Laporan Akhir
SURVEI EFEKTIVITAS PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI DI KOTA SEMARANG
Pusat Pengkaj ian dan Pengembangan Manaj emen Fakult as Ekonomi
Universit as Kat olik Soegij apranat a Semarang
KATA PENGANTAR
Bant uan Langsung Tunai yang diberikan oleh pemerint ah kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan hampir miskin, merupakan suat u upaya unt uk meningkat kan daya beli masyarakat . Penyaluran BLT ini menimbulkan pro dan kont ra baik dari sisi bent uk (yang dipandang kurang mendidik), pendat aan (yang menj adi lemah karena t idak menggunakan dat a t erkini), maupun proses pencairannya. Survei ini bermaksud unt uk melihat kondisi akt ual di Kot a Semarang, dan diharapkan dapat menghasilkan evaluasi yang komprehensif .
Pusat Pengkaj ian dan Pengembangan Manaj emen Fakult as Ekonomi Universit as Kat olik Soegij apranat a Semarang mengucapkan t erimakasih kepada Kant or Bank Indonesia Semarang, yang t elah memberikan kepercayaan unt uk melakukan r api d sur vei ef ekt ivit as BLT di Kot a Semarang ini. Semoga hasil survei ini dapat memberikan manf aat t erut ama sebagai bagian dari kepedulian kit a t erhadap kaum t ersingkir dan miskin.
ABSTRAK
Program Bant uan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah sat u solusi meminimalkan dampak kenaikan harga BBM dengan memberikan subsidi langsung bagi rakyat miskin. Permasalahan ut ama penyaluran BLT 2008 adalah penggunaan dat a BPS 2005 yang menimbulkan ket idakt epat an sasaran dan j uga banyak pihak yang menilai bahwa BLT merupakan program yang banyak ruginya dibanding manf aat . Survei ini bert uj uan unt uk mengkaj i ef ekt ivit as program BLT di kot a Semarang, yang diharapkan dapat mempresent asikan pelaksanaan BLT di Jawa Tengah.
Hasil survei menunj ukkan bahwa permasalahan penyaluran BLT dimulai dari kurang dilibat kannya aparat dalam verif ikasi dat a masyarakat miskin. Terdapat pula indikasi ket idat epat an sasaran BLT (walaupun kecil) karena ket idaksesuaian dengan krit eria kemiskinan BPS, dan at au yang krit eria miskin it u sendiri yang perlu dipert imbangkan ulang. Mekanisme pencairan BLT di Kot a Semarang berj alan dengan lancar, dengan t ingkat kecocokan ident it as yang baik, dan proses pendist ribusian BLT berj alan sesuai prosedur. Unsur ket idakpuasan t erhadap pendist ribusian BLT lebih banyak muncul dari sisi aparat dibanding sisi RTS BLT.
Program BLT memberikan rasa posit if bagi masyarakat yang menerima, mampu mengurangi beban hidup t api belum dapat meningkat kan daya beli secara opt imal. Sebagian besar responden menyat akan uang BLT yang dit erima langsung habis dikonsumsi saat it u j uga, sehingga ef eknya masih j auh dari panj ang dampak t erj adinya inf lasi yang dirasakan masyarakat .
Unt uk it u pembenahan penyaluran BLT di masa yang akan dat ang dapat dimulai dari adanya krit eria kemiskinan yang lebih t epat . Ket ika krit eria kemiskinan t elah dapat menggambarkan kondisi kemiskinan yang sesungguhnya maka t ahap berikut nya adalah pelibat an RT/ RW/ Lurah baik dalam proses pendat aan maupun verif ikasi secara lebih banyak unt uk mengurangi bias sasaran.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Program Bant uan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah sat u solusi meminimalkan dampak kenaikan harga BBM dengan memberikan subsidi langsung bagi rakyat miskin. Permasalahan ut ama penyaluran BLT 2008 adalah penggunaan dat a BPS 2005 yang menimbulkan ket idakt epat an sasaran dan j uga banyak pihak yang menilai bahwa BLT merupakan program yang banyak ruginya dibanding manf aat . Bant uan Rp100. 000, 00 per bulan seolah t idak sebanding dengan kenaikan harga kebut uhan hidup sebagai akibat kenaikan harga BBM. Menyimak pemberit aan yang dilakukan di media massa mengenai BLT, t imbul berbagai pert anyaan seput ar BLT dan ef ekt ivit asnya.
Survei ini bert uj uan unt uk mengkaj i ef ekt ivit as program BLT di kot a Semarang, yang diharapkan dapat mempresent asikan pelaksanaan BLT di Jawa Tengah. Kaj ian bert uj uan unt uk (i) mengident if ikasikan dan menganalisis persepsi masyarakat penerima BLT di kot a Semarang t erhadap ef ekt ivit as penyaluran BLT, (ii) mengident if ikasikan dan menganalisis persoalan di sekit ar penyaluran BLT di kot a Semarang, dan (iii) menganalisis berbagai alt ernat if kebij akan yang dapat diambil oleh pemerint ah dalam memperbaiki mekanisme penggant ian subsidi kepada masyarakat miskin sebagai akibat kenaikan harga BBM.
Survei ini bermanf aat unt uk memberikan gambaran kondisi akt ual yang ada di masyarakat , t erut ama masyarakat yang menerima BLT dan aparat yang t erkait dengan penyaluran BLT. Deskripsi dan analisis mengenai ef ekt if it as program BLT dan dampak ekonomisnya dalam peningkat an kesej aht eraan masyarakat akan dapat digunakan sebagai masukan unt uk pengambil keput usan mengenai bent uk subsidi yang seharusnya diberikan, sert a sist em dan mekanisme penyaluran subsidi secara lebih t epat .
pada perlindungan konsumen/ masyarakat dan Kepala Dinas Sosial Kot a Semarang, sebagai represent asi pemerint ah.
Bant uan Langsung Tunai (BLT) t ahun 2008 diberikan berdasarkan Inst ruksi Presiden No 3 t ahun 2008 kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang masuk dalam kat egori sangat miskin, miskin dan hampir miskin. BLT diberikan dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM (Depart emen Sosial, 2008) dengan t uj uan unt uk (i) membant u masyarakat miskin agar t et ap dapat memenuhi kebut uhan dasarnya, (ii) mencegah penurunan t arat kesej aht eraan masyarakat miskin akibat kesulit an ekonomi, dan (iii) meningkat kan t anggung j awab sosial bersama.
BLT diberikan dengan pert imbangan bahwa masyarakat miskin merupakan masyarakat yang paling rent an, dan akan t erkena dampak sosial yang paling besar. Kenaikan harga BBM akan menyebab t araf kesej aht eraannya semakin menurun at au menj adi semakin miskin. Pada t ahun 2008, pemerint ah melanj ut kan skema program PKPS BBM dari bulan Juni sampai dengan Desember 2008 dalam bent uk BLT t anpa syarat kepada RTS sebesar Rp 100. 000, 00 per bulan selama 7 bulan, dengan rincian diberikan Rp 300. 000, 00/ 3 bulan (Juni-Agust us) dan Rp 400. 000, 00/ 4 bulan (Sept ember-Desember) (Depart emen Sosial, 2008)
Kot a Semarang menj adi daerah yang pert ama kali mendapat kan BLT Jawa Tengah 2008. Mengacu dat a BPS Jawa Tengah t ahun 2006, j umlah penerima BLT di Semarang adalah 82. 665 kepala keluarga (KK) dari t ot al 3. 171. 201 Rumah Tangga Miskin (RTM).
Berdasarkan hasil survei, karakt erist ik responden RTS BLT menunj ukkan bahwa 52, 50 persen menyat akan bekerj a dalam kat egori lain-lain karena mereka t idak memiliki pekerj aan t et ap, at au berwiraswast a sepert i berdagang di pasar, kaki lima, dan 45, 83 persen bekerj a sebagai buruh harian, dan 1, 67 persen adalah pensiunan. RTS BLT sebagian besar (98, 25 persen) memiliki t anggungan keluarga kurang dari 5 orang dan hanya 1, 75 persen yang memiliki t anggungan ant ara 5 sampai 7 orang.
Tahap pert ama yang dilakukan dalam pencairan BLT adalah verif ikasi dat a BLT yang ada. Penent uan RTS BLT didasarkan pada 14 krit eria yang dikeluarkan oleh BPS. Dari ke-14 krit eria inilah maka masyarakat akan digolongkan dalam 3 kat egori yait u hampir miskin, miskin dan sangat miskin. Dat a yang diperoleh di lapangan menunj ukkan sebagian besar responden memiliki pekerj aan t idak t et ap, berusaha sendiri at au menj adi buruh harian. Dari 120 responden, hanya 94 responden yang mampu menj awab penghasilan rat a-rat a per bulan dan 26 (21, 67 persen ) responden lainnya t idak mampu menghit ung penghasilan mereka per bulan, karena penghasilannya sangat t idak past i.
700. 000, 00 sebesar 10 persen (12 orang). Penghasilan rat a-rat a responden adalah Rp 467. 553, 00 pada t ahun 2005 dan Rp 477. 287 pada t ahun 2008. Bila melihat indikasi ini maka secara penghasilan, maka responden memiliki penghasilan dibawah Rp 600. 000, 00 sama sepert i yang disyarat kan dalam krit eria kemiskinan. Namun demikian t erdapat beberapa responden yang memiliki penghasilan di at as Rp 1. 000. 000, 00 sehingga memberikan sedikit indikasi bahwa ada ket idakt epat an sasaran bila dilihat dari sisi penghasilan.
Ket epat an sasaran RTS BLT t idak dapat dilihat hanya dari sisi penghasilan saj a, karena BPS mengeluarkan 13 krit eria yang lain. Hasil survei menunj ukkan bahwa 89, 17 persen responden menyat akan mengkonsumsi daging at au t elor at au ikan at au ayam kurang dari 2 kali dalam sat u bulan dan 10, 83 persen menyat akan mengkonsumsi 3 – 5 kali dalam sat u bulan. Sebanyak 53, 33 persen responden menyat akan memiliki j amban di dalam rumah (art inya memiliki j amban sendiri, dan bukan WC umum), 62, 71 persen memiliki t elevisi, dan 89, 17 persen menyat akan memiliki list rik.
Fakt a-f akt a t ersebut di at as mengindikasikan adanya ket idat epat an sasaran BLT. Ket idakt epat an krit eria RTS BLTS ant ara yang dist andarkan oleh BPS dengan kondisi di lapangan, mengindikasikan dua hal. Yang pert ama adalah memang t erj adi penyimpangan at au ket idakt epat an sasaran sesuai dengan krit eria kemiskinan BPS, dan at au yang kedua adalah krit eria miskin it u sendiri yang perlu dipert imbangkan ulang. Beberapa Lurah dalam wawancara mendalam j uga menyorot i hal yang sama. Mereka menyat akan bahwa pada saat ini t elevisi, j amban, list rik sudah bukan barang mewah lagi, t erlebih di perkot aan. Sehingga keluarga yang memiliki t elevisi, j amban maupun list rik t idak selalu dimasukkan dalam kat egori t idak miskin, karena mungkin dari sisi penghasilan, masyarakat t ersebut masih masuk dalam garis kemiskinan.
mereka menget ahui at au mendengar ket ika dilakukan sosialisasi pendat aan. Namun 53, 33 persen menyat akan bahwa aparat t idak dilibat kan dalam penent uan t arget . Kondisi ini belum menunj ukkan kondisi yang opt imal, karena t ingkat part isipasi aparat pemerint ah masih relat if rendah baik dari proses awal sampai ke pencairan. Proses verif ikasi membut uhkan peran RT/ RW yang sangat besar. Dalam wawancara mendalam t erlihat bahwa proses verif ikasi t idak opt imal karena rapat verif ikasi ant ara RT, RW, kader PKK, t okoh masyarakat dan LPMK cenderung dilakukan secara mendadak, dan di beberapa kelurahan dominasi pet ugas BPS lebih kuat , sedangkan kelurahan hanya mendampingi saj a.
Set elah t ahap pendat aan maka proses berikut nya adalah pencairan BLT. Proses pencairan BLT ini dapat menimbulkan masalah apabila t erdapat ket idakcocokan ident it as RTS BLT, adanya kasus penundaan pendist ribusian kart u BLT, t idak dilakukannya sosialisasi j adwal sehingga membingungkan warga, sedikit nya loket pencarian BLT, dan ket idakat if an aparat dalam menyerahkan BLT ke rumah warga unt uk warga dengan kasus khusus.
Dari hasil survei t erlihat bahwa sebagian besar ident it as RTS BLT sama dengan dat a yang ada, sehingga kondisi ini t idak menimbulkan masalah mendasar dalam pencairan BLT. Di Kot a Semarang, kurang lebih 90 persen responden RTS BLT dan 80 persen responden aparat menyat akan bahwa t idak t erdapat kasus penundaan pendist ribusian kart u BLT, dan j adwal pencairan BLT pun disosialisasikan secara baik. Masalah yang paling dikeluhkan selama pencairan BLT adalah ant rean yang t erlalu panj ang, j umlah pet ugas di set iap kant or pos yang t erlalu sedikit , dan t idak adanya pelayanan keliling unt uk warga yang memiliki hambat an khusus.
Meskipun proses pendist ribusian BLT t elah berj alan sesuai prosedur, namun ket idakpuasan t erhadap pendist ribusian BLT t et ap muncul dalam masyarakat baik dari sisi penerima BLT (52, 38 persen responden) maupun dari sisi aparat (86, 67 persen). Ket ika masih dalam proses penet apan sasaran, maka ket idakpuasan lebih banyak muncul dari sisi aparat (72, 67 persen dan 80 persen), karena biasanya mereka merasa t idak dilibat kan dalam pengambilan keput usan penet apan dan ket epat an sasaran.
Masalah ket idakt epat an sasaran t idak t erlalu t inggi di Kot a Semarang dan lebih dikarenakan bert ambahnya warga miskin dan bukan karena beberapa warga miskin t elah menj adi lebih sej aht era. Apabila t erj adi ket idakt epat an sasaran karena pemegang kart u meninggal, maka kart u diberikan kepada ist rinya, namun apabila t idak t erdapat lagi keluarga, maka akan dialihkan ke RTS l ain dengan dimusyawarahkan t erlebih dahulu di RT at au kelurahan.
Pada dasarnya bent uk ket idapuasan masyarakat hanya disampaikan dalam bent uk keluhan. Apabila t erj adi ket idakpuasan, sebenarnya hal t erbaik yang bisa dilayani oleh pemerint ah adalah penyediaan posko pengaduan. Menurut responden, pemerint ah t idak menginf ormasikan secara luas cara pengaduan, belum menyediakan posko pengaduan apabila t erj adi kesalahan dalam pendist ribusian BLT. Akibat dari t idak adanya sosialisasi cara pengaduan dan t idak adanya posko pengaduan yang didirikan secara resmi oleh pemerint ah, seluruh ket idakpuasan it u harus dit ampung oleh ket ua RT , at au naik ke t ingkat at asnya yait u ke Lurah.
Biasanya t indakan yang dilakukan oleh ket ua RT dalam menghadapi keluhan warga adalah membuka kembali pendaf t aran susulan bagi masyarakat yang merasa berhak (62, 50 per sen), at au menj anj ikan bahwa pendaf t ar susulan akan menerima BLT pada t ahap berikut nya (25 persen), sedangkan kesediaan berbagi dari penerima BLT lain hanya mencapai 12, 50 persen. Persent ase pada alt ernat if t erakhir ini sangat masuk akal, karena bagaimana pun mereka t ermasuk masyarakat miskin, yang t idak mungkin dit unt ut unt uk berbagi.
Pemberian BLT pert ama kali akan menyent uh aspek perasaan baru kemudian berubah ke t at aran yang lebih riil yait u daya beli. Sebagian besar responden (96, 67 persen) menyat akan mereka senang dengan adanya BLT ini, dan 75, 83 persen menyat akan bahwa program BLT ini berguna (70 persen responden aparat j uga menyat akan hal yang sama). Sebanyak 61, 34 persen responden memandang bahwa BLT ini mampu mengurangi beban pengeluaran, namun 87, 50 persen menyat akan bahwa mereka t idak mengalami peningkat an daya beli set elah menerima BLT.
seharusnya BLT diberikan dalam j angka wakt u yang lebih panj ang, sehingga dampak inf lasi akan lebih t eredam akibat adanya dana yang bisa meningkat kan daya beli secara berkesinambungan. Hasil ini memperkuat indikasi bahwa BLT belumlah mampu meningkat kan daya beli masyarakat .
Meskipun BLT dipandang belum mampu meningkat kan daya beli masyarakat , namun 42, 50 persen responden RTS BLT t et ap menghendaki BLT diberikan dan t idak digant i dengan wuj ud lain, sedangkan 39, 17 persen lebih memilih adanya subsidi dalam bent uk barang sepert i misalnya sembako murah, dan 10, 83 persen lebih memilih uang sekolah grat is per bulan.
Pro dan kont ra mengenai pemberian BLT yang t idak mendidik dan kont raprodukt if sampai saat ini masih t erj adi di masyarakat . Hasil t emuan di lapangan menunj ukkan bahwa t idak sampai 50 persen responden yang menyat akan bahwa BLT kont raprodukt if , namun sebenarnya masyarakat penerima BLT pun berharap bahwa bant uan yang dit erima bukan hanya sekedar bant uan unt uk meningkat kan daya beli yang t idak memiliki kesinambungan. Dengan demikian BLT yang lebih bersif at sebagai perlindungan sosial bagi masyarakat miskin unt uk mengurangi dampak negat if dari kenaikan harga BBM, perlu didukung oleh skema lain yang bersif at empower i ng
Priorit as t ert inggi dari penggunaan BLT adalah unt uk konsumsi (77, 5 persen), membayar keperluan anak sekolah (16, 67 persen), disimpan (2, 5 persen) dan membayar ut ang (1, 67 persen), sedangkan penggunaan unt uk biaya berobat sebesar 0, 83 persen dan modal usaha sebesar 0, 83 persen. Responden yang menggunakan BLT unt uk konsumsi, mempriorit askan pembelian beras dan sembako (92, 59 persen), kemudian diikut i dengan pembelian sandang dan bahan bakar.
Survei ini j uga dimaksudkan unt uk melihat ef ekt ivit as penyaluran BLT. Kant or Menko Kesra mendef inisikan t ingkat ef ekt ivit as penyaluran BLT adalah seberapa j auh BLT dapat meringankan beban pengeluaran rumah t angga miskin penerima bant uan. Survei ini mencoba mendekat i ukuran ef ekt ivit as dengan menggunakan dat a penghasilan, pengeluaran, dan nilai konsumsi yang dilakukan oleh responden.
Kondisi def isit anggaran rumah t angga pada t ahun 2005 masih relat if lebih baik dibandingkan dengan kondisi t ahun 2008. Adanya subsidi sebesar Rp 100. 00, 00 per bulan, at au yang diberikan pada t ahap awal sebesar Rp 300. 000, 00 t ampaknya t idak memberikan pengaruh yang signif ikan t erhadap def isit anggaran yang dirasakan oleh RTS. Kondisi ini diperparah dengan kenyat aan bahwa dana BLT hanya dapat bert ahan dalam j angka wakt u yang sangat pendek.
Pembelian sembako yang dilakukan oleh responden perbulan meningkat sebesar 14, 56 persen pada t ahun 2008 menj adi Rp 330. 120, 00. Responden sebagian besar memilih menggunakan t ransport asi umum dibandingkan pribadi. Pengeluaran unt uk t ransport asi umum per RTS cenderung mengalami kenaikan dibandingkan t ahun 2005 sebesar 27, 78 persen pada 2008 menj adi Rp 102. 568, 00 per bulan. Sebagian besar dari reseponden RTS BLT, menyat akan harus mengeluarkan lebih banyak unt uk pembelian minyak t anah. Dana BLT pun sebagian dialokasikan unt uk menut up pert ambahan ini.
Dari beberapa t olok ukur di at as, maka dapat dilihat bahwa lonj akan pengeluaran unt uk kebut uhan hidup relat if besar. Pencairan BLT sebesar Rp 100. 000, 00 per bulan, t ampaknya t idak dapat hanya digunakan unt uk menut up sat u kebut uhan saj a, sehingga j umlah ini t et ap dinilai kurang.
Bila ukuran ef ekt ivit as yang digunakan adalah ukuran yang dikeluarkan oleh Menko Kesej aht eraan Rakyat , dimana ef ekt ivit as diukur dari pengurangan beban hidup, maka BLT t elah mampu mengurangi beban hidup RTS BLT. Namun bila t olok ukur ini dipert anyakan lebih dalam mengenai seberapa besar pengurangannya dan seberapa lama kesinambungannya, maka dat a-dat a di at as t ampaknya belum menunj ukkan ef ekt ivit as pemberian BLT berlangsung opt imal.
Unt uk it u pembenahan penyaluran BLT di masa yang akan dat ang dapat dimulai dari adanya krit eria kemiskinan yang lebih t epat . Ket ika krit eria kemiskinan t elah dapat menggambarkan kondisi kemiskinan yang sesungguhnya maka t ahap berikut nya adalah pelibat an RT/ RW/ Lurah baik dalam proses pendat aan maupun verif ikasi secara lebih banyak. Hal ini dimaksudkan unt uk mengurangi bias sasaran, karena bagaimana pun ket ua RT/ RW/ Lurah, merupakan orang yang relat if lebih t ahu kondisi warganya. Prosedur pengaduan dan adanya posko pengaduan merupakan hal yang pent ing unt uk dipikirkan karena adanya mekanisme pengaduan yang j elas akan memberikan rasa nyaman bagi masyarakat dan dapat mengurangi beban yang harus dit anggung oleh ket ua RT/ RW/ Lurah.
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Jumlah Rumah Tangga Penerima Bant uan Langsung Tunai Kot a
Semarang . . . 20
Tabel 2. 2. Proporsi Sampel . . . 21
Tabel 3. 1. Dist ribusi Responden Menurut Kecamat an . . . 27
Tabel 3. 2. Karakt erist ik Responden . . . 28
Tabel 3. 3. Krit eria Kemiskinan . . . 29
Tabel 3. 4. Penghasilan Responden . . . 30
Tabel 3. 5. Rat a-Rat a Penghasilan Responden per Bulan (dalam Rp) . . . 31
Tabel 3. 6. Kesesuaian Krit eria . . . 32
Tabel 3. 7. Sosialisasi, Penent uan Target dan Koordinasi . . . 35
Tabel 3. 8. Proses Pelayanan Pencairan BLT di Lapangan . . . 37
Tabel 3. 9. Inf ormasi Keluarga Miskin di 10 Kecamat an . . . 38
Tabel 3. 10. Pembat alan Kart u BLT . . . 39
Tabel 3. 11. Fakt or yang Menghambat Penyaluran BLT . . . 39
Tabel 3. 12. Syarat Pencairan dan Pungut an Lain . . . 40
Tabel 3. 13. Pot ongan Lain dalam Pencairan BLT . . . 41
Tabel 3. 14. Tingkat Kepuasan Pelayanan . . . 42
Tabel 3. 15. Ket idakt epat an Sasaran . . . 43
Tabel 3. 16. Sist em Pengaduan . . . 44
Tabel 3. 17. Cara Penanganan Pengaduan . . . 45
Tabel 3. 18. Persepsi at as Dampak BLT . . . 46
Tabel 3. 19. Jangka Wakt u Pemanf aat an BLT . . . 47
Tabel 3. 20. Alt ernat if Bent uk Subsidi . . . 48
Tabel 3. 21. Jumlah BLT yang Diinginkan . . . 48
Tabel 3. 22. Persepsi at as Ket idakmanf aat an BLT . . . 49
Tabel 3. 23. Penggunaan dana BLT . . . 51
Tabel 3. 24. Priorit as Konsumsi . . . 52
Tabel 3. 25. Pengeluaran Responden per Bulan (dalam Rp) . . . 54
Tabel 3. 26. Pembelian Sembako per Responden (dalam Rp). . . 55
DAFTAR GAMBAR
BAB I. PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG
Sej ak krisis ekonomi t erj adi pada pert engahan 1997 hingga sekarang, beban anggaran pemerint ah semakin berat . Beban pemerint ah j uga menj adi semakin berat akibat kenaikan harga minyak dunia yang j auh dari asumsi pemerint ah. Pada APBN t ahun 2006, pemerint ah mengasumsikan harga minyak dunia sebesar 57 dolar AS per barel, t et api kenyat aannya harga minyak dunia mencapai 130 dolar AS per barel. Kenaikan harga minyak dunia t ersebut t ent u saj a berdampak pada meningkat nya anggaran belanj a pemerint ah t erut ama pada pos subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Kondisi ini menyebabkan anggaran pendapat an dan belanj a pemerint ah t erus menerus def isit . Pada t ahun 2008 pemerint ah menarget kan dapat menekan def isit anggaran t ersebut menj adi nol (zer o def i ci t ). Unt uk mencapai t arget t ersebut , pemerint ah harus melakukan peningkat an ef isiensi dan ef ekt if it as pengeluaran rut in. Salah sat u upaya yang dilakukan pemerint ah secara berkala adalah mengupayakan pengurangan at au penurunan subsidi BBM melalui peningkat an harga j ual BBM di dalam negeri. Kebij akan penurunan subsidi BBM yang konsekuensinya menaikkan harga BBM memang bukan kebij akan yang populer, t et api kebij akan t ersebut t idak bisa dihindarkan.
pent ingnya kaj ian mengenai dampak kenaikan BBM, kaj ian mengenai BLT j uga menj adi pent ing karena banyak pihak yang meragukan ef ekt ivit asnya.
Sebagaimana diket ahui, pendat aan unt uk keperluan BLT t elah dilakukan pada t ahun 2005 oleh Badan Pusat St at ist ik (BPS). Pendat aan t ersebut memang dilakukan unt uk mendapat kan dat a rumah t angga miskin, yang nant inya akan diberikan BLT dengan adanya kenaikkan BBM pada t ahun 2005. Program BLT t ahun 2008 sebagai salah sat u solusi meminimalkan dampak kenaikan harga BBM dengan memberikan subsidi langsung bagi rakyat miskin, j uga didasarkan pada dat a BPS t ahun 2005. Dalam pandangan banyak pihak, dat a t ersebut t ent u saj a kurang menggambarkan kondisi saat ini yang sesungguhnya, karena selama t iga t ahun past i sudah banyak t erj adi perubahan dat a rakyat miskin.
subsidi BBM hanya mencapai 54, 96 persen. Kant or Menko Kesra mendef inisikan t ingkat ef ekt ivit as adalah seberapa j auh BLT dapat meringankan beban pengeluaran rumah t angga miskin penerima bant uan. Pemant auan BLT pada t ahun 2005 j uga t elah dilakukan oleh 56 perguruan t inggi dan lima organisasi, yakni NU, HKTI, PGRI, PKK, dan Forum Komunikasi Pekerj a Sosial Masyarakat . Hasil pemant auan yang dilakukan oleh 33 provinsi pada bulan Okt ober hingga November 2005, ant ara lain menemukan bahwa sekit ar 45 persen rumah t angga miskin penerima BLT t idak merasakan bant uan it u meringankan beban pengeluaran mereka yang semaki berat akibat kenaikkan harga BBM. Pemant auan yang sama j ug amenunj ukkan ket epat an sasaran BLT mencapai 90, 26 per sen dan ket epat an j umlah bant uan yang dit erima berkisar 88 persen (Kompas, 11 Maret 2006).
Berdasarkan lat ar belakang t ersebut diat as, maka Kant or Bank Indonesia Semarang memandang perlu dilakukan kaj ian mengenai ef ekt ivit as program BLT di kot a Semarang, yang diharapkan dapat mempresent asikan pelaksanaan BLT di Jawa Tengah. Kaj ian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerint ah ( pusat dan daerah ) dan j uga Kant or Pusat Bank Indonesia, dalam memf ormulasikan kebij akan ekonomi ke depan.
1. 2. TUJUAN
Survei ini bert uj uan unt uk:
a. Mengident if ikasikan dan menganalisis persepsi masyarakat penerima BLT di kot a Semarang t erhadap ef ekt ivit as penyaluran BLT.
c. Menganalisis berbagai alt ernat if kebij akan yang dapat diambil oleh pemerint ah dalam memperbaiki mekanisme penggant ian subsidi kepada masyarakat miskin sebagai akibat kenaikan harga BBM.
1. 3. MANFAAT
Survei ini bermanf aat unt uk memberikan gambaran kondisi akt ual yang ada di masyarakat , t erut ama masyarakat yang menerima BLT dan aparat yang t erkait dengan penyaluran BLT. Deskripsi dan analisis mengenai ef ekt if it as penyaluran BLT dan dampak ekonomisnya dalam peningkat an kesej aht eraan masyarakat akan dapat digunakan sebagai masukan unt uk pengambil keput usan mengenai bent uk subsidi yang seharusnya diberikan, sert a sist em dan mekanisme penyaluran subsidi secara lebih t epat .
1. 4. RUANG LINGKUP
Dengan memperhat ikan t uj uan survei t ersebut , maka ruang lingkup pekerj aan kaj ian meliput i:
a. Mengident if ikasi dan menganalisis persepsi masyarakat penerima BLT di kot a Semarang t erhadap ef ekt ivit as penyaluran BLT dan dampaknya bagi perbaikan kesej aht eraan masyarakat .
b. Mengident if ikasi dan menganalisis persoalan di sekit ar penyaluran BLT di kot a Semarang
Penelit ian ini akan dilakukan di wilayah Kot a Semarang yang t erdiri dari 16 Kecamat an, meliput i 177 kelurahan masyarakat kot a Semarang.
BAB 2. METODE PENELITIAN
2. 1. SUBYEK PENELITIAN
Subyek penelit ian ini adalah masyarakat penerima BLT dan aparat yang t erkait dengan penyaluran BLT
2. 2. POPULASI
Populasi dalam survei ini adalah seluruh masyarakat penerima BLT yang t ersebar di 17 kecamat an di Kot a Semarang, dengan rincian dat a sebagai berikut .
Tabel 2. 1. Jumlah Rumah Tangga Penerima Bant uan Langsung Tunai Kot a Semarang
NO KECAMATAN JUMLAH
BLT SM M HM
1 GAYAM SARI 4922 136 811 3975
2 TUGU 2631 85 686 1860
3 NGALIYAN 4975 163 1242 3570
4 MIJEN 4112 184 1329 2599
5 GUNUNG PATI 6246 231 1333 4682
6 BANYUMANIK 4449 47 594 3808
7 PEDURUNGAN 5616 115 996 4505
8 GENUK 5486 229 1354 3903
9 CANDISARI 4304 65 735 3504
10 GAJAH MUNGKUR 2263 20 329 1914
11 SEMARANG TENGAH 3728 99 781 2848
12 SEMARANG UTARA 8186 282 1831 6073
13 SEMARANG BARAT 8259 141 1402 6716
14 TEMBALANG 7893 495 1551 5847
15 SEMARANG SELATAN 4399 320 925 3154
16 SEMARANG TIMUR 5196 147 1147 3902
TOTAL 82. 665 2. 759 17. 046 62. 860 Sumber : Sist em Inf ormasi Geograf is Kemiskinan Indonesia, 2005.
2. 3. METODE PENGUMPULAN DATA
2. 3. 1. Jenis dan Met ode Pengumpulan Dat a
Dat a yang digunakan dalam survei ini adalah:
a. Dat a primer, yait u melalui wawancara mendalam dan mengedarkan kuesioner kepada masyarakat kot a Semarang.
b. Dat a sekunder, yait u dokumen dan dat a yang t erkait dengan kaj ian ini.
2. 3. 2. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara pr opor si onal r andom sampl i ng t erhadap populasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) BLT dan aparat yang t erkait dengan penyaluran BLT. Kecamat an yang dipilih dalam sampel dit et apkan berdasarkan 10 kecamat an yang menerima BLT t erbanyak.
Jumlah sampel yang diambil diharapkan sebanyak 150 sampel. Sampel dibedakan menj adi 2 dengan proporsi masing-masing sebagai berikut :
a. Penerima BLT: 120 orang dengan rincian sebagai berikut . Tabel 2. 2. Proporsi Sampel
NO KECAMATAN/ KELURAHAN/ DESA BLT PROPORSI
1 SEMARANG BARAT 8259 16
2 SEMARANG UTARA 8186 16
3 TEMBALANG 7893 15
4 GUNUNG PATI 6246 12
5 PEDURUNGAN 5616 11
6 GENUK 5486 11
7 SEMARANG TIMUR 5196 10
8 NGALIYAN 4975 10
9 GAYAM SARI 4922 10
10 BANYUMANIK 4449 9
b. Aparat yang t erkait dengan penyaluran BLT : 30 orang, dengan rincian masing-masing kecamat an 3 Ket ua RT.
c. Aparat t ingkat Kelurahan, 10 orang Lurah akan dilakukan wawancara mendalam (i ndept h i nt er vi ew)
d. 2 orang pakar akan dilakukan wawancara mendalam (i ndept h i nt er vi ew). Pakar yang dipilih dalam wawancara mendalam adalah Bapak Ngargono, Ket ua LP2K, sebagai represent asi dari LSM yang memiliki f okus pada perlindungan konsumen/ masyarakat dan Bagian Bant uan Sosial Sekret ariat Daerah Kot a Semarang, sebagai represent asi pemerint ah.
2. 3. 3. Kuesioner
St ukt ur dan sist emat ika kuesioner berisi beberapa pert anyaan yang bersif at kualit at if berupa penilaian dan harapan responden mengenai pelaksanaan dan manf aat BLT. Kuesioner lengkap t erlampir dalam lampiran 2.
Pengambilan dat a dilakukan dengan menggunakan inst rumen kuesioner. Inst rumen kuesioner t ersebut dibagikan oleh pet ugas lapangan yang didampingi oleh aparat pemerint ah set empat unt uk diisi oleh masing-masing responden yang memenuhi persyarat an dalam survei ini.
2. 4. Met ode Pengolahan Dat a
2. 5. Jadwal Penelit ian
Penelit ian ini merupakan r api d sur vey yang dilaksanakan dalam wakt u kurang lebih 3 minggu. Ada pun j adwal penelit ian yang dilakukan adalah sebagai berikut .
NO KETERANGAN BULAN JUNI
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 Pr oposal
2 Rekr ut ment Enumerat or
3 Training Enumer at or
4 Pengumpul an Dat a
5 Indept h Int erview
6 Tr anskrip Indept h
7 Tabul asi
8 Analisi s Dat a
9 Draf t Lapor an Akhir
10 Review
11 Final Repor t
2. 6. Tim Penelit i
BAB 3. TEMUAN
Pemberian BLT diket ahui oleh 89, 08 persen responden RTS BLT merupakan bent uk kompensasi dari kenaikan harga BBM. Penget ahuan ini merupakan awal yang baik dari suat u persepsi, karena sej ak awal BLT dimaksudkan unt uk menaikkan daya beli masyarakat yang t urun akibat kenaikan harga BBM. Penget ahuan mengenai kompensasi BBM ini saj a t idak cukup. Sepert i t ermuat dalam banyak pemberit aan, pencairan dana BLT masih t et ap saj a menimbulkan pro dan kont ra, sert a keluhan-keluhan masyarakat dan aparat . Pro dan kont ra lebih menyorot i f ungsi BLT yang dipandang t idak mendidik, dan seharusnya diberikan dalam alt ernat if lain. Keluhan-keluhan yang muncul dalam berbagai media melihat masalah ket idakt epat an sasaran RTS BLT, dan proses pencairan yang dipandang kurang opt imal.
Survei ini menganalisis t emuan dari dua sisi, yait u dari sisi masyarakat penerima BLT dan sisi aparat yang t erlibat dalam proses pencairan BLT 2008. Temuan ini j uga akan dikomparasi dengan perundangan dan prosedur t erkait , agar diperoleh hasil yang obyekt if dan komprehensif .
3. 1. KEBIJAKAN BANTUAN TUNAI LANGSUNG
Bant uan Langsung Tunai (BLT) t ahun 2008 diberikan berdasarkan Inst ruksi Presiden No 3 t ahun 2008 kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS). Yang dimaksud dengan RTS adalah rumah t angga yang masuk dalam kat egori sangat miskin, miskin dan hampir miskin.
b. Mencegah penurunan t araf kesej aht eraan masyarakat miskin akibat kesulit an ekonomi
c. Meningkat kan t anggung j awab sosial bersama.
BLT diberikan dengan pert imbangan bahwa masyarakat miskin merupakan masyarakat yang paling rent an, dan akan t erkena dampak sosial yang paling besar. Kenaikan harga BBM akan menyebab t araf kesej aht eraannya semakin menurun at au menj adi semakin miskin. Menyikapi hal ini pemerint ah merasa perlu unt uk memberikan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dalam bent uk program kompensasi (compensat or y pr ogr am) yang sif at nya khusus (cr ash pr ogr am) at au program j aring pengaman sosial (soci al saf et y net ).
Pada dasarnya BLT merupakan bagian dari skema ut uh pemerint ah dalam program pengent asan kemiskinan. Skema it u dapat dibagi dalam bent uk Bant uan Perlindungan Sosial Rumah Tangga Miskin, pemberdayaan masyarakat dan Penguat an Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Bant uan Perlindungan Sosial Rumah Tangga Miskin t erdiri dari (i) Bant uan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan kepada 19, 1 j ut a RTS, (ii) Program Keluarga harapan (PKH), (iii) Beras unt uk Keluarga Miskin (Raskin) senilai Rp 4, 2 t riliun, (iv) Bant uan Operasional Sekolah (BOS), (v) Jaminan Kesehat an Masyarakat (Jamkesmas), dan (vi) Bant uan Sosial Korban Bencana, Penyandang cacat dan Lansia. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, sedangkan Penguat an UMK dilakukan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bawah Rp 5 j ut a, t anpa agunan.
Pemberian BLT kepada RTS sebagaimana dimaksud dalam Inst ruksi Presiden ini akan berakhir pada 31 Desember 2008. Pelaksana Inpres Nomor 3 Tahun 2008 adalah sebagai berikut .
a. Menko Polhukam b. Menko Perekonomian c. Menko Kesra
d. Ment eri Keuangan e. MenPPN/ Ka. Bappenas f . Ment eri Sosial
g. Ment eri Dalam Negeri h. Menkominf o
i. Meneg BUMN j . Jaksa Agung k. Panglima TNI l. Kapolri m. Kepala BPS n. Kepala BPKP o. Gubernur
p. Bupat i/ Walikot a
3. 171. 201 Rumah Tangga Miskin (RTM). Mekanisme pencairan BLT masih sama dengan mekanisme yang sebelumnya yait u RTS BLT dat ang ke kant or pos. Berdasarkan wawancara mendalam dengan Bapak Haris dari bagian Bant uan Sosial Sekret ariat Daerah Kot a Semarang, maka diperoleh inf ormasi bahwa dari 82. 665 RTS, baru 70. 148 RTS yang melakukan pencairan pada bulan Juni 2008. Pemerint a Kot a Semarang, berniat unt uk mengaj ukan kembali permohonan kuot a kemiskinan baru sehingga mencapai 90. 641 RTS, mengingat bert ambahnya masyarakat miskin di Kot a Semarang.
3. 1. DISTRIBUSI RESPONDEN
Sepert i dikemukakan dalam met ode penelit ian, sampel yang digunakan dalam penelit ian ini t erdiri dari 120 RTS BLT dan 30 ket ua RT yang t ersebar dalam 10 kecamat an yang t erpilih.
Tabel 3. 1. Dist ribusi Responden Menurut Kecamat an
No
Kecamatan
RTS BLT Aparat RT
Frek % Frek %
1 Semarang Timur 10 8, 33 3 0, 10 2 Gayamsari 10 8, 33 3 0, 10 3 Pedurungan 11 9, 17 3 0, 10 4 Genuk 11 9, 17 3 0, 10 5 Tembalang 15 12, 50 3 0, 10 6 Gunung pat i 12 10, 00 3 0, 10 7 Banyumanik 9 7, 50 3 0, 10 8 Semarang Ut ara 16 13, 33 3 0, 10 9 Semarang Barat 16 13, 33 3 0, 10 10 Ngaliyan 10 8, 33 3 0, 10 Jumlah 120 100, 00 30 100, 00
Sumber : Dat a survei
45, 83 persen bekerj a sebagai buruh harian, dan 1, 67 persen adalah pensiunan.
Tabel 3. 2. Karakt erist ik Responden
Krit eria Jawaban Frek %
Jumlah t anggungan dalam kel uarga
<5 112 98, 25 5 - 7 ORG 2 1, 75 > 7 0 -
Pekerj aan
Karyawan swast a 0 - Harian/ buruh 55 45, 83
pensiunan 2 1, 67 lain-lain 63 52, 50 Sumber: Dat a survei
RTS BLT sebagian besar (98, 25 persen)1
3. 3. KESESUAIAN KRITERIA
memiliki t anggungan keluarga kurang dari 5 orang (yang biasanya t erdiri dari ist ri dan anak-anak), dan hanya 1, 75 persen yang memiliki t anggungan ant ara 5 sampai 7 orang (selain keluarga int i, mereka j uga harus menanggung saudara yang lain).
Di luar pro dan kont ra masalah t epat t idaknya kompensasi BBM diberikan dalam bent uk BLT, maka masalah yang paling sering muncul dalam proses pencairan BLT ini adalah ket epat an RTS BLT dengan krit eria kemiskinan dan pelaksanaan pencairan BLT di lapangan. Masalah kemiskinan memang bukanlah masalah yang mudah, karena masalah kemiskinan bukan saj a masalah ket epat an ukuran numerik namun j uga masalah persepsi. Ukuran-ukuran numerik akan mengukur kesej aht eraan seseorang sehingga dapat digolongkan dalam kelompok sangat miskin, miskin dan hampir miskin.
orang yang digunakan unt uk mengkat egorikan miskin t idaknya seseorang. Ada berbagai macam def inisi garis kemiskinan, mulai dari pendekat an US$1-PPP (pur cashi ng power par i t y)/ kap/ hari (versi MDGs) at au US$2-PPP/ kap/ hari (versi Bank Dunia), sampai ke pendekat an penghasilan yang dibut uhkan unt uk memungkinkan konsumsi sebesar 2. 100 kalori per orang. Def inisi kemiskinan yang dikeluarkan secara resmi oleh BPS Indonesia adalah masyarakat yang t idak mampu memenuhi kebut uhan makanan sebesar 2. 100 kalori dan beberapa kebut uhan dasar non makanan lainnya (at au disebut dengan pendekat an human basi c needs).
Tabel 3. 3. Krit eria Kemiskinan
Variabel kemiskinan Kriteria
Luas lant ai per anggot a rumah
t angga/ keluarga < 8 m2
Jenis lant ai rumah Tanah/ papan/ kualit as rendah Jenis dinding rumah Bambu, papan kualit as rendah Fasilit as t empat buang air besar (j amban) Tidak punya
Sumber air minum Bukan air bersih
Penerangan yang digunakan Bukan list rik Bahan bakar yang digunakan Kayu/ arang
Frekuensi makan dalam sehari Kurang dari 2 kali sehari Kemampuan membeli daging/ ayam/ susu dal am
seminggu Tidak
Kemampuan membeli pakaian baru bagi set iap
ART Tidak
Kemampuan berobat ke puskesmas/ pol iklinik Tidak
Lapangan pekerj aan kepala rumah t angga
Pet ani gurem, nelayan, pekebun dengan penghasilan dibawah Rp 600. 000, 00 per bulan
Pendidikan kepala rumah t angga Belum pernah sekol ah/ t idak t aman SD
Kepemilikan aset barang berharga/ t abungan
minimal Rp 500. 000, - Tidak ada
Sumber : Badan Pusat St at ist ik
digolongkan dalam 3 kat egori yait u hampir miskin, miskin dan sangat miskin.
Golongan sangat miskin adalah yang memenuhi ke 14 krit eria diat as Kelompok miskin adalah kelompok yang hanya memenuhi ant ara 11 sampai 13 krit eria. Sement ara yang memenuhi 9 sampai 10 krit eria adalah disebut mendekat i miskin dan apabila hanya memenuhi kurang dari 8 krit eria t idak t ermasuk keluarga miskin. Penerima BLT adalah yang memenuhi unsur 9-14 krit eria.
Tabel 3. 4. Penghasilan Responden
Penghasilan Frek %
t idak t et ap 26 21, 67 < 500. 000 64 53, 33 500. 000 - 700. 000 18 15, 00 > 700. 000 12 10, 00 Sumber : dat a survei
Dat a yang diperoleh di lapangan menunj ukkan sebagian besar responden memiliki pekerj aan t idak t et ap, berusaha sendiri at au menj adi buruh harian. Dari 120 responden, hanya 94 responden yang mampu menj awab penghasilan rat a-rat a per bulan. Hal ini menunj ukkan bahwa 26 (21, 67 persen ) responden lainnya t idak mampu menghit ung penghasilan mereka per bulan, karena penghasilannya sangat t idak past i.
Tabel 3. 5. Rat a-Rat a Penghasilan Responden per Bulan (dalam Rp)
Ukuran 2005 2008 %
Rat a-rat a 467. 553 477. 287 2, 08 Nilai paling sering muncul 500. 000 500. 000
Minimum 150. 000 150. 000 Maksimum 1. 800. 000 1. 500. 000
Jumlah responden 94 94
Sumber : dat a survei
Bila dat a penghasilan dilihat lebih dalam, maka akan t erlihat bahwa nilai penghasilan yang paling sering muncul adalah Rp 500. 000, 00 (masih di bawah krit eria kemiskinan), namun nilai maksimum penghasilan pada t ahun 2005 adalah Rp 1. 800. 000, 00 dan t ahun 2008 adalah Rp 1. 500. 000, 00. Nilai maksimum ini memberikan sedikit indikasi bahwa ada ket idakt epat an sasaran bila dilihat dari sisi penghasilan.
Ket epat an sasaran RTS BLT t idak dapat dilihat hanya dari sisi penghasilan saj a, karena BPS mengeluarkan 13 krit eria yang lain. Hasil survei menunj ukkan bahwa 89, 17 persen responden menyat akan mengkonsumsi daging at au t elor at au ikan at au ayam kurang dari 2 kali dalam sat u bulan dan 10, 83 persen menyat akan mengkonsumsi 3 – 5 kali dalam sat u bulan. Bila krit eria ini dibandingkan dengan krit eria yang dikeluarkan oleh BPS, yait u ket idakmampuan membeli daging at au susu at au ayam dalam seminggu, maka t erlihat kenyat aan bahwa RTS BLT t idaklah seburuk yang dikrit eriakan oleh BPS.
t idak memiliki lant ai keramik (91, 67 persen) dan t idak memiliki sepeda mot or (90, 83 persen).
Tabel 3. 6. Kesesuaian Krit eria
Krit eria Jawaban Frek %
Menur ut perasaan anda, bagaimanakah kesej aht eraan keluarga ini selama set ahun t erakhir
Kurang sej aht era 85 70, 83 Cukup sej aht era 35 29, 17 Sangat sej aht era 0 - Berapa kali seminggu kel uarga ini
mengkonsumsi daging at au t elor at au ikan
at au ayam selama sebulan t erakhir
≤ 2 kali 107, 00 89, 17 3 – 5 kali 13, 00 10, 83
> 6 kali - -
Berapa kali seminggu kel uarga ini mengkonsumsi sayur at au buah selama
sebulan t erakhi r
Berapa daya list rik di r umah anda
450 wat t 112 93. 33
900 wat t 8 6. 67
> 1300 wat t 0 -
Sumber : dat a survei
persepsi. Terdapat orang yang secara numerik sej aht era namun merasa dirinya miskin dan sebaliknya. Secara persepsi 70, 83 persen responden menyat akan kurang sej aht era dalam sat u t ahun t erakhir, sedangkan 29, 17 persen menyat akan cukup sej aht era.
Ket idakt epat an krit eria RTS BLTS ant ara yang dist andarkan oleh BPS dengan kondisi di lapangan, mengindikasikan dua hal. Yang pert ama adalah memang t erj adi penyimpangan at au ket idakt epat an sasaran yang sesuai dengan krit eria kemiskinan BPS, dan at au yang kedua adalah krit eria miskin it u sendiri yang perlu dipert imbangkan ulang. Beberapa Lurah dalam wawancara mendalam j uga menyorot i hal yang sama. Mereka menyat akan bahwa pada saat ini t elevisi, j amban, list rik sudah bukan barang mewah lagi, t erlebih di perkot aan. Sehingga keluarga yang memiliki t elevisi, j amban maupun list rik t idak selalu dimasukkan dalam kat egori t idak miskin, karena mungkin dari sisi penghasilan, masyarakat t ersebut masih masuk dalam garis kemiskinan.
Krit eria yang dit et apkan BPS dan kondisi di lapangan, t erkadang memerlukan j ust if ikasi yang benar-benar t epat . Karena bila didasarkan variabel monet er maka t ermasuk kat egori miskin, namun ket ika dinilai dari t anda-t anda f isik maka t erdapat kemungkinan t elah keluar dari garis kemiskinan. Hasil wawancara mendalam j uga menunj ukkan bahwa pet ugas lapangan pendat aan keluarga miskin perlu dipilih yang j uj ur, t egas dan disiplin, hal ini t erut ama unt uk menghindari t erj adinya i nduvi dual j udgment akibat krit eria yang ambigu.
3. 4. PROSEDUR PENDISTRIBUSIAN BLT
Data RTS 2005/
Updating awal data base RTS oleh BPS - hasil verifikasi pembagian kartu
Updating lapangan, verifikasi dan evaluasi RTS oleh petugas BPS dan mitra, serentak di
seluruh Indonesia
Gambar 3. 1. Skema Penyaluran BLT kepada RTS
t ingkat desa/ kelurahan, dan dilanj ut kan denagn pembagian kart u BLT. Proses diakhiri dengan pencairan BLT oleh RTS di kant or pos. Secara sist emat is prosedur pencairan BLT t ert era dalam skema berikut ini.
3. 4. 1. Part isipasi Aparat dalam Hal Teknis
Hal yang paling sering dikeluhkan dalam proses pencairan BLT 2008 ini adalah kurang dilibat kannya aparat RT, RW, dan Lurah. Bila dit elusur dari proses awal, 76, 67 persen responden aparat menyat akan bahwa mereka menget ahui at au mendengar ket ika dilakukan sosialisasi pendat aan. Namun 53, 33 persen menyat akan bahwa aparat t idak dilibat kan dalam penent uan t arget . Hal ini dapat dimengert i karena pecairan BLT 2008 ini menggunakan dat a kemiskinan yang disusun di t ahun 2005, sehingga besar kemungkinan ket ua RT t idak t erlibat dalam penent uan t arget . Ket idakt erlibat an ini bisa disebabkan karena ket ua RT pada t ahun 2005 belum menj abat , at au proses verif ikasi dat a 2005, yang dilaksankan secara cepat dan belum mengena seluruh kecamat an di Kot a Semarang2
Tabel 3. 7. Sosialisasi, Penent uan Target dan Koordinasi
, sehingga t idak memungkinkan pelibat an ket ua RT secara baik. Separuh dari responden menyat akan bahwa ada koordinasi pet ugas di lapangan, namun separuhnya menyat akan t idak. Kondisi ini belum menunj ukkan kondisi yang opt imal, karena t ingkat part isipasi aparat pemerint ah masih relat if rendah baik dari proses awal sampai ke pencairan.
Krit eria Jawaban Frekuensi %
Adanya sosialisasi pendat aan Ya 23 76, 67
Tidak 7 23, 33
Pelibat an aparat dalam penent uan t arget Ya 14 46, 67 Tidak 16 53, 33
Adanya koordi nasi pet ugas di lapangan Ya 15 50, 00 Tidak 15 50, 00 Sumber : dat a survei
2
Proses verif ikasi yang dapat dilakukan adalah melihat apakah t erdapat perubahan dat a masyarakat dengan kat egori miskin ant ara t ahun 2005 dan 2008. Ket ua RT dan pet ugas melakukan verif ikasi di lapangan dan hasil verif ikasi diaj ukan melalui kelurahan. Dat a-dat a yang memerlukan verif ikasi diput uskan dalam rapat RT, RW, LMK dan t okoh masyarakat . Di lapangan t erj adi beberapa modif ikasi pengambilan keput usan. Misalnya RTS BLT t elah meninggal, maka dialihkan langsung ke ist rinya, namun apabila t idak memiliki keluarga maka akan diserahkan kembali ke RT unt uk diput uskan dan dbawa ke kelurahan.
Dalam proses ini t erlihat peran RT/ RW sangat besar dalam pengambilan keput usan verif ikasi. Dalam wawancara mendalam t erlihat bahwa proses verif ikasi t idak opt imal karena rapat verif ikasi ant ara RT, RW, kader PKK, t okoh masyarakat dan LPMK cenderung dilakukan secara mendadak, dan di beberapa kelurahan dominasi pet ugas BPS lebih kuat , sedangkan kelurahan hanya mendampingi saj a. Rapat yang mendadak, dan j angka wakt u verif ikasi yang sempit menyebabkan pet ugas dan ket ua RT t idak dapat menimbang ulang kondisi warga, apakah t erj adi perubahan at au t idak. Dominasi pet ugas BPS yang kurang melibat kan ket ua RT, j uga menimbulkan masalah salah sasaran.
3. 4. 2. Pelayanan Pencairan BLT di Lapangan
Tabel 3. 8. Proses Pelayanan Pencairan BLT di Lapangan
Krit eria Jawaban Penerima Aparat
Frek % Frek %
Adanya ket idakcocokan
ident it as penerima dengan dat a yang t er cant um
Dari hasil survei t erlihat bahwa sebagian besar ident it as RTS BLT sama dengan dat a yang ada, sehingga kondisi ini t idak menimbulkan masalah mendasar dalam pencairan BLT. Berdasarkan wawancara mendalam t erlihat bahwa sangat sedikit t erj adi ket idakcocokan nama (hanya sekit ar 2- 10 persen). Dari ket idakcocokan yang sedikit t adi, verif ikasi dilakukan dengan kesepakat an di t ingkat RT, sehingga BLT unt uk warga yang t ernyat a meninggal bisa langsung dialihkan ke warga lain yang kurang mampu. Ket idakcocokan lain selain karena warga t elah meninggal t erlihat di salah sat u kelurahan yang sebagian besar warganya (90 persen) bekerj a di pabrik. Ket ika pabrik t ut up maka t erj adi pengangguran dan menyebabkan meningkat nya kemiskinan. Perubahan dat a j uga disebabkan karena dampak PHK, pekerj a musiman mencipt akan buruh yang bet ul-bet ul miskin, dan bergesernya penerima yang pada t ahun 2005 masuk kat egori miskin, namun pada 2008 t elah keluar dari garis kemiskinan.
responden RTS BLT menyat akan bahwa upaya aparat unt uk melakukan ‘ j emput bola’ masih sangat kurang. Hal ini mengakibat kan beberapa kasus warga yang sakit at au cacat mengalami kesulit an ket ika harus mencairkan BLT. Kondisi ini bert ent angan dengan himbauan Wakil Wali Kot a Mahf udz
Ali
menj adi l eadi ng sect or penyaluran BLT seharusnya melakukan j emput bola. Para pet ugas sebaiknya menyerahkan BLT ke rumah warga, yang kesulit an unt uk dat ang sendiri ke kant or pos, baik karena sakit berat at au t ua rent a. Namun t ernyat a himbaun ini t idak mudah dilaksanakan karena ket erbat asan pet ugas.
Tabel 3. 9. Informasi Keluarga Miskin di 10 Kecamat an
Dalam wawancara mendalam, ket idakcocokan nama ant ara RTS BLT dan KTP biasanya diat asi dengan menggunakan DPP5. Apabila dalam kart u BLT t erj adi salah ket ik nama, maka konf irmasi dilakukan melalui KTP dan DPP5, kemudian dit andat angani lurah dan dibawa ke kant or pos.
1 ket ua RT menyat akan di wilayahnya t erdapat 26 – 50 persen kart u BLT yang dibat alkan, sedangkan yang lainnya menyat akan t idak ada pembat alan.
Meskipun dalam wawancara mendalam t erlihat bahwa t idak t erdapat masalah yang berart i dalam pencairan dana BLT karena adanya penj adwalan yang baik, namun sebagian besar responden (71, 67 persen responden RTS BLT dan 40 persen responden aparat ) memandang bahwa ant rean yang t erlalu panj ang selama pencairan dana merupakan f akt or ut ama yang dipandang menghambat penyaluran BLT. Ant rean yang t erlalu panj ang ini menyebabkan beberapa orang yang mengant re sempat pingsan. Hal ini j uga mengindikasikan bahwa perlu dipikirkan masalah f asilit as pendukung selain penyediaan loket , sepert i misalnya t empat duduk at au sist em ant rean yang lebih t erat ur.
Tabel 3. 11. Fakt or yang Menghambat Penyaluran BLT
Krit eria Jawaban Penerima Aparat Tidak adanya pelayanan keliling at au
penyediaan pos pelayanan t ambahan 4, 00 3, 33 0 0, 00
Lain-lai n - 0, 00 3 20, 00
Sumber : dat a survei
pelayanan keliling (berdasarkan persepsi responden RTS BLT) dan rumah t inggal yang j auh (berdasarkan persepsi aparat ). Dalam wawancara mendalam dengan Bapak Ngargono LP2K diperoleh inf ormasi bahwa unt uk daerah-daerah t ert ent u penerima BLT memerlukan biaya yang t inggi akibat j arak rumah ke kant or pos. Tampaknya perlu dipikirkan bahwa penerimaan sebaiknya dilakukan di set iap kelurahan at au dapat dilakukan pengambilan secara kolekt if .
3. 4. 4. Syarat Pencairan dan Pungut an Lain
Prosedur pencairan BLT adalah dengan menggunakan Kart u Kompensasi BBM (KKB) yait u kart u ident it as penerima kompensasi subsidi BBM yang berisikan dat a penerima unt uk keperluan penarikan. Pencairan BLT oleh RTS berdasarkan KKB dilakukan di kant or pos. Jika kondisi penerima KKB t idak memiliki ident it as sebagai kelengkapan verif ikasi proses bayar, maka proses bayar dilakukan dengan verif ikasi bukt i diri yang sah (KTP, SIM dll).
Prosedur pencairan BLT yang t erj adi di lapangan sama sepert i prosedur yang dit et apkan oleh pemerint ah. Ket ika seseorang akan mencairkan BLT maka mereka harus memiliki bukt i diri at au KTP (83, 33 persen responden RTS BLT), dan bila t idak memiliki KTP mereka akan dibant u unt uk pembuat an KTP t anpa dipungut biaya di luar biaya resmi. Sumbangan sukarela j uga t idak ada selama proses pencairan BLT. Kondisi ini menunj ukkan bahwa prosedur pencairan t elah dilakukan dengan baik.
Tabel 3. 12. Syarat Pencairan dan Pungut an Lain
Krit eria Jawaban Frek %
Syarat adanya bukt i diri (KTP) yang harus dimiliki oleh penerima?
Ya 100 83, 33
Berdasarkan inf ormasi yang diperoleh dalam wawancara mendalam dengan Bapak Haris dari bagian Bant uan Sosial Sekret aris Daerah Kot a Semarang diket ahui bahwa dari 82. 665 RTS, yang memiliki KTP kot a Semarang sebanyak 65. 420 RTS. Berart i sisanya t idak memiliki KTP kot a Semarang. Hal ini dapat menj adi celah penerimaan BLT ganda, apabila orang t ersebut menggunakan KTPnya unt uk memint a BLT di kot a asal.
Beberapa pemberit aan j uga menyebut kan di beberapa daerah t erdapat pot ongan (at as inisiat if aparat set empat ) unt uk didist ribusikan pada masyarakat miskin lain yang t idak mendapat BLT. Di kot a Semarang, kasus ini t idak t erj adi.
Tabel 3. 13. Pot ongan Lain dalam Pencairan BLT
Krit eria Jawaban
Penerima Aparat
Frek % Frek %
Pot ongan lain dengan alasan unt uk didist ribusikan ke masyarakat miskin
Ya 0 0, 00 2 6, 67
Tidak 117 100, 00 28 93, 33 Sumber : Dat a survei
3. 5. TINGKAT KEPUASAN PELAYANAN
Tabel 3. 14. Tingkat Kepuasan Pelayanan
Krit eria Jawaban Penerima Aparat
Frek % Frek %
Adanya ket i dakpuasan
masyarakat sekit ar anda dalam pendist ribusian BLT
Ya 44 52, 38 26 86, 67
Tidak 40 47, 62 4 13, 33
Kepuasan t er hadap penet apan sasaran yang dilakukan
Kepuasan t er hadap ket epat an sasaran yang dilakukan (berkait an dengan wakt u dan t empat )?
Kepuasan t er hadap pencair an dana yang di lakukan pemerint ah
Sangat Tidak
dapat diselesaikan secara t unt as, karena ket erbat asan dana BLT. Dalam wawancara mendalam ini pula t erlihat bahwa ket idakpuasan akan berkurang, apabila mereka dilibat kan lebih banyak pada pendat aan warga miskin. Dan bila dalam t ahun 2008 ini, memang hanya dilakukan proses verif ikasi, maka menurut responden aparat , proses ini t idak t erlalu memadai, mengingat pergeseran dari miskin menj adi t idak miskin dan sebaliknya sangat mungkin t erj adi.
Ket idakt epat an sasaran j uga t ergali pada pert anyaan apakah t erdapat masyarakat miskin di sekeliling anda yang seharusnya menerima BLT, t et api j ust ru t idak menerima. Dari pert anyaan ini 39, 20 persen responden RTS BLT dan 86, 67 persen responden aparat menyat akan ya. Dalam pert anyaan adakah masyarakat yang mampu namun j ust ru menerima BLT, sebagian besar responden menyat akan t idak. Dat a ini menunj ukkan indikasi bahwa memang t erj adi perubahan dat a dari 2005 ke 2008, dimana masyarakat miskin menj adi lebih banyak. Ket idakt epat an sasaran lebih dikarenakan bert ambahnya warga miskin dan bukan karena beberapa warga miskin t elah menj adi lebih sej aht era.
Tabel 3. 15. Ket idakt epat an Sasaran
Krit eria Jawaban Penerima Aparat
Frek % Frek %
Ter dapat masyarakat di sekelili ng anda yang t idak sehar usnya menerima BLT?
Ya 37 30, 83 10 38, 46
Tidak 83 69, 17 16 61, 54 Ter dapat masyarakat miskin di sekeli ling
anda yang seharusnya menerima BLT, t et api j ust ru t idak menerima
Ya 78 39, 20 26 86, 67
Tidak 42 21, 11 4 13, 33
Sumber : Dat a survei
memiliki kendaraan bermot or. Pada kasus semacam ini, menurut responden Lurah penyelesaiannya lebih sulit , karena warga yang sudah mampu namun t et ap menerima BLT biasanya enggan unt uk mengembalikan, memindahkan at au menyisihkan dananya unt uk warga yang t idak mampu. Dan kelurahan t idak dapat memaksa, karena adanya kart u BLT menunj ukkan adanya hak unt uk menerima BLT. Sedangkan unt uk warga miskin yang t ernyat a t idak mendapat BLT, biasanya akan dimusyawarahkan, dan apabila t erdapat kart u yang t idak digunakan karena pemiliknya pindah at au meninggal, maka melalui musyawarah dapat diput uskan unt uk dialihkan.
3. 6. SISTEM PENGADUAN
Pada dasarnya bent uk ket idapuasan masyarakat hanya disampaikan dalam bent uk keluhan (97, 80 persen responden RTS BLT dan 96, 15 persen responden aparat ). Apabila t erj adi ket idakpuasan, sebenarnya hal t erbaik yang bisa dilayani oleh pemerint ah adalah penyediaan posko pengaduan. Menurut responden, pemerint ah t idak menginf ormasikan secara luas cara pengaduan (82, 50 persen responden RTS BLT dan 86, 21 persen responden aparat ), belum menyediakan posko pengaduan apabila t erj adi kesalahan dalam pendist ribusian BLT.
Tabel 3. 16. Sist em Pengaduan
Krit eria Jawaban Penerima Aparat
Frek % Frek %
Bent uk ket i dakpuasan masyarakat yang muncul
Kel uhan 89 97, 80 25 96, 15 Prot es Keras 0 0, 00 0 0, 00 Demonst rasi 2 2, 20 1 3, 85
Ancaman 0 0, 00 0 0, 00
Sumber : Dat a survei
Akibat dari t idak adanya sosialisasi cara pengaduan dan t idak adanya posko pengaduan yang didirikan secara resmi oleh pemerint ah, seluruh ket idakpuasan it u harus dit ampung oleh ket ua RT , at au naik ke t ingkat at asnya yait u ke Lurah. Dalam wawancara mendalam, selama ini t idak ada mekanisme pengaduan yang j elas. Biasanya warga akan mengadu ke RT, RW at au Kasi Kesej aht eraan Sosial dan Lurah. Selama ini keluhan warga masih dapat diat asi, karena di t ingkat RT biasanya akan dilakukan musyawarah, t erut ama unt uk mengat asi ket idakadilan, karena pemberian BLT t idak merat a.
Tabel 3. 17. Cara Penanganan Pengaduan
Krit eria Jawaban Frek %
Cara aparat meredam
Dibuka kembali pendaf t aran susulan bagi masyarakat yang
merasa berhak 10 62, 50
Ada kesediaan penerima BLT unt uk membagi sebagian dana
kepada r umah t angga miskin lainnya 2 12, 50 Ada pej abat yang menj anj i kan bahwa pendaf t ar susul an
akan menerima BLT pada t ahap berikut nya 4 25, 00
lain-lain 0 0, 00
Sumber : Dat a survei
3. 7. DAMPAK EKONOMIS BLT
Pemberian BLT pert ama kali akan menyent uh aspek perasaan t erlebih dulu baru kemudian berubah ke t at aran yang lebih riil yait u daya beli. Sebagian besar responden (96, 67 persen)3
Tabel 3. 18. Persepsi at as Dampak BLT
menyat akan mereka senang dengan adanya BLT ini, dan 75, 83 persen menyat akan bahwa program BLT ini berguna (70 persen responden aparat j uga menyat akan hal yang sama). Sebanyak 61, 34 persen responden memandang bahwa BLT ini mampu mengurangi beban pengeluaran, namun 87, 50 persen menyat akan bahwa mereka t idak mengalami peningkat an daya beli set elah menerima BLT.
Hasil ini dapat diint erpret asikan bahwa program BLT memberikan rasa posit if bagi masyarakat yang menerima, namun bila dilihat lebih lanj ut t erhadap pengurangan beban pengeluaran dan daya beli, t erlihat adanya hasil yang kont radikt if .
Krit eria Jawaban Frek %
Rasa senang dengan adanya BLT Ya 116 96, 67
Tidak 4 3, 33
Kegunaan program BLT
Tidak
berguna 6 5, 00 Berguna 91 75, 83 Tidak t ahu 23 19, 17
Adanya peni ngkat an daya beli set elah menerima BLT Ya 15 12, 50 Tidak 105 87, 50 Pengurangan beban pengel uaran anda dan keluarga
dengan adanya BLT
Ya 73 61, 34
Tidak 46 38, 66 Sumber : Dat a survei
persen responden menyat akan uang BLT yang dit erima langsung habis dikonsumsi saat it u j uga, 32, 50 persen menyat akan uang BLT habis dalam wakt u 1 bulan, sert a 12, 50 persen dan 2, 50 persen menyat akan habis dalam 1 minggu dan 2 minggu. Hal ini masih j auh dari panj ang dampak t erj adinya inf lasi yang dirasakan masyarakat .
Tabel 3. 19. Jangka Wakt u Pemanfaat an BLT
Krit eria Jawaban Frek %
Jangka wakt u pemanf aat an BLT
Langsung habis 63 52, 50 1 minggu 15 12, 50 2 minggu 3 2, 50 1 bulan 39 32, 50 Sumber : Dat a survei
Sepert i dikemukakan di awal dana BLT pada dasarnya bert uj uan unt uk meningkat kan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM, mau t idak mau akan memicu t erj adinya inf lasi di kot a Semarang. Berdasarkan hasil penelit ian BPS Jawa Tengah, inf lasi di Jawa Tengah memiliki panj ang respon selama 2 bulan. Harapan dari pemberian BLT t ent unya akan mengurangi pemburukan daya beli t ersebut , set idaknya mendekat i dampak inf lasi yang akan dirasakan oleh masyarakat miskin.
Implikasi dari kondisi ini menunj ukkan bahwa nilai BLT yang diberikan kurang mencukupi. Kat egori kurang mencukupi dalam hal ini dapat dilihat dari 2 sisi, yait u BLT habis dalam wakt u singkat , at au seharusnya BLT diberikan dalam j angka wakt u yang lebih panj ang, sehingga dampak inf lasi akan lebih t eredam akibat adanya dana yang bisa meningkat kan daya beli secara berkesinambungan. Hasil ini memperkuat indikasi bahwa BLT belumlah mampu meningkat kan daya beli masyarakat .
syarat (Uncondi t i onal cash t r anf er ). Cont oh dari condi t i onal cash t r anf er di Indonesia adalah Program Keluarga Harapan (PKH) yait u BLT dengan sasaran unt uk akses pendidikan dan kesehat an dan at au pemenuhan kebut uhan dasar lainnya.
Tabel 3. 20. Alt ernat if Bent uk Subsidi
Krit eria Jawaban Frek %
Alt ernat if bant uan yang dikehendaki
Tet ap BLT 51 42, 50
Subsidi barang dalam bent uk
sembako murah 47 39, 17
Pengobat angrat is per bulan 4 3, 33 Uang sekolah grat is per bul an 13 10, 83 lain-lain: t anpa BLT dan BBM t idak
dinaikkan 5 4, 17
Sumber : Dat a survei
Meskipun BLT dipandang belum mampu meningkat kan daya beli masyarakat , namun 42, 50 persen responden RTS BLT t et ap menghendaki BLT diberikan dan t idak digant i dengan wuj ud lain, sedangkan 39, 17 persen lebih memilih adanya subsidi dalam bent uk barang sepert i misalnya sembako murah, dan 10, 83 persen lebih memilih uang sekolah grat is per bulan.
Upaya meredam dampak inf lasi t erhadap daya beli masyarakat miskin dengan meningkat kan nilai BLT at au memperpanj ang masa pemberian BLT, belum past i merupakan langkah yang t epat . Masyarakat dan aparat pemerint ah sebenarnya melihat bahwa BLT perbulan yang layak adalah sekit ar Rp 300. 000, 00 (di at as 50 persen responden menyat akan hal ini).
Tabel 3. 21. Jumlah BLT yang Diinginkan
Krit eria Jawaban Penerima Aparat
Frek % Frek %
Namun apabila kondisi ini dirasionalisasi silang dengan pendapat Lurah dan pakar, maka t ampaknya sebagian besar dari mereka memandang BLT yang diberikan t erus-menerus j ust ru t idak akan mendidik masyarakat . BLT memang sebaiknya hanya diberikan sebagai langkah awal memperbaiki daya beli, namun t idak unt uk “ memanj akan” masyarakat dalam j angka wakt u lama. Dalam wawancara mendalam dengan lurah dan pakar t erlihat mereka lebih set uj u bila langkah ke depan adalah pemerint ah memilikirkan mengenai proyek padat karya, yang bisa dimanf aat kan oleh masyarakat unt uk memperoleh penghasilan yang lebih berkesinambungan.
Pro dan kont ra mengenai pemberian BLT sampai saat ini masih t erus berlangsung. Sebagian orang berpendapat bahwa BLT t idak mendidik karena masyarakat miskin menj adi t ergant ung dengan dana yang diberikan oleh pemerint ah. Ada yang berpendapat bahwa BLT kepada RTS bersif at char i t y dan menimbulkan budaya malas, ket ergant ungan dan memint a-mint a belas kasihan pemerint ah sert a secara ekonomi mikro menumbuhkan budaya konsumt if sesaat , karena penggunaan uang t idak diarahkan oleh pemerint ah (uncondi t i onal cash t r ansf er ). Pendapat ini t idak sepenuhnya benar at au sepenuhnya salah. Hasil survei berikut ini menunj ukkan f akt a yang t erj adi di masyarakat .
Tabel 3. 22. Persepsi at as Ket idakmanfaat an BLT
Krit eria Jawaban Penerima Aparat
Frek % Frek %
Program ini kont raprodukt i f t erhadap program pember dayaan
Sekit ar 46, 67 persen responden aparat menyat akan keragu-raguannya t erhadap sisi kont raprodukt if dari program BLT, namun 36, 67 persen menyat akan bahwa program BLT bersif at kont raprodukt if . Sebanyak 20 persen responden aparat dan 43, 33 persen responden RTS BLT menyat akan bahwa BLT hanya semacam memberikan ikan dan bukan kail kepada masyarakat . Hal ini menunj ukkan bahwa sebenarnya masyarakat penerima BLT pun berharap bahwa bant uan yang dit erima bukan hanya sekedar bant uan unt uk meningkat kan daya beli yang t idak memiliki kesinambungan, namun lebih berharap adanya inovasi pemerint ah dalam pemberian subsidi t ersebut .
Keinginan unt uk berkembang dan menj adi produkt if j uga t erj awab dari pernyat aan ef ek BLT t erhadap produkt ivit as. 83, 33 persen responden RTS BLT dan 60 persen responden aparat menyat akan bahwa BLT t idak menj adi malas dan hanya menggant ungkan diri pada BLT. Fenomena ini mengindikasikan bahwa RTS BLT saat ini memang membut uhkan BLT unt uk mengurangi beban pengeluaran, dan mereka t idak akan menj adi malas at aupun t idak produkt if dengan adanya subsidi ini karena dampak dari subsidi ini hanya sesaat . Di sisi lain mereka j uga menyadari bahwa lebih baik bila subsidi yang diberikan adalah yang berkesinambungan dan mampu meningkat kan produkt ivit as masyarakat .
3. 8. PENGGUNAAN BLT
Dana BLT merupakan subsidi yang diberikan oleh pemerint ah dengan t uj uan ut ama menaikkan daya beli masyarakat yang t urun akibat naiknya harga BBM. Berdasarkan kondisi ini, secara ideal, penggunaan ut ama dari BLT adalah digunakan unt uk konsumsi. Priorit as t ert inggi dari penggunaan BLT adalah unt uk konsumsi (77, 5 persen), membayar keperluan anak sekolah (16, 67 persen), disimpan (2, 5 persen) dan membayar ut ang (1, 67 persen), sedangkan penggunaan unt uk biaya berobat sebesar 0, 83 persen dan modal usaha sebesar 0, 83 persen.
Tabel 3. 23. Penggunaan dana BLT
Krit eria Jawaban Frek %
Penggunaan dana BLT
Konsumsi 93 77, 5
Keperl uan sekolah anak 20 16, 67
Per baikan r umah - -
Modal usaha 1 0, 83
Membayar ut ang 2 1, 67
Biaya berobat 1 0, 83
Disimpan 3 2, 5
Lain -lain: - -
Sumber : Dat a survei
Responden yang menggunakan BLT unt uk konsumsi, mempriorit askan pembelian beras dan sembako (92, 59 persen), kemudian diikut i dengan pembelian sandang dan bahan bakar. Sebagian besar responden yang dapat menyimpan uang BLT memilih unt uk menyimpan di rumah karena bukan unt uk t abungan dengan j angka panj ang, namun hanya menunda pembelian saj a.
unt uk memenuhi pembayaran ut ang, kebut uhan anak sekolah, membayar biaya pengobat an, perbaikan rumah dan modal usaha.
Tabel 3. 24. Priorit as Konsumsi
Krit eria Jawaban Frek %
Priorit as Konsumsi
Beras (9 bahan pokok) 100 92, 59
Sandang 2 1, 85
Bahan Bakar 1 0, 93
Lain-lai n 5 4, 63
Sumber : Dat a survei
Dari hasil kuesioner diket ahui bahwa pola penggunaan dana BLT t idak hanya digunakan pada sat u hal saj a, misalnya konsumsi. Penerima BLT menggunakan dana BLT unt uk beberapa kepent ingan sekaligus, meskipun priorit as ut amanya t et ap konsumsi. Penggunaan BLT unt uk membiayai anak sekolah mengindikasikan bahwa dana BOS yang diberikan lewat sekolah unt uk mendukung program waj ib belaj ar belum mencukupi, sehingga sebagian dana BLT masih harus disisihkan unt uk pembiayaan sekolah. Penggunaan BLT unt uk modal usaha mengindikasi ada sebagian dari penerima BLT yang t elah memiliki t ingkat kesej aht eraan yang lebih t inggi dibandingkan yang lain. Rasionalisasi dari indikasi ini adalah karena modal usaha bukanlah kebut uhan primer, sehingga ket ika seseorang menggunakan dana BLT unt uk mencukupi kebut uhan yang non primer, maka sebet ulnya mereka t elah berada dalam kondisi kesej aht eraan yang relat if lebih baik.
3. 9. INDIKASI EFEKTIVITAS DAMPAK BLT
-Gambar 3. 2. Rat a-Rata Penghasilan Responden per Bulan
Tabel 3. 25. Pengeluaran Responden per Bulan (dalam Rp)
Ukuran 2005 2008 %
Rat a-rat a 440. 769 505. 598 14, 71 Nilai paling sering muncul 300. 000 600. 000
Minimum 100. 000 150. 000 Maksimum 1. 200. 000 1. 500. 000
Jumlah responden 118 118
Sumber : dat a survei
Dat a berikut nya yang dapat dilihat adalah dat a pengeluaran per bulan dari responden. Tahun 2005 rat a-rat a pengeluaran per bulan adalah Rp 440. 729 dan mengalami kenaikan sebesar 14, 71 persen di t ahun 2008 menj adi Rp 505. 598, 00. Bila dilihat dari komponen inf lasi, maka kemungkinan t erbesar kenaikan pengeluaran RTS BLT berasal dari pengeluaran unt uk kebut uhan primer yait u makan dan sandang.
-800,000 -600,000 -400,000 -200,000 0 200,000 400,000
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93
Rp
selisih 2005 selisih 2008
Sumber : dat a survei
dengan kenyat aan bahwa dana BLT hanya dapat bert ahan dalam j angka wakt u yang sangat pendek.
Pembelian sembako yang dilakukan oleh responden perbulan pada t ahun 2005 rat a-rat a sebesar Rp 288. 162, 00 dan meningkat sebesar 14, 56 persen pada t ahun 2008 menj adi Rp 330. 120, 00. Pada t ahun 2008, sebagian besar responden menyat akan pengeluaran unt uk membeli sembako sebesar Rp 300. 000. Dari hasil survei t erlihat bahwa priorit as ut ama penggunaan dana BLT adalah unt uk membeli sembako. Pengeluaran t ambahan unt uk membeli sembako rat a-rat a adalah Rp 50. 000, 00, sehingga bila diasumsikan BLT hanya unt uk membeli sembako saj a, maka j umlah ini mencukupi. Masalahnya kebut uhan lain pun harus dipenuhi dari dan BLT t esebut . Sehingga persepsi responden, dana BLT yang ada sekarang t et ap belum mencukupi.
Tabel 3. 26. Pembelian Sembako per Responden (dalam Rp)
Ukuran 2005 2008 %
Rat a-rat a 288. 162 330. 120 14, 56 Nilai paling sering muncul 200. 000 300. 000
Mininum 40. 000 47. 000 Maksimum 1. 000. 000 1. 300. 000
Jumlah responden 117 117
Sumber: Dat a survei