• Tidak ada hasil yang ditemukan

91676024 Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "91676024 Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Pendidikan dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Remaja

Objektif:

Memahami permasalahan pada remaja serta upaya 1. penanganannya.

Mengetahui upaya yang dilakukan Departemen Pendidikan 2. Nasional dalam mengatasi permasalahan remaja.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mecapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang antara lain diwujudkan dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat bagi para peserta didik baik yang tertampung dalam sistem pendidikan formal maupun yang mengikuti jalur pendidikan non formal.

1. Dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, kita perlu memetakan masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada remaja dan lingkungan sekolah, antara lain diketahui sebagai berikut:

2. Total jumlah kasus penyalahgunaan narkoba siswa SMP dan SMA sampai dengan tahun 2008 tercatat 110.627 kasus , sementara di tahun 2007 tercatat 110.970 dan tahun 2006 sebanyak 73.253

3. Berdasarkan usia: pada usia kurang dari 26 tahun terjadi kasus penyalahgunaan narkoba sebanyak = 104 kasus, usia antara 16 s.d. 19 tahun = 2.361, 20 sampai 24 tahun = 33.020, 25 sampai 29 tahun =33.699, dan lebih dari 29 tahun sebanyak =14.859 kasus.

4. Di Indonesia, mayoritas kasus HIV pada generasi muda antara 20 s.d 29 tahun. 5. Setiap tahun di dunia ini kira-kira 15 juta remaja berusia 15 – 19 tahun melahirkan, 4

juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual yang bisa disembuhkan. Perkiraan terakhir, setiap hari ada 7.000 remaja terinfeksi HIV. 6. Masalah kesehatan sekolah seperti masalah kesehatan gigi, nutrisi yang tidak

seimbang, masalah kecacingan, kebersihan lingkungan sekolah yang tidak terjaga dan lain sebagainya.

(2)

8. Sekitar 50 persen remaja usia 15 tahun, dan masih duduk di tingkat SMP/SMA sudah merokok dan berpacaran. Padahal mereka belum mengetahui bahaya seks bebas. 9. Peredaran makanan jajanan anak sekolah tidak higienis dan memakai bahan kimia

Rhodamin B (pewarna tekstil), Methanil yellow, amaranth, boraks, formalin, siklamat, sakarin, dan benzoat.

Remaja dan Permasalahannya

Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Ottorank (dalam Hurlock, 1990) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang. Erikson (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas-ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap

menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Secara intelektual remaja mulai dapat berpikir logis, mempunyai kemampuan nalar secara ilmiah dan mampu menguji hipotesis.

2. Mulai menyadari proses berpikir efisien dan belajar berintrospeksi. 3. Mengalami puncak emosionalitas.

4. Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tataran psikologis(rasa diterima, dihargai, dan penilaian positif dari orang lain).

5. Sudah mampu memahami orang lain.

6. Mempunyai sikap rawan (sikap comfomity) yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat.

7. Masa berkembangnya identitas diri.

(3)

Karakter remaja yang labil dan lingkungannya menyebabkan timbulnya penyimpangan perilaku yang juga berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan psikologis remaja.

Penyimpangan perilaku remaja juga terjadi karena interaksi faktor-faktor:

 Predisposisi (kepribadian, kecemasan dan depresi): Kepribadian yang tidak mantap. Ciri kepribadian : gampang kecewa, jadi agresif dan destruktif, rasa rendah diri, senang mencari sensasi, cepat bosan, merasa tertekan, murung dan merasa tidak mampu menjalankan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.

 Kontribusi (keluarga): Keluarga yang disfungsi sosial memungkinkan yanggota keluarga menjadi anti-sosial. Keluarga yang disfungsi sosial ditandai dengan: kesibukan orang tua, hubungan interpersonal yang kurang baik, parental modeling (yang kurang baik).

 Pencetus (kelompok teman sebaya dan zat itu sendiri): Bila remaja ykhawatir ditolak bergabung dengan kelompok, maka remaja akam berperilaku sesuai dengan perilaku kelompoknya termasuk penggunaan narkoba.

Upaya Penanganan Masalah Remaja

Beberapa masalah remaja termasuk masalah kesehatan remaja perlu ditangani secara khusus dengan metode yang khusus pula. Metode mendidik remaja adalah dengan:

1. Mengembangkan potensi remaja 2. Memandirikan remaja

3. Memberikan kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku yang diperlukan remaja dalam mengatasi tantangan dan kebutuhan hidup sehari-hari.

Atas dasar metode ini, dalam menangani permasalahan remaja, perlu dikembangkan pola pendidikan yang berorientasi pada kesehatan psikososial remaja. Kompetensi psikososial adalah seluruh kemampuan yang berorientasi pada aspek kejiwaan seseorang terhadap diri sendiri dan interaksinya dengan orang lain serta lingkungan sekitarnya dalam konteks kesehatan. Kompetensi psikososial tersebut antara lain :

1. Empati, yaitu kemampuan untuk memposisikan perasaan orang lain pada diri sendiri. 2. Kesadaran diri, adalah kemampuan untuk mengenal diri sendiri tentang karakter,

kekuatan, kelemahan, keinginan dan tidak keinginan

3. Pengambilan keputusan, adalah kemampuan yang dapat membantu kita untuk mengambil keputusan secara konstruktif dengan membandingkan pilihan alternatif dan efek samping yang menyertainya.

4. Pemecahan masalah, adalah kemampuan untuk memungkinkan kita dapat menyelesaikan masalah secara konstruktif.

(4)

6. Berpikir kritis, yaitu kemampuan menganalisa informasi dan pengalaman-pengalaman secara objektif.

7. Komunikasi efektif, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan diri secara verbal maupun non verbal yang mengikuti budaya dan situasi

8. Hubungan interpersonal, yaitu kemampuan yang dapat menolong kita beroteraksi dengan sesama secara positif dan harmonis.

9. Mengatasi emosi, yaitu kemampuan keterlibatan pengenalan emosi dalam diri sendiri dan orang lain.

10. Mengatasi stres, yaitu kemampuan pengenalan sumber-sumber yang menyebabkan stres dalam kehidupan, bagaimana efeknya dan cara mengontrol terhadap derajat stres. keterampilan hidup sehat pada remaja dilakukan dengan:

Penerapan kompetisi psikososial dalam memberikan pendidikan keterampilan hidup sehat pada remaja dilakukan dengan:

Pembelajaran materi kesehatan

Pendidikan kesehatan berupa materi-materi kesehatan fisik dan psikis. Materi-materi tersebut antara lain :

 Gizi

 Kesehatan gigi dan gusi  Puasa dan kesehatan  Kesehatan mata dan telinga  Higiene fisik dan lingkungan  Bahaya narkoba bagi fisik  Bahaya merokok

 Kesehatan reproduksi remaja  Penyakit menular lewat hewan  Penyakit yang biasa dialami siswa  Penyakit Menular Seksual (PMS)– – Materi kesehatan Psikologis dan Sosial :

(5)

 Bahaya narkoba ditinjau dari aspek hukum dan psikososial  Pemahaman diri

 Kepribadian dan konsep diri

 Permasalahan yang biasa dialami remaja  Teknik konseling/terapi psikologis  Mengatur waktu

 Pergaulan sehat Penjaringan masalah

Setelah memahami berbagai pengetahuan yang diberikan, kader kesehatan remaja dituntut untuk menjadi fasilitator pada pengentasan masalah yang dialami teman sebayanya, baik kasus kesehaan fisik maupun psikologis, metode penjaringan diantaranya:

 Pelaporan

 Sistem angket dan kancing

Metode yang digunakan dalam pengentasan masalah, antara lain:  Ceramah

 Curah pendapat  Diskusi kelompok  Debat

 Bermain peran  Simulasi  Demontrasi Referral (Rujukan)

Keterbatasan-keterbatasan yang ada di sekolah memungkinkan banyak kasus yang terjadi tidak dapat diselesaikan melalui pendidikan keterampilan hidup sehat disekolah, sehingga diperlukan rujukan kepada lembaga yang lebih kompeten dalam aspek psikososial.

(6)

 Menetapkan sekolah sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui yInstruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997

 Peningkatan penanggulangan penyalahgunaan narkoba di kalangan ysiswa dan mahasiswa dilakukan oleh kepala sekolah/rektor dengan cara mencegah melalui berbagai aktifitas dan kreativitas siswa

 Pemberian materi bahaya penyalahgunaan narkoba pada setiap ypenataran/pelatihan guru mata pelajaran apapun di tingkat SMA/SMK

 Mengintegrasikan pesan/informasi tentang kesehatan reproduksi ypada mata pelajaran yang relevan

 Sekolah diharapkan dapat melakukan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yuntuk menghindarkan siswa dari perilaku menyimpang.

 Mengembangkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk mengatasi ymasalah kebersihan di lingkungan sekolah.

 Mengembangkan program ylife skills education, atau keterampilan psikososial untuk mencegah penyalahgunaan narkoba. Pengembangan perilaku hidup sehat, sikap asertif, kemampuan membuat keputusan, berpikir kritis, perlu dimiliki oleh peserta didik.

 Menghimbau kepada seluruh perguruan tinggi untuk melaksanakan yupaya-upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba dan seks

Kesimpulan

Dari semua hal yang perlu, harus, dan telah diterapkan, semuanya bermuara pada pentingnya penerapan pola hidup sehat baik secara fisik dan psikis. Penerapan hidup sehat dilakukan dengan prinsip seperti di bawah ini:

Menerapkan pola hidup sehat

 Makanan yang halal dan alami  Kebiasaan makan yang sehat  Tegas/ disiplin

 Tidak mudah terpengaruh Memiliki gaya hidup cermat

(7)

 Sederhana

 Memiliki perencanaan

 Keseimbangan pengelolaan uang.  Keseimbangan beraktivitas

 Menghindari hal-hal yang berlebihan

 Berpikir kritis sebelum bertindakUtamakan menjaga kehormatan dan mematuhi etika. Memiliki keimanan yang kuat

 Penerapan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari  Menjadikan agama sebagai pedoman hidup

 Beribadah sesuai dengan tuntutan agama  Keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=2009113012438

Program Kesehatan Peduli Remaja

Sejak tahun 2003 model pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan dan selera remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).

PKPR dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung Puskesmas termasuk Poskestren, menjangkau kelompok remaja sekolah dan kelompok luar sekolah, seperti kelompok anak jalanan, karang taruna, remaja mesjid atau gereja, dan lain-lain yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat.

(8)

(pendidik sebaya yang diberi tambahan pelatihan interpersonal relationship dan konseling), serta pelayanan rujukan.

Jumlah Puskesmas PKPR dari 33 Provinsi yang melaporkan sampai dengan bulan Desember 2010 sebanyak 2190 puskesmas dan jumlah tenaga kesehatan yang dilatih PKPR sampai Desember 2008 sebanyak 2232 orang.

http://archive.k4health.org/toolkits/indonesia/program-kesehatan-peduli-remaja Sign In |

Create an Account

About our search

Adolescent Reproductive Health in Indonesia

2008-02-04

Tinjauan Umum Kesehatan Reproduksi Remaja

Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000).

Mengapa Kesehatan Reproduksi Remaja Sangat Penting?

Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai

tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.

Di negera-negara berkembang masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan

(9)

Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing

anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman

berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar,

1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual

aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk

kontrasepsi.

Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari

anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain

adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan

akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang saling

berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan

pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup.

Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan

hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi

kemampuan

pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta

mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3).

Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat

ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang

fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan

(10)

Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai mengenai

alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua

dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru

malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (Iskandar, 1997).

Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh (O’Keefe, 1997: 368-376).

Remaja yang tidak mempu-nyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran dan

ketakutan yang terus menerus, paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta

tindak kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan (Kipke et al., 1997:360-367). Para remaja ini

berisiko terpapar pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi (Iskandar, 1997).

Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja

Pilihan dan keputusan yang diambil seorang remaja sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas informasi yang mereka miliki, serta ketersediaan pelayanan dan kebijakan yang spesifik untuk mereka, baik

formal maupun informal (Pachauri, 1997).

Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi

harus ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab dan

konsekuensi perilaku seksual, apa yang harus dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai saranan pelayanan yang bersedia menolong seandainya telah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau

tertular ISR/PMS. Hingga saat ini, informasi tentang kesehatan reproduksi disebarluaskan dengan pesan-pesan yang samar dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual (Iskandar, 1997).

Di segi pelayanan kesehatan, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana di Indonesia

(11)

dibekali dengan kete-rampilan untuk melayani kebutuhan kesehatan reproduksi para remaja (Iskandar,

1997).

Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi yang menyeluruh untuk remaja sangat terbatas. Kalaupun ada, pemanfaatannya relatif terbatas pada remaja dengan masalah kehamilan atau persalinan tidak direncanakan. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada. Di samping itu, terdapat pula hambatan legal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan dan informasi kepada kelompok remaja (Outlook, 2000).

Karena kondisinya, remaja merupakan kelompok sasaran pelayanan yang mengutamakan privacy dan confidentiality (Senderowitz, 1997a:10). Hal ini menjadi penyulit, mengingat sistem pelayanan kesehatan

dasar di Indonesia masih belum menempatkan kedua hal ini sebagai prioritas dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan yang berorientasi pada klien.

(Disusun dan diterjemahkan oleh Siti Rokhmawati Darwisyah)

http://yudhim.blogspot.com/2008/02/tinjauan-umum-kesehatan-reproduksi.html

PIK KRR merupakan forum pertukaran informasi dan konsultasi tentang KRR secara benar di kalangan remaja, baik di lingkungan sekolah maupun

masyarakat. Disetiap PIK KRR disiapkan tenaga konsultan dari guru BP dan siswa yang telah dilatih. Mereka dibekali dengan KIE Kit dan buku-buku modul.

Pusat Informasi dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (PIPR / Youth Center) Kegiatan yang dilakukan oleh Youth Center antara lain :

• penyebaran informasi bagi remaja di sekolah dan luar sekolah termasuk pesantren • training tentang kesehatan dan hak-hak seksual serta reproduksi remaja untuk peer educator, konselor, wartawan, orangtua, tokoh masyarakat dan guru

• seminar, panel diskusi, diskusi kelompok, konseling (tatap muka, surat, email, telepon), radio program, surat kabar, pelayanan medis, on the spot clinic

• serta melakukan advokasi kaitannya dengan isu Kesehatan Reproduksi Remaja Prinsip program remaja di PKBI antara lain :

• Remaja berhak mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang lengkap dan tepat sesuai dengan kebutuhan mereka

• Remaja berhak dilibatkan dalam pelaksanaan program, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi

(12)

Pendekatan yang dilakukan Youth Center adalah dari, untuk dan oleh remaja. PKBI secara rutin merekrut remaja untuk diseleksi dan dilatih menjadi peer educator atau peer counselors. Youth Center ini sepenuhnya dikelola oleh remaja.

Saat ini PKBI memiliki 28 Youth Center yang tersebar di 24 propinsi di seluruh Indonesia, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulwesi Tengah, dan Papua.

Tinjauan Program Kesehatan Reproduksi Remaja di Beberapa Departemen

Pemerintahan & Organisasi Non ..

TINJAUAN PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI BEBERAPA DEPARTERMEN PEMERINTAHAN DAN ORGANISASI NON PEMERINTAHAN Skripsi

CAROLINA PURWANTI HENDRAWATI NPM: 109600075

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2001

(vii + 87 halaman + 5 tabel + 4 lampiran)

(13)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kebijakan atau program KRR pada beberapa departermen pemerintah yaitu pada Departermen Kesehatan dan Kesejahtraan Sosial (Depkes dan Kesos), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Departemen Agama (Depag), dan koordinasi antar sektor tersebut, juga untuk mendapatkan gambaran program KRR pada beberapa LSM terpilih.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari dokumen perencanaan atau evaluasi program yang diadakan oleh masing-masing institusi dalam lima tahun terakhir yang dilengkapi dengan wawancara untuk memperjelas data sekunder. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan data yang diambil dan institusi terkait diolah secara manual, yang selanjutnya diringkas dalam bentuk matrik intervensi berdasarkan kategori prioritas intervensi WHO/SEARO, matrik SWOT dan dianalisa berdasarkan indikator untuk evaluasi program KRR. Dari seluruh departemen yang telah ditelusuri informasinya, BKKBN memiliki tiga kebijaksanaan yang terkait dengan KRR, Depdiknas memiliki dua kebijaksan tingkat tingkat departermen dan enam kebijaksanaan tingkat dirjen, Depag memiliki enam kebijaksanaan dan Depkes memiliki 5 kebijaksanaan yang terkait dengan KRR. Program yang dilakukan departemen pemerintah bervariasi yang mencakup katagori penyebar-luasan informasi, peningkatan keterampilan, penciptaan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perkembangan remaja, pengembangan pelayanan kesehatan dan konseling, yang kegiatanya telah tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Begitu pula LSM yang telah memiliki kegiatan-kegiatan dengan katagori yang relatif sama. LSM-LSM yang ditelusuri telah memiliki spesifikasi kegiatan masing-masing. Yayasan Pelita Ilmu (YPI) menekan pada kegitan awareness terhadap HIV/AIDS, Yayasan Kusuma Buana (YKB) menekankan pada pencegahan HIV/AIDS untuk pekerja seks komersial remaja dan pembangunan kelompok Pertolongan Mandiri (KPM) untuk anak dan remaja dalam nemanggulangi Narkoba di Warakas, Jakarta Utara, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menekankan pembinaan remaja dengan didirikannya Youth Center, Yayasan Cinta Anak Bangasa (YCAB) menekankan pada pencegahan terhadap Drug Abuse.

Banyaknya kegiatan yang dilakukan baik oleh departermaen pemerintah maupun organisasi non pemerintah memerlukan koordinasi yang efektif dan dilakukan secara terus menerus, tetapi dari penelitian didapatkan bahwa program-program yang dilakukan masih belum terkoordinasi dan belum terevaluasidengan efektif. Dengan kondisis yang demikian tersebut, maka evaluasi program dan sharing information dari program perlu ditekankan agar masing-masing institusi bisa saling mendukung dan saling melengkapi kelebihan dan kekurangan dari program yang duilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Respon siswa dalam pengembangan media pembelajaran berbasis kartun yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu uji kelompok kecil dan uji kelompok besar masuk pada

Berdasarkan hasil plot data citra SeaWiFS diketahui bahwa nilai yang memiliki kekosongan data dari hasil perekaman 46 minggu di lokasi pertama berada di koordinat 96 o -98 o

Berdasarkan data (Tabel 10), penyimpanan semen cair pada pengamatan jam ke 32 menggunakan pengencer MIII menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa menggunakan teknik

Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi Tbk tidak menjelaskan di akun Beban Penyisihan Teknis, yang mana pada Laporan Surplis Defisit Underwriting Dana Tabarru’

A Survey of the Formaldehyde Content in Commercially Available Shampoos and Skin Care Cosmetics , its Regulation ; and a Brief Review of Currently Available Methods

Surveilans reduksi campak merupakan salah satu kegiatan surveilans khusus dan global, sehingga semua pihak harus dapat berperan untuk mensukseskan komitmen global yang telah

Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang ( Clarias sp), menunjukkan pertumbuhan rata