I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet,
bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain.
Karet merupakan komoditi perkebunan primadona ekspor. Indonesia bersama dua negara podusen karet alam terbesar dunia yaitu Thailand dan Malaysia, memberikan kontribusi sebesar 75% terhadap total produksi karet alam
dunia. Khususnya Indonesia memberikan kontribusi sebesar 26% dari total produksi karet alam dunia. Diproyeksikan hingga tahun 2020 konsumsi karet alam
dunia akan terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,6 % per tahun (Balitbangtan, 2005).
Prospek agribisnis karet diprediksi oleh para ahl/i akan semakin
menjanjikan di masa yang akan datang. Peningkatan harga karet alam di pasaran dunia terjadi karena adanya defisit suplai karet alam dibanding permintaan yang
terus meningkat tajam disertai tingginya harga bahan baku karet sintetis yang merupakan barang substitusi karet alam akibat tingginya harga minyak mentah dunia (Anwar, 2006). Negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan
Usaha-usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas tanaman di
antanya adalah penggunaan bahan tanam unggul dan penerapan sistem eksploitasi yang tepat. Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap produktivitas adalah pemeliharaan tanaman baik pada fase betum menghasilkan (TBM) maupun fase menghasilkan (TM).
Produktivitas tanaman karet sangat ditentukan oleh kapasitas produksi
tanaman dan hamparan, sedangkan kapasitas produksi secara langsung dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan tanaman. Oleh sebab itu, pemeliharaan
memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas tanaman. Seperti halnya tanaman perkebunan pada umumnya, tanaman karet memerlukan tindakan pemeliharaan secara agronomis untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Tanaman karet yang tidak dipelihara dengan baik akan menghasilkan tanaman karet yang heterogen sehingga produktivitas areal menjadi
rendah. Di samping itu, tanaman juga mengalami hambatan pertumbuhan dan perkembangan sehingga matang sadap dicapai dalam waktu yang lebih lama. Pemeliharaan tanaman yang baik hendaknya dilakukan sejak pertama kali
tanaman dipindah ke lapangan.
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan acara Pemeliharaan bertujuan untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Karet
Menurut Setyamidjaja (1999), karet dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliosida Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiareae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasililensis
Tanaman karet berupa pohon, ketinggiannya dapat mencapai 30-40 meter. Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghunjam tanah
hingga kedalaman 1-2 meter, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 meter (Syamsulbahri, 1996). Umumnya batang karet tumbuh lurus ke atas dengan percabangan dibagian atas. Dibatang inilah terkandung getah yang lebih terkenal
dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2005).
Daun berselang-seling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin
berkilat. Petiola tipis, hijau dan berpanjang 3,5 – 30 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong (Sianturi, 2001).
Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoecus). Pada satu tangkai
penyerbukan bunga karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya
3-6 ruang. Setiap ruangan berbentuk setengah bola (Setiawan dan Andoko, 2005). Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya tinga,
kadang enam. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola khas.
B. Syarat Tumbuh Tanaman Karet 1) Iklim
Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi pada kondisi iklim sebagai berikut, yaitu didataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m diatas permukaan laut, suhu optimal 28. Daerah yang cocok untuk tanaman
karet adalah pada zone antara 15 dan 15. Bila ditanam diluar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih
lambat (Setyamidjaja, 1999).
Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan hujan tropis yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Curah hujan
rata-rata yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman karet adalah sekitar 2000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari (Syamsulbahri, 1996).
2) Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah bersolom dalam, jeluk lapisan padas lebih dari 1 m, permukaan air tanah rendah yaitu 1 m. Sangat toleran terhadap
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada
tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah-tanah vukanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup
baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solom, kedalaman air tanah, aerase, dan drainasenya (Setyamidjaja, 1999).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah
berpasir hingga laterit merah dan padsolik kuning, tanah abu gunung, tanah berilat serta tanah yang mengandung peat. Tampaknya tanaman karet tidak
memerlukan kesuburan tanah yang khusus ataupun topografi tertentu (Syamsulbahri, 1996).
C. Pemeliharaan Tanaman Karet 1. Penyiangan
Penyiangan dalam budidaya karet bertujuan membebaskan tanaman karet dari gangguan gulam yang tumbuh di lahan. Karenaya, kegiatan pnyiangan sebenarnay bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika pertumbuhan
gulma sudah mulai mengganggu perkembangan tanaman karet. Meskipun demikian, umumnya penyiangan dilakukan 3 kali dalam setahun untuk
menghemat tenaga dan biaya (Setiawan dan Andoko, 2005).
Lakukan penyiangan untuk menghindari persaingan tanaman didalam pengambilan unsur hara. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman
rotasi 2 minggu sekali, sedangkan tunas lain dibuang sampai tanaman
mencapai ketinggian 1,80 m. Setelah tanaman berumur 2-3 tahun, dengan ketinggian 3,5 m dan bila belum bercabang, perlu diadakan perangsangan
dengan cara pengeratan batang,pembungkusan pucuk daun dan pemenggalan. 2. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Karet
1) Hama
Hama yang menyerang tanaman karet pada fase penanaman hingga produksi diantaranya:
a. Rayap
Rayap yang menjadi hama tanaman karet, terutama spesies Microtermes inspiratus dan Captotermes curvignathus.
b. Kutu
Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman bagi tanaman
karet adalah Saissetia nigra, Laccifer greeni, Laccifer virgata, Ferrisiana virgata dan Planococcus citri yang masing-masing memiliki ciri yang berbeda.
c. Tungau
Tungau yang menjadi hama bagi tanaman karet pada fase
penanaman hingga produksi ini adalah Hemitarsonemus dengan warna pucat hingga hijau.
Babi hutan (Sus verrucosus) adalah hama bagi hampir semua
tanaman perkebunan termasuk karet terutama yang ditanam dekat hutan.
e. Rusa dan kijang
Rusa dan kijang menjadi hama bagi tanaman dengan cara memakan daun-daunya.
f. Tapir
Sama dengan kijang tapir ( Tapirus indicus ) menjadi hama bagi
tanaman karet juga dengan cara memakan daun tanaman muda. g. Tupai
Tupai menjadi hama karena mengerat batang tanaman karet
dengan bentuk spiral. h. Gajah
Gajah ( Elephas maximus ) hanya menjadi hama yang diudsahakan di pulaau Sumatera, terutama jika areal tersebut berdekatan dengan hutan yang merupakan habitat hewan ini. ( Setiawan
dan Andoko, 2005 ). 2) Penyakit
Penyakit adalah gangguan yang terus menerus pada tanaman yang disebabakan oleh patogen, virus, bakteri dan jasad renix lain. Beberapa jenis yang cukup merugikan antara lain:
c. Penyakit Kanker garis
d. Penyakit Jamur Upas. e. Penyakit Bidang Sadapan
f. Penyakit Cendawan Akar putih
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara rutin dengan memperhatikan tingkat serangan yang terjadi. Untuk mengetahui akan
terjadinya serangan hama/penyakit sejak awal maka perlu dilakukan pengontrolan tanaman secara rutin (early warning system). Pada cara ini
terdapat tim yang bertugas mengidentifikasi tingkat serangan dan tim pengendalian serangan hama/penyakit. Pengendalian hama pada umumnya dilakukan dengan cara menakut-nakuti, mencegah kehadiranya, menangkap
dan meracuni.
Pada tanaman menghasilkan lebih banyak mengalami serangan
penyakit dari pada hama. Penyakit gugur daun yang menyerang daun muda (setelah gugur daun) sering dijumpai di lapangan jika kondisi iklim lembab. Pada tanaman yang disadap cukup berat juga sering dijumpai penyakit
kekeringan alur sadap.
Penyakit tanaman karet tanaman menghasilkan yang umum ditemukan pada
perkebunan dan cara penegndalianya adalah : a) Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus
terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Ada
kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal.
Pada perakaran tanaman sakit tampak benang‐benang jamur berwarna
putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang‐kadang membentuk badan
buah mirip topi berwarna jingga kekuning‐kuningan pada pangkal akar
tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman
mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran tanaman
sakit.
Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1‐5 tahun
terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. Pengobatan tanaman sakit
sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian tanaman. Bila
pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah :
a. Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
b. Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250
EC,
c. Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.
b) Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast)
Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan
tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks ethepon.
Adanya kekeringan alur sadap mula‐mula ditandai dengan tidak
mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemu‐dian dalam beberapa
minggu saja kese‐luruhan alur sadap ini kering tidak me‐ngeluarkan lateks.
Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi cokelat karena pada
bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit
pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan penyakit ini adalah terjadinya pecah‐pecah pada kulfit dan pembengkakan atau tonjolan pada
batang tanaman.
Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB
330, PR 261 dan RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang dipungut serta peningkatan jumlah pohon
yang terkena kering alur sadap sampai 10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan untuk mencegah
kulit yang kering sampai batas 3‐4 mm dari kambium dengan memakai pisau
sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F‐96 sekali satu bulan dengan 3
ulangan. Pengolesan NoBB harus diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali seminggu untuk mencegah masuknya kumbang penggerek. Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit
yang kering atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena
kekeringan alur sadap. Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit (Anwar, 2001).
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan
karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Oleh karena itu langkah‐langkah pengendalian secara
terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan
karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai kerugian ekonomis yang ditimbulkannya ( Anwar, 2001).
3) Gulma Tanaman Karet
Pada daerah barisan tanaman karet harus bebas dari gulma. Untuk itu digunakan pengendalian gulma secara kimia/herbisida. Pengendalian gulma
daerah gawangan terdapat gulma lunak tetapi tidak boleh tumbuh gulma
berkayu seperti Melastoma malabatrichum (http://binaukm.com, 2010). Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM)
maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll. (Anwar, 2001).
a. Pemberantasan Gulma
Pengendalian gulma pada tanaman karet menghasilkan lebih diarahkan pada daerah 1 meter sebelah kiri dan kanan barisan tanaman karet, sedangkan
gawangan karet tetap dapat ditumbuhi gulma lunak. sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
b. Kerugian Hama dan Penyakit serta Gulma
Masalah gulma di perkebunan karet dianggap serius karena bisa mengakibatkan terjadinya persaingan dalam penyerapan unsur hara, air,
cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Disamping itu, juga ada beberapa jenis gulma yang bisa mengeluarkan zat penghambat pertumbuhan sehingga tanaman terhambat dan menjelang waktu penyadapan produksinya rendah.
Gulma juga dapat menjadi tanaman inang (host plant) dari hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, gulma harur diberantas. Pengendalian gulma harus
III.METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah penjelasan yang diberikan karyawan PT.
Perkebunan Nusantara IX Kebun Krumput (Persero) dan alatnya yaitu alat tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Mengunjungi kebun krumput yang memiliki tinggi tempat 175-250, topografi kemiringan 5’ s.d 45’, jenis tanah Latosol dan kesuburan Sedang. 2. Mendengarkan staf dari krumput yang menerangkan tentang pemeliharaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Praktikum
Pemeliharaan tanaman karet pada prakteknya dibagi dua bagian yaitu : 1. Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM)
- Untuk menambah kesuburan pertumbuhan tanaman dan memperoleh
pokok yang rimbun. c. Pemupukan
Pemupukan terhadap tanaman harus dilakukan secara seimbang dan teratur, karena karet yang masih muda perlu berkembang menjadi
tanaman yang telah berproduksi, sedang tanaman yang telah berproduksi untuk menjaga agar hasil produksi tetap optimal.
d. Penyulaman
Penyulaman adalah mengganti tanaman yang mati/pertumbuhan tidak normal dengan bibit yang baru, penyulaman yang paling tepat adalah saat masih ada hujan atau pada saat tanam tahun berikutnya. Bila
Untuk mengetahui pertumbuhan tanaman, perlu dilakukan
pengukuran lilit batang sekali dalam setahun. Petumbuhan lilit batang tergantung pada kesuburan tanah, pemeliharaan tanaman, jenis klon dan
lain-lain.
2. Pemeliharaan tanaman menghasilkan a. Penyiangan
Seperti halnya pada tanaman yang belum menghasilkan, cara penyiangan pada tanaman menghasilkan dipakai cara konvensional
dengan dibabad, dicangkul, atau dikored dan memakai herbisida. b. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman yang telah menghasilkan mempunyai dua tujuan yaitu untuk meningkatkan hasil dan mempertahankan serta
memperbaiki kesekatan dan kesuburan pertumbuha tanaman pokok. c. Kerapatan tanaman dan penjarangan
Tanaman karet menghendaki kerapatan yang optimal agar diperoleh
pertumbuhan dan hasil baik. Sedangkan penjarangan mempertahankan kondisi pertumbuhan dan produksi tanaman karena dengan pertumbuhan karet yang semakin melebar baik didalam maupun diluar tanah,
menyebabkan terjadinya persaingan yang bertambah besar antar tanaman, penjarangan tanaman karet harus dilakukan dengan acara
selektif dan teratur.
B. Pembahasan
Secara garis besar tindakan pemeliharaan terbagi dalam tiga kategori yaitu pemupukan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama-penyakit. Selain
menjamin pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal. Dalam
makalah ini disajikan tindakan-tindakan pemeliharaan tanaman karet secara konprehensif yang terbagi dalam dua fase tanaman yaitu tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) yang disertai teknologi-teknologi terkini mengenai pemeliharaan tanaman karet.
Pemeliharaan tanaman karet pada fase TBM dititikberatkan pada upaya
mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif tanaman terutama lilit batang untuk mempercepat teracapainya matang sadap serta menyeragamkan pertumbuhan
tanaman. Tindakan pemeliharaan pada fase ini memberi dampak secara terus-menerus selama siklus ekonomi tanaman. Tindakan pemeliharaan fase TBM meliputi: 1). Penyisipan/penyulaman, 2). Pemeliharaan tanaman penutup tanah
(LCC/Legume Cover Crops), 3). Penunasan (Pembuangan tunas palsu), 4). Induksi Percabangan, 5). Pengendalian gulma, 6). Pemupukan, dan 7).
Pengendalian hama-penyakit. Pemeliharaan pada fase TM berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produksi tanaman. Kegiatan pemeliharaan pada fase TM di antaranya : 1). Manajemen Tajuk, 2). Pengendalian gulma, 3). Pemupukan, dan 4).
Pengendalian hama-penyakit. A. Pemeliharaan TBM Karet
1. Penyisipan/ penyulaman
Penyisipan adalah tindakan penggantian tanaman karet yang mati dengan bibit karet yang baru dengan tujuan untuk mempertahankan populasi
sesegera mungkin disulam dengan bahan tanam dari klon yang sama dan
relatif sama umurnya atau lebih tua dari tanaman yang disulam. Untuk memperoleh bahan tanaman yang seumur, haruslah disediakan bahan tanam
dalam polibeg sebanyak maksimal 10% ketika menyiapkan bibitan. Selain bibit dalam polibag, bahan tanam yang dapat digunakan untuk penyulaman adalah stum mini, stum tinggi, dan core stump (CS).
Penggunaan bahan tanam tersebut disesuaikan berdasarkan umur tanaman utama. Jika tidak tersedia tanaman dalam polibag, bahan tanaman
disediakan di pembibitan dan disulamkan sebagai stum mini. Stum mini adalah bibit hasil okulasi yang tunas okulasinya ditumbuhkan di pembibitan selama 6-8 dibongkar. Stum mini memilki persentase kematian lebih rendah
bila disbanding stum mata tidur. Stum mini hanya dapat disulamkan pada tahun pertama. Jika penyulaman masih harus dilakukan pada tahun kedua dan
merupakan penyulaman terakhir, maka bahan penyulaman menggunakan stum tinggi atau bibit core stump (CS) (Siagian, 2005).
LCC memiliki banyak manfaat, beberapa manfaat langsung yang
ditimbulkan dari penggunaan LCC pada pertanaman karet di antaranya (Balai Penelitian Perkebunan Sembawa, 1986): a). Meningkatkan kesuburan tanah,
b). Melindungi tanah dari erosi, c). Memperbaiki sifat fisik tanah, d). Memperpendek masa TBM, e). Meningkatkan produksi karet, f). Mengurangi serangan Jamur Akar Putih (JAP), g). Mempertinggi homogenitas tanaman,
h). Mempercepat regenerasi kulit pulihan.
Beberapa jenis LCC yang dianjurkan sebagai tanaman penutup tanah
ada tanaman karet adalah sebagai berikut : a) Centrosema pubescens Benth.
b) Calopogonium mucunoides Desv. (Roxb.) c) Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth. d) Pueraria javanica
e) Calopogonium cearuleum Hemsl.
f) Centrosema plumeri (Turp. Ex Pers.) Benth. g) Psophocarpus palustris Desv.
h) Pueraria thunbergiana (S & Z.) Benth. i) Mucuna cochinchinensis.
j) Mucuna bracteata.
Dari beberapa jenis LCC tersebut di atas, saat ini Mucuna bracteata merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena memiliki beberapa
dan tidak disukai ternak. Pemeliharaan LCC sebaiknya dilakukan secara
berkala sejak LCC ditanam di lapangan. Pada tanaman karet, LCC umumnya ditanam di antara barisan tanaman (gawangan). Tindakan pemeliharaan
meliputi : pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan pemurnian.
3. Penunasan/ pembuangan tunas palsu
Penunasan adalah membuang tunas palsu dan tunas cabang. Tunas palsu adalah tunas yang tumbuh bukan dari mata okulasi. Tunas ini banyak
dijumpai pada stum mata tidur, sedangkan pada bibitan dalam polibeg tunas palsu tersebut relatif kecil. Tunas palsu perlu dibuang supaya tanaman dalam satu blok dapat tumbuh seragam. Tunas palsu dapat menghambat tumbuhnya
mata okulasi dan bahkan dapat menyebabkan mata okulasi tidak dapat tumbuh sama sekali. Pemotongan tunas palsu harus dilakukan sebelum tunas
berkayu.
Pembuangan tunas cabang perlu dilakukan untuk mendapatkan bidang sadap yang baik yaitu berbentuk bulat, lurus dan tegak dengan tinggi 2,5 - 3
meter. Tunas-tunas cabang yang tumbuh pada ketinggian 2,5 - 3 meter diatas tanah dibiarkan untuk membentuk percabangan. Pembuangan tunas harus
dilakukan secepat mungkin jangan menunggu sampai berkayu selain sulit dipotong, juga akan merusak bidang sadap kalau pemotongannya tidak hati-hati. Penunasan dilakukan menggunakan pisau tajam dengan rotasi hingga 12
Pada tanaman karet muda sering dijumpai tanaman yang tumbuhnya
meninggi tanpa membentuk cabang. Tanaman dengan pertumbuhan seperti ini pertumbuhan batangnya lambat sehingga terlambat mencapai matang sadap,
selain itu bagian ujungnya mudah dibengkokan oleh angin, akibatnya akan tumbuh tunas cabang secara menyebelah, sehingga tajuk yang terbentuk menjadi tidak simetris. Keadaan cabang seperti ini akan sangat berbahaya
karena cabang mudah patah bila diterpa angin kencang. Beberapa klon yang pada awal pertumbuhannya cenderung meninggi dan lambat bercabang,
diantaranya adalah klon GT 1 dan RRIM 600. Induksi percabangan selain untuk memodifikasi bentuk tajuk tanaman juga bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan lilit batang tanaman.
Ketinggian cabang yang dikehendaki umumnya 2.5-3 m dari pertautan okulasi. Bagi klon-klon yang pertumbuhan cabangnya lambat dan baru
terbentuk di atas ketinggian tiga meter, perlu dilakukan perangsangan untuk mempercepat pembentukan cabang agar tajuk tanaman lebih cepat terbentuk. Terdapat beberapa metode induksi percabangan namun metode yang sering
dilakukan yaitu : (a). Clipping (b). Penyanggulan/folding, (c) pemenggalan batang (topping).
a. Clipping
Sebagian helaian daun pada payung teratas yang cukup tua (berumur
kemudian tunas cabang akan tumbuh. Pelihara cabang yang bertingkat,
agar tanaman lebih kuat terhadap angin kencang dan serangan jamur upas. Cara pengguguran daun ini kurang efisien, sebab cabang yang terbentuk
hanya sedikit sekali dan tingkat keberhasilannya hanya 55% saja. b. Penyanggulan/folding
Daun payung teratas yang sudah tua pada tanaman berumur 1,5 – 2
tahun diikat dengan tali atau karet menyerupai sanggul. Apabila tunas cabang mulai tumbuh ikatan harus dilepas. Jika tidak dilepas akan
menyebabkan kematian pada daun payung teratas. c. Pemenggalan batang/Topping
Pemenggalan batang dilakukan pada ketinggian 2,5–3 m sedikit di
atas kumpulan mata. Pemenggalan ini dilakukan pada waktu tanaman muda berumur 2–3 tahun, dimana pada waktu tersebut tanaman sudah
mencapai tinggi kurang lebih 5 meter. Pemenggalannya dilakukan pada waktu awal musim hujan. Tanaman-tanaman yang dapat dipenggal adalah tanaman dimana pada tinggi
kurang lebih tiga meter tersebut batangnya sudah berwarna
coklat. Alat-alat yang digunakan dalam pemenggalan adalah gergaji kayu, dan
miring, tidak boleh mendatar. Luka tanaman karet dipenggal pada tinggi
yang diinginkan tersebut, 2–4 minggu kemudian tunas-tunas mulai tumbuh, biasanya lebih dari 10 tunas. Untuk itu perlu dilakukan
penjarangan tunas.
Pembentukan cabang dengan cara pemenggalan batang dapat berhasil dengan baik dan cukup efisien. Namun kelemahannya adalah
mudah terserang penyakit jamur upas dan tidak tahan terhadap angin, karena cabang tertumpuk pada bekas penggalan. Untuk menekan
kerusakan akibat angin dan serangan jamur upas, sebaiknya cabang dijarangkan menjadi tiga buah cabang saja agar tajuk yang terbentuk dapat tumbuh dan kuat dan kokoh. Upaya lebih lanjut untuk mengurangi
kerusakan akibat angin dapat dilakukan pemenggalan kemabi pada saat tanaman sudah memasuki fase menghasilkan (TM).
5. Pengendalian gulma pada TBM
Pengendalian gulma dimaksudkan untuk mengurangi persaingan tanaman karet dengan gulma ataupun tanaman lain yang tumbuh di areal
tanaman karet. Persaingan terjadi antara tanaman karet dengan gulma dalam bentuk penyerapan hara, penyerapan air, persaingan ruang tumbuh. Selain itu
jenis gulma tertentu seperti alang-alang mengeluarkan zat alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman karet.
Gulma yang sering tumbuh di areal pertanaman karet antara lain:
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual dan kimia. Di samping
itu, penanaman LCC juga berperan dalam pengendalian gulma di perkebunan karet. Pengendalian gulma pada areal tanaman karet yang berumur kurang
dari satu tahun dilakukan secara manual dengan menyiang rumput secara melingkar dengan radius 50 cm dengan peralatan yang umumnya sederhana seperti cangkul, koret, garpu, dan sabit. Pengendalian secara kimiawi dengan
menggunakan herbisida adalah jenis pengendalian yang sering digunakan pada tanaman yang sudah berumur lebih dari satu tahun, penyiangan dapat
dilakukan secara melingkar ataupun mengikuti jalur penanaman karet dengan jarak 1,5 - 2,0 meter dari barisan pohon. Rotasi penyiangan akan tergantung dari kecepatan pertumbuhan gulma. Pada areal dengan laju pertumbuhan
gulma yang tinggi, rotasi penyiangan dilakukan 2 minggu sekali, tetapi pada lokasi pertumbuhan gulma yang biasa, rotasi penyiangan dapat dilakukan 3-4
minggu sekali. Pada tanaman menghasilkan pengendalian gulma dilakukan mengikuti jalur penanaman karet dengan jarak 2-3 meter dari barisan tanaman. Penyemprotan dilakukan dengan knapsack hand sprayer.
6. Pemupukann tanaman TBM
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya tanaman sangat
membutuhkan unsur hara. Jumlah unsur hara yang berada di dalam tanah tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman karet, oleh karena itu dibutuhkan tambahan hara berupa pupuk. Terdapat tiga faktor utama yang
a) Dosis pupuk
Cara terbaik untuk menentukan kebutuhan hara pupuk tanaman karet
ialah melalui analisis tanah dan analisis tanaman (daun). Pelaksanaan analisis tanah bertujuan untuk mengetahui kondisi karakteristik tanah, hasil analisis tanah dapat diketahui status kesuburan tanah serta sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi efektifitas pemupukan seperti reaksi tanah (pH) dan kapasitas pertukaran kation (CEC).
b) Saat/waktu pemupukan
Beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan saat pemupukan antara lain : saat paling dibutuhkan oleh tanaman, daya larut
hara pupuk di dalam tanah, dan keadaan cuaca/curah hujan. Saat pemberian pupuk yang paling tepat pada tanaman karet ialah pada saat tanaman sedang
membentuk tunas-tunas baru (flush), setelah tanaman mengalami gugur daun alamiah.
Jenis pupuk yang tergolong sangat lambat larut seperti jenis pupuk P
(RP dan TSP), dapat diberikan sekali dalam setahun dan lebih awal yaitu saat menjelang gugur daun atau segera setelah gugur daun berakhir, sedangkan
yang lebih mudah larut seperti jenis pupuk N (Urea dan AS), K (MoP), dan Mg (Kies) menyusul kemudian.
c) Cara pemupukan
bertumpang tindih dengan penyebaran akar hara terbanyak. Untuk
mengoptimalkan penyebaran hara pupuk, letak tebar pupuk hendaknya bebas dari persaingan dengan gulma. Oleh sebab itu diperlukan pengendalian gulma
minimal dua minggu sebelum pemupukan. 7. Pengendalian hama-penyakit tanaman TBM
Pada pertanaman karet, serangan penyakit lebih intensif bila
dibandingkan dengan serangan hama. Penyakit yang menyerang tanaman terbagi menjadi penyakit akar, penyakit daun dan penyakit batang/cabang.
a. Penyakit akar
Penyakit akar yang sering ditemui antara lain: 1) Penyakit jamur akar putih (Rigidoporus lignosus)
2) Penyakit jamur akar merah (Ganoderma prseudoferrum) 3) Penyakit jamur akar coklat (Phellinus noxious)
4) Ustulina zonata (Ustulina zonata)
Inspeksi serangan penyakit akar sebaiknya dilakukan berkala pada TBM setiap bulan mulai 6 bulan setelah tanam. Penyakit akar yang sering
ditemui di lapangan adalah serangan jamur akar putih (JAP). Pengobatan JAP dapat dilakukan dengan cara menggali tanah disekitar pohon yang terdeteksi
terserang penyakit akar putih. Tanah digali sampai leher akar dan dilanjutkan bila akar lateral juga terserang. Penggalian tanah menelusuri perakaran yang terserang jamur sampai batas akar yang tidak terserang. Setelah tanah digali,
berat dan menunjukkan gejala pembusukan, maka dilakukan pemahatan. Akar
kemudian dibersihkan dengan kain lap dan diolesi dengan fungisida Anvil 50 CP yang telah dicampur dengan lateks.
b. Penyakit Daun
Penyakit daun yang sering menyerang pertanaman karet antara lain: 1) Colletrotichun gloeosporioides
2) Oidium heveae 3) Dreschlera heveae 4) Microcylus ulei
Colletrotichun gloeosporioides sangat merugikan bila menyerang TBM atau TM yang masih muda yang dapat menyebabkan gugur daun
berkelanjutan. Penyakit tersebut berkembang pada kondisi cuaca yang lembab mencapai 90% dengan curah hujan 10 cm/bulan dan suhu kira-kira 32 0C.
Gejala serangannya ditandai dengan adanya bintik 1-2 mm dan di bagian pinggirnya berkerut membentuk lingkaran kuning.
Oidium heveae menyebabkan penyakit embun tepung yang sangat berbahaya bila menyerang tanaman muda pada saat pembentukan daun sehingga daun gugur kembali. Gejala serangannya berupa bintik-bintik
terpisah. Penyakit ini mudah menyerang pada kondisi cuaca yang lembab dengan kelembaban mancapai 90% dan suhu udara kurang lebih 32OC. B. Pemeliharaan Karet TM
Pada tanaman menghasilkan (TM), manajemen tajuk ditujukan untuk
mengurangi kerusakan akibat angin. Kerusakan akibat terjangan angin merupakan masalah yang penting di perkebunan karet terutama di
wilayah-wilayah yang merupakan daerah jalur lintasan angin. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, selain hilangnya produksi pada tiap pohon yang tumbang/patah, penurunan populasi seringkali memaksa pekebun
me-replanting areal tanaman karetnya lebih awal dari yang telah diproyeksikan sehingga keuntungan sangat kecil atau bahkan tidak dapat menutupi biaya
investasi awal. Tanaman karet, seperti halnya tanaman keras atau berkayu lainnya memiliki kemampuan memperkecil permukaan kontak dengan angin (steramlining) dan lengkung (bending) yang rendah sehingga mudah patah
bila diterjang angin yang kuat (Karyudi et al., 2003).
Manajemen tajuk pada TM dapat ditempuh dengan cara pemenggalan
(topping). Topping dapat dilakukan pada 2 tahun setelah sadap (TM 2) kurang lebih 7 m di atas permukaan tanah. Topping dilakukan pada saat produksi turun dan tidak diperbolehkan dilakukan pada saat produksi puncak. Manfaat
topping terlihat dari percabangan yang relatif seragam dan kerapatan populasi yang terus dapat dipertahankan sampai tanaman tua.
2. Pengendalian gulma pada TM
Pada tanaman yang telah menghasilkan pengendalian dilakukan secara stripan dengan lebar stripan 1,5 m setiap sisinya. Alat yang digunakan dapat
Gulma Mikania micrantha dikendalikan dengan penyemprotan 2,4 D Amine
0,4 % dengan dosis 300 liter/Ha. Gulma Mikania dikendalikan sampai dengan umur tanaman 10 tahun. Alang-alang (Imperata cylindrica) adalah gulma
yang sangat merugikan bagi pertanaman karet. Bila alang-alang tumbuh dalam kelompok-kelompok kecil, maka dikendalikan dengan wiping. Wiping dilakukan dengan mengoleskan herbsida Glyphosate ke bagian tajuk
alang-alang. Bila alang-alang tumbuh dalam bentuk hamparan, maka dikendalikan dengan penyemprotan menggunakan Glyphosate 1% dengan dosis 600 liter/
Ha. Gulma alang-alang dikendalikan sampai dengan 6 tahun sebelum replanting. Gulma pakis dikendalikan dengan penyemprotan Glyphosate dan 2,4 D Amine 0,8% dengan dosis 300 liter/Ha. Dalam penerapan herbisida
untuk mengendalikan gulma perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Cuaca (diperlukan 6 jam kering setelah penyemprotan)
b) Stadia gulma (gulma masih muda/hijau dan belum berbiji) c) Pengendalian gulma harus selesai sebelum periode pemupukan d) Pemilihan herbisida dan alat harus tepat
3. Pemupukan pada TM
Pemupukan pada tanaman TM ditujukan untuk mengganti hara tanah
yang diangkut keluar seiring dengan eksploitasi tanaman. Efektifitas dan efisiensi pemupukan tidak dapat terlepas dari mekanisme roduksi tanaman. Hal ini digambarkan sebagai fungsi dari empat faktor yaitu : pertumbuhan
tanaman, karakteristik tanah, dan manajemen, sedangkan faktor iklim
merupakan faktor tidak dapat dikuasai karena merupakan gejala alam.
Program pemupukan perlu disesuaikan dengan keadaan iklim setempat,
terutama pada curah hujannya. Jika dosis pupuk lebih besar dari 300 g/p/th, pemberian pupuk agar dipecah menjadi dua kali masing-masing setengah dosis setiap aplikasi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan tanah
memegang pupuk di wilayah I yang terlihat rendah. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah rendah yaitu 10 meq%. Dalam praktek ada kecenderungan dosis
300 g/p diberikan hanya satu kali saja dengan alasan biaya untuk tenaga penabur pupuk menjadi lebih besar. Penafsiran dosis 2x/th jika dosis lebih besar daripadai 300 g/p, cenderung keliru ditafsirkan yaitu berdasar jenis hara
N, P, K, dan Mg pada hal yang dimaksud dengan pemecahan 2x adalah berdasar berat kombinasi dosis N, P, K, dan Mg.
4. Pengendalian hama-penyakit pada TM a. Hama bubuk pada tanaman karet
Penyebab utama terjadinya serangan hama bubuk diduga bermula
dari serangan patogen Fusarium pada batang tanaman karet. Fusarium merupakan parasit lemah yang dapat menginfeksi tanaman melalui luka
dan kemudian patogen terbawa ke dalam jaringan tanaman. Umumnya Fusarium dapat bertahan hidup di dalam tanah sampai beberapa tahun dalam kondisi dorman dalam bentuk clamydospora dengan membentuk
Masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman diduga melalui luka
jika pada waktu terjadi luka terdapat inokulum patogen maka inokulum patogen akan mudah masuk ke dalam jaringan tanaman dan menginfeksi
tanaman sehingga menyebabkan pelemahan dan pembusukkan jaringan kulit. Kulit yang busuk tidak akan menghasilkan lateks.Tetapi pada panel sehat pada pohon yang sama masih menghasilkan lateks. Selain itu juga
panel sadap yang terserang menjadi rentan terhadap serangan kumbang bubuk. Akibatnya batang tanaman karet menjadi lapuk dan mudah patah.
Infeksi awal yang terjadi terlambat terdeteksi dan diidentifikasi sehingga menyebar dan meluas. Penyebaran/penularan penyakit dari pohon sakit ke pohon sehat lainnya dapat terjadi melalui pisau sadap.Untuk mencegah
meluasnya serangan penyakit Fusarium dan hama bubuk, maka perlu diambil tindakan sebagai berikut:
1) Mencegah meluasnya dan terjadinya serangan penyakit pada batang tanaman karet agar tidak terjadi serangan hama bubuk.
2) Pengendalian penyakit batang Fusarium dapat dilakukan dengan cara
pelumasan fungisida berbahan aktif benomyl (Benlate), carbendazim (Derosal 60 WP), dan tridemorf (Calixin RM) dengan konsentrasi
0,2-0,5%.
3) Tanaman yang mendapat serangan hama bubuk sebaiknya penyadapan diteruskan pada bidang yang sehat dengan interval sadap yang
sebelum digunakan terlebih dahulu didisinfektan dengan alkohol 70%,
formalin 1%, atau chlorox. Untuk mengendalikan hama bubuk dilakukan aplikasi insektisida berbahan aktif carbaryl (Sevin 80 S,
Sevin 50 WP), deltametrin (Decis 25 F), atau lamda sihalotrin (Matador 25 EC) dengan konsentrasi 0,5-1%.
4) Cara pengobatan
Bagian kulit yang mengering/mati dikerok hingga ke bagian jaringan kulit yang sehat. Setelah dikerok, segera lumas dengan larutan
insektisida dan keesokkan harinya dilumas dengan larutan fungsida. Aplikasi insektisida maupun fungisida dilakukan sebanyak 4-5 kali, atau sampai tidak terjadi infeksi baru lagi. Interval aplikasi 5-7 hari.
Untuk mencegah meluasnya infeksi ke jaringan kulit yang masih sehat, dapat dilakukan dengan membuat isolasi yakni memotong jaringan kulit
sehat ±5 cm dari batas kulit sakit dengan kedalaman ±2 mm dari kambium.
b. Penyakit Kering Alur Sadap (KAS)
Kering Alur Sadap (KAS) merupakan salah satu faktor yang membatasi produktifitas hampir di semua perkebunan karet. Serangan
KAS tidak hanya menurunkan produktifitas karena merusak kulit yang akan disadap, tetapi KAS juga menjadi faktor penyebab kehilangan tegakan karena tanaman menjadi rentan terhadap angin (Tistama et al.,
Ada beberapa cara untuk mendeteksi gangguan KAS tanaman karet.
Cara paling sederhana adalah bila gejala awal (KAS parsial) telah terjadi yakni dengan test tusuk sesuai dengan arah penyebaran KAS. Cara ini
digunakan untuk pelaksanaan mengatasi KAS secara kuratif. Deteksi gangguan KAS sebaiknya dilakukan secara rutin setiap tiga bulan sekali. Semakin cepat terdeteksi adanya gangguan KAS akan meminimalkan
penyebaran KAS dan segera diambil tindakan pengobatan.
Deteksi dini dampak intensitas exploitasi terhadap tanaman karet
dapat dilakukan dengan analisis fisiologi berupa sukrosa, Pi (fosfat anorganik) dan thiol. Status ketiga unsur tersebut dapat digunakan untuk menilai kondisi keletihan fisiologis tanaman. Titik kritis status ketiga unsur
tersebut sangat tergantung pada klon, umur, dan dinamika fisiologis tanaman atau variasi musiman. Secara umum dapat digambarkan bahwa
titik kritis untuk sukrosa < 4 mM, untuk FA > 25 mM dan untuk tiol < 0.4 µM. Dalam penilaian ini biasanya masih membutuhkan peubah-peubah yang lain (produksi g/p/s, kadar karet kering dan sebagainya), namun cara
ini dapat secara preventif mengatasi terjadinya KAS.
Penanggulangan KAS yang hingga kini masih diterapkan di sebagian
besar perkebunan karet di Indonesia maupun negara produsen karet alam lainnya (Malaysia, Thailand, India, Vietnam, China dan Ivory Coast), hanyalah dengan mengistirahatkan atau tidak menyadap pohon terserang
5 tahun tidak menjadi sembuh bahkan KAS menjalar ke bidang sadap lain
baik ke kulit perawan atau pada tahap lanjut ke kulit pulihan.
Sebaiknya KAS ditanggulangi secara terpadu baik preventif maupun
kuratif. Secara preventif penanggulangan KAS memerlukan beberapa pendekatan, antara lain melalui kultur teknis dan sistem eksploitasi yang tepat. Pemulihan kas secara kuratif dapat dilakukan dengan
pembuangan/pengikisan/pengerokan kulit (bark scraping) hingga kedalam 3 mm dari kambium pada hari ke-1. Untuk mencegah serangan hama
bubuk dengan penyemprotan insektisida Decis Matador, Akodan atau Supracide pada hari ke-1. Aplikasi atau pengolesan formula NoBB sekitar 50 ml/pohon pada hari ke-2, 30 dan 60. Penyadapan kulit sehat dapat
diteruskan setelah proses pengobatan selesai yakni mulai hari ke-90. Kulit bekas KAS dapat pulih setelah 12 bulan sejak bark scraping dilakukan dan
ketebalan kulit mencapai > 7 mm. Fakta di lapangan efektivitas penyembuhan dengan teknik ini mencapai 85 – 95%.
c. Penyakit Batang pada Tanaman Karet
Penyakit batang yang sering dijumpai antara lain : Black sripe, Mouldy rot, Kanker batang, Nekrosis kulit. Klon-klon yang rentan
penyakit Black stripe di antaranya PR 107, RRIM 600, RRIM 605, RRIM 607, dan RRIM 623. Pengendalian serangan penyakit black stripe dengan aplikasi 0,5 % Actidione atau 2 % Difolatan. Klon-klon yang rentan
0,2% Benlate, 2 % Difolatan, atau larutan Izal 5%. Penyakit kanker batang
sering menyerang tanaman klon RRIM 605, pengendaliannya dengan aplikasi 4% Difolatan. Nekrosis kulit sering ditemui pada klon GT 1, PR
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
1. Pemeliharaan memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas
tanaman.
2. Tindakan pemeliharaan fase TBM meliputi: Penyisipan/penyulaman, pemeliharaan tanaman penutup tanah (LCC/Legume Cover Crops),
penunasan (pembuangan tunas palsu), induksi percabangan, pengendalian gulma, pemupukan, dan pengendalian hama-penyakit.
3. Pemeliharaan pada fase TM berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produksi tanaman. Kegiatan pemeliharaan pada fase TM di antaranya : manajemen tajuk, pengendalian gulma, pemupukan, dan psengendalian hama-penyakit.
B. SARAN
1. Perbaikan pemeliharaan pada tanaman belum menghasilkan harus lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 2001. Teknologi Budidaya Karet. Pusat penelitian karet Mig Crop, Medan.
Anwar, Chairil. 2006. Perkembangan pasar dan prospek agribisnis karet di Indonesia . Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman Karet. Pusat penelitian Karet.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengambangan Agribisnis Karet. Departemen Pertanian. 42 hal.
Karyudi, Indraty, Suharyanti dan Sudiharto. 2003. Teknologi budidaya karet untuk daerah kering di kawasan timur Indonesia. Prosiding Konferensi Karet Menujang Industri Lateks dan Kayu. Pusat Penelitian Karet. 11 Hal.
Setiawan, D. H. dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Setyamidjaja, D., 1999. Karet. Kanisius, Yogyakarta. 150 hal
Siagian, N. 2006. Perbanyakan bahan tanam karet core stump dan potensinya dalam mempersingkan masa TBM. Prosiding Lokakarya Budidaya Tanaman Karet. Pusat penelitian Karet.
Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara Press, Medan.
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.