Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i
OUTLOOK KOPI
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii
OUTLOOK KOPI
ISSN : 1907-1507
Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 96 halaman
Penasehat :
Dr.Ir. Suwandi, MSi.
Penyunting :
Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc. Ir. Noviati, MSi.
Naskah :
Rhendy Kencana Putra W, S.Si
Design Sampul : Victor Saulus Bonavia
Diterbitkan oleh :
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v
KATA PENGANTAR
Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya.
Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook
Komoditi Perkebunan.
Publikasi Outlook Kopi Tahun 2015 menyajikan keragaan data series
komoditi kopi secara nasional dan internasional selama 10-20 tahun terakhir serta
dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
Publikasi ini disajikan tidak hanya dalam bentuk hard copy namun dapat
dengan mudah diperoleh atau diakses melalui portal e-Publikasi Kementerian
Pertanian di alamat http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/.
Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat
memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi kopi secara lebih
lengkap dan menyeluruh.
Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini,
kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan
saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar
penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.
Jakarta, Oktober 2015 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Dr. Ir. Suwandi, MSi.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii
BAB III. KERAGAAN KOPI NASIONAL ... 13
3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DI INDONESIA ... 13
3.1.1. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia ... 13
3.1.2. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia ... 15
3.1.3. Perkembangan Produktivitas Kopi di Indonesia ... 16
3.1.4. Sentra Produksi Kopi di Indonesia ... 17
3.2. PERKEMBANGAN HARGA KOPI DI INDONESIA ... 30
3.3. PERKEMBANGAN KONSUMSI KOPI DI INDONESIA ... 31
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KOPI INDONESIA ... 32
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia ... 32
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Kopi Indonesia ... 32
viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
BAB IV. KERAGAAN KOPI ASEAN DAN DUNIA ...35
4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI ASEAN DAN DUNIA ... 35
4.1.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi di Negara-negara ASEAN ... 35
4.1.2. Perkembangan Produksi Kopi di Negara-negara ASEAN ... 37
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Kopi di Negara-negara ASEAN 38 4.1.4. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia .... 40
4.1.5. Perkembangan Produksi Kopi Dunia ... 41
4.1.6. Perkembangan Produktivitas Kopi Dunia ... 43
4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KOPI ASEAN DAN DUNIA ... 44
4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kopi ASEAN ... 44
4.2.2. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kopi ASEAN ... 47
4.2.3. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kopi Dunia ... 47
4.2.4. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kopi Dunia ... 50
4.3. PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN KOPI ASEAN DAN DUNIA ... 51
4.3.1. Perkembangan Ketersediaan Kopi ASEAN ... 51
4.3.2. Perkembangan Ketersediaan Kopi Dunia... 52
BAB V. ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN KOPI ... 53
5.1. PROYEKSI PENAWARAN KOPI DI INDONESIA TAHUN 2015-2019 ... 53
5.2. PROYEKSI PERMINTAAN KOPI DI INDONESIA TAHUN 2015-2019 ... 54
5.3. PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KOPI DI INDONESIA TAHUN 2015-2019 56 5.4. PROYEKSI KETERSEDIAAN KOPI DI ASEAN TAHUN 2015-2019 ... 57
5.5. PROYEKSI KETERSEDIAAN KOPI DI DUNIA TAHUN 2015-2019 ... 58
BAB VI. KESIMPULAN ... 61
6.1. KESIMPULAN ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan ... 5
Tabel 5.1. Hasil Proyeksi Produksi Kopi di Indonesia, 2015-2019 ... 54
Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Konsumsi Kopi di Indonesia, 2015-2019 ... 55
Tabel 5.3. Proyeksi Surplus Kopi di Indonesia, 2015-2019 ... 56
Tabel 5.4. Hasil Proyeksi Ketersediaan Kopi di ASEAN, 2015-2019 ... 57
x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kopi Indonesia Menurut Status
Pengusahaan di Indonesia, 1980-2013 ... 13
Gambar 3.2. Perkembangan Luas Areal Kopi Menurut Jenis Kopi Yang
Diusahakan, 2001-2013 ... 14
Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan,
1980-2013 ... 15
Gambar 3.4. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Jenis Kopi Yang
Diusahakan, 2001-2013 ... 16
Gambar 3.5. Perkembangan Produktivitas Kopi Menurut Status
Pengusahaan di Indonesia, 2003-2013 ... 17
Gambar 3.6. Provinsi Sentra Produksi Kopi Perkebunan Rakyat di
Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ... 18
Gambar 3.7. Provinsi Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di
Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ... 19
Gambar 3.8. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Provinsi Lampung, Tahun 2013 ... 20
Gambar 3.9. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Provinsi Sumatera Selatan, Tahun 2013 ... 21
Gambar 3.10. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Provinsi Bengkulu, Tahun 2013 ... 22
Gambar 3.11. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Provinsi Jawa Timur, Tahun 2013 ... 23
Gambar 3.12. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2013 ... 24
Gambar 3.13. Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di
Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ... 25
Gambar 3.14. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi
Gambar 3.15. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan
Rakyat di Provinsi Aceh, Tahun 2013 ... 27
Gambar 3.16. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat
di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2013 ... 28
Gambar 3.17. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat
di Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2013 ... 29
Gambar 3.18. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat
di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2013 ... 29
Gambar 3.19. Perkembangan Harga Kopi di Pasar Dalam Negeri, 2007-2013 .... 30
Gambar 3.20. Perkembangan Konsumsi Kopi Per Kapita Per Tahun,
2002-2014 ... 31
Gambar 3.21. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia, 1980-2013 ... 32
Gambar 3.22. Perkembangan Volume Impor Kopi Indonesia, 1980-2013 ... 33
Gambar 3.23. Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Perdagangan
Kopi Indonesia, 1980-2013 ... 34
Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi di Kawasan
ASEAN, 1980-2013 ... 35
Gambar 4.2. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Negara-negara
ASEAN, Rata-rata 2009-2013 ... 36
Gambar 4.3. Perkembangan Produksi Kopi di Kawasan ASEAN, 1980-2013 ... 37
Gambar 4.4. Sentra Produksi Kopi Negara-negara ASEAN,
Rata-rata 2009-2013 ... 38
Gambar 4.5. Perkembangan Produktivitas Kopi di Kawasan ASEAN,
1980-2013 ... 39
Gambar 4.6. Produktivitas Kopi Negara-negara ASEAN, Rata-rata
2009-2013 ... 39
Gambar 4.7. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia,
1980-2013 ... 40
Gambar 4.8. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia, Rata-rata
2009-2013 ... 41
Gambar 4.9. Perkembangan Produksi Kopi Dunia, 1980-2013 ... 42
xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.11. Perkembangan Produktivitas Kopi Dunia, 1980-2013 ... 43
Gambar 4.12. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kopi
di Kawasan ASEAN, 1980-2012 ... 44
Gambar 4.13. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN,
Rata-rata 2008-2012 ... 45
Gambar 4.14. Negara-negara Importir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN,
Rata-rata 2008-2012 ... 46
Gambar 4.15. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kopi di Kawasan
ASEAN, 1980-2012 ... 47
Gambar 4.16. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kopi Dunia,
2008-2012 ... 48
Gambar 4.17. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar Dunia, Rata-rata
2008-2012 ... 49
Gambar 4.18. Negara-negara Importir Kopi Terbesar Dunia, Rata-rata
2008-2012 ... 50
Gambar 4.19. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kopi Dunia, 1980-2012 .... 51
Gambar 4.20. Perkembangan Ketersediaan Kopi ASEAN, 1980-2012 ... 52
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, 1980-2015. ... 67
Lampiran 2. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia Menurut
Pengusahaan dan Jenis Kopi Yang Diusahakan, 2001-2013 ... 68
Lampiran 3. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, 1980-2015 ... 69
Lampiran 4. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia Menurut
Pengusahaan dan Jenis Kopi Yang Diusahakan ... 70
Lampiran 5. Perkembangan Produktivitas Kopi di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, 2003-2015... 71
Lampiran 6. Beberapa Provinsi dengan Produksi Kopi Perkebunan Rakyat
Terbesar di Indonesia, 2009-2013 ... 72
Lampiran 7. Beberapa Provinsi dengan Produksi Kopi Robusta Perkebunan
Rakyat Terbesar di Indonesia, 2009-2013 ... 72
Lampiran 8. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Lampung, 2013 ... 73
Lampiran 9. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Sumatera Selatan, 2013 ... 73
Lampiran 10. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Bengkulu, 2013 ... 74
Lampiran 11. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Jawa Timur, 2013 ... 74
Lampiran 12. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat
di Sumatera Barat, 2013 ... 75
Lampiran 13. Beberapa Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika
Perkebunan Rakyat Terbesar di Indonesia, 2009-2013 ... 75
Lampiran 14. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di
xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Lampiran 15. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat
di Aceh, 2013 ... 76
Lampiran 16. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di
Sulawesi Selatan, 2013 ... 77
Lampiran 17. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di
Sumatera Barat, 2013 ... 77
Lampiran 18. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di
Nusa Tenggara Timur, 2013 ... 78
Lampiran 19. Perkembangan Harga Kopi Menurut Jenis Kopi di Pasar
Dalam Negeri, 1997–2012 ... 78
Lampiran 20. Perkembangan Konsumsi Kopi di Indonesia, 2002-2015 ... 79
Lampiran 21. Perkembangan Volume, Nilai dan Neraca Ekspor dan Impor
Kopi Indonesia, 1980-2013 ... 80
Lampiran 22. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan
Produktivitas Kopi di Negara-negara ASEAN, 1980-2013 ... 81
Lampiran 23. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kopi
Negara-negara ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ... 82
Lampiran 24. Sentra Produksi Kopi Negara-negara ASEAN, Rata-rata
2008-2012 ... 82
Lampiran 25. Negara-negara dengan Produktivitas Kopi Terbesar di
ASEAN, 2008-2012 ... 83
Lampiran 26. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan
Produktivitas Kopi Dunia, 1980-2013 ... 84
Lampiran 27. Negara-negara dengan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi
Terbesar di Dunia, 2009-2013 ... 85
Lampiran 28. Negara-negara dengan Produksi Kopi Terbesar di Dunia,
2009-2013 ... 85
Lampiran 29. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Kopi
ASEAN, 1980-2012 ... 86
Lampiran 30. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN,
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv
Lampiran 31. Negara-negara Importir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN,
2008-2012 ... 87
Lampiran 32. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Kopi Dunia, 1980-2012 ... 88
Lampiran 33. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar di Dunia, 2008-2012 .... 89
Lampiran 34. Negara-negara Importir Kopi Terbesar di Dunia, 2008-2012 ... 89
Lampiran 35. Perkembangan Ketersediaan Kopi di ASEAN, 1980-2012 ... 90
Lampiran 36. Perkembangan Ketersediaan Kopi di Dunia, 1980-2012 ... 91
Lampiran 37. Hasil Analisis ARIMA untuk Produksi Kopi di Indonesia ... 92
Lampiran 38. Hasil Analisis Pemulusan Eksponensial Berganda untuk Konsumsi Kopi di Indonesia ... 93
Lampiran 39. Hasil Analisis ARIMA untuk Ketersediaan Kopi di ASEAN ... 93
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xvii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Berdasarkan Angka Tetap Statistik Perkebunan Indonesia (Ditjen
Perkebunan, 2014), produksi kopi Indonesia di tahun 2013 tercatat sebesar
675.882 ton. Produksi ini berasal dari 1.241.713 ha luas areal perkebunan kopi
dimana 96,16% diantaranya diusahakan oleh rakyat (PR) sementara sisanya
diusahakan oleh perkebunan besar milik swasta (PBS) sebesar 1,82% dan
perkebunan besar milik negara (PBN) sebesar 2,02%.
Jika dilihat dari jenis kopi yang diusahakan, maka kopi robusta
mendominasi produksi kopi Indonesia di tahun 2013. Dari 675.882 ton produksi
kopi Indonesia, sebanyak 75,39% atau 509.557 ton adalah kopi robusta sementara
sisanya sebanyak 24,61% atau 166.325 ton adalah kopi arabika. Sentra produksi
kopi robusta di Indonesia pada tahun 2013 adalah Provinsi Lampung, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Adapun sentra produksi kopi
arabika ditahun yang sama terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi
Selatan, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Harga kopi robusta tahun
2013 di pasar domestik Indonesia rata-rata adalah Rp.14.976 per kg, lebih rendah
jika dibandingkan harga kopi arabika yang mencapai rata-rata Rp.20.491 per kg.
Tingkat konsumsi kopi pada tahun 2014 berdasarkan hasil SUSENAS yang dilakukan
oleh BPS mencapai 1,35 kg/kapita/tahun.
Berdasarkan data FAO, di antara negara-negara kawasan ASEAN, Indonesia
dikenal sebagai produsen dan eksportir kopi terbesar kedua setelah Vietnam.
Namun demikian, Indonesia adalah importir kopi terbesar ketiga di ASEAN setelah
Malaysia dan Filipina. Di dunia, Indonesia tercatat sebagai penghasil kopi terbesar
ketiga setelah Brazil dan Vietnam. Tetapi dalam hal ekspor kopi, Indonesia adalah
eksportir kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Hasil proyeksi produksi kopi di tahun 2019 mencapai 727.973 ton.
Sementara proyeksi konsumsi langsung kopi ditahun yang sama mencapai 434.922
ton. Proyeksi konsumsi ini belum menggambarkan permintaan kopi dikarenakan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kopi merupakan komoditas tropis utama yang diperdagangkan di seluruh
dunia dengan kontribusi setengah dari total ekspor komoditas tropis.
Popularitas dan daya tarik dunia terhadap kopi, utamanya dikarenakan
rasanya yang unik serta didukung oleh faktor sejarah, tradisi, sosial dan
kepentingan ekonomi (Ayelign et al, 2013). Selain itu, kopi adalah salah satu
sumber alami kafein (Nawrot et al, 2003) zat yang dapat menyebabkan
peningkatan kewaspadaan dan mengurangi kelelahan (Smith, 2002). Minuman
kopi, minuman dengan bahan dasar ekstrak biji kopi, dikonsumsi sekitar 2,25
milyar gelas setiap hari di seluruh dunia (Ponte, 2002). Pada tahun 2013,
International Coffee Organization (ICO) memperkirakan bahwa kebutuhan
bubuk kopi dunia sekitar 8,77 juta ton (ICO, 2015).
Tanaman kopi (Coffea spp.) termasuk kelompok tanaman semak belukar
dengan genus Coffea. Linnaeus merupakan orang pertama yang
mendeskripsikan spesies kopi arabika (Coffea arabica) pada tahun 1753
(Panggabean, 2011). Kini lebih dari 120 spesies kopi telah diidentifikasi namun
hanya satu spesies yaitu Coffea canephora atau kopi robusta yang
dibudidayakan mendekati kuantitas kopi arabika di seluruh dunia (Hoffman,
2014). Mekuria et al (2004) menyatakan bahwa 66% produksi kopi dunia
merupakan jenis kopi arabika dan sisanya berasal dari kopi robusta.
Dalam the Coffee Book: Anatomy of an Industry from Crop to the Last
Drop disebutkan bahwa kopi pertama kali ditemukan antara tahun 575-850 M oleh suku Galla di Ethiopia yang memanfaatkan kopi sebagai sejenis makanan
penambah energi “energy bar”. Pada masa kejayaan Islam, para pedagang
Islam menyebarkan kopi, minuman yang dipercaya memiliki khasiat bagi
kesehatan dan penahan rasa kantuk, ke negara-negara dibawah kekaisaran
Ottoman. Tahun 1650, Kedai kopi (coffee house) pertama dibuka di London
2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kopi di Indonesia pertama kali dibawa oleh pria berkebangsaan Belanda
sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari Arab (Prastowo
et al, 2010). Tanaman kopi kemudian ditanam hingga tersebar di berbagai
provinsi di Indonesia. Namun setelah timbul serangan penyakit karat daun
(coffee leaf rust), maka Pemerintah Hindia Belanda saat itu mendatangkan jenis kopi robusta yang berasal dari Kongo, Afrika pada tahun 1900. Kopi jenis
ini lebih tahan penyakit dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan
yang ringan, dengan hasil produksi yang jauh lebih tinggi. Hal inilah yang
menyebabkan kopi jenis ini lebih cepat berkembang di Indonesia (Panggabean,
2011). Lebih dari 80% dari luas areal pertanaman kopi Indonesia saat ini
merupakan jenis kopi Robusta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Berdasarkan data dari FAO, pada tahun 2013, Indonesia tercatat sebagai
produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Meskipun
demikian, ekspor kopi dari Indonesia diperkirakan tidak lebih banyak daripada
ekspor kopi Brazil, Vietnam dan Kolombia. Di dunia, Indonesia dikenal dengan
dengan specialty coffee melalui berbagai varian kopi dan kopi luwak. Kopi
arabika yang dikenal dari Indonesia diantaranya kopi lintong dan kopi toraja.
Dengan keunikan cita rasa dan aroma kopi asal Indonesia, Indonesia memiliki
peluang besar untuk meningkatkan perdagangan kopinya di dunia.
Outlook komoditas kopi ini, menyajikan keragaan komoditas kopi di
Indonesia dan dunia, serta hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan
kopi di Indonesia pada periode 2015-2019, yang diharapkan dapat berguna
sebagai data mentah maupun bagian dari pengawasan terhadap kebijakan
yang telah ada.
1.2. TUJUAN
Melakukan Penyusunan Buku Outlook Komoditi Kopi yang berisi keragaan
data series secara nasional dan dunia, yang dilengkapi dengan hasil proyeksi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3 1.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup yang dicakup dalam Buku Outlook Komoditi Kopi adalah: • Keragaan luas tanaman menghasilkan, produksi, produktivitas,
konsumsi, ekspor, impor, harga, situasi komoditas kopi di dalam
dan di luar negeri.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
BAB II. METODOLOGI
2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI
Outlook Komoditi Kopi tahun 2015 disusun berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh dari data primer yang bersumber dari daerah,
instansi terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar
Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and
Agriculture Organization (FAO). Data-data yang digunakan dalam outlook ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan
No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan
1.
Luas Tanaman Menghasilkan, Produktivitas dan Produksi Kopi Indonesia
1980-2013 Ditjen
Perkebunan -Produksi dalam wujud kopi berasan
2.
Sentra Produksi Kopi Robusta dan Arabika di Indonesia
2009-2013 Ditjen
Perkebunan -Produksi dalam wujud kopi berasan
3. Konsumsi Kopi di Indonesia 2002-2014 BPS - Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
- Kode HS : 0901111000; 0901119000; 0901121000; 0901129000; 0901211000;
- Produksi dalam wujud biji kopi mentah - Negara Anggota ASEAN : Brunei
Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina,
Singapura, Thailand, Vietnam
7. Volume dan Nilai Ekspor dan
Impor Kopi ASEAN dan Dunia 1980-2012 FAO
- Produksi dalam wujud biji kopi mentah - Negara Anggota ASEAN : Brunei
Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina,
6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2.2. METODE ANALISIS
2.2.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif atau perkembangan komoditas kopi dilakukan
berdasarkan ketersediaan data series yang yang mencakup indikator luas
areal dan luas tanaman menghasilkan, produktivitas, produksi,
konsumsi, ekspor-impor serta harga domestik dengan analisis deskriptif
sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series nasional
maupun dunia.
2.2.2. Analisis Penawaran
Analisis penawaran dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi.
Penelusuran model untuk analisis fungsi produksi tersebut dilakukan
dengan pendekatan deret waktu (time series analysis) melalui metode
ARIMA (Auto-Regressive Integrated Moving Average). Dalam pendekatan
deret waktu, produksi kopi di Indonesia pada tahun tertentu dianggap
memiliki keterkaitan dengan produksi kopi pada tahun sebelumnya. Hal
ini dikarenakan model yang dibangun dengan ARIMA, pada dasarnya
menggunakan nilai amatan pada masa lalu dan sekarang untuk kemudian
model tersebut digunakan dalam peramalan atau proyeksi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis deret waktu
dengan pendekatan ARIMA adalah stasioner atau tidaknya data deret
waktu yang digunakan. Dalam model ARIMA, aspek-aspek AR dan MA
hanya berkenaan dengan deret waktu yang stasioner. Stasioneritas
berarti tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Dengan
kata lain, fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang
konstan, tidak tergantung pada waktu, dan varians dari fluktuasi
tersebut pada dasarnya tetap konstan setiap waktu. Suatu deret waktu
yang tidak stasioner harus diubah menjadi data stasioner dengan
melakukan differencing (pembedaan). Yang dimaksud dengan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7 Apabila hasil differencing ini belum stasioner, maka perlu dilakukan
differencing kembali hingga menjadi stasioner.
Secara umum model ARIMA dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu:
model autoregressive (AR), moving average (MA) dan model campuran
ARIMA (autoregressive integrated moving average) yang mempunyai
karakteristik dari dua model pertama. Model ARIMA biasa dituliskan
dengan notasi ARIMA (p, d, q) dimana notasi p adalah ordo model
autoregressive (AR), notasi d adalah jumlah differencing yang dilakukan
dan notasi q adalah ordo model moving area (MA).
1. Model autoregressive (AR)
Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p (AR(p)) atau
model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:
1 1 2 2
(0,0,q) dinyatakan sebagai berikut:
8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3. Model campuran (ARIMA)
a. Proses ARMA
Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1)
murni, atau ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:
X
t=
'
+
φ
1X
t−1+ −
e
tθ
1e
t−1terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1)
adalah sebagai berikut:
(
1
−
B
)(
1
−
φ
1B X
)
t=
'
+ −
(
1
θ
1B e
)
t pembedaan AR(1) MA(1) pertamaDalam hal terdapat faktor musiman pada data, maka factor
musiman tersebut didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang
dalam selang waktu yang tetap. Untuk data yang stasioner, factor
musiman dapat ditentukan dengan mengidentisfikasi koefisien
autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol.
Autokorelasi yang secara signifikan berbeda dari nol menyatakan adanya
suatu pola dalam data. Dengan demikian, autokorelasi yang tinggi pada
data merupakan suatu tanda adanya factor musiman. Notasi umum
untuk ARIMA dengan factor musiman adalah sebagai berikut:
(
)(
)
ARIMA
p d q
, ,
P D Q
, ,
SPusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9
2.2.3. Analisis Permintaan
Analisis permintaan komoditas perkebunan merupakan analisis
permintaan langsung masyarakat terhadap komoditas perkebunan yang
dikonsumsi oleh rumahtangga konsumen dalam bentuk tanpa diolah dan
telah diolah.
Sama halnya seperti pada analisis penawaran, analisis permintaan
dilakukan dengan menggunakan pendekatan deret waktu (time series
analysis) namun dalam outlook ini akan digunakan metode pemulusan
eksponensial berganda (double exponential smoothing). Pemulusan
eksponensial adalah suatu metode yang secara terus menerus
memperbaiki peramalan dengan merata-ratakan data masa lalu dari
suatu data deret waktu secara eksponensial.
Dalam pemulusan eksponensial berganda terdapat dua metode yang
dapat digunakan, yaitu:
1. Metode Linier Satu Parameter dari Brown’s
Metode ini pada dasarnya serupa dengan metode rata-rata
bergerak namun untuk data dengan unsur trend maka akan
terjadi lag antara nilai pemulusan dan data sebenarnya. Dalam
metode Brown, perbedaan nilai tersebut ditambahkan pada
nilai pemulusan dan disesuaikan untuk pola trend. Bentuk
umum metode Brown adalah sebagai berikut:
10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
dimana:
S
'
t = Nilai pemulusan eksponensial tunggal''
tS
= Nilai pemulusan eksponensial gandap
α
= Parameter pemulusan eksponensial,
t t
a b
= Konstanta pemulusant m
F
+ = Hasil peramalan untuk periode kedepan2. Metode Dua Parameter dari Holt
Dengan metode ini, nilai trend tidak dimuluskan dengan
pemulusan berganda secara langsung, tetapi dilakukan dengan
menggunakan parameter berbeda dengan parameter pemulusan
data sebenarnya. Secara matematis, metode ini ditulis dengan
tiga persamaan. Bentuk umum ketiga persamaan ini adalah
S
= Nilai pemulusan tunggal pada waktu ke-tt
X
= Data sebenarnya pada waktu ke-tt
T
= Nilai pemulusan trend pada waktu ke-tt m
Model deret waktu yang diperoleh baik melalui pendekatan analisis
regresi ataupun ARIMA dapat digunakan apabila nilai error dari model
bersifat random atau tidak memiliki pola tertentu. Untuk menguji
apakah nilai error yang diperoleh mengikuti pola tertentu atau tidak
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11 1. Uji Q Box dan Pierce
Statistik uji untuk pengujian ini adalah:
2
Statistik uji untuk pengujian ini adalah:
(
)
(
2)
Nilai kedua statistik uji diatas menyebar mengikuti distribusi Chi Square
12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Selain pengujian keberartian model, untuk menentukan model
terbaik yang dapat digunakan adalah dengan membandingkan standard
error estimate melalui persamaan sebagai berikut:
(
)
Statistik lain yang biasa digunakan untuk menentukan model terbaik
adalah nilai rata-rata presentase error peramalan atau mean average
percentage error (MAPE). Persamaan matematis untuk statistik ini
adalah:
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13
BAB III. KERAGAAN KOPI NASIONAL
3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DI INDONESIA
3.1.1. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia
Pengusahaan kopi di Indonesia sebagian besar diusahakan oleh
rakyat. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 3.1, dimana luas areal untuk
kopi PR (Perkebunan Rakyat) dari tahun 1980 hingga 2013, berimpit
dengan luas areal kopi Indonesia. Luas areal kopi di Indonesia sendiri
pada periode tahun 1980-2013 cenderung mengalami peningkatan. Jika
pada tahun 1980 luas areal kopi Indonesia hanya mencapai 707.464 ha,
maka pada tahun 2013, luas areal kopi Indonesia meningkat menjadi
1.241.713 ha atau meningkat sebesar 75,52%. Meskipun demikian,
rata-rata laju pertumbuhan luas areal kopi di Indonesia dalam periode tahun
1980-2013 tidak terlalu tinggi. Secara rata-rata, pertumbuhan luas areal
kopi Indonesia sejak 1980 hingga 2013 hanya mencapai 1,80% per-tahun
atau bertambah 16.186 ha per-tahunnya. Data perkembangan luas areal
kopi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Jika dilihat dari jenis kopi yang diusahakan, pada Gambar 3.2
terlihat bahwa mayoritas pekebun kopi di Indonesia menanam kopi jenis
robusta. Meskipun demikian dari Gambar 3.2 terlihat bahwa luas areal
kopi robusta berkenderungan menurun sementara luas areal kopi
arabika berkecenderungan meningkat. Pada tahun 2001, luas areal kopi
robusta di Indonesia mencapai 1.232.551 ha dan menurun di tahun 2013
menjadi hanya 916.053 ha atau terjadi penurunan sebesar 25,68%
dibandingkan luas areal pada tahun 2001. Sementara luas areal kopi
arabika pada tahun 2001 hanya mencapai 82.807 ha, kemudian luasan
ini meningkat sebesar 293% pada tahun 2013 menjadi 325.659 ha. Data
luas areal kopi di Indonesia berdasarkan jenis kopi yang diusahakan
secara rinci disajikan pada Lampiran 2.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15 3.1.2. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia
Sejalan dengan pola perkembangan luas areal kopi di Indonesia,
produksi kopi Indonesia juga mengalami kecenderungan peningkatan
produksi pada periode 1980–2013 (Gambar 3.3) dengan rata-rata
pertumbuhan produksi kopi mencapai 3,12%. Pertumbuhan produksi kopi
tertinggi pada periode tersebut terjadi pada tahun 1998. Di tahun 1998
produksi kopi Indonesia mencapai 514.451 ton atau lebih tinggi 20,08%
dibandingkan produksi kopi pada tahun sebelumnya yang mencapai
428.418 ton. Secara lengkap, perkembangan produksi kopi menurut
status pengusahaan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan,1980-2013
Sama halnya dengan pola luas areal kopi, produksi kopi menurut
jenis kopi yang diusahakan didominasi oleh kopi dari jenis robusta.
Terlihat pada Gambar 3.4, produksi kopi robusta lebih tinggi setiap
tahunnya dibandingkan kopi berjenis arabika. Secara rata-rata, pada
tahun 2001-2013, kontribusi kopi robusta terhadap produksi kopi
nasional mencapai 84,62% setiap tahunnya. Namun demikian, jika
diperhatikan Gambar 3.4, maka produksi kopi robusta di Indonesia
memiliki kecenderungan menurun pada setiap tahunnya. Adapun untuk
kopi arabika, Gambar 3.4 menunjukkan adanya trend peningkatan
16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
luas areal kopi berdasarkan jenis kopi yang diusahakan. Secara lengkap,
produksi kopi Indonesia berdasarkan jenis kopi yang diusahakan dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 3.4. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Jenis Kopi Yang Diusahakan, 2001-2013
3.1.3. Perkembangan Produktivitas Kopi di Indonesia
Dari sisi produktivitas, produktivitas kopi di Indonesia terlihat
berfluktuatif pada setiap tahunnya (Gambar 3.5) terutama untuk
perkebunan besar swasta. Meskipun demikian, pertumbuhan
produktivitas kopi di Indonesia pada periode 2003-2013 tidak mengalami
perubahan signifikan. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh
meningkatnya luas tanaman menghasilkan yang berakibat pada
peningkatan produksi kopi. Pada tahun 2003, produktivitas kopi di
Indonesia mencapai 725 kg/ha dan hanya meningkat 1,95% di tahun 2013
menjadi 739 kg/ha. Data perkembangan produktivitas kopi di Indonesia
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17 Gambar 3.5. Perkembangan Produktivitas Kopi Menurut Status
Pengusahaan, 2003-2013
3.1.4. Sentra Produksi Kopi di Indonesia
Berdasarkan data rata-rata selama 5 tahun terakhir (2009-2013),
sebesar 21,46% produksi kopi rakyat berasal dari Provinsi Lampung
(Gambar 3.6). Pada periode tersebut, produksi kopi secara rata-rata di
Provinsi Lampung mencapai 142.111 ton. Pada periode yang sama,
Provinsi Sumatera Selatan dengan kontribusi 20,18% dari produksi kopi
rakyat di Indonesia secara rata-rata mampu menghasilkan 133.645 ton
kopi setiap tahunnya. Data provinsi sentra produksi kopi rakyat tahun
18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.6. Provinsi Sentra Produksi Kopi Perkebunan Rakyat di Indonesia, Rata-rata 2009-2013
Jika dilihat berdasarkan jenis kopi yang dibudidayakan, maka
sentra produksi kopi robusta di perkebunan rakyat di Indonesia pada
periode tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Gambar 3.7 dengan data
disajikan pada Lampiran 7. Sentra produksi kopi robusta di perkebunan
rakyat di Indonesia secara rata-rata tahun 2009-2013 terpusat di 5
provinsi. Kelima provinsi ini berkontribusi sebesar 74,10% produksi kopi
robusta Indonesia. Provinsi sentra produksi kopi robusta di Indonesia
dengan kontribusi mencapai 27,93% adalah provinsi Lampung dengan
rata-rata produksi mencapai 139.295 ton kopi robusta setiap tahunnya.
Tidak jauh berbeda dengan Provinsi Lampung. Provinsi Sumatera Selatan
dalam periode yang sama tercatat mampu memproduksi 136.093 ton
kopi robusta setiap tahunnya. Produksi kedua provinsi ini secara total
menyumbang 55,93% dari produsi kopi robusta di Indonesia. Provinsi
penghasil kopi robusta terbesar lainnya adalah Bengkulu dengan
produksi mencapai 53.612 ton setiap tahun, Jawa Timur dengan
produksi 24.741 ton per tahun dan Sumatera Barat dengan produksi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19
Gambar 3.7. Provinsi Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Indonesia, Rata-rata 2009-2013
Sebagaimana disampaikan, sentra produksi kopi robusta di
perkebunan rakyat di Indonesia pada tahun 2009-2013 sebagian besar
berasal dari Provinsi Lampung. Di provinsi ini pada tahun 2013 produksi
kopi robusta mencapai 127.057 ton dengan sentra produksi berasal dari
Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Way
Kanan, Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Pringsewu (Gambar
3.8 dan Lampiran 8). Kelima kabupaten ini menyumbang 95,20%
produksi kopi robusta di Provinsi Lampung. Produksi kopi robusta dari
Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2013 mencapai 52.573 ton atau
41,38% dari total produksi kopi robusta di Provinsi Lampung. Kabupaten
sentra selanjutnya adalah Kabupaten Tanggamus yang memberikan
kontribusi 24,16% dengan produksi kopi robusta mencapai 30.702 ton.
Kabupaten Way Kanan kemudian memberikan kontribusi produksi kopi
robusta terbesar ketiga di Provinsi Lampung dengan produksi sebesar
17.450 ton atau 13,73%. Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten
Pringsewu adalah kabupaten sentra produksi kopi robusta terakhir
20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.8. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Lampung, Tahun 2013
Di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013, produksi kopi
robusta sebagian besar diperoleh dari Kabupaten OKU Selatan dengan
produksi mencapai 33.175 ton atau 23,74% produksi kopi robusta di
Provinsi Sumatera Selatan (Gambar 3.9). Kabupaten penghasil kopi
robusta terbesar lainnya di Provinsi Sumatera Selatan adalah Kabupaten
Empat Lawang dengan produksi 26.005 ton kopi robusta (18,61%),
Kabupaten Muara Enim dengan produksi 25.213 ton, Kabupaten Ogan
Komering Ilir dengan produksi 19.941 ton, dan Kabupaten Lahat dengan
produksi 19.692 ton. Keempat kabupaten ini bersama dengan Kabupaten
OKU Selatan berkontribusi sebesar 88,75% terhadap produksi kopi
robusta di Provinsi Sumatera Selatan sementara 11,25% sisanya terdapat
di kabupaten-kabupaten lainnya di Provinsi Sumatera Selatan. Data
produksi kopi robusta di perkebunan rakyat Provinsi Sumatera Selatan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21 Gambar 3.9. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan
Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan, Tahun 2013
Sebagai penghasil kopi robusta di perkebunan rakyat terbesar
ketiga di Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2013, kopi robusta di
Provinsi Bengkulu pada tahun 2013 tercatat sebagian besar dihasilkan
dari Kabupaten Kepahiyang dan Kabupaten Rejang Lebong dengan
kontribusi produksi kopi robusta dari keduanya mencapai 57,90% dari
total produksi kopi robusta di Provinsi Bengkulu (Gambar 3.10). Produksi
kopi robusta perkebunan rakyat dari Kabupaten Kepahiyang pada tahun
2013 mencapai 18.153 ton atau 33,21% dari total produksi kopi robusta
perkebunan rakyat di Provinsi Bengkulu. Kabupaten Rejang Lebong pada
tahun 2013 tercatat sebagai kabupaten dengan produksi kopi robusta
terbesar kedua di Provinsi Bengkulu dengan produksi mencapai 13.500
ton atau 24,70% dari total produksi kopi robusta Provinsi Bengkulu. Tiga
kabupaten penghasil kopi robusta terbesar lainnya yaitu Kabupaten
Kaur, Kabupaten Lebong dan Kabupaten Seluma masing-masing
menyumbang tidak lebih dari 10% produksi kopi robusta di Provinsi
Bengkulu. Kabupaten Kaur pada tahun 2013 hanya memproduksi 5.390
ton, sementara Kabupaten Lebong mampu memproduksi 4.915 ton dan
22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.10. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Bengkulu, Tahun 2013
Produksi kopi robusta dengan wujud produksi kopi berasan dari
perkebunan rakyat di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 sebagian
besar berasal dari Kabupaten Malang (Gambar 3.11). Kontribusi dari
kabupaten ini pada total produksi kopi robusta di Provinsi Jawa TImur
mencapai 29,18% atau sekitar 7.785 ton kopi robusta (Lampiran 11).
Sentra produksi lainnya di Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten
Banyuwangi. Dari Kab. Banyuwangi, sekitar 16,37% produksi kopi robusta
Provinsi Jawa Timur berasal. Pada tahun 2013 produksi kopi robusta dari
kabupaten ini mencapai 4.367 ton. Kabupaten lainnya di Provinsi Jawa
Timur dengan produksi kopi robusta terbesar adalah Kab. Jember dan
Kab. Lumajang dengan produksi kopi robusta di tahun 2013
masing-masing mencapai 2.516 ton, serta diikuti oleh Kab. Bondowoso dengan
produksi mencapai 2.109 ton. Secara lengkap data kabupaten sentra
produksi kopi robusta di Provinsi Jawa TImur dapat dilihat pada
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23 Gambar 3.11. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan
Rakyat di Provinsi Jawa Timur, Tahun 2013
Sentra kopi robusta di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013
terdapat di 5 kabupaten (Gambar 3.12). Dengan wujud produksi kopi
berasan, kabupaten produsen kopi robusta terbesar di Provinsi Sumatera
Barat pada tahun 2013 adalah Kab. Solok. Kontribusi kabupaten ini
terhadap produksi kopi Provinsi Sumatera Barat mencapai 40,10%
dengan produksi 6.695 ton. Produksi kopi robusta dari kabupaten ini
jauh lebih besar dari keempat kabupaten sentra lainnya yang rata-rata
hanya mampu berkontribusi 11,48% terhadap produksi kopi Provinsi
Sumatera Barat. Kab. Agam, Kab. Solok Selatan, Kab. Pasaman Barat,
dan Kab. Tanah Datar adalah kabupaten-kabupaten lain penghasil kopi
robusta terbesar di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013. Namun
demikian produksi kopi robusta dari kabupaten-kabupaten ini
masing-masing hanya 1.998 ton, 1876 ton, 1876 ton, dan 1.564 ton. Data
lengkap sentra produksi kopi robusta pada tahun 2013 di Provinsi
24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.12. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2013
Untuk kopi arabika, pada tahun 2009-2013, Provinsi Sumatera
Utara tercatat sebagai produsen kopi arabika terbesar di Indonesia
(Gambar 3.13). Dengan rata-rata produksi kopi arabika sebesar 47.560
ton setiap tahunnya, Provinsi Sumatera Utara berkontribusi 32,05% dari
produksi kopi arabika nasional. Provinsi penghasil kopi arabika terbesar
lainnya adalah Provinsi Aceh dengan rata-rata produksi sebesar 43.177
ton setiap tahunnya. Secara total, kedua provinsi ini berkontribusi
hingga 61,15% terhadap produksi kopi arabika di Indonesia yang
mencapai 148.373 ton setiap tahunnya. Secara lengkap data produksi
kopi arabika di 5 provinsi produsen terbesar di Indonesia pada tahun
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25
Gambar 3.13. Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Indonesia, Rata-rata 2009-2013
Pada tahun 2013, Kab. Tapanuli Utara tercatat sebagai kabupaten
penghasil kopi arabika terbesar di Provinsi Sumatera Utara
(Gambar 3.14). Produksi kopi robusta dari kabupaten ini di tahun 2013
mencapai 10.123 ton. Dengan produksi ini, Kab. Tapanuli Utara
menyumbang 20,64% dari total produksi kopi arabika di Provinsi
Sumatera Utara. Selain Kab. Tapanuli Utara, sentra penghasil kopi
arabika pada tahun 2013 di Provinsi Sumatera Utara adalah Kab. Dairi,
Kab. Simalungun, Kab. Karo, dan Kab. Hunbang Hasundutan. Produksi
kopi arabika dari Kab. Dairi di tahun 2013 mencapai 9.583 ton atau
19,54% dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Utara.
Produksi kopi arabika di Kab. Simalungun, Kab. Karo, dan Kab. Hunbang
Hasundutan pada tahun 2013 masing-masing adalah 8.475 ton, 6.848 ton
dan 5.899 ton. Produksi kopi arabika dari kelima kabupaten ini
menyumbang 83,44% produksi kopi arabika Provinsi Sumatera Utara di
tahun 2013. Secara lengkap data produksi kopi arabika tahun 2013 di
26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.14. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2013
Sebagai penghasil kopi arabika terbesar kedua di Indonesia,
Provinsi Aceh hanya memiliki dua kabupaten sebagai sentra produksi
kopi arabika di tahun 2013, yaitu Kab. Aceh Tengah dan Kab. Bener
Meriah (Gambar 3.15). Berdasarkan data Angka Tetap Perkebunan tahun
2013, produksi kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah mencapai 27.079
ton atau berkontribusi 64,35% terhadap total produksi kopi arabika di
Provinsi Aceh. Untuk produksi kopi arabika dari Kabupaten Bener
Meriah, pada tahun 2013, produksi kopi arabika di kabupaten ini
mencapai 15.000 ton. Secara lengkap data produksi kopi arabika di
Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah di tahun 2013
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27 Gambar 3.15. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan
Rakyat di Provinsi Aceh, Tahun 2013
Selama tahun 2009-2013, perkebunan rakyat di Provinsi Sulawesi
Selatan rata-rata memproduksi 13,18% kopi arabika Indonesia atau
setara dengan 19.550 ton kopi arabika pertahun. Untuk tahun 2013 saja,
kopi arabika hasil produksi perkebunan rakyat di provinsi ini mencapai
19.333 ton. Produksi ini tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Selatan, namun lima kebupaten dengan produksi kopi
arabika terbesar adalah Kab. Enrekang, Tana Toraja, Gowa, Toraja
Utara, dan Luwu dengan kontribusi kelima kabupaten ini terhadap
produksi kopi arabika Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 81,57%
(Gambar 3.16). Kabupaten Enrekang pada tahun 2013 tercatat
memproduksi 7.915 ton kopi berasan arabika atau 40,49% produksi kopi
arabika Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten penghasil kopi arabika
terbesar selanjutnya adalah Kabupaten Tana Toraja dengan produksi
2.573 ton (13,16% dari produksi kopi arabika Provinsi Sulawesi Selatan),
Kabupaten Gowa dengan produksi 2.120 ton (10,84%), Kabupaten Toraja
Utara sebesar 2.065 ton (10,56%), dan Kabupaten Luwu dengan produksi
mencapai 1.273 ton (6,51%). Data produksi kopi arabika di 5 kabupaten
sentra Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 dapat dilihat pada
28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 3.16. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2013
Sentra produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Barat pada
tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.17 dengan data di Lampiran 17.
Di provinsi ini, kabupaten dengan produksi kopi terbesar adalah
Kabupaten Solok Selatan sebesar 4.263 ton kopi berasan atau 28,25%
dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Barat. Diikuti oleh
Kabupaten Pasaman dengan produksi sebesar 2.236 ton (14,82%),
Kabupaten Pesisir Selatan sebesar 1.931 ton (12,80%), Kabupaten Agam
sebesar 1.745 ton (11,57%), Kabupaten Solok sebesar 1.587 ton
(10,52%), dan sebanyak 22,04% produksi kopi arabika di Provinsi
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29 Gambar 3.17. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan
Rakyat di Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2013
Dari Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2013, seperti
terlihat pada Gambar 3.18 dan Lampiran 18, produksi kopi arabika dari
perkebunan rakyat hanya berasal dari 5 (lima) kabupaten saja yaitu
Kabupaten Ngada dengan produksi mencapai 51,35% dari total produksi
kopi arabika di provinsi ini atau sebesar 3.298 ton kopi berasan,
Kabupaten Ende dengan produksi sebesar 1.814 ton (28,25%), Kabupaten
Manggarai dengan produksi 623 ton (9,70%), Kabupaten Manggarai Timur
dengan produksi hanya 560 ton (8,72%), dan Kabupaten Nagekeo dengan
produksi hanya 127 ton (1,98%).
30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3.2. PERKEMBANGAN HARGA KOPI DI INDONESIA
Perkembangan harga kopi pada beberapa pasar dalam negeri di
Indonesia berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (Anonim, 2014)
dalam Buku Statistik Perkebunan Indonesia : Kopi 2013-2015 periode tahun
2007-2013 disajikan pada Lampiran 19 dengan grafik seperti pada Gambar
3.19. Secara umum, harga kopi arabika lebih tinggi dibandingkan harga kopi
robusta. Pada tahun 2011, terlihat terdapat lonjakan harga kopi arabika
hingga mencapai 83,66% dibandingkan harga kopi arabika tahun sebelumnya.
Tidak diketahui secara pasti penyebab lonjakan harga ini.
Jika dilihat pada Gambar 3.19, harga kopi di Indonesia
berkecenderungan meningkat pada periode tahun 2007-2013. Untuk kopi
arabika, pada tahun 2007 rata-rata harga satu kilogram kopi arabika di
Indonesia adalah Rp.10.850,- sementara ditahun yang sama harga kopi robusta
mencapai Rp.10.013,- per kilogram. Harga ini kemudian meningkat pada tahun
2013 menjadi Rp.21.620,- per kilogram untuk kopi arabika atau meningkat
hampir dua kali lipat (99,26%) dibandingkan harga kopi arabika tahun 2007.
Sementara untuk kopi robusta, pada tahun 2013 terjadi peningkatan harga
sebesar 63,20% dibandingkan harga pada tahun 2007 atau menjadi Rp.16.341,-
per kilogram.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31 3.3. PERKEMBANGAN KONSUMSI KOPI DI INDONESIA
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) oleh BPS,
permintaan kopi untuk konsumsi rumah tangga pada umumnya berupa kopi
bubuk/kopi biji. Selama tahun 2002-2014, konsumsi kopi per kapita terlihat
tidak mengalami perubahan yang signifikan (Gambar 3.20). Pada tahun 2002,
konsumsi kopi per kapita per tahun sebesar 1,298 kg dan hanya meningkat
3,78% atau menjadi 1,347 kg pada tahun 2014. Selama periode tersebut,
terjadi penurunan konsumsi kopi tertinggi di tahun 2012. Pada tahun 2012
konsumsi kopi Indonesia tercatat 1,064 kg/kapita/tahun atau menurun 22,14%
dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2011 konsumsi kopi Indonesia
mencapai 1,366 kg/kapita/tahun. Namun demikian setelah penurunan
konsumsi kopi di tahun 2012, konsumsi kopi ditahun 2013 kembali meningkat
dengan pertumbuhan mencapai 28,92% atau meningkat menjadi 1,371
kg/kapita/tahun.
32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
3.4. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KOPI INDONESIA
3.4.1. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia
Perkembangan volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 1980–
2013 cukup berfluktuatif namun cenderung meningkat (Gambar 3.21)
dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,57% per tahun. Jika pada
tahun 1980 volume ekspor kopi Indonesia sebesar 238.677 ton dengan
nilai ekspor sebesar US$ 656 juta, maka tahun 2013 volume ekspor
meningkat menjadi 534.023 ton atau senilai US$ 1.174 juta.
Gambar 3.21. Perkembangan Volume Ekspor Kopi Indonesia, 1980–2013
3.4.2. Perkembangan Volume Impor Kopi Indonesia
Gambar 3.22 menyajikan keragaan perkembangan volume impor
kopi Indonesia tahun 1980-2013. Dari Gambar 3.22 terlihat bahwa impor
kopi Indonesia cenderung meningkat pertahunnya. Pada periode
1980-2013, impor kopi Indonesia meningkat rata-rata 172,36% pertahun atau
463 ton per tahun. Impor kopi Indonesia pada tahun 1980 hanya sebesar
46 ton dan meningkat menjadi sebesar 15.800 ton pada tahun 2013.
Adapun volume impor kopi tertinggi Indonesia terjadi ditahun 2012
dengan volume impor mencapai 52.645 ton atau senilai US$ 117.175
ribu. Data volume dan nilai impor kopi Indonesia disajikan pada
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33 Gambar 3.22. Perkembangan Volume Impor Kopi Indonesia, 1980–2013
3.4.3. Neraca Perdagangan Kopi Indonesia
Perbedaan volume ekspor dan impor yang besar menjadikan
Indonesia selalu mengalami surplus pada neraca perdagangan, yang
berarti dapat menyumbang devisa negara. Neraca perdagangan kopi
Indonesia dari tahun 1980-2013 mengalami peningkatan dengan
rata-rata per tahun sebesar 8,16% (Gambar 3.23). Surplus kopi terbesar
terjadi pada tahun 2013 sebesar US$ 1.135,2 juta, sedangkan surplus
terendah terjadi pada tahun 2001 sebesar US$ 183,41 juta.
Perkembangan volume, nilai dan neraca perdagangan kopi Indonesia
34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35
BAB IV. KERAGAAN KOPI ASEAN DAN DUNIA
4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI ASEAN DAN DUNIA
4.1.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi di
Negara-negara ASEAN
Berdasarkan data yang bersumber dari FAO, secara umum
perkembangan luas tanaman menghasilkan (harvested area) kopi di
antara negara-negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja,
Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan
Vietnam) selama periode tahun 1980–2013 cenderung meningkat
(Gambar 4.1). Tahun 1980 total luas tanaman menghasilkan kopi di
negara-negara anggota ASEAN hanya sebesar 649.472 ha dan meningkat
menjadi 2.069.144 ha ditahun 2013 atau meningkat sebesar 218,59%
dibandingkan dengan tahun 1980. Secara rata-rata laju pertumbuhan
luas tanaman menghasilkan kopi di kawasan ASEAN adalah 3,79% per
tahun. Data luas tanaman menghasilkan kopi di antara negara-negara
anggota ASEAN dapat dilihat pada Lampiran 22.
36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Jika dilihat dari data rata-rata luas tanaman menghasilkan kopi
tahun 2009-2012 yang bersumber dari FAO, diantara negara-negara
anggota ASEAN, Indonesia tercatat sebagai negara dengan luas tanaman
menghasilkan kopi terbesar di kawasan ASEAN dengan rata-rata luas
sebesar 912.342 ha atau berkontribusi sebesar 44,39% dari rata-rata
total luas tanaman menghasilkan kopi di ASEAN (Gambar 4.2). Posisi
Indonesia ini lebih baik dibandingkan dengan Vietnam yang dikenal
sebagai salah satu sentra penghasil kopi dunia. Vietnam secara rata-rata
dari tahun 2009-2013 hanya memiliki luas tanaman menghasilkan kopi
sebesar 544.033 ha atau lebih rendah 40,37% dibandingkan luas tanaman
menghasilkan kopi Indonesia. Luas tanaman menghasilkan kopi Vietnam
berkontribusi sebesar 26,47% dari total luas tanaman menghasilkan kopi
di ASEAN. Negara-negara dengan luasan tanaman menghasilkan kopi
terbesar selanjutnya adalah Filipina, Laos dan Thailand dengan
kontribusi masing-masing negara hanya 5,84%, 2,65% dan 2,60%. Secara
rinci, data negara-negara anggota ASEAN dengan luas tanaman
menghasilkan kopi terbesar dapat dilihat pada Lampiran 23.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37 4.1.2. Perkembangan Produksi Kopi di Negara-negara ASEAN
Perkembangan produksi kopi (wujud produksi biji kopi mentah)
negara-negara di kawasan ASEAN sepanjang tahun 1980–2013
menunjukkan pola yang hampir sama dengan perkembangan luas
tanaman menghasilkan. Selama periode ini telah terjadi peningkatan
produksi kopi diantara negara-negara anggota ASEAN dengan rata-rata
peningkatan sebesar 5,40% per tahun (Gambar 4.3 dan Lampiran 22).
Jika pada tahun 1980 produksi kopi di kawasan ASEAN hanya sebesar
453.504 ton, maka pada akhir tahun 2013 produksi kopi di ASEAN
tercatat sebesar 2.402.522 ton.
Gambar 4.3 Perkembangan Produksi Kopi di Kawasan ASEAN, 1980–2013
Berbeda dengan luas tanaman menghasilkan kopi tahun
2009-2013, diantara negara-negara anggota ASEAN terdapat perbedaan posisi
negara dengan produksi kopi terbanyak jika dibandingkan dengan
negara-negara sentra luas tanaman menghasilkan. Dalam daftar ini,
Vietnam menempati urutan pertama sebagai negara dengan produksi
kopi terbesar di kawasan ASEAN dengan rata-rata produksi sebesar
1.293.229 ton atau berkontribusi sebesar 58,88% dari total produksi kopi
di kawasan ASEAN (Gambar 4.4). Indonesia sendiri dari sisi produksi
hanya mampu memproduksi secara rata-rata 675.060 ton kopi pada
38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
hanya mencapai 30,73%. Negara penghasil kopi terbesar di ASEAN
selanjutnya adalah Filipina dengan produksi kopi sebesar 89.360 ton
diikuti oleh Laos dan Thailand dengan produksi masing-masing mencapai
64.133 ton dan 47.825 ton atau berkontribusi 2,92% dan 2,18% dari total
produksi kopi di kawasan ASEAN. Rata-rata produksi kopi di kawasan ini
mencapai 2.196.514 ton. Secara rinci, data produksi kopi dari
negara-negara di kawasan ASEAN dapat dilihat pada Lampiran 24.
Gambar 4.4 Sentra Produksi Kopi Negara-negara ASEAN, Rata-rata 2009-2013
4.1.3. Perkembangan Produktivitas Kopi di Negara-negara ASEAN
Jika ditinjau dari sisi produktivitasnya, tingkat produktivitas kopi
pada periode tahun 1980-2013 di kawasan ASEAN, memiliki pola yang
berfluktuasi setiap tahunnya (Gambar 4.5) namun berkecenderungan
meningkat. Pada periode tersebut, laju pertumbuhan produktivitas kopi
hanya sebesar 1,74% per tahun (Lampiran 22) dengan produktivitas
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39 Gambar 4.5. Perkembangan Produktivitas Kopi di Kawasan ASEAN,
1980-2013
Produktivitas tanaman kopi tertinggi di kawasan ASEAN
berdasarkan rata-rata tahun 2009-2013 disajikan pada Gambar 4.6.
Terlihat dari Gambar 4.6, produktivitas kopi tertinggi di kawasan ini
terdapat di negara Vietnam dengan produktivitas mencapai 2.365 kg/ha.
Indonesia sendiri pada periode yang sama tercatat sebagai negara
dengan produktivitas terendah kedua setelah negara Myanmar.
Produktivitas kopi Indonesia hanya sebesar 740 kg/ha.
40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
4.1.4. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia
Perkembangan luas tanaman menghasilkan kopi dunia pada
periode tahun 1980–2013 mengalami fluktuasi pada setiap tahunnya dan
terlihat tidak terdapat trend peningkatan yang signifikan (Gambar 4.7).
Rata-rata laju pertumbuhan luas tanaman menghasilkan kopi dunia
sejak tahun 1980–2013 hanya sebesar 0,05% pertahun. Berdasarkan data
dari FAO, total luas tanaman menghasilkan kopi dunia pada tahun 2013
mencapai angka 10.142.885 ha. Luasan ini tidak banyak berubah dari
sejak tahun 1999 dengan luas tanaman menghasilkan kopi mencapai
10.209.479 (Lampiran 26).
Gambar 4.7. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia, 1980–2013
Luas tanaman menghasilkan kopi dunia berdasarkan data FAO
selama periode 2009-2013, rata-rata terpusat di negara Brazil dengan
kontribusi sebesar 21,34% dari luas tanaman menghasilkan kopi dunia
atau mencapai 2.129.934 ha (Gambar 4.8). Luas tanaman menghasilkan
kopi dunia secara rata-rata tahun 2009-2013 mencapai 9.982.089 ha.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan luas tanaman menghasilkan
kopi terbesar selanjutnya dengan luasan mencapai 912.342 ha atau
sekitar setengah dari luas tanaman menghasilkan kopi Brazil. Vietnam,
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41 menghasilkan kopi terbesar kelima di dunia dengan rata-rata luas
tanaman menghasilkan mencapai 544.033 ha pada periode yang sama.
Secara kumulatif, kelima negara dalam daftar negara-negara dengan
luas tanaman menghasilkan kopi terbesar dunia mencakup 50,61% luas
tanaman menghasilkan kopi dunia. Data luas tanaman menghasilkan kopi
dari negara-negara sentra penanaman kopi dunia dapat dilihat pada
Lampiran 27.
Gambar 4.8. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Dunia, Rata-rata 2009-2013
4.1.5. Perkembangan Produksi Kopi Dunia
Perkembangan produksi kopi dunia (wujud produksi biji kopi
mentah) dari tahun 1980 hingga 2013 terlihat berfluktuasi namun terus
mengalami peningkatan pada setiap tahunnya (Gambar 4.9). Pada tahun
1980, produksi kopi di dunia mencapai 4.839.219 ton dan meningkat di
tahun 2013 menjadi 8.920.840 ton. Rata-rata pertumbuhan produksi
selama periode tersebut adalah sebesar 2,34%. Menurut data dari FAO,
produksi kopi dunia tertinggi pada tahun 2012 yang mencapai 9.209.761
42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Gambar 4.9. Perkembangan Produksi Kopi Dunia, 1980–2013
Produksi kopi dunia sebagian besar dihasilkan oleh negara Brazil
dengan rata-rata produksi selama periode tahun 2009-2013 mencapai
2.809.987 ton kopi atau menyumbang 32,54% rata-rata produksi kopi
dunia di periode tahun yang sama (Gambar 4.10). Negara-negara
penghasil kopi terbesar selanjutnya adalah Vietnam dengan kontribusi
14,98% atau rata-rata menghasilkan 1.293.229 ton kopi selama periode
2009-2013 disusul oleh Indonesia dengan rata-rata produksi mencapai
679.066 ton (7,86%) selama periode tahun 2009-2013, Kolombia dengan
produksi 517.560 ton (5,99%), dan Ethiopia dengan produksi 311.678 ton
(3,61%). Data negara-negara penghasil kopi terbesar dunia dapat dilihat
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43 Gambar 4.10 Sentra Produksi Kopi Dunia, Rata-rata 2009-2013
4.1.6. Perkembangan Produktivitas Kopi Dunia
Laju pertumbuhan produktivitas kopi dunia dari tahun 1980 hingga
2013 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan
mencapai 2,21% (Gambar 4.11). Menurut data dari FAO, produktivitas
tertinggi kopi dunia tercapai pada tahun 2012 yaitu sebesar 912 kg/ha.
Sementara pada tahun 2013, produktivitas kopi dunia mencapai 880
kg/ha atau lebih rendah 3,52% dibandingkan tahun 2012. Data
perkembangan produktivitas kopi dunia periode 1980-2013 dapat dilihat
pada Lampiran 26.
44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
4.2. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KOPI ASEAN DAN DUNIA
4.2.1. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kopi ASEAN
Berdasarkan data FAO, volume ekspor dan impor kopi dari
negara-negara anggota ASEAN pada periode tahun 1980-2012 terlihat sangat
berbeda dari tahun ke tahun (Gambar 4.12). Volume ekspor kopi dari
kawasan ini terlihat selalu lebih tinggi dibandingkan dengan volume
impor kopi ke negara-negara kawasan ini. Sejak tahun 1980 hingga 2003
volume impor kopi ke negara-negara anggota ASEAN sangat rendah jika
dibandingkan volume ekspornya. Namun demikian volume impor ke
negara-negara ini meningkat setelah tahun 2003 meskipun tetap jauh
dibawah volume ekspornya. Hal ini cukup beralasan mengingat dua
negara sentra produksi kopi dunia adalah anggota ASEAN yaitu Vietnam
dan Indonesia. Secara rata-rata pertumbuhan volume ekspor kopi dari
negara-negara ASEAN pada tahun 1980-2012 mencapai 229,39% per
tahunnya. Laju pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan rata-rata
pertumbuhan volume impor kopi pada periode yang sama. Rata-rata
pertumbuhan volume impor kopi ke negara-negara ASEAN pada tahun
1980-2012 mencapai 621,79% per tahunnya. Data volume ekspor dan
volume impor kopi dari negara-negara anggota ASEAN dapat dilihat pada
Lampiran 29.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45 Jika dilihat berdasarkan rata-rata volume ekspor kopi diantara
negara-negara anggota ASEAN, pada tahun 2008-2012 terdapat hanya
dua negara yang mampu melakukan ekspor kopi dengan kontribusi diatas
20% terhadap volume ekspor kopi kawasan ASEAN. Kedua negara
tersebut adalah Vietnam dan Indonesia (Gambar 4.13). Pada tahun
2012, menurut FAO, Vietnam telah mengekspor kopinya hingga
mencapai 1.732.156 ton atau 74% terhadap volume ekspor kopi dari
kawasan ASEAN. Di tahun yang sama, Indonesia tercatat mampu
mengekspor hingga 448.591 ton kopi atau 24% dari volume ekspor kopi
negara-negara anggota ASEAN. Kedua negara tersebut secara rata-rata
pada periode tahun 2008-2012 mampu berkontribusi 98% dari total
volume ekspor kopi di kawasan ini. Secara lengkap data negara-negara
eksportir kopi terbesar dikawasan ASEAN disajikan pada Lampiran 30.