6 2.1 Kajian Teori
2.1.1 Problem Based Learning dengan Langkah Polya 2.1.1.1 Pengertian Problem Based Learning
Problem Based Learning atau yang lebih dikenal dengan PBL adalah suatu model pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada peserta didik dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar. Menurut Rusman (2012:241) problem based learning memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, 2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata peserta didik, 3) mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu, 4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada peserta didik dalam mengalami secara langsung proses belajara mereka sendiri, 5) menggunakan kelompok kecil, dan 6) menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance). Dengan demikian, siswa diharapkan memiliki pemahaman yang utuh dari sebuah materi yang diformulasikan dalam masalah, penguasaan sikap positif, dan keterampilan secara bertahap dan berkesinambungan.
Menurut Slameto (2011:7) model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hosnan (2014:295) mengemukakan bahwa model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Menurut Amir (2008:21) Problem Based Learning adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah yaitu sebelum belajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga siswa menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut. Sani, Ridwan (2013:138-146) mengemukakan Problem based learning merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, membuka dialog.
Arends dalam Trianto (2011:68) menjelaskan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian, dan rasa percaya diri. Menurut Sanjaya (2009:214) bahwa PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah untuk dipecahkan siswa baik secara individu ataupun kelompok dengan memahami konsep dari masalah yang ada agar dapat memahami esensi dari materi dan merangsang pemikiran kritis siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang mereka pahami.
2.1.1.2 Karakteristik Problem Based Learning
Karakteristik Problem Based Learning menurut Arends dalam Trianto (2011:93) adalah sebagai berikut : (1) Pengajuan pertanyaan atau masalah (2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu (3) Penyelidikan autentik (4) Menghasilkan produk dan memamerkannya (4) Kolaborasi.
Menurut Amir (2009:12) karakteristik model Problem Based Learning (PBL) antara lain: 1) pembelajaran diawali dengan pemberian masalah, 2) siswa
berkelompok secara aktif merumuskan masalah, 3) mempelajari dan mencari sendiri materi yang berhubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya. Setiap model mempunyai kelebihan dan kelemahan, begitu juga dengan model PBL juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model PBL menurut Sanjaya (2009:220-221) antara lain:
1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran
2) PBL dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa
3) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
4) Melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja
5) PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa 6) PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
7) PBL dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata 8) PBL dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar secara
terus-menerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Sedangkan kelemahan dari model PBL antara lain:
1) Siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba
2) Keberhasilan model pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan
3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
2.1.1.3 Langkah-langkah Problem Based Learning
Langkah-langkah Problem Based Learning menurut Sugiyanto (2008:140-141) ada 5 tahapan yang harus dilakukan dalam PBL, yaitu: 1) Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa. 2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti. 3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. 4) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil. 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Endang (2011:221) menyebutkan ada 4 langkah dalam proses pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberi tugas atau masalah untuk dipecahkan (2) guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah (3) guru membantu siswa menyusun laporan hasil pemecahan masalah yang sistematis (4) guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Sintak atau langkah-langkah pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3
Sintaks Pembelajaran Problem Based Learning
Tahap Aktivitas Guru
Tahap I
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
Tahap II
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
Tahap III
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat agar mendapat solusi intuk memecahkan masalah
Tahap IV
Mengembangkan dan menyajikan hasil
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Tahap V
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap terhadap proses yang telah mereka lalui.
Tabel 3 menunjukkan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru menggunakan model Problem Based Learning. Ada 5 langkah dari model Problem Based Learning yang digunakan dalam pembelajaran yaitu; orientasi masalah, organisasi belajar, penyelidikan, pengembangan dan penyajian hasil, analisis dan evaluasi.
2.1.1.4 Pemecahan Masalah Matematika Menurut Polya
Menurut Hudojo dalam Aisyah, dkk. (2007:5-3), pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Menyelesaikan suatu masalah merupakan proses untuk menerima tantangan dalam menjawab masalah. Suatu masalah memuat tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang telah diketahui oleh pelaku sehingga dibutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk menyelesaikan masalah tersebut dari proses pemecahan masalah rutin biasa. Pemecahan masalah merupakan salah satu topik yang penting dalam mempelajari matematika. Matematika pada dasarnya searti dengan pemecahan masalah yaitu mengerjakan soal cerita, membuat pola, menafsirkan gambar atau bangun, membentuk konstruksi geometri, membuktikan teorema dan lain sebagainya.
Menurut George Polya dalam Simanullang, dkk. (2008:9-8) bahwa untuk mempermudah memahami dan menyelesaikan suatu masalah, terlebih dahulu masalah tersebut disusun menjadi masalah-masalah sederhana, lalu dianalisis (mencari semua kemungkinan langkah-langkah yang akan ditempuh), kemudian dilanjutkan dengan proses sintesis (memeriksa kebenaran setiap langkah yang dilakukan). Pada tingkatan masalah tertentu, langkah-langkah Polya di atas dapat disederhanakan menjadi empat langkah yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana dan melihat kembali.
Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (Nuralam, 2009) yakni memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan kembali semua langkah yang telah dikerjakan. Pada fase memahami masalah siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah dengan benar tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, selanjutnya siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi. Penyelesaian masalah dalam fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa yang kreatif dalam menyusun penyelesaian suatu masalah. Langkah selanjutnya adalah siswa mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana yang telah disusun dan dianggap tepat. Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan, mulai dari fase pertama hingga hingga fase ketiga. Kesalahan yang tidak perlu teijadi dapat dikoreksi kembali dengan model seperti ini, sehingga siswa dapat menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah yang diberikan
Langkah-langkah Polya meliputi: memahami masalah dalam bentuk yang lebih jelas, menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional, menyusun hipotesis-hipotesis kerja dan prosedur kerja yang perkirakan baik, hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya, mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh. Langkah-langkah Polya pada dasarnya adalah belajar metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, dan teratur secara teliti. Tujuanya adalah untuk memperoleh kemampuan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Secara garis besar, langkah pemecahan masalah dengan polya disajikan dalam gambar berikut;
Memahami masalah
Merencanakan penyelesaian
Melaksanakan rencana
Gambar 1. Langkah-langkah pemecahan masalah dengan teori polya
2.1.1.6 Problem Based Learning terintegrasi langkah teori polya
Pembelajaran matematika menggunakan model Problem Based Learning (PBL) terintegrasi langkah teori polya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sintak pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terintegrasi langkah teori polya :
Tabel 4
Sintak pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) terintegrasi langkah teori polya
Tahap Kegiatan pembelajaran dengan teori polya
Orientasi siswa pada masalah
Siswa mulai terlibat dalam aktivitas memecahkan masalah. Pada tahap ini, langkah pemecahan masalah yang pertama adalah memahami masalah dengan megumpulkan semua data atau informasi yang ada
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Setelah memahami masalah, siswa mulai berpikir menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah yang ada
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Siswa melaksanakan rencana yang telah disusun dengan memasukkan data atau informasi yang telah diperoleh pada tahap pertama kedalam perencanaan penyelesaian
Mengembangkan dan menyajikan hasil
Setelah siswa mendapat jawaban atas permasalah yang mereka pecahkan, siswa mengecek kembali hasil yang didapat mulai dari tahap pertama sampai ketiga untuk memastikan tidak ada kekeliruan Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Jawaban beserta langkah pemecahan masalah didiskusikan dengan kelas
2.1.2 Hasil belajar Matematika
2.1.2.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Karso (2014:1.40) Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur dan hubungan diantar hal-hal itu. Pendapat lain dalam Karso (2014:1.40) diantaranya Kline (1973) mengatakan bahwa matematika itu bukan pengettahuan sendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri. Tapi beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Reys (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan/pola pikir, suatu seni bahasa/suatu alat.
Strategi pemahaman Matematika di SD tak lepas dari adanya peran teori-teori belajar yang dapat disesuaikan dengan pemahaman dan kemampuan anak. Tujuan akhir dari matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsep matematika yang relatif abstrak. Menurut teori Piaget, kemampuan siswa SD belum sampai pada tahap berfikir abstrak atau formal, mereka masih berada pada tingkat operasi konkret. Maka dari itu, pembelajaran matematika di SD menggunakan sifat matematika yang abstrak namun tetap memperhatikan karakteristik matematika antara lain sebagai berikut: (1) pembelajaran matematika adalah bertahap, mulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih sukar dan mulai dari konkret ke semi konkret dan berakhir ke abstrak (2) pembelajaran matematika mengikuti metode spiral, yaitu menggunakan bahan yang belum dipelajari atau telah dipelajari dan saling dikaitkan (3) pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif, dari khusus ke umum (4) pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.
2.1.2.2 Tujuan Matematika Sekolah Dasar
Gagne dalam Herman Hudoyo (2003:36) mengatakan bahwa dalam belajar matematika ada 2 hal yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek langsung yang dimaksud adalah berupa fakta, ketrampilan, konsep dan aturan. Sedangkan obyek tidak langsung adalah antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika. Pembelajaran matematika di sekolah yang pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung dan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu yang lain, kini bergeser pada empat tujuan utama yaitu: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, instuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,
prediksi dan dugaan serta mencoba (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan.
2.1.2.3 Definisi Hasil Belajar
Nana Sudjana (2005;5) mengemukakan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan positif pada diri seseorang. Perubahan itu dapat ditunjukkan sebagai bentuk dari hasil belajar. Perubahan yang nampak dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap, kecakapan, tingkah laku, keterampilan atau kebiasaan lain yang menjadi positif dialami oleh individu yang belajar. Prestasi siswa dapat dilihat dari hasil belajar yang diperolehnya di sekolah. Hasil belajar dari tes atau ulangan harian dikelas dapat dijadikan sebagai data kognitif siswa yang diakumulasikan untuk dapat menentukan prestasi yang diperoleh siswa disekolah. Interaksi antara guru dan siswa dikelas dalam pembelajaran merupakan proses menambah pengetahuan secara langsung.
Dimyati dan Mujiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terutama terjadi karena berkat evaluasi guru. Selain itu juga menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Oleh karena itu, siswa yang mendapat hasil yang baik dikelas menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan sudah berhasil.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan keseluruhan aktivitas yang dilakukan dan terjadinya perubahan perilaku dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga terjadi peningkatan dari segala ranah. Dalam peelitian ini untuk melihat hasil belajar atau ketercapaian proses pembelajaran hanya dilihat dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif, hasil belajar dapat dilihat dari skor yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan guru setelah proses pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa (Rusman:2012) antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa faktor fisiologi dan faktor psikologi. Faktor fisiologi yaitu kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran. Faktor psikologi meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik. Faktor eksternal yaitu faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.
2.1.2.5 Pengukuran Hasil Belajar
Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran, guru perlu mengadakan tes formatif setiap menyajikan suatu bahasan materi kepada siswa. Penelitian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai pembelajaran khususnya mencapai tujuan yang diinginkan. Hal tersebut adalah hal yang digunakan untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remidial atau pengayaan bagi siswa. Karena itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan pembelajaran.
2.2 Hasil Kajian Penelitian Yang Relevan
Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Problem Based Learning dan Teori Polya efektif meningkatkan hasil belajar siswa, penelitian tersebut antara lain:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dyah Wahyuningtyas dengan tujuan untuk untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas III SDN 01 Alastuwo pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bentuk soal
cerita melalui metode polya Tahun Pelajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa penelitian ini memperoleh hasil bahwa Penggunaan metode polya sangat membantu dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa. Suasana belajar yang ditimbulkan dalam pembelajaran lebih menantang siswa untuk memecahkan masalah dan rasa tanggng jawab dalam setiap siswa sehingga meminimalisasi rasa bosan dan jenuh dalam belajar menghitung. Selain itu, melalui metode polya dapat meningkatkan hasil belajar penjumlahan dan pengurangan pada soal cerita dengan hasil rata – rata nilai siklus I putaran I 70 dengan prosentase 45,83% dari 24 siswa baru 11 siswa yang memenuhi target, pada siklus I putaran II dengan hasil rata – rata nilai 72,92 dengan prosentase 54,17% dari 24 siswa baru 13 siswa yang memenuhi target dan siklus II putaran I rata – rata nilai 76,25 dengan prosentase 62,50% dari 24 siswa baru 15 siswa yang sudah target, dan siklus II putaran II rata – rata nilai 79,17 dengan prosentase 75% dari 24 siswa maka 19 siswa sudah mencapai ketuntasan minimal 75.
Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Alim dan Novisita Ratu dengan judul penelitian Peningkatan Hasil belajar matematika siswa kelas IV dengan metode problem based learning dan teori dienes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pembelajaran menggunakan PBL dengan teori dienes siswa menjadi aktif dan terlibat dalam pemecahan masalah kelompok. Peningkatan hasil belajar dari 73,94 menjadi 85 setelah menggunakan metode metode problem based learning dengan teori dienes.
2.3 Kerangka Pikir
Kegiatan belajar mengajar dikelas berlangsung kurang efektif, pada saat proses pemecahan masalah siswa hanya mengacu pada hasil akhir dan belum memperhatikan proses pemecahan masalah. Hal ini seringkali membuat hasil akhir siswa keliru, selain itu siswa cenderung hanya fokus pada contoh yang diberikan guru sehingga jika ada soal berbeda siswa tidak dapat memecahkannya. Aktivitas yang kurang dalam pembelajaran dikarenakan pembelajaran hanya terpusat kepada guru meskipun guru sudah mencoba beberapaa model pembelajaran namun model pembelajaran itu kurang efektif didalam
meningkatklan aktivitas kemampuan pemecahan masalah yang berdampak pada hasil belajar siswa. Metode ceramah merupakan metode yang seringkali digunakan guru didalam proses pembelajaran, dengan metode ceramah pola pembelajaran yang berpusat pada guru mengurangi aktivitas siswa untuk lebih aktif sedangkan siswa dituntut untuk menguasai materi, penugasan, dan lain sebagainya.
Salah satu alternatif untuk memperbaiki pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning terintegrasi langkah teori polya, model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang berbasis masalah. Siswa dibimbing oleh guru untuk memecahkan masalah dengan penyelidikan sendiri. Integrasi dari teori polya digunakan saat siswa melakukan proses pemecahan masalah. Siswa dalam memecahkan masalah menggunakan 4 langkah teori polya sehingga siswa benar-benar memahami apa yang menjadi masalah. Hasil yang diharapkan yaitu, meningkatnya hasil belajar siswa yang di dukung dengan kemampuan pemecahan masalah.
Adapun kerangka pikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Kondisi awal
Guru Guru belum menerapkan
model pembelajaran yang mengacu pada pemecahan masalah beberapa model
pembelajaran yang digunakan lebih berpusat
kepada guru dan kebanyakan sumber belajar hanya terpaku kepada guru.
Siswa Kemampuan pemecahan msalah siswa rendah, kebanyakan siswa terbiasa dengan pembelajaran yang konvensional. Kebanyakan
siswa hanya mengikuti contoh yang diberikan guru, sehingga jika ada soal yang berbeda belum
dapat mencari solusi pemecahan masalah dan berakibat pada
rendahnya hasil belajar
Tindakan
Penerapan model Problem Based Learning terintegrasi langkah teori polya dalam pembelajaran matematika yang mengacu pada
pemecahan masalah sehingga meningkatkan hasil belajar siswa
Kondisi akhir
Hasil belajar siswa kelas 5 SDN Sidorejo Lor 05 Salatiga meningkat
SIKLUS I Langkah-langkah model Problem
Based Learning: 1. Orientasi pada masalah 2. Mengorganisasi belajar 3. Membimbing penyelidikan 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil
5. menganalisis dan evaluasi Pemecahan masalah dengan teori
polya: 1. Memahami masalah 2. Merencanakan penyelesaian 3. Melaksanakan rencana 4. Mengecek kembali SIKLUS II
Langkah-langkah model Problem Based Learning:
1. Orientasi pada masalah 2. Mengorganisasi belajar 3. Membimbing penyelidikan
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil
5. menganalisis dan evaluasi
Pemecahan masalah dengan teori polya:
1. Memahami masalah 2. Merencanakan penyelesaia 3. Melaksanakan rencana 4. Mengecek kembali
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang ada, hipotesis yang ditemukan dalam penelitan ini adalah melalui model Problem Based Learning (PBL) terintegrasi langkah teori polya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SDN Sidorejo Lor 05 Salatiga semester II tahun pelajaran 2017/2018.