• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH USHUL FIQIH TENTANG IJTIHAD.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH USHUL FIQIH TENTANG IJTIHAD.docx"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puja serta puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan taufiq, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat menggerakkan tangan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Ushul Fiqih” yang berupa sebuah tulisan makalah yang membahas tentang “Ijtihad Sebagai Metode Istinbath Hukum” .

Serta salawat dan salam kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kejahilan ke alam yang penuh pengatahuan dan dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang. Dan saya berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembacanya umumnya dan penulis khususnya.

Kemudian dengan hati yang lapang kami menerima kritik atau pun saran jika ada kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini guna untuk melengkapi dan membenarkan kekeliruan tersebut.

Tebing Suluh, Oktober 2016`

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI... 2

BAB II PENDAHULUAN... 3

A. Latar Belakang... 3

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penulisan... 3

BAB I PEMBAHASAN... 4

A. Pengertian Ijtihad... 4

B. Pengertian Istinbath... 4

C. Sumber Hukum Ijtihad... 5

D. Fungsi Ijtihad... 6

E. Syarat-syarat Mujtahid... 6

F. Macam-macam Ijtihad... 8

BAB III PENUTUP... 9

A. Kesimpulan... 9

DAFTAR PUSTAKA... 10

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi di dunia, menyebabakan adanya masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam Alquran dan Assunnah. Banyak umat Islam yang mulai bertanya status hukum Islam tentang hal-hal baru tersebut. Sehingga, perlu yang namanya ijtihad untuk menjawab bagaimana status hukumnya dalam syri’at islam.

Namun pada abad ke 4 H, ada sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Sehingga menyebabkan ulama’ zaman sekarang merasa tidak pantas untuk melakukan ijtihad.

Berangkat dari hal tersebut diatas, perlu kiranya kita meneliti atau mempelajari kembali tentang ijtihad. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang 3. Apa saja dasar-dasar hukum ijtihad? 4. Apa fungsi dari ijtihad?

3. Mengetahui apa saja dasar-dasar hukum ijtihad. 4. Mengetahui fungsi dari ijtihad

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijtihad

Secara etimologi ijthad berasal dari bahasa Arab yaitu ijtihada yang di ambil dari masdar ghoiru mim yang artinya bersungguh-sungguh, rajin, dan giat.[ 1 ] Jadi menurut bahasa ijtihad itu ialah berusaha atau berupaya yang sungguh-sungguh. Perkataan ini tidak dipergunakan dalam suatau yang tidak mengandung kesulitan dan keberatan.

Sedangkan secara terminologi, banyak sekali para ulama’ yang mendefinisikan ijtihad. Namun pada dasarnya ijtihad adalah aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbat) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syariat.

Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kemampuan seorang faqih (pakar fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dali syara’. B. Pengertian Istinbath

Secara bahasa, kata istinbath berasal dari kata istanbatha-yastanithu-istinbathan yang berarti menciptakan, mengeluarkan, mengungkapkan atau menarik kesimpulan.

Dengan demikian, istinbath hukum adalah suatu cara yang dilakukan atau dikeluarkan oleh pakar hukum (fikih) untuk mengungkapkan suatu dalil hukum guna menjawab persoalan-persoalan yang terjadi.

Pengertian istinbath hukum sering juga diartikan secara kurang tepat, di mana ia diartikan sebagai dalil hukum. Padahal keduanya memiliki arti yang berbeda. Secara bahasa, kata dalil berarti petunjuk kepada sesuatu yang dapat dirasa maupun yang tidak dapat dirasa, baik petunjuk yang baik maupun buruk. Menurut ahli ushul fikih dalil adalah sesuatu yang menunjukkan pada pandangan yang benar terhadap hukum syari’ah yang bersifat praktis melalui jalan yang qath’i atau zhanni.

Dalam ushul fikih ada beberapa lafal yang mempunyai arti yang sama yaitu dalil al-hakam, ushul al-hakam, al-mashadir al-tasyri’iyyah li al-hakam. Lafal-lafal ini mempunyai arti yang sama, yaitu sumber hukum.

(5)

hukum suatu kasus tertentu. Jika seorang ahli fikih menetapkan hukum syariah atas perbuatan seorang mukallaf, ia sebenarnya telah meng-istinbath-kan hukum dengan sumber hukum yang terdapat di dalam kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh ahli ushul fikih.

C. Dasar Hukum Ijtihad

Ijtihad merupakan salah satu metode untuk istinbath hukum Islam. Dibolehkannya ijtihad ini tentunya berdasarkan firman Allah atau hadits Rasullullah. Baik yang dinyatakan dengan jelas maupun yang dinyatakan dengan isyarat, diantaranya yaitu firman Allah SWT dalam surah An nisaa’ayat 105.

“Sesungguhnya kami turunkan kitab kepadamu secara hak, agar dapat menghukumi diantara manusia dengan apa yang Allah mengetahui kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”.

Dalam ayat tersebut terdapat penetapan ijtihad yaitu berupa qiyas. Dibolehkannya ijtihad juga berdasarkan keterangan dari sunah, diantaranya yaitu:

Hadit yang diriwayatkan oleh Umar:

مكح اذا و نارجا هلف باصاف دهتجاف مكاحلا مكح اذا

رجا هلف أطخا مث دهتجاف

Artinya: jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar, maka itu mendapat dua, dan bila dia salah mak dia mendapat satu pahala.

Dan hadits Muadz Bin Jabal ketika Rasulullah SAW. Mengutusnya ke Yaman unuk menjadi Hakim. Yang artinya: Rasulullah SAW. Bertanya, “Dengan apa kamu menghukumi?” ia menjawab “Dengan apa ayng ada dalam kitab Allah”. Bertanya Rasulullah, “Jika kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah?”. Dia menjawab “Aku memutuskan dengan apa yang diputuskan Rasulullah”. Rasul Bertanya lagi “Jika tidak mendapatkan dalam ketetapan Rasulullah?” Berkata Mu’adz “Aku berjihad dengan pendapatku.” Rasulullah bersabda, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah menyepakati utusan dari Rasul-Nya.”

(6)

D. Fungsi Ijtihad

Ijtihad berfungsi baik untuk menguji kebenaran riwayat hadis yang tidak sampai ke tingkat Hadis Mutawatir seperti hadis ahad, atau sebgai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas pengertiannya sehingga tidak langsung dapat dipahami kecuali dengan ijtihad, dan berfungsi untuk mengembangkan perinsip-perinsip hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti dengan qiyas, isithsan, dan maslahah mursalah. Hal yang disebut ini, yaitu pengembangan perinsip-perinsip hokum dalam al-Qur’an dan Sunnah adalah penting, karena dengan itu ayat-ayat dan hadis-hadis hukum yang sangat terbatas jumlahnya itu dapat menjawab permasalahan yang tidak terbatas jumlahnya.

E. Syarat-syarat Mujtahid

Mujtahid adalah orang yang berijtihad. Berbicara tentang syarat - syarat ijtihad tidak lain dari berbicara syarat – syaratnya mujtahid begitu pula sebaliknya. Ada beberapa imam yang menjelaskan syarat-syaratnya Ijtihad.

1. Imam Alghozali

Menurut Imam Al – ghozali didalam kitabnya al – musthofa mengatakan mujtahid memiliki dua syarat :

a. Mengetahui dan menguasai ilmu syara’ dan dapat melihat dzon yang sesuai dengan syar’i dengan mendahulukan apa yang wajib di dahulukan dan sebaliknya. b. Hendaknya seseorang itu bersikap adil, menjauhi maksiat yang dapat

mencemarkan sifat dan sikap keadilannya karena ini menjadi landasan apakah fatwanya dapat menjadi pandangn atau tidak.

2. Imam Asy Syathiby

Beliau mengatakan seseorang dapat diterima ijtihadnya apabila memiliki dua sifat, yaitu:

a. Mengerti dan faham akan tujuan-tujuannya sayriat dengan sepenuhnya, secara keseluruhan.

b. Mampu melakukan istinbat berdasarkan kepahaman terhadap tujuan syariat tersebut.

3. Al Amidi dan Al Baidlawi

(7)

syarat-Sehinnga pendapat dan hukum yang ia Dia sandarkan itu memang nyata dan benar. Dan tidak disyaratkan baginya mengetahui ilmu kalam secara detail. Cukup mengetahu perkara dengan global.

b. Hendaknay dia seorang yang pandai (Alim) dan bijaksana (Arif) tentang keseluruhan hukum syariat dan pembagiannya.

Memang sulit menjadi seoarang mujtahid mutlak. Ada saja kelemahan seseorang dibeberapa bidang. Agar seseorang mencapai tingkatan ijtihad yang sesungguhnya Ia dituntut untuk mengerti makna ayat-ayat hukum daam Alquran baik secara bahasa maupun secara syara’. Dan juga mengathui Hdits Ahkam atau hadits-hadits hukum serta mampu memilih hadits-hadits mana yangs esuai dengan permasalahan yang ada.

Seorang Mujtahid memang seharusnya hafal akan Alquran dan Hadits yang diperlukan serta mengettahu Nasikh dan Mansukhnya baik yang terdapat dalam Alquran ataupun Assunnah.

Terlepas dari pendapat dari ulama’, maka dapat di simpulkan bahwa syarat-syarat mujtahid atau ulama’ untuk melakukan ijtihad, yaitu:

a. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Alquran, baik menurut bahasa maupun syaria’ah.

b. Menguasai dan mengetahui hadits-hadits hukum, baik menurut bahasa maupun syari’ah.

c. Mengetahui nasakh dari Alquran dan Assunnah, supaya tidak salah dalam menetapkan hukum.

d. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama’, sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma’ ulama’.

e. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratan serta menginstinbatnya, karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad.

f. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya.

g. Mengetahui Ilmu Ushul Fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.

(8)

G. Macam-macam Ijtihad

Dr. Dawalibi membagi Ijtihad menjadi tiga bagian, yang sebagiannya sesuai dengan pendapat As- Syathibi dalam kitab Almuafaqat, yaitu:

a. Ijtihad Al Batani, yaitu ijtihad untuk menjelasakan hukum-hukum syara’ dari nash. b. Ijtihad Al Qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam

Alquran dan Assunnah dengan menggunakan metode qiyas.

c. Ijtihad Al Istishlah, yaitu ijtiha terhadap permasalan yang tidak terdapat dalam Alqura dan Assunnah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah

Pembagian diatasa masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Taqiyyu Alhakim dengan mengemukakan beberapa alasan, diantaranya jami’ wal mani. Menurutnya, ijtihad itu dapat di bagi menjadi dua bagian saja, yaitu:

a. Ijtihad Al-aqli, yaitu ijtihad yang didasarkan pada akal, tidak menggunakan dalil syara’. Mujtahid dibebasakan untuk berfikir dengan mengikuti kaidah-kaidah yang pasti. Misalnya, menjaga kemudharatan, hukuman jelek bila tidak disertai penjelasan, dan lain sebagainya.

(9)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Secara terminologi Ijtihad adalah aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbat) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syariat. Sedangkan Secara etimologi ijthad berasal dari bahasa Arab yaitu ijtihada yang di ambil dari masdar ghoiru mim yang artinya bersungguh-sungguh, rajin, dan giat.

Dasar hukum yang membolehkan Ijtihad adalah Alquran dan hadits Rasul. Salah satunya yaitu Alquran Surah Annisaa’ ayat 105 serta Hadits Rasul yang diriwayatkan oleh Umar.

Syarat-syarat untuk menjadi mujtahid yaitu: mengetahui dan menguasai ayat-ayat hukum dalam Alquran, mengetahui dan mengasai Hadits-hadits Ahkam, mengetahui nasakh dan mansukh dari Alquran dan Assunnah, mengetahui permasalahan yang telah ditetapkan melalui ijma’ ulama’, mengetahu qiyas dan berbagai persyaratannya, mengetahu bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan, dan mengetahui Ilmu Ushul Fiqih, mengetahu Maqasidu As sayari’ah.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Al dzarwy, Ibrahim Abbas. 1987. Ijtihad Dalam Syari’at Islam. Jakarta: Jakarta Indo. Al Qardawy, Yusuf. 1987. Ijtihad Dalam Syari’at Islam. Jakarta: Jakarta Indo.

Referensi

Dokumen terkait

Individu dengan riwayat keluarga memiliki resiko menderita karsinoma kolorektal 5 kali lebih tinggi dari pada individu pada kelompok usia yang sama tanpa riwayat

Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya...

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah dan memperluas wawasan pengetahuan tentang masalah yang diteliti mengenai konsep diri, pengalaman kerja, dan disiplin kerja,

Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor-Kantor Kota Pematangsiantar. Peraturan Daerah Kota

We captured period effects using 18 dummy variables: 1940-1944 corresponds to World War II and the beginning of the U.S.-sponsored bracero program, which arranged for the

Dan dengan sistem SMS Gateway yang ada aplikasi SIMPer dapat secara otomatis mengirimkan pesan kepada pelanggan jika pesanan mereka telah selesai.. Selain itu,

Lingkup yang dilakukan ijtihad itu: a.Peristiwa yang ditunjukan oleh nash yang zhanniyul wurud ( hadits-hadits ahad), dan zhanniyu al-dalalah ( Nash Alquran dan

3) Setelah pipa bor pertama masuk, disambung lagi dengan pipa bor berikutnya, begitu sampai mendapatkan lapisan air tanah yang kita kehendaki, yaitu dengan adanya