• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yayan Akhyar Israr, S.Ked Christopher A.P, S. Ked Riri Julianti, S.Ked Ruth Tambunan, S. Ked Ayu Hasriani, S. Ked

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Yayan Akhyar Israr, S.Ked Christopher A.P, S. Ked Riri Julianti, S.Ked Ruth Tambunan, S. Ked Ayu Hasriani, S. Ked"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

0

Authors :

Yayan Akhyar Israr, S.Ked

Christopher A.P, S. Ked

Riri Julianti, S.Ked

Ruth Tambunan, S. Ked

Ayu Hasriani, S. Ked

Faculty of Medicine – University of Riau

Pekanbaru, Riau

2009

(2)

1

CEDERA KEPALA

CEDERA KEPALA

CEDERA KEPALA

CEDERA KEPALA

DEFINISI

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.1 Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2

ANATOMI A. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. 3,4

(3)

2

B. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii 5,6. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.4,7 Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.3

C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Duramater

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal.4 Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.3

Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).3

(4)

3

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.3 Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.4 Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.3

3. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.3. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.5

D. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.5

Gambar 2. Lobus-lobus Otak 5

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.7 Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi

(5)

4

retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.3,8

E. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.3 Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.9

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).3

G. Perdarahan Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.4

ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA

a. Hukum Monroe-Kellie

Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).10

(6)

5 b. Tekanan Perfusi Serebral

Adalah selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan tekanan intarkranial (ICP). Pada seseorang yang dalam kondisi normal, aliran darah otak akan bersifat konstan selama MAP berkisar 50-150mmhg. Hal ini dapat terjadi akibat adannya autoregulasi dari arteriol yang akan mengalami vasokonstriksi atau vasodilatasi dalam upaya menjaga agar aliran darah ke otak berlangsung konstan.10

PATOFISIOLOGI

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala.11 Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.1 Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).12

(7)

6

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.12

Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih dari ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera.14

Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.15

Lesi Intrakranial

Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun terakhir ini.15

Hematoma Epidural

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak diregio

(8)

7

temporal atau temporalparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.12,14

Hematoma Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif.14

Kontusi dan hematoma intraserebral.

Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun, terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.14

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam

(9)

8

jaringan otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan.10

KLASIFIKASI

Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai berikut :3

1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat. 2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan,

3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

Tabel 1. Glasgow Coma Scale10

Glasgow Coma Scale Nilai

Respon membuka mata (E) Buka mata spontan

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara Buka mata bila dirangsang nyeri

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4 3 2 1 Respon verbal (V)

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang Kata-kata tidak teratur

Suara tidak jelas

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

5 4 3 2 1 Respon motorik (M) Mengikuti perintah

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

6 5 4 3 2 1

(10)

9

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.16 Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.15

Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara lain:10

1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam) 2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit) 3. Penurunan tingkat kesadaran

4. Nyeri kepala sedang hingga berat 5. Intoksikasi alkohol atau obat 6. Fraktura tengkorak

7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea 8. Cedera penyerta yang jelas

9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan 10.CT scan abnormal

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan.3

Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut:10

(11)

10

1. volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih

2. dari 20 cc di daerah infratentorial

3. kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan

4. tanda fokal neurologis semakin berat

5. terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat 6. pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm

7. terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.

8. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan 9. terjadi gejala akan terjadi herniasi otak

(12)

11

FRAKTUR KRURIS

FRAKTUR KRURIS

FRAKTUR KRURIS

FRAKTUR KRURIS

PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah retaknya tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan, biasanya disertai cedera di jaringan sekitarnya.17,18,19 Fraktur bisa bersifat patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran. Fraktur bisa mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan terjadi karena kerusakan pada area ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau pemendekan pada tulang. Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Pada tulang anak-anak lebih mudah pulih setelah suatu fraktur terjadi dibandingkan tulang orang dewasa, karena tulang pada anak memiliki lebih banyak pembuluh darah serta lapisan pelindung yang lebih tebal dan kuat yang mengandung lebih banyak sel-sel pembentuk tulang dari pada tulang dewasa.17,19,20

Fraktur dapat dibagi menjadi :20

1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara frakmen tulang dengan dunia luar.

2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat menurut Gustilo, Merkow dan templeman.20

- Derajat I : Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, tranversal, oblik pendek dan sedikit kominutif.

- Derajat II : Laserasi kulit melebihi 1 cm, tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan

(13)

12

yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi dari fraktur.

- Derajat III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat biasanya karena trauma dengan kecepatan tinggi.

Dibagi dalam 3 subtipe :

- III A : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat atau adanya flap. Fraktur bersifat segmental/kominutif hebat.

- III B : Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur kominutif yang hebat.

- III C : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

ETIOLOGI

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi :17,19

1. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang 2. Usia penderita

3. Kelenturan tulang 4. Jenis tulang

DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma yang hebat dan diikuti dengan kctidakmampuan tungkai bawah untuk digerakkan. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya hanya terdiri dari satu lokasi

(14)

13

fraktur. Penderita biasanya datang dengan keluhan nyeri, adanya pembengkakan, gangguan pemendekan ekstremitas bawah.17

2 . Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan umum pada pasien perlu diperhatikan:17 - Syok, anemia, perdarahan

- Kerusakan pada organ-organ lain - Adanya fraktur patologis

Pada pemeriksaan lokal dilakukan tiga pemeriksaan yaitu:17,21 a. Look (inspeksi)

- Bandingkan dengan femur yang sehat. - Perhatikan posisi femur.

- Keadaan umum penderita secara keseluruhan. - Ekspresi wajah karena nyeri.

- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.

- Bedakan antara fraktur femur terbuka dan frakturfemur tertutup. - Perhatikan adanya deformitas atau angulasi, rotasi dan pemendekan. b. Feel (palpasi)

- Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh nveri.

- Temperatur daerah fraktur.

- Nveri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur.

- Krepitasi: krepitasi dapat diketahui dengan melakukan perabaan dan harus dilakukan dengan hati-hati.

- Perneriksaan vaskuler pada daerah distal ekstremitas bawah berupa perabaan arteri dorsalis pedis, temperatur kulit.

- Pengukuran tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.

c. Move (pergerakan)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal tungkai bawah. Pada fraktur setiap gerakan akan

(15)

14

mengakibatkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak dilakukan secara kasar, dipasang pine itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

PENGOBATAN

Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal empat bulan, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.

Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna.22 Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu dari cara berikut ini:

1. Traksi

Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedullary nailing paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal traction yang dipasang melalui tibial pin. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan beban yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaan radiologis setelah 24 jam untuk mengetahui apakah berat beban tepat. Bila terdapat overdistraction, berat beban dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah.

Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama dua minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk memastikan apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur dapat terselip perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk.17,20

(16)

15 2. Fiksasi interna

Intra medullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.

Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliputi anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi. Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.17,20

3. Fiksasi eksternal

Fraktur dapat dipertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan yang melalui tulang di atas dan di bawah fraktur dan diletakkan pada suatu kerangka luar. Fiksasi luar sangat bermanafaat pada fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat dimana luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau pencangkokan kulit, fraktur yang disertai kerusakan saraf dan pembuluh, fraktur yang tidak stabil dan kominutif, fraktur yang tidak menyatu, fraktur yang tidak cocok dengan fiksasi interna.17,22

4. Cast bracing (bracing fungsional)

Bracing fungsional menggunakan gips yang mencegah kekauan sendi sambil masih memungkinkan pembebatan atau pembebanan fraktur. Segmen dari gips hanya dipasang pada batang tulang, membiarkan sendi-sendi bebas, segmen gips dihubungkan dengan engsel dari logam atau plastic yang memungkinkan gerakan dari satu bidang. Cast Bracing hanya dipakai bila fraktur mulai menyatu, misalnya 3-6 minggu setelah traksi/gips konvensional.17,22

(17)

16

KOMPLIKASI

1. Komplikasi dini

- Syok, dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat tertutup

- Emboli lemak, sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.

- Trauma pembuluh darah besar; ujung frakmen tulang menembus jaringan lunak dan mencederai arteri femoralis.

- Trauma saraf, trauma saraf dapat terjadi pada nervus isciadikus atau cabangnya nervus tibialis dan nervus perineus komunis.

- Trombo emboli pada penderita yang berbaring lama.

- Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.17,20

2. Komplikasi lanjut

- Delayed union; normal terjadi union dalam empat bulan

- Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interns. Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, mal union juga menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga diperlukan koreksi osteotomi.

- Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi intramuskuler.

- Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union solid.17,20

(18)

17

DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.

2. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Disitasi dari http://www.biausa.org pada tanggal 13 Juli 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009.

3. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI; 2004. 168-193.

4. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006. 740-59

5. Dunn LT, Teasdale GM. Head Injury. Dalam : Oxford Textbook of Surgery. 2nd ed. Volume 3. Oxford Press;2000.

6. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC;2003.

7. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Prnciples and Practice of Surgery. 4th ed. Elsevier Churchill Livingstone;2007. 551-61.

8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier Saunders;2006. 685-97.

9. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrt’z Principles of Surgery. 8th ed. McGraw-Hill;2005. 1615-20.

10.Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra Grafindo;2005.

11.Gennarelli TA, Meaney DF. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam: Neurosurgery 2nd edition. New York : McGraw Hill;1996.

12.Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkins;2003.

(19)

18

13.Findlaw Medical Demonstrative Evidence. Closed head traumatic brain injury. Disitasi dari : http://findlaw.doereport.com pada tanggal 19 Juni 2008. Perbaharuan terakhir : Juli 2007.

14.Saanin S. Cedera Kepala. Disitasi dari :

http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery.htm pada tanggal 19 Juni 2008. Perbaharuan terakhir : Januari 2008.

15.American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam :Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI;2004.

16.Al Fauzi A. Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas. Juli 2002 Disitasi dari: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm pada tanggal 13 Juli 2009. Perbaharuan terakhir : Agustus 2008.

17.Djuantoro, Fraktur Batang femur. Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997 disitasi dari : http://www.kalbefarma.com/cdk_041.htm pada tanggal 5 November 2008. Pembaharuan terakhir : Januari 2008.

18.Doglas F Aukermann, Bone Injuries and Fracture. Penn State University. 2008. Disitasi dari : www.emedicine.co/article103/boneinjury.htm pada tanggal 6 November 2008. Pembaharuan terakhir : Mei 2008.

19.Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC;2005 20.Rasjad Chairudin, DR, dalam Fraktur Femur Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.

Makasar :Bintang lamumpateu;2003. 428-440

21.Reksoprojo Sularso, dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta;1995.

22.Apley dan Solomon, Buku ajar ortopedi dan fraktur. Penerbit Widya Medika;1995

Gambar

Gambar 1. Lapisan Kranium 3
Gambar 2. Lobus-lobus Otak  5
Gambar 3. Coup dan contercoup  13
Tabel 1. Glasgow Coma Scale 10

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa perairan pantai Pulau Beruk dijumpai 279 individu gastropoda dengan komposisi spesies yang

Adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan telah terjadi perubahan cara penularan HIV dengan didominasi oleh hubungan seks dan pelanggan pekerja

Untuk mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa dalam mengkaji mode, pada akhir topik diberikan tugas untuk menciptakan disain busana baru berdasarkan topik yang dipelajari..

Penyuluhan Agama Islam (dakwah) adalah aktivitas yang sangat mulia, namun pekerjaan yang tidak ringan. Untuk itu, dalam menerapkan etika profesi sebagai

Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penerapan E-SPT (Studi Survei pada Kantor Pelayanan Wajib Pajak Pratama Kota.. Ende, Nusa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan motivasi belajar antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, 2) perbedaan hasil belajar antara kelompok

Kondisi maksimum pada transesterifikasi basa dengan menggunakan katalis CaO pada kondisi perbandingan mol CPO terhadap metanol adalah 1:12 (mol/mol), suhu 65 o C dan waktu