• Tidak ada hasil yang ditemukan

Askep Pertusis Pada Anak Repaired

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Askep Pertusis Pada Anak Repaired"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang

disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki

posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi

sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu

dilakukan tindakan operasi ORIF

(Open Rreduktion wityh Internal Fixation).

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus

pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan

jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot

menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka,

tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan

struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)

Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya

yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari

bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67

% dan bahan seluler 33%.

Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di

kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa

ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi.

Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah

penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia

Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan

kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694

mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40

(2)

kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun

di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana

pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277

orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi

3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban

mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.

Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah

fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa.

Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus

kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika

fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur

terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari

dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui

dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat

kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau

belakang.

Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam

kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas

dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan

atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua

jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang

paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi

pada batang femur 1/3 tengah.

(3)

Makalah ini berisi tentang masalah dan menjelaskan yang terkait tentang apa

itu fraktur femur dan tibia fibula beserta asuhan keperawatannya.

1.3. Tujuan penulisan

Untuk memenuhi tugas Sistem Muskuloskeletal yang berupa makalah tentang

asuhan keperawatan fraktur femur dan tibia fibula.Setelah membaca isi dari

makalah asuhan keperawatan ini pembaca dapat memahami lebih lanjut

tentang apa itu faraktur femur dan tibia fibula beserta asuhan keperawatannya.

1.4. Metode penulisan

Makalah ini di buat dengan metode penulisan study pustaka atau literatur.

Dengan mengambil beberapa sumber dari internet sebagai tambahan .

1.5. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 Bab utama,sebagai berikut :

BabI berisi tentang latar belakang masalah,perumusan masalah,tujuan

penulisan,metode penulisan,dan sistematika penulisan makalah ini.

Bab II merupakan bagian yang berisi materi maupun pokok bahasan .

Bab III merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan,saran,dan

daftar pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.

Definisi fraktur

(4)

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak ( otot,kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah ) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.

fraktur curis atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai pada jaringan lunak ( oto,kulit,jaringan saraf, pembuluh darah ) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup.

Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras ( Burner and suddart tahun 2000 hal 2386 )

2.2.

Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat terjadi menjadi 3 klasifikasi yaitu :

A. Klasifikasi etiologis 1. Fraktur traumatik

Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba 2. Fraktur patologis

Terjadi karna kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam tulang, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multipel, kista tulang, osteomielitis dan sebagainya.

3. Fraktur stres

4. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.

B. Klasifikasi Klinis

1. Faraktur tertutup ( simple fracture )

Menurut Sjamsuhidayat Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from withim ( dari dalam ) atau from without ( dari luar )

2. Fraktu dengan komplikasi ( Complicated fraktur )

Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, dalayed union, nonunion, infeksi tulang.

3. Klasifikasi radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas : a. Lokalisasi ( Gambar 2.1 ) b. Diafisal

c. Mentafisial d. Intra-artikuler

(5)

I. Klasifikasi fraktur femur A. Fraktur proksimal femur

1. Fraktur terjadi dikapsul sendi pinggul ( Intrakapsular ) Subkapital dan tras-servikal

2. Fraktur terjadi diluar kapsul sendi pinggul ( ekstrakapsular ) - Intratrokanter atau basal

- Subtrokhanter 3. Fraktur Leher femur 4. Fraktur Batang femur 5. Fraktur distal femur II. Klasifikasi fraktur tibia fibula

A. Fraktur terbuka B. Fraktur tertutup

2.3

Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini :

I.

Pertistiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,

penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntian atau

penarikan.

II.

Kelemahan abnormal pada tulang ( fraktur patologik )

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu

lemah ( misalnya oleh tumor ) atau kalau tulang itu sangat rapuh

( misalnya : penyakit paget )

2.4

Patofisiologi

5

Trauma pada femur

Kegagalan tulang menahan tekanan terauma

Tekan membengkok, memutar dan menarik

Fraktur femur

Fraktur terbuka Fraktur tertutup

prosedur pemasangan traksi internal

Kerusakan

neurovaskuler Kerusakan vaskular

Kurang informasi, salah informasi pengobatan

Prosedur pemasangan fiksasi internal Prosedur

(6)

PATWEY FRAKTUR FIBIA TIBULA

Salah interpretasi dlm mencari pertolongan Adanya port de entree Vaskularisasi yg kurang pada ujung

fragmen dalam keluarga, biaya oprasi, dan fiksasi internal yang mahal 3.Cedera jaringan

lunak dan depormitas

Perubahan peran Resiko infeksi

- Keluhan nyeri

- Keterbatasan melakukan - Penurunan kemampuan otot - Perubahan bentuk otot - Perubahan status psikologis

- Perubahan status peran dlm keluarga - Pemenuhn informasi pengobatan

Tirah baring lama, penekanan lokal

Ansietas Defisiensi pengetahuan dan informasi

Trauma pada ektremitas bawah

Kekuatan daya trauma lebih besar dari pada kemampuan daya menahan dari

tulang kursis

Fraktur kursis

(7)

2.5

Manifestasi klinis

Fraktur femur dan tibia fibula hampir sama pada klinis fraktur umum tulang

panjang yaitu nyeri hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas atas

karna kontraksi oto, krepitasi, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada

kulit akbat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur.

2.6

Penatalaksanaan

A. Fraktur Femur

1. Penatalaksanaan yang dilakukan hampir sama dengan

penatalaksanaan patah tulang panjang lainya Yaitu :

Terpi konservatif : traksi kulit merupakan pengobatan sementara

sebelum dilakukan trapi difinitif untuk mengurangi spasme otot.

7

Adanya Port entree Vaskularisasi yg kurang pada ujung

- Keterbatasan melakukan pergerakan

- Penurunan kemampuan otot - Perubahan bentuk tubuh - Perubahan status psikologis - Perubahan status peran dlm

keluarga

(8)

Terapi operatif yaitu dengan pemasangan plate atau screw terutama

pada fraktur proksimal dan distal femur, mempergunakan K-nail,

AO-nail, atau jenis-jenis lain, baik dengan oprasi tertutup maupun

terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama adalah fraktur diafisis,

fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur

kominutif, Infected pseudoarthrosis, atau fraktur terbuka dengan

kerusakan jaringan lunak yang hebat.

2. Pada fraktur batang femur tertutup yaitu :

a. Trapi konservatif

b. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum

dilakukan definitif untuk mengurangi spasme otot.

c. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi

kulit. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat

komunitif dan segmental.

d. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi

union fraktur secara klinis.

e. Trapi operatif

f. Pemasangan plate dan screw.

B. Fraktur tibia fibula

Penatalaksanaan fraktur tibia fibula terbuka yaitu :

NON OPERATIF

a. Reduksi

Reduksi yaitu trapi fraktur dengan cara menggantungkan kaki

dengan tarikan traksi.

b. Imbolisasi

Imbolisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah

dengan gips, dalam 7-10 hari, atau diberikan selama 3-4

minggu.

c. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan

(9)

kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke

fungsi normal.

OPERATIF

Penatalaksanaan fraktur dengan Oprasi, memiliki 2 indikasi yaitu :

a. Absolut

1. Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga

memerlukan operasi dalam penyembuhan dan perawatan

lukanya.

2. Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki

mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri.

b. Relatif, jika adanya

1. Pemendekan

2. Fraktur tibia dengan fibula intak

3. Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

2.7

Pemeriksaan diagnostik Fraktur femur dan tibia fibula

A.

Fraktur femur

1. CT-Scan

2. MRI

B.

fraktur tibia fibula

1. Foto Polos cruris AP lateral

2. Foto Thorax

3. Pemeriksaan Laboratorium

d. Darah Lengkap

e. Kimia Darah

f. Koagulasi dan trombosit

g. HbsAg

h. Elektrolit

2.8 Komplikasi

Menurut Long (2000), komplikasi fraktur dibagi menjadi : Immediate complication yaitu komplikasi awal dengan gejala :

- Syok neurogenik - Kerusakan organ syaraf

(10)

Early complication - Kerusakan arteri - Infeksi

- Sindrom kompartemen - Nekrosa vaskule - Syok hipovolemik - Late complication - Mal union - Non union - Delayed union

Konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan fraktur femur

A. PENGKAJIAN 1. Anamnesis

a. Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat agama, bahasa yang digunakan status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnosis medis. b. Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadi trauma, yang menyebabkan patah

tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobat kedukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapt mengetahui luka kecelakaan lain.

c. Riwayat penyakit dahulu . penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget yang menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. selain itu klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko

mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses penyambungan tulang.

(11)

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cendrung diturunkan secara genetik.

e. Riwayat psikososialspiritual. Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik bagi dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status general ) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal) a. Keadaan umum , keadaan baik buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat

adalah kesadaran klien ( apatis, sopor, koma, gelisah, kompos metis yang bergantugn pada keadaan klien ), kesakitan atau keadaan penyakit ( akut, kronis, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut ).

b. B1 ( breathing ). Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan.

c. B2 ( blood ). Ispeksi: tidak ada iklus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iklus tidak teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.

d. B3 ( brain )

1) Tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis

2) Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.

3) Pemeriksaan refleks. Biasanya tidak didapatkan reflek-reflek patologis

4) Pemeriksaan sensori. Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.

e. B4 ( Bladder ) kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan krakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami pada sistem ini.

f. B5 ( Bowel ). Ispeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidak teraba. Perkusi : suara timpani. Auskultasi : paristaltik usus normal 20 kali/menit.

g. B6 ( Bone ). Adanya fraktur pada femur akan menganggu secara lokal, baik fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.

h. Look. Pada sistem intergumen terdapat eritema, suhu daerah trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan pembengkakan yang tidak biasa ( abnormal ) dan deformitas.

i. Feel. Kaji adanya nyeri tekan ( tendreness ) dan krepitasi pada daerah paha j. Move. Setelah pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan menggerakan

ekstremitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri pada

pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada

(12)

gangguan gerak ( mobilitas ) atau tidak. Gerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan fasip. Berdasarkan pemeriksaan didapatkan adanya gangguan/keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakan kaki, dan penurunan kekuatan otot ektremitas bawah dalam melakukan pergerakan

k. Pola aktifitas. Karna timbul rasa nyeri, gerak menjadi terbatas.

l. Pola isterahat tidur. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan gerakannya terbatas sehingga dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur klien.

B. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan utama pada fraktur femur, baik fraktur terbuka maupun tertutup adalah sebagai berikut :

1. Nyeri

2. Hambatan mobilitas fisik 3. Defisit perawatan diri 4. Resiko tinggi trauma 5. Resiko tinggi infeksi 6. Kerusakan intergritas kulit 7. Ansietas

C. Intervensi Dx. 1

1. Nyeri akut B/d pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedra neuromuskular, trauma jaringan, dan spasme otot sekunder.

Tujuan perawatan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi.

Kreteria hasil : Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri

Kaji nyeri dengan skala 0-4.

Atur posisi imobilisasi pada paha.

Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus.

Jelaskan dan bantu klien dengan

Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cedra.

Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada daerah paha.

(13)

tindakan pereda nyeri nonfarmokologi dan nonnivasif.

Ajarkan relaksasi :

Tehnik-tehnik mengurangi ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intesitas nyeri. Tingkatkan relaksasi masase.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

Berikan kesempatan waktu isterahat bila terasa nyeri dan berkaitan dengan posisi yang nyaman, misalnya waktur tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil.

Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungkan dengan beberapa lama nyeri akan berlangsung.

Observasi tingkat nyeri dan respons motorik klien 30 menit. Setelah pemberian obat analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari

ketegangan, suhu distensi kandung kemih, dan berbaring lama

Pendekatan dengan menggunakan relaksasasi dan non farmokologi lainya efektif dalam mengurangi nyeri.

Tingkat ini akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan Oksigen pada jaringan terpenuhi dan nyeri berkurang.

Menghilangkan perhatin klien terhadap nyeri ke hal-hal menyenangkan.

Isterahat merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

Pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat membantu meningkatkan kapatuhan klien terhadap rencana terapeutik.

Dengan pengkajian yang optimal, perawat akan mendapatkan data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

DX.2

2. Hambatan mobilitas fisik B/d diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi.

Tujuan perawatan : Klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuanya.

Kreteria Hasil : Klien dapt ikut serta dalam program latihan, tidak mengalmi kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

INTERVENSI RASIONAL

(14)

MANDIRI

Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Atur posisi imbolisasi pada paha

Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.

Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.

KOLABORASI

Kolaborasi dengan ahli fisiotrapi untuk latihan fisik klien.

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha. Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekakuan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

Kemampuan mobilitas ekstrimitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim fisiotrapi.

DX.3

3. Defisit perawatan diri B/d kelemahan neuromuskular dan penurunankekuatan paha. Tujuan Perawatan : Perawatn diri klien dapat terpenuhi.

Kreteria Hasil : Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, dan mengidentifikasi individu/masyarakat yang dapat membantu.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

Hindari apa yang tidak dapt dilakukan klien dan bantu bila perlu.

Ajak klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berikan motivasi dan izinkan klien melakukan tugas, dan berikan umpan balik positif atas usahanya.

Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi paha yang sakit, seperti tempatkan makanan dan peralatan dekat dengan klien.

Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan

Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan untuk kebutuhan individu.

Hal ini dilakukan untukmencegah frustasi dan menjaga harga diri klien

Klien mengeluarkan empati. Perawat perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien. Intervensi tersebut dapt meningkatkan harga diri, memandikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba.

Klien akan lebih mudah mengambil peralatan yang diperlukan karena dekat dengan lengan yang sehat.

(15)

minum dan meningkatkan latihan mencegah konstipasi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR TIBIA FIBULA

C.

PENGKAJIAN 1. Anamnesis

a. Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamt, agama bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis. b. Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan

patah tulang kursis, pertolongan apa yang didapatkan, dan apakah sudah berobat kedukun patah selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.

c. Riwayat penyakit dahulu. Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit-penyakit tertentu, sperti kanker tulang dan penyakit paget menyebabkan praktur patologissehingga tulang sulit menyambung.

(16)

d. Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keluarga yang berbungan dengan patah tulang kursis adalah salah satu faktor presdisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang cendrung diturunkan secara genetik.

e. Riwayat psikososialspiritual. Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

2. Pemeriksaan fisik . Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan fisik secara umum (Status General) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan

setempat (Lokal).

a. Keadaan umum : Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran klien (apatis, sopor, koma, gelisah, kompes metisyan bergantung pada keadaan klien), kesakitan atau keadaan penyakit ( akut, kronis, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut ).

b. B1 (Brathing). Pada pemeriksaan sistem penapasan, didapatkan bahwa klien fraktur tibia-fibula tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan.

c. B2 ( blood ). Ispeksi: tidak ada iklus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iklus tidak teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.

d. B3 ( brain )

1). Tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis

2). Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.

3). Pemeriksaan refleks. Biasanya tidak didapatkan reflek-reflek patologis

e. B4 ( Bladder ) kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan krakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami pada sistem ini.

f. B5 (Bladder). Ispeksi abdomen : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : Turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepas tidak teraba. Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit. Inguinal-genita-lia-anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.

g. B6 (Bone). Adanya fraktur tibia-fibula akan mengganggu secara lokal, baik fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.

(17)

penonjolan tulang keluar kulit. Ada tanda-tanda cedra dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskuler ( saraf dan pembuluh darah ) tungkai, seperti bengkak/edema. Ada ketidakmampuan menggerakan kaki dan penurunan kekuatan otot ektremitas bawah dalam melakukan pergerakan.

i. fell. Kaji nyeri tekan dan krepitasi pada daerah tungkai bawah.

j. Move. Pemeriksaan yang didapatkan adalah adanya gangguan/keterbatasan gerak ektremitas bawah.

3. Pemeriksaan Radiologi

Dengan pemeriksaan Radiologi, perawat dapat menentukian lokasi fraktur, jenis fraktur, apakah fraktur terjadi ditibia dan fibula atau hanya tibia saja atau fibula saja, selain itu perawat juga dapat menentukan apakah fraktur bersifat segmetal.

D.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah keperawatan utama pada fraktur tibia-fibula, baik fraktur terbuka maupun tertutup adalah sebagai berikut :

1. Nyeri

2. Hambatan mobilitas fisik 3. Defisit perawatan diri 4. Resiko tinggi trauma 5. Resiko tinggi infeksi 6. Kerusakan intergritas kulit 7. Ansietas

E.

INTERVENSI DX.1

1. Nyeri akut B/d pergerakan fragmen tulang, komprensi saraf, cedera neuromuskular trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.

Tujuan Perwatan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi.

Kreteria Hasil : Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi RASIONAL

MANDIRI

Kaji nyeri dengan skala 0-4.

Atur posisi imbolisasi pada tungkai bawah.

Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus.

Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skla nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cedra.

Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri tungkai bawah

(18)

Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmokologi dan nonisifatif.

Ajarkan relaksasi :

Teknik-teknik mengurangi ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intesitas nyeri dan meningkatkan relaksasi masase.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

Berikan kesempatan waktu isterahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh kita dipasang bantal kecil.

Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungkan dengan berapa lama nyeri akan berlangsung.

Observasi tingkat nyeri dan respons motorik klien 30 menit setelah pemberian obat analgesik untuk mengkaji

efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.

Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,

ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan berbaring lama.

Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan non farmokologi lainya efektif dalam mengurangi nyeri.

Teknik ini akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan Oksigen pada jaringan terpenuhi dan nyeri berkurang.,

Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang menyenangkan

Isterahat mereklaksasikan semua jaringan sehingga meningkatkan kenyamanan.

Pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

Setelah melaksanakan pengkajian yang optimal, perawat akan memperoleh data yang objektif untuk mencegah

kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi.

DX.2

2. Hambatan mobilitas fisik B/d diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, pemasangan fiksasi ekternal.

Tujuan perawatan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

Kreteria Hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

(19)

MANDIRI

Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Atur posisi imbolisasi pada tungkai bawah.

Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.

Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.

KOLABORASI

Kolaborasi dengan ahli fisiotrapi untuk melatih fisik klien

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

Imbolisasi yang adekuat dapat mengurangi fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada tungkai bawah.

Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

Kemampuan mobilitas ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisiotrapi.

Dx. 3

3. Resiko tinggi trauma B/d hambatan mobilitas fisik, pemasangan fiksasi ektrenal, pemasangan gips spalk dengan bebat.

Tujuan perawatan : Resiko trauma tidak terjadi.

Kreteria Hasil : Klien mampu berpatisipasi dalam pencegahan trauma.

INTERVENSI RASIONAL

MANDIRI

Pertahankan imbolisasi pada tungkai bawah.

Bila klien menggunakan gips, pantau adanya penekanan setempat dan sirkulasi perifer.

Bila terpasang bebat, sokong fraktur

Meminimalkan ransangan nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya.

Mendeteksi adanya sindrom kompartemen dan menilai secara dini adanya gangguan sirkulasi pada bagian distal tungkai bawah.

Mencegah perubahan posisi dengan tetap

(20)

dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi yang netral.

Evaluasi bebat terhadap resolusi edema.

Pantau fiksasi ektrenal :

Evaluasi adanya bagian tajam dari fiksasi ektrenal.

Jangan tutup fiksasi ekternal dengan selimut atau kain.

Beri tahu kepada klien agar tidak menginjakan kaki yang telah dipasang fiksasi ekternal.

mempertahankan kenyamanan dan keamanan.

Bila fase edema telah lewat, kemungkinan bebat menjadi longgar dapat terjadi. Adanya bagian tajam pada fiksasi ekternal memungkinkan trauma pada kulit klien. Adanya bagian tajam dapat dimanipulasi dengan memberikan penumpul pada ujung-ujung bagian yang tajam. Menghindari ketidaktahuan orang lain terhadap adanya pemasangan fiksasi ekternal pada klien.

Mencegah terjadinya perubahan posisi akibat pergerakan fragmen tulang dari menahan berat tubuh.

BAB III

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.

Kneale, Davis.2011. Keperawatan Oetopedik & Trauma. Penerbit : EGC. Jakarta

Lukman, Ningsih. N. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit Selamba Medika : Jakarta

http://www.scribd.com/doc/69920506/Fraktur-Femur

http://www.slideshare.net/IndahTriayu/fraktur-tibia

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan ini dicatat dengan stiker putih bergambar bayi atau simbol lingkaran berwarna putih.Kemungkinan lendir tampak kental dan keruh.Perasaan lengket dan

Sembilan skripsi yaitu skripsi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 dinilai baik dalam tujuan karena tujuan penelitian sesuai dengan permasalahan, dapat diperiksa apakah tujuan

Kegiatan belajar mengajar (KBM) pada siklus 1, memiliki kendala dalam proses KBM seperti awal masuk kelas para siswa belum terlihat aktif dalam merespon

Dalam hal peralatan, masih perlu me- nyesuaikan dengan perkembangan teknologi mutakhir; sekolah tidak memiliki panduan prakerin, pembekalan hanya dilakukan se- minggu

berlimpah, murah, kuat dan ringan, namun belum dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengembangkan bahan rotan

Menurut Santrock (dalam Alfina,2014) santri yang memiliki kemampuan self-regulated learning menunjukan karateristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu

Sekuen trnL-F kurang sesuai jika digunakan untuk membangun pohon filogenetik (Brinegar, 2009), akan tetapi data hasil penelitian menunjukkan adanya subtitusi

RIP FMIPA UHO ini bertujuan untuk menjadi pedoman pelaksanaan penelitian di FMIPA UHO secara efektif, terintegrasi, komprehensif dan berkelanjutan untuk menjalankan misi penelitian