• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 345

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS 3 SEKOLAH DASAR

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

URL : http://e-jurnalmitrapendidikan.com

© 2018 Kresna BIP. e-ISSN 2550-0481 p-ISSN 2614-7254

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

Dikirim : 02 April 2018 Revisi pertama : 05 April 2018 Diterima : 13 April 2018 Tersedia online : 30 April 2018

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Lerning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 Salatiga. Data penelitian diperoleh melalui tes, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan persentase kemampuan berpikir kritis siswa yang ini ditunjukkan dengan hasil evaluasi soal berpikir kritis siswa pada evaluasi yang mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan yaitu 70. Nilai rata-rata ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan. Ketuntasan awal pra siklus 44% saja, setelah siklus I presentase ketuntasan meningkat menjadi 70%. Setelah dilaksanakan Siklus II presentase ketuntasan menjadi 90%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir krtitis siswa pada mata pelajaran IPA siswa sekolah dasar.

Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah, Berpikir Kritis, IPA

(2)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 346

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan sebuah mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan yang ada di Indonesia tidak terkecuali di Sekolah Dasar (SD). Dalam kurikulum KTSP menyebutkan dengan sangat jelas bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD (BSNP, 2006:484-485) adalah sebagai berikut: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling berpengaruh antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) dikembangkannya keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan; (6) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Purwasari (2013:11) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat untuk siswa. Menurut Setyowati, dkk (2011:89-96) diungkapkan bahwa pembelajaran pada dasarnya memiliki makna dua kegiatan yaitu belajar dan membelajarkan yang juga melibatkan dua pihak yaitu guru dan siswa. Belajar dan membelajarkan adalah dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pendapat diatas dapat disimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri atas komponen yang saling memiliki hubungan satu dengan yang lain. Belajar dititik beratkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek yang menerima materi pelajaran. Sedangkan membelajarkan menekankan pada hal yang dilakukan oleh seseorang guru yang berperan sebagai fasilitator didalam memberikan materi pelajaran. Penyampaian materi pembelajaran kepada siswa, seorang guru diharapkan dapat menarik perhatian dan memberikan motivasi siswanya agar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis dan berpartisipasi aktifserta memberikan fasilitas siswa dalam mengembangkan kreatifitas dan kemandirian siswa pada pembelajaran yang sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan dari siswa di dalam pembelajaran IPA.

(3)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 347 dengan yang terjadi di SD Negeri Mangunsari 05 dimana yang mendominasi pembelajaran hanyalah guru saja sehingga memunculkan berbagai permasalahan. Proses pembelajaran IPA seperti yang terjadi di SD Negeri Mangunsari 05 terdapat beberapa permasalahan dalam proses belajar mengajar diantaranya pertukaran informasi hanya bersifat informatif tanpa adanya pemahaman yang lebih mendalam dari siswa. Siswa hanya menghafal materi yang diberikan guru. Selain itu guru masih jarang menggunakan metode diskusi saat proses pembelajaran. Dampak dari permasalahan tersebut siswa menjadi kurang aktif untuk mengeluarkan pendapat dan kurangnya tingkat berpikir kritis siswa terhadap materi yang disampaikan guru sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa masih terbilang rendah.

Berdasarkan pada permasalahan tersebut, dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SD Negeri Mangunsari 05 Salatiga, memerlukan upaya untuk memilih dan menggunakan model, metode, dan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan tingkat berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk tercapainya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa adalah penerapan model Problem Based Learning. Menurut Amin (2017:25-36) diungkapkan bahwa PBL yang diperkenalkan oleh Howard Barrows, yaitu model yang ideal dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis.Siswa dapat tumbuh kemampuan berpikir kritisnya pada saat memecahkan sebuah masalah. Model pembelajaran berbasis masalah yang dapat diterapkan untuk melatih keterampilan berpikir kritis antara lain analisis masalah, pemecahan masalah atau belajar berbasis masalah yang ditekankan pada metode sains, metode kooperatif dan inkuiri sains. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model berbasis masalah (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga model ini dirasa mampu untuk mengatasi permasalahan mengenai kurangnya kemampuan berpikir kritis pada siswa SD Negeri Mangunsari 05.

Berdasarkan dari penjelasan diatas, maka peneliti melakukan sebuah penelitian tindakan kelas dengan menerapkan pembelajaran yang berbasis masalah dengan tujuan meningkatkankemampuan berpikir kritis siswa di dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model Problem Based Learning di kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 Tahun Pembelajaran 2017/2018”.

KAJIAN PUSTAKA

Model Pembelajaran Problem Based Learning

(4)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 348 Pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam menyelesaikan permasalahan, siswa juga dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan, siswa tidak hanya menggunakan konsep yang berhubungan dengan masalah, tetapi juga metode untuk memecahkan masalah.

Kekurangan dan Kelebihan Problem Based Learning

Setiap model pembelajaran terdapat kelebihan dan kekurangan, begitupun pendekatan belajar Problem Based Learning. Menurut (Warsono dan Hariyanto, 2012:152) Kelebihan Problem Based Learning adalah sebagai berikut:

a. Siswa akan erbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan tertantang untuk menyelesaikan masalah tidak hanya terkait dengan pembelajaran dikelas tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real world).

b. Menumpuk solidaritas antar teman dengan terbiasa bediskusi dengan teman-teman. c. Makin mengakrabkan guru dengan siswa.

d. Membiasakan siswa melakukan sebuah eksperimen dalam pembelajaran.

Kelemahan dari penerapan model Problem Based Learning ini antara lain:

a. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa pada pemecahan masalah b. Seringkali memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang.

c. Aktivitasnya sulit dipantau

Langkah-Langkah Pendekatan Problem Based Learning

Langkah–langkah atau sintak Problem Based Learning (PBL) menurut Ibrahim dan Nur Ismail dalam (Rusman 2014: 243) adalah sebagi berikut :

Tabel 1. Sintak Problem Based Learning

Fase Indikator Tingkah laku guru

1. Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan dalam pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat

pada aktivitas pemecahan masalah. 2. Mengorganisasi

siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membimbing sebuah karya yang sesuai laporan, dan membantu mereka

untuk berbagai tugas dengan temannya. 5. Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka

(5)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 349

Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pembelajaran yang wajib dilakukan di Sekolah Dasar (SD). IPA atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Sudjana dkk, 2010). IPA adalah ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam ini menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal saja tetapi juga faktual. Trianto (2010:39) mengungkapkan pendapat bahwa: IPA berhubungan dengan cara mencari tahu mengenai alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Hal yang sama diungkapkan oleh Simorangkir (2014:30-34) dalam pernyataannya menyatakan bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya lebih ditekankan pada pendekatan ketrampilan proses siswa, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiahnya yang dapat memberi pengaruh positif terhadap kualitas proses dan produk pendidikan.

Berdasarkan beberapa definisi dan juga pernyataan yang sudah dipaparkan sebelumnya oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sangat sistematis, didalamnya merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, pada pelaksannannya menggunakan metodedan proses ilmiah seperti hasil pengamatan, penyelidikan penyusunan hipotesis dan diikuti dengan pengujian gagasan yang merupakan suatu proses penemuan.

Hasil Belajar

Suatu proses belajar mengajar terdapat sesuatu yang telah tercapai. Hasil dari proses pembelajaran yangtelah tercapai ini disebut dengan hasil belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Anugraheni (2017: 246-258) Hasil belajar siswa ini dapat diukur dengan tes hasil belajar atau tes prestasi belajar ataupun achievement test. Dalam tes hasil belajar tersebut diperlukan tes baku atau tes standar. Dan tes hasil belajar ini biasanya disusun dan dibuat sendiri oleh guru. Hasil belajar juga tidak lepas dari proses pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut Kristin (2016:74-79) mengemukakan bahwa hasil belajar berarti adalah hasil yang diperoleh seseorang dari aktivitas yang dilakukan dan mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Senada dengan pendapat tersebut Nafiah, dkk (2014:125-142) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak kedua, dimana dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan peserta didik. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat diartikan bahwa hasil belajar adalahperubahan tingkah laku seseorang, yang merupakan akibat dari proses belajar yang mencakup semua bidang baik kognitif, afektif, dan psikomotorik. Atau adanya perubahan dalam tingkah laku misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti yang dapat diukur melalui tes.

Berpikir Kritis

(6)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 350 membandingkan dua atau lebih informasi untuk tujuan memperoleh pengetahuan lebih melalui pengujian terhadap gejala-gejala menyimpang dan kebenaran ilmiah. Sedangkan menurut De Porter dkk (2013:298) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah salah satu keterampilan tingkat tinggi yang sangat penting diajarkan kepada siswa selain keterampilan berpikir kreatif. Hal serupa diungkapkan juga oleh Dike (2010:18-24) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah mendefinisikan permasalahan menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah dan membuat solusi permasalahan kemampuan berpikir kritis siswa dapat mempertimbangkan pendapat orang lain serta mampu menyampaikan pendapatnya sendiri. Selain itu menurut Nuraini S, dkk, (2017 :123-131) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis dinyatakan sebagai kemampuan yang dimiliki individu untuk menganalisa sebuah pendapat dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi daninterpretasi logis.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang baik yaitu hendaknya membantu atau memberikan jalan keluar bagi siswa untuk dapat meningkatkan daya pikir kritis serta partisipasi siswa. Ketrampilan berpikir kritis melatih siswa untuk membuat keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti dan logis serta memcahkan masalah. Dari beberapa pendapat para ahli diatas tentang berpikir kritis, maka dapat diartikan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses aktif dan cara berpikir secara teratur serta secara sistematis untuk memahami informasi yang secara mendalam, sehingga kemudian membentuk sebuah keyakinan tentang kebenaran dari informasi yang didapatkan atau pendapat-pendapat yang di sampaikan. Menurut pendapat-pendapat Ennis (2011) yang secara singkatnya menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu fokus, alasan, kesimpulan, situasi, kejelasan dan tinjauan ulang.

Maka dibawah ini dijelaskan tahap-tahap dalam berpikir kritis menurut Ennis (2011) yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. Tahap-Tahap Berpikir Kritis No Tahapan Uraian

1. Fokus Langkah awal dari berpikir kritis adalah mengidentifikasi masalah dengan baik. Permasalahan yang menjadi fokus bisa

terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen

2. Alasan Menganalisis alasantidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus –alasan yang diberikan apakah logis atau

3. Kesimpulan Jika alasan yang diberikan sudah tepat, kembali dianalisis apakah alasan tersebut dapat sampai kepada simpulan yang

diberikan atau tidak

4. Situasi Mencocokan dengan situasi yang sebenarnya

5. Kejelasan Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argumentersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan.

6. Tinjauan Ulang Artinya perlu dicek kembali apa sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari, dan disimpulkan.

(7)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 351

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitaian Tindakan Kelas(PTK). Menurut Arikunto (2010:2) menyebutkan pengertian PTK dengan mengabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, (3) kelas yaitu penelitian tindakan kelas merupakan suatupencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. PTK atau sering disebut dengan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri melalui refleksi diridengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat (Wardani, 2010:115). Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model Problem Based Learning di dalam kelas.

Subjek, Waktu dan Tempat Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3 di SD Negeri Mangunsari 05 Salatiga sejumlah 39 siswa. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran 2017/2018. Pelaksanaan penelitian ini dibagi ke dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas 3 rancangan kegiatan yakni perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan refleksi.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berfungsi sebagai alat untuk mengukur kompetensi siswa kelas 3 dalam mata pelajaran IPA di SD Negeri Mangunsari 05, Kecamatan Sidomukti, Salatiga setelah melalui proses pembelajaran menggunakan pendekatan Problem Based Learning adalah 1) Tes tertulis yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritits siswa dengan menggunaka soal tes berupa soal uraian yang memiliki tingat kognitif tinggi. 2) Observasi ini digunakan untuk mengamati perilaku atau aktivitas guru dan siswa yang dilakukan saat proses pembelajaran apakah sudah sesuai dengan rencana pembelajaran atau tidak. 3) Dokumentasi dalam penelitian ini menunjukan dokumentasi setiap kegiatan yang dilakukan saat proses penelitian berlangsung.

Teknik analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif berupa persentase kenaikan hasil dari pembelajaran menggunakan tes diperoleh dari hasil evaluasi soal siswa dianalisis berdasarkan persentase ketuntasan belajar secara individu dan klasikal kemudian dijabarkan secara deskriptif kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

(8)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 352 rendah yang dibuktikan dengan hasil belajar yang rendah. Dimana pada kondisi awal penelitian ini dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada pelajaran IPA yang di terapkan adalah nilai 70. Sedangkan data yang didapatkan berdasarkan hasil dari diskusi dengan guru bahwa dari 39 orang siswa hanya 17 orang atau sekitar 44% saja yang dikatakan tuntas dimana nilainya 70 atau sudah melebihi KKM. Sedangkan 22 orang atau sekitar 56% yang dikatakan tidak tuntas, dimana nilainya <70. Nilai tertinggi 85 dan sangat terpaut jauh nilai terendah siswa 45, rata-rata kelas masih rendah juga yaitu 67,88.

Kondisi kegiatan pembelajaran yang terjadi di SD tersebut lebih didominasi oleh guru yang sebagai sumber dalam belajar sementara siswa kurang berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru lebih sering menjelaskan materi kemudian siswa mengerjakan soal pada lembar kerja siswa saja. Guru juga masih jarang melakukan diskusi kelompok, sehingga siswa tidak terlatih untuk aktif dalam berpendapat dan berpikir kritis terhadap materi yang diberikan guru. Selain itu materi pembelajaran yang disampaikan guru hanya bersumber dari buku pegangan Buku Paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa).

Dalam proses pembelajaran IPA seperti yang terjadi di SD Negeri Mangunsari 05 terdapat beberapa permasalahan yang terjadi diantaranya yaitu pertukaran informasi hanya bersifat informatif tanpa adanya pemahaman yang lebih mendalam dari siswa. Siswa hanya menghafal materi yang diberikan guru. Selain itu guru masih jarang menggunakan metode diskusi saat proses pembelajaran. Dampak dari permasalahan tersebut siswa menjadi kurang aktif untuk mengeluarkan pendapat dan kurangnya tingkat berpikir kritis siswa terhadap materi yang disampaikan guru. Dari hal tersebut mengakibatkan hasil belajara dan kemampuan berpikir kritis siswa siswa masih terbilang rendah. Hasil belajar siswa yang terdapat dalam kegiatan pra siklus, maka akan dijadikan sebagai sampel awal dalam kegiatan penelitian dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA di kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05.

(9)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 353 Pada pelaksanaan siklus I ini masih ada beberapa langkah-langkah PBL yang belum dilaksanakan dengan baik, oleh karena itu belum mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil yang tidak maksimal tersebut tercermin dari data hasil belajar yang ditunjukan setelah dilakukannya tindakan siklus I yaitu dari 39 siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 sebanyak 12 orang atau sektar 30% yang belum mencapai KKM atau bisa dibilang belum tuntas karena nilainya <70. Sedangkan 27 atau sekitar 70% orang yang sudah mencapai KKM atau bisa dibilang sudah tuntas dimana nilai yang didapatkan 70. Nilai tertinggi yang didapatkan juga ikut meningkat yaitu 88 dan nilai terendah masih 45 sedangkan rata-rata nilai mencapai 73.

Setelah dilakukan tindakan siklus I yang dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Setelah dilakukan refleksi dan observasi agar tindakan pada siklus I, diharapkan siklus II dapat dilakukan dengan maksimal. Tidak jauh beda dengan kegiatan yang dilakukan pada siklus I Siklus II ini juga dilaksanakan dalam 3 pertemuan. Pada pelaksanaan pembelajaran menggunakan PBL pada siklus II baik pada pertemuan 1 dan 2 juga dilaksanakan dengan pembukaan pembelajaran oleh guru. Setelah itu guru mengorientasi siswa untuk belajar dengan melaukan apresepsi dan penyampaian tujuna pembelajaran. Selanjutnya guru mengorganisasi siswa untuk belajar dengan membentuk siswa menjadi beberapa kelompok dan meminta siswa mencari berbagai informasi mengenai permasalahan yang diberikan mengenai energi. Langkah selanjutnya guru membimbing pengalaman kelompok siswa untuk memecahkan masalah. Siswa selanjutnya menyajikan hasil karya berupa laporan hasil kerja kelompok dan rangkuman. Laporan hasil kerja kelompok tersebut dipresentasikan ke depan kelas untuk mendapat tanggapan dari teman lain. Pada kegiatan terakhir guru mengevaluasi proses pemecahan masalah dan melakukan refleksi pembelajaran. Pada siklus 2 ini langkah–langkah PBL sudah terlaksana dengan baik. Pada pertemuan ke 3 atau terakhir dijadikan evaluasi untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kritis kognitif siswa pada mata pelajaran IPA. Kemampuan berpikir kritis itu dapat diukur dengan hasil belajar siswa setelah mengerjakan soal yang memiliki tingkat kognitif tinggi yaitu C4, C5 dan C6. Pada tindakan di siklus II ini sudah melaksanakan semua langkah-langkah PBL dengan baik maka dapat didapatkan hasil yang maksimal.Data hasil belajar yang ditunjukan setelah dilakukannya tindakan siklus II yaitu dari 39 siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 sebanyak 4 orang yang belum mencapai KKM atau bisa dibilang belum tuntas karena nilainya < 70 atau sebanyak 10%. Sedangkan 35 orang atau 90% yang sudah mencapai KKM atau bisa dibilang sudah tuntas dimana nilai yang didapatkan 70. Nilai tertinggi yang didapatkan juga ikut meningkat yaitu 95 dan Nilai terendah masih 65 sedangkan rata-rata nilai mencapai 80.

Komparasi Hasil Penelitian Kemampuan Berpikir Kritis

(10)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 354

Tabel 3. Perbandingan Hasil Kemampuan Berpikir kritis Siswa NO NILAI Pra Siklus Siklus I Siklus II

Dari tabel diatas dapat dilihat dari kondisi pra siklus nilai rata-rata 67,88 pada siklus I rata-rata 73 dan pada siklus II rata-rata 80. Ketuntasan nilai pada pra siklus 44%, pada siklus I 70% dan pada siklus II 90%. Hal ini menunjukan ada peningkatan ketuntasan pada siklus I dari 44% menjadi 70% meningkat 26%. Sedangkan pada siklus II ada peningkatan ketuntasan 20% yakni pada siklus I 70% menjadi 90%. Dengan demikian penerapan model pembelajaran PBL pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang ditunjukan dengan peningkatan nilai siswa mencapai 46% dari pra siklus menjadi 90% pada siklus II. Berdasarkan hasil tersebut yang menunjukan kesamaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Amin (2017, 25-36). Kesamaan tersebut yaitu dalam penelitian yang menerapkan pendekatan Problem Based Learning diantaranya penelitian tentang hal serupa juga pernah dilakukan oleh Amin (2017, 25-36) pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) memilik pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amin (2017, 25-36) bahwa terdapat perbedaan persentase kemampuan berpikir kritis siswa antara prates dan pasca tes. Kriteria kemampuan berpikir kritis pada pra tes terdiri dari kritis sebesar 24,14% dan cukup kritis 75,86%. Kriteria kemampuan berpikir kritis pada pascates terdiri dari sangat kritis sebesar 10,34%; kritis 82,76%; dan cukup kritis 6,90%. Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning.

Pembahasan

(11)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 355 diberikan guru. Selain itu materi pembelajaran yang disampaikan guru hanya bersumber dari buku pada pegangan Paket dan LKS (Lembar Kerja Siswa).

Sedangkan seharusnya pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) harus dapat menciptakan kondisi yang dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. Membuat siswa mampu berpikir kritis terhadap permasalahan dalam kehidupan sehri-hari. Sehingga siswa tidak hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru, melaikan siswa harus terlibat aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA diperlukan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan mengajak siswa berpikir kritis terhadap suatu permasalahan dalam materi permbelajaran sehingga siswa akan terlibat aktif dalam pembelajaran dan kemampuan berpikir krtitis akan meningkat.

Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning pada pembelajaran mempunyai dampak pada kemampuan berpikir kritis siswa hal tersebut dibuktikan dengan tingkat hasil evaluasi siswa setelah mengerjakan soal berpikir kritis dimana soal tersebut memiliki tingkat berpikir yang tinggi yaitu menggunakan soal yang tingkat kognitifnya C4, C5 dan C6. Dibuktikan dengan grafik berikut yang menunjukan peningkatan kemampuan berpikr kritis siswa pada penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dari Pra Siklus, Siklus I Dan Siklus II

Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

Berdasarkan diagram tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa sehingga dapat dikatakan kemampuan berpikir kritis siswa juga meningkat. Perubahan kondisi siswa dapat dilihat dari presentasi siswa yang tuntas dalam mata pelajaran IPA kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05 semester II tahun ajaran 2017/2018 pada kegiatan pra siklus adalah 44%, untuk siklus I tuntas dengan presentase 70%, dan pada siklus II tuntas dengan presentase 90% dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) hasil belajar siswa 70.

Hasil presentase hasil dari pengukuran kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SDN Mangunsari 05 Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018 sebesar 90% yang menunjukan bahwa hasil dari presentase ketuntasan siswa melebihi indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh

0 5 10 15 20 25 30 35

Pra

Siklus

Siklus I Siklus II

Siswa Tuntas

(12)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 356 peneliti. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dinyatakan bahwa keampuhan PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis diantaranya seperti penelitian yang dilakukan oleh Amin (2017: 25-36) pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) memiliki pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dari siswa dan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amin (2017) bahwa terdapat beberapa perbedaan persentase dari kemampuan berpikir kritis antara kegiatan sebelum dilaksanakannya tes dan sesudah tes. Kriteria kemampuan berpikir kritis ini pada saat sebelum dilakukan tes yang terdiri dari kritis sebesar 24,14% dan cukup kritis 75,86%. Kriteria kemampuan berpikir kritis pada saat setelah dilaksanakan tes terdiri dari sangat kritis sebesar 10,34%; kritis 82,76%; dan cukup kritis 6,90%. Berdasarkan data diatas, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Selain itu penelitian dari Nafiah (2014) juga menyimpulkan bahwa PBL mempunyai pengaruh terhadap kemampuan berpikr kritis dan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian ini skor perolehan keterampilan berpikir kritis masing-masing siswa mengalami peningkatan. Pada akhir siklus II kategori keterampilan berpikir kritis mengalami peningkatan. Keterampilan berpikir kritis siswa kategori sangat tinggi sebanyak 20 siswa (69%), kategori tinggi sebanyak siswa 7 (24,1%), rendah sebanyak 2 siswa (6,9%), sangat rendah sebanyak 0 siswa (0%). Siswa yang telah mencapai keterampilan berpikir kritis kategori tinggi yaitu 27 siswa (93,1%) dengan kata lain kriteria keberhasilan pada siklus II telah tercapai.

Keunggulan dari penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain yaitu dalam penelitian ini menggunakan rubrik penilaian dalam pengukuran evaluasi kemampuan berpikir kritis siswa. Rubrik penilaian tersebut berfungsi untuk penskoran hasil evaluasi siswa terhadap soal yang memiliki tingkat berpikir tinggi. Setiap soal memiliki deskripsi kriteria penilaian yang berbeda sesuai tingkatannya sehingga hasil penilaian menjadi lebih otentik dan rinci sehingga pengukuran kemampuan berpikir ktitis siswa menjadi lebih akurat.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(13)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 357 dengan presentase 70%, sehingga setelah dilaksanakan siklus I terjadi peningkatan sebesar 26%. Hasil yang memuaskan terlihat pada siklus II yaitu 35 siswa mencapai ketuntasan pada mata pelajaran IPA dengan presentase 90% dengan presentase peningkatan sebesar 46% dari data awal pra siklus yang menunjukan kemampuan berpikir krtis siswa sebesar 44% meningkat menjadi 90% pada siklus II. Hal ini dapat diperoleh dari hasil evaluasi yang diperoleh dari Pra siklus, Siklus I dan Siklus II yang mengalami peningkatan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir krtitis siswa pada mata pelajaran IPA. Oleh karena itu penulis menyarankan: 1) Bagi pihak sekolah diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau contoh bagi sekolah agar dapat menerapakan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Sehingga, kedepan guru dapat menerpakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menarik. 2) kepada para guru dapat dijadikan referensi bagi guru dalam model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik siswa. 3) Saran bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti kembali keampuhan model PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran lainnya agar dapat mengembangkan model pembelajaran yang baik untuk dapat memajukan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anugraheni, I. 2017. Penggunaan Portofolio Dalam Perkuliahan Penilaian Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Dasar Perkhasa, 3(1), 246-258.

Anugraheni, I. 2018. Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar [A Meta-analysis of Problem-Based Learning Models in Increasing Critical Thinking Skills in Elementary Schools].Polyglot: Jurnal Ilmiah, 14(1), 9-18.

Amin, S. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learing Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Geografi. Jurnal Pendidikan Geografi, Vol 4(3) 25-36.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

BSNP.2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP

DePorter, Bobbi. dkk. 2013. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Dike, Daniel. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dengan Model TASC (Thingking actively in a Social Context) Pada Pembelajaran IPS. Jurnal Penelitian.

(14)

Devri Yunia Styaningrum 1), Firosalia Kristin 2), Indri Anugraheni 3) 358 Kristin, F. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau Dari Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD. Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6(2), 74-79.

Nafiah, Y. N., & Suyanto, W. 2014. Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Vokasi , 4(1)125-142.

Ngalim, Purwanto. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nuraini, F. 2017. Penggunaan Model Problem Based Learning (Pbl) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD. e-Jurnal Mitra Pendidikan, 1(4), 369-379.

Purwasari, Y. 2013. Meningkatkan Haasil Belajar IPA Tentang Hasil Peruabahan Kenampakan Permukaan Bumi dan Benda Langit Melalui Peta Pikiran Pada Anak Kesulitan Belajar Kelas IV SD 13 Balai-Balai Kota Padang Panjang.eJUPEKhu , Vol 1 (536-548).

Rusman. 2014. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja grafindo Persada

Saputri, K., Muslim.,& Murniati. 2015. Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Menyimpulkan Hasil Percobaan Siswa Pada Pembelajaran Fisika Kelas X SMA Negeri 1 TANJUNG UBUK.Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika, (1-8).

Setyowati, dkk.2011.Implementasi Pendekatan Konflik Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7(1), 89-96.

Simorangkir,F.M. 2014. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional.Jurnal Saintech Vol 06-No.04, 30-34

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wardani, N, S, dkk. 2012. Asesmen Pembelajaran SD. Salatiga: Widya Sari Press Salatiga

Gambar

Tabel 1. Sintak Problem Based Learning
Tabel 3. Perbandingan Hasil Kemampuan Berpikir kritis Siswa
Gambar 1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dari Pra Siklus,

Referensi

Dokumen terkait

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Rambah Tengah Hulu pada Kawasan Objek Wisata Air Panas Sauman didapatkan 3 famili 7 sub

Individu atau beberapa anggota kelompok usaha dapat terdaftar secara legal dan memperbolehkan mereka membuat profit Kelompok usaha sepakat bahwa Individu atau beberapa anggota

1) Adanya dukungan Pemerintah Kabupaten Maros di bidang Komunikasi dan Informasi melalui Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan

yang nantinya menginkubasi perusahaan pemula dalam industri hilir kelapa sawit dan memberikan layanan bisnis dan teknologi kepada UMKM yang sudah ada. Berperan

Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengan- dung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Stro bel

And yet, Katherine Duncan-Jones, in her 1997 Arden edition of the sonnets, refused to let Thorpe stand as the only begetter of his tortuous dedication, suggesting instead that,

Already head and shoulders under the hood, Gray simply turned his head and gave her a dry look.. Brianna bit her lip as she watched

Prinsip kerjanya adalah aliran data dari phones (client)/WAP protokol, akan mengirim encoded request, protokol gateway akan mentranslasikan request dari WAP protokol yang