• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial atau yang biasa disebut dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial atau yang biasa disebut dengan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial atau yang biasa disebut dengan

zoon politicon merupakan ciptaan Tuhan yang tidak dapat hidup sendirian

tetapi memerlukan bantuan dan interaksi dengan sesama manusia lainnya. Dalam kegiatan berinteraksi antara satu manusia dengan manusia lain tidak selalu berjalan lancar dan tanpa gangguan, terkadang segala macam bentuk perselisihan akan selalu muncul baik bentuk perselisihan kecil yang dapat diselesaikan antar individu manusia secara kekeluargaan maupun bentuk perselisihan besar yang memerlukan bantuan pihak ketiga sebagai penengah. Untuk dapat menghindari perselisihan, manusia membutuhkan adanya pedoman atau kaidah yang mengatur bagaimana baiknya bertingkah laku dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Kaidah hukum adalah petunjuk hidup, yaitu petunjuk bagaimana seharusnya kita berbuat, bertingkah laku, tidak berbuat dan tidak bertingkah laku di dalam masyarakat1. Kaidah hukum merupakan peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum yang dibuat oleh penguasa negara2. Kaidah hukum yang menjadi patokan atau pedoman bersumber dari beberapa hal di antaranya dari Tuhan, Undang-Undang, Yurisprudensi, Doktrin dan Traktat.

1

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.,3.

2 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesa, Rineka Cipta, Jakarta,

(2)

2

Sebagai salah satu sumber hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 atau yang biasa disebut UUD 1945 sebagai dasar konstitusional Indonesia, dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa: “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Ini merupakan sebuah deklarasi tegas bahwa segala hal yang berkaitan dengan Indonesia harus didasarkan pada hukum. Setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh antar individu akan menimbulkan akibat hukum. Seperti pada setiap perselisihan-perselisihan yang terjadi di antara rakyat Indonesia jika dirasa dengan cara kekeluargaan kurang mencapai rasa keadilan maka dapat diselesaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Karena perselisihan yang terjadi semakin banyak dan beraneka macam yang harus segera diselesaikan, maka dibutuhkan suatu wadah atau lembaga khusus bagi para pencari keadilan yang dapat menampung, menyelesaikan dan mengadili seadil-adilnya secara tegas. Suatu wadah atau lembaga khusus yang dimaksud ialah lembaga Peradilan. Hal ini dipertegas dimana Negara Indonesia merupakan Negara yang menganut prinsip trias politica atau pembagian kekuasaan yang terdiri atas lembaga legislative, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif . Legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang, eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang dan yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan Negara secara keseluruhan, dengan kata lain yudikatif adalah lembaga peradilan. Karena adanya perbedaan masing-masing perselisihan maka

(3)

3

dibutuhkan lembaga peradilan yang berbeda-beda pula yang kewenangannya khusus menjadi bagian salah satu lembaga peradilan. Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal3. Disimpulkan bahwa peradilan adalah proses untuk mencari dan menegakkan keadilan sedangkan pengadilan adalah lembaga atau tempat untuk mencari dan mendapatkan keadilan. Tugas pokok dari Pengadilan adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, perkara-perkara tersebut haruslah perkara yang merupakan kewenangannya4. Kewenangan khusus yang dimaksud dari suatu pengadilan yaitu untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang berkaitan dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pembagian masing-masing lingkungan dan kewenangannya, maka antara satu pengadilan dan pengadilan lain memiliki kompetensi mengenai kekuasaan mengadili yang disebut yurisdiksi.

3

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-dengan-pengadilan, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012, pukul 13.35.

4

(4)

4

Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 telah mengalami Amandemen sebanyak 4 (empat) kali yang dilakukan pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Dalam Amandemen ketiga, pada bidang kehakiman lahirlah lembaga yang kedudukannya sejajar dengan Mahkamah Agung (MA) yaitu Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 Amandemen Ketiga bahwa: “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara (TUN), dan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi”. Dilihat dari rumusan pasal tersebut, bahwa badan-badan

kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh dua lembaga yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung mengawal undang-undang dan peraturan perundang-undang-undang-undangan di bawahnya, maka semua jenis konflik, pertentangan, pelanggaran norma yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya diadili dan diputus oleh pengadilan dalam lingkungan Mahkamah Agung, sedangkan Mahkamah Konstitusi mengawal UUD 19455.

Untuk mewujudkan adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka, maka telah diadakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang-Undang-Undang

5 Ariesta Carmelia, Peran Pemerintah dan Pengadilan Hubungan Indutrial, Universitas

(5)

5

Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan sekarang telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Disini akan dibahas mengenai dua badan pengadilan dalam lingkup peradilan umum yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Hubungan Industrial.

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum yang dimaksud dengan Pengadilan yaitu: “Pengadilan adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peradilan umum”. Dalam UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, selain mengatur mengenai Pengadilan yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Juga mengatur mengenai pengadilan khusus yang dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat 5 UU No. 49 Tahun 2009, yang dimaksud Pengadilan Khusus yaitu: “Pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang”. Dapat dilihat

bahwa di dalam Pengadilan Negeri Tingkat Pertama di dalamnya juga terdapat Pengadilan-pengadilan khusus yang kewenangannya atau kompetensi mengadili harus terpisah sesuai bagian masing-masing.

Pengadilan Negeri merupakan wadah untuk mendapatkan ketetapan hukum seperti jenis perkara-perkara perdata tertentu. Adapun perkara-perkara perdata tertentu yang dapat diselesaikan di pengadilan

(6)

6

negeri seperti perkara perceraian, wanprestasi, pembagian harta, perjanjian, waris, perbuatan melawan hukum dan tanah. Sementara pengadilan lain yang berada pada lingkungan peradilan umum juga memiliki kekhusususan jenis perkara-perkara tertentu yang hanya dapat diselesaikan oleh pengadilan tersebut di luar pengadilan negeri. Salah satunya mengenai perkara-perkara ketenagakerjaan yang hanya dapat diselesaikan melalui pengadilan hubungan industrial. Kewenangan mengadili atau kompetensi absolute dari Pengadilan Hubungan Industrial hanya terbatas atau khusus memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap perselisihan hubungan industrial, yakni perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Mengenai masalah ketenagakerjaan, Indonesia memiliki sumber hukum formal diantaranya6:

1. Undang-Undang

Dua undang-undang yang sangat penting mengatur mengenai masalah ketenagakerjaan adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

2. Kebiasaan

6

(7)

7

Hukum ketengakerjaan tertulis mengatur sebagian saja dari perilaku para subjek hukum ketenagakerjaan, sebagian lain perilaku subjek hukum ketenagakerjaan dijumpai dalam kebiasaan.

3. Keputusan

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di dalamnya mengatur bahwa jika bermacam-macam lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial tidak berhasil menyelesaikan perselisihan, maka perselisihan itu dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Lahirnya Pengadilan Hubungan Industrial lebih memungkinkan pembentukan hukum ketenagakerjaan lewat putusan.

4. Traktat

Perjanjian internasional memuat peraturan-peraturan hukum yang mengikat secara umum, sehingga masing-masing Negara sebagai

rechtspersoon terikat oleh perjanjian internasional.

5. Perjanjian

Salah satu jenis perjanjian dalam bidang ketenagakerjaan adalah perjanjian kerja.

Adanya hubungan kerja yang terjalin antara pekerja dan pengusaha didasari oleh suatu perjanjian kerja yang telah disepakati bersama. Di dalam isi perjanjian kerja harus memuat klausula-klausula yang mengatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Tanpa adanya suatu perjanjian kerja tidak mungkin terjalin suatu hubungan kerja yang

(8)

8

berkekuatan hukum. Berdasarkan Pasal 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan hubungan kerja yaitu: “Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja,

yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.” Ketiga unsur

tersebut yakni pekerjaan, upah dan perintah harus ada di dalam hubungan kerja, jika salah satu unsur tidak terdapat maka tidak dapat disebut sebagai hubungan kerja. Klausula-klausula mengenai unsur pekerjaan apa saja yang akan dilakukan, klausula-klausula mengenai upah-upah apa saja yang harus dibayarkan oleh pengusaha dan diterima oleh pekerja/buruh, serta klausula-klausula mengenai pengusaha sebagai pemberi perintah dalam hubungan kerja harus dicantumkan ke secara jelas dan padat sehingga isi perjanjian kerja dapat dipahami oleh pekerja/buruh. Dalam hubungan kerja agar tidak bersifat menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain harus ada suatu ketentuan baku yang dijadikan dasar pijakan, ketentuan-ketentuan tersebut salah satunya dibuat oleh pemerintah. Pemerintah sebagai aparatur Negara mempunyai kewajiban membuat undang-undang dan ketentuan ketenagakerjaan seadil-adilnya sehingga kedudukan pengusaha dan pekerja/buruh dapat seimbang. Namun, dalam hubungan kerja yang terjalin tidak seluruhnya berjalan lancar, berbagai macam bentuk perselisihan akan silih berganti datang menghiasi. Perselisihan semacam ini disebut dengan perselisihan hubungan indusrial.

Seperti pada kasus perselisihan yang terjadi antara PT. East West Seed Indonesia dengan Marno dan PT. Benih Citra Asia. Dimana terjadi

(9)

9

konflik atau sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri Cilacap dengan Pengadilan Hubungan Industrial Semarang. Kasus yang dilatar belakangi oleh Marno sebagai Tergugat bekerja di PT East West Seed Indonesia sebagai Penggugat pada 23 April 2001, dari tahun ke tahun Tergugat mengalami kenaikan jabatan semula dari Assistent Plant Breeder menjadi Senior Plant Breeder dengan melakukan pemuliaan tanaman antara lain pada tanaman Semangka Amara; Semangka Palguna; Semangka Oriana; dan Paria Dulco. Namun, pada tanggal 7 Mei 2012, Tergugat mengundurkan diri dari PT. East West Seed Indonesia. Untuk mendapatkan uang pisah dari Penggugat, sesuai dengan Peraturan Perusahaan PT. East West Seed Indonesia Pasal 40 Angka (1) huruf b Tahun 2011-2013 dikatakan bahwa:

Pekerja Mengundurkan Diri

Pegunduran diri tersebut ditunjukkan kepada pimpinan perusahaan atau Bagian HRD dan harus diajukan minimal 1 (satu) bulan sebelumnya. Pekerja yang mengundurkan diri akan mendapatkan uang pisah apabila:

b.1 Mengundurkan diri sesuai prosedur.

b.2 Menandatangani surat pernyataan bermaterai tidak pindah bekerja pada Perusahaan sejenis atau kompetitior minimal 1 (satu) tahun setelah tanggal berakir kerja.”

Atas pengunduran dirinya, Tergugat membuat Surat Pernyataan Tertanggal 28 Mei 2012 sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 angka (1) huruf b poin b.2 Peraturan Perusahaaan yang bermaterai cukup dan ditandatangani, yaitu:

a. Tidak akan melakukan pemuliaan tanaman yang sama/sejenis

(10)

10

Seed Indonesia pada perusahaan lain selama jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pengunduran diri;

b. Apabila di kemudian hari ingkar terhadap pernyataan yang dibuat maka bersedia dituntut secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa atas pengunduran diri Tergugat, maka Penggugat memberikan uang pisah kepada Tergugat sebesar Rp. 53.582.571,- (Lima puluh tiga juta lima ratus delapan puluh dua ribu lima ratus tujuh puluh satu rupiah) dengan cara transfer kepada Tergugat.

Bahwa Surat Pernyataan Tertanggal 28 Mei 2012 tersebut merupakan produk hukum yang dibuat dan ditandatangani Tergugat dalam keadaan akal dan pikiran yang sehat tanpa pengaruh dan paksaan dari pihak manapun. Dan merupakan kewajiban yang harus dijalankan Tergugat untuk mengundurkan diri bekerja dari Penggugat, maka demi hukum Surat Pernyataan Tertanggal 28 Mei 2012 tersebut patut untuk dinyatakan sah dan memiliki kekuatan hukum.

Dari surat pernyataan yang dibuat dapat disimpulkan bahwa meskipun Tergugat telah mengundurkan diri, Tergugat tetap memiliki kewajiban kepada Penggugat untuk:

a. Tidak bekerja pada Perusahaan sejenis atau competitor minimal 1 (satu) tahun setelah tanggal terhitungnya pengunduran diri. Artinya kewajiban Tergugat ini baru akan gugur setelah 1 Juni 2013.

(11)

11

b. Tidak akan melakukan pemuliaan tanaman yang sama/sejenis

(breeding same crop) yang telah dikerjakannya selama di Penggugat

pada perusahaan lain selama jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pegunduran diri. Artinya kewajiban Tergugat ini baru akan gugur setelah 1 Juni 2014.

Setelah Tergugat mengundurkan diri dari perusahaan Penggugat, Tergugat bekerja pada PT. Benih Citra Asia (Turut Tergugat) yang merupakan perusahaan sejenis yang bergerak di bidang pemuliaan bibit tanaman. Beberapa bukti bahwa Marno sedang bekerja di PT. Benih Citra Asia yaitu dengan adanya Lampiran Keputusan Menteri Pertanian tentang Pemberian Tanda Daftar Varietas Tanaman Holtikultura atas tanaman „Paria Varietas MC 698‟ yang diterbitkan pada Februari 2013. Di dalam Keputusan Menteri tersebut tercantum nama Tergugat sebagai peneliti „Paria Varietas MC 698‟ yang dimohonkan oleh Turut Tergugat. Dan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian tentang Pemberian Tanda Daftar Varietas Tanaman Holtikultura atas tanaman „Semangka WM 1410‟ yang diterbitkan pada bulan Februari 2013. Di dalam Keputusan Menteri tersebut juga dicantumkan nama Tergugat sebagai peneliti „Semangka WM 1410‟ yang dimohonkan oleh Turut Tergugat.

Menanggapi gugatan tersebut, Tergugat memberikan jawaban yang berisi bantahan terhadap seluruh gugatan penggugat pada pokok perkara. Selain itu, Turut Tergugat juga memberikan jawaban bahwa menolak dan membantah seluruh isi gugatan penggugat pada pokok

(12)

12

perkara. Dalam jawabannya, baik Tergugat maupun Turut Tergugat tidak menggunakan kesempatannya untuk melakukan eksepsi baik eksepsi prosesual maupun eksepsi material. Tergugat dan Turut Tergugat juga membuat surat keterangan tertanggal 11 Agustus 2015 bahwa tidak akan menghadiri persidangan, dengan demikian Tergugat dan Turut Tergugat tidak mengajukan alat bukti apapun.

Berdasarkan gugatan tersebut, pengadilan menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.

2. Menyatakan sah dan berkekuatan hukum Surat Pernyataan yang dibuat dan ditandatangani Tergugat tertanggal 28 Mei 2012.

3. Menyatakan Tergugat telah wanprestasi terhadap Penggugat.

4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp. 53.582.571 (Lima puluh tiga juta lima ratus delapan puluh dua ribu lima ratus tujuh puluh satu rupiah).

5. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi putusan atas perkara ini.

6. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp. 621.000 (Enam ratus dua puluh satu rupiah).

7. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam kasus gugatan oleh PT. East West Seed Indonesia kepada Marmo sebagai

(13)

13

Tergugat dan PT. Benih Citra Asia sebagai Turut Tergugat mengandung adanya beberapa unsur, yaitu: hubungan kerja antara PT. East West Seed Indonesia dan Marno, pengunduran diri Marno, pemberlakukan peraturan perusahaan (PP) pada saat Marno menundurkan diri, dan pelanggaran surat pernyataan Marno. Beberapa unsur dalam kasus tersebut menimbulkan persoalan tentang sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri Cilacap dengan Pengadilan Hubungan Industrial Semarang, sehingga menarik untuk diteliti.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Apakah Pengadilan Negeri Cilacap mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara antara PT. East West Seed Indonesia dengan Marno dan PT. Benih Citra Asia?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari proposal ini yaitu untuk mengetahui apakah Pengadilan Negeri Cilacap mempunyai kewenangan mengadili perkara antara PT. East West Seed Indonesia kepada Marno dan PT. Benih Citra Asia.

C.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem

(14)

14

norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)7. Selain itu, menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum normative adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan yang dihadapi8.

2. Teknik dan Jenis Pengambilan Data

a. Teknik pengumpulan data pada skripsi ini melalui studi pustaka. b. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

sekunder. Data Sekunder yang terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer:

- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan;

- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

- Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum;

- Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor

27/Pdt.G/2015/PN Clp.

7Dualisme penelitian hukum,hal., 34. 8

(15)

15

2. Bahan-bahan hukum sekunder, berupa: Semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan9. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku atau jurnal hukum yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum dan ensiklopedia hukum, wawancara dengan narasumber seorang ahli hukum untuk memberikan pendapat hukum tentang suatu fenomena bisa diartikan sebagai bahan hukum sekunder10.

9Ibid., hal., 181.

Referensi

Dokumen terkait

Artinya ketika guru melakukan proses pembelajaran dengan metode ceramah di depan kelas, tanya jawab, dan mengerjakan latihan dalam hal ini akan menguntungkan

Titik Ekuilibrium Matematika SIRS 0 I 0 V 0 pada Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) dari Unggas ke Manusia dengan Pengaruh Vaksinasi pada Unggas ... Bilangan Reproduksi

Estimasi stok karbon diperoleh dari hubungan keterkaitan antara diameter batang, tinggi pohon kerapatan vegetasi, dan biomassa yang dihitung melalui model Alometri dengan nilai

1. Reliabilitas, jaminan dan bukti fisik pada Toilet Saga Mall Abepura berpengaruh positif terhadap kepuasan pengunjung. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung

Melakukan penyuluhan dengan memberikan modul dan menjelaskan kepada guru-guru mengenai media pembelajaran Google Drive dan memberikan contoh secara lisan dan non

Serdasarkan kondisi yang dapat terjadi di perairan laut Indonesia khususnya di perairan Semenanjung Lemahabang Jepara sebagai calon lokasi pembangunan PLTN maka subbidang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dividen, pertumbuhan perusahaan, free cash flow dan

Oleh karena itu, secara umum masalah yang muncul dalam penelitian ini dirumuskan dengan pertanyaan penelitian, “Bagaimana kontribusi variabel supervisi (X1),