STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
ARISWANDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Bersama ini saya menyatakan sebenarnya, bahwa tugas akhir Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat adalah karya dan pemikiran saya sendiri dan belum pernah diajukan daalam bentuk apapun dan oleh siapapun kepada perguruan tinggi manapun dimana karya tulis ini murni muncul dari pemikiran saya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupuntidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Mei 2009
Ariswandi
ABSTRAC T
ARISWANDI, Policy Strategy for Coffee Development in Lampung Barat District.
Supervised by NUNUNG KUSNADI as head of committee, LUKMAN M. BAGA
as member of supervision committee.
Law Number 22 Year 1999 is a milestone for shifting development paradigm in
local area. The responsibility to be able to financing their own demands requires
each area to maximize their potential in order to develop. Autonomous
implementation has brought implication for each area to financing development
within the area. Different potential in each are requires different treatment as well.
Lampung Barat District as one of the largest coffee producer in this nation has
yet maximized the potential of the product. Result of study shows that there is
possibility the coffee could produce multiplier effect if managed and developed,
thus it could even has more contribution toward local development and economy.
Various strategies and policies needed to optimize this potential in order to make
it as local primary product and contribute to local financing. The implemented
strategy shall improve and enhance the value of coffee commodity, and increase
community welfare, especially coffee farmer.
RINGKASAN
ARISWANDI, Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten
Lampung Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI sebagai ketua, LUKMAN
M. BAGA sebagai anggota komisi pembimbing.
Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu daerah otonom di
Propinsi Lampung yang memiliki beragam potensi daerah. Berbagai portensi
yang dimiliki tersebut perlu terus digali mendorong pembangunan ekonomi
wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor perkebunan adalah
salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten
Lampung Barat. Komoditas unggulan di sektor perkebunan salah satunya adalah
kopi. Lampung Barat merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di
Propinsi Lampung. Oleh karena itu komoditas kopi memiliki peran penting dalam
pembangunan ekonomi daerah di Lampung Barat. Sehubungan dengan kondisi
tersebut maka perlu dirumuskan strategi kebijakan pengembangan komoditas
unggulan daerah khususnya kopi agar ke depan pengembangan komoditas kopi
tersebut dapat lebih berkembang dan daya saing produk lebih kompetitif.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari
kajian ini adalah merumuskan strategi kebijakan pengembangan komoditas kopi
di Kabupaten Lampung Barat. Untuk menjawab tujuan utama tersebut maka
tujuan spesifik dari tujuan kajian ini adalah menganalisis keunggulan komparatif
komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat sehingga dapat berperan sebagai
komoditas basis dalam perekonomian wilayah, menghitung besanya efek
multiplier dari sisi produksi yang ditimbulkan oleh adanya pertumbuhan
komoditas kopi terhadap total produksi wilayah, menganalisis faktor apa yang
menyebabkan komoditas kopi tumbuh dan berkembang di Kabupaten Lampung
Barat, merumuskan strategi kebijakan dan perancangan program pengembangan
komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat.
Berdasarkan hasil analisis LQ, komoditas kopi di Lampung Barat
merupakan komoditas basis, dilihat dari produksi dan luas areal. Kabupaten
Lampung Barat juga memiliki surplus produksi kopi yang menggambarkan
potensi ekspor ke luar wilayah Lampung Barat. Komoditas kopi Lampung Barat
juga memiliki nilai multiplier tinggi (>1) dari tahun 2003 – 2007 dibandingkan
menunjukan bahwa pengembangan kopi akan meningkatkan produksi wilayah.
Hasil analisis shift-share menunjukan bahwa komoditas kopi memiliki pertumbuhan positif di Kabupaten Lampung Barat lebih disebabkan faktor
Differential Shift yaitu faktor dukungan iklim dan kesesuaian lahan serta sosial masyarakat yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat serta faktor National Share yaitu komoditas kopi berkembang karena pengaruh perkembangan ekonomi di
Propinsi Lampung.
Hasil analisis SWOT menghasilkan empat prioritas strategi kebijakan
untuk mengembangkan komoditas kopi di Lampung Barat yang terdiri dari :
1. Peningkatan SDM petani kopi supaya mampu menghadapi daya saing dalam
mempertahankan perekonomian
2. Pengembangan akses pemasaran kopi melalui promosi produk
3. Penumbuhan minat pengusaha dalam dan luar daerah untuk melakukan
investasi dibidang industri kopi olahan
4. Pembangunan infrastruktur penunjang pada sentra-sentra produksi kopi
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI
DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
ARISWANDI
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi Di Kabupaten Lampung Barat
Nama : Ariswandi
NIM : H252070185
Program Studi : Manajemen Pembangunan Daerah
Disetujui
Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Strategi
Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat” dapat
diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas akhir Program Magister Pembangunan Daerah, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Ir.
Lukman M. Baga, MAEc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesaian penulisan tesis. Ucapan terimakasih
juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tesis ini. Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan tesis ini
sebaik-baiknya. Namun demikian, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Mei 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Liwa pada tanggal 11 Maret 1974 merupakan anak kedua
dari lima bersaudara pasangan Bapak Hi. Amri Zakaria dan Ibu Hj. Robi’ah. Pada
tahun 1986 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 3 Kenali Kecamatan Belalau
Kabupaten DATI II Lampung Utara. Tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Liwa Kabupaten DATI II Lampung
Utara. Pendidikan SMA ditempuh penulis di SMA Negeri Way Halim Kota Madya
DATI II Bandar Lampung lulus pada tahun 1992. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan sarjana strata satu pada Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dinyatakan lulus
pada tahun 1997.
Pada tahun 1998, penulis diterima bekerja pada Universitas
Muhammadiyah Lampung sebagai staf pengajar tetap pada Jurusan Ilmu
Pemerintahan, kemudian selanjutnya penulis memperoleh kepercayaan untuk
menjabat selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan pada perguruan tinggi
tersebut, untuk masa bhakti 1999-2004. Pada tahun 2000-2001 sambil bekerja
sebagai staf pengajar tetap di Universitas Muhammadiyah Lampung, penulis juga
mengabdi sebagai asisten dosen luar biasa pada Jurusan Administrasi Negara
dan Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bandar
Lampung (UBL) untuk mata kuliah : “Sistem Politik Indonesia”. Pada tahun
2001-2003 penulis merangkap bekerja sebagai account excutive di Devisi Iklan pada Surat Kabar Harian (SKH) Radar Lampung (Jawa Post Group). Kemudian pada
tahun 2003 penulis bergabung dalam Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
(PPDK) kemudian dipercaya sebagai Ketua Dewan Pengurus Kabupaten Partai
Persatuan Demokrasi Kebangsaan (DPK-PPDK) Lampung Barat. Melalui partai
politik tersebut, menghantarkan penulis terpilih menjadi anggota legislatif hasil
pemilihan umum tahun 2004, yaitu sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Barat periode 2004-2009.
Penulis menikah dengan Pitria Astuti pada tahun 2000 dan telah
dikaruniai dua anak yang bernama, Muhammad Arria Imami dan Annisa Arriyanti.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata dua pada
Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pasca
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Kajian ... 6
1.4 Manfaat Kajian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Konsep Strategi... 8
2.2 Konsep Kebijakan ... 8
2.3 Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 9
2.4 Konsep Pembangunan Ekonomi... 9
2.5 Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Komoditas Unggulan... 10
2.6 Teori Basis Ekonomi ... 11
2.7 Konsep Multiplier Basis ... 12
2.8 Teori Shift-Share... 13
2.9 Perencanaan Strategik... 14
2.10 Pengembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat ... 16
2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 18
III. METODE KAJIAN... 20
3.1 Kerangka Pemikiran ... 20
3.2 Lokasi dan Waktu Kajian... 23
3.3 Metode Kajian ... 23
3.3.1 Metode Pengumpulan Data ... 23
3.3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 24
3.3.3 Metode Perumusan Strategi ... 28
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH... 31
4.1 Kondisi Geografis dan Topografi... 31
4.2 Sosial Ekonomi ... 32
4.2.1 Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 32
4.2.2 Pendidikan dan Kesehatan... 35
4.2.3 Prasarana dan Sarana Daerah... 38
4.2.4 Pembangunan Ekonomi ... 41
4.2.5 Keuangan Daerah ... 43
4.3 Gambaran Umum Responden ... 45
V. GAMBARAN UMUM KOMODITAS KOPI LAMPUNG BARAT... 47
5.1 Perkembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat ... 47
5.1.1 Luas Areal ... 47
5.1.2 Produksi... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 52
6.1 Analisis Keunggulan Komparatif ... 52
6.2 Analisis Multiplier Basis... 59
6.3 Analisis Keunggulan Kompetitif... 61
VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN ... 67
7.1 Identifikasi Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengembangan Kopi di Kabupaten Lampung Barat... 67
7.1.1 Identifikasi Faktor Internal ... 67
7.1.2 Identifikasi Faktor Eksternal ... 72
7.2 Rumusan Strategi Pengembangan Komoditas Kopi ... 74
7.2.1 Strategi Strengths – Opportunities (S-O)... 76
7.2.2 Strategi Strengths – Threats (S-T)... 77
7.2.3 Strategi Weaknesses – Opportunities (W-O)... 78
7.2.4 Strategi Weaknesses – Threats (W-T) ... 79
7.3 Rumusan Kebijakan ... 80
VIII. PERANCANGAN PROGRAM ... 86
8.1 Visi Pembangunan Kabupaten Lampung Barat... 86
8.2 Misi Pembangunan Kabupaten Lampung Barat ... 87
8.3 Merumuskan Rancangan Program ... 88
IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
9.1 Kesimpulan ... 90
9.2 Saran... 93
DAFTAR TABEL
Halaman
1. PDRB Kabupaten Lampung Barat Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003 – 2007 (Rp. juta)... 2
2. Perkembangan Produksi Kopi di Propinsi Lampung Tahun 2003 – 2007 . 3
3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kopi
di Propinsi Lampung Tahun 2003 – 2007... 4
4. Matriks SWOT (Strenghts – Weaknesses – Opportunities – Threats) ... 29 5. Matriks Strategi, Kebijakan, Program, dan Institusi... 30
6. Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan
di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007... 34
7. Komposisi Penduduk yang Berkerja
Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 ... 35
8 Panjang dan Status Jalan di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006... 39
9. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Barat
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 – 2007 (dalam persen)... 43
10 Distribusi Penerimaan Daerah Kabupaten Lampung Barat... 44
11. Luas Areal Perkebunan Kopi Per Kecamatan
di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 ... 49
12. Produksi Kopi Per Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2007 (Ton) ... 50
13. Nilai LQ Komoditas Perkebunan Berdasarkan Produksi
di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007... 53
14. Nilai LQ Komoditas Perkebunan Berdasarkan Luas Areal
di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007... 55
15. Nilai LQ Komoditas Kopi per Kecamatan di
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007 ... 56
16. Surplus Produksi Kopi Kabupaten Lampung Barat
Berdasarkan Indeks Location Quotient Tahun 2003- 2007 ... 58 17. Nilai Multiplier Tiga Komoditas Basis Perkebunan
di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007 ... 60
18. Pertumbuhan Sektor Perekonomiandi Kabupaten Lampung Barat
Tahun 2004 – 2007 ... 63
19. Pertumbuhan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Lampung Barat
20. National Share, Proportional Share dan Differential Shift
Sektor Perkebunan dan Komoditas Kopi Kabupaten Lampung Barat... 66
21. Analisis Matrik SWOT dalam Perumusan Strategi Pengembangan
Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat... 75
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tahapan Managemen Strategik ... 15
2. Kerangka Pemikiran Kajian ... 22
3. Kerangka Formulasi Strategi ... 28
4. Batasan Faktor Internal dan Eksternal yang digunakan dalam Analisis SWOT... 30
5. Peta Administrasi Kabupaten Lampung Barat... 31
6. Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Barat Tahun 2001-2006 ... 33
7. Jumlah Sekolah di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003-2007... 36
8. PDRB Kabupaten Lampung Barat Berdasarkan Harga Konstan ... 42
9. Jumlah Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan... 46
10. Jumlah Responden Berdasarkan Status Pekerjaan... 46
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh
kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik
dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan yang diambil tersebut memiliki posisi
strategis dan fundamental dalam pelaksanaan pembangunan secara utuh dan
terintegrasi dengan berbagai aspek baik sosial, ekonomi, politik, dan kelestarian
lingkungan.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah melalui UU No. 22 tahun 1999 yang
kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 telah menegaskan bahwa setiap
daerah diberikan kewenangan dalam mengelola pembangunan daerahnya
secara mandiri. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan dapat
mendorong peningkatan partisipasi dan kreativitas masyarakat, memperbaiki
alokasi sumber daya produktif serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah.
Menurut Bratakusumah (2003) menegaskan bahwa pembangunan daerah
harus memperhatikan hal-hal yang bersifat mendasar, prosesnya harus
memperhitungkan kemampuan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya
manusia, sumberdaya fisik, sumberdaya alam, keuangan dan sumberdaya
lainnya. Dengan kata lain pembangunan daerah harus berbasiskan potensi atau
keunggulan lokal.
Jensenn (1995) dalam ulasannya tentang model perencanaan
pembangunan daerah juga menyatakan bahwa perencanaan pembangunan
daerah yang baik dilakukan berdasarkan pendekatan potensi atau keunggulan
daerah. Dalam perspektif tersebut, maka sumberdaya yang memiliki potensi
untuk dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat perlu terus didorong untuk
tumbuh dan berkembang sehingga ke depan dapat memberikan kontribusi yang
lebih besar terhadap perekonomian daerah.
Dalam konteks tersebut maka Kabupaten Lampung Barat sebagai daerah
otonom yang memiliki beragam potensi daerah, perlu menggali dan
mengoptimalkan berbagai potensi yang ada dalam rangka mendorong
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut yaitu
mendesain strategi pembangunan ekonomi daerah yang diarahkan pada upaya
pemanfaatan keunggulan daerah terutama pada sektor atau komoditi lokal yang
memiliki potensi untuk dikembangkan.
Berdasarkan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), sektor pertanian merupakan sektor unggulan dan
menjadi leading sector dalam perekonomian daerah Kabupaten Lampung Barat. Pada tahun 2007, PDRB sektor pertanian berdasarkan harga berlaku adalah
sebesar Rp. 1.144 miliar atau sekitar 60,6 persen dari total PDRB Kabupaten
Lampung Barat. Dari sejumlah tersebut, sebesar 24,2 persen dan 27,2 persen
disumbang dari sub-sektor tanaman pangan dan perkebunan (BPS Kabupaten
Lampung Barat, 2008).
Tabel 1. PDRB Kabupaten Lampung Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003 – 2007 (juta)
Sektor 2003 2004 2005 2006 2007
Pertanian 747.398 785.362 847.252 910.009 1.143.995 Pertambangan dan
Penggalian 16.724 16.809 20.119 23.989 28.207
Industri 30.786 31.038 31.850 39.829 68.883
Listrik, Gas dan Air
Minum 2.667 2.751 2.829 2.999 6.536
Bangunan 43.079 41.941 46.825 48.021 61.798 Perdagangan,Hotel
dan Restoran 211.300 239.183 244.360 250.091 303.256 Angkutan dan
Komunikasi 35.332 40.947 44.837 53.897 69.010 Keuangan dan
Jasa Persewaan 19.454 20.539 31.632 34.484 39.518 Jasa-jasa 82.365 91.303 93.959 137.106 165.468
PDRB 1.189.105 1.270.873 1.363.664 1.500.335 1.886.671
Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, 2008
Sektor perkebunan adalah salah satu sektor yang memiliki potensi untuk
dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat terutama pada beberapa komoditi
unggulan lokal seperti kopi yang selama ini menjadi komoditas andalan.
Lampung Barat merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Propinsi
penghasil kopi nasional. Oleh karena itu komoditas kopi memiliki peran penting
dalam pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Lampung Barat.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa Lampung Barat merupakan daerah penghasil
kopi terbesar diantara daerah lain yang ada di Propinsi Lampung dalam kurun
waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Pada tahun
2003, dari total produksi kopi yang dihasilkan di Propinsi Lampung sebesar
142.487 ton dimana sekitar 56.187 ton atau 39,4 persen dihasilkan dari
Kabupaten Lampung Barat. Begitupun pada tahun berikutnya hingga tahun 2007
dimana Kabupaten Lampung Barat memberikan kontribusi yang paling besar
dalam produksi kopi di Propinsi Lampung.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Kopi di Propinsi Lampung Tahun 2003 - 2007 Produksi (ton/tahun)
No Kabupaten/Kota
2003 2004 2005 2006 2007
1. Lampung Selatan 2.375 6.622 6.616 6.130 6.142
2. Bandar Lampung 34 61 59 17 10
3. Tanggamus 52.354 45.550 45.443 45.064 45.230
4. Lampung Barat 56.187 55.868 55.927 55.994 56.227 5 Lampung Utara 10.720 12.712 12.690 12.004 12.130
6 Way Kanan 18.827 20.063 20.063 20.064 19.261
7 Tulang Bawang 312 464 456 376 381
8 Lampung Timur 731 821 821 822 670
9 Lampung Tengah 947 974 975 814 895
Jumlah 142.487 148.135 143.050 141.285 140.946 Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008
Pada Tabel 2 terlihat adanya kecenderungan penurunan produksi kopi di
wilayah Kabupaten Lampung Barat sejak tahun 2003. Pada tahun 2003 produksi
kopi mencapai 56.187 ton turun menjadi 55.868 ton pada tahun 2004.
Sedangkan pada tahun 2007 produksi kopi sebesar 56.227 ton. Terjadinya
penurunan produksi tersebut disebabkan oleh tingkat produktivitas yang rendah
yaitu rata-rata sekitar 94,7 ton/Ha/tahun. Meskipun demikian, luas areal lahan
perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat relatif lebih luas dibanding daerah
lainnya yang ada di Propinsi Lampung. Gambaran perkembangan luas areal
perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 3.
Pada tahun 2003 luas areal perkebunan kopi di Lampung Barat mencapai
pada tahun 2006 dan 2007 mengalami sedikit penurunan luas areal. Pada tahun
2006 dan 2007 luas areal perkebunan kopi menjadi sebesar 59.316 Ha lebih
kecil dibanding tahun 2004 dan 2005 yaitu sebesar 59.736 Ha atau turun sekitar
0,7 persen.
Tabel 3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kopi di Propinsi Lampung Tahun 2003 - 2007
Luas Areal (Ha) No Kabupaten/Kota
2003 2004 2005 2006 2007
1. Lampung Selatan 10.314 7.871 7.871 8.230 8.192
2. Bandar Lampung 113 81 81 81 81
3. Tanggamus 51.814 54.185 54.185 54.185 54.185
4. Lampung Barat 57.835 59.736 59.736 59.316 59.316 5 Lampung Utara 15.421 15.636 15.636 15.748 15.748
6 Way Kanan 24.271 24.377 24.377 22.397 22.397
7 Tulang Bawang 682 663 663 607 607
8 Lampung Timur 1.468 1.516 1.516 1.515 1.515
9 Lampung Tengah 1.767 1.797 1.798 1.798 1.798
Jumlah 163.685 165.862 165.863 163.837 163.799 Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008
Pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas unggulan daerah
sangat penting dalam rangka meningkatkan produktivitas dan dayasaing. Oleh
karena itu, dukungan politis pemerintah daerah sangat diperlukan dalam
pengembangan komoditas kopi melalui berbagai regulasi yang diarahkan untuk
menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi kegiatan agribisnis yang
diharapkan dapat mendongkrak dayasaing komoditas. Selain itu upaya
meningkatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan terus dilakukan baik
pemerintah, masyarakat maupun swasta untuk aktif terlibat. Upaya-upaya ini
harus dilakukan secara kontinyu mengingat komoditi tersebut memiliki peran
strategis dalam pembangunan perekonomian daerah Lampung Barat selama ini
yaitu tidak hanya berperan dalam memberikan pendapatan daerah, tetapi juga
mampu membuka peluang kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dirumuskan strategi
kebijakan pengembangan komoditas unggulan daerah khususnya kopi agar
daya saing produk lebih kompetitif. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah
kajian “Bagaimana Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di
Kabupaten Lampung Barat ?”.
1.2 Perumusan Masalah
Sub sektor perkebunan memiliki potensi untuk dikembangkan di Propinsi
Lampung terutama pada beberapa komoditi unggulan lokal seperti kopi yang
selama ini menjadi komoditas andalan. Lampung Barat merupakan salah satu
daerah penghasil kopi terbesar di Propinsi Lampung. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik Propinsi Lampung tahun 2008 ditunjukkan bahwa dalam periode
tahun 2003 hingga tahun 2007 produksi kopi yang dihasilkan Kabupaten
Lampung Barat cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selain itu,
produksi kopi Kabupaten Lampung Barat memberikan kontribusi terbesar
terhadap total produksi kopi Propinsi Lampung dengan persentase rata-rata 39,9
persen tiap tahunnya dalam periode tersebut.
Kopi merupakan komoditas unggulan daerah Kabupaten Lampung Barat.
Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 dalam Road Map pengembangan kopi Lampung Barat menyatakan bahwa kopi merupakan komoditas unggulan daerah berdasarkan produksi dan luas areal perkebunan.
Oleh karena itu, pengembangan komoditas unggulan seperti kopi harus menjadi
prioritas pengembangan dalam rangka mendorong perekonomian wilayah. Hal ini
juga tertuang dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Lampung Barat Tahun 2007-2012. Sebagai komoditas unggulan daerah, maka
upaya pengembangan komoditas kopi sangat penting tidak hanya sebagai
penopang perekonomian daerah, tetapi juga turut membangun perekonomian
rakyat. Oleh karena itu, perlu dikaji “Bagaimana peranan komoditas kopi
dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Barat ?”
Keberadaan kopi sebagai komoditas basis di Kabupaten Lampung Barat
diharapkan dapat menjadi kegiatan basis bagi perekonomian masyarakat.
Berkembangnya komoditas tersebut akan mampu mendorong perkembangan
sektor atau komoditas lainnya yang terkait sehingga perekonomian daerah
secara keseluruhan akan tumbuh. Oleh karena itu “Bagaimana peranan
multiplier yang ditimbulkan oleh berkembangnya komoditas kopi terhadap
total produksi wilayah ?”.
Pengembangan komoditas unggulan daerah seperti kopi perlu mendapat
perhatian khusus, mengingat semakin ketatnya persaingan antar sektor dan
antar produk di masa mendatang. Adanya kecenderungan pergeseran struktur
perekonomian di tingkat nasional maupun Kabupaten Lampung Barat ke depan
berdampak terhadap dayasaing komoditas kopi itu sendiri. Hasil analisis tersebut
dapat dijadikan dasar bagi para pengambil kebijakan (policy maker) untuk mendorong perekonomian ke arah sektor atau komoditas yang memiliki prospek
untuk tumbuh dan berkembang di masa mendatang. Berdasarkan uraian tersebut
maka pertanyaan yang muncul adalah “Bagaimana struktur perekonomian
sehingga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas
perkebunan lainnya?”.
Upaya untuk mengembangkan komoditas Kopi sebagai komoditas
unggulan daerah selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan
hasil kajian yang pernah dilakukan selama ini oleh Dinas Perkebunan Kabupaten
Lampung Barat dalam Road Map Pengembangan Komoditas Kopi, usahatani Kopi dihadapkan pada berbagai kendala seperti ketersediaan bibit unggul,
masalah infrastruktur serta masalah kelembagaan sehingga berdampak pada
rendahnya daya saing produk dan pendapatan usahatani. Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka pertanyaannya`adalah “Bagaimana rumusan
strategi kebijakan dan perancangan program pengembangan ekonomi
daerah berbasis komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat ?“.
1.3 Tujuan Kajian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari
kajian ini adalah merumuskan strategi kebijakan pengembangan komoditas kopi
di Kabupaten Lampung Barat. Untuk menjawab tujuan utama tersebut maka
tujuan spesifik dari tujuan kajian ini adalah :
1. Menganalisis keunggulan komoditas kopi sehingga dapat diketahui
peranaannya dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten
2. Menghitung besanya efek multiplier dari sisi produksi yang ditimbulkan
oleh adanya pertumbuhan komoditas kopi terhadap total produksi
wilayah.
3. Menganalisis struktur perekonomian sehingga memiliki keunggulan
kompetitif dibandingkan komoditas perkebunan lainnya
4. Merumuskan strategi kebijakan dan perancangan program
pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat.
1.4 Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat dalam membuat strategi, kebijakan dan rancangan
program dalam pengembangan komoditas kopi sebagai mana yang telah
dirumuskan dalam RPJMD Kabupaten Lampung Barat 2007-2012, yaitu
mengembangkan komoditas unggulan daerah. Penelitian ini juga diharapkan
menjadi referensi bagi pihak-pihak terkait lainnya dalam pengembangan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Strategi
Salam (2004) menyatakan bahwa strategi pada dasarnya adalah
kemampuan organisasi mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam menghadapi
lingkungan dengan memandang dan memperhatikan kelemahan dan
kekuatannya (nilai). Sedangkan David (2006) mendefinisikan strategi (strategy) adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi merupakan rumusan
perencanaan komprehensif tentang bagaimana organisasi akan mencapai misi
dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan
meminimalkan keterbatasan bersaing (Hunger dan Wheelen, 2003).
2.2 Konsep Kebijakan
Masih menurut David, kebijakan (policy) adalah alat untuk mencapai tujuan tahunan. Kebijakan mencakup pedoman, peraturan, dan prosedur yang dibuat
untuk mendukung usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan
adalah pedoman untuk pengambilan keputusan dan memberi jawaban atas
situasi yang rutin dan berulang. Menurut Hunger dan Wheelen (1996) kebijakan
menyediakan pedoman luas untuk pengambilan keputusan organisasi secara
keseluruhan. Kebijakan juga merupakan pedoman luas yang menghubungkan
perumusan strategi dan implementasi. Menurut Nindyantoro (2004) analisa
kebijakan merupakan aktivitas intelektual praktis yang ditujukan untuk menilai
secara kritis dan mengkomunikasikan proses kebijakan. Proses pembuatan
kebijakan merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari :
1. Penyusunan agenda yang berasal dari prioritas yang diajukan pemimpin
terpilih dan ditempatkan dalam agenda publik.
2. Formulasi kebijakan yang merupakan pembahasan dari alternatif kebijakan
yang dirumuskan oleh pemimpin.
3. Adopsi kebijakan
4. Implementasi kebijakan oleh unit implementasi
2.3 Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Setiap wilayah perlu mengetahui sektor atau komoditi apa yang memiliki
potensi besar (compatratif advantage) dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki keunggulan
kompetitif (competitive advantage) untuk dikembangkan, artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah
(value added) yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk perekonomian wilayah menjadi cukup besar. Produk
tersebut bisa menjamin pasar untuk diekspor keluar daerah atau keluar negeri
dan selanjutnya bisa mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga
perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat bertumbuh karena ada saling
keterkaitan antar sektor yang memberikan multiplier effect.
Dalam membuat keputusan strategik, para pengambil kebijakan juga tidak
boleh melupakan unsur kompetitif. Suatu organisasi dikatakan berada dalam
suasana kompetitif apabila ia mengetahui dengan siapa ia berkompetisi,
mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang misi, tujuan, sasaran,
sasaran, dan sumber daya, serta apa yang diperbuat oleh kompetitor tersebut.
Menurut Rustiadi dalam Adifa (2007), untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis atau non basis dan atau sektor/komoditi mana
yang terkonsentrasi atau tersebar dapat digunakan metode Location Quotient
(LQ). Hal tersebut juga dinyatakan oleh Bendavid dalam Adifa bahwa LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi (relatif) suatu sektor atau sub
sektor ekonomi suatu wilayah tertentu. Pada metode ini dihitung perbandingan
antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada wilayah bawah terhadap
pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada wilayah atas terhadap pendapatan
(tenaga kerja) semua sektor di wilayah atasnya (Sahara, 2006).
2.4 Konsep Pembangunan Ekonomi
Pada hakekatnya pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya
perubahan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Menurut Todaro
(2000) istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian untuk menciptakan dan meningkatkan
produksi (PDRB) dan pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi pada masa
penyerapan tenaga kerja yang diupayakan secara terencana. Namun pada saat
ini, kinerja pembangunan tidak hanya diukur berdasarkan indikator pencapaian
kapasitas produksi, tetapi yang lebih penting adalah penghapusan dan
pengurangan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan
penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus
berkembang.
Pendapatan serupa juga dikemukakan oleh Hess dan Ross (2000) bahwa
pembangunan ekonomi memerlukan adanya perubahan struktural, mengurangi
tingkat kemiskinan, adanya peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan
kehidupan yang layak bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi juga harus
mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustained economic growth).
Dalam konteks otonomi daerah, pembangunan ekonomi diarahkan pada
pemberdayaan dan pemanfaatan potensi daerah dalam rangka penguatan
ekonomi lokal. Menurut Bratakusumah (2003) keberhasilan pembangunan
ekonomi nasional saat ini sangat bergantung pada kemajuan pembangunan
ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah menekankan pada adanya
kemitraan antara pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat dalam
mengelola sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan
menggiatkan ekonomi daerah.
2.5 Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Komoditas Unggulan
Tantangan daerah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi di era otonomi
ke depan sangat kompleks. Daerah tidak hanya dihadapkan pada permasalahan
internal seperti rendahnya dukungan sumberdaya manusia (SDM) yang andal
dan infrastruktur yang kurang memadai, juga permasalahan eksternal yaitu
ketatnya persaingan antar daerah dan adanya liberalisasi perdagangan bebas.
Menurut Hadianto (2007) untuk mengantisipasi kondisi tersebut, salah satu
upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menjawab tantangan pengembangan
wilayah, persaingan antar daerah serta antisipasi terhadap liberalisasi
perdagangan bebas, namun tetap sesuai dengan prinsip desentralisasi, maka
daya kepada sektor/komoditas yang diunggulkan melalui pemetaan antara
sektor/komoditas unggulan dengan segala komponen pendukungnya.
Untuk mendukung upaya tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah
berbasis komoditas unggulan harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Pengembangan ekonomi wilayah dilakukan atas dasar karakteristik daerah yang bersangkutan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Suatu program hanya dapat tepat dilakukan pada suatu daerah tertentu dan tidak
pada daerah dengan karakteristik berbeda lainnya.
2. Pengembangan ekonomi wilayah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Dalam hal ini pengembangan ekonomi wilayah harus mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya.
3. Pengembangan ekonomi wilayah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan
pengelolaan pengembangan ekonomi di daerah, mengembangkan sumber
daya manusianya, menciptakan iklim usaha yang dapat menarik modal dan
investasi, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat, melakukan
koordinasi terus-menerus dengan seluruh stakeholders pembangunan baik di daerah dan pusat.
2.6 Teori Basis Ekonomi
Terdapat sejumlah teori yang menerangkan mengapa terdapat perbedaan
dalam tingkat pembangunan ekonomi antar daerah. Teori yang umum digunakan
salah satunya adalah teori basis ekonomi (Tambunan, 2001). Teori basis
ekonomi ini menjelaskan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi
suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa
dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri suatu daerah yang
menggunakan sumber daya produksi lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan
baku serta outputnya yang diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi,
peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan lapangan kerja di daerah
tersebut.
Teori basis ekonomi ini telah banyak digunakan oleh para ahli untuk
sifatnya yang cukup sederhana dalam menentukan struktur perekonomian
regional. Menurut Hoover (1985), kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat
dibedakan menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan
yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pembangunan wilayah
secara keseluruhan. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang
pertumbuhannya hanya merupakan akibat dari pembangunan wilayah secara
keseluruhan.
Menurut Budiharsono (1995), untuk mengetahui apakah suatu
sektor/komoditas merupakan basis atau non basis dapat digunakan beberapa
metode, yaitu : (1) metode pengukuran langsung, dan (2) metode pengukuran
tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei
langsung untuk mengidentifikasi sektor/komoditas mana yang merupakan basis.
Metode ini digunakan untuk menentukan sektor/komoditas basis dengan tepat,
akan tetapi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat
akan hal tersebut, maka sebagian pakar ekonomi wilayah menggunakan metode
pengukuran tidak langsung, yaitu (1) metode melalui pendekatan asumsi; (2)
Metode Location Quotient (LQ); (3) metode kombinasi 1 dan 2; dan (3) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode di atas, Richardson (1972)
menyarankan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dalam menentukan sektor/komoditas basis.
Menurut Sahara (2006), sektor yang merupakan basis dan non basis di
suatu daerah tidaklah bersifat statis melainkan dinamis, artinya pada tahun
tertentu memungkinkan saja sektor tersebut secara otomatis merupakan sektor
basis. Namun, pada tahun berikutnya belum tentu menjadi sektor basis. Adapun
penyebab sektor basis mengalami kemajuan atau kemunduran (bergeser) setiap
tahunnya. Mengalami kemajuan disebabkan karena : (1) perkembangan
transportasi dan komunikasi, (2) adanya perkembangan dari pendapatan daerah,
dan (3) adanya perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan
mengalami kemunduran disebabkan karena : (1) adanya penurunan permintaan
2.7 Konsep Multiplier Basis
Multiplier (pengganda) adalah pengukuran terhadap suatu respon atau
dampak dari stimulus ekonomi. Untuk melihat dan mengukur dampak suatu
sektor terhadap sektor lainnya, digunakan analisis multiplier. Dari nilai
pengganda tersebut dapat ditemukan efek yang akan ditentukan oleh suatu
sektor tiap satuan peubah. Seperti dampak multiplier yang dipaparkan oleh
Glasson (1974) bahwa peningkatan pada kegiatan basis maupun unggulan akan
meningkatkan pendapatan ke dalam wilayah, selanjutnya berdampak pada
peningkatan permintaan akhir yang pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan dan kesempatan kerja.
Dalam pembangunan ekonomi daerah dampak multiplier ini sangatlah
penting. Dampak tersebut mampu menunjukan akibat dari peningkatan aktivitas
suatu sektor ekonomi dari suatu daerah terhadap sektor lainnya, seperti arus
pendapatan, konsumsi masyarakat dan pemerintah, permintaan barang dan
sebagainya, sehingga pertumbuhan ekonomi wilayah dapat terwujud. Dengan
teridentifikasinya sektor yang memiliki kekuatan pengganda tersebut, akan
mempermudah pemerintah daerah setempat menentukan alternatif kebijakan
bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Pengukuran multiplier sangatlah beragam. Menurut Millier and Blair (1985)
multiplier diukur dengan menggunakan analisis input-output. Multiplier ini
mengukur seberapa besar perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap
perekonomian secara keseluruhan. Pengukuran multiplier sektoral harus
membutuhkan ketersediaan data input-output wilayah sebagai data based
.
Apabila data input-output tidak tersedia, maka pendekatan lain yang dapat
digunakan adalah dengan menggunakan multiplier basis. Pendekatan multiplier ini dilakukan dengan cara memperbandingkan komoditas/sektor basis dengan
komoditas/sektor secara keseluruhan baik komoditas/sektor basis dan non basis.
2.8 Teori Shift-Share
Untuk memahami pergeseran struktur suatu aktivitas atau sektor serta
menghitung seberapa besar share masing-masing sektor atau aktivitas tersebut di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan suatu referensi dengan cakupan
wilayah yang lebih luas dalam bentuk dua titik waktu, dapat digunakan beberapa
Analisis shift-share yang mengukur perubahan atau laju pertumbuhan
suatu sektor/komoditas di suatu wilayah dengan wilayah nasionalnya. Variabel
yang biasa dianalisis dengan menggunakan analisis ini antara lain tenaga kerja,
nilai tambah atau produksi. Hasil analisis ini akan diketahui bagaimana
perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif
dengan sektor-sektor lainnya, apakah tumbuh cepat atau lambat. Hasil analisis
ini juga dapat menunjukan bagaimana perkembangan suatu wilayah
dibandingkan wilayah lainnya, apakah tumbuh cepat atau lambat (Tarigan, 2003).
Komponen shift-share dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen “share” atau national share (N) adalah besarnya perubahan di tingkat wilayah seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju
pertambahan nasional selama periode studi. Komponen ini digunakan untuk
mengukur apakah sektor/komoditas itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari
pertumbuhan wilayah nasionalnya secara rata-rata.
Sementara komponen “shift” adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan atau perubahan indikator yang dianalisis. Penyimpangan ini positif bagi sektor. Komoditas yang tumbuh lebih cepat dan
negatif untuk sektor/komoditas yang tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan
pertumbuhan di level nasionalnya.
2.9 Perencanaan Strategik
Perencanaan strategik pada dasarnya merupakan salah satu dari sekian
banyak konsep perencanaan yang dikembangkan. Perencanaan merupakan
suatu proses aktivitas yang berorientasi ke depan dengan memperkirakan
berbagai hal agar aktivitas dimasa mendatang dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Orientasi perencanaan ke masa depan, maka perencanaan
bersifat memperkirakan dan mempredikisikan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan rasional, logis dan dapat dilaksanakan (Bratakusumah, 2003).
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN, 1999) dijelaskan bahwa
perencanaan strategik merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan
dari pembuatan keputusan yang berisiko, dengan memanfaatkan
sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis
usaha-usaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan
Sementara itu menurut David (2004) perencanaan strategik untuk sektor
publik memiliki karakteristik sebagai berikut ; (1) dipisahkan antara rencana
strategis dengan rencana operasional. Rencana strategik memuat antara lain
Visi, Misi, dan strategi arah kebijakan, sedangkan rencana operasional
merupakan program atau rencana tindak; (2) penyusunan rencana strategik
melibatkan secara aktif semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain,
pemerintah bukan satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategik);
(3) tidak semua isu atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses
perencanan strategik, ditetapkan isu-isu yang dianggap strategik atau fokus pada
masalah yang paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal
dan eksternal secara kontinyu dilakukan agar pemilihan strategi selalu up to date berkaitan dengan peluang dan ancaman di lingkungan luar dan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal.
PERUMUSAN STRATEGI
(Strategy Formulation)
Hasil : analisis lingkungan, visi-misi, tujuan dan strategi
PERENCANAAN STRATEGI
(Strategy Planning)
Hasil : tahapan pencapaian tujuan dan sasaran
PERANCANGAN PROGRAM
(Programming)
Hasil : rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran (target)
[image:31.595.104.510.123.842.2]Sumber : David, 2004
Gambar 1. Tahapan Managemen Strategik
Pada Gambar 1 terlihat bahwa langkah awal dalam melakukan manajemen
strategik adalah merumuskan strategi umum melalui perumusan visi misi dan
tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya adalah menyusun perencanaan
penyusunan startegi. Kemudian tahap akhir yang dilakukan adalah menetapkan
strategi, yaitu mengidentifikasi berbagai alternatif strategi yang akan dijalankan.
Proses penyusunan strategi sendiri dilakukan melalui tiga tahapan analisis
yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan.
Keputusan didasarkan pada justifikasi yang dibuat secara kualitatif dan
kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil
keputusan yang signifikan dengan kondisi yang ada.
Pertama adalah tahap masukan yang merupakan kegiatan klasifikasi data
dan pra-analisis. Tahap ini merupakan kegiatan analisa terhadap faktor-faktor
internal maupun eksternal yang akan dijadikan sebagai bahan pengambilan
keputusan.
Tahap kedua adalah penggabungan analisis hasil tahapan pertama.
Semua informasi yang diperoleh pada tahap pertama dijadikan model perumusan
strategi dalam bentuk model matriks SWOT. Analisis SWOT merupakan proses
identifikasi berbagai faktor secara sistematis yang digunakan untuk merumuskan
berbagai alternatif strategi. Analisis didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan misi,
tujuan, strategi dan kebijakan organisasi. Dengan demikian para perencana
harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi dalam kondisi yang ada saat
ini. Matriks Strenghts – Weaknesses – Opportunities – Threats (SWOT) merupakan alat analisis yang penting untuk membantu mengembangkan empat
tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaskud adalah ; strategi S-O
(Strenghts – Opportunities), Strategi W-O (Weaknesses-Opportunities), strategi S-T (Strenghts – Threats) dan strategi W-T (Weaknesses – Threats).
Strategi S-O menggunakan kekuatan internal organisasi untuk meraih
peluang-peluang yang ada diluar organisasi. Strategi W-O bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal organisasi dengan memanfaatkan
peluang eksternal. Strategi S-T bertujuan untuk menghindari atau mengurangi
dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Strategi W-T merupakan strategi
untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari
2.10 Pengembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat
Apabila dilihat dari sisi luas areal perkebunan dan jumlah produksi,
komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat menempati peringkat pertama dari
16 komoditas tanaman perkebunan yang ada. Pada tahun 2007, total luas areal
usaha perebunan kopi sebesar 59.316 Ha. Areal usaha perkebunan tersebut
menghasilkan jumlah produksi komoditas kopi sebesar 56.227 ton. Berdasarkan
data tersebut dapat dihitung rata-rata tingkat produktivitas usaha perkebunan
kopi di Kabupaten Lampung Barat sebesar 947,92 Kg/Ha/tahun. Angka
produktivitas tersebut termasuk kategori tinggi, dari angka rata-rata produktivitas
kopi nasional yaitu sebesar 665,8 Kg/Ha/tahun dan rata-rata produktivitas kopi
wilayah Propinsi Lampung yaitu sebesar 860,49 Kg/Ha/tahun.
Selain itu data yang ada memperlihatkan bahwa perkembangan luas areal
dan produksi perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat selama lima tahun
terakhir relatif stagnan atau tidak ada pertumbuhan berarti. Namun demikian,
penetapan kopi sebagai komoditas unggulan Kabupaten Lampung Barat sangat
sejalan dengan kebijakan pemerintah pemerintah pusat (termasuk 11 komoditas
unggulan nasional) maupun kebijakan pemerintah Provinsi Lampung (termasuk 7
komoditas unggulan provinsi).
Selanjutnya dilihat dari segi kecocokan iklim dan ketersediaan lahan,
tanaman kopi termasuk sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Lampung
Barat. Selain itu, tanaman kopi juga sesuai dengan budaya masyarakat setempat
yang terbiasa berkebun kopi, sehingga Kabupaten Lampung Barat menjadi
sangat terkenal dengan produk kopinya.
Lokasi usaha perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat tersebar di
seluruh wilayah 14 kecamatan yang ada. Namun luas areal perkebunan dan
produksi kopi di Kabupaten Lampung Barat didominasi oleh lima kecamatan yaitu
Kecamatan Sekincau (luas areal 14.038 Ha), Kecamatan Belalau (luas areal
9.340 Ha), Kecamatan Way Tenong (luas areal 8.640 Ha), Kecamatan
Sumberjaya (luas areal 7.758 Ha) dan Kecamatan Sukau (luas areal 5.335 Ha).
Proporsi luas areal tanaman kopi dari lima kecamatan tersebut sebesar 45.111
Ha atau setara 76,1 persen dari total luas areal perkebunan kopi di Kabupaten
Lampung Barat.
Potensi pengembangan usaha perkebunan sangat tergantung pada pada
ketersediaan lahan. Kabupaten Lampung Barat masih berpeluang untuk
sebagai unggulan daerah. Berdasarkan data, penggunaan lahan untuk usaha
perkebunan kopi sebagai komoditas unggulan tiap kecamatan di Kabupaten
Lampung Barat terlihat masih rendah. Secara rata-rata baru sebesar 15,9 persen
dari luas wilayah kecamatan se-Kabupaten Lampung Barat yang telah
termanfaatkan untuk perkebunan kopi. Namun khusus untuk Kecamatan
Sekincau dan Way Tenong, angka persentase tersebut sudah cukup tinggi yaitu
sudah mencapai angka 50 persen. Kondisi ini mencerminkan ada potensi besar
untuk ekstensifikasi atau perluasan areal tanaman kopi di Kabupaten Lampung
Barat. Selain ekstensifikasi, potensi pengembangan juga dapat dilakukan melalui
upaya peningkatan produktivitas usaha perkebunan.
Kemudian dalam rangka memperbaiki citra kopi serta meningkatkan mutu
dan pendapatan petani kopi di Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perkebunan
Kabupaten Lampung Barat telah melakukan penandatangan nota kesepahaman
atau Memorandum of Undenstanding (MoU) dan surat perjanjian kerjasama pada tanggal 31 Januari 2007. MOU dengan PT Indocom Citra Persada Lampung,
Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kopi Robusta Lambar, dan Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Jember Jawa Timur dilakukan di Pekon Tiga Jaya Kecamatan
Sekincau Lampung Barat. Kerjasama kelembagaan ini diharapkan akan memacu
lebih pesat perkembangan agribisnis kopi di Kabupaten Lampung Barat. Dalam
jangka menengah sampai tahun 2012, pengembangan komoditas kopi di
Kabupaten Lampung Barat lebih diprioritaskan.
2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2008) tentang produksi,
konsumsi, harga dan ekspor kopi nasional dengan menggunakan model
ekonometrika menunjukan bahwa adanya prospek yang cukup besar terhadap
permintaan kopi nasional baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor. Hal ini
disebabkan konsumsi kopi dalam mapun luar negeri terus meningkat setiap
tahunnya. Besarnya produksi kopi nasional dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan permintaan pasar tersebut.
Sitohang (1996) dalam penelitiannya mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan permintaan kopi di pasar domestik pada periode
1969-1993. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan model ekonometrika
dengan pendugaan parameter dilakukan dengan menggunakan metode 3SLS.
terhadap harga kopi dan komoditas substitusi di pasar domestik, harga ekspor,
luas areal dan tingkat upah, kecuali kopi jenis robusta yang responsif terhadap
luas areal dalam jangka panjang.
Sementara itu kajian yang dilakukan Dinas Perkebunan Kabupaten
Lampung Barat (2007) tentang pengembangan komoditas kopi Lampung Barat
dirumuskan bahwa untuk mendorong perkembangan komoditas kopi diperlukan
dukungan kebijakan pembangunan pemerintah daerah Kabupaten Lampung
Barat terutama di bidang investasi di samping kebijakan tersebut diharapkan
akan mampu mewujudkan kepastian berusaha baik petani kopi maupun calon
III. METODE KAJIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Kopi merupakan komoditas unggulan daerah Kabupaten Lampung Barat.
Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat (2007) bahwa kopi
merupakan komoditas unggulan daerah berdasarkan produksi dan luas areal
perkebunan. Oleh karena itu, pengembangan komoditas unggulan seperti kopi
harus menjadi prioritas pengembangan dalam rangka mendorong perekonomian
wilayah. Hal ini tertuang dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 – 2012.
Kopi sebagai komoditas unggulan dilihat dari sisi volume produksi karena
kopi merupakan komoditas perkebunan yang paling banyak dihasilkan dibanding
komoditas perkebunan lainnya. Luasan areal perkebunan yang hampir tersebar
di seluruh wilayah serta didukung oleh kesesuaian lahan dan iklim, kopi sangat
potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat. Tanaman kopi juga
merupakan tanaman khas daerah yang sudah lama dibudidayakan rakyat
sebagai salah satu sumber mata pencaharian penting masyarakat selama ini.
Pengembangan komoditas kopi diharapkan dapat mendorong
perekonomian wilayah. Artinya komoditas kopi diharapkan dapat dijadikan
komoditas basis bagi perekonomian wilayah. Pengembangan komoditas kopi
sebagai komoditas basis selayaknya dapat memberikan kontribusi positif bagi
perkembangan komoditas lainnya maupun perkembangan sektor perekonomian
di Kabupaten Lampung Barat.
Analisis komoditas basis dalam kajian ini akan digunakan dengan
pendekatan Location Quotient (LQ). Teknik analisis LQ merupakan metode untuk mengetahui kemampuan daerah Kabupaten Lampung Barat terhadap
pengembangan komoditas kopi. Adapun teknik analisis ini didekati dengan
pendekatan produksi dan luas areal melalui pemisahan antara komoditas basis
dan non basis. Kemudian analisis multiplier basis mengukur besarnya efek
pengganda dari pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas basis hasil
analisis LQ terhadap perekonomian wilayah. Dalam kajian ini nilai multiplier basis
menggambarkan besarnya dampak produksi kopi terhadap total produksi seluruh
faktor-faktor apa yang faktor-faktor apa yang menyebabkan komoditas kopi tumbuh dan
berkembang di Kabupaten Lampung Barat dengan adanya pergeseran struktur
perekonomian sehingga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas
perkebunan lainnya digunakan analisis shift-share.
Startegi pengembangan komoditas kopi Lampung Barat perlu terus
dikembangkan dalam rangka mendorong perekonomian wilayah. Startegi yang
dibangun tentunya didasarkan pada karakteristik dan kondisi wilayah. Oleh
karena itu, dalam kajian ini akan mencoba merumuskan bagaimana strategi yang
tepat untuk mengembangkan kopi sebagai komoditas unggulan di Kabupaten
Lampung Barat ke depan.
Perumusan strategi pengembangan komoditas kopi dalam kajian ini
dilakukan beberapa tahapan; diantaranya melakukan identifikasi mengenai
faktor-faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang bersifat strategis
dengan menggunakan matriks SWOT. Strategi-strategi yang muncul hasil
analisis SWOT kemudian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
penyusunan strategi kebijakan dan program-program pengembangan komoditas
kopi Lampung Barat ke depan. Secara umum kerangka pemikiran penelitian
KOPI : KOMODITAS UNGGULAN
1. Ekonomi
- Areal tanaman cukup luas
- Produksi yang besar (terbesar di Propinsi Lampung)
2. Fisik
- Kesesuaian iklim dan lahan 3. Sosial Budaya
- Tanaman khas rakyat yang sudah lama dibudidayakan
Rancangan Program Pengembangan Komoditas Kopi
Lampung Barat
Ana lisis LQ Ana lisis
Shift Sha re
Ana lisis Multip lie r Ba sis
STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI
1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal 2. Analisa Strategi (Penyusunan Matriks SWOT) 3. Rumusan Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi
DASAR KAJIAN
Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 – 2012
PERANAN KOMODITAS KOPI DALAM MEMBUAT STRATEGI KEBIJAKAN DALAM RANGKA
[image:38.595.106.498.77.802.2]PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH
3.2 Lokasi dan Waktu Kajian
Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat dengan pertimbangan
bahwa wilayah ini merupakan daerah yang memiliki komoditas unggulan kopi
yang mempunyai potensi menggerakan perekonomian lokal. Lokasi penelitian
difokuskan di lima wilayah kecamatan penghasil kopi terbesar di Kabupaten
Lampung Barat, yaitu Kecamatan Sekincau, Belalau, Way Tenong Sumberjaya
dan Kecamatan Sukau. Selain itu Kabupaten Lampung Barat dikenal sebagai
daerah kopi karena merupakan daerah penghasil kopi terbesar yang ada di
Provinsi Lampung. Sementara itu kajian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu
dari bulan November 2008 hingga bulan Januari 2009.
3.3 Metode Kajian
3.3.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kajian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
dengan responden untuk mendapatkan informasi dan gambaran umum
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini, serta mendapatkan
informasi mengenai faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas basis
ekonomi di Kabupaten Lampung Barat.
Teknik wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan/
kuesioner yang telah disediakan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan
masukan tentang kendala dan upaya yang harus dilakukan dalam
pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat. Adapun
responden yang diwawancara meliputi petani kopi sebagai produsen, pedagang
pengumpul/pengusaha di bidang industri pengolahan kopi, aparatur pemerintah
daerah Kabupaten Lampung Barat serta dari kalangan perguruan tinggi
setempat. Total responden berjumlah 30 orang.
Sementara itu data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait
dengan penelitian ini berupa dokumen-dokumen kebijakan, publikasi hasil
penelitian dan berbagai referensi lainnya. Instansi-instansi tersebut antara lain
Lampung Barat, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Lampung Barat, dan
berbagai refrensi pustaka lainnya yang terkait.
3.3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.3.2.1 Analisis Location Quotient (LQ)
Komoditas dikatakan unggul jika komoditas tersebut merupakan
komoditas yang memiliki peranan menonjol dibanding komoditas lainnya dalam
sektor tersebut. Untuk melakukan penentuan komoditas mana yang menjadi
unggulan digunakan dengan beberapa metode diantaranya analisis Location Quotient (LQ).
Teknik analisis Location Quotient atau LQ merupakan metode untuk mengetahui kemampuan suatu daerah terhadap pengembangan sektor atau
komoditas tertentu. Adapun teknik analisis ini didekati dengan pendekatan
produksi/produktivitas melalui pemisahan antara komoditas basis dan non basis.
Teknik LQ dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam
komoditas yang diamati. Secara umum teknik ini memberikan suatu hasil
perbandingan antara kemampuan suatu komoditas di daerah yang diteliti (dalam
hal ini Kecamatan yang ada di Lampung Barat) dengan kemampuan yang sama
pada daerah yang lebih luas tingkatannya (dalam hal ini Kabupaten Lampung
Barat). Secara umum formula untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut:
n in
p ip
X
X
X
X
LQ
=
dimana :
Xip = Produksi/luas areal komoditas perkebunan i di
kecamatan-kecamatan di Lampung Barat
Xin = Produksi/luas areal komoditas perkebunan i
di Kabupaten Lampung Barat
Xp = Total produksi/luas areal seluruh komoditi perkebunan
di kecamatan yang ada di Lampung Barat
Xn = Total produksi/luas areal seluruh komoditi perkebunan
Jika nilai indeks LQ > 1, maka komoditi tersebut menjadi komoditi basis
atau komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dan mampu mengekspor
produknya ke daerah lain. Sebaliknya jika nilai indeks LQ < 1, maka sektor
tersebut bukan komoditi basis dan harus mengimpor dari luar daerah.
Analisis LQ juga dapat digunakan melakukan identifikasi komoditas mana
yang melakukan ekspor. Secara teoritis suatu komoditas yang mampu
melakukan ekspor menunjukkan komoditas tersebut berdayasaing dan memiliki
daya serap pasar yang tinggi. Identifikasi ekspor dilakukan apabila tidak tersedia
data ekspor di suatu wilayah. Oleh karena itu pada penelitian ini, identifikasi
ekspor dilakukan terhadap komoditas perkebunan yang ada di Kabupaten
Lampung Barat. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
in n p
ip
X
X
X
X
Ei
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
−
=
Ei = besarnya ekspor atau surplus sektor i jika LQ > 1, dan sebaliknya.
Apabila suatu hasil proporsi misalnya output suatu daerah melebihi dalam
tingkat koefisen LQ maka kelebihan tersebut dianggap sektor basis/ekspor yang
menjadi kontribusi bagi daerah lain dan wilayah yang lebih luas. Dengan kata
lain, secara umum penilaian indikator LQ terlihat sebagai berikut :
• LQ > 1, menyatakan Kabupaten Lampung Barat berpotensi untuk
mengekspor.
• LQ < 1, menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Barat mempunyai
kecenderungan impor dari daerah lainnya karena sektor yang bukan
basis tersebut tidak mencukupi.
• LQ = 1, menunjukan bahwa Kabupaten Lampung Barat self effesien karena seluruh permintaan di daerah tersebut harus terpenuhi.
3.3.2.2 Analisis Multiplier Basis
Analisis multiplier atau sering disebut sebagai analisis nilai pengganda menggambarkan besarnya dampak yang terjadi dari suatu aktivitas ekonomi
terhadap keseluruhan kegiatan di suatu wilayah. Dalam penelitian ini nilai
(komoditi yang menjadi basis) terhadap total produksi seluruh komoditi di suatu
wilayah (dalam hal ini Kabupaten Lampung Barat).
Model perhitungan analisis multiplier produk/komoditi ini diderivasi dari model analisis Location Quotient. Multiplier diperoleh dengan membandingkan total komoditas wilayah baik komoditas basis dan non-basis dengan komoditas
basis. Secara matematik nilai multiplier produk dapat dituliskan sebagai berikut :
b nb bi
X
X
X
MP
=
+
dimana :
Xnb = Total produksi komoditas non-basis di Kabupaten Lampung Barat
Xb = Total produksi komoditas basis di Kabupaten Lampung Barat
Xbi = Produksi komoditas basis i di Kabupaten Lampung Barat
MP = Nilai multiplier komoditas basis i
Hasil analisis multiplier ini digunakan untuk menegaskan komoditas basis mana di bidang perkebunan yang memiliki multiplier paling besar terhadap total
produksi sehingga perlu menjadi prioritas pengembangan ke depan.
3.3.2.3 Analisis Shift Share
Analisis shift-share yang mengukur laju pertumbuhan suatu sekto/komoditasr di suatu wilayah dengan wilayah nasionalnya (wilayah yang
lebih tinggi). Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan kompetitif
suatu komoditas di suatu wilayah dan menghitung seberapa besar kontribusi
(share) komoditas atau kecamatan terhadap pertumbuhan komoditas-komoditas
yang bersesuaian di tingkat Kabupaten Lampung Barat.
Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah produksi/luas areal.
Pertambahan produksi/luas areal (Δ Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen “share” atau national share (N) adalah banyaknya pertambahan produksi/luas areal di tingkat kecamatan-kecamatan seandainya
proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasional (Kabupaten
Lampung Barat) selama periode studi. Komponen ini digunakan untuk mengukur
cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan di level Kabupaten Lampung Barat
secara rata-rata.
Sementara itu komponen “shift” adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan produksi/luas areal di Kabupaten Lampung
Barat. Penyimpangan ini positif bagi sektor/komoditas yang tumbuh lebih cepat
dan negatif untuk sektor/komoditas yang tumbuh lebih lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan produksi/luas areal secara nasional (Kabupaten Lampung
Barat). Secara matematis, formulasi shift-share ditulis sebagai berikut :
N S i,t =
[
Er,i,t-n(
EN,t EN,t-n)
]
-Er,i,t-nP r,i,t =
[
(
EN,i,t EN,i,t-n) (
− EN,t EN,t-n)
]
×Er,i,t-nN S i,t = [ E r, i, t-n (E N,t / E N,t-n) ] - E r,i,t-n
P r,i,t = [ (E N,i,t / E N,i,t-n) – (E N,t / E N,t-n) ] x E r,i,t-n
D r,i,t = [ E r, i, t - (E N,i,t / E N,i,t-n) E r,i,t-n ]
n -t i, r, n i,t r, m i,t N, m i,t N, m i,t r,
E
D
E
E
1
E
+=
+
Δ
++
Dimana :
∆ = Pertambahan, angka akhir (tahun t) dikurangi dengan angka awal (tahun t-n)
N = Kabupaten Lampung Barat
r = Kecamatan – kecamatan di Lampung Barat
E = Jumlah Produksi atau Luas areal
i = Sektor perkebunan
t = Tahun
t-n = Tahun Awal
t+n = Tahun Proyeksi
NS = National Share
P = Proportional Share
3.3.3 Metode Perumusan Strategi
Perumusan strategi pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas
basis ekonomi di Kabupaten Lampung Barat dilakukan melalui beberapa tahap
analisis yaitu; pertama tahap masukan yaitu mengidentifikasi faktor – faktor
internal dan eksternal yang menjadi faktor kunci; kedua tahap analisis yaitu
menganalisa faktor-faktor kunci tersebut kedalam bentuk Matrik SWOT.
Setelah dilakukan perumusan strategi apa yang cocok untuk dilaksanakan,
tahapan selanjutnya adalah melakukan perancangan program sesuai dengan
visi, misi dan tujuan penelitian yang sudah dirumuskan. Secara umum gambaran
mengenai tahapan perumusan strategi dan program disajikan pada Gambar 3.
Ta ha p Ana lisis
Stra te g i Ke b ija ka n Pe ng e m b a ng a n Ko m o dita s
Ko pi Ta ha p Ma suka n
Gambar 3. Kerangka Formulasi Strategi
Menurut David (2004) analisis SWOT merupakan alat untuk
memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan
yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang
timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas
empat kuadran. Masing-masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan
ancaman). Secara lengkap matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 4. Adapun
langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut :
a) Menuliskan peluang eksternal
b) Menuliskan ancaman eksternal
c) Menuliskan kekuatan internal
d) Menuliskan kelemahan internal
e) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat
hasil strategi S-O dalam sel yang ditentukan
¾ Analisis Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman)
¾ Analisis Faktor Internal
(Kekuatan dan Kelemahan)
Stra te g i
f) Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat
hasil strategi W-O dalam sel yang ditentukan
g) Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat
hasil strategi S-T dalam sel yang ditentukan
h) Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan
mencatat hasil strategi W-T dalam sel yang ditentukan
Tabel 4. Matriks SWOT (Strenghts – Weaknesses – Opportunities – Threats) Faktor Internal
Faktor Eksternal
STRENGHTS (S) Kekuatan
WEAKNESSES (W) Kelemahan
OPPORTUNITIES