Perkembangan Politik dan Ekonomi di Kesultanan Johor 1535-184
Makalah Akhir Mata Kuliah Sejarah Kesultanan
Pendahuluan
Sejarah Indonesia tak dapat dipisahkan dari tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan di Indonesia. Kekuasaan tersebut berjasa menyatukan penduduk, melakukan pendidikan, menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan kegiatan ekonomi dan menyumbangkan tradisi, adat serta budaya yang ada di wilayahnya.
Kerajaan dan kesultanan di Indonesia berbeda sistem dengan bentuk-bentuk politik di Eropa/negara-negara barat. Kerajaan Indonesia menggunakan konsep dewa raja, dimana raja diterima sebagai utusan dan perwujudan dwa di bumi. Seluruh rakyat harus mengikuti perintah dan tunduk patuh atas semua kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Siapa yang melanggar perintah/membangkang atas keputusannya dianggap menyalahi aturan dewa dan akan mendapat hukum karma1. Hal yang sama terjadi pada sistem kesultanan, hanya saja
dalam sisitem ini pemimpin tertinggi ialah seorang sultan. Sultan diyakini dan diterima sebagai khalifah atau utusan Tuhan di bumi. Seseorang yang melanggar/membangkang kebijakan sultan akan mendapatkan pula hukum karma.
Salah satu kesultanan yang ada di wilayah Indonesia saat ini adalah kesultanan Johor. Kesultanan Johor berada di wilayah Johor, Malaysia dan Kepulauan Riau, Siak, Indragiri, Rokan, Lingga, dan Jambi di Indonesia.
Isi
Berdirinya Kesultanan Johor
Di tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis dan Sultan Mahmud Shah terpaksa melarikan diri dari Malaka. Sultan melakukan beberapa upaya untuk merebut kembali ibukota tetapi usahanya itu sia-sia. Portugis selalu membalas dan memaksa sultan melarikan diri ke Pahang. Kemudian, sultan berpaling ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. Dengan basis didirikan, sultan menerahkan pasukan Melayu yang terorganisir untuk menyerang dan memblokade posisi Portugis di Malaka.
Berbasis di Pekan Tua, Sungai Telur, Johor, Kesultanan Johor didirikan oleh Raja Ali Ibnu Sultan Mahmud Melaka, yang dikenal sebagai Sultan Alauddin Riayat Shah (1528-1564), dengan nya Ratu Tun Fatimah di 1528. Meskipun Sultan Alauddin Riayat Shah dan penggantinya harus bertahan dari serangan oleh Portugis dan juga Aceh, mereka berhasil mempertahankan posisinya di Kesultanan Johor.
Beberapa penyerangan dan penyerbuan terus terjadi ke Malaka. Hal itu menyebabkan kesulitan parah Portugis dan membantu meyakinkan Portugis untuk menghancurkan pasukan sultan di luar Malaka. Sejumlah upaya dilakukan untuk menekan pasukan Melayu, tapi itu tidak berlangsung hingga 1526. Portugis akhirnya memutuskan untuk meratakan Bintan hingga porak-poranda. Sultan kemudian mundur ke Kampar di Sumatra dan meninggal dua tahun kemudian. Dia meninggalkan dua orang putra bernama Muzaffar Shah dan Alauddin Riayat Shah II. Muzaffar Shah melanjutkan usaha membangun Perak sementara Alauddin Riayat Shah menjadi sultan pertama Johor.
Perang Segitiga
Sultan baru mendirikan ibukota baru di dekat Sungai Johor. Dari sana, Johor terus menggangu kedudukan Portugis di sebelah utara. Ia secara konsisten bekerja sama dengan saudaranya di Perak dan Sultan Pahang untuk merebut kembali Malaka, yang saat itu dilindungi oleh benteng terkenal A Famosa.
Di bagian utara Sumatera sekitar periode yang sama, Kesultanan Aceh mulai
mendapatkan pengaruh besar atas Selat Malaka. Dengan jatuhnya Malaka ke tangan Kristen, pedagang Muslim mengabaikan Malaka dan memilih Aceh atau juga pelabuhan Johor Batu Sawar. Oleh sebab itu, Malaka dan Aceh bersaing secara langsung dalam memperebutan hagemoni selat Malaka.
Kerena sama-sama berdiri di selat Malaka, Aceh melakukan serangan terhadap kedua belah pihak (Malaka dan Johor) untuk menegaskan hegemoni Aceh atas selat Malaka.
gencatan senjata dan mencurahkan perhatian mereka ke Aceh. Namun, Gencatan senjata hanya berlangsung singkat karena hanya diikat oleh kepentingan masing-masing pihak. Johor dan Portugis kemudian menyatukan pendangan lagi dan kembali bertahan dari serangan Aceh. Selama rezim Sultan Iskandar Muda, Aceh menyerang Johor pada tahun 1613 dan tahun 1615.
Perang Johor-Jambi
Selama perang segitiga, dalam kerajaan Johor, Jambi muncul sebagai kekuatan ekonomi dan politik regional. Segera pada tahun 1666, ia mencoba untuk membebaskan diri dari Johor dan antara 1666 dan 1673, perang saudara meletus antara Johor dan Jambi. Perang itu merupakan bencana bagi Johor. Ibukota Batu Sawar, berhasil direbut oleh Jambi. Setelah pemecatan itu, ibukota Johor sering pindah untuk menghindari ancaman serangan dari Jambi.
Dalam upaya mereka untuk menjaga kesultanan, para penguasa bergeser pusat kekuasaan mereka berkali-kali dari Pekan Tua ke Johor Lama (Kota Batu), Seluyut, Tanah Puteh, dan Makam Tauhid. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Shah III (1623
-1677), Johor muncul sebagai otoritas yang paling kuat di sepanjang Selat Malaka pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Shah III. Segera setelah itu, Jambi menurun.
Kehadiran VOC di Malaka
Pada awal abad ke-17, Belanda mencapai Asia Tenggara. Pada saat itu Belanda sedang berperang dengan Portugis dan bersekutu ke Johor. Dua perjanjian ditandatangani oleh Admiral Cornelis Matelief de Jonge atas nama Belanda Estates Umum dan Raja Bongsu (Raja Seberang) dari Johor pada bulan Mei dan September 16062. Akhirnya pada tahun 1641,
pasukan Belanda dan Johor dipimpin oleh Bendahara Skudai, mengalahkan Portugis. Sesuai perjanjian dengan Johor melanda Mei 1606, Belanda menguasai Malaka dan sepakat untuk tidak mencari wilayah atau perang upah dengan Johor. Akhirnya pada Januari 1641, Belanda (menyerang dengan tanah dan laut) dan pasukan Johor (menyerang dengan tanah dan di bawah kepemimpinan Bendahara Skudai), mengalahkan Portugis di Malaka. Pada saat benteng di Malaka menyerah, penduduk kota sudah sangat hancur oleh kelaparan dan penyakit (wabah)3. Sesuai pasal 1 perjanjian dengan Johor diratifikasi Mei 1606, Belanda
memegang kendali kota Malaka dan juga dari beberapa pemukiman sekitarnya. Malaka kemudian menjadi wilayah di bawah kendali Persekutuan Dagang Hindia Belanda (VOC) dan secara resmi tetap milik Belanda sampai Perjanjian Anglo-Belanda ditandatangani tahun 1824.
Masa Keemasan Johor
Pada abad ke-17 dengan Malaka berhenti menjadi pelabuhan penting, Johor menjadi kekuatan regional yang dominan. Kebijakan Belanda di Malaka melaju pedagang untuk Riau, sebuah pelabuhan di Johor. Perdagangan ada jauh melampaui yang Malaka. VOC tidak senang dengan itu, tapi terus mempertahankan aliansi karena stabilitas Johor penting untuk perdagangan di wilayah tersebut.
Sultan menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh para pedagang. Di bawah perlindungan elit-elit Johor, pedagang dilindungi danmendapat kemakmuran4. Dengan
berbagai barang yang tersedia dan harga yang menguntungkan, Riau menggelegar. Kapal dari berbagai tempat seperti Kamboja, Siam, Vietnam dan seluruh Kepulauan nusantara datang berdagang. Bugis kapal dibuat Riau pusat untuk rempah-rempah. Barang yang ditemukan di Cina seperti kain dan opium diperdagangkan dengan hasil laut dan hutan yang bersumber dri wilayah setempat, seperti timah, lada dan gambir. Tarif yang rendah serta kargo yang bisa disimpan dengan mudah membuat Pedagang tidak perlu memperpanjang kredit, untuk melakukan bisnis yang optimal5.
Seperti Malaka sebelumnya, Riau juga pusat kajian dan pendidikan Islam. Banyak sarjana ortodoks dari pusat-pusat Islam seperti India dan Arab Saudi yang ditempatkan di asrama agama khusus, sementara kaum tasawuf bisa mencari pengikut ke salah satu dari banyak Tariqah yang berkembang di Riau6. Dalam banyak hal, Riau berhasil merebut
kembali beberapa kemuliaan Malaka tua. Keduanya menjadi makmur karena perdagangan tapi ada perbedaan besar; Malaka juga besar karena penaklukan teritorial.
Bugis dan Minangkabau pengaruh di kerajaan
Sultan terakhir dari dinasti Malaka, Sultan Mahmud Syah II, adalah orang dari disposisi stabil. Ketika Bendahara Habib adalah Bendahara, ia secara efektif terlindung orang-orang dari keanehan Sultan 's. Setelah kematian Bendehara Habib, ia digantikan oleh Bendahara Abdul Jalil. Sebagai Bendahara hanya sepupu, dia tidak bisa mengendalikan perilaku eksentrik Sultan.
Sultan memerintahkan istri hamil dari yang mulia, Orang Kaya Megat Sri Rama membunuh, karena dia telah mengambil sepotong buah jack kerajaan. Selanjutnya, Sultan
4 E. M. Jacobs, Merchant in Asia. 5
dibunuh oleh Megat Sri Rama di balas dendam. Sultan Mahmud Shah II dari Johor telah meninggal pada tahun 1699 tanpa ahli waris. Orang Kayas, yang biasanya bertugas memberikan saran kepada Sultan, yang dalam memperbaiki. Mereka pergi ke Muar untuk memenuhi Sa Akar Diraja, Raja Temenggung dari Muar, paman Sultan dan meminta
nasihatnya. [Rujukan?] Dia menunjukkan bahwa Bendahara Abdul Jalil harus mewarisi tahta. [9] Masalah ini diselesaikan ketika raja muda yang Bendahara Abdul Jalil dinyatakan sebagai sultan baru dan menyatakan Sultan Abdul Jalil IV. Banyak, terutama Orang Laut (pulau dari Johor wilayah maritim), namun merasa bahwa deklarasi itu tidak benar.