• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Pengh (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Pengh (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Pajak Penghasilan | Pengertian Pajak Penghasilan (PPH)

Sebelum kita membahas tentang Pajak Penghasilan, ada baiknya kita mengatahui tentang 'Pajak' itu sendiri. Karena dengan memahami tentang 'Pajak', kita akan mudah mempelajari dan mengerti tentang seluk-beluk perpajakan di Indonesia.

Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Lima unsur pokok dalam defenisi pajak : 1. Iuran / pungutan

2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang 3. Pajak dapat dipaksakan

4. Tidak menerima kontra prestasi

5. Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah

Jenis-jenis Pajak

Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Contoh dari pajak pusat adalah:

1. Pajak Penghasilan (PPh) 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Khusus jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai tahun 2012 pengelolaannya disebagian dialihkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

Setelah kita mengetahui dan memahami pengertian serta jenis-jenis pajak, selanjutnya kita fokus pada pembahasan tentangPajak Penghasilan (PPh).

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah :

Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

(2)

Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT).

Subjek Pajak terdiri dari 1. Subjek Pajak Dalam Negeri 2. Subjek Pajak Luar Negeri.

Subjek Pajak Dalam Negeri adalah :

- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan

Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.

- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Subjek Pajak Luar Negeri adalah :

- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia;

- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau;

- melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Tidak termasuk Subjek Pajak 1.Badan perwakilan negara asing;

2.Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:

• bukan warga Negara Indonesia; dan

• di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta

• negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

(3)

• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;

• tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

4.Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :

• bukan warga negara Indonesia; dan

• tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

PAJAK PENGHASILAN | OBJEK PAJAK DAN BUKAN OBJEK

PAJAK PENGHASILAN (PPH)

20.09 SAMCO | BINA JASA CONSULTANT NO COMMENTS

Pada prinsipnya Pasal 4 UU Pajak Penghasilan (PPh) mengatur bahwa atas semua penghasilan merupakan objek Pajak Penghasilan kecuali ditetapkan lain oleh UU PPh bukan sebagai objek pajak, karena:

1. UU Pajak Penghasilan (PPh) menganut pengertian penghasilan yang seluas-luasnya dengan nama dan dalam bentuk apapun. Hal ini sejalan dengan prinsip substance over form yang dianut UU PPh. Artinya, dalam penghitungan pajak hakikat ekonomis yang sebenarnya lebih diutamakan dibandingkan nama atau istilah yang diberikan atas penghasilan tersebut.

2. jenis penghasilan sangat banyak dan luas dan akan semakin berkembang sesuai dengan kemajuan ekonomi sehingga tidak mungkin dapat memberikan jenis penghasilan yang menjadi objek pajak secara spesifik dalam undang-undang.

Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah memberikan batasan macam dan jenis penghasilan yang bukan Objek Pajak (tidak terutang pajak) sehingga jenis penghasilan yang tidak termasuk bukan objek pajak merupakan objek pajak dan terutang pajak.

(4)

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. Laba usaha.

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:

1. keuntungan karena penglihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Permenkeu No.245/PMK.03/2008), sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruhhak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian uang.

Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang meneritkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

(5)

1. pembagian laba, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;

2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;

3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;

4. pembagian laba dalam bentuk saham;

5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;

6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;

7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;

8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penembusan tanda-tanda laba tersebut;

9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

10.bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

11.pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;

12.pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

8. Royalti

Pengertian royalti adalahn imbalan sehubungan dengan penggunaan:

13.hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merk dagang, formula, atau rahasia perusahaan;

14.hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;

(6)

Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

8. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

9. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

10.Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

11.Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

12.Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

13.Premi asuransi.

14.Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

15.Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

16.Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

17.Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tatacara perpajakan (UU No.6 Tahun 1983 sttd UU No.28 Tahun 2007)

18.Surplus Bank Indonesia.

Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, yaitu :

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan;

3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta takgerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;

4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya.

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UU PPh, definisi penghasilan yang terutang atau dikenakan PPh mempunyai unsur sebagai berikut :

1. Tambahan kemampuan ekonomis

2. Yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak

3. Baik yang berasal dari Indonesia maupunyang berasal dari luar Indonesia

(7)

5. Dengan nama dan bentuk apapun

Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, jenis penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak, sehingga tidak terutang PPh meskipun diterima atau diperoleh oleh subjek pajak adalah :

1. a. Bantuan atau sumbangan , termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah ( diatur dalam PP No. 18 tahun 2009 : zakat diterima badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah , dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib diterima lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan pemerintah).

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satuderajat, dan oleh badan keagamaan atau badanpendidikan atau badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi atau badan social termasik yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu No 245/PMK.03/2008) sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikanatau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

1. Warisan

2. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal.

3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaana atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh : bukan wajib pajak, WP yang dikenakan pajak secara final atau WP yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud pasal 15.

(8)

5. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan

2. Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

6. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawa.i

7. Penghasilan dari modal yangditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.

8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif

9. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksadana selama 5 tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak ( ketentuan ini tidak tercantum lagi dalam UU No. 36 tahun 2008 sehingga dihapus sejak 1 Januari 2009 dan merupakan Objek pajak )

10.Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bberupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :

1. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang mejalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia

(9)

12.Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

13.Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarka Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu No 247/PMK.03/2008: Jamsostek, Taspen, Asabri, Askes, badan hokum lainnya penyelenggara Program Jaminan Sosial)

14.

manfaat pajak yang pertama adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self liquiditing (contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor)

15.manfaat pajak yang kedua adalah membiayai pengeluaran reproduktif (pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian)

16.manfaat pajak yang ketiga adalah membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif (contohnya adalah pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi)

17.manfaat pajak yang keempat adalah membiayai pengeluaran yang tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).

Pajak yang dipungut oleh negara dilakukan berdasarkan asas pemungutan pajak dan sistem pemungutan pajak yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

(10)

Pemerintah telah mengeluarkan beleid pengenaan PPnBM terhadap impor produk tertentu yang  bersifat mewah. Upaya tersebut dilakukan dalam upaya meredam impor barang mewah yang  berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan. Penerbitan beleid ini juga merupakan reaksi  pemerintah sehubungan gejolak pasar keuangan dan nilai tukar rupiah. Tujuan penerapan beleid ini, sebagaimana tercantum dalam pertimbangan peraturan tersebut adalah untuk menjaga  stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang realistis.

Dengan pertimbangan yang sama, pemerintah juga telah mengeluarkan beleid berupa  pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29 tahun 2013  bagi industri tertentu. Kebijakan ini akan meringankan dan menjaga likuiditas bagi Wajib Pajak  yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing industri nasional baik yang berorientasi  domestik maupun ekspor. Industri yang diberikan keistimewaan ini adalah industri padat karya,  terbatas pada industri tekstil, industri pakaian jadi, industri alas kaki, industri furniture dan/atau  industri mainan anak­anak.

Dua kebijakan perpajakan di atas menjadi contoh yang paling hangat untuk menerangkan fungsi  pajak sebagai alat pengatur dan sebagai stabilisator. Fungsi pajak yang paling melekat di benak  kita, ketika mendengar istilah pajak, adalah bahwa pajak merupakan sumber pembiayaan  negara yang terbesar. Fungsi pajak sebagai sumber pembiayaan ini biasa dikenal sebagi fungsi  budgetair pajak. Fungsi budgetair pajak memegang peranan sangat penting di Indonesia, karena sekitar 70% pengeluaran negara dibiayai oleh pajak.

Peran penting fungsi budgetair pajak, menjadikan pajak dapat digunakan sebagai 

alat pengatur (regulerend). Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak dapat dijadikan  sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, ketika pemerintah 

berkeinginan untuk melindungi kepentingan petani dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan  pajak tambahan seperti pajak impor atau bea masuk, atas kegiatan importasi komoditas tertentu. Contoh yang lain, ketika Jokowi berusaha mengatasi kemacetan di Jakarta, salah satu alternatif  yang diusulkan adalah penerapan ERP (Electronic Road Pricing). ERP ini pun salah satu bentuk  implementasi pajak sebagai alat pengatur.

Selain fungsi, budgetair dan fungsi regulerend, pajak juga mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai  alat penjaga stabilitas. Karena sifatnya yang sangat luas, seperti: stabilitas nilai tukar rupiah,  stabilitas moneter bahkan bisa juga stabilitas keamanan, fungsi ini berkaitan dengan fungsi  lainnya, seperti regulerend. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga 

agar defisit perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan  pengenaan PPnBM di atas.

(11)

membutuhkan dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Kebutuhan akan dana itu,  salah satunya dapat dipenuhi melalui pajak. Pajak hanya dibebankan kepada mereka yang  mempunyai kemampuan untuk membayar pajak. Namun demikian, infrastruktur yang dibangun  tadi, dapat juga dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mempunyai kemampuan membayar pajak, untuk meningkatkan pendapatannya.

Mereka dapat memanfaatkan jalan raya untuk kelancaran distribusi hasil pertaniannya, mereka  dapat memanfaatkan sekolah untuk pendidikan anak­anaknya. Kelancaran distribusi hasil  pertanian, akan membuat harga jual produk agribisnisnya lebih mahal, yang akan membuat  penghasilan para petan meningkat. Anak­anak petani dapat menikmati pendidikan sehingga  ketika tiba waktunya mereka, anak­anak petani itu, akan mempunyai kemampuan untuk dapat  berkompetisi dan meraih kehidupan yang layak. Intinya, saat ini tidak ada satupun masyarakat  Indonesia yang tidak merasakan manfaat pajak

Pajak, Apa Manfaat Dan

Fungsinya?

Posted on June 23, 2013 by Taripar Doly, SE, MM

(12)

namun pajak yang dipungut negara juga kembali kepada masyarakat.

Harapan saya menuliskan kembali manfaat pajak (

karena saya yakin

beberapa pembaca sudah paham manfaatnya

) di dalam nusahati ini agar

lengkap pengetahuan pembaca khususnya tentang perpajakan yang ada di

negara Indonesia tercinta ini.

Apa Itu Pajak Pusat dan Pajak Daerah?

Pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan

Pajak Daerah, dimana Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh

Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) dibawah Kementerian Keuangan, sementara Pajak

Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di

tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak Pusat meliputi :

1.

Pajak Penghasilan (PPh), pajak yang dikenakan kepada orang pribadi

atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu

Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia

maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau

untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan

usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak yang dikenakan atas konsumsi

Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah

Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang

mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN.

Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif

PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN

adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik

Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara

diatasnya.

3.

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Selain dikenakan PPN,

atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga

dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang

tergolong

mewah

adalah:

(13)

b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

c. Umumnya barang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi;

atau

d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat.

4.

Bea Materai, pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat

perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan

efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu

sesuai dengan ketentuan.

5.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak yang dikenakan atas

kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB

merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi

penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi

maupun

Kabupaten/Kota.

Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak

Daerah sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan

Perdesaan dan Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu

dari 1 Januari 2010 s.d Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan

Daerah belum diterbitkan, maka PBB Perdesaan dan Perkotaan tersebut

masih

tetap

dipungut

oleh

Pemerintah

Pusat.

Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak

daerah. Untuk

PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap

merupakan Pajak Pusat.

Pajak Daerah

Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun

Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:

1.

Pajak Propinsi, meliputi:

A.

Pajak Kendaraan Bermotor;

B.

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

C.

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;

D.

Pajak Air Permukaan;

E.

Pajak Rokok.

2.

Pajak Kabupaten/Kota, meliputi:

A.

Pajak Hotel;

B.

Pajak Restoran;

(14)

D.

Pajak Reklame;

E.

Pajak Penerangan Jalan;

F.

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

G.

Pajak Parkir;

H.

Pajak Air Tanah;

I.

Pajak sarang Burung Walet;

J.

Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan;

K.

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

Apa Saja Manfaat Pajak Itu?

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau

keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan

dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan

negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat

dilaksanakan. Penggunaan uang pajak diantaranya meliputi :

Pembangunan sarana umum Seperti Fasilitas dan Infrastruktur mulai

dari jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas.

Pertahanan dan Keamanan mulai dari bangunan, senjata, perumahan

sampai gaji-gajinya.

Subsidi pangan dan Bahan Bakar Minyak

Kelestarian Lingkungan hidup, budaya

Dana Pemilu, transportasi masal dan lain-lain

(15)

Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam

masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.

Suparmoko (2000) menyebutkan manfaat pajak digunakan untuk :

Manfaat pajak yang pertama adalah membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran-pengeluaran yang bersifat

self

liquiditing

(contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif

barang ekspor)

Manfaat pajak yang kedua adalah membiayai pengeluaran reproduktif

(pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat

seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian)

Manfaat pajak yang ketiga adalah membiayai pengeluaran yang

bersifat tidak

self liquiditing

dan tidak reproduktif (contohnya adalah

pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi).

Manfaat pajak yang keempat adalah membiayai pengeluaran yang

tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai

pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di

masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).

Contoh realisasi penggunaan Dana Pajak:

Adapun yang perlu dipahami oleh masyarakat bahwa tugas fungsi Direktorat

Jenderal Pajak hanya sebatas mengumpulkan uang pajak tersebut, karena

dalam hal berapa biaya alokasi untuk pembangunan fasilitas maupun

infrastruktur adalah wewenang dan melalui persetujuan DPR/DPRD, sebagai

contoh kesaksian masyarakat “

Dua tahun lalu jalan, jalanan di Tayan masih

berupa jalan tanah liat yang dipenuhi genangan air di mana-mana, dan jika

musim penghujan harus ekstra hati-hati mengemudikan kendaraannya. Saat

ini, kondisi jalan jauh lebih baik, sehingga perjalanan Pontianak ke Sintang

dapat ditempuh dalam waktu delapan jam perjalanan darat

.” Nah apabila di

daerah pembaca butuh dana untuk pembangunan serta menghilangkan

kesenjangan dalam distribusi uang pajak silahkan sampaikan kepada wakil

rakyat di DPR :).

Apa Saja Fungsi Pajak Itu?

(16)

pemerintah. Baik tujuan pajak maupun tujuan negara semuanya berakar

pada tujuan masyarakat. Tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah

bangsa dan negara. Oleh karena itu tujuan dan fungsi pajak tidak mungkin

lepas dari tujuan dan fungsi yang mendasarinya. Sehingga pajak yang

dipungut dari masyarakat hendaknya dipergunakan untuk keperluan

masyarakat itu sendiri. Maka sebagai salah satu pendapatan Negara yang

paling besar, pajak memiliki beberapa fungsi dan peranan yang cukup vital

bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, beberapa fungsi pajak yaitu:

Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau

penerimaan (

budgetair

): pajak merupakan salah satu sumber dana yang

digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke

dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.

Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (

regulerend

)

: pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah

pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman

keras.

Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak

sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan

kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas

harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur

peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan

pajak yang lebih efisien dan efektif.

(17)

APA SAJA OBJEK PAJAK PENGHASILAN

MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK

Objek Pajak Penghasilan

Pengertian Objek Pajak Penghasilan

Dalam Undang-undang No 36 Tahun 2008 disebutkan tentang apa saja yang menjadi objek Pajak penghasilan. Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomisyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Pengertian penambahan kekayaan ini secara

garis besar dibagi dalam hal-hal berikut

1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang.

2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. laba usaha;

4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

 keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

 keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

 keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

(18)

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

 keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan.

5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10.penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11.keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.

12.keuntungan selisih kurs mata uang asing;Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

13.selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14.premi asuransi, termasuk premi reasuransi;

15.iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16.tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

17.penghasilan dari usaha berbasis syariah; Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak.

18.imbalan bunga; dan

19.surplus Bank Indonesia. Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia

Jenis Pajak dan Manfaatnya

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun

Kabupaten/Kota.

(19)

1.Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat

digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :

a.Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau b.Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

c.Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau

d.Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

e.Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

4.Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat

perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

(20)

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

6.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :

1.Pajak Propinsi

a.Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

b.Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c.Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;

d.Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2.Pajak Kabupaten/Kota a.Pajak Hotel;

b.Pajak Restoran; c.Pajak Hiburan; d.Pajak Reklame;

e.Pajak Penerangan Jalan;

f.Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; g.Pajak Parkir.

Manfaat Pajak

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan

menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) Pelaksanaan praktik mengajar mahasiswa PPL jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Menurunnya realisasi produksi jagung pada SR I 2014 sebesar 5,02 persen dibandingkan dengan SR I 2013 karena beberapa kabupaten mengalami penurunan produksi, antara lain

Memang kendala dari para siswa tentang proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis ICT atau multimedia tidak begitu serius. Hal ini karena memang kebanyakan

Tugas akhir ini meliputi back calculation analysis dari parameter kuat geser tanah, analisis Tugas akhir ini meliputi back calculation analysis dari parameter kuat geser tanah,

Zakat fitrah wajib bagi orang islam yang mempunyai kelebihan keperluan makan bagi dirinya dan orang tanggungannya pada siang  juga malam hari raya(Idul

Berkenaan dengan otonomi daerah yang dikenal pula dengan desentralisasi pendidikan membuat Madrasah harus memiliki strategi-strategi baik dalam mengelola

Karena pendekatan collaborative filtering melakukan prediksi berdasarkan rating yang diberikan user pada item, maka menjadi suatu masalah ketika suatu item baru masuk ke dalam

Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun tujuan penelitian yaitu : mengidentifikasi karakteristik dan tingkat pengetahuan stakeholder tentang pembangunan hotel di