• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelas Reguler Angkatan 2015 - 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelas Reguler Angkatan 2015 - 2016"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN

ARDIANI AGUSTINA RAHMAWATI. Kajian Efektivitas Pengalihan Dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus Terhadap Pembangunan Pertanian. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan ALLA ASMARA.

Pembangunan sektor pertanian antar daerah di Indonesia, masih terdapat kesenjangan, dan berdampak terhadap lambatnya laju pembangunan pertanian, sehingga dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal, melalui top down planning diharapkan adanya pemerataan pembangunan pertanian. Mekanisme top down planning melalui pengalihan dana Tugas Pembantuan (TP) ke Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor pertanian memiliki tujuan untuk menertibkan sistem pendanaan di daerah dengan menerapkan prinsip money follow function, yaitu memberikan kewenangan bagi daerah dalam hal penanganan urusan yang sebelumnya menjadi kewenangan pusat, serta meningkatkan besaran alokasi dana di daerah melalui transfer daerah, sehingga diharapkan dengan adanya pengalihan dana TP ke DAK sektor pertanian dapat meningkatkan pertumbuhan pembangunan sektor pertanian, yang arahnya adalah menciptakan pemerataan pendapatan daerah serta meningkatkan kesejahteraan petani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keefektivan perencanaan dan pelaksanaan dalam pengalihan TP ke DAK, melihat peranan anggaran TP dan DAK saat tidak ada pengalihan terhadap pembangunan pertanian, serta menganalisis efektivitas pengalihan anggaran TP ke DAK terhadap pembangunan pertanian. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi panel, yaitu interaksi antara time series dengan cross section, dengan menggunakan data time series dari tahun 2012-2014 dan data cross section dari 32 provinsi di Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihan dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus dalam pembangunan pertanian, yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara rata-rata adalah efektif. Variabel realisasi anggaran efektif terhadap pembangunan pertanian pada saat pengalihan sebesar 62,50%,realisasi kegiatan efektif terhadap pembangunan pertanian pada saat pengalihan sebesar 64,06%, variabel pedoman pelaksanaan efektif terhadap pembangunan pertanian pada saat pengalihan sebesar 57,81%, variabel sumber daya manusia efektif terhadap pembangunan pertanian pada saat pengalihan sebesar 38,54% dan variabel kelembagaan efektif terhadap pembangunan pertanian pada saat pengalihan sebesar 53,90%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pengalihan dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus terhadap pembangunan pertanian dari variabel yang digunakan hanya variabel sumber daya manusia yang menunjukkan tidak efektif, sedangkan variabel lainnya adalah efektif.

Hasil estimasi model regeresi panel data menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pengalihan Dana Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus Terhadap Pembangunan Pertanian, yaitu 1) Dana Tugas Pembantuan, 2) Dana Alokasi Khusus, 3) Tenaga Kerja Pertanian, 4) Nilai Tukar Petani, dan 5) Penduduk Miskin di pedesaan, pengaruh positif kepada dana tugas pembantuan dan dana alokasi khusus terhadap pembangunan pertanian baik pada saat tidak dilakukan pengalihan, dan juga pada saat pengalihan dilakukan.

(2)

seluruh daerah di Indonesia, 2) melalui kebijakan desentralisasi fiskal, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi lebih mudah untuk diwujudkan.

(3)

RINGKASAN

ASTI. Analisis Kelayakan Ekonomi Program Food Estate dalam Perspektif Perencanaan Wilayah: Studi Kasus Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan SAHARA.

Program Food Estate merupakan proyek investasi pada subsektor tanaman pangan dalam bentuk kegiatan usahatani padi skala luas (> 25 ha) yang dilakukan dengan konsep industri berbasis ilmu pengetahuan, modal, organisasi dan manajemen modern. Program ini dilaksanakan untuk menciptakan ketahanan pangan nasional dan aktivitas ekonomi di pedesaan sehingga mendorong kesempatan kerja bagi petani dan masyarakat lokal melalui skema kerjasama

antara pemerintah, BUMN dan petani.

Keberhasilan Program Food Estate sebagai pilot project di Provinsi Kalimantan Barat akan menjadi pertimbangan untuk keberlanjutan program di seluruh wilayah provinsi, sehingga informasi mengenai biaya dan manfaat serta dampak perekonomian daerah dari keberadaan Program Food Estate sangat diperlukan. Pada dasarnya pemerintah daerah telah melakukan analisis biaya manfaat terhadap Program Pembangunan Food Estate di Kalimantan Barat, namun analisis yang dilakukan menggunakan pendekatan finansial dimana hasil analisis menggambarkan bahwa program menguntungkan bagi individu atau kelompok tertentu yang berpengaruh besar terhadap kepemilikan modal sehingga belum menggambarkan keuntungan bagi masyarakat banyak khususnya petani.

Tujuan penelitian 1) Menganalisis kelayakan ekonomi Program Food Estate Provinsi Kalimantan Barat 2) Menganalisis dampak investasi Program Food Estate terhadap perekonomian di Kalimantan Barat. Alat analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah analisis biaya manfaat dan analisis input output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Food Estate layak dan menguntungkan secara finansial dan ekonomi serta berkontribusi positif terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Barat.

(4)

RINGKASAN

DANANG PRAMUDITA. Insentif dalam Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN dan BABA BARUS.

Permasalahan konversi lahan pertanian terutama lahan sawah di Indonesia sudah menjadi perhatian sejak tahun 1980an. Sebagian besar magnitude proses alih fungsi lahan berlangsung, khususnya pada kawasan perbatasan kota-desa dan perbatasan kawasan budidaya-non budidaya. Dari sudut pandang ekonomi konversi lahan pertanian disebabkan oleh tarikan permintaan lahan untuk kegiatan non pertanian dan dorongan petani pemilik lahan. Konversi lahan pertanian, secara langsung berdampak terhadap kehilangan produksi pertanian, kehilangan lapangan pekerjaan, dan kerugian investasi infrastruktur irigasi terutama untuk tanaman padi. Upaya penyelamatan lahan pertanian pangan dilakukan Pemerintah dengan menerbitkan Undang-Undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Terbitnya UU No. 41 tahun 2009 merupakan bentuk kewajiban bagi setiap daerah (kabupaten/kota) di Indonesia untuk melindungi ketersediaan pangannya. Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu kabupaten yang telah menetapkan luas usulan LP2B di dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan yang didukung dengan Perda No. 7 tahun 2015 tentang LP2B yang mengatur mengenai penetapan LP2B, sosialisasi dan pemberiaan insentif.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik sosial ekonomi di wilayah yang menjadi usulan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Kuningan; (2) menentukan jenis dan mekanisme insentif yang dapat dilaksanakan untuk melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Kuningan; dan (3) menentukan konsep pembiayaan untuk perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Kuningan. Data dianalisis dengan menggunakan metode statistic deskriptif, sistem dinamik dan SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat sembilan kriteria sosial ekonomi LP2B di Kabupaten Kuningan, yaitu; tingkat konversi lahan, neraca pangan, ketimpangan pendapatan usahatani dan non usahatani, jumlah rumah tangga pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian, status kepemilikan lahan, kelompok tani, kebijakan RTRW dan persepsi petani. Petani mempunyai persepsi positif terhadap program LP2B, sehingga secara umum upaya perlindungan LP2B dapat dilaksanakan di lokasi penelitian. Kecamatan Ciawigebang dan Kecamatan Cilimus yang berdasarkan kriteria fisik lahan luas LP2B lebih besar dari Kecamatan Cibingbin, dari segi sosial ekonomi kurang mendukung.

(5)

Dari aspek pembiayaan, kebutuhan dana untuk pelaksanaan insentif LP2B yang paling besar adalah kebutuhan untuk pembangunan irigasi teknis, diikuti oleh penyediaan modal dan subsidi pupuk. Konsep pembiayaan yang bisa dilakukan diantaranya adalah transfer fiskal pusat-daerah, transfer fiskal antar daerah (propinsi ke kabupaten atau antar kabupaten) yang diberikan dalam bentuk hibah, dana masyarakat dan dana dari pihak swasta. Berdasarkan hasil analisis SWOT sumber dana untuk pelaksanaan insentif LP2B di Kabupaten Kuningan masih didominasi sumber dana dari APBN dan APBD I.

Kecamatan Cilimus merupakan prioritas perlindungan utama dalam pelaksanaan LP2B dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya. Laju konversi yang tinggi dan kesesuaian kriteria sosial ekonomi yang rendah menjadi informasi pendukung pelaksanaan prioritas insentif LP2B. Kecamatan Ciawigebang merupakan prioritas perlindungan kedua dengan penerapan skenario moderat, sedangkan Kecamatan Cibingbin menjadi prioritas terakhir dengan skenario yang rendah. Selain penerapan insentif, dari hasil penelitian juga perlu dibuat adanya disinsentif terutama di Kecamatan Cilimus. Disinsentif ditujukan kepada pihak di luar petani yaitu pengusaha yang ingin mengkonversi lahan pertanian menjadi hotel dan perumahan. Disinsentif terhadap pelaku usaha dapat diberikan melalui pemberian pajak atau retribusi yang tinggi terhadap lahan yang dikonversi, pengetatan izin dan juga pembatasan pembangunan sarana transportasi dan fasilitas pendukung kegiatan perekonomian sektor non pertanian. Alternatif pembiayaan LP2B dapat dilakukan melalui dana transfer antar wilayah (berdasar pada nilai surplus ekonomi pangan), dana masyarakat serta dana CSR badan usaha.

(6)

RINGKASAN

DEWI SISKA. Strategi Pengembangan Ekonomi Wilayah Berbasis Agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MUHAMMAD FIRDAUS.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005-2025 menjadikan agroindustri sebagai pilar utama pembangunan. Konsep agroindustri diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Pengembangan agroindustri tersebut di arahkan di Kawasan Andalan Kandangan. Penelitian ini bertujuan untuk; (1) mengidentifikasi perkembangan ekonomi wilayah, (2) mengidentifikasi komoditas unggulan, (3) mengidentifikasi sarana penunjang agroindustri, dan (4) merumuskan strategi pengembangan wilayah berbasis agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan.

Hasil analisis entropi menunjukkan bahwa perekonomian Kawasan Andalan Kandangan berkembang (3,09), yang didominasi sektor pertanian (0,81), subsektor tanaman bahan makanan (1,45). Hasil analisis LQ dan SSA menunjukkan bahwa padi dan jagung merupakan komoditas unggulan. Wilayah basis berada di Kabupaten Tapin (1,10 ; 0,48), Hulu Sungai Selatan (1,05 ; 0,67), Hulu Sungai Utara (1,05 ; 1,12), Hulu Sungai Tengah (1,03 ; 1,27), Tabalong (1,03 ; 1,27), dan Balangan (1,00 ; 1,83). Identifikasi terhadap sarana penunjang agroindustri menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur dasar (jalan, listrik dan air bersih) masih kurang secara kuantitas dan kualitas. Kondisi kelembagaan belum sepenuhnya mendukung dalam hal keberadaan lembaga keuangan, penyuluh pertanian, dan dukungan teknologi. Dukungan sumberdaya manusia pada aspek ketenagakerjaan secara kuantitas dan kualitas sudah cukup mendukung, terkait dengan tingkat pendidikan dan usia produktif.

Strategi prioritas untuk mendukung pengembangan wilayah berbasis agroindustri dirumuskan melalui analisis SWOT dan AHP adalah (1) mendorong potensi SDM; (2) meningkatkan keberadaan kelembagaan dan infrastruktur dasar. Pelaksanaan strategi tersebut menjadi agenda penting bagi pemerintah daerah sebagai aktor utama dalam pengembangan agroindustri di Kawasan Andalan Kandangan.

(7)

RINGKASAN

DINA ISNAINI. Pengaruh Tata Kelola Keuangan Daerah terhadap Pembangunan Daerah. Dibimbing oleh DS PRIYARSONO dan WIWIEK RINDAYATI.

Pembangunan selain ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi, juga untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang dapat ditandai dengan penurunan angka kemiskinan. Sukses atau gagalnya Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan sangat dipengaruhi oleh bagaimana pemerintah menjalankan tata kelola pemerintahan. Salah satu upaya tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu dengan dicanangkannya kebijakan otonomi daerah dan mereformasi peraturan di bidang pengelolaan keuangan yang berorientasi hasil atau kinerja dan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yaitu transparansi, akuntabilitas dan value for money.

Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menunjukkan kenaikan persentase opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari tahun ke tahun, menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintahan daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan, namun jumlahnya baru 23% pada tahun 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tata kelola keuangan daerah terhadap pembangunan daerah. Penelitian ini terbagi menjadi empat analisis utama. Analisis pertama fokus pada perkembangan tata kelola keuangan daerah di Indonesia, analisis kedua fokus pada perkembangan pembangunan daerah dengan melihat pertumbuhan ekonomi, indeks gini dan angka kemiskinan. Dilakukan penghitungan terhadap indeks Gini untuk kabupaten/kota di Indonesia karena ketidak tersediaan data. Analisis ketiga meneliti mengenai pengaruh tata kelola keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Analisis keempat meneliti mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan indeks gini terhadap angka kemiskinan.

Penelitian menggunakan dua model ekonometrika, model pertama merupakan model pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan variabel bebas berupa pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, derajat desentralisasi fiskal, derajat realisasi kebutuhan modal, dummy opini WTP, dan dummy kota. Model kedua menguji mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi dan indeks gini terhadap persentase kemiskinan.

Ditemukan beberapa permasalahan pada tata kelola keuangan dan pembangunan daerah di Indonesia, antara lain masih rendahnya derajat desentralisasi fiskal dan derajat realisasi kebutuhan modal, serta persentase opini WTP dari LKPD. Meski pertumbuhan ekonomi relatif meningkat dan persentase kemiskinan relatif berkurang, akan tetapi ketimpangan pendapatan yang dicerminkan oleh indeks Gini relatif meningkat dari tahun ke tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola keuangan yang dilakukan daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kapasitas ekonomi daerah yang digambarkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya (Gr(t-1)) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kabupaten/kota yang mempunyai pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi ditahun berjalan cenderung lebih baik dibandingkan kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi rendah.

(8)

derajat desentralisasi fiskal, maupun dari sisi pengeluaran yang digambarkan dengan derajat realisasi kebutuhan modal. Kabupaten/kota yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian justru mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota yang mendapatkan opini selain wajar tanpa pengecualian dengan tingkat derajat desentralisasi dan derajat realisasi kebutuhan modal yang sama.

Pemerintah kota mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pemerintah kabupaten. Akan tetapi daerah kota justru mempunyai pertumbuhan ekonomi yang rendah dibandingkan dengan kabupaten yang mempunyai tingkat derajat desentralisasi fiskal yang sama. Begitu juga dengan kota dan kabupaten dengan derajat realisasi kebutuhan modal yang sama, daerah kota justru mempunyai pertumbuhan ekonomi yang rendah dibandingkan dengan kabupaten. Hal ini kemungkinan disebabkan Karena kota mempunyai fungsi yang lebih kompleks dari kabupaten, sehingga lebih kompleks juga dalam pengelolaan keuangan daerahnya.

Derajat desentralisasi fiskal dan derajat realisasi kebutuhan modal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien positif. Pengaruh peningkatannya relatif kecil, hal ini diduga disebabkan besarnya derajat desentralisasi fiskal dan derajat realisasi kebutuhan modal yang masih rendah.

Kemiskinan suatu daerah dapat dikurangi dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi ketimpangan pendapatan di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi tidak dinikmati secara merata oleh masyarakat dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi sebagian besar hanya akan dinikmati oleh kelompok masyarakat yang kaya. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya keefektifan pertumbuhan ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan. Hal yang sebaliknya terjadi pada masyarakat dengan ketimpangan pendapatan rendah (relatif merata). Pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh sebagian besar masyarakat dan kemiskinan bisa berkurang.

Berdasarkan temuan hasil penelitian, maka disimpulkan diperlukan strategi untuk mengatasi permasalahan tata kelola keuangan dan pembangunan daerah dengan perencanaan kebijakan fiskal yang mensinergiskan antara peran pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat perlu mendorong terjadinya pemerataan dengan memberikan insentif terhadap daerah yang masih rendah perekonomiannya serta tinggi kemiskinannya karena pemerataan lebih efektif

menurunkan kemiskinan.

(9)

RINGKASAN

EDO PRAMANA PUTRA. Dampak Program Bantuan Sosial Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Kabupaten Tertinggal di Indonesia. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI dan SAHARA.

Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua tujuan pembangunan yang seharusnya dapat dicapai secara bersamaan dalam proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti oleh pemerataan ekonomi akan memperlebar jurang pemisah antara satu kelompok masyarakat dan kelompok lainnya, sementara pemerataan ekonomi tanpa pertumbuhan ekonomi sama halnya dengan meningkatkan kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010-2013 mengalami peningkatan akan tetapi pada saat yang bersamaan terjadi ketimpangan pembangunan. Kesenjangan atau ketimpangan antar daerah (yang maju dan yang tertinggal) semakin melebar. Indikasi dari ketimpangan wilayah adalah munculnya daerah tertinggal dan masalah ketimpangan pembangunan ini merupakan permasalahan disparitas wilayah yang membahayakan kesatuan nasional. Percepatan pembangunan dan pengurangan ketimpangan di daerah tertinggal diupayakan melalui pemberian bantuan sosial (bansos) yang dioperasionalisasikan melalui program bantuan, yang meliputi: (1) peningkatan sumberdaya daerah tertinggal, (2) peningkatan infrastruktur daerah tertinggal, (3) pembinaan ekonomi dan dunia usaha daerah tertinggal, (4) pembinaan kelembagaan dan sosial budaya daerah tertinggal, dan (5) pengembangan daerah khusus.

Bantuan sosial untuk daerah tertinggal sudah diberikan sejak tahun 2009. Namun secara umum kondisi daerah tertinggal di Indonesia belumlah terlalu baik, tingkat kemiskinan masih tinggi yaitu 11 persen dan masih banyaknya jumlah kabupaten tertinggal, yakni 133 kabupaten atau 32,2 persen dari jumlah kabupaten di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengkaji dinamika kemiskinan, perekonomian, dan bantuan sosial di kabupaten tertinggal di Indonesia, (2) menganalisis pengaruh program bantuan sosial Kementerian PDT terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal di Indonesia, (3) menganalisis hubungan pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan di kabupaten tertinggal di Indonesia.

Selama tahun 2010-2013 sebagian besar kabupaten tertinggal mengalami penurunan tingkat kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan PDRB, namun juga terdapat daerah kabupaten tertinggal yang mengalami peningkatan tingkat kemiskinan dengan pertumbuhan PDRB yang kecil. Kabupaten tertinggal yang mengalami peningkatan tingkat kemiskinan juga diiringi dengan pertumbuhan PDRB yang paling kecil, seperti yang terjadi pada provinsi Kepulauan Riau dan Sumatera Utara. Kondisi berbeda terjadi pada wilayah tertinggal di kawasan timur, dimana pada wilayah yang mengalami peningkatan kemiskinan justru diiringi dengan tingginya pertumbuhan PDRB nya. Kondisi tersebut mengidentifikasikan bahwa terdapat ketimpangan yang lebih tinggi di daerah tertinggal kawasan timur Indonesia.

Bantuan yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal adalah bantuan infrastruktur dan bantuan kelembagaan sosial dan budaya. Terdapat hubungan negatif antara tingkat PDRB dan kemiskinan di daerah tertinggal, dimana peningkatan nilai PDRB memberikan efek terhadap penurunan kemiskinan.

Kebijakan yang direkomendasikan untuk mempercepat pembangunan dan memperkecil ketimpangan antar wilayah di daerah tertinggal yaitu dengan memberikan bantuan yang lebih besar dan kontiniu bagi daerah tertinggal, yaitu bantuan infrastruktur dan bantuan kelembagaan sosial dan budaya.

(10)

RINGKASAN

GRACE OCTAVIA NAPITUPULU. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Perikanan di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan SAHARA.

Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan yang cukup besar, hal tersebut terlihat dari volume dan nilai produksi perikanannya yang mengalami kenaikan selama 10 tahun terakhir. Ironisnya, besarnya potensi subsector perikanan di Provinsi Jawa Barat tersebut tidak diikuti oleh kontribusi penyerapan tenaga kerja yang yang tinggi. Perkembangan jumlah tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat selama 10 tahun terakhir baik sebagai nelayan maupun pembudidaya secara umum cenderung mengalami penurunan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat, dan 2) merumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian ini melingkupi 17 wilayah kabupaten/kota untuk subsektor perikanan tangkap dan 26 wilayah kabupaten/kota untuk subsektor perikanan budidaya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan menggunakan data berkala 5 tahun mulai tahun 2009 sampai dengan 2013. Pendekatan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis data secara kuantitatif melalui model regresi linear berganda dengan data panel untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat. Dalam analisis ini terdapat dua model regresi tenaga kerja subsektor perikanan yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Provinsi Jawa Barat. Data ditabulasi dan diolah secara matematik menggunakan program komputer (software) E-views 7. Analisis data secara deskriptif untuk merumuskan strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat mampu menyerap tenaga kerja yang relatif besar, sehingga akan berdampak pada pengurangan angka pengangguran. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat adalah nilai produksi perikanan tangkap, jumlah kapal penangkap ikan, dan jumlah rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan tangkap. Faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja subsektor perikanan budidaya di Provinsi Jawa Barat adalah luas lahan budidaya, nilai produksi perikanan budidaya, jumlah rumah tangga perikanan budidaya, dan minapolitan budidaya. Strategi pengembangan subsektor perikanan agar dapat berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat adalah dengan menambah nilai produksi perikanan tangkap dan budidaya, jumlah kapal penangkap ikan, luas lahan budidaya, jumlah rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan tangkap dan budidaya, serta minapolitan budidaya melalui pengembangan kawasan minapolitan khususnya pengembangan sentra produksi baik sentra produksi perikanan tangkap maupun budidaya.

(11)

RINGKASAN

HAKIM MIFTAKHUL HUDA. Pembangunan Perikanan dalam Kerangka Pengembangan Ekonomi Wilayah di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI dan MUHAMMAD FIRDAUS.

Provinsi Jawa Timur dihadapkan pada permasalahan ketimpangan ekonomi. Pada sisi yang lain perikanan di Jawa Timur mempunyai potensi yang besar baik perikanan laut, darat maupun pengolahan ikan. Namun pengembangan perikanan sejauh ini belum memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian di Jawa Timur. Pengembangan perikanan secara terintegrasi diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan ekonomi wilayah di Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan 1) mengkaji dan memetakan keragaan perikanan sektoral dan regional di Provinsi Jawa Timur, 2) menganalisis peran subsektor perikanan dalam perekonomian daerah di Provinsi Jawa Timur, 3) menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap pembangunan subsektor perikanan dalam kerangka pengembangan wilayah di Provinsi Jawa Timur, dan 4) merumuskan strategi pembangunan perikanan dalam kerangka pengembangan wilayah di Provinsi Jawa Timur. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif, shift share analysis, analisis input output dan regresi berganda data panel.

Berdasarkan keragaan secara sektoral, dari sisi jumlah pelaku usaha, produksi dan nilai produksi menunjukkan bahwa perikanan di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh perikanan laut. Berdasarkan keragaan regional, secara total 10 kabupaten/kota terbesar dalam hal jumlah pelaku usaha, sedikit berbeda dengan 10 kabupaten terbesar dari sisi produksi dan nilai produksi. Kabupaten/kota yang termasuk 10 terbesar baik dari sisi pelaku usaha, produksi maupun nilai produksi adalah Kabupaten Lamongan, Gresik dan Sumenep. Hasil analisis daya saing dengan menggunakan analisis shift-share menunjukkan bahwa lima daerah di Jawa Timur mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi perikanan yang terdiri dari Kabupaten Lamongan, Pamekasan, Banyuwangi, Trenggalek, dan Pacitan. Di Jawa Timur terdapat 15 kabupaten yang dominan perikanan laut dan 23 kabupaten yang dominan perikanan darat.

Hasil analisis input-output menunjukkan bahwa subsektor pengolahan ikan mempunyai nilai keterkaitan ke belakang yang terbesar dari seluruh sektor dan nilai keterkaitan ke depan yang relatif kecil sehingga sektor tersebut mempunyai total nilai pengganda terbesar. Nilai keterkaitan ke belakang subsektor pengolahan yang terbesar adalah dengan subsektor perikanan darat. Analisis ekonometrik menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja dan anggaran belanja bidang kelautan dan perikanan berpengaruh signifikan secara positif dan inelastis terhadap produksi perikanan. Menurut tipologi usahanya, jumlah tenaga kerja pada perikanan tangkap laut, budidaya kolam, dan budidaya laut memberikan pengaruh secara signifikan dan positif terhadap produksi perikanan. Trip penangkapan memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada perikanan tangkap laut dengan elastisitas yang lebih rendah daripada jumlah tenaga kerja. Sementara itu, luas lahan budidaya juga memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada produksi perikanan budidaya kolam dan laut dengan elastisitas yang lebih rendah dari jumlah tenaga kerja. Jumlah bibit yang ditebar juga memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada produksi perikanan budidaya tambak dan kolam dengan elastisitas yang lebih rendah dari jumlah tenaga kerja. Kebijakan minapolitan memberikan pengaruh secara signifikan dan positif pada produksi perikanan budidaya laut.

(12)

terbesar dengan pengolahan ikan. Pembangunan usaha pengolahan ikan dilaksanakan di daerah yang dominan perikanan darat serta diutamakan pada daerah yang tertinggal secara perekonomian (PDRB perkapita rendah dan angka kemiskinan tinggi). Beberapa daerah yang mempunyai dominasi perikanan darat dan termasuk daerah tertinggal diantaranya adalah Pacitan, Lamongan, Malang, Ponorogo, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Kediri, Jombang, dan Nganjuk.

Pembangunan perikanan dalam kerangka pengembangan ekonomi wilayah dapat difokuskan pada empat daerah tertinggal yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi perikanan (Pamekasan, Pacitan, Lamongan, dan Trenggalek) diikuti dengan daerah tertinggal yang hanya mempunyai keunggulan kompetitif atau terspesialisasi perikanan (Bangkalan, Sumenep, Sampang, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Kota Probolinggo, Madiun, Ngawi, Bojonegoro dan Kediri). Jumlah tenaga kerja masih menjadi variabel yang paling elastis dalam meningkatkan produksi perikanan, sehingga fokus pembangunan perikanan dapat diprioritaskan pada peningkatan jumlah tenaga kerja perikanan khususnya perikanan budidaya yang mempunyai potensi lahan yang masih luas untuk dikembangkan.

Dalam rangka mendukung strategi pengembangan perekonomian di Jawa Timur, khusus pada sektor perikanan dapat mengutamakan daerah yang memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi sebagai prioritas pembangunan perikanan, serta didukung oleh daerah yang hanya unggul secara kompetitif atau spesialisasi saja. Subsektor pengolahan ikan dapat dijadikan prioritas dalam pengembangan perikanan karena memberikan pengganda tenaga kerja, output dan nilai tambah yang terbesar diantara subsektor perikanan, tentunya didukung dengan pembangunan perikanan laut dan darat. Nilai elastisitas tenaga kerja dan anggaran belanja bidang perikanan yang masih rendah diperlukan peningkatan keterampilan dan inovasi teknologi kepada tenaga kerja perikanan dan evaluasi alokasi anggaran agar lebih efektif dalam mendukung peningkatan produksi perikanan.

(13)

RINGKASAN

IZZAN FARUQI. Kajian Pembangunan Wilayah di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh SETIA HADI dan SAHARA.

Pembangunan wilayah ditandai dengan adanya pertumbuhan. Pertumbuhan pun dapat bernilai positif namun jika tidak dibangun secara komprehensif akan menimbulkan dampak negatif di sisi lain. Pembangunan wilayah seharusnya mengedepankan beberapa aspek seperti mengupayakan pemanfaatan potensi wilayah dengan efektif dan efisien, adanya pemerataan pembangunan di seluruh wilayah dengan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan masalah dan karakteristik masing-masing dan adanya keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya alam baik yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan. Pembangunan yang terus berorientasi terhadap pertumbuhan tanpa melihat pemerataan dan keberlanjutan akan mengakibatkan ketimpangan atau kesenjangan pembangunan wilayah.

Penelitian ini bertujuan menganalisis perkembangan wilayah di Kabupaten Sukabumi, menganalisis potensi daerah dan kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Sukabumi dan merumuskan strategi pembangunan yang tepat dalam pembangunan di Kabupaten Sukabumi. Evaluasi perkembangan wilayah dilakukan dengan menggunakan tipologi klassen dan menganalisis capaian sasaran strategis (stranas) dari Kementerian Desa, Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Identifikasi potensi dengan tipologi kecamatan dan analisis Input Output. Analisis kesenjangan pembangunan dilakukan dengan analisis Skalogram dan analisis Theil Entropi. Merumuskan strategi pembangunan dengan menggunakan Analisis AHP (analytical Hierarchy Process).

Hasil analisis menunjukkan bahwa Perkembangan wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan kriteria dari Kementerian Desa, Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi menunjukkan bahwa dapat dikatakan sebagai daerah tertinggal. Terdapat kesenjangan pembangunan daerah antara Kabupaten Sukabumi bagian utara dan bagian selatan. Kabupaten Sukabumi bagian utara memiliki tingkat perkembangan daerah lebih baik dibandingkan Kabupaten Sukabumi bagian selatan. Sektor unggulan yang dapat dikembangkan secara optimal pada Kabupaten Sukabumi bagian utara adalah sektor perdagangan dan jasa serta sektor pertanian dan perkebunan. Sedangkan pada Kabupaten Sukabumi bagian selatan adalah sektor pertanian dan perkebunan serta sektor industri. Sektor pariwisata dan sektor pertambangan tersebar di seluruh daerah Kabupaten Sukabumi. Urutan prioritas strategi utama pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi diantaranya strategi pertama adalah membangun sarana dan prasarana infrastruktur, strategi kedua adalah mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya berbasis lokal dan strategi ketiga adalah meningkatkan kesejahteraan sosial.

(14)

RINGKASAN

JOKO MULYONO. Strategi Pembangunan Sektor Pertanian di Zona Agro Ekologi (ZAE) Kawasan Perdesaan Kabupaten Bantul. Dibimbing oleh SETIA HADI dan KHURSATUL MUNIBAH.

Masalah yang dihadapi sektor pertanian adalah pemanfaatan sumberdaya belum optimal, kurangnya informasi dan penguasaan teknologi pertanian, kurangnya akses terhadap modal, pasar dan kelembagaan pendukung lainnya, penguasaan lahan usahatani terbatas, produktivitas cenderung turun, harga sarana produksi semakin meningkat, harga panen rendah dan konversi lahan pertanian. Lahan pertanian yang telah dikonversi bersifat permanen, sehingga dibutuhkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan mempertahankan produksi.

Penelitian ini bertujuan menganalisis konversi lahan pertanian, menentukan komoditas unggulan berdasarkan zona agro ekologi, menganalisis usahatani komoditas unggulan berdasarkan zona agro ekologi dan menyusun strategi pembangunan sektor pertanian yang optimal di Kabupaten Bantul. Konversi lahan pertanian dianalisis secara diskriptif. Komoditas unggulan ditentukan berdasarkan nilai LQ > 1, nilai SSA positif dan pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi. Usahatani komoditas unggulan dianalisis dengan R/C, NKB dan

Titik Impas. Penyusunan strategi pembangunan sektor pertanian dengan pendekatan A’WOT.

Hasil analisis menunjukkan bahwa konversi lahan pertanian (sawah) ke non pertanian sebesar 213 ha dalam kurun waktu 5 tahun (2010-2014) atau 42,61 ha/tahun. Komoditas unggulannya adalah padi sawah, jagung, kedelai, kacang tanah, cabe, kacang panjang, kangkung, bayam dan sawi. Usahatani padi sawah sebagai komoditas unggulan lebih optimal (R/C = 2,17) dibandingkan komoditas non unggulan (R/C=1,99) dengan nilai keuntungan bersih (NKB = 1,13). Usahatani jagung sebagai komoditas unggulan lebih optimal (R/C = 1,78) dibandingkan non unggulan (R/C = 1,58) dengan nilai keuntungan bersih (NKB = 1,22). Usahatani kacang tanah sebagai komoditas unggulan lebih optimal (R/C = 1,54) dibandingkan non unggulan (R/C = 1,40) dengan nilai keuntungan bersih (NKB = 1,28). Usahatani cabe sebagai komoditas unggulan lebih optimal (R/C = 1,59) dibandingkan non unggulan (R/C = 1,52) dengan NKB = 1,12. Titik impas produksi padi sawah masing-masing (2.729kg/ha dan 2.883 kg/ha), jagung (2.645 kg/ha dan 2.946), kacang tanah (876 kg/ha dan 943 kg/ha) dan cabe (6.662 kg/ha dan 6.882 kg/ha). Prioritas strategi pembangunan sektor pertanian yang optimal di Kabupaten Bantul adalah melalui budidaya komoditas unggulan dan peningkatan kapasitas dan frekuensi penyuluhan, ketersediaan saprodi, kerjasama antar stakeholder, penyuluhan pengendalian konversi, saprodi murah dan berkualitas, motivasi kepada generasi muda, implementasi perlindungan lahan pertanian dan pemanfaatan lahan sesuai tata ruang wilayah.

(15)

RINGKASAN

NIA PERMATASARI. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Wilayah Berbasis Pertanian dalam Rangka Pengurangan Kemiskinan di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan AMZUL RIFIN.

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai perkembangan perekonomian lebih lambat dibandingkan perekonomian nasional dan memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Pulau Kalimantan. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan perekonomian daerah agar dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Kunci keberhasilan suatu pembangunan adalah perencanaan yang tepat. Perencanaan pada hakekatnya harus didasarkan pada masalah, kebutuhan dasar dan potensi wilayah agar pembangunan yang dilakukan tepat guna dan tepat sasaran sehingga mampu meningkatkan perekonomian daerah. Perencanaan pembangunan perlu dukungan anggaran agar keberhasilan tujuan, sasaran, program dan kegiatan dapat tercapai. Sektor pertanian merupakan kontribusi utama dalam struktur perekonomian masyarakat Kalimantan Barat. Pertanian menjadi sektor yang diharapkan mampu mengurangi kemiskinan, tetapi alokasi anggaran untuk sektor pertanian masih sangat kecil.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja keuangan daerah, kinerja sektor pertanian dan kemiskinan di Kalimantan Barat; mengidentifikasi keterkaitan antara kinerja keuangan daerah, kinerja sektor pertanian dan kemiskinan di Kalimantan Barat; serta merumuskan strategi pembangunan ekonomi wilayah berbasis pertanian dalam mengurangi kemiskinan di Kalimantan Barat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda dengan data panel terhadap 14 kabupaten/kota dengan periode penelitian tahun 2008-2013.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa masih rendahnya kinerja keuangan daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat. Hal tersebut tergambar melalui derajat desentralisasi fiskal yang relatif rendah yaitu kurang dari 10%, nilai derajat potensi daerah hanya sebesar 15% dan derajat ketergantungan daerah yang masih cukup tinggi yaitu sebesar 80%. Penduduk miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada subsektor perkebunan yakni 63.18% dari total penduduk miskin sektor pertanian.

Hasil analisis data panel menunjukkan pengaruh positif antara anggaran pertanian dengan PDRB pertanian. Adapun hubungan antara share pertanian terhadap tingkat kemiskinan adalah negatif. Temuan ini memperkuat keyakinan perlunya mendorong lebih kuat lagi pembangunan pertanian untuk mengurangi angka kemiskinan. Kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan yang tinggi (pro poor-growth) dilakukan dengan meningkatkan anggaran sektor pertanian terutama anggaran untuk pembangunan dan diarahkan untuk memperbaiki program-program penanggulangan kemiskinan.

(16)

RINGKASAN

WINA DWI FEBRINA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konversi Lahan Sawah dan Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Pulau Jawa. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan NOER AZAM ACHSANI.

Lahan merupakan sumberdaya yang secara fisik tidak dapat diproduksi sehingga persediaan lahan terbatas. Tingginya permintaan lahan untuk berbagai kegiatan yang cenderung melebihi persediaan lahan yang ada dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan lahan. Kelangkaan lahan mendorong terjadinya persaingan penggunaan lahan dimana peningkatan kebutuhan lahan untuk suatu kegiatan akan mengurangi ketersediaan lahan untuk kegiatan lainnya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya konversi lahan.

Terkait dengan permasalahan konversi lahan sawah di Indonesia, tentunya tidak terlepas dari peranan Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi. Pulau Jawa adalah produsen padi terbesar dengan lahan sawah terluas di Indonesia. Berdasarkan sebarannya, Pulau Jawa memiliki lahan sawah terluas yakni kurang lebih 3.231 ribu hektar atau 43% dari total luas lahan sawah di Indonesia. Oleh karena itu, terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di Pulau Jawa perlu mendapat perhatian karena mempunyai opportunity cost yang sangat besar, diantaranya dapat mempengaruhi kapasitas produksi padi lokal/nasional mengingat Pulau Jawa merupakan produsen padi terbesar di Indonesia, sehingga jika tidak diantisipasi, diduga akan berdampak pada kondisi pangan di masa depan.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan konversi lahan sawah, faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah dan dampaknya terhadap produksi padi di Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data panel terkait konversi lahan sawah tahun 1995-2013. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif, analisis regresi data panel dan fungsi produksi Cobb Douglas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sepanjang tahun 1995-2013 konversi lahan sawah terjadi di seluruh provinsi di Pulau Jawa dengan total luas konversi sebesar 370 ribu hektar atau sekitar 19 ribu hektar per tahun dengan laju sekitar 0,57 persen per tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya konversi lahan di Pulau Jawa adalah nilai tukar petani dan PDRB sektor industri pengolahan. Berdasarkan nilai elastisitasnya, secara parsial dapat diketahui bahwa nilai tukar petani dan PDRB sektor industri bersifat inelastis terhadap konversi lahan sawah di Pulau Jawa. Berdasarkan metode analisis deskriptif kuantitatif dan fungsi produksi Cobb Douglas diketahui bahwa konversi lahan sawah yang terjadi di Pulau Jawa selama kurun waktu 19 tahun (1995-2013) telah menyebabkan hilangnya kapasitas produksi padi sebesar 57,733 juta ton gabah atau sekitar 3,038 juta ton gabah per tahun. Bila dikonversikan setara beras, maka konversi lahan sawah menyebabkan hilangnya produksi sebesar 36,222 juta ton beras atau sekitar 1,906 juta ton beras per tahun. Berdasarkan elastisitasnya, luas lahan sawah bersifat elastis terhadap produksi padi.

(17)

RINGKASAN

WULAN METAFURRY. PERANAN COMMUNITY DEVELOPMENT PERUSAHAAN BATUBARA DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH, Studi Kasus Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi dengan potensi batubara yang cukup besar. Pada tahun 2013, total produksi batubara di Kalimantan Selatan sebesar 163,815,779.23 mt. Salah satu kabupaten yang menjadi penghasil batubara di provinsi ini adalah Tanah Bumbu yang merupakan kabupaten kedua penghasil batubara terbanyak di Kalimantan Selatan. Namun, ironisnya pertumbuhan ekonomi Tanah Bumbu tidak sepesat pertumbuhan pertambangan batubara, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan adalah dengan melaksanakan program community development (comdev).

Comdev adalah kegiatan pengembangan komunitas yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan komunitas dalam mencapai kondisi sosial-ekonomibudaya yang lebih baik bila dibandingkan dengan sebelumnya (Budimanta 2002; Rudito dan Famiola 2013). Dengan adanya programcomdev, komunitas diharapkan menjadi lebih mandiri dan memiliki kualitas kehidupan serta kesejahteraan yang lebih baik. Comdev merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban perusahaan pengelola pertambangan terhadap masyarakat dan lingkungan setempat yang disalurkan secara rutin. Akan tetapi, tidak setiap program comdev memberikan dampak yang positif, dimana salah satunya disebabkan oleh implementasi program yang tidak efektif.

Penelitian ini bertujuan (1) mengkaji manfaat pelaksanaan program comdev perusahaan batubara bagi masyarakat dan lingkungan di Kabupaten Tanah Bumbu, (2) mengkaji efektivitas pelaksanaan program comdev oleh perusahaan batubara di Kabupaten Tanah Bumbu, serta (3) menghitung kontribusi program comdev perusahaan batubara terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Tanah Bumbu. Analisis yang digunakan untuk mengukur manfaat comdev adalah Second Order Confirmatory Factor Analys (2nd CFA) (secara keseluruhan) dan Community Development Index (CDI) untuk analisis secara spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum manfaat dari program comdev telah dirasakan oleh masyarakat. Manfaat yang paling besar dirasakan oleh masyarakat adalah comdev di bidang kesehatan. Manfaat comdev di bidang ekonomi juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Bantuan modal yang berikan melalui kegiatan comdev dirasakan masyarakat cukup membantu perekonomian masyarakat. Selain dalam bentuk bantuan modal, salah satu program comdev adalah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada masyarkat untuk membangun usaha madiri. Sedangkan bantuan di bidang pendidikan dan infrastruktur meskipun manfaatnya cukup dirasakan oleh masyarakat namun kurang signifikan kontribusinya. Hal ini disebabkan bantuan infrastruktur sangat besar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang tinggal sangat dekat dengan perusahaan dan sebaliknya.

(18)

dan kesesuaian program. Efektivitas suatu program tercermin dari manfaat dirasakan oleh masyarakat penerima program. Dari model yang dibangun, pengaruh langsung efektivitas terhadapmanfaat adalah sebesar 1.02 dengan kontribusi sebesar 62 persen yang berarti bahwa program yang diberikan sudah cukup efektif sehingga manfaatnya dirasakan oleh masyarakat setempat.

Disisi lain, variabel dampak tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keefektifan program. Disadari comdev memang memberikan dampak positif, namun manfaat yang diterima dari kegiatan comdev tidak sebanding dengan dampak negatif yang diterima oleh masyarakat setempat. Selain itu, tidak semua program yang diberikan oleh perusahaan mampu menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan pertambangan, terutama masalah di bidang lingkungan. Meskipun demikian, kegiatan ini mampu meredam konflik

yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat setempat.

Hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk menghitung kontribusi comdev terhadap perekonomian wilayah menunjukkan program comdev yang dilakukan oleh perusahaan tambang di Kabupaten Tanah Bumbu telah memberikan manfaat yang signifikan terhadap perekonomian wilayah setempat serta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

(19)

RINGKASAN

YELLY REFITA.Evaluasi Efektivitas dan Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan ARIF IMAM SUROSO.

Program Sarjana Membangun Desa (SMD) merupakan suatu program Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian dengan menempatkan para lulusan perguruan tinggi bidang peternakan dan kesehatan hewan di kelompok ternak guna mengatasi kendala rendahnya kualitas SDM peternakan di pedesaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Program SMD sudah dilaksanakan sejak tahun 2007 dengan total kelompok penerima program 2.694 kelompok SMD.Namun sejauh ini dampak program SMD belum dapat meningkatkan kesejahteraan anggota kelompoknya.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program SMD. Evaluasi dilakukan melalui analisis kesesuaian potensi daerah penerima program SMD, evaluasi efektivitas program SMD hingga merumuskan strategi pengembangan program SMD.

Analisis kesesuaian potensi daerah penerima program SMD dilakukan dengan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP) digunakan untuk mengevaluasi efektivitas program SMD, sedangkan perumusan strategi pengembangan program SMD dilakukan dengan Analitical Hierarchy Process (AHP).

Hasil analisis LQ dan SSA menunjukkan bahwa program SMD dilaksanakan belum sesuai dengan potensi daerah penerimanya. Sebanyak 55,48% kabupaten penerima program SMD bukan wilayah basis peternakan, dan 55,59% tidak memiliki daya saing kompetitif pada sub sektor peternakan. Evaluasi efektivitas program SMD memperlihatkan bahwa program SMD belum efektif dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Faktor penghambat yang menyebabkan belum efektifnya Program SMD adalah belum adanya rencana kerja strategis, selain pemerintah pusat, peran lembaga lain dinilai masih kurang, terutama dalam proses seleksi dan pendampingan, anggaran pendampingan tidak tersedia di dinas kabupaten/kota dan perguruan tinggi, tokoh masyarakat belum dilibatkan dalam pelaksanaan program SMD, perencanaan bersifat top down, serta belum efektifnya proses pelaporan, monitoring dan evaluasi.Berdasarkan analisis AHP, strategi yang merupakan prioritas utama dalam peningkatan efektivitas program SMD adalah melalui penguatan sumberdaya manusia SMD dan kelompok ternak. Strategi ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengelolaan lahan kering untuk tujuan pengembangan pertanian yang ramah lingkungan dibutuhkan adanya konsep keterpaduan antara berbagai komponen teknologi

Apabila kita tertarik untuk melakukan pembelian barang atau melakukan transaksi secara angsuran tentu saja harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh masing- masing

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah panitia mengadakan penelitian terhadap Dokumen Penawaran menurut ketentuan – ketentuan yang berlaku, maka panitia mengumumkan

Kesadaran para pelajar Papua dalam usaha memahami bahasa Jawa yang digunakan dalam interaksi sosial di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal dapat dikatakan

Jadi, berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merupakan penelitian yang datanya berupa kata-kata atau ujaran seperti apa adanya dari penutur untuk menjaring medan makna verba

(Nilai yang ditanamkan: Jujur, Kerja keras, Toleransi, Rasa ingin tahu, Komunikatif, Menghargai prestasi, Tanggung jawab, Peduli

Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung paling lambat hari Senin tanggal 20 Mei 2013 Pukul 15.30 WIB. PANITIA PENGADAAN

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Daftar Pendek (Short List ) Nomor : 04/PBJ-Kons-SU/KP-6/IV.40/2013 tanggal 13 Mei 2013 dengan ini diumumkan Hasil Evaluasi Seleksi Umum Penyedia