai berikut:

2.1 Undang-undang RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

1. Dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.

2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. 4. Pengawasan Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud:

Dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

a. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan b. Ruang dari pejabat yang berwenang;

c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam d. Persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan

e. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh f. Ketentuan peraturan perundang-undangan g. Dinyatakan sebagai milik umum.

5. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.

(7)

b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

2.2

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.

Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.

Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau swasta

Tujuan penataan dan pemberdayaan pedagang kali lima adalah:

a. Memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya;

b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan

b. Untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan

PKL mempunyai kewajiban antara lain: a. Mematuhi ketentuan perundang-undangan;

(8)

c. Memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha;

d. Menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur;

e. Tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum;

f. Menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh pemerintah kabupaten/kota; dan

g. Menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL.

PKL dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL;

b. Merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di tempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan dan/ atau ditentukan Bupati/Walikota;

c. Menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal;

d. Berpindah tempat atau lokasi dan/atau memindahtangankan TDU PKL tanpa sepengetahuan dan seizin Bupati/Walikota;

e. Menelantarkan dan/atau membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa kegiatan secara terus-menerus selama 1 (satu) bulan;

f. Mengganti bidang usaha dan/atau memperdagangkan barang ilegal; b. Melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah

bentuk trotoar, fasilitas umum, dan/atau bangunan di sekitarnya;

c. Menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang ditetapkan untuk lokasi PKL terjadwal dan terkendali;

d. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan dilarang berdagang di tempat-tempat larangan parkir, pemberhentian sementara, atau trotoar; dan

(9)

2.3

PP RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :

a. Jumlah manusia yang akan terkena dampak; b. Luas wilayah persebaran dampak;

c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

d. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak; e. Sifat kumulatif dampak;

f. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

2.4

PP RI Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Penyelenggaraan Penataan Ruang

Pengelolaan Kawasan Perkotaan adalah serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan Kawasan Perkotaan secara efisien dan efektif.

Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi Kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

2.5

Per Men LH No.11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha atau Kegiatan Yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Khusus bagi pusat perdagangan/ perbelanjaan relatif terkonsentrasi dengan luas tersebut diperkirakan akan menimbulkan dampak penting:

a. Konflik sosial akibat pembebasan lahan (umumnya berlokasi dekat pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi).

(10)

c. Bangkitan pergerakan (traffic) dan kebutuhan permukiman dari tenaga kerja yang besar.

d. Bangkitan pergerakan dan kebutuhan parkir pengunjung. e. Produksi sampah

2.6

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

2.6.1 Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 tentang Warga Negara

dan Pendudukan

Dalam pasal 27 ayat 2 mengatakan, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya, rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan penghidupan yang layak dengan melakukan pekerjaan guna kelangsungan hidupnya dalam tatanan negara Indonesia

2.6.2 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 28A UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia mengatakan,setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hal ini jelas, bahwa setiap warga negara Indonesia yang hidup di tanah Indonesia ini memiliki hak dan kesempatan yang sama, kebebasan, hak hidup, hak memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan tanpa di usik oleh pihak lain termasuk pemerintah sendiri, karena pemerintah adalah penyelenggara negara atas daulat rakyat.

2.7

Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi suatu proses pengambilan keputusan. Amdal merupakan salah satu solusi atau pencegahan dari issue lingkungan di atas.

Jenis-jenis dokumen amdal diantaranya adalah sebanagi berikut:

 KA-ANDAL (Kerangka Acuan ANDAL)

Yaitu : ruang lingkup studi ANDAL hasil pelingkupan yang disepakati oleh pemrakarsa/penyusun AMDAL dan Komisi AMDAL.

 ANDAL (Analisa Dampak Lingkungan)

(11)

 UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan)

Yaitu : upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting yang bersifat negatif sehingga tercipta kualitas lingkungan yang baik

 UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan)

Yaitu : upaya pengulangan pengukuran komponen atau parameter lingkungan pada waktu-waktu tertentu, seperti aspek fisik kimia, biotis, sosial ekonomi dan sosial budaya.

2.8

Iklim, Kualitas Udara, dan Kebisingan

2.8.1 Iklim

Iklim didefinisikan sebagai rata-rata dari cuaca dalam periode yang panjang (bulan, tahun). Studi tentang iklim dipelajari dalam meteorologi. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi. Ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi. Karena klimatologi meliputi koleksi dan interpretasi data yang diobservasi, maka teknik statistik dangat penting, dalam klimatologi terbagi dalam 3 bagian :

a) Klimatologi fisik (physical climatology) yaitu bagian dari klimatologi yang mempelajari penyebaran iklim di berbagai daerah di permukaan bumi atau klimatologi yang membahas perilaku dan geala-gejala cuaca yang terjadi di atmosfer dengan menggunakan dasar-dasar ilmu fisika dan matematika.

b) Klimatologi dinamik (physicakl climatology) atau klimatologi kedaerahan yaitu bagian dari klimatologi yang mempelajari peyebaran iklim di berbagai daerah di permukaan bumi atau klimatologi yang membahas pergerakan atmosfer dalam berbagai skala terutama tentang peredaran atmosfer umum di berbagai wilayah di seluruh dunia.

c) Klimatologi terapan klimatologi yang membahas penerapan ilmu iklim untuk memecahkan berbagai masalah praktis yang dihadapi masyarakat.

(12)

1) Klimatologi pertanian atau agroklimatologi (agricultural klimatology) klimatologi yang menekankan pembahasan tentang permasalahan iklim di bidang pertanian.

2) Klimatologi perkotaan (urban climatology) klimatologi yang membahas berbagai iklim dalam perencanaan maupun penataan kota. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh tingkat kenyamanan udara sebaik-baiknya.

3) Klimatologi kelautan (marine kilmatology) klimatologi yang menekankan penjelasan tentang pengaruh timbal balik iklim dan lautan.

4) Klimatologi bangunan (building climatology) klimatologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara bentuk dan ukuran bangunan, dengan cuaca dan iklim di dalam maupun di luar bangunan.

5) Bio klimatologi (bioclimatology) klimatologi yang membahas pengaruh ilkim terhadap makhluk hayati atau mempelajari hubungan antara iklim dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan.

Teori mengenai pembagian iklim dibagi menjadi beberapa pandangan dari berbagai ahli, yakni sebagai berikut:

Klasifikasi Iklim Menurut Bergeron dan Spatial Synoptic yang paling umum klasifikasi adalah yang melibatkan konsep massa udara. Klasifikasi Bergeron adalah bentuk yang paling banyak diterima klasifikasi massa udara. Klasifikasi massa udara melibatkan tiga huruf. Huruf pertama menggambarkan sifat kelembaban, dengan c digunakan untuk massa udara kontinental (kering) dan m untuk massa udara maritim (lembab). Surat kedua menjelaskan karakteristik termal dari wilayah sumbernya: T untuk tropis, P untuk kutub, A untuk Arktik atau Antartika, M untuk musim, E untuk khatulistiwa, dan S untuk udara superior (udara kering yang dibentuk oleh gerakan ke bawah yang signifikan di atmosfer ). Surat ketiga digunakan untuk menunjukkan stabilitas atmosfer. Jika massa udara dingin dari tanah di bawahnya, diberi label k. Jika massa udara lebih hangat dibandingkan dengan tanah di bawahnya, diberi label w. Sementara identifikasi massa udara pada awalnya digunakan dalam meramalkan cuaca selama tahun 1950, iklim mulai membangun climatologies sinoptik berdasarkan ide ini pada tahun 1973.

(13)

ini dikembangkan oleh Vladimir Köppen, seorang ahli iklim Jerman, sekitar tahun 1884 (dengan beberapa perubahan oleh Köppen, tahun 1918 dan 1936). Kemudian, seorang ahli iklim Jerman yang bernama Rudolf Geiger bekerjasama dengan Köppen untuk merubah sistem klasifikasi, sehingga sistem ini kadang-kadang disebut sebagai sistem klasifikasi Köppen–Geiger.

Klasifikasi Iklim Menurut Thornthwaite Dibuat oleh klimatologi dan geografer Amerika CW Thornthwaite, metode klasifikasi iklim memantau anggaran air tanah dengan menggunakan konsep evapotranspirasi. untuk memantau porsi total curah hujan digunakan untuk memelihara vegetasi di daerah tertentu. Ia menggunakan indeks seperti indeks kelembaban dan indeks kekeringan untuk menentukan rejim kelembaban daerah didasarkan pada suhu rata-rata, curah hujan rata-rata, dan jenis vegetasi rata-rata. Semakin rendah nilai indeks dalam daerah tertentu, pengering kawasan ini.

2.8.2 Udara

Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan Bumi. Udara Bumi yang kering mengandungi 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% uap air, karbon dioksida, dan gas-gas lain. Kandungan (elemen senyawa gas dan partikel) dalam udara akan berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan tanah.Demikian juga massa nya, akan berkurang seiring ketinggian, semakin dekat dengn lapisan troposfir, maka udara semakin tipis, sehingga melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.

Udara merupakan faktor penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan atau penurunan kualitas.

Udara juga merupakan atmosfir yang berada disekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kelangsungan hidup mahluk hidup. Udara juga merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Susunan udara bersih dan kering, kira-kira tersusun oleh :

 Nitrogen (N2) = 78,09% volume

 Oksigen (O2) = 21,94% volume

 Argon (Ar) = 0,93% volume

(14)

Dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, karbondioksida untuk fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultra violet.

Tabel II.1. Baku Mutu Udara Ambien

No Parameter (Periode Pengukuran rerata)Waktu Pengukuran Baku Mutu Baku Mutu(mg/m3) 1. TSP (Debu) 24 Jam 230 g/m3 0,23

2. SO2 24 Jam 365 g/m3 0,365

3. NO2 \1 Jam 150 g/m3 0,15

4. CO 8 Jam 10000g/m3 10

5. O3 1 Jam 235 g/m3 0,235

Sumber: PP RI No.41 Tahun 1999

2.8.3 Kebisingan

Kebisingan merupakan suatu sumber suara yang telah melampaui ambang batas, bagi manusia sudah dapat mempengaruhi seluruh proses metabolisme yang terdapat dalam tubuh, oleh sebab itu pada kawasan perkotaan akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap upaya penempatan bangunan dan jalur kendaraan, di mana suara yang dihasilkan dari kendaraan setidaknya dapat diminimalisir agar menjadi tidak mengganggu pada saat aktivitas sedang berjalan.

Tabel II.2 Baku Tingkat Kebisingan

Peruntukan Kawasan/

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 7. Rekreasi

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. tempat ibadah atau sejenisnya

55 55 55

Keterangan : *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

(15)

KEP-2.9 Tanah

Proses terbentuknya tanah terjadi dari batuan-batuan induk terpecah menjadi menjadi bagian-bagian kecil akibat perubahan cuaca. Di pecahan-pecahan mineral ini tumbuh lumut sehingga air dapat meresap ke bebatuan sehingga lambat laun akan terbentuk tanah muda.

Lumut dan tanah pun tumbuh membentuk lapisan serasah organik. Dan akhirnya tanah matang pun terbentuk dari campuran berbagai bahan organik dan bahan-bahan mineral.

Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:

1. Apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir.

2. Apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir Berlempung.

3. Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir.

4. Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung.

5. Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berdebu.

(16)

7. Apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berliat.

8. Apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir.

9. Apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berdebu.

10. Apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berpasir.

11. Apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu.

12. Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat

Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam atau jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

a. Tanah Humus

Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.

b. Tanah Pasir

Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.

(17)

Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.

d. Tanah Podzolit

Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.

e. Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi

Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.

f. Tanah Laterit

Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung.

g. Tanah Mediteran / Tanah Kapur

Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

h. Tanah Gambut / Tanah Organosol

Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.

Adapun bahan penyusun tanah adalah terdiri dari bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Bahan Mineral

Bahan mineral berasal dari hasil pelapukan batuan. Susunan mineral dalam tanah berbeda-beda sesuai susunan mineral batuan. Induknya (beku, malihan dan endapan) Ukuran mineral:

 Kerikil, kerakal, batuan : > 2 mm  Pasir : 2 mm – 50 u

 Debu : 50 u – 2 u  Liat : < 2 u

(18)

Mineral primer adalah mineral yang berasal langsung dari batuan yang dilapuk, umumnya dalam fraksi-fraksi pasir dan debu.Mineral sekunder baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah berlangsung, umumnya dalam fraksi liat.

b. Bahan Organik

Hasil penimbunan sisa-sisa tumbuhan dan binatang, sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali menjadi mangsa jasad mikro, sehingga sifatnya selalu berubah atau tidak mantap.

Kadar bahan organik pada tanah mineral umumnya < 3%. Berfungsi sebagai perekat butiran tanah, sumber utama unsur N, P dan S, meningkatkan kemampuan tanah dan menahan air dan hara serta sebagai sumber energi bagi jasad mikro.

Komposisi :

 Jaringan asli (bagian akar dan atas tanaman) dan bagian baru yang telah mengalami pelapukan.

 Humus : telah diubah dari sifat aslinya secara menyeluruh, berwarna hitam, bersifat kolodial, kemampuan menahan air dan ion lebih besar dari liat.

c. Air

Air terdapat dalam tanah terdapat dalam ruang pori tanah, Kuat atau tidaknya air ditahan oleh tanah yang mempengaruhi tingkat ketersediaan air tanah bagi tanaman. Air dalam pori besar umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena segera hilang merembves ke bawah. Air dalam pori sedang: mudah diserap oleh tanah.

Air dalam pori halus : sulit diambil oleh tanaman. Jadi, tidak semua air dalam tanah tersedia bagi tanaman, sebagian tetap tinggal dalam tanah.

Larutan tanah mengandung garam-garam larut, sebagian besar berupa hara tanaman : N, P ,K Ca, Mg dan S (hara makro), Fe,Mn, B, Mo,Cu, Zn dan Cl (hara mikro)

Terjadi dinamika hara dengan adanya pertukaran antara hara dalam larutan dengan yang terdapat di permukaan tanah.

(19)

Udara memiliki unsur menempati pori tanah (terutama sedang dan besar), Jumlahnya berubah-ubah tergantung kondisi air tanah.,

Susunannya tergantung dari reaksi yang terjadi dalam tanah :

 Uap air > atmosfer

 CO2 > atmosfer

 O2 < atmosfer (bervariasi dipengaruhi kandungan CO2 dalam tanah)

2.10 Air

Air menjadi salah satu komponen llingkungan yang harus diperhatikan, karena perannya sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah standar Baku mutu Air.

Tabel II.3 Air Minum N

o Parameter Satuan Persyaratan PengujianTeknik Fisika

1. Bau - tidak berbau Organoleptik

2 Rasa - normal Organoleptik

3. Warna TCU maks.15 Spektrofotometri

4. Total Padatan Terlarut (TDS)

mg/l maks. 1000 Gravimetri

5. Kekeruhan NTU maks. 5 Spektrofotometri 6. Suhu oC Suhu udara 3oC Termometer

Kimia

pH - 6.5 - 8.5 pH meter

Sumber: KepMenKes No. 907/MENKES/SK/VII/2002

Tabel II.4 Air Sumur No

.

Parameter Satuan Standar Teknik

Pengujian Fisika

1. Bau - - Organoleptik

2. Jumlah Zat Padat Terlarut mg/l 1.500 Gravimetri

3. Kekeruhan NTU 25 Spektrofotometri

4. Rasa - - Organoleptik

5. Suhu oC Suhu

udara 1-30C

Temometer

6. Warna TCU 50 Spektrofotometri

Kimia

1.

Kimia Anorganik

2.

pH - 6.5-9.0 pH meter

(20)

Tabel II.5 Badan Air

No Parameter Satuan Baku Mutu BadanAir Kelas I *) Teknik Pengujian FISIKA

1 Temperatur oC - Temperatur

2 Zat padat terlarut mg/l 1000 Gravimetri 3 Zat padat

Tersuspensi

mg/l 50 Gravimetri

KIMIA ANORGANIK

4 pH - 6 - 9 pH meter

Sumber: Peraturan Pemerintah No. 82 Th. 2001

Tabel II.6 Air Buangan No

2 Zat terapung (yang tertahan oleh saringan dengan lobang ukuran 1 mm)

mg/1 Nihil Gravimetri

3 Zat terendap mg/1 1.0 Gravimetri

4 W a r n a TCU Jernih Spektrofotomete

r

5 B a u - - Organoleptik

Kimia 1. A.Kimia Anorganik

2. pH - 6.0 - 8.5 pH meter

Sumber: Permen. Kes. RI No. 173/Men. Kes./ Per/VIII/1977

2.11 Norma Sosial

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.

(21)

Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar. Terdapat tingkatan norma diantaranya

1. Cara (usage)

Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.

Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.

2. Kebiasaan (Folkways)

Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.

Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.

3. Tata kelakuan (Mores)

Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan.

Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.

4. Adat istiadat (Custom)

Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut.

 Norma Agama

(22)

karena berasal dari Tuhan. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.

 Norma kesusilaan

 Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).

Contoh: Orang yang berhubungan intim

di tempat umum akan dicap tidak susila,melecehkan wanita atau

laki-laki di depan orang

 Norma kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, tidak kencing di sembarang tempat.

 Norma kebiasaan

Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.

Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.

 Kode etik

Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.

(23)

BAB 3

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Studi kasus tentang pedagang kaki lima pada praktikum aplikasi lingkungan berada di Kelurahan Cipaganti dan Kelurahan Tamansari. Penjelasan batas administrasi secara makro adalah sebagai berikut

Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong merupakan salah satu bagian wilayah pengembangan cibeunying kota bandung dengan memiliki luas lahan sebesar 34 Ha. Secara administratif kelurahan cipaganti di batasi oleh

Utara Kelurahan Hegarmanah, Kecamatan Cidadap Timur Kelurahan Lebak Siliwangi, Kecamatan Coblong Selatan Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan Barat Kelurahan Pasteur, Kecamatan Sukajadi

Secara geografis Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong memiliki bentuk wilayah berombak sebesar 100% dari total keseluruhan luas wilayah. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah, Kelurahan Cipaganti berada pada ketinggian 765 m diatas permukaan air laut. Suhu maksimum dan minimum di Kelurahan Cipaganti berkisar 24-28 C, sedangkan dilihat dari segi hujan berkisar 1.135 mm/tahun dan jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak sebesar 45 hari.

Kelurahan Tamansari Kecamatan Bandung Wetan merupakan salah satu bagian wilayah pemerintahan kota bandung dengan memiliki luas lahan sebesar 102 Ha. Secara administratif Kelurahan Tamansari dibatasi oleh :

Utara : Kelurahan Babakan Siliwangi, Kecamatan Coblong Timur : Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan

Selatan : Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung Barat : Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong

Untuk lebih jelasnya peta wilayah makro lingkup studi praktikum aplikasi lingkungan ini dapat dilihat pada Peta 3.1 Wilayah Makro Wilayah Studi Kelurahan Tamansari dan Kelurahan Cipaganti

3.1

Letak Geografis dan Batas Administrasi

(24)

yang berada di sepanjang jalan Cihampelas dan wastukencana. Hal ini diakibatkan karena pertumbuhan penduduk kota yang sangat cepat di Kota Bandung lebih banyak disebabkan adanya arus urbanisasi. Keadaan semacam ini menyebabkan kebutuhan lapangan pekerjaan di perkotaan semakin tinggi. Kegiatan yang beraktivitas tinggi serta keterbatasan lahan yang tersedia menjadi faktor adanya pedagang Kaki Lima ini. Seiring dengan hal tersebut sektor formal tidak mampu menyerap seluruh pertambahan angkatan kerja. Akibatnya terjadi kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung, salah satunya perdaganagan informal pedagang kaki lima ini. Dampak yang ditimbulkan utamanya adalah menganggu aktivitasnya baik di jalan raya maupun di pedestrian

Lingkup studi kasus praktikum aplikasi lingkungan berada di sepanjang jalan Cihampelas dan Wastukencana yang secara administratif dibatasi oleh:

Utara : STBA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing) Timur : Kelurahan Cipaganti

Selatan : Jalan Cikapayang Barat : Sungai Cikapundung

Untuk lebih jelasnya peta kerja wilayah lingkup studi praktikum aplikasi lingkungan ini dapat dilihat pada Gambra 3.2 Peta Wilayah Studi

3.2

Fisik Dasar

Kondisi fisik dasar Jalan Cihampelas ini akan dibahas dalam dalam 4 pembahasan antara lain letak topografi, kemiringan, iklim, tanah, hidrologi, geologi . Berikut ini adalah pembahasan kondisi fisik dasar

3.2.1 Topografi

Kondisi topografi merupakan gambaran permukaan kulit bumi pada suatu wilayah perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam proses perencanaan khusunya pada tahap analisis data agar penempataan kawasan hasil analisis dapat lebih efektif diaplikasikan pada wilayah perencanaan yaitu jalan Cihampelas di Bandung . Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 3.2 Peta Topografi

3.2.2 Kemiringan

(25)

daerah dataran dengan rata-rata kemiringan 0-8% yang artinya boleh didirikan sebagai bangunan. Untuk lebih jelas mengenai kemiringan lahan yang ada di jalan Cihampelas dapat dilihat pada Gambar3.3 Peta Kemiringan lahan

3.2.3 Iklim, Udara dan Kebisingan

Iklim di jalan Cihampelas umumnya kering dan memiliki tingkat kelembapan yang baik. Oleh karena itu banyak pohon yang ditanam di pinggir jalan untuk menghindari panas matahari di siang hari. Selain itu pada wilayah studi lingkup jalan Cihampelas membahas tentang kebisingan. Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia. Di jalan Cihampelas banyak aktivitas yang terjadi, sehingga seringkali menimbulkan kebisingan baik yang berasal dari lalu lintas maupun dari kegiatan berjualan di sekitar pinggir jalan Cihampelas. Denganmenggunakan alat sound meter level maka dapat diketahui tingkat kebisingan pada suatu tempat.

Tabel III. 1 Kualitas Iklim, udara dan Kebisingan

Keterangan Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Rata-rata

Kering 28 30 32 31 30,25

Basah 19 23 22 21 21,25

Kelembapan 44 57 41 40 45,5

dB 74 75 76 78 75,7

Sumber: Observasi Lapangan, 2014

Selain membahas tentang iklim, udara dan kebisingan salah satu faktor penyebab kebisingan yaitu pergerakan kendaraan yang melewati jalan Cihampelas. Pada observasi tersebut dilakukan traffic counting pada titik pengamatan pertama yaitu di depan Kampus STBA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing) pukul 11.00 WIB dikarenakan terdapat 2 arah jalan yang masuk ke jalan Cihampelas sebagai masuknya kendaraan ke jalan Cihampelas. Untuk mendapatkan besaran volume kendaraan yang melintas pada koridor jalan Cihampelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.4 Peta Lokasi Survey Hasil traffic counting tersebut yaitu sebagai berikut:

Tabel III.2 Hasil Traffic Counting di Jalan Cihampelas

Jenis Kendaraan Jumlah

Motor 785

Mobil 406

Total 1191

(26)
(27)
(28)

Tabel III. 3 Penafsiran dampak yang terdapat di jalan Cihampelas

Parameter Pra Kontruksi Kontruksi

Pasca Kontruksi TafisiranDampak

Survai Pengukuran

Lahan LahanPerat. PenimbLahan Transportasi PembFisik Operasional Pemeliharaan a. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan

Suhu (°C) - - -

-Curah Hujan (mm)

- - -

-Kelembaban (%) Kec. Angin (km/hujan)

- - -

-Jumlah Bulan Kering Jumlah Bulan

Basah

Tipe Curah Hujan

- - -

-Partikel Debu (mg/m3)

Bau - - -

-Tingkat Kebisingan

(29)

Parameter

Pra Kontruksi Kontruksi Pasca Kontruksi TafisiranDampak

Survai PengukuranLahan LahanPerat. PenimbLahan Transportasi PembFisik Operasional Pemeliharaan (dBA)

Periode Kejadian

b. Tanah

Tekstur Kasar

Berpasir

Kasar Berpasir

Kasar Berpasir

Kasar Berpasir

Konsistensi

pH - - -

-Kelembaban

(%) 1 1 1 1 1 1 1

Sumber Observasi Lapangan, 2014

(30)

terhadap lingkungan di Jalan Cihampelas. Akan tetapi jenis tanah yang kering berpasir kurang baik untuk kontruksi bangunan yang mana dapat menyebabkan amblesan tanah pada pondasi bangunan.

3.2.4 Tanah

Dengan melihat jenis tanah yang ada, diharapkan tanah yang memiliki kesuburan yang tinggi dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Sehingga mengefektifkan penggunaan lahan di wilayah perencanaan dan sebagai penyeimbang antara pembangunan suatu wilayah dengan lingkungannya. Pada Jalan Cihampelas terdapat tekstur kasar dan konsistensi tanah yang lepas. Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik dari jenis tanah tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel III.4 Parameter Tanah dengan kriterianya

Parameter Data Kriteria 1 Keterangan2 3 4

Tekstur

1.Kasar 2. Agak kasar 3.Halus 4.Agak Halus 5.Sedang

Konsistensi

1.Lepas 2.Tidak Lekat 3.Sangat Lekat 4.Lekat

5.Agak Lekat

pH Angka netral 7

Kelembapan

% 100% banyak air 44 57 41 40

Sumber: observasi lapangan,2014

Keterangan: 1,2,3,4 menjelasakan tentang titik pengambilan sampel

Dapat disimpulakn dari tabel diatas bahwa tanah dan konsistensi di daerah Cihampelas umumnya kasar dan lepas untuk kelembapan di daerah Cihampelas bersifat ≤ 60 yang sifatnya kering. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.5 Peta Jenis Tanah

3.2.5 Geologi

(31)

Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi geologi tersebut dapat dilihat pada

Gambar 3.6 Peta Kondisi Geologi

3.3

Biotik (Flora dan Fauna)

Unsur biotik adalah unsur yang terdapat dalam lingkungan hidup untuk media saling berhubungan seperti mausia, hewan, tumbuhan, dan jasad renik. Unsur biotic sangat berpengaruh bagi kehidupan kita karena kalau tidak ada unsure biotic maka kita tidak bias berkembang biak secara sempurna. Unsur biotis yang terletak di jalan Cihampelas dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel III.5 Laporan Unsur Biotik di Jalan Cihampelas

Parameter Kriteria Keterangan

(daratan dan perairan) 1. Kecil sekali2. Kecil 3. Cukup potensinya sangatlah kecil sekali dan hanya dijadikan hiasan mengingat jalan Cihampelas merupakan kawasan untuk perdagangan dan jasa.

Selain mengkaji unsur biotik, terdapat kualitas air yang digunakan oleh para pedagang kaki lima dalam berjualan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel III.6 Laporan Kualitas Air di Jalan Cihampelas

(32)

Parameter Data Kriteria Keterangan

1 2 3 4 5

2. Berbau tanpa dicium langsung

3. Berbau kalau dicium langsung

4. Agak berbau kalau dicium langsung

5.Bening Tak Berwarna v v v v v

Salinity Minimal di angka 1 0,02 0,01 0 0 0

pH Angka netral di angka 7 8,25 8,25 7,7 6 7 6 7,8 9 Mikroba Cacing, alga atau lainnya

Sumber: observasi lapangan,2014

Dapat disimpulkan bahwa rata-rata pH air yang terdapat di kawasan Cihampelas berkisar 5-7 yang berarti netral.

Setelah mengetahui unsur biotis dan kualitas air dibuatlah perumusan dampak untuk mengetahui tafsiran dampak apakah berpengaruh penting terhadap lingkungan atau tidak

Tabel III.7 Tabel Perumusan Dampak

Parameter KontruksiPra Kontruksi Pasca Kontruksi Tafsiran Dampak S PL PeL PB T PBF Operasional Pml

a. Air 1 2 3 4 5

(33)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tafsiran dampak yang didapatkan dari pasca kontruksi dibidang operasional adalah sangat kecil yang berada dalam range 1-20 point saja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.7 Peta persebaran biotis dan kualitas lingkungan

3.4

Penggunaan Lahan

Kondisi lahan eksisiting adalah keadaan umum penggunaan lahan di wilayah perencanaan. Pada daerah jalan Cihampelas terdapat bermacam – macam jenis penggunaan lahan yang terjadi di wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 3.8 Peta Penggunaan Lahan Eksisting

III.8 Pengembangan areal tanah N

o Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 Tanah Sawah

-2 Tanah kering (Daratan) 33,5

3 Tanah Basah

-4 Fasilitas Umum 0,5

Sumber: observasi lapangan,2014

3.5

Kependudukan

Di wilayah kajian studi Cihampelas yang berada di kelurahan cipaganti ini memeiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi karena banyakanya permukiman dan padatnya bangunana yang ada. untuk mobilitas penduduk yang terjadi hampir setengah dari jumlah penduduk keluar kawasan. Berdasarkan data kelahiran, kematian dan migrasi bahwa di kawasan tersebut memiliki daya tarik karena Jalan Cihampelas merupakan pusat kawasan perdagangan dan jasa.

Tabel III.9 Parameter Kependudukan di Jalan Cihampelas

Parameter Kriteria Jumlah Presentase

Kepadatan

(Orang/Ha) 2,38 Jiwa/ha Tinggi

(34)

Parameter Kriteria Jumlah Presentase

Migrasi Penduduk In = 175 Jiwa

Out = 65 Jiwa

Sumber: observasi lapangan,2014

3.6

Sosial Budaya

Pada kuesioner yang telah dibagikan di daerah jalan Cihampelas untuk kriteria kriminalitas setidaknya pernah terjadi kurang lebih 3x setahun. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan disekitar jalan Cihampelas. Komunikasi antar penduduk yang jarang dikarenakan karena para pedagang terlalu sibuk dan puas dengan pekerjaannya masing-masing, serta dengan adanya teknologi seperti handphone yang kini para pedagang lebih menikmati menggunakan via handphone. Sehingga norma sosial yang terjadi antara sesama pedaganng agak mempengaruhi. Daerah jalan Cihampelas merupakan daerah yang banjir apabila terjadi hujan yang cukup besar. Hal ini dikarenakan tidak adanya jarangnya perbaikan got baik untuk pembersihan maupun perbaikan yang dampaknya terasa pada saat hujan

Tabel III.10 Parameter Sosial Budaya di Jalan Cihampelas

Parameter Kriteria Keterangan Presentase 5. > 3 Kali Setahun

4

Norma Sosial 1. Terjadi perubahan sangat besar terhadap norma sosial.

2. Terjadi perubahan

(35)

Parameter Kriteria Keterangan Presentase

besar terhadap norma sosial.

4. Hanya terjadi sedikit perubahan terhadap norma sosial.

5. Tidak terjadi perubahan norma sosial.

1. Tidak Pernah Melihat Film

2. Melihat Film 1x Sebulan 3. Melihat Film 2x Sebulan 4. Melihat Film 3x Sebulan 5. Melihat Film 4x Sebulan

16 memiliki mata pencaharian pokok yang rata-rata penghasilan >Rp 105.000/hari dengan penghasilan perbulan sekitar Rp 5,1 juta – 10 juta.

Tabel III.11 Parameter Ekonomi di Jalan Cihampelas

Parameter Kriteria Keterangan Presentase 4. Ada Mata Pencaharian

Pokok

(36)

3.8

Sanitasi

Sumber air bersih didapatkan dari sumur pompa yang jarak dengan batas kakus >10m dengan kondisi sanitasi yang cukup. Selain itu penggunaan jamban mayoritas menggunakan kakus umum. Saat ini terdapat solusi untuk meminimalisir vektor penyakit yang berasal dari tikus, yaitu masyarakat hanya mempunyai perlindungan tikus di luar rumah. Kondisi gizi masyarakat pedagang di jalan Cihampelas tercukupi dan perilaku hidup sehat yang cukup. Selain itu mereka sering melakukan pengelolaan sampah di lingkungannya sehingga terbebas dari penyakit. Untuk pengobatan mereka melakukan upaya ke dokter swasta dan menggunakan puskesmas sebagai sarana kesehatan. Kondisi rumah para pedagang yang terdapat di jalan cihampelas adalah baik, memiliki ventilasi rumah pada setiap rumah yaitu >10m2 dan sumber air minum yang didapatkan dari sumur dengan dinding semen dengan jarak limbah 8-10 meter.

Solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya sumber-sumber faktor pembawa penyakit yaitu berupa menjaga kebersihan lingkungan, menyediakan tempat pembuangan sampah (TPS), gotong royong atau bakti sosial membersihkan lingkungan 2 kali dalam seminggu, peningkatan RTH dan berperilaku hidup sehat, baik dari makanan maupun minuman yang dikonsumsi

Tabel III.11 Parameter Ekonomi di Jalan Cihampelas

Parameter Kriteria Keterangan Presentase

Sumber Air Bersih

1. Kali, Selokan, Danau 2. Belik, Mata Air, Sumur

gali dangkal sederhana 3. Sumur gali bersemen

dengan kakus, air kotor lebih dari 10 meter 4. Sumur pompa jarak

dengan kakus > 10 meter 5. Sumur bor atau PAM

5

Tikus 1. Terlihat banyak tikus di dalam rumah 2. Dalam rumah /

pekarangan ada banyak

perlindungan tikus 1

(37)

Parameter Kriteria Keterangan Presentase 2. Mandi 2/3 x per minggu 3. Satu hari 1 kali

4. Kadang 2 hari sekali 5. Dua kali sehari 2. Belik, Mata air, Sumur

dangkal, tanpa dinding semen jarak dengan sungai/limbah 5- 8 meter 3. Sumur dengen dinding

semen, jarak dengan limbah 8 – 10 meter 4. Sumur pompa dengan

(38)

Untuk lebih jelasnya peta persebaran kuesioner dapat dilihat pada gambar 3.9 Peta persebaran kuesioner

(39)
(40)
(41)
(42)

BAB 4

ANALISIS

4.1

Fisik

Dalam pengembangan suatu kawasan perlu diketahui kesesuaian lahan kawasan tersebut. Kesesuaian lahan ini diperuntukkan bagi pengembangan kegiatan untuk mengembangkan potensi sumberdaya alam dan kegiatan fungsional perkotaan (industri, perkantoran, permukiman perkotaan, perdagadangan dan jasa, dll).

Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 873/KPTSM/UM/11/1980 faktor yang menetapkan daerah budidaya yaitu kemiringan lahan, jenis tanah menurut keadaan erosi, dan intensitas hujan harian rata-rata. Penilaian dilakukan dengan teknik skoring (skala ordinal), dengan perhitungan sebagai berikut :

1. Setiap faktor yang dinilai dikelaskan ke dalam lima kelas yaitu kelas 1,2,3,4, dan 5 yang langsung dianggap sebagai nilai (skor) dari faktor tersebut.

2. Total skor dari suatu wilayah diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil kali antara nilai skor (kelas faktor) dengan angka pembobotan.

(43)

Tabel IV.1 Perhitungan Skor Lokasi Untuk Peruntukan Lahan

Variabel Nilai Rentang Variabel Kategori Dan Bobot

Kemiringan Lereng

Kelas Lereng Kemiringan Lereng (%) Kategori Bobot

1 0-8 Datar 20

2 (8-15) Landai 40

3 15-25 Agak Curam 60

4 25-40 Curam 80

5 >40 Sangat Curam 100

Kepekaan Tanah Pada

Erosi

Kelas Tanah Jenis Tanah Kategori Bobot

1 Aluvial,Tanah Glei, Planosol,

Hidromorf Kelabu, Laterite Air Tanah Tidak Peka 15

2 Latosol Agak Peka 30

3 Brown Forest Soil, Non Calcic

Brown, Mediteran Kurang Peka 45

4 Andosol, Laterite, Grumusol, Podsol,

Podsolik Peka 60

5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka 75

Intensitas

5 >34,8 Sangat Tinggi 50

(Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/1980)

Dari Kriteria tersebut dijadikan acuan untuk menghitung total skor dari hasil pembobotan karakteristik kemiringan lahan, jenis tanah dan curah hujan pada Jalan Cihampelas. Setelah itu dilihat dari kriteria kesesuaian lahan berdasarkan Keppres no 32 Tahun 1990 sebagai berikut

Tabel IV.2 Kriteria Kesesuaian Lahan N  Ketinggian > 2000 mdpl

 Jenis tanah sangat peka erosi : regosol, litosol, organosol, dan renzina serta mempunyai kemiringan tidak kurang dari 15 %  Skor fisik wilayah > 175

 Rawan Bencana  Daerah bahaya gerakan tanah (Bahaya Erosi)  Sempadan

Sungai  Selebar 100 m di kiri kanan sungai  Sempadan Pantai  Selebar 100 m dari garis pantai 2 Budidaya

Pertanian

 Hutan Produksi  Ketinggian > 1000 mdpl  Kemiringan > 40 %

 Kedalaman efektif tanah > 60 cm  Diluar kawasan hutan lindung  Berfungsi sebagai resapan air tanah

(44)

N

o KawasanFungsi Jenis FungsiKawasan Kriteria

 Kawasan Tanaman tahunan/perkebu nan

 Kemiringan 25 – 40 %  Ketinggian > 1000 mdpl

 Kedalaman efektif tanah > 60 cm  Diluar kawasan hutan lindung  Berfungsi sebagai resapan air tanah

 Daerah kritis/bahaya lingkungan : daerah longsor, patahan aktif, daerah krisis erosi permukaan.

 Pertanian Lahan Kering

 Ketinggian < 1000 mdpl kecuali lahan yang sudah ditanami tanaman tahunan dan tidak

mengganggu kelestarian tanah dan air  Nilai skor fisik wilayah < 125

 Kemiringan tanah < 40 % kecuali jenis regosol, litosol, regina, dan organosol dengan kemiringan > 30 %

 Kedalaman efektif tanah > 30 % cm

 Daerah kritis/bahaya lingkungan : daerah longsor, patahan aktif, dan daerah krisis erosi permukaan.

 Pertanian Lahan Basah

 Ketinggian < 1000 mdpl kecuali lahan yang sudah ditanami tanaman tahunan dan tidak

mengganggu kelestarian tanah dan air  Mempunyai system dan atau potensi

pengembangan perairan dan drainase  Kemiringan tanah < 30 % kevuali jenis tanah

regosol, litosol, regina, dan organosol dengan kemiringan > 15 %

 Kedalaman efektif tanah > 30% cm

 Bukan daerah krisis/bahay lingkungan : daerah longsor, patahan aktif, dan daerah erosi.

3 BudidayaNon  Ketinggian 0 - 1000 mdpl  Tidak ada daerah banjir  Tidak pada daerah resapan air  Tersedia air baku yang cukup

 Bebas dari bahaya gangguan setempat  Aksebilitasi dan sirkulasi transportasi baik  Berorientasi langsung kejalan arteri/kolektor  Berada dekat dengan pusat kota

(Sumber : Kepres No 32 Tahun 1990)

Sebelum melakukan pembobotan terhadap ketiga kriteria berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/1980 dan melakukan penghitungan total skor, overlay peta kemiringan, jenis tanah dan curah hujan sehingga mendapatkan peta SPL. Berikut merupakan tahapan dalam metode overlay sesuai Keppres no 32 tahun 1990.

TOPOGRAFI (KETINGGIAN DAN KEMIRINGAN)

JENIS TANAH

OVERLAY 1

(45)

Gambar 4.1

Proses Overlay Variabel Fisik untuk Analisis Kesesuaian Lahan

Setelah didapatkan Peta SPL hasil dari metode overlay diatas dilakukan penghitungan skor untuk setiap SPL yang didapatkan dan cocokkan termasuk kedalam kesesuaian lahan kawsan lindung atau budidaya. Untuk dapat lebih jelas mengenai pembobotan karakteristik kemiringan lahan, jenis tanah dan curah hujan di Jalan Cihampelas dan penentuan hasil kesesuaian lahan berdasarkan Keppres 1990 serta hasil superimpose ketiga jenis kriteria tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. 2 Peta Satuan Penggunaan Lahan

Tabel IV.3 Perhitungan skor untuk kesesuian lahan

SPL Karakteristik Interval Skor Jumlah Fungsi Kawasan

1

Kemiringan 0 – 8 % 20

45 KawasanBudidaya

Jenis Tanah Aluvial 15

Curah Hujan 8.19 – 10.92 mm/hari 10

2

Kemiringan 8 - 15 % 40

65 KawasanBudidaya

Jenis Tanah Aluvial 15

Curah Hujan 8.19 – 10.92 mm/hari 10

3

Kemiringan 0 – 8 % 20

60 KawasanBudidaya

Jenis Tanah Latosol 30

Curah Hujan 8.19 – 10.92 mm/hari 10

4

Kemiringan 8 – 15 % 40

80 KawasanBudidaya

Jenis Tanah Latosol 30

Curah Hujan 8.19 – 10.92 mm/hari 10

5

Kemiringan 15 – 25 % 60

100 KawasanBudidaya

Jenis Tanah Latosol 30

Curah Hujan 8.19 – 10.92 mm/hari 10 Sumber: Hasil Analisis, 2014

Setelah dilakukannya teknik Super impose maka dihasilkan analisis terbentuknya kesesuaian lahan yang terdapat di jalan Cihampelas umumnya berkawasan Budidaya oleh karena itu jalan Cihampelas dijadikan tempat untuk perdagangan dan jasa. Hanya terdapat kawasan lindung sempadan sungai yang berada di daerah lingkup studi Cihampelas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 Peta Kesesuaian Kawasan Lindung dan Budidaya.

(46)
(47)
(48)
(49)

4.2

Kualitas Air dan Biotis

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas air di wilayah studi jalan Cihampelas sehingga dapat diketahui korelasinya dengan kegiatan manusia di dalamnya yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui rekayasa lingkungan yang dapat dilakukan. Berdasarkan hasil survey lapangan diperoleh hasil sebagai berikut :

IV.4 Tabel Hasil Survey Kualitas Air dan Analisis di Jalan Cihampelas

No. Jenis Air Bau Warna Kekeruhan Rasa Kandungan Benda

1 Air PDAM Tidak Bening/jernih keruhTidak Tidak ada Tidak ada

2 LimbahAir RT

Ya (bau

amis) Kuningkeruh Keruh Pahit Lumpur

3 Air Sungai Ya (bauamis) Keruh airkelapa keruh pahit kotoran,Bunga, debu 4 Air Hujan Tidak Keruh airkelapa Keruh Tidak ada Debu

5 Air RunOff Ya (bautanah) CoklatKeruh berlumpurKeruh Tidak ada Tanah,debu

Sumber: Hasil Analisis,2014

Setelah menganalisis hasil survey dengan standar yang berlaku maka dapat diketahui bahwa, dari kelima sampel tersebut, kualitas air di kawasan studi kurang layak untuk dijadikan air minum. Berikut adalah perbandingan antara Baku mutu Air minum dengan hasil analisis survey

Tabel IV.5 Air Minum N

o Parameter Satuan Persyaratan PengujianTeknik Fisika

1. Bau - tidak berbau Organoleptik

2 Rasa - normal Organoleptik

3. Warna TCU maks.15 Spektrofotometri

4. Total Padatan Terlarut (TDS)

mg/l maks. 1000 Gravimetri

5. Kekeruhan NTU maks. 5 Spektrofotometri 6. Suhu oC Suhu udara 3oC Termometer

Kimia

pH - 6.5 - 8.5 pH meter

Sumber: KepMenKes No. 907/MENKES/SK/VII/2002

Tabel IV.6 Air Sumur No

. Parameter Satuan Standar

(50)

Fisika

1. Bau - - Organoleptik

2. Jumlah Zat Padat Terlarut mg/l 1.500 Gravimetri

3. Kekeruhan NTU 25 Spektrofotometri

4. Rasa - - Organoleptik

5. Suhu oC Suhu

udara 1-30C

Temometer

6. Warna TCU 50 Spektrofotometri

Kimia 1. Kimia Anorganik

2. pH - 6.5-9.0 pH meter

Sumber: Permenkes No. 416/Men. Kes/Per./IX/1990

Tabel IV.7 Air Buangan No

. Parameter Satuan Standar PengujianTeknik Fisika

1 S u h u 0C 30 Termometer

2 Zat terapung (yang tertahan oleh saringan dengan lobang ukuran 1 mm)

mg/1 Nihil Gravimetri

3 Zat terendap mg/1 1.0 Gravimetri

4 W a r n a TCU Jernih Spektrofotomete

r

5 B a u - - Organoleptik

KImia 1. A.Kimia Anorganik

2. pH - 6.0 - 8.5 pH meter

Sumber: Permen. Kes. RI No. 173/Men. Kes./ Per/VIII/1977

IV.8 Tabel Kualitas Air Hasil Analisis Survey Praktikum Apling No Jenis air Suhu (

oc) pH O

2 Asam/bas a

1 Air PDAM 25 8,7 1,59 Basa

2 Air Sungai 25 9,2 1,65 Basa

3 Air Limbah 25 8,5 1,57 Basa

4 Air Hujan 20 5,6 2,00 Asam

(51)

Gambar 4.4 Burung gereja dan Gambar 4.5 Tonggeret

(Sumber:Googlepicture.com)

Untuk faktor biotis dahulu di daerah jalan cihampelas masih terdapat suara tonggeret dan burung gereja yang ada di pohon. Tetapi untuk keadaan biotis yang sekarang di jalan Cihampelas tidak terdapat pemanfaatan flora dan fauna. Kalaupun ada potensinya sangatlah kecil yang hanya untuk dijadikan hiasan atau peliharaan, mengingat jalan Cihampelas merupakan kawasan untuk perdagangan dan jasa. Dari faktor biotis ini dapat diketahui bahwa di jalan Cihampelas ini sudah banyak terjadi perubahan terutama banyaknya pembangunan yang membuat kehidupan fauna seperti burung gereja dan tonggeret

4.3

Kependudukan

Jumlah Penduduk Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong pada tahun 2014 sebanyak 10.383 Jiwa, dengan jumlah laki-laki 5.271 Jiwa dan perempuan 5.112 Jiwa. Jumlah Penduduk Menurut Menurut Mobilitas/Mutasi rata-rata sebanyak 33 jiwa yang pindah dan 44 jiwa yang datang

Selain itu terdapat data Kependudukan yang termasuk dalam wilayah lingkup kajian jalan cihampelas ini pada tahun 2014 Kelurahan Tamansari Kecamatan Bandung Wetan Kota Bandung. Yaitu jumlah penduduk laki-laki sebanyak 11.603 juwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 11.735 Jiwa

Di Kelurahan Tamansari terjadi mutasi Penduduk Laki-Laki & Perempuan, yaitu Jumlah Laki-Laki sebanyak 64 jiwa dan Perempuan 82 jiwa. Untuk mobilitas kelurahan Tamansari terdapat 52 Jiwa yang pindah dan 43 jiwa yang datang.

Berdasarkan hasil kuesioner di wilayah kajian studi Cihampelas yang berada di kelurahan cipaganti ini, dominasi mata pencaharian adalah sebagai pengusaha kecil – kecilan, dan pedagang. Profesi sebagai PNS dinilai masih jarang. memang pada kenyataannya di wilayah studi ini keadaanya cenderung ramai oleh aktivitas jual beli, karena memang Jalan Cihampelas ini merupakan pusat kawasan perdagangan dan jasa.

(52)

Sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat. Di daerah Cihampelas Kelurahan Cipaganti, khususnya untuk warga yang tinggal di sekitar koridor Jalan Cihampelas, memiliki beberapa kegiatan sosial budaya yang umum terjadi pada warga Kota Bandung lainnya.

Berdasarkan hasil kuesioner, di Daerah ini banyak terdapat pedagang yang menjual barang dagangannya dalam bentuk gerobak. Hal ini diakibatkan karena Jalan Cihampelas merupakan pusat kawasan perdagangan dan jasa. Secara otomatis, akibat dari kegiatan tersebut dapat menimbulkan aksi-aksi keriminalitas.

Dampak positifnya adalah warga setempat lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan dengan banyak pilihan. Tetapi, dampak lingkungannya adalah sanitasi lingkungan di daerah cihampelas menjadi tidak bersih, karena cenderung para pedagang kaki lima tidak terlalu peduli dengan sanitasi lingkungan. Volume sampah di Koridor Cihampelas ini juga dipastikan meningkat. Oleh karena itu, warga yang berada di daerah Cihampelas berusaha memecahkan masalah tersebut dengan kegiatan kerja bakti untuk membersihkan sampah dan lingkungan dengan mengadakan gotong royong

4.5

Ekonomi

Mayoritas penduduk pada wilayah studi yaitu daerah cihampelas sudah memiliki berprofesi sebagai pedagang dari usaha-usaha dibidang jasa maupun perdagangan yang lokasinya tepat di koridor jalan Cihampelas. Untuk nilai penghasilan masyarakat mayoritas >Rp 105.000/hari dengan penghasilan perbulan sekitar Rp 5,1 juta – 10 juta. Efek dari di bangunnya Cihampelas Walk Bisa jadi para pedagang di sekitar area ini kehilangan pelanggan (yang kebanyakan mahasiswa), sejak adanya mall besar ini.

4.6

Lingkungan (Evaluasi dampak lingkungan)

Gambar

Tabel II.1. Baku Mutu Udara Ambien
Tabel II.3 Air Minum
Tabel II.6 Air Buangan
Tabel III. 3 Penafsiran dampak yang terdapat di jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebiasaan mahasiswa menilai atau memandang suatu situasi baik atau buruk dalam penyelesaian skripsinya, dalam aktivitasnya sehari-hari yang dilakukan dalam lingkungan kampus

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali Cabang Tabanan) berupa sebuah sistem pendukung keputusan yang mampu untuk mendata nasabah yang mengajukan kredit, melakukan analisis

Berdasarkan analisis data maka penulis memberikan saran dalam melakukan penelitian, sebaiknya persiapan materi dan perencanaan harus dipersiapkan sebaik mungkin agar dalam

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Secara keseluruhannya, tidaklah dapat dinafikan tentang kewujudan pengaruh Islam di Nusantara sama ada dalam bidang politi, sosial, ekonomi, kesenian, bahasa dan kesusasteraan

Dengan demikian anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang

Glokalisasi yang dilakukan JHF ini sesuai dengan pernyataan Thomas Friedman, bahwa budaya lokal mampu menyerap budaya global, untuk memperkaya merekas dan menolak

Proses stuffing menjadi sangat penting karena apabila tidak terulir dengan sempurna (uliran mudah lepas) maka saat proses pemasakan uliran dapat lepas dikarenakan berat