• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosiologi dan Media pembelajaran sosiologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sosiologi dan Media pembelajaran sosiologi "

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau telah mengalami perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban, masyarakat manusia sebagai proses pergaulan permasalahan kemasyarakatan dan gejala-gejala masyarakat memasuki tahap akhir yaitu tahap ilmiah. Oleh sebab itu, dia menyarankan semua penelitian terhadap masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri.

Globalisasi didunia telah menimbulkan pergeseran dalam peran media, baik cetak maupun elektronik: apa yang harus diberitakan dan bagaimana sikap dan perilaku wartawan dalam pencarian dan penyebaran berita. Pergeseran peran media beserta awaknya ini di Indonesia, terutama sejak awal Era Reformasi, juga berimplikasi terhadap nilai-nilai yang dianut perempuan dalam media. Maka dari itulah dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Sosiologi dan Media. 1.2 Rumusan Masalah

1. Apa konsep Sosiologi?

2. Jelaskan Perspektif Konflik, fungsionalisme, dan Feminisme? 3. Bagaimana media dapat memberikan hegemoni kepada masyarakat?

4. Bagaimana konstruk-konstruk sosiologi perempuan dalam pembicaraan publik?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep sosiologi

2. mengetahui mengenai Sosiologi dan Media

(2)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sosiologi

(3)

teman, kawan. Berkembang lagi menjadi kata sosial, artinya berteman, bersama, berserikat.

Secara khusus kata sosial maksudnya adalah hal-hal mengenai berbagai kejadian dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia, dan selanjutnya dengan pengertian itu untuk dapat berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama (Shadily, 1993:1-2).

Dengan kata lain menurut Hassan Shadily, sosiologi adalah ilmu masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai anggota golongan atau masyarakatnya (tidak sebagai individu yang terlepas dari golongan atau masyarakatnya), dengan ikatan-ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan atau agamanya, tingkah laku serta keseniannya atau yang disebut kebudayaan meliputi segala segi kehidupannya (1993:2).

Pitirin Sorokin (Soekanto, 2003:19), mengemukakan sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :

a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya : antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan lain sebagainya).

b. Hubungan dengan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial (misalnya: gejala geografis, biologis, dan sebagainya). c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

(4)

William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff (Soekanto, 2003:19) berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.

Selo soemardjan dan Soelaeman Soemardi (Soekanto, 2003:20) mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelaari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosia, kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosia. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dengan segi kehidupan ekonomi, dan lain sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal terjadi perubahan-perubahan dalam struktur sosial.

Pembentukan struktur sosial dan terjadinya proses sosial dan kemudian adanya perubahan-perubahan sosial tidak lepas dari adanya aktivitas interaksi sosial yang menjadi salah satu ruang lingkup sosiologi.

Interaksi sosial merupakan suatu hubungan dimana terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi antara para individu, antara individu dengan kelompok maupun antara kelompok (Soekanto, 2003-423

(5)

Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harfiah berarti “tengah, perantara, atau pengantar”. Menurut McLuhan media adalah semua saluran pesan yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi dari seseorang kepada orang lain yang tidak ada dihadapannya.

Menurut McLuhan Media pada hakikatnya telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa tadi. Perjalanan sebuah teknologi yang mengisi hari-hari atau hidup manusia sudah sebegitu hebatnya merasuki kehidupan paling pribadi dari manusia itu sendiri sampai media atau teknologi bisa dikatakan sebagai perpanjangan dari diri kita atau ekstensi. Hal ini memperlihatkan “kebodohan” manusia di hadapan teknologi dimana hanya bisa diam termangu dan cenderung pasrah akan segala serangan yang diberikan. Dalam hal inilah sebuah teknologi dapat dikatakan sebagai suatu hal yang buruk (padahal sebelumnya, teknologi adalah wujud benda yang netral), dan justru meng-amputasi beberapa skill atau kemampuan kita (deskilling).

Hal yang menjadi dasar pemikiran McLuhan

(6)

bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. Misalnya dari masyarakat suku yang belum mengenal huruf menuju masyarakat yang memakai peralatan komunikasi cetak, ke masyarakat yang memakai peralatan komunikasi elektronik.

McLuhan berpikir bahwa budaya kita dibentuk oleh bagaimana cara kita berkomunikasi. Paling tidak, ada beberapa tahapan yang layak disimak. Pertama, penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya. Kedua, perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia. Ketiga, sebagaimana yang dikatakan McLuhan bahwa kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita gunakan itu akhirnya membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri. Manusia belajar, merasa dan berpikir terhadap apa yang akan kita lakukan karena pesan yang diterima teknologi komunikasi menyediakan untuk itu. Artinya, teknologi komunikasi menyediakan pesan dan membentuk perilaku kita sendiri.

Pengaruh dalam perkembangan teknologi dan media saat ini

(7)

menyebabkan dominasi sosial yang justru berasal dari kaum elite, ilmuwan, insinyur, dan manager yang tidak lagi mengedepankan moral. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah keberadaan televisi yang menyiarkan tayangan berbau kekerasan atau SARA. Lantaran terlalu lancang dan berani menyiarkan hal tersebut, dihadapkan dengan ketidaksiapan akan penerimanya (yang waktu itu juga mungkin masih berada dalam suatu khalayak pasif), menyebabkan tayangan tersebut menjadi hal yang dianggap benar dan boleh terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang membuat banyak orang yang melakukan kekerasan dalam kehidupan nyata. “Kebodohan” dan penurutan kita pada teknologi tersebut juga diiringi dengan ketidaksiapan akan regulasi atau peraturan yang dimiliki oleh pemerintah.

(8)

mengutamakan manusia sebagai makhluk hidup paling sempurna dan mulia ketimbang makhluk lainnya.

Tetapi fase selanjutnya yang merupakan arah kebalikannya, menjabarkan bahwa teknologi layaknya “Tuhan” dari perjalanan hidup yang dilakukan oleh manusia dari hari ke hari. Manusia dianggap sebagai orang yang pasif dan hanya menerima apa saja yang disodorkan oleh teknologi. Walaupun teknologi itu adalah buatan manusia, tetapi manusia berbalik menjadi penyembah teknologi, Apapun yang dilakukan tidak jauh dan tidak boleh terlepas dari apa yang disampaikan oleh teknologi. Apa yang boleh dan tidak boleh, layak dan tidak layak untuk diperbuat mengacu pada apa yang disampaikan oleh teknologi. Pemanfaatan ini seperti memberikan pentunjuk bahwa manusia sendiri juga dimanfaatkan oleh teknologi, dimana teknologi juga bukan merupakan perpanjangan tangan yang netral melainkan mengandung beragam kepentingan di dalamnya. Secara perlahan namun pasti, teknologi yang di-dewa-kan tersebut mengantarkan pada perubahan masyarakat dan untuk kemudian, berbalik pada siklus yaitu mempengaruhi perkembangan teknologi.

2.3 Fungsi Media

Harold Lasswell dan Charles Wright merupakan bagian dari pakar yang benar-benar serius mempertimbangkan fungsi media.

2.3.1 Pengawasan (Surveillance)

(9)

mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem atau berbahaya atau ancaman militer. Fungsi pengawasan juga termasuk berita yang tersedia di media yang penting dalam ekonomi publik dan masyarakat, seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca an sebagainya.

2.3.2 Korelasi (Correlation)

Korelasi adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang lingkungan. Media sering kali memasukkan kritik dan cara bagaimana seseorang harus bereaksi terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi merupakan bagian media yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi korelasi bertujuan untuk menjalankan norma sosial dan menjaga konsensus dengan mengekspos penyimpangan, memberikan status dengan cara menyorotiiniviu terpilih, dan dapat berfungsi untuk mengawasi pemerintah

2.3.3 Penyampaian warisan sosial

Penyampaian warisan sosial merupakan suatu fungsi dimana media menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari norma satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. Dengan cara ini mereka bertujuan untuk meningkatkan kesatuan masyarakat dengan cara memperluas dasar pengalaman umum mereka.

2.3.4 Hiburan (Entertainment)

Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan , bahkan disurat kabar sekalipun, mengingat banyaknya kolom, fitur dan bagian selingan. Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Media mengekspos budaya massa berupa seni dan musik pada berjuta-juta orang dan sebagian orang merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan publik dalam seni.

(10)

Ilmu sosial lahir pada tahun 1842 yang dirintis oleh "Auguste Comte" dari Perancis melalui bukunya"Positive Philosophy".Fokus kajiannya adalah segala bentuk kehidupan masyarakat.

Berikut adalah pengertian sosiologi dari beberapa ahli :

1. G.A. Lunberg:Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku sosial orang-seorang dan kelompok.

2. Pitirim A.Sorokin:Sosialogi adalah ilmu yang me,pelajari hubungan dan pengaruh timbalbalik antara aneka macam gejala sosial,hubungan dan pengaruh gejala sosial dengan non sosial,dan ciri-ciri umum dari semua jenis gejala sosial.

3. Prof. Selo Soemardjan:Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial,proses sosial,dan perubahan-perubahan sosial.Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok,yaitu kaidah-kaidah sosial,lembaga-lembaga sosial,kelompok-kelompok sosial,dan lapisan soial.Proses sosial adalah pengaruh timbal-balik dari berbagaisegi kehidupan sosial (ekonomi dan politik,hukum,dan agama).

Ciri-ciri pokok sosiologi sebagai berikut :

1. Sosiologi bersifat empiris,artinya didasarkan pada observasi-observasi segala kenyataan dimasyarakat.

2. Sosiologi bersifat teoritis,artinya merupakan abstraksi dari hasil-hasil observasi yangmenjelaskan hubungan kausalitas.

(11)

4. Sosiologi bersifat nonetis,artinya yang dipersoalkan bukan baik buruknyafakta,tetapibertujuan untuk menjelaskan fakta-fakta secara analisis.

Adapun sifat-hakikat sosiologi sebagai berikut.

1. Sosiologi termasuk kelompok ilmu-ilmu sosial yang objek studinya adalah masyarakat.

2. Sosiologi bukan disiplin ilmu yang normatif,tetapi kategoris.Artinya sosiologi hanyamembatasi diri pada apa yang trjadi dewasa ini dan bukan yang seharusnya terjadi.

3. Sosiologi merupakan ilmu murni dan bukan ilmu terapan,artinya sosiologi bertujuan untukmengembangkan ilmu secara teoritis.

4. Sosiologi bersifat abstrak,artinya yang diperhatikan adalah bentuk dan pola-pola peristiwadalam masyarakat.

5. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum sehingga berupa ilmu umum.

2.5 Perspektif Media

(12)

“paradigma”. Berikut adalah beberapa prespektif-prespektif yang di gunakan dalam sosiologi.

2.5.1 Perspektif Fungsionalis

Dalam perspektif ini, suatu masyarakat dilihat dalam suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi yang bekerja dalam suatu cara yang agak teratur menurut suatu perangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat tersebut. Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan suatu kecenderungan kearah keseimbangan, untuk mempertahankan suatu sistem kerja yang selaras dan seimbang.

Dalam prespektif fungsionalis, dengan Talcot Parson (1937), Kigsley davis (1937) dan Robert Merton (1957)m sebagai para juru bicara yang terkemuka, setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu dan terus menerus, karena hal itu fungsional. Jadi sekolah mendidik anak- anak, mempersiapkan para pegawai, mengambil tanggung jawab orang tua murid dalam sebagian waktu pada siang hari dan sebagainya.

Corak perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat. Didaerah perbatasan Amerika dimana terdapat beberapa pengnapan dan hanya sedikit orang yang mampu menyewanya, tumbuhlah suatu pola sikat yaang keramah-tamahan. Keluarga-keluarga yang tengah bepergian pada waktu malam, merupakan tamu-tamu yang disambut hangat oleh setiap penduduk. Dengan bertambah mantapnya daerah perbatasan, pola keramah- tamahan ini tak lagi penting dan menurun. Jadi pola-pola prilaku timbul untuk memenuhi kebutuhan dan hilang bila kebutuhan itu berubah.

(13)

sebagian besar sejarah, keluarga-keluarga besar sangat didambakan. Tingkat kematian tinggi dan keluarga besar membantu untuk meyakinkan adanya beberapa yang selamat. Khususnya di Amerika, suatu benua yang sangat luas, yang belum memiliki tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaan , secara fungsional keluarga besar bermanfaat. Keluarga-keluarga ini menyediakan tenaga kerja, persaudaraan dan jamina masa tua dan merupakan hal yang baik, baik bagi perorangan maupun masyarakat. Kini dengan padatnya penduduk dunia, dengan tingkatkematian yang rendah, keluarga bukanlah rakhmat. Dengan kata lain, keluarga besar menjadi gangguan fungsional dan mengancam kesejahteraan masyarakat maka keseimbangan baru seddang dalam proses dimana ganti tingkat kematian dan tingkat kelahiran yang tinggi, (mudah-mudahan) kita akan mengalami tinggak kematian dan kelahiran yang rendah. Jadi suatu nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat menjadi fungsional pada saat dan tempat yang berbeda.

Bila suatu perubahan sosial tertentu mempromosikan suatu keseimbangan yang serasi, hal tersebut dianggan fungsional. Bila perubahan sosial tersebut mengganggu keseimbangan, hal tersebut merupakan gagguan fungsional. Bila perubahan sosial tidak membawa pengaruh, maka hal tersebut tidak fungsional. Dalam suatu negara demokratis, partai partai politik adalah fungsional sedangkan pemboman, pembunuhan, dan terorisme politik adalah gangguan fungsional, dan perubahan perubahan dalma kamus politik atau perubahan dalam lambang partai, adalaha tidak fungsional.

Fungsionalis dalam media

(14)

memiliki asumsi bahwa apapun yang ada dalam sistem merupakan sesuatu yang “bebas-nilai”, sehingga secara langsung fungsionalisme menawarkan suatu cara pandang perihal keseimbangan peran media dalam masyarakat. Fungsionalis berargumentasi bahwa ilmu sosial tidak memiliki basis dan kebutuhan untuk membuat penilaian atas media, karena dalam praksisnya Merton menganggap media memiliki dua fungsi yaitu manifest function (diproyeksikan dan dapat diamati) dan latent function (tidak dapat diproyeksi dan kurang mudah diamati).

Adapun beberapa kekuatan fungsional adalah : Posisi media dan pengaruhnya di dalam sebuah system social yang lebih luas, Menawarkan pandangan yang seimbang tentang peran media dalam masyarakat dan didasarkan pada penelitian empiris dan panduan. Meski begitu, teori ini memiliki kekurangan, yaitu : Terlalu menerima status quo, Menegaskan bahwa disfungsi adalah "seimbang" dengan adany fungsi, Menegaskan bahwa fungsi negative yang laten adalah "Seimbang" dengan fungsi yang positif dan Jarang memungkinkan kesimpulan pasti tentang Peran media dalam masyarakat. Hal yang menjadi ciri khas fungsionalisme adalah menganggap disfungsi sebagai konsekuensi logis sebagai keseimbangan dari fungsi yang diberikan.

(15)

menjauh daro bentuk pendidikan politik atau agama yang membosankan dimana mereka sendiri ingin mempromosikannya. Mendelsohn berpendapat bahwa orang membutuhkan pelarian relaksasi dan tidak berbahaya seperti yang tawarkan televisi. Selanjutnya, Mendelson membuat teori hiburan massa yang dikutip dari penelitian psikologi. Teori ini berdasarkan pada adanya sejumlah kecil orang yang mungkin kecanduan televise.

Adapun kekuatan teori hiburan massa adalah : Menekankan pada pengaruh prososial media dan Memberikan penjelasan meyakinkan mengapa orang mencari hiburan di media. Sementara kekurangan teori ini adalah Terlalu menerima status quo dan Memberi gambaran negatif ke rata-rata orang dari penggunaan media mereka. Pada gilirannya, teori fungsional dianggap semakin tidak relevan, dan lahirlah teori system (system theories) sebagai pengganti teori fungsional tersebut. Sebuah system terdiri dari kumpulan bagian yang saling berhubungan, dan jika salah satu bagian berubah makan akan menyebabkan bagian lainnya juga berubah. Teori sistem memiliki kelebihan yaitu dapat terkonseptualisasi dari teori pada level makro maupun mikro, selalu menampilan komunikasi sebagai suatu proses.

(16)

penyelidikan ini. Kognisi sosial dalam penggunaan media beroperasi pada tiga jalan yaitu : (Bandura, 1971, 1994) 1. Pembelajaran observatif 2. Efek larangan (inhibitory) 3. Efek ajakan (disinhibitory) Teori kognisi sosial terbukti merupakan pisau analisis yang tajam untuk memahami bagaimana orang belajar perilaku dari televisi.

Dengan membedakan antara imitasi dan identifikasi dan mengidentifikasi model prilaku yang berbeda dari penonton, seperti pembelajaran observatif, efek larangan, efek ajakan, dan vicarious reinforcement (penguatan yang lebih kuat akibat dari melihat dibanding melakukannya langsung)., itu membantu menjelaskan bagaimana individu belajar dari media. Bahkan sebagai ide-ide ini telah diterapkan untuk new media seperti video game. Adapun yang menjadi kekuatan dari teori social kognitif adalah Menunjukkan hubungan kausal antara media dan perilaku, Berlaku untuk seluruh penonton dan di seluruh situasi, Memiliki kekuatan penjelas yang kuat (misalnya, menolak katarsis, menekankan pentingnya lingkungan dan konten isyarat).

(17)

berbeda, aspek penyajian kekerasan dalam isi media itu sendiri, dalam menentukan jumlah pembelajaran yang didapat dari mekanisme tontonan.

Simpulan lainnya adalah rekonsepsi dari teori perihal penonton-muda yang aktif menonton televisi meskipun tidak mengabaikan efek media, tidak menunjukkan bahwa penonton muda mendapatkan pengaruh lebih besar dari penonton yang lebih tua. Demonstrasi efek media yang signifikan pada individu secara alami meningkatkan atas studi kritis, efek media pada tingkat makro terutama di bidang komunikasi massa dan sosialisasi anak. Gagasan awal media sebagai jendela awal dunia baru-baru ini telah diperbarui dan diperluas, atau bahkan akan mendapatkan suatu redifinisi, atau juga melenyapkan batas lingkungan kanak-kanak itu sendiri.

2.5.2 Perspektif Konflik

(18)

lebih sempit. Mereka melihat perjuangan meraih kekuasaan dan penghasilan sebagai suatu proses yang berkesinambungan.

Para teoritis konflik memandang suatu masyarakat sebagai terikat bersama karena kekuatan kelompok atau kelas yang dominan. Mereka mengklaim bahwa “ nilai-nilai bersama fungsionalis sebagai suatu ikatan pemersatu tidaklah benar-benar kosensus yang benar-benar, sebaliknya konsensus tersebut adalah ciptaan kelompok atau kelas yang dominan untuk memaksakan nilai-nilai serta peraturan mereka terhadap semua orang.

2.5.3 Perspektif Feminisme

Teori feminisme merupakan label generik untuk perspektif atau kelompok teori yang mengeksplorasi makna konsep-konsep gender. Teori feminis mengamati bahwa banyak aspek kehidupan terlepas dari sex biologis dipahami dalam pengertian kualitas gender , termasuk bahasa, kerja, peran keluarga, pendidikan, sosialisasi dan sebagainya. Kritik feminis bertujuan untuk membongkar kekuasaan dan batas-batas pembagian kekuasaan itu. Kebanyakan teori feminis menekankan sifat opresif dari relasi gender.

(19)

a. Feminisme Liberal

Berpandangan bahwa perempuan dapat menikkan posisi mereka dalam

keluarga dan masyarakat melalui kombinasi inisiatif dan prestasi individual

(misalnya pendidikan tinggi), diskusi rasional dengan kaum laki-laki, khususnya

suami, yang dapat dikonsepsikan sebagai upaya memperbaiki peran jender

mereka, cara pengambilan keputusan sehubungan dengan pengasuhan anak, yang

akan memberikan kemungkinan bagi perempuan untuk mengejar karir, dan

memperthankan hukum yang memberikan hak kepada aborsi legal dan

melindungi perempuan dari diskriminasi seks (misalnya pasal- VII Civil Rights

Act).

b. Feminisme Radikal

Feminisme radikal atau cultural mengacu kepada verasi yang sedikit

berbeda dalam teori feminis, yang berakar pada akhir era 1960-an dan awal

1970-an (misalnya Firestone, 1979; Atkinson, 1979). Pendekat1970-an ini (lihat Dworkin,

1979) berpandangan bahwa penindasan atas perempuan terutama terjadi karena

patriarki , yang beroprasi baik pada level keluarga dan pada level budaya, di mana

citra seksis perempuan diobjektifkan sehingga menindas mereka. Feminisme

radikal mirip dengan feminism lesbian atau separatism lebian dalam kritiknya

atas keluarga heteroeksis sebagai sumber utama penindasan atas perempuan. Ini

sekaligus mengantisipasi berbagai tema dalam teori homoseksual, yang

didiskusikan kemudin, misalnya hegemoni heteroeksisme, yang memproduksi

(20)

Feminime berpandangan bahwa feminis perlu meruntuhkan atau secara

radikal memperbaiki keluarga dan menciptakan budaya non-misoginis di mana

perempuan tidak dijadikan objek. Feminisme radikal memasukkan tapi tidak

terbatas pada kritik tajam atas heteroeksisme, yang tidak hanya berpandangan

bahwa semua orang pada dasarnya heteroseksual tapi juga menambahkan bahwa

perempuan mendapatkan identitaa mereka karena berpaangan (khususnya,

menikah) dengan laki-laki dan mempunyai anak. Feminisme lesbian merupakan

feminis radikal adalah separatis lesbiankarena merek menasihati perempuan untuk

berpasangan hanya dengan perempuan. Feminisme radikal tidak membutuhkan

penyangkalan personal atas heteroseksualitas. Dia tidak memrlukan pemikiran

ulung radikal tentang kelarga, termasuk psndangan ulsng radikal tentang

heteroseksualitas wajib Juga diperlukan komimen untuk menciptakan satu budaya

di mana perempuan tidak mengidentifikasikan diri dan nilai mereka dalam

hubungan hal mereka dengan laki-laki.

c. . Feminisme Sosialis

Feminisme spesialis sperti Zillah Einstein dan Heidi Hartmann

berpendapat bahwa perempuan tidak dapat meraih keadilan sosial tanpa

memubarkan patriarki dan kapitalisme. Meskipun terdapat debat anar feminis

sosialis (misalnya lihat Walby, 1990; Delphy, 1984) tentang cara terbaik untuk

menkonseptualisasikan hubungan kapitalisme dan patriarki dan “beban” apa yang

memberikan kepada patriarki dn kapitalisme sumber penindasan atas perempuan,

(21)

dapat memperjuangkan kondisi perempuan saat ini sebaik-baiknya. Feminis

sosialis menekankan aspek jender dan ekonomis dalam penindasan atas kaum

perempuan. Mereka berpedapat bahwa perempuan dapat dilihat sebagai penghuni

kelas ekonomi dalam pandangan Marx dan “kelas seks”, sebagaimana disebut

oleh Shulamith Firestone Artinya, perempuan menampilkan pelayanan berharga

bagi kapitalisme baik sebagai pekerja maupun istri yang tidak menerima upah atas

kerja domestic mereka.

d. Feminisme Posmodern

Teori feminis postmodern (lihat, misalnya Flax, 1990; Hekman, 1990;

Lather, 1991; Brodribb, 1992) telah mendapatkan bbanyak perhatian dan perlu

mendapatkan bagian khusus di sini. Dalam banyak hal, feminis postmodern

menerjemahkan kerangka kerja mereka dari teori postmodern yang didiskusikan

pada bab 2 dan 3. Mereka menerapkan teori perbedaan dan kritik teoritisi Perancis

atas modernitas pada masalah perempuan. Teori feminis postmodern mula-mula

mendapatkan suara dari feminis Perancis seperti Irigay, Kristeva dan Cixous, yang

mengambil karya mereka dari tafsir psikonalisis postmodern Lacan. Para feminis

Perancis ini belum memproduksi banyak teori sosial yang sisematis. Namun

mereka menulis esai dalam tafsir sastra, filsafat, budaya dan psikoanilisis yang

menentang banyak konveksi stalistik atas teori sosial kritis karena mereka

mencoba menunjukan apa yang mereka sebut dengan L’ecriture feminine, atau

tulisan perempuan (lihat Meese, 1992).

Tema kunci pertama feminisme postmodern adalah pertanyaan bahwa

(22)

feminis dan menciptakan budaya feminis. Ini adalah alas an mengapa feminis

Perancis mengahbiskan banyak waktu untuk menteorikan tulisan sebagai satu

aktivitas yang terjenderkan. Mereka melihat perempuan dan laki-laki yang

“menceritakan” (berbicara dan menulis) dunia dengan cara yang berbeda

mencerminkan sifat yang berbeda, hubungan dengan kenirsadaran, dan posisi

subjek mereka.Selama posmodernis menyatakan bahwa manusia sebagian besar

diposisikan oleh bahasa dan wacana mereka, mudah kiranya untuk melihat

mengapa feminis Perancis menempatkan begitu banyak penekanan pada

narativitas feminis sebagai sarana pembebasan, identitas dan penciptaan budaya.

2.6 Konstruk-konstruk Sosiologi perempuan dalam pembicaraan publik

Persoalan yang kerap sekali dikemukakan dalam perbincangan mengenai peranan wanita didalam masyarakat adalah wanita tidak berperan dominan didalam bidang media. Didalam wacana media, wanita diposisikan bukan sebagai subyek pengguna bahasa, tetapi sebagai “obyek tanda” yang dimasukkan kedalam sistem tanda didalam sistem komunikasi ekonomi kapitalisme. Bibir, mata, pipi, rambut, paha, betis, pinggul, perut, buah dada, semuanya menjadi fragmen-fragmen tanda didalam media patriarki, yang digunakan untuk menyampaikan mana tertentu. Semua fragmen-fragmmen tanda ini menjadi obyek fetish yang bersifat metonimis. Artinya semua fragmen tanda tersebut seakan-akan mewakili totalitas tubuh dan jiwa wanita itu sendiri.

(23)

digunakan didalam media sebagai cara menjual komoditi, sementara wanita itu sendiri mempunyai peran dominan didalam konsumsi (melihat ikla, menonton tv, berbelanja). Artinya , wanita lebih banyak mengonsumsi citra dirinya sendiri dibandingkan pria.

Bagi Laura Mulvey, perjuangan gender adalah perjuangan untuk mengubah relasi memandang/dipandang. Didalam dunia yang diatur berdasarkan kesenjangan seksual, kesenangan memandang dibedakan antara aktif/pria dan pasif/wanita, khususnya yang terdapat di dalam wacana film. Untuk mengatasi kesenjangan makna didalam media tersebut diatas. Bagi Jackie Stacey yang harus dilakukan khususnya didalam film adalah dengan mengubah struktur yang memandang bahwa pria lebih aktif sedangkan wanita pasif.

(24)

yang baru, yang akan membebaskan semua wanita melalui perubahan yang radikal dalam sistem yang sudah ada. Bagaimanapun, baik aliran transformis maupun reformis adalah sisi lain dari mata uang yang sama, digerakkan oleh suatu kesadaran politik yang sama, digerakkan oleh suatu kesadaran politik yang umum:”sistem telah dikendalikan”.

Karenannya meskipun kaum feminis memiliki perspektif politik yang berbeda, namun secara umum mereka menaruh perhatian terhadap kedudukan wanita dalam masyarakatnya dalam ruang publik. Gerakan kaum feminis bertolak dari upaya untuk memahami bagaimana cara supaya fungsi-fungsi sistem sosial, politik dan ekonomi yang ada, bisa diubah hingga sekurang-kurangnya menjadi lebih egaliter, kooperatif, dan tidak bersikap eksploitatif terhadap kaum wanita.

Ontologi feminis membuktikan bahwa proses penggenderan sesungguhnya berakar dalam gagasan di zaman pencerahan, yaitu suatu gerakan filsafat Eropa yang muncul dari tahun 1700-an yang secara historis berbarengan dengan keyakinan ilmu kedokteran bahwa kaum pria dari spesies manusia membawa miniatur bayi dalam spermanya. Pemikiran ini terorganisasikan didalam “diktator dualisme”. Kediktatoran dualisme ini terus bertahan dan menjadi sangat sukses dalam mendoktrin kita supaya percaya bahwa wanita bertentang dengan pria.

(25)

norma yang dikonstruksi secara lahraga wanita digeneralisasikan dan didefinisasikan dalam perbandingan dengan norma yang dikonstruksi secara lahraga wanita digeneralisasikan dan didefinisasikan dalam perbandingan dengan norma yang dikonstruksi secara lahraga wanita digeneralisasikan dan didefinisasikan dalam perbandingan dengan norma yang dikonstruksi secara lahraga wanita digeneralisasikan dan didefinisasikan dalam perbandingan dengan norma yang dikonstruksi secara lahraga wanita digeneralisasikan dan didefinisasikan dalam perbandingan dengan norma yang dikonstruksi secara lahraga wanita digeneralisasikan dan didefinisasikan dalam perbandingan dengan norma yang dikonstruksi secara lahraga wanita digeneralisasikan dan didefinisasikan dalam perbandingan dengan norma yang dikonstruksi secara sosial, wanita tentu saja dihadapkan dengan laki-laki. Dalam kaitan ini media telah ikut mempertahankan status qou “kediktatoran dualisme” yang membelah dunia sehingga seluruh diskursusnya menunjukkan kecenderungan dualisme cara berpikir seperti yang diwariskan pemikiran zaman Pencerahan tersebut.

(26)

kontrol terhadap proses pemilihan, pemaknaan dan penyajian informasi yang sangat ampuh untuk menjinakkan perempuan.

Lebih lanjut mengenai pandangan Wolf (1993), apartheid gender dalam media massa ternyata telah menimbulkan akibat-akibat yang harus ditanggung oleh perempuan. Akibat-akibat itu antara lain :

1. Mematikan perdebatan, sehingga membuat saluran politik perempuan terhambat.

2. Disebabkan para redaktur media massa merasa tidak perlu meliput isu-isu yang akan mempengaruhi lebih dari separuh pembaca, pendengar atau pemirsa merekapun gagal memberikan informasi yang diperlukan oleh lebih dari separuh penduduk negerinya tentang cara menentukan pilihan terbaik sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing adalah bagian dari keniscayaan konsep demokrasi, para redaktur itu justru gagal memenuhi tanggung jawab mereka.

3. Bias ini biasanya melecehkan gerakan perempuan, dan akibatnya mengasingkan perempuan pada umumnya dari wakil-wakil mereka di institusi-institusi demokrasi dalam masyarakat modern.

(27)

dengan gagasan-gagasan bebas yang bisa berubah dan karena itu argumen mereka gampang dipatahkan (Cf.Wolf,1993).

Dalam rentang sejarah yang panjang itu, kritik dan penelitian media tentang bagimana representasi perempuan dalam media telah menjadi debat tersendiri diatara lingkaran feminis yang “memusuhi” media. Penelitian tentang bagaimana wanita ditampilan dalam muatan atau isi media memang sudah banyak dilakukan oleh kaum feminis. Mungkin saja mereka memiliki pandangan politik dan metodologi yang berbeda dari para peneliti ilmu sosial tradisional yang barangkali juga masih didominasi oleh pendekatan kuantitatif dan paradigma empirisme-positivistik atau cara berpikir dulistik.

Bagaimanapun, hingga tahun 1980-an, para peneliti media dilingkaran feminis telah mewariskan kepada kita mengenai berbagai gambaran yang saling melengkapi dan tampak suram tentang potret wanita dimedia massa. Karenannya, menurut catatan salah seorang ilmuwan komunikasi feminis terkemuka, gambaran suram mengenai wanita dalam media yang sebenarnya dihasilkan dari penelitian ilmu sosial tradisional tersebut, tetap perlu dosertakan mengingat dua kecenderungan yang terjadi belakangan. Pertama, kecenderungan penelitian yang mempermasalahkan cara berpikir kita terhadap isi media dan gambaran wanita. Kedua, adalah perubahan isi media itu sendiri yang seakan-akan telah menyelesaikan masalah kaum feminis mengenai gambaran kaum wanita.

(28)

kekuasaan media, ambiguitas yang secara kuat bertalian di dalam konteks pasca strukturalisme, pasca feminisme, dan pasca modernisme dengan krisis utopia sosial dan gagasan tentang emansipasi, dan akhirnya dengan krisis cara-cara pengetahuan dan tindakan legitimasi.

Perempuan memang patut bersyukur karena citra dalam berbagai media massa perlahan berubah. Kini daftar perempuan yang mengisi sejarah bangsa dan peradaban meningkat luar biasa. Perempuan kini tidak lagi selalu diliput karena “first Lady of President”, tapi karena mereka adalah “First President Lady” di berbagai negara.

Perempuan juga perlu senang bahwa kini, ia tak lagi menunggu dilihat sebagai objek keindahan badaniah untuk dipandang dan dinikmati, tapi mereka diliat sebagai manusia multidimensional. Tidak hanya memilik badan yang gemulai, wajah yang mempesona, mata yang indah, rambut terurai, tapi kii perempuan dilihat sebagai mahluk utuh terdiri atas badan, jiwa, dan mahluk yang mempunyai kemampuan berpikir, berkarya, berbuat, mengambil keputusan, memimpin, dan sebagainya.

Sungguhpun hal menggembirakan diatas terjadi, tidak berarti bahwa media massa sudah memberikan gambaran ideal terhadap perempuan, tengoklah bagaimana perempuan dikoleksikan dalam media: iklan, halaman depan tabloid, dan majalah hiburan masih banyak yang memakai wajah dan bentuk badan perempuan sebagai daya tariknya.

(29)

yang menyiarkan program yang dinilai kurang baik. Kita kini memang sedang berada di dalam era informasi. Perempuan memanfaatkan teknologi informasi ini untuk meningkatkan kemampuannya, kesempatan dan citra dirinya.

Contoh Kasus

Nia Dinata dikenal sebagai seorang sutradara dan produser film muda nan kreatif. Awal karirnya sebagai sutradara berangkat dari pembuat video klip dan film iklan.

Pada awal 2000, Nia kemudian mendirikan perusahaan film independen Kalyana Shira Film. Nia kemudian menjadi sutradara untuk film CA BAU KAN (2002) yang diangkat dari novel dengan judul sama karya novelis Remy Sylado. Film yang bersetting sejarah 1930-an, menceritakan kisah tokoh pejuang berkebangsaan Tionghoa dengan dibintangi oleh Ferry Salim dan Lola Amria. Berikutnya pada 2004, dia menyutradarai film ARISAN!dengan Surya Saputra, Cut Mini dan Tora Sudiro. Film ini mendapat banyak penghargaan, termasuk dari Festival Film Indonesia dan MTV Movie Awards.

Sejumlah film yang disutradarai dan diproduseri Nia, di antaranya MERAIH MIMPI (2009), BERBAGI SUAMI (2006), JANJI JONI (2005) (PRODUSER), AJANG AJENG (2004), ARISAN! (2003), JONI BE BRAVE (2003), BIOLA TAK BERDAWAI (2003) dan CA BAU KAN (2002).

(30)

merupakan sebuah film dokumenter yang menceritakan sejarah panjang kain batik.

Dari Nia Dinata kita dapat belajar bahwa perempuan tidak hanya menjadi objek dari media itu sendiri, tetapi perempuan bisa menjadi seorang sutradara sebuah film yang bekerja dibalik layar, bukan didepan layar.

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kata sosiologi berasal dari kata sofie, yang berarti bercocok tanam atau bertaman, kemudian berkembang menjadi socius, dalam bahasa latin yang berarti teman, kawan. Berkembang lagi menjadi kata sosial, artinya berteman, bersama, berserikat.

(31)

Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harfiah berarti “tengah, perantara, atau pengantar”. Menurut McLuhan media adalah semua saluran pesan yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi dari seseorang kepada orang lain yang tidak ada dihadapannya.

Fungsi Media :

1. Pengawasan (Surveillance) 2. korelasi (Correlation)

3. Penyampaian warisan sosial 4. Hiburan (Entertainment) sifat-hakikat sosiologi sebagai berikut.

6. Sosiologi termasuk kelompok ilmu-ilmu sosial yang objek studinya adalah masyarakat.

7. Sosiologi bukan disiplin ilmu yang normatif,tetapi kategoris.Artinya sosiologi hanyamembatasi diri pada apa yang trjadi dewasa ini dan bukan yang seharusnya terjadi.

8. Sosiologi merupakan ilmu murni dan bukan ilmu terapan,artinya sosiologi bertujuan untukmengembangkan ilmu secara teoritis.

Perspektif Sosiologi Media a. Perspektif Fungsionalisme b. Perspektif Konflik

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan dalam membuat antena mikrostrip dual band menggunakan slot berbentuk u dimaksudkan agar antena yang dibuat dapat bekerja sesuai dengan spesifikasi yang

Pada kantong empedu (GB) terdapat cairan intrahepatik pericholecystic yang tidak beraturan (panah).   Pada gambar diatas, seorang pria berumur 67 tahun dengan penyakit

pemograman, di maana setiap aspek terdapat indikator-indikator. Pada bagian akhir multimedia interaktif pendidikan seks, siswa dapat mengetahui sejauh mana pemahaman

2 4.3 Menilai apakah suatu bilangan dapat dinyatakan sebagai jumlah, selisih, hasil kali, atau hasil bagi dua bilangan cacah.. 4.3.1 Menilai apakah suatu bilangan dapat

Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: (1) model yang ada adalah model yang berada pada tahap detil design dan integrasi yang dilakukan adalah integrasi pada

Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini yaitu melakukan simulasi nilai premi yang harus dibayar pelanggan dengan peluang kebangkrutan dan melakukan simulasi dari model

[r]

Penelitian ini mengajukan desain pengendali hybrid PI dan sliding mode untuk mengendalikan level dan konsentrasi pada sistem CSTR.. Metode pengendali sliding mode mampu