• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Ekstrak Teripang Holothuria scabra Terhadap Artemia salina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Uji Toksisitas Ekstrak Teripang Holothuria scabra Terhadap Artemia salina"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TOKSISITAS EKSTRAK TERIPANG Holothuria scabra

TERHADAP Artemia salina

SKRIPSI

OLEH:

TRI RESKIYANTI ARAS

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(2)

ABSTRAK

TRI RESKIYANTI ARAS. Uji Toksisitas Ekstrak Teripang Holothuria scabra Terhadap Artemia salina. Di bawah bimbingan MUH FARID SAMAWI dan SHINTA WERORILANGI.

Teripang merupakan salah satu biota yang dapat dijadikan sebagai sumber senyawa bioaktif dari laut. Senyawa tersebut memiliki efek biologi seperti anti kanker, anti jamur, hemolisis dan aktivitas kekebalan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat toksisitas ekstrak teripang yaitu Holothuria scabra. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Brine Shrimp Lethalty Test (BSLT). BSLT merupakan salah satu metode awal untuk menduga tingkat toksisitas suatu substansi bahan alam dengan menggunakan larva udang Artemia salina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis teripang tersebut bersifat aktif terhadap uji BSLT yang ditandai dengan nilai LC50 kurang dari 1000 μg/ml. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak metanol dengan nilai LC50 0,5886 ppm, etil asetat dengan nilai 0,5886 ppm dan n-heksan dengan nilai 0,8556 ppm menunjukkan ekstrak bersifat sangat toksik dan berpotensi sebagai obat anti kanker, sedangkan ekstrak fraksi air nilai LC50 1380,22 ppm menunjukkan ekstrak bersifat tidak toksik.

(3)

UJI TOKSISITAS EKSTRAK TERIPANG Holothuria scabra

TERHADAP Artemia salina

Oleh:

TRI RESKIYANTI ARAS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Uji Toksisitas Ekstrak Teripang Holothuria scabra Terhadap Artemia salina

Nama : Tri Reskiyanti Aras Stambuk : L 111 08 261 Program Studi : Ilmu Kelautan

Fakultas : Ilmu Kelautan dan Perikanan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr.Ir. Muh. Farid Samawi, M.Si Dr. Ir. Shinta Werorilangi, M.Sc NIP. 19650810 1999103 1 006 NIP. 1967082 6199103 2 001

Diketahui oleh :

Dekan FIKP Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. A. Niartiningsih, MP Dr. Ir. Amir Hamzah Muhidin, M.Si NIP. 196112011987032002 NIP. 196311201993031002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Tri Reskiyanti Aras terlahir dari rahim seorang Ibu pada tanggal 29 September di Madandan, Makale Kabupaten Tana Toraja. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ambo Rappe S.Pd.I M.Pd.I dan Asiah Caku. Penulis mengawali pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri 80 Bulukumba pada tahun 1996, SMP Neg 6 Bulukumpa 2001 kemudian melanjutkan ke SMA Neg 1 Bulukumpa 2005.

Pada pertengahan tahun 2008, penulis mencoba peruntungan masuk ke perguruan tinggi dengan jalur UMB dan Alhamdulillah diterima di Universitas Hasanuddin Makassar pada Jurusan Ilmu Kelautan.

Selama menjadi mahasiswa, melalui pengkaderan Senat mahasiswa Ilmu Kelautan, sebuah organisasi dalam ruang lingkup mahasiswa Ilmu Kelautan UNHAS, penulis terdaftar sebagai Anggota Muda organisasi Marine Science Diving Club (MSDC), Anggota Unit Kegiatan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) Universitas Hasanuddin, selain itu penulis juga tergabung dalam organisasi di luar kampus yaitu ICI Moratti Makassar

Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan menyelesaikan Skripsi Penelitian dengan judul “Uji Toksisitas Ekstrak Teripang Holothuria scabra Terhadap Artemia salina”.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’ Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam maka tiada lain yang patut penulis puji selain Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayahNya telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan keteguhan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis sadar bahwasanya skripsi sederhana ini tidak mungkin tersusun seperti sekarang tanpa petunjuk, koreksi, saran serta motivasi dari berbagai pihak, sehingga wajarlah kiranya jika pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka semua.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :

1. Kedua orang tua, Ibunda Asiah Caku dan Ayahanda Ambo Rappe S.Pd.I M.Pd.I serta Kakanda Nurhidayah Aras, S.Si yang tercinta yang telah mencurahkan semua yang mereka miliki demi anaknya termasuk doa dan dorongan untuk selalu sukses dalam kebaikan.

2. Dr. Ir. Muh. Farid Samawi, M.Si dan Dr. Ir. Shinta Werorilangi, M.Sc Selaku pembimbing dalam penyelesaian skripsi yang banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi yang lebih baik.

3. Seluruh dosen Ilmu Kelautan sebagai orang tua kami di kampus yang telah ikhlas dalam membagi ilmu mereka kepada kami yang akan menjadi bekal di masa depan.

4. Senat Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Universitas Hasanuddin, yang telah memperkenalkan penulis kepada dunia berlembaga dalam wilayah kampus khususnya yang menyangkut dunia kelautan.

(7)

5. Daeng Te’ne & Mone’ yang juga sebagai orang tua kami yang senantiasa menyediakan berbagai suguhan makanan dan minuman yang enak untuk melepas lapar dan dahaga kami di saat kelaparan dan kehausan.

6. MEZEIGHT Ilmu Kelautan, saya ingin mengucapkan ”YOUR ARE MY BEST FRIEND’S”. Tiada kata yang dapat mewakili untuk persahabatan ini. Tiada kata yang mewakili untuk birunya persaudaraan ini.

7. Para senior Ilmu Kelautan, terima kasih atas tuntunannya selama ini. Terima kasih untuk kekeluargaan yang abadi ini. Sekali lagi terima kasih seniorku.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat berterima kasih bila ada kritikan, dan masukan yang bersifat membangun guna perbaikannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu alaikum Wr. Wb

Makassar, Mei 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Kegunaan ... 2

C. Ruang Lingkup ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Teripang Holothuria scabra ... 3

1. Klasifikasi ... 3

2. Karakteristik Biologi dan Habitat Teripang ... 3

3. Potensi Bioaktif Teripang Holothuria scabra ... 5

B. Ekstraksi ... 6

C. Brine shim Lethality test ... 7

D. Lethal Concentration 50 (LC50 ) ... 8

E. Hewan Uji Artemia salina ... 9

a. Klasifikasi... 9

b. Sifat dan Morfologi ... 10

F. Analisis probit ... 11

III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat ... 12

B. Alat dan Bahan ... 13

C. Prosedur Penelitian ... 13

a. Persiapan ... 14

b. Ekstraksi sampel ... 15

c. Penyiapan Larva hewan uji ... 16

b. Pembuatan konsentrasi ... 16

c. Uji Larva Artemia salina ... 16

D. Analisis Data ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Ekstraksi ... 18

B. Fraksinasi ... 19

C. Uji Toksisitas ... 20

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 25

B. Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tingkat Nilai toksisitas LC50 ... 9 2. Nilai Probit ... 11 3. Perbandingan berat, persentasi fraksi ekstrak n-heksan,

etil asetat, dan air ... 19 4. Pengukuran Nilai LC50 dengan Metode BSLT ... 20 5. Persentase kematian kontrol pada pengujian toksisitas larva

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Holothuria scabra ... 3

2. Skema daur hidup Artemia salina ... 10

3. Peta Pulau Barrang Caddi Kota Makassar ... 12

4. Tahapan penelitian ... 14

5. Hasil loifilisasi Ekstrak Holothuria scabra ... 18

6. Analisis probit ekstrak metanol ... 21

7. Analisis probit ekstrak n-heksan ... 22

8. Analisis probit ekstrak etil asetat ... 22

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Perhitungan LC50 24 Jam Ekstrak teripang Holothuria scabra terhadap Artemia salina Menurut metode grafik probit

log konsentrasi ... 28 2. Tingkat Toksisitas LC50 24 Jam ekstrak teripang Holothuria scabra

terhadap Artemia salina ... 29 3. Dokumentasi Tahapan Penelitian ... 30

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut yang sangat tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan. Pencarian obat-obatan berbahan dasar biota laut terkait dengan meningkatnya sifat resistensi berbagai penyakit terhadap berbagai penyakit terhadap jenis obat-obatan yang sudah ada (Yan, 2004).

Pengembangan senyawa kimia terhadap sel kanker lebih cenderung berasal dari mikroba dan bahan alam laut. Senyawa obat anti kanker saat ini belum memenuhi kriteria untuk membantu menghambat sel kanker tanpa berpengaruh terhadap jaringan normal, dan penggunaan klinis obat tersebut masih dipertimbangkan pengaruh toksisitasnya dalam upaya penentuan dosis terapi optimal.

Salah satu biota laut yang menghasilkan senyawa aktif adalah teripang. Teripang merupakan hewan invertebrata yang tersebar luas di perairan Indonesia. Biota ini bergerak lambat dan hidup pada substrat pasir, lumpur berpasir, serta lingkungan terumbu (Rohani, 2009).

Beberapa penelitian tentang uji toksisitas ekstrak teripang family Holothuridae khususnya species Actinopyga miliaris, Holothuria leucospilota, Bohadschia argus, Bohadschia marmorata telah dilakukan dan dinyatakan berpotensi sebagai bahan baku obat anti kanker (Albuntana et al.,2011).

Efek penyembuhan tersebut mungkin disebabkan senyawa bioaktif yang terdapat pada tubuh teripang seperti saponin (triterpen glikosida) (Dyick et al.,2010). Saponin dihasilkan sebagai salah satu bentuk pertahanan diri secara kimiawi bagi teripang di alam. Senyawa tersebut selain diduga digunakan sebagai pertahanan diri dari predator, juga diyakini memiliki efek biologis

(13)

termasuk diantaranya sebagai anti jamur, sitotoksik melawan sel tumor, hemolisis, aktivitas kekebalan tubuh dan anti kanker (Zhang et al., 2006).

Uji toksisitas larva udang merupakan salah satu pengujian toksisitas yang cepat, aman, praktis dan ekonomis untuk skrining, fraksinasi, dan penentuan bioaktivitas senyawa bahan alam. National Cancer Institute United State of America (NCI USA) telah menemukan hubungan yang signifikan antara pengujian toksisitas terhadap nauplius udang (Bhrine Shrimp Lethality Test) dengan penghambatan sel tumor manusia secara in vitro.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah apakah teripang pasir (Holothuria scabra) memiliki aktivitas sitotoksik yang diuji dengan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT).

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji daya racun ekstrak kasar dari Holothuria cabra terhadap Artemia salina untuk melihat potensi anti kanker. Sedangkan kegunaannya adalah memberikan informasi mengenai khasiat teripang serta kemungkinan pemanfaatannya sebagai bahan baku obat anti kanker.

C. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ekstraksi teripang jenis Holothuria scabra dan fraksi ekstrak kasar dengan menggunakan uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Teripang Holothuria scabra 1. Klasifikasi

Menurut Wibowo et al. (1997) dan Martoyo et.al. (2004), klasifikasi teripang Holothuria scabra (Gambar 1) :

Kingdom : Animalia Phylum : Echinodermata Class : Holothuridea Order : Aspidochirotida Family : Holothuriidae Genus : Holothuria

Species : Holothuria scabra

Gambar 1. Holothuria scabra

2. Karakteristik Biologi dan Habitat Teripang

Teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit duri atau berbintil (Echinodermata). Permukaan kulit teripang biasanya kasar, karena ada duri-duri lunak (papilla) yang kecil tidak teratur, atau dengan tonjolan-tonjolan besar yang merupakan modifikasi dari papilla (Martoyo et al., 2007). Duri teripang ini

(15)

merupakan kerangka kapur yang letaknya tersebar pada daging (Yasin, 1972 dalam Andari et al., 1988).

Tubuh teripang umumnya berbentuk bulat panjang atau silindris sekitar 10-30 cm, dengan mulut pada salah satu ujungnya dan dubur pada ujung lainnya. Mulut teripang dikelilingi oleh tentakel-tentakel atau lengan peraba yang kadang bercabang-cabang. Tubuhnya berotot (dapat tipis atau tebal, lembek, atau licin), sedangkan kulitnya dapat halus dan berbintil-bintil. Warnanya bermacam-macam, ada yang hitam pekat, cokelat, abu-abu, mempunyai bercak-bercak atau garis-garis pada punggung dan sisinya. Untuk Melindungi diri dari musuhnya, teripang mengeluarkan lendir yang beracun dari tubuhnya. Adapula jenis yang dapat menyemprotkan getah seperti benang yang sangat lengket dari tubuhnya apabila diganggu, misalnya teripang getah (Holothuiria vacabunda) (Ghufran, 2010).

Menurut Radiopoetro, 1986 dalam Andari (1988), di dalam kloaka terdapat pipa berupa kelenjar dengan getah yang sangat pekat. Bila teripang diserang, pipa-pipa ini akan mengeluarkan getah yang dapat menjadi benang untuk menjerat penyerang.

Secara umum, teripang digolongkan ke dalam Dioecious, karena mempunyai alat kelamin jantan dan betina yang terpisah satu sama lain. Namun, pengamatan untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara visual sulit dilakukan (Buzzat (1960) dalam Nasir, 1995). Perbedaannya akan tampak jelas bila dilihat di mikroskop dengan menyayat bagian organ kelamin jantan dan betina. Organ kelamin betina berwama kekuning-kuningan dan berubah menjadi kecokelat-cokelatan bila sudah matang kelaminnya. Sedangkan organ kelamin jantan berwama bening keputihan. Holothuria scabra warna hitam keabu-abuan di bagian atas dengan warna gelap keriput tapi lebih pucat di bawah. Tumbuh hingga memiliki kulit lentur (Martoyo et al., 2007).

(16)

Pada umumnya teripang hidup sebagai bentik di tempat berpasir atau tempat yang agak lunak (pasir berlumpur). Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai, mulai daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Untuk hidupnya, teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif tenang (Andari et al., 1988). Hewan ini bergerak lamban di dasar perairan yang gelap, di bawah batu, di sela-sela lamun dan karang atau menguburkan diri di dalam pasir (Martoyo et al., 2007).

Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan mutu air yang cukup baik. Habitat yang ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33 ‰ yang memiliki kisaran pH 6,5-8-5, kecerahan air laut 50-150 cm, kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm, dan suhu air laut berkisar antara 20-25ºC (Wibowo et al. (1997) dalam Meydia, 2006).

Menurut Martoyo et al. (2007), teripang yang terdapat di peraitan Indonesia adalah dari genus Holothuria, Muelleria, dan Stichopus . Menurut Andari et al., (1988) Famili Stichopopidae pada terbatas pada perairan litoral dan sublitoral.

3. Potensi Bioaktif Teripang Holothuria scabra

Teripang memiliki kandungan senyawa bioaktif yang potensial. Selain menjadi bahan makanan, teripang juga mempunyai manfaat sebagai anti biotik, anti bakteri, anti tumor, anti koagulan, anestesi (Berry, 1972 dalam Tampubolon dan Zahiruddin, 1998), untuk mempercepat penyembuhan luka, memperkuat tulang dan sendi, anti tumor dan anti bakteri (Cahturqlho, 2008).

Bahan bioaktif di dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang membantu mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan anti bakteri dan anti fungi teripang meningkatkan kemampuannya untuk tujuan

(17)

perawatan kulit. Teripang juga diketahui mempunyai efek antinosiseptif (penahan sakit) dan anti-inflamasi (melawan radang dan mengurangi pembengkakan) (Wibowo et al. (1997) dalam Kustiariyah, 2006).

B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain (Rahayu, 2009). Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Sudjadi, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan (Khopkar, 2003 dalam Priyatmoko, 2008). Pelarut yang digunakan tergantung dari sifat komponen yang akan diisolasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah sifat polaritas bahan. Sifat polaritas bahan harus sama dengan polaritas pelarut agar bahan dapat larut. Ada tiga jenis pelarut, yaitu pelarut polad, semi-polar dan non polar (Houghton dan Raman, 1998 dalam Meydia, 2006). Prinsip pemilihan pelarut adalah like dissolve like, artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar (Achmadi, 1992 dalam Nugraheny, 2001).

Pemilihan pelarut juga didasarkan pada titik didihnya. Pelarut bertitik didih rendah akan hilang karena penguapan, sedangkan pada pelarut bertitik didih tinggi baru dapat dipisahkan pada suhu tinggi (Sabel dan Waren, 1973 dalam Meydia, 2006). Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang

(18)

relatif sama kepolarannya. Semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin polar pelarut tersebut (Pelczar dan Chan, 1988).

Proses ekstraksi terdiri dari penghancuran bahan, penimbangan, perendaman dengan pelarut, penyaringan, dan tahap pemisahan. Perendaman yang dilakukan dengan cara maserasi (Khopkar (1993) dalam Priyatmoko, 2008). Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia (bahan alami) dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari (Dinda, 2008).

Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak (Dinda, 2008).

Proses ekstraksi secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu ekstraksi padat-cair (solid-liquid extraction) dan ekstraksi cair-cair (liquid-liquid extraction). Ekstraksi padat-cair pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi senyawa atau molekul-molekul dari bahan alam. Sedangkan ekstraksi cair-cair pada umumnya digunakan dalam proses separasi atau pemurnian senyawa dari alam maupun senyawa produk dari suatu reaksi kimia (Pavia et al., 1995).

C. Brine Shimp Lethality Test

Penelitian fitokimia saat ini lebih ditekankan pada penelitian untuk mendapatkan senyawa bioaktif. Uji hayati yang digunakan untuk tujuan ini sebaiknya sederhana cepat, ekonomis dan memiliki korelasi statistik yang valid dengan bioaktivitas yang diinginkan (Anderson, 1991).

Terdapat empat metode pengujian sitotoksisitas yang dikembangkan untuk pencarian produk alam yang potensial sebagai bahan antikanker, yaitu

(19)

“Brine Shrimp Lethality Test”, “Lemmna Minor Bioassay”, “Crown-Gall Potato Disc Bioassay”, dan pengujian pada pembelahan sel telur bulu babi (Mc. Laughli. et al., 1991).

Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam. Metode ini menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BST ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BST jika harga LC50 < 1000 µg/ ml.

Pemikiran bahwa efek farmakologi adalah toksikologi sederhana pada dosis yang rendah dan sebagian besar senyawa anti tumor adalah sitotoksik, maka digunakan “Brine Shrimp Lethality Test”. Akan tetapi pengujian lethalitas yang sederhana tidak spesifik untuk anti tumor, tetapi merupakan indikator sitotoksisitas yang baik dengan pengujian anti tumor lainnya, seperti uji leukemia tikus. Prosedur ini menentukan nilai LC50 dalam µg/ml dari ekstrak dan senyawa aktif dalam medium air asin. Aktivitas yang luas dari senyawa aktif yang diketahui dianggap terhadap udang, akan tetapi prosedur yang sederhana, biaya yang rendah, dan korelasinya terhadap pengujian sitotoksitas dan pengujian anti tumor membuat pengujian ini sebagai uji pendahuluan untuk aktivitas anti tumor yang sesuai dan dapat dilakukan secara rutin di laboratorium dengan fasilitas sederhana (Meyer, 1982).

D. Lethal Concentration 50 (LC50)

LC50 digunakan untuk perlakuan secara inhalasi atau percobaan toksisitas dalam media air (Klaassen, 1986). Pengujian efek toksik dengan larva

(20)

Artemia salina, dihitung dengan metode LC50 yang mana kematian setelah 6 jam pemaparan dimasukkan kedalam kategori LC50 akut dan pemaparan setelah 24 jam digolongkan LC50 kronis, akan tetapi dalam pengerjaannya biasanya digunakan perhitungan LC50 setelah 24 jam mengingat kelarutan ekstrak yang sukar larut membutuhkan waktu yang lebih panjang. Penunjukan efek toksik yang dihasilkan memberikan indikasi terganggunya proses pembentukan sel. Dalam hal ini diasumsikan sebagai sel kanker (Anderson et.al., 1991).

Penentuan LC50 dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan grafik probit log konsentrasi, metode grafik, perhitungan secara matematik. Penentuan metode grafik probit konsentrasi dilakukan dengan menempatkan persentase respons dari tiap kelompok hewan pada ordinat dan logarithm a dosis obat yang diberikan secara absis (Loomis, 1978).

Tabel 1. Tingkat Nilai Toksisitas LC50 (Anderson, 1991)

No Nilai LC50 (µg/ml) Tingkat Toksisitas

1 0-250 Sangat Toksik

2 250-500 Toksik

3 500-750 Sedang

5 750-1000 Tidak Toksik

E. Hewan Uji Artemia salina a. Klasifikasi

Mujiman (1988), Artemia salina adalah salah satu jenis crustacea tingkat rendah yang termasuk kedalam :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda Order : Anostraca

Family : Artemidae Genus : Artemia

(21)

b. Sifat dan Morfologi

Artemia hidup sebagai zooplankton di perairan yang berkadar garam tinggi (antara 15 – 300 per mil). Suhu yang dikehendaki berkisar antara 25 - 30 °C, oksigen terlarut sekitar 3 mg/l, dan pH antara 7,3 – 8,4.

Gambar 2. Skema Daur Hidup Artemia salina (Anonim, 1990) Artemia memiliki beberapa fase dalam daur hidupnya yakni :

Kista : kista setelah dimasukkan dalam air laut (5-70 %) akan mengalami hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolism embrio yang aktif. Sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih di bungkus oleh selaput.

Nauplius : beberapa saat setelah embrio muncul, selaput penetasan pecah dan muncul nauplius yang berenag bebas. Nauplius ini adalah larva stadium instar pertama berwarna orange kecoklatan karena adanya kandungan kunig telur (yolk egg).

Dewasa : Artemia dewasa dicirikan oleh adanya sepasang mata majemuk bertangkai, antena sensor, saluran pencernaan dan 11 pasang thoracopoda.

(22)

Perkembangbiakan Artemia salina ada 2 cara yakni parthenogenesis dan biseksual. Pada Artemia yang termasuk jenis parthenogenesis populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk telur dan embrio berkembang dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada Artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari jantan dan betina yang berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi. Hasil perkembangbiakan dapat terjadi secara ovovivipar, telur berkembang menjadi nauplius (Anonim, 1990). Uji aktivitas dengan Brine Shrimp Lethality Tes menggunakan larva Artemia salina pada fase nauplius yang aktif, yang telah berumur 48 jam digunakan sebagai hewan uji dalam penelitian pemantauan aktivitas sitotoksik senyawa bioaktif teripang (Alam, 2002).

F. Analisis Probit

Analisis probit adalah jenis regresi digunakan untuk menganalisis variable respon binomial. Analisis probit (Finney, 1971; Heinrich et al., 1981) untuk mendapatkan nilai LC50 apabila mortalitas pada perlakuan kontrol lebih besar 0 % dan lebih kecil 20 % maka mortalitas artemia pada perlakuan dikoreksi dengan formula Abbot (1925), Trisyono and Whalon (1997) dan Trisyono and Whalon (1999). Nilai Probit dapat dilhat pada tabel analisis probit (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai Probit Menurut Vilchez et al, (2001)

Persentase 0 2 4 6 8 0 - 2.95 3.25 3.45 3.59 10 3.72 3.82 3.92 4.01 4.08 20 4.16 4.23 4.29 4.36 4.42 30 4.48 4.53 4.59 4.64 4.69 40 4.75 4.8 4.85 4.9 4.95 50 5.00 5.05 5.10 5.15 5.2 60 5.25 5.31 5.36 5.41 5.47 70 5.52 5.58 5.64 5.71 5.77 80 5.84 5.92 5.99 6.08 6.18 90 6.28 6.41 6.55 6.75 7.05 99 7.33 7.41 7.46 7.65 7.88

(23)

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Desember 2012 – April 2013. Lokasi pengambilan sampel teripang Holothuria scabra dilakukan di Pulau Barrang Caddi, Kota Makassar (Gambar 3). Proses ekstraksi dan uji Brine Shrimp Lethality Test dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Laut, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin Makassar.

(24)

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aerator digunakan untuk penyuplai O2 untuk biakan hewan uji, batang pengaduk untuk mengaduk ekstrak, bejana maserasi untuk tempat maserasi, corong tempat menuang cairan, corong pisah untuk tempat memisahkan ekstrak polar dan non polar, cawan untuk tempat mengeringkan ekstrak, chember untuk tempat menjenuhkan eluen, erlemeyer 100 ml untuk tempat ekstrak, exicator untuk tempat penyimpanan sampel, gelas uku 50 ml untuk tempat untuk mengukur cairan, kamera digital untuk dokumentasi sampel, kaca pembesar sebagai alat bantu pengelihatan pada saat pengujian, mikropipet untuk pengukur konsentrasi ekstrak, oven listrik untuk pemanas, pipet tetes untuk mengambil hewan uji, pipet volume 10 ml untuk mengambil cairan, rotavavor untuk ekstraksi sampel. stoples untuk tempat biakan Artemia, timbangan analitik untuk menimbang ekstrak, vial sebagai wadah pengujian.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air laut untuk media penetasan hewan uji, etil asetat teknis untuk pelarut polar, kertas saring untuk menyaring sampel, kista Artemia untuk biakan murni Artemia, methanol teknis untuk pelarut maserasi, n-heksan teknis sebagai pelarut non polar, etil asetat teknis sebagai pelarut semi polar sampel alami Holothuria scabra untuk sampel uji.

C. Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian yang dilaksanakan diperlihatkan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 4.

(25)

Gambar 4. Tahapan Penelitian a. Penyiapan Bahan Penelitian

1. Pengambilan sampel

Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah teripang Holothuria scabra yang diambil dari perairan Pulau barrang caddi.

2. Pengolahan Sampel

Sampel teripang dibersihkan dimasukkan ke dalam kantung plastik yang diisi air laut agar sampel tetap segar ketika sampai di laboratorium. Sampel dimasukkan ke dalam cool box untuk dibawa ke laboratorium.

Penyiapan Bahan penelitian: - Pengambilan sampel - Pengolahan sampel

Ekstraksi sampel :

- Ekstrak secara maserasi - Fraksinasi ekstrak

berdasarkan kepolaran

Pengujian Larva Hewan Uji Artemia salina

Uji Toksisitas

Analisis Data

(26)

b. Ekstraksi Sampel

1. Ekstraksi Secara maserasi dengan Metanol

Prosedur maserasi menurut Tobo et al. (2001), yaitu sebagai berikut : sampel dipotong kecil lalu ditimbang 400 gr. Sampel direndam dengan metanol sebanyak 400 ml dalam bejana maserasi ditutup dan dibiarkan selama 24 jam dan terlindung dari cahaya matahari, kemudian disaring. Ampas direndam lagi dengan metanol dan dibiarkan selama 24 jam. Penyarian dilakukan sebanyak 3 kali. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotavapor hingga diperoleh ekstrak teripang pekat, ekstrak diangin-anginkan untuk menguapkan sisa methanol diatas penangas air hingga cairan methanol bebas dari sampel kemudian di lakukan fraksinasi.

2. Fraksinasi ekstrak berdasarkan kepolaran

Prosedur fraksinasi ekstrak menurut Harborne (1987), sebagai berikut : a) Fraksinasi n – heksan

Ekstrak pekat teripang ditambah 50 ml air suling, kemudian diektraksi dengan n-heksan sebanyak 50 ml dengan corong pisah. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali. Lapisan n-heksan dipisahkan dan kemudian diuapkan hingga diperoleh ekstrak n-heksana pekat dan kering, hasil fraksinasi tersebut dibuat sampel uji.

b) Ekstraksi dengan Etil asetat

Lapisan air dari pemisahan n-heksana diekstraksi dengan etil asetat dalam corong pisah sebanyak 50 ml yang diulang sebanyak 3 kali. Lapisan etil asetat dipisahkan dan ditampung kemudian diuapkan sampai bebas etil asetat, kemudian ditimbang sesuai kebutuhan untuk pembuatan sampel uji. Fraksi air yang diperoleh juga diuapkan hingga kering, setelah kering ditambahkan pelarut metanol kemudian disentrifus diperoleh endapan garam dan methanol dipisahkan dan dikeringkan, ditimbang sesuai kebutuhan.

(27)

c) Penyiapan larva hewan uji (Artemia salina)

Sebanyak 50 mg telur Artemia salina direndam dalam wadah yang berisi air selama 10 – 15 menit, telur yang ada di dasar wadah diambil kemudian ditetaskan dalam wadah yang berisi air laut di bawah cahaya lampu 25 watt, dan dilengkapi dengan aerator. Telur Artemia akan menetas dan menjadi larva setelah 48 jam. Larva yang berumur 2 hari yang digunakan sebagai hewan uji (Mujiman, 1988).

d) Pembuatan Konsentrasi sampel uji

McLaughlin, et al. (1991). Membagi konsentrasi larutan uji untuk BST 1000 µg/ml, 100 µg/ml, 10 µg/ml. Ekstrak Metaol, n-heksan, etil asetat, di timbang 40 mg, dilarutkan dengan pelarutnya masing-masing sebanyak 4 ml, hingga diperoleh konsentrasi larutan stok 10.000 µg/ml. Dari larutan stok ini dipipet ke dalam vial masing-masing sebanyak 1000 µg/ml, 100 µg/ml, 10 µg/ml dengan menggunakan mikropipet.

Untuk Konsentrasi 1000 µg/ml larutan induk dipipet 0,5 ml ke dalam vial uji ditambahkan air laut hingga 5 ml. Konsentrasi 100 µg/ml larutan induk diencerkan, 0,5 ml dipipet ditambahkan metanol hingga diperoleh konsentrasi 1000 µg/ml, kemudian dipipet lagi 0,5 ml ke dalam vial uji lalu ditambahkan air laut hingga 5 ml. Untuk Konsentrasi 10 µg/ml dibuat larutan uji 100 µg/ml dengan cara yang sama. selanjutnya diuapkan hingga pelarutnya menguap. Untuk kontrol digunakan air laut dan pelarutnya dengan perlakuan yang sama dengan sampel.

e) Uji larva Artemia salina

Larva Artemia salina dimasukkan sebanyak 10 ekor ke dalam masing-masing vial yang berisi ekstrak Metanol, n-heksan, etil asetat, Volumenya dicukupkan dengan menggunakan air laut sampai 10 ml. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali untuk tiap-tiap ekstrak dan pembanding. Selanjutnya disimpan

(28)

ditempat yang cukup mendapat sinar lampu. Pengamatan dilakukan setiap 6 jam selama 24 jam, diamati jumlah larva yang mati.

C. Analisis Data

Dari data larva yang diamati setelah 24 jam dari tiap konsentrasi sampel ekstrak dan kontrol dihitung dan ditabulasi. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan analisis probit (Mursisi, 1984).

(29)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekstraksi

Analisis dimulai dengan pengolahan sampel teripang untuk memperoleh ekstrak teripang melalui proses maserasi dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Hasil penyaringan maserasi selanjutnya dirotarivapor untuk menguapkan metanol. Ekstrak pekat dari teripang diperoleh melalui liofilisasi. Ekstrak pekat difraksinasi dengan menggunakan pelarut etil asetat dan n-heksan. Etil asetat digunakan untuk menarik komponen polar yang kemungkinan masih ada dalam ekstrak pekat teripang sedangkan n-heksan digunakan untuk menarik komponen non polar (Lampiran 3). Ekstrak pekat metanol diperoleh sebanyak 3,05 g.

(30)

B. Fraksinasi

Pada penelitian ini ekstrak dilanjutkan ke tahap fraksinasi dengan menggunakan etil asetat (semi polar) dan n-heksan (non polar), hasil fraksinasi ekstrak teripang Holothuria scabra menghasilkan berat fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi air berturut-turut adalah 0,329 g, 0,05 g, 2,458 g.

Tabel 3. Perbandingan berat, persentasi fraksi ekstrak n-heksan, etil asetat dan air

No Fraksi Berat Ekstrak % Ekstrak

1 n-heksan 0.329 11.6

2 Etil asetat 0.05 1.8

3 Air 2.458 86.6

Berdasarkan hasil penelitian, dari 2 gram ekstrak teripang Holothuria scabra, yang paling kecil terikat adalah fraksi etil asetat yaitu sebesar 1,8 %, begitu juga fraksi etil asetat yaitu sebesar 11,6 % sedangkan sisanya sebesar 86,6 % ekstrak tertarik ke dalam pelarut air.

Menurut Zhang et al. (2006) senyawa metabolit yang dominan dihasilkan teripang berupa saponin. Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yang kerangka dasarnya berhubungan dengan struktur gugus glukosa dan triterpenoid. Apabila senyawa tersebut dihidrolisis akan menghasilkan suatu senyawa triterpenoid dan glikosida (gula).

Glikosida (gula) sangat banyak mengandung gugus OH-, sehingga sangat baik larut dalam air (Fessenden & Fessenden, 1982). Senyawa saponin larut dalam air sehingga senyawa aktif tersebut terkonsentrasi pada pelarut yang bersifat polar (Wu et al., 2007).

Kemungkinan lainnya adalah, karena sampel yang digunakan adalah sampel yang berasal dari laut yang mengandung banyak partikel garam. Oleh

(31)

sebab itu persentasi fraksi air jauh lebih tinggi karena garam hanya larut ke dalam fraksi air bila dibandingkan dengan fraksi etil asetat dan n-heksan.

C. Uji Toksisitas

Data hasil pengujian toksisitas ekstrak teripang Holothuria scabra terhadap larva Artemia salina dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengukuran Nilai LC50 dengan Metode BSLT

Sampel Kons (μg/ml)

Log Kons

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 % Mati % Terkoreksi Probit LC50 μg/ml Mati Hidup Mati Hidup Mati Hidup

Ekstrak Metanol 1000 3 10 0 10 0 10 0 100 99,16 7.88 0,5886 100 2 10 0 10 0 10 0 100 99,16 7.88 10 1 10 0 6 4 10 0 86.6 86.66 6.08 Ekstrak 1000 3 10 0 10 0 10 0 100 99,16 7.88 0,5886 n-heksan 100 2 10 0 10 0 10 0 100 99,16 7.88 10 1 10 0 10 0 6 4 86 86,66 6.08 Ekstrak etil asetat 1000 3 10 0 10 0 10 0 100 99,16 7.88 0,8556 100 2 10 0 10 0 10 0 100 99,16 7.88 10 1 9 1 8 2 7 3 80 80 5.84 Ekstrak Fraksi Air 1000 3 0 10 0 10 0 10 0 0,8 3,25 1380,22 100 2 0 10 0 10 0 10 0 0,8 3,45 10 1 0 10 0 10 0 10 0 0,8 3,59

Uji toksisitas terhadap Artemia salina dengan ekstrak metanol dilakukan dengan 3 kali replikasi pada masing-masing konsentrasi 10, 100, 1000 μg/ml. Pada konsentrasi 10 μg/ml kematian 100 % hewan uji terjadi pada replikasi 1 dan 2 sedangkan kematian > 50 % terjadi pada replikasi 3 dengan probit 6,08.

Dari Tabel 4 diketahui bahwa konsentrasi terendah dari ekstrak teripang telah memberikan efek kematian pada Artemia salina sekitar 86,66 % dan kematian 100 % ditunjukan pada konsentrasi 100 dan 1000 μg/ml. Dengan demikian ekstrak teripang dengan pelarut metanol memberikan efek toksik.

Pengujian toksisitas ekstrak teripang terhadap Artemia salina dengan pelarut n-heksan juga dilakukan dengan 3 kali replikasi pada masing-masing

(32)

konsentrasi yakni 10, 100, 1000 μg/ml. Kematian 100 % dengan probit 7,88 diperoleh pada konsentrasi ekstrak 100 dan 1000 μg/ml, sedangkan pada konsentrasi 10 μg/ml ekstrak teripang menyebabkan kematian sebesar 86 % dengan nilai probit 6,08. Pada replikasi 1 dan 2 untuk konsentrasi 10 μg/ml kematian Artemia salina 100 % namun mengalami penurunan pada replikasi ke 3.

Pengujian toksisitas ekstrak teripang terhadap Artemia salina dengan pelarut air laut dari ekstrak fraksi air juga dilakukan dengan 3 kali replikasi pada masing-masing konsentrasi yakni 10, 100, 1000 μg/ml. Kematian 0 % dengan pada semua konsentrasi ekstrak 100 dan 1000 μg/ml, dengan nilai probit 3.59, 3.45, 3.25. hasil yang berbeda dari ekstrak metanol, n-heksan dan etil asetat.

Grafik log konsentrasi dan mortalitas probit uji toksisitas ekstrak teripang Holothuria scabra terhadap Artemia salina terjadi pada gambar 6, 7, 8 dan 9.

Gambar 6. Analisis probit ekstrak metanol

y = 0.9x + 5.48 R² = 0.75 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 M o rt al it a s P ro b it Log Konsentrasi

(33)

Gambar 7. Analisis probit ekstrak n-heksan

Gambar 8. Analisis Probit Ekstrak Etil asetat

Gambar 9. Analisis Probit Ekstrak Fraksi air

y = 0.9x + 5.48 R² = 0.75 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 M o rt a lit a s Pro b it Log Konsentrasi y = 1.02x + 5.16 R² = 0.75 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 M o rt a lit a s Pro b it Log Konsentrasi y = -0.17x + 3.77 R² = 0.989 3.2 3.25 3.3 3.35 3.4 3.45 3.5 3.55 3.6 3.65 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 M o rt a lit a s Pro b it Log Konsentrasi

(34)

Uji toksisitas teripang terhadap Artemia salina juga dilakukan pada ekstrak etil asetat dengan 3 variasi konsentrasi yaitu 10, 100, 1000 μg/ml dengan 3 kali replikasi. Pada konsentrasi 10 μg/ml terjadi penurunan kemampuan toksik mulai dari replikasi 1 hingga replikasi 3 dengan persentase total kematian udang 80 % dengan probit 7,88. Konsentrasi kematian 100 % diperoleh pada konsentrasi 100 dan 1000 μg/ml pada ke 3 replikasi dengan nilai probit 7,88. Tabel 4. Persentase kematian Kontrol pada Pengujian Toksisitas Larva Artemia

salina

No Pelarut Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

Total

% Mati Mati Hidup Mati Hidup Mati Hidup Mati Hidup

1 Metanol 0 10 0 10 0 10 0 30 0

2 Etil asetat 0 10 0 10 0 10 0 30 0

3 n-heksan 0 10 0 10 0 10 0 30 0

4 Air laut 0 10 0 10 0 10 0 30 0

Uji toksisitas ekstrak teripang terhadap Artemia salina pada kontrol menunjukkan hasil 0 % kematian (Tabel 4).

Hasil analisa probit pengujian toksisitas ekstrak n-heksana diperoleh nilai LC50 =0,5886 μg/ml, etil asetat diperoleh nilai LC50 = 0,8556 μg/ml dan metanol diperoleh nilai LC50 = 0,5886 μg/ml (Tabel 2) yang berarti bersifat sangat toksik dan memiliki potensi sebagai anti kanker, sedangkan pada fraksi air nilai LC50 = 1380,225 μg/ml yang bersifat tidak toksik berdasarkan penggolongan tingkat toksisitas pada Tabel 1.

Pada penelitian Albuntana et al. (2011) tentang Uji toksisitas ekstrak empat jenis teripang suku Holothuriidae diperoleh LC50 51,184 μg/ml untuk ekstrak n-heksan, dan LC50 69,684 μg/ml untuk ekstrak etil asetat, serta untuk LC5050,986 μg/ml untuk fraksi air.

Hasil regresi probit BSLT terhadap fraksi crude extract jenis Holothuria leucospolita hal tersebut mungkin disebabkan terkonsentrasinya senyawa aktif

(35)

teripang pada fraksi air yang bersifat polar. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan Zou et al. (2003) dan Wu et al. (2007) fraksi ekstrak teripang terikat dalam pelarut dan bersifat lebih polar seperti H2O dan BuOH.

Metode uji sitotoksitas BSLT untuk pencarian produk alam yang potensial sebagai anti kanker dengan hewan uji Artemia salina dikatakan bersifat toksik jika LC50< 1000 μg/ml. LC50 akut jika kematian hewan uji terjadi selama 6 jam paparan sedangkan LC50 kronik jika kematian hewan uji terjadi paparan 24 jam karena dibutuhkan waktu lebih lama untuk kelarutan ekstrak. Efek toksik memberikan indikasi terganggunya proses pembentukan sel yang diasumsikan sebagai sel kanker.

Semakin besar atau tinggi konsentrasi ekstrak teripang semakin tinggi respon atau dampak yang ditimbulkan yakni kematian hewan uji. Mortalitas dan kelangsungan hidup dalam suatu periode waktu paparan merupakan efek spesifik dalam uji toksisitas akut dengan pemaparan jangka panjang. Data dari uji lethalitas bersifat quantal yang berarti hewan uji hidup atau mati (all-or-none respone).

Pendekatan uji toksisitas dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis kontrol yakni kontrol negatif dan kontrol positif. Kontrol negatif adalah air laut yang tanpa perlakuan, kontrol positif adalah pelarut kimia yang digunakan untuk melarutkan bahan kimia uji yang memiliki sifat toksik. Organisme kontrol dan uji dimasukkan dalam wadah uji tanpa pergantian air laut sesuai dengan durasi waktu yang diinginkan. Kelemahan sistem pemaparan ini adalah pelarutnya mudah menguap, terdegradasi dan terserap oleh wadah uji. Komponen bioaktif dalam teripang diduga berfungsi sebagai anti kanker, dimana uji anti kanker menggunakan hewan uji Artemia salina.

(36)

V. SIMPULAN

A. Simpulan

Ekstrak teripang Holothuria scabra bersifat toksik dengan nilai LC50 0,5886 μg/ml untuk ekstrak methanol, LC50 0,5886 μg/ml untuk ekstrak etil asetat, LC50 0,8556 μg/ml untuk ekstrak n-heksan dengan tingkat toksisitas sangat toksik. Sedangkan ekstrak fraksi air nilai LC50 = 1380,225 μg/ml yang bersifat tidak toksik.

B. Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut tentang uji toksisitas ekstrak teripang dengan beberapa jenis yang berbeda.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, G. 2002. Bhrine Shrimp Lethality Test (BST) sebagai Bioassay dalam isolasi senyawa bioaktif dari Bahan Alam. Majalah Farmasi dan Farmakologi. Vol. 6 No.2 Jurusan Farmasi MIPA Unversitas Hasanuddin. 432-435.

Albuntana, Yasman, dan Wardhana, 2011. Uji Toksisitas Ekstrak Empat Jenis Teripang Suku Holothuridae. Jurnal Ilmu dan Teknologi Tropis, Vol. 3, No.1. Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andari, T. R., Eruni P., dan Sutjiati. E. T. 1988. Pengembangan Potensi Teripang Secara Optimal di Indonesia:Pasca Panen dan Budidaya. Karya Tulis Ilmiah. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Anderson, J. E., Goetz C.M., Mc Laughlin J. L. 1991. A Blind Comparison of Simple Bench-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities as Antitumor Prescrenss, Natural Product Chemistry, Elseiver, Amsterdam. Anonim, 1990, Petunjuk Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang, Departemen

Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Caturqlho. 2008. Ekstraksi Teripang. http://www.klipingmedia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 28 Desember 2011.

Dinda. 2008. Ekstraksi. http://medicafarma.blogspot.com. Diakses tanggal 15 September 2011.

Dyck, S ., V. Pascal. G, and Patrick. F. 2010. Qualitative and quantitative saponin contents in five sea cucumber from Indian ocean. Mar. Drugs, 8:173-189. Fessenden, R.J. and Fessenden J.S. 1982. Kimia Organik, Ed ke-3. Terjemahan

dari Organic Chemistry. 3rd ed. Oleh Pudjaatmaka, A.H. Erlangga, Jakarta:xv + 590 hlm.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Mengestraksi Tumbuhan. Edisi II, Penerbit ITB, Bandung.

Klaassen, C. D., Aqmdur, M. O., Doull, J, 1986. Toxikologi, The Basic Science of Poisons, Mc Millan Publishing Compane, New York.

Kustiariyah. 2006. Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami. Thesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Loomis, T. A. 1987. Toksikologi Dasar. Terjemahan oleh Donatus I.A., Edisi III. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi UGM, UGM Press. Yogyakarta.

Martoyo, J. N. Aji, dan T. Winanto. 2007. Budidaya Teripang. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hlm.

(38)

Mc. Laughli, J. L., Chang, C. J., and Smith, D. L. 1991. Bench-Top, Bioassay for The Discovery of Bioactive Naturals Products, An Update, Natural Product Chemistry, Elseiveir, Amsterdam.

Meydia. 2006. Isolasi Senyawa Steroid dari Teripang Gama Stichopus variegates dengan Berbagai Jenis Pelarut. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Meyer, B.N., et al., 1982. Brine Shrimp : A Convenient General Bioassay for Active Plant Constituent. Drug Information Journal, Vol. 32, 513-524. M. Ghufran H.Kordi K. 2010. A to Z Budi Daya Biota Akuatik untuk pangan,

Kosmetik, dan Obat-obatan. Lily Publisher, Yogyakarta.

Mudjiman, A. 1988. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Nasir, M. 1995. Mempelajari Proses Pengasapan Teripang Gama (Stichopus variegatus) yang Disertai dengan Tiga Jenis Metoda Pengeringan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nugraheny, N. 2001. Ekstraksi Bahan Antibakteri dari Diatom Laut Skeletonema costatum dan Konsentrasi Hambatan Minimumnya Terhadap Vibrio sp. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz, G.S. and Engel, R. G. 1995. Introductions to Organic Laboratory Techniques : A Contemporary Approach. W.B. Saunders College Publishing, Philadelphia, USA.

Pelczar, M. J., and E. C. S. Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1 dan Jilid 2. Diterjemahkan oleh : Hadiootema, R. S., T. Imas, S. S. Tjitrosomo, S. I. Angka. UI Press, Jakarta.

Purwati, P., A. Syahailatua.(Ed). 2008. Timun Laut Lombok Barat. Penerbit ISOI, LIPI, Jakarta.

Rohani, S. 2011. Budidaya Teripang dan Prospeknya di Masa Mendatang. http://www.ubb.ac.id, diakses tanggal 1 Desember 2011.

Sabel W, dan waren JDF. 1973. Theory and Practices of Oleoresin Extraction on Proceding at The Conference on Spesies. Tropical Product Institut. London.

Sudjadi, 1986. Metode Pemisahan. UGM Press. Yogyakarta.

Tobo, H. F., Mufidah, Taebe, H. B., Makhmud, A.I., 2001. Fitokimia I (Ekstraksi Komponen Kimia Bahan Alam). Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar

Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, Erlina MD, Tazwir. 1997. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuridea). Jakarta. IPPL Slipi.

(39)

Wu, J., Tang, Wu, H. M., and Zhou. Z. R. 2007. Hillasides A and B, two new cytoyoxic triterpene glycosides from the sea cucumber Holoyhuria hilla lesson. Asian Natural Products Reseach, 9(7):609-615.

Yan, H. Y. 2004. Harvesting drugs from the seas and how Taiwan could contribute to this effort. Chonghua J.Med., 9 (1) : 1-6.

Zhang, Y. S., H. Y. Yi, and H. F. Tang. 2006. Cytotoxsic sulfated triterpene glycosides from the sea cucumber pseudocolochirus violaceus. Chemistry & Biodiversity, 3:807-817.

Gambar

Gambar 1. Holothuria scabra
Tabel 1. Tingkat Nilai Toksisitas LC 50  (Anderson, 1991)
Gambar 2. Skema Daur Hidup Artemia salina (Anonim, 1990)  Artemia memiliki beberapa fase dalam daur hidupnya yakni :
Tabel 2. Nilai Probit Menurut Vilchez et al, (2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

54.243.359.500,00 (lima puluh empat miliar dua ratus empat puluh tiga juta tiga ratus lima puluh Sembilan ribu lima ratus rupiah). Calon Pemenang

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, Kelompok Kerja 1 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menetapkan

Read the text carefully and answer the questions bellow!. Diana and

Sistem constructed wetland yang digunakan pada penelitian ini adalah batch, dimana limbah akan dimasukkan pada hari pertama running dan dilakukan pengambilan sampel setiap hari

Hasil penelitian pada hari ke 10 seperti ditunjukkan tabel 4.3 didapatkan hasil 3 responden (30%) mengalami peningkatan kadar asam urat, 6 responden (60%) mengalami penurunan

The princi- pal results are as follows: (1) proliferation is infrequent in tissue resected from RS coronary artery lesions; (2) replication is more frequent and higher in RS compared

Sehubungan dengan itu, Kantor Akuntan Publik ”Tanubrata Sutanto Fahmi dan Rekan” memberikan pendapat bahwa laporan keuangan konsolidasi Perseroan dan Anak Perusahaan

Left side, macrophage infiltration indicated by the number of RAM 11 positive cells ( n =9 in the untreated group, n =8 in the MMF-treated group and n =8 in the control group)