• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Atas Kecelakaan Kerja di PTPN-IV (Studi Kasus di PTPN – IV Unit Kebun Bah Jambi, Pematang Siantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Atas Kecelakaan Kerja di PTPN-IV (Studi Kasus di PTPN – IV Unit Kebun Bah Jambi, Pematang Siantar)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN JAMINAN

SOSIAL TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA

DI PTPN

IV (STUDI KASUS DI PTPN

IV UNIT

KEBUN BAH JAMBI, PEMATANG SIANTAR)

SKRIPSI

OLEH :

PUTRINITA E. R.

080200175

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN JAMINAN

SOSIAL TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA

DI PTPN

IV (STUDI KASUS DI PTPN

IV UNIT

KEBUN BAH JAMBI, PEMATANG SIANTAR)

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH1 Ramli Siregar, SH, M.Hum2

Putrinita E. R3 ABSTRAKSI

Jaminan sosial tenaga kerja merupakan suatu perlindungan terhadap tenaga kerja dalam suatu perusahaan, yang mana perlindungan tersebut merupakan suatu program pemerintah dalam memberikan perlindungan dasar kepada tenaga kerja serta untuk memberikan hak-hak dan kepentingan bagi tenaga kerja dalam mengatasi resiko-resiko yang akan timbul pada saat terjadinya suatu hubungan kerja, dimana jaminan sosial merupakan suatu asuransi yaitu asuransi jiwa da n asuransi kesehatan bagi tenaga kerja.

Dari hasil penelitian dengan metode pengumpulan data dan hasil wawancara yang dilakukan di PT Perkebunan Nusantara – IV Unit Kebun Bah Jambi bahwa jaminan sosial tenaga kerja merupakan salah satu program yang sangat diperhatikan oleh pihak perusahaan, dimana pihak perusahaan selalu berusaha untuk perlindungan dan berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada tenaga kerjanya dan begitu juga bagi tenaga kerja untuk berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan serta saling menjaga dan melindungi kepentingan bersama.

Program jaminan sosial di PT Perkebunan Nusantara – IV Unit Kebun Bah Jambi yang diberikan kepada tenaga kerja merupakan suatu perlindungan dan suatu pelayanan kesehatan dan jiwa, dimana setiap tenaga kerja diwajibkan untuk terdaftar di dalam program jaminan social tersebut yang mana akan diberikan apabila terjadinya suatu kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian maka pihak Jamsostek akan mengeluarkan biaya dan satunan kepada pihak ahli waris yang ditinggalkannya dengan memenuhi persyaratan yang telah tercantum oleh pihak Jamsostek dan pihak perusahaan.

1

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I 2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II 3

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Kata kunci : - PTPN – IV

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, karunia dan anugerah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam skripsi ini, Penulis menyajikan judul :

“TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL

TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA DI PTPN – IV (Studi Kasus di PTPN –IV Unit Kebun Bah Jambi, Pematang Siantar)”

Pada kesempatan ini, dengan segala hormat Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M. Hum sebagai Pembantu Dekan I, yang telah membantu para mahasiswa/i memenuhi segala kebutuhan akademik dan administrasi

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM sebagai Pembantu Dekan II, yang telah membantu mahasiswa/I dalam pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan kegiatan kampus

4. Bapak Muhammad Husni, SH. MH sebagai Pembantu Dekan III, yang telah banyak membantu mahasiswa/I di bidang kemahasiswaan 5. Ibu Windha, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum

(5)

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberika bimbingan, saran dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis dalam penyelesaian skripsi ini

7. Bapak Ramli Siregar, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dan selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis dalam penyelesaian skripsi ini

8. Ibu Aflah, SH, M.Hum selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis dalam penyelasaian kuliah

9. Bapak//Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik Penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum, serta segenap staf administrasi yang telah banyak membantu dalam pengurusan dokumen dan administrasi selama perkuliahan

10. Bapak Godang Siregar, Bapak Harisman Nasution dan juga Bapak Irfan yang telah banyak membantu Penulis dalam mengumpulkan data dan memberi informasi yang dibutuhkan Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

(6)

masih duduk di Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dalam kesempatan ini juga Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh rekan-rekan Penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, seperti :

a. Buat Saudara/i Terkasih di KMK (Agnes Sinaga, Ruba Silaen,Jigoro Lumbanraja, Dema Ginting, Maruli Simalango, Anggie Sinaga, Wisman Goklas, Nova Sagala, beserta seluruh KMK stambuk 2009,stambuk 2010, stambuk 2011 dan stambuk 2013) Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas doa, dukungan dan perhatiannya.

b. Buat Saudara/i di Paduan Suara Credo (Kak Marlia Sagala, Kak Noura Sitinjak, Bang Reymond, Kak Fika, Kak Sarma, Kak Elvi, Bang Royce Mawuntu, Kak Shanti, dan lainnya) Penulis mengucapkan terima kasih banyak buat dukungan dan waktu bersama kalian.

c. Buat Saudara/i di KKMK (Kak Christine, Kak Ita, Fernando, Angel Sihombing, Bang Jefri Kacaribu, dan lainnya) Penulis mengucapka terima kasih atas doa dan dukungan dari kalian.

d. Buat Umat di Lingkungan St. Anna Paroki Tanjung Selamat Medan dan Paroki Kristus Raja Tanah Jawa, Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas doa dan perhatiannya.

(7)

dukungan yang telah teman berikan selama ini pada Penulis dan buat teman-teman yang belum disebutkan namanya.

f. Buat teman-teman stambuk 2008 yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu, Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungannya. g. Buat sahabat-sahabatku (Minstyn Tambunan, Gishela Sianipar dan Efni

Sri Andriyani) Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas doa, dukungan, perhatian & waktu yang telah kalian berikan kepada Penulis selama ini. Semoga persahabatan kita untuk selamanya.

h. Terakhir buat Abang dan Kakak angkat ku (Bang Dorman Simare-mare, Bang Ranter, Kak Mira Purba, Bang Febry Silaban, Bang Fernandes, Bang Leorensus Sitorus, Bang Donny Rajagukguk, Romo Hans Jeharut, Romo Blasius, dan lainnya) penulis mengucapkan terima kasih banyak atas doa dan perhatiannya dan khususnya terima kasih buat Bang Sahat Manullang yang selalu ada buat ku baik dalam suka maupun duka dan yang udah mendengarkan curhatan ku selama ini,maaf uda pernah buat Abang marah sama ku.

(8)

khususnya buat Kakanda ku Jenny Elfrida Rajagukguk diucapkan terima kasih yang selalu memberikan dukungan, doa dan perhatiannya. Semoga adik kalian ini menjadi adik yang sukses dan semakin taat ibadahnya. Kepada keponakan-keponakan ku tersayang, khususnya Yohana Henny Calysta Gultom Kepada seluruh keluarga dihaturkan terima kasih atas pengorbanan dan bantuan yang telah diberikan kepada Penulis dan keluarga selama ini. Semoga apa yang telah diberikan tidak menjadi sebuah pengorbanan yang sia-sia.

Akhir kata Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masig jauh dari kesempurnaan karena masih banyak kelemahan da kekurangan. Maka dengan hati yang tulus, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar dimana yang akan datang dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Hukum.

Jadilah Garam dan Terang Dunia.

Medan, April 2013 Hormat Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI

... vi

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Permasalahan ... 6

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D.

Metode Penulisan ... 8

1.

Jenis Penelitian ... 8

2.

Lokasi Penelitian ... 9

3.

Alat Pengumpulan Data ... 9

4.

Analisis Hasil ... 9

E.

Keaslian Penulisan ... 9

F.

Tinjauan Kepustakaan ... 10

1.

Pengertian Asuransi ... 10

2.

Dasar Hukum Asuransi ... 11

3.

Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 12

4.

Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 15

5.

Pengertian Kecelakaan Kerja ... 16

6.

Pengertian Organisasi Buruh/Pekerja ... 18

7.

Dasar Hukum Organisasi Buruh/Pekerja ... 20

8.

Ruang Lingkup PT Perkebunan Nusantara IV

Unit Kebun Bah Jambi ... 21

G.

Sistematika Penulisan ... 23

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG JAMINAN

SOSIAL TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN

KERJA

A.

Sejarah Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia ... 25

(10)

B.

Macam-Macam Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 35

C.

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja ... 43

BAB III PERANAN SERIKAT BURUH/SERIKAT PEKERJA

DALAM PERUSAHAAN

A.

Pengertian Serikat Buruh/Serikat Pekerja ... 51

B.

Sejarah Serikat Buruh/Serikat Pekerja ... 54

C.

Tujuan Serikat Buruh/Serikat Pekerja ... 57

D.

Dasar Hukum Serikat Buruh/Serikat Pekerja ... 59

E.

Peran dan Fungsi Serikat Buruh/Serikat Pekerja

dalam Suatu Perusahaan ... 61

BAB IV PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL TENAGA

KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA PADA PT

PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT KEBUN

BAH JAMBI

A.

Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara IV

(Persero) Unit Kebun Bah Jambi ... 68

B.

Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di PT

Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi

Terhadap Kecelakaan Kerja ... 74

C.

Hambatan yang Diterima Tenaga Kerja dalam

Menerima Uang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang

Diderita Tenaga Kerja... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan... 88

B.

Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA

(11)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN JAMINAN

SOSIAL TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA

DI PTPN

IV (STUDI KASUS DI PTPN

IV UNIT

KEBUN BAH JAMBI, PEMATANG SIANTAR)

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH1 Ramli Siregar, SH, M.Hum2

Putrinita E. R3 ABSTRAKSI

Jaminan sosial tenaga kerja merupakan suatu perlindungan terhadap tenaga kerja dalam suatu perusahaan, yang mana perlindungan tersebut merupakan suatu program pemerintah dalam memberikan perlindungan dasar kepada tenaga kerja serta untuk memberikan hak-hak dan kepentingan bagi tenaga kerja dalam mengatasi resiko-resiko yang akan timbul pada saat terjadinya suatu hubungan kerja, dimana jaminan sosial merupakan suatu asuransi yaitu asuransi jiwa da n asuransi kesehatan bagi tenaga kerja.

Dari hasil penelitian dengan metode pengumpulan data dan hasil wawancara yang dilakukan di PT Perkebunan Nusantara – IV Unit Kebun Bah Jambi bahwa jaminan sosial tenaga kerja merupakan salah satu program yang sangat diperhatikan oleh pihak perusahaan, dimana pihak perusahaan selalu berusaha untuk perlindungan dan berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada tenaga kerjanya dan begitu juga bagi tenaga kerja untuk berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan serta saling menjaga dan melindungi kepentingan bersama.

Program jaminan sosial di PT Perkebunan Nusantara – IV Unit Kebun Bah Jambi yang diberikan kepada tenaga kerja merupakan suatu perlindungan dan suatu pelayanan kesehatan dan jiwa, dimana setiap tenaga kerja diwajibkan untuk terdaftar di dalam program jaminan social tersebut yang mana akan diberikan apabila terjadinya suatu kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian maka pihak Jamsostek akan mengeluarkan biaya dan satunan kepada pihak ahli waris yang ditinggalkannya dengan memenuhi persyaratan yang telah tercantum oleh pihak Jamsostek dan pihak perusahaan.

1

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I 2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II 3

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Kata kunci : - PTPN – IV

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman dalam era globalisasi seperti sekarang ini, segalanya cepat berubah dan berkembang sejalan dengan tuntutan zaman dan majunya teknologi maka dari hari ke hari mobilitas masyarakat semakin banyak dan dituntut cepat. Menjawab semua itu, dunia perusahaan khususnya mengenai tenaga kerja sekarang ini sudah sangat dipersulit oleh karena teknologi yang bertambah maju. Jasa tenaga kerja salah satunya yang menjadi tulang punggung perusahaan dan pembangunan nasional telah banyak diganti dengan semakin canggihnya alat-alat yang dipergunakan untuk pengganti tenaga kerja. Walaupun demikian tenaga kerja merupakan salah satu yang diharuskan ada dalam masyarakat Indonesia untuk mempersempit adanya pengangguran di segala bidang usaha.

(13)

suatu bangsa, karena itu ia merupakan faktor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa.

Salah satu keberhasilan pembangunan nasional adalah kualitas manusia Indonesia,yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap tinggal landas. Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya jaminan hidup yang pasti untuk didapatkannya, dan peningkatan kualitas tenaga kerja serta perlindungan terhadap tenaga kerja harus disesuaikan dengan harkat dan martabat manusia.4

Sasaran utama Pembangunan Nasional tersebut adalah peningkatan kesejahteraan bangsa secara merata bagi semua golongan tingkatan masyarakat. Oleh sebab itu, menjadi cita-cita pula untuk meratakan hasil pembangunan secara bertahap yang akan dicapai nanti, tanpa kerjasama maka tidak akan tercapai apa sebenarnya yang dicita-citakan oleh pembangunan disektor ketenagakerjaan.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pemerintah Orde Baru mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan guna mengganti ketentuan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan untuk memperbaiki kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dalam rangka memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan kepada warga Negara, pada saat itu

4

(14)

masih digunakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Ketenagakerjaan.5

Hukum ketenagakerjaan dengan segala problema dan implikasi tertentu sangat menarik untuk dibahas. Apalagi setelah reformasi banyak menutut banyak perubahan dan penyempurnaan secara signifikan, sehingga diperlukan suatu kajian dan pemahaman tersendiri dan juga menuntut akan terealisasinya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 setelah mempunyai banyak perubahan dari undang-undang lain dan peraturan-peraturan pelaksanaan sebelumnya.

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual (penjelasan umun atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan).6

Kepedulian terhadap pembangunan merupakan usaha yang komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktifitas daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan kerja dan pembinaan hubungan industrial.

5

(15)

Tenaga kerja mempunyai peran dan arti yang sangat penting sebagai kelompok masyarakat produktivitas yang menunjang pelaksanaan pembangunan. Kedudukan tenaga kerja (istilah umumnya dikatakan sebagai Buruh) dalam berbagai macam aspek pembangunan semakin diperhitungkan, mengingat bahwa suksesnya pembangunan terletak pada manusia itu sendiri dalam mengelolanya sehingga manusia tersebut menjadi subyek pembangunan sekaligus menjadi obyek pembangunan. Memang diakui, bahwa jumlah penduduk yang besar apabila tidak diiringi dengan pertumbuhan produksi akan menjadi beban yang bisa menghambat lajunya pembangunan. Namun apabila jumlah penduduk itu digunakan, dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan menguntungkan bagi usaha pembangunan di segala bidang. Bila dilihat dari pandangan ahli ekonomi penduduk merupakan unsur :

a) Yang menciptakan dan mengembangkan teknologi

b) Yang mengorganisasi penggunaan diberbagai faktor produksi.7

Walaupun semakin canggihnya alat-alat yag dipergunakan oleh perusahaan untuk tetap menjalankan roda kerja maka semua tidak lepas dari tenaga kerja manusia. Hal tersebut telah dibuktikan oleh mereka yang bekerja pada lapangan pekerjaan di perusahaan tempat mereka bekerja.

Perlindungan tenaga kerja juga sangat mendapat perhatian dalam hukum ketenagakerjaan, salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan, salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada

7

(16)

tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan memilki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.

Menurut Pasal 99 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Dalam ketentuan tersebut Jamsostek merupakan suatu hak yang tidak hanya dimiliki oleh pekerja/ buruh tetapi juga keluarga. Pemberian hak kepada pekerja/ buruh ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan pelayanan bila ada anggota keluarga pekerja/ buruh mengalami sakit atau memerlukan bantuan medis lain seperti hamil dan melahirkan serta mereka yang mendapatkan kecelakaan kerja.8

Kesejahteraan yang perlu dikembangkan bukan hanya bagi tenaga kerja sendiri, akan tetapi juga bagi keluarganya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam arti luas, yang harus tetap dipelihara termasuk pada saat tenaga kerja kehilangan sebahagian atau pun seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya resiko-resiko sosial antara lain kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia, cacat dan hari tua. Dalam keadaan hilang sama sekali, kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Oleh karena resiko ini bersifat universal, maka perlu dipecahkan secara sistematis, terencana, bertahap serta berkelanjutan.

Berdasarkan pemaparan di atas, perlu dibahas masalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja di perusahaan PT.Perkebunan Nusantara IV khususnya pada Unit

(17)

Kebun Bah Jambi, dimana perlu diketahui bahwa perusahaan PT. Perkebunan Nusantara IV ini merupakan salah satu perusahaan BUMN yang terbesar di Sumatera Utara dan mempunyai banyak tenaga kerja, untuk itu ingin diketahui lebih mendetail berapa banyak kecelakaan kerja yang dihadapi oleh perusahaan ini dan apakah perusahaan itu mengikuti aturan yang berada pada Undang-Undang Ketenaga Kerjaan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Oleh karena itu untuk membahas hal tersebut dipilih judul skripsi yaitu “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Atas

Kecelakaan Kerja di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi,Pematang Siantar”.

B. Permasalahan

Dalam penulisan skripsi harus ditentukan terlebih dahulu mengenai masalah yang merupakan titik tolak dari pembahasan selanjutnya. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana Pengaturan Hukum tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja atas Kecelakaan Kerja.

2. Bagaimana Keberadaan Serikat Buruh / Serikat Pekerja dalam Suatu Perusahaan.

(18)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Sehubungan dengan perusahaan yang dikemukakan di atas maka penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tentang Pengaturan Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja atas Kecelakaan Kerja.

2. Untuk mengetahui peran Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam Suatu Perusahaan.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi Tenaga Kerja dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Ketika Kecelakaan Kerja dihadapi oleh Tenaga Kerja di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi, Pematang Siantar.

Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang jelas antara lain :

1. Manfaat Teoritis, hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sedikit sumbangan pengetahuan tentang pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja terhadap kecelakaan kerja di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi, Pematang Siantar.

2. Manfaat Praktis, diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dengan pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja terhadap kecelakaan kerja yang sesuai dengan kaedah hukum.

(19)

1. Jenis Peneltian

Di dalam pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini, telah dikumpulkan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung penulisan skripsi.

Cara pengumpulan data dilakukan dengan dua (2) cara, yakni :

Pertama, penelusuran bahan Kepustakaan (Library Research) dari perpustakaan terhadap bahan-bahan yang relevan dengan penulisan skripsi ini yakni, buku-buku yang bersumber dari Hukum Ketenagakerjaan dan buku tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang di dalamnya juga terdapat Pendapat Sarjana tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, serta Perundang-undangan yang dipakai seperti : Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Kedua, pengambilan data dari lapangan yang disebut dengan Penelitian Lapangan (Field Research), yakni PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi. Dalam hal ini yang diperlukan adalah tentang dokumentasi Perusahaan terutama yang berkaitan dengan Kecelakaan Kerja dan Pembayaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mengalami kecelakaan kerja.

(20)

Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi, Pematang Siantar dengan pertimbangan bahwa tempat tersebut memenuhi karakteristik untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang akan diteliti.

3. Alat Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini di lapangan, maka alat yang dipakai untuk mendapatkan data tersebut melalui, studi dokumen di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi dan melalui wawancara dengan beberapa kepala bagian di perusahaan tersebut.

4. Analisis Hasil

Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data dengan berbagai macam cara dan diperlukannya dokumentasi perusahaan, maka akan dilakukan analisis data.

E. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Atas Kecelakaan Kerja dan data yang diperoleh dari perpustakaan, judul ini belum pernah ditulis sebagai skripsi.

(21)

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Asuransi

Asuransi adalah bagian dari ilmu ekonomi dengan misi utamanya melindungi kekayaan” itu terhadap resiko kerugian yang dihadapinya. Asuransi

jiwa adalah alat keuangan untuk menyediakan dana bagi pemeliharaan ahli waris dan harta peninggalan seseorang yang sudah meninggal. Asuransi kesehatan adalah alat keuangan untuk menyediakan untuk menyediakan dana untuk perawatan sakit si tertanggung dan keluarganya selama ia tidak mampu bekerja (disabled). Dimana asuransi kesehatan bertujuan untuk membayar biaya rumah sakit, biaya pengobatan dan mengganti kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatannya karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit.9

Ditinjau dari sudut perseorangan, asuransi jiwa adalah suatu metode untuk menciptakan suatu estate, suatu metode untuk menjaga agar rencana menghimpun harta untuk kepentingan orang lain (terutama keluarganya) dapat terwujud, baik kepala keluarga (breadwinner) meninggal sebelum waktunya (prematurely) maupun hidup sampai tua Bangka.

Berdasarkan Pasal 246 dalam KUHD bahwa Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena peristiwa yang tak tertentu.

9

(22)

2. Dasar Hukum Asuransi

Berdasarkan Pasal-Pasal KUHD yaitu

a. Pasal 246 bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dengan mana penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena peristiwa yang tak tertentu.

b. Pasal 247 dimana Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai :  Bahaya kebakaran

 Bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni  Jiwa satu atau beberapa orang

 Bahaya laut dan perbudakan

 Bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, di sungai, dan di

perairan

c. Pasal 257 dimana Perjanjian pertanggungan berlaku seketika setelah ia ditutup: hak-hak dan kewajiban-kewajiban penanggung dan tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. d. Pasal 268, pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat

dinilai dengan uang, dapat terkena sesuatu bahaya, dan tidak dilarang oleh undang-undang.

(23)

Jaminan sosial dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan istilah Social Security. Istilah ini untuk pertama kalinya dipakai secara resmi oleh Amerika Serikat dalam suatu Undang-Undang yang bernama The Social Security Act Of 1935. Kemudian dipakai secara resmi oleh New Zealand Tahun 1938 sebelum secara resmi dipakai oleh ILO (International Labour Organization). Menurut ILO :

Social Security pada prinsipnya adalah sistem perlindungan yang diberikan

oleh masyarakat untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam menghadapi resiko-resiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan terhentinya/sangat berkurangnya penghasilan”.10

Sedangkan Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal

International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional

Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengatakan bahwa :

“Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh

masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa -peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”.11

10

Astek Menjawab, Masalah Astek, No. 3 Tahun I, Juli, 1985, hal. 15 11

(24)

Sejalan dengan dua pengertian di atas, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pada Pasal 2 ayat (4) menggariskan bahwa :

“Jaminan Sosial sebagai perwujudan dari sekuritas sosial adalah seluruh

sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”.12

Namun kenyataannya menunjukkan, bahwa Hukum Perburuhan Indonesa tidak memasukkan Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja dan Keamanan Kerja di dalam konsepsi jaminan sosial, hal ini berarti, bahwa Hukum Perburuhan Indonesia mendefikasikan jaminan sosial itu secara murni atau secara sempit, seperti yang dikemukakan oleh Imam Soepomo, bahwa: “Jaminan sosial adalah

pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya”.13

Pengertian jaminan sosial secara sempit ini lebih dipertegas lagi oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : PER-03/MEN/1980 yang dalam Pasal 2 ayat (1) menentukan, bahwa :

12

H. Zainal Asikin, S.H., S.U. (dkk), Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008) hal. 99

13

(25)

“Program jaminan sosial adalah program yang meliputi jaminan sakit,

hamil, bersalin, hari tua/pensiun, kecelakaan/cacad dan meninggal dunia bagi tenaga kerja dan/atau keluarganya”.14

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah upaya kebijaksanaan yang ditujukan kepada tenaga kerja terutama yang berada di lingkungan perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak (tenaga kerja dan pengusaha). Dalam kamus popular “Pekerjaan sosial” istilah jaminan sosial adalah suatu program

perlindungan yang diberikan oleh Negara, masyarakat dan organisasi sosial kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan dan penghidupannya, seperti penyakit kronis, kecelakaan kerja dan sebagainya.15

Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja dinyatakan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, yaitu

“Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit bersalin, hari tua dan meninggal dunia”.

Dari pengertian jaminan sosial tenaga kerja di atas dapat ditarik kesimpulan, jaminan sosial mempunyai beberapa aspek, antara lain :

14

H. Zainal Asikin, S.H., S.U. (dkk), op. cit., hal. 100 15

(26)

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat dimana mereka bekerja. c. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.

d. Menciptakan ketenangan bekerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko-resiko kerja dan upaya pemeliharaan terhadap tenaga kerja. e. Dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja akan menciptakan ketenangan

bekerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga diri mausia dalam menghadapi resiko sosial ekonomi.

4. Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK ini dikeluarkan berlandaskan dasar-dasar hukum.

a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

(27)

c. Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55 : Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912)

d. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembara Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918) e. Undang-Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di

Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201).

5. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan terjadi. Tak terduga karena di belakang peristiwa tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai dengan kerugian material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat, baik bagi pengusaha maupun bagi pekerja/buruh.16

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, demikian juga kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju ke tempat kerja dan pulang ke rumah menuju jalan yang biasa atau wajar dilalui.

16

(28)

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 bahwa kecelakaan kerja itu tidak hanya kecelakaan yang terjadi di ruangan kerja saja, tetapi juga kecelakaan yang terjadi sejak pekerja meninggalkan rumahnya menuju tempat bekerjanya sampai dia pulang kembali ke rumahnya dengan melalui jalan yang biasa dilaluinya. Kecelakaan yang terjadi di jalan raya atau yang terjadi selama seorang pekerja melakukan pekerjaan atas perintah atasan dianggap kecelakaan kerja.

Sebaliknya, tidak dianggap sebagai kecelakaan kerja, apabila seorang pekerja di dalam perjalanannya menuju ke tempat atau pulang kerja mampir terlebih dahulu ke suatu tempat dan terjadi kecelakaan di tempat itu. Kecelakaan yang demikian tidak dianggap sebagai kecelakaan kerja yang mana mampir untuk tugas pribadi atau tugas rumah.

Disamping itu penyakit yang timbul sebagai akibat langsung dari pekerjaan juga dapat dianggap sebagai kecelakaan kerja. Namun kalau penyakit itu menyebabkan cacat atau meninggal. Maka untuk dapat dianggap sebagai kecelakaan kerja haruslah dia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah :

a. Pekerjaan tenaga kerja harus menanggung risiko penyebab penyakit tersebut.

b. Pekerja/tenaga kerja yang bersangkutan berhubungan langsung dengan risiko tersebut.

(29)

d. Tidak ada kelalaian yang disengaja oleh pekerja/tenaga kerja sehingga ia terkena penyakit itu.

e. Khusus untuk penyakit slicosic, absestorius, dan bynosis absestorius, dan bynosis tidak dianggap sebagai penyakit kerja, bila pekerja belum datang ke tempat tersebut (tempat penyebab penyakit) selama 10 (sepuluh) tahun.

6. Pengertian Organisasi Buruh/Pekerja

Menurut RG. Kartasapoetra, dalam bukunya Hukum Perburuhan di

Indonesia berlandaskan Pancasila.17

Jelasnya, yang dimaksud dengan Organisasi Buruh di tanah air kita adalah organisasi yang didirikan oleh dan untuk kaum buruh secara sukarela yang berbentuk sebagai berikut :

a. Serikat Buruh,

Serikat buruh adalah suatu organisasi yang didirikan oleh dan untuk buruh secara sukarela, berbentuk kesatuan dan mencakup lapangan pekerjaan, serta disusun secara vertikal dari pusat sampai unit-unit kerja (basis);

b. Gabungan Serikat Buruh,

Gabungan Serikat Buruh adalah suatu organissasi buruh yang anggota-anggotanya terdiri dari Serikat Buruh seperti di atas.

17

(30)

Dari pengertian di atas yang diberikan oleh RG. Kartasapoetra, maka tampaknya apa yang dikemukakan itu adalah sesuai dengan bunyi pasal 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor PER/01/MEN/1975 tentang Pendaftaran Organisasi Buruh, tanpa memberikan penjelasan sedikitpun.

Sesungguhnya Organisasi Buruh oleh Peraturan Mentranskop di atas adalah FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) yang sekarang ini disebut denga SPSI. Ini dapat dibuktikan dengan adanya Surat Mentranskop Nomor 286a/DD/Dphk/1974 tentang Pengakuan Organisasi Buruh FBSI, yang mengakui FBSI itu sebagai salah satu wadah Perserikatan Buruh Vaksentral yang mengorganisir semua Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan di seluruh Indonesia tanpa kecuali.

Sedangkan yang dimaksud dengan Serikat Buruh dan Gabungan Serikat Buruh dapat dijelaskan sebagai berikut;

(31)

yang saat ini berkantor di Medan, yang berfungsi sebagai wadah berhimpunnya Pekerja PT Perkebunan Nusantara IV (Persero).18

7. Dasar Hukum Organisasi Buruh/Pekerja a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28

Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 ini memberikan hak kepada seluruh warga Negara untuk berserikat, berkumpul da mengeluarkan pendapatnya. Meskipun sifatnya agak umum namun pasal inilah yang dipakai dasar oleh para buruh kita untuk mendirikan barisan Buruh Indonesia pada awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia.

b) Undang-Undang Dasar Sementara 1950 Pasal 29

Pada intinya menentukan bahwa setiap orang berhak untuk mendirikan Serikat Pekerja dan masuk ke dalamnya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingannya. Jadi, Pasal 29 Undang-Undang Sementara Tahun 1950 lebih khusus sifatnya dari Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

c) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949

Pada pokoknya sebagai berikut :

1) Menjamin kebebasan buruh untuk masuk Serikat Buruh;

2) Melindungi Buruh terhadap campur tangan majikan dalam hal ini;

18

(32)

3) Melindungi Serikat Buruh terhadap campur tangan majikan dalam mendirikan, cara bekerja serta cara mengurus organisasinya;

4) Menjamin penghargaan hak berorganisasi;

5) Menjamin perkembangan serta penggunaan badan perundingan sukarela untuk mengatur syarat-syarat dan keadaan-keadaan kerja dengan perjanjian perburuhan.

d) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja Pasal 11 yang bunyinya :

 Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota

Perserikatan Tenaga Kerja;

 Pembentukan Tenaga Kerja dilakukan secara demokratis.

e) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor 8/Edrn/1974 tentang pembentukan/FBSI pada perusahaan-perusahaan;

Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor 01/Men/1975 tentang Pendaftaran Organisasi Buruh.

8. Ruang Lingkup PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi

(33)

Perkebunan dan Pengolahan Kelapa sawit yang menghasilkan Minyak (CPO) dan Inti (PK).19

Lokasi Kebun Bah Jambi berada di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi dan Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Jarak dengan Kota Medan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara berkisar 147 km dan dari Pematang Siantar 19 km.

Kebun Bah Jambi memiliki luas HGU 8.060,5 Ha yang terdiri dari 9 Afdeling Tanaman Kelapa Sawit, Emplasmen, Pembibitan, Pabrik dan Kolam Limbah. Topografi tanah keadaannya sedikit bergelombang dan berbukit. Jenis tanah Podolik Coklat Kuning (PCK) dan Podsolik Coklat (PC).20

Pada umumnya keadaan areal di lokasi PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi rata dan sebagian tempat berbukit dengan ketinggian tempat 368 meter di atas permukaan laut (dpl).

Dari lokasi tersebut, ada beberapa keuntungan yang dimiliki oleh lokasi PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi antara lain :

 Dekat dengan areal perkebunan yang menjadi lahan penghasil bahan baku  Dekat dengan jalan raya sehingga memudahkan pendistribusian produk  Tenaga kerja mudah didapat dan dicari

PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun Bah Jambi memiliki Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimana dahulu, sebelum pengambilalihan oleh Pemerintah

19

Selayang Pandang Kebun Bah Jambi, op. cit., hal. 4 20

(34)

Republik Indonesia, Pabrik Bah Jambi adalah milik Perusahaan Belanda NV. Handle Veroging Amsterdam (HVA) yang mengelola Produk Sisal (Agave Sisalana). Kemudian direnovasi menjadi Pabrik Kelapa Sawit dan mulai beroperasi pada tahun 1967 dengan kapasitas awal 30 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam, yang kemudian pada tahun 1972 ditingkatkan menjadi 50 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam.

Pada tahun 1998 dilaksanakan pembenahan tata letak, tata ruang serta penyempurnaan mesin-mesin PKS dari kapasitas 50 ton Tandan Buah Segar (TBS) menjadi 60 ton Tandan Buah Segar (TBS). PKS Unit Kebun Bah Jambi dengan luas 8.832,15 meter2 sebagai tempat untuk mengolah buah kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Inti Sawit (PK) yang merupakan bahan setengah jadi yang selanjutnya dikirim ke PT. SAN Belawan, PAMINA Adolina dan sejak tahun 2000 Inti Sawit (PK) diolah ke PPIS Pabatu menjadi OIL dan PK Meal.21

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian Pendahuluan ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, sistematika penulisan

(35)

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA

Pada bagian bab ini diuraikan tentang sejarah jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, macam-macam jaminan sosial tenaga kerja, peran pemerintah dalam perlindungan jaminan sosial tenaga kerja.

BAB III PERANAN SERIKAT BURUH/SERIKAT PEKERJA DALAM PERUSAHAAN

Pada bagian bab ini diuraikan tentang pengertian serikat buruh/serikat pekerja, sejarah serikat buruh/serikat pekerja, tujuan serikat buruh/serikat pekerja,dasar hukum serikat buruh/serikat pekerja,peran dan fungsi serikat buruh/serikat pekerja dalam suatu perusahaan.

BAB IV PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV UNIT KEBUN BAH JAMBI

(36)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG JAMINAN SOSIAL

TENAGA KERJA ATAS KECELAKAAN KERJA

D. Sejarah Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia

1.

Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 1 terdapat berbagai pengertian yang berhubungan dengan jaminan sosial tenaga kerja, yaitu :

a. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

b. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

c. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

(37)

a. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

b. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

c. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yag terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

d. Cacat adalah keadaan hilang atau berkuragnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.

e. Sakit adalah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan.

f. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.

(38)

menimbulkan kerugian. Ketidakpastian murni inilah yang seringkali disebut denga risiko. Risiko terdapat dalam berbagai bidang, dan bisa digolongkan dalam dua kelompok utama yaitu risiko fundamental dan risiko khusus. Risiko fundamental ini sifatnya kolektif dan dirasakan oleh seluruh masyarakat, seperti risiko politis, ekonomis, sosial, hankam dan internasional. Sedangkan resiko khusus, sifatnya lebih individual karena dirasakan oleh perorangan, seperti resiko terhadap harta benda, terhadap diri pribadi, dan terhadap kegagalan usaha.

Untuk menghadapi resiko ini tentunya diperlukan suatu instrument atau alat yang setidak-tidaknya akan dapat mencegah atau mengurangi timbulnya resiko itu. Instrument atau alat ini disebut dengan jaminan sosial.

Jaminan sosial dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan istilah Social Security. Istilah ini untuk pertama kalinya dipakai secara resmi oleh Amerika Serikat dalam suatu Undang-Undang yang bernama The Social Security Act Of 1935. Kemudian dipakai secara resmi oleh New Zealand Tahun 1938 sebelum secara resmi dipakai oleh ILO (International Labour Organization). Menurut ILO : “Social Security pada prinsipnya adalah sistem perlindungan yang diberikan

oleh masyarakat untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam menghadapi resiko-resiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan terhentinya/sangat berkurangnya penghasilan”.22

Sedangkan Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal

International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional

Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengataka bahwa :

(39)

“Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh

masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”.23

Sejalan dengan dua pengertian di atas, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pada Pasal 2 ayat (4)nya menggariskan bahwa :

“Jaminan Sosial sebagai perwujudan dari sekuritas sosial adalah seluruh

sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”.24

Kalau diperhatikan ketiga pengertian di atas, maka nampaknya ketiga pengertian tersebut memberikan pengertian jaminan sosial dengan begitu luasnya, seakan-akan jumlah sscial itu sendiri telah mencakup bidang pencegahan dan penyembuhan serta bidang pembinaan, ketiga bidang ini kalau dikaitkan lebih jauh lagi akan apa yang dinamakan Perlindungan Buruh, sehingga akan amat luaslah ruang lingkupnya. Kalau kita akan membicarakan jaminan sosial bagi pekerja dengan bertumpunya pada defenisi di atas, maka yang dimasukkan ke dalam jaminan sosial ini hal-hal yang bersangkutan dengan :

23

Sentanoe Kertonegoro, loc. cit.

24

(40)

1) Jaminan sosial itu sendiri 2) Kesehatan keja, dan

3) Keselamatan dan keamanan kerja25

Namun kenyataannya menunjukkan, bahwa Hukum Perburuhan Indonesia tidak memasukkan Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja dan Keamanan Kerja di dalam konsepsi jaminan sosial, hal ini berarti, bahwa Hukum Perburuhan Indonesia mendefikasikan jaminan sosial itu secara murni atau secara sempit, seperti yang dikemukakan oleh Imam Soepomo, bahwa “Jaminan Sosial adalah

pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya”.26

Pengertian jaminan sosial secara sempit ini lebih dipertegas lagi oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : PER-03/MEN/1980 yang dalam Pasal 2 ayat (1) menentukan, bahwa :

“Program jaminan sosial adalah program yang meliputi jaminan sakit,

hamil, bersalin, hari tua/pensiun, kecelakaan/cacad dan meninggal dunia bagi tenaga kerja dan/atau kelurganya”.

Untuk mempermudah pengertian, maka dari uraian di atas dapat disimpulkan :

1) Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan secara sempit dalam pengertian yang luas jaminan sosial ini meliputi pula usaha-usaha yang berupa:

25

(41)

a. Pencegahan dan pengembangan, yaitu di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum dan lain-lain yang dapat dikelompokkan dalam pelayanan sosial (social security).

b. Pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacad, dan berbagai ketunaan yang dapat dikelompokkan dalam pengertian bantuan sosial (social assistance). c. Pembinaan dalam bentuk perbaikan gizi, perusahaan, transmigrasi,

koperasi dan lain-lain yang dapat dikategorikan dalam sarana sosial (sosial infra struktur).

2) Hukum Perburuhan Indonesia memberikan pengertian jaminan sosial secara sempit, dengan bentuk-bentuk seperti yang akan diuraikan pada sub-sub bab berikutnya.27

2. Sejarah Terbentuknya Jaminan Sosial Bagi Pekerja

Gerakan jaminan sosial dimulai pada permulaan abad ke-19 di Eropa Barat. pada waktu itu di negara-negara tersebut sudah berlaku perundang-undangan kemiskinan (poor law) di mana orang-orang miskin dapat memperoleh bantuan dari pemerintah.

Peraturan perundangan kemiskinan ini pada mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk mencegah terjadinya kelaparan dan ketelantaran sehingga menghindari kemungkinan terjadinya gejolak sosial. Namun mengingat pada waktu itu di Eropa Barat terjadi pula proses industrialisasi yang menimbulkan golongan masyarakat baru, yang terdiri dari para buruh dengan upah yang rendah,

27

(42)

mengakibatkan perundangan kemiskinan itu dituntut pula agar berlaku bagi mereka. Dengan berlakunya peraturan perundangan kemiskinan tersebut, bagi para kaum buruh di Eropa Barat, maka dimuailah suatu momentum baru yang mendasari prinsip-prinsip jaminan sosial bagi buruh yang peraturan perundangannya baru bisa dibentuk beberapa tahun kemudian.

Secara bertahap sampai dengan tahun 1880 terdapat tiga metode yang dipergunakan untuk memberikan perlindungan (jaminan social) bagi buruh dari ketelantaran, yaitu :

 Tabungan Kecil

Dengan metode ini prinsip jaminan sosial tidak mencapai sasarannya. Upah buruh/tenaga kerja yang sudah sedemikian kecilnya tidak mungkin akan disisihkan/disisakan lagi untuk tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sudah dapat dikatakan tidak mencukupi apalagi untuk ditabung

 Tanggung Jawab Pengusaha

(43)

Di Indonesia metode ini pernah dipergunakan, baik semasa Pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan KUH Perdata, maupun setelah kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947. Namun karena tetap dianggap mempunyai kelemahan, maka metode ini pun ditinggalkan. Suatu contoh dapat dikemukakan dari KUH Perdata pasal 1602w.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa buruh yang tertimpa kecelakaan kerja dapat menuntut majikan(yang tentu saja lewat pengadilan) untuk memberikan ganti kerugian. Tuntutan ini dapat dilakukan dengan alasan, bahwa majikan telah melalaikan kewajibannya untuk memelihara alat-alat sehingga buruh tertimpa kecelakaan.

Namun seperti yang telah dikemukakan di atas, meskipun metode tanggung jawab pengusaha ini mempunyai beberapa kelemahan namun Negara kita pernah mempergunakan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947.

 Metode Asuransi Komersial

(44)

Pada awalnya, metode ini membawa hasil. Tetapi lama kelamaan sering jaminan yang dijanjikan tidak terpenuhi karena faktor manajemen yang tidak teratur. Karena itu maka pemerintah turun tangan dengan memberi pengaturan, pengawasan dan pembatasan kegiatan usaha-usaha yang dapat dilakukannya secara efisien. Pengelolaan bidang usaha tersebut akhirnya dikelola secara komersial sehingga mirip dengan perusahaan asuransi yang kita kenal sekarang ini.

Karena sudah bersifat komersial maka sulit diharapkan metode ini akan mencapai sasaran dalam memberikan jaminan sosial secara kolektif yang menyangkut risiko sosial dan ekonomis, seperti pertanggungan sakit, hamil dan bersalin misalnya. Apabila dipaksakan, kemungkinan risiko yang hanya bisa dicakup oleh perusahaan komersial hanyalah asuransi jiwa saja.

Karena alasan-alasan tersebut di atas maka di negara-negara yang sedang berkembang tidak ada yang mempergunakan metode asuransi komersial ini.

 Metode Asuransi Sosial

Program asuransi sakit. Kemudia dalam tahap berikutnya tahun 1884 ditambah dengan program asuransi kecelakaan kerja. Dan pada tahun 1889 dilengkapi dengan Program Asuransi Pensiun hari tua dan cacat.

(45)

Asuransi sosial ini dikatakan mantap dan baik karena mengandung sifat-sifat sebagai berikut :

 Dibiayai dari iuran pekerja, pengusaha dan mungkin saja pemerintah;  Jaminan dibayarkan dari iuran tersebut;

 Hak buruh didasarkan atas iurannya;

 Tidak diperlukan adanya tes kebutuhan; semua pekerja berdasarkan

peraturan perundang-undangan diwajibkan menjadi peserta tanpa memandang kesehatan dan besar kecilnya risiko kerja.

Menyadari akan baiknya sistem asuransi sosial ini maka pemerintah mempergunakan sistem/metode ini melalui/berdasarkan: Peratuaran Menteri Perburuhan Nomor 3 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977.

Dari uraian tersebut mengenai sejarah terbentuknya jaminan social bagi pekerja ini, maka dapat disimpulkan bahwa Republik Indonesia dalam sejarah jaminan social bagi pekerja-pekerjanya pernah memakai metode-metode tanggung jawab pengusaha dan metode asuransi sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951, Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 3 Tahun 1964 jo Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 3 Tahun 1967, dan yang terakhir yang sedang hangat-hangatnya diberlakukan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977.28

28

(46)

E. Macam-Macam Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Berbicara tentang macam-macam jaminan sosial tenaga kerja, maka tidak terlepas dari pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Pasal 6 ayat (1) yang menjadi ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi:

1) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 2) Jaminan Kematian (JK)

3) Jaminan Hari Tua (JHT)

4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)29

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947; adalah Undang-Undang tentang Kecelakaan. Oleh karena itu maka undang-undang ini memberikan jaminan kecelakaan/menderita sakit dalam hubungan kerja yang meliputi jaminan sosial untuk :

a. Jaminan Sosial/Tunjangan untuk Sakit (perawatan dan pengobatan) b. Jaminan Sosial/Tunjangan Cacat (yaitu tunjangan kepada buruh sendiri) c. Jaminan Sosial/Tunjangan Meninggal dunia, janda/duda, dan anak yatim piatu.30

Jaminan-jaminan sosial di atas diberikan kepada yang berhak sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan untuk masing-masing kecelakaan. Namun karena undang-undang ini dikeluarkan Tahun 1947 maka tentu saja jumlah pemberian ganti kerugian (jaminan) nya sudah tidak sesuai lagi untuk zaman sekarang.

29

(47)

Dalam praktek, yang berlaku sekarang adalah Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977). Namun ini hanya terbatas pada pekerja yang menjadi peserta ASTEK saja. Bagi yang tidak, pada prinsipnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 masih tetap berlaku bagi mereka.

a. Jaminan Sosial/Tunjangan untuk Sakit

Perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan sakit dalam hal ini adalah sakit yang berhubungan dengan pekerjaan/hubungan kerja. Jadi bukan semacam sakit malaria atau sakit kepala, panas dan lain-lainnya yang satu, dua atau tiga hari akan sembuh. Sakit yang akan mendapatkan tunjangan adalah sakit yang diderita lebih dari tiga hari dan nyata-nyata penyakit itu disebabkan oleh karena adanya hubungan kerja atau alat-alat kerja.

Besarnya tunjangan sakit tidak ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947. Yang jelas, bahwa segala biaya pengobatan dan perawatan termasuk obat-obat yang berkaitan dengan penyakitnya harus diberikan penggantian kerugian. Oleh karena itu, segala kwitansi atau bukti-bukti pembayaran lainnya dari si penderita harus disimpan untuk nanti setelah dia sembuh egala biaya tersebut dapat dimintakan penggantian kerugian kepada pengusaha..

(48)

menjadi 50% dari upah setiap hari selama pekerja yang bersangkutan belum mampu bekerja. Pembayaran tunjangan ini dilakukan setiap waktu para pekerja menerima upahnya, kecuali jika antara pengusaha dan pekerja yang bersangkutan telah dibuat perjanjian lain dari pada itu.

Dalam hal menentukan mampu tidaknya seorang pekerja untuk bekerja kembali, setelah mengalami kecelakaan tentunya diperlukan jasa seorang dokter penasihat. Dokter ini adalah dokter khusus yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang Kecelakaan tersebut. b. Jaminan Sosial/Tunjangan Cacat

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 sebetulnya membagi pengertian cacat ini ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Cacat yang mengakibatkan pekerja untuk sementara tidak mampu bekerja, dan

2. Cacat yang mengakibatkan pekerja untuk selama-lamanya tidak mampu bekerja.

Cacat yang tersebut pada poin 1 (satu) bahwa tidaklah termasuk yang namanya cacat, sebab yang namanya cacat menurut persepsi adalah keadaan yang mengakibatkan seorang pekerja itu selamanya tidak mampu lagi mengerjakan yang biasa ia lakukan.

(49)

Sedangkan tunjangan untuk pekerja yang mengalami kecelakaan yang mengakibatkan selamanya pekerja tersebut tidak akan mampu lagi untuk bekerja, sudah ditentukan di dalam lampiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947.

Tunjangan tersebut harus sudah dibayar oleh pengusaha setelah dokter penasihat menyatakan, bahwa pekerja karena kecelakaan tersebut selamanya tidak akan mampu lagi bekerja.

Untuk lebih jelasnya mengenai berapa besarnya tunjangan cacat untuk selamanya tidak mampu bekerja ini, akan kami kutipkan lampiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 sebagai berikut :

Selama-lamanya tidak mampu bekerja karena kehilangan : Persentase Tunjangan x besar upah

:

1. Lengan kanan dari sendi bahu ke bawah 40

2. Lengan kiri dari sendi bahu ke bawah 35

3. Lengan kanan dari sendi ke bawah 35

4. Lengan kiri dari sendi ke bawah 30

5. Tangan kanan dari atas pergelangan ke bawah 30

6. Tangan kiri dari atas pergelangan ke bawah 28

7. Kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah 70

8. Sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah 35

9. Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah 50

10.Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah 25

11.Kedua belah mata menjadi buta 70

12.Sebelah mata menjadi buta 30

(50)

14.Pendengaran pada sebelah telinga 10

15.Ibu jari tangan kanan 15

16.Ibu jari tangan kiri 12

17.Telunjuk tangan kanan 9

18.Telunjuk tangan kiri 7

19.Satu jari lain dari tangan kanan 4

20.Satu jari lain dari tangan kiri 3

21.Salah satu ibu jari kaki 3

22.Salah satu ibu jari kaki yang lainnya 2

Perlu diperhatikan bahwa :

a. Bagi orang kidal, kalau kehilangan salah satu lengan atau jari, maka keterangan kanan dan kiri yang tersebut dalam daftar tersebut di atas, diperuntukkan letaknya;

b. Dalam hal kehilangan beberapa anggota badan yang tersebut di atas, maka besarnya tunjangan ditetapkan dengan menjumlahkan banyaknya persen dari tiap-tiap anggota;

c. Anggota badan yang tidak dipakai sama sekali karena lumpuh dianggap sebagai hilang.

(51)

dengan dokter penasihat mengenai hal ini Menteri Tenaga Kerja yang harus menetapkan dengan mengingat pertimbangan Menteri Kesehatan.

Di samping itu, jika cacatnya pekerja tersebut keadaannya sedemikian rupa sehingga di rumahnya dia sama sekali tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang biasa dia lakukan sebelum dia menderita cacat itu, maka besarnya tunjangan adalah 50% dari upah sehari untuk setiap harinya.

Dan jika dengan kecelakaan/cacat itu menyebabkan si pekerja secara terus-menerus memerlukan bantuan orag lain bagi dirinya maka besarnya tunjangan dinaikkan menjadi 70% dari upah.

c. Jaminan Sosial/Tunjangan Meninggal Dunia

Jika pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan yang diderita di dalam hubungan kerja, maka semua ahli waris yang menjadi tanggungannya mendapatkan tunjangan/jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947.

Pemberian tunjangan ini hanya dapat dilakukan secara berkala/tiap bulan, kecuali dengan persetujuan pegawai pengawas tunjangan berkala ini dapat doganti menjadi tunjangan sekaligus apabila :

 Jika dengan pemberian tunjangan sekaligus itu keluarga yang ditinggalkan

pekerja ini tidak akan menjadi terlatar hidupnya;

(52)

 Jika perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan merupakan suatu

hukum yang akan dibubarkan;

 Jika majikan perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan

meniggal dunia, dan warisannya aka dibagi oleh para ahli warisnya.

Sedangkan besarnya tunjangan/jaminan sosial bagi ahli waris pekerja yang meninggal dunia adalah sebagai berikut :

 Sebesar 30% dari upah setiap hari untuk jandanya. Jika terdapat lebih dari

seorang janda, maka tunjangan yang 30% harus dibagi rata di antara mereka. Kemudian jika pekerja yang meninggal adalah wanita, maka suami yang ditinggalkannya akan mendapat tunjangan 30% dengan syarat suaminya itu tidak mempunyai pekerjaan;

 Sebesar 15% dari upah setiap hari bagi seorang anak yang sah atau disahkan, dan belum berumur 16 tahun atau belum kawin. Jika anak itu dengan meninggalkan pekerjaan menjadi yatim piatu maka banyaknya tunjangan ditambah menjadi 20%;

 Paling banyak 30% dari upah setiap hari untuk tiap hari bagi ayah dan ibu,

(53)

tidak lagi mendapatkan tunjangan; misalnya karena janda/duda itu kawin lagi, dan anak-anaknya sudah berumur lebih dari 16 tahun.

 Paling banyak 20% dari upah setiap hari bagi cucu pekerja yang tidak berorang tua lagi dan nafkanhnya dicarikan sendiri oleh pekerja.

Tunjangan untuk cucu pekerja ini juga dapat diberikan apabila penerima tunjangan pada poin 1,2 dan 3 sudah menerima secara penuh.

 Paling banyak 30% dari upah sehari untuk mertua laki-laki dan mertua wanita dari pekerja yang nafkahnya dicarikan oleh pekerja.

Tunjangan ini baru dapat diberikan apabila penerima yang tersebut pada poin 1, 2, 3 dan 4 sudah menerima secara penuh.

Di atas telah dikatakan, bahwa tunjangan-tunjangan bagi ahli waris pekerja dapat pula diberikan secara sekaligus bila pegawai pengawasan mengizinkan. Besarnya pemeberian tunjangan secara sekaligus ini ditetapkan :

 Sama dengan 48 kali tunjangan setiap bulan, apabila tunjangan telah

diberikan secara berkala kurang dari 1 (satu) tahun;

 Sama dengan 40 kali tunjangan setiap bulan, apabila tunjangan telah

diberikan secara berkala selama 1 (satu) tahun lebih, tetapi kurang dari 2 (dua) tahun;

 Sama dengan 24 kali tunjangan setiap bula, apabila tunjangan telah diberikan secara berkala selama 3 (tiga) tahun lebih.

(54)

Besarnya tunjangan uang kubur ini ketika Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 seratus dua puluh lima rupiah.

Jumlah yang Rp 125,00 tentu saja untuk saat sekarang tidak ada gunanya, dan oleh karenanya perlu disesuaikan. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang akan menyesuaikan jumlah tunjangan kubur di atas sampai sekarang tidak muncul-muncul.

Karena tidak ada peraturan yang menyesuaikan besarnya uang kubur, maka praktek yang berlaku adalah kebijaksanaan dari majikan perusahaan. Artinya, besar tunjangan uang kubur yang diberikan kepada ahli waris pekerja adalah tergantung dari kebijaksanaan majikannya. Akibatnya, besar uang tunjangan kubur di masing-masing perusahaan adalah berbeda. Dan ini tentu saja menimbulkan rasa ketidakadilan. Oleh karena itu, jalan yang paling baik adalah memasukkan semua pekerja menjadi peserta ASTEK.

F. Peran Pemerintah dalam Perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Pemerintah mempunyai peranan yang sangat besar untuk terselenggaranya jaminan sosial tenaga kerja dengan sebaik-baiknya. Pemerintah dalam Jamsostek telah bekerja sama denga tujuan agar setiap tenaga kerja yang telah mendaftarkan kepersertaannya mendapatkan jaminan dan santunan serta biaya ganti rugi ketika terjadi peristiwa dalam hubungan kerja.

(55)

segala masalah-masalah yang terjadi dalam bidang ketenagakerjaan dan sekaligus sebagai badan yang berwenang dalam pengerahan dan pembinaan tenaga kerja.

Depnaker sebagai wakil pemerintah mempunyai tugas antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Menyediakan dan penggunaan tenaga kerja b. Pengembangan dan perluasan kerja

c. Pembinaan keahlian dan kejuruan tenaga kerja d. Pembinaan hubugan ketenagakerjaan

e. Pengurusan syarat-syarat dan jaminan sosial f. Pembinaan norma-norma perlindungan kerja g. Pembinaan norma-norma keselamatan kerja31

Pasal 19 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 1999, berbunyi bahwa pengawasan terhadap ditaatinya keputusan menteri ini dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas tersebut di atas yang dalam hal ini adalah Depnaker masih dapat dikatakan/ terbilang belum efektif yang masih bersifat pasif atau masih bersifat menunggu. Hal ini mungkin karena ketidak harusan pengusaha dalam mendaftarkan setiap tenaga kerjanya ke pihak penyelenggara PT Jamsostek.

Pembinaan dan pengawasan tehadap penyelenggara program jaminan sosial tenaga kerja oleh badan penyelenggara (PT Jamsostek) dilakuka oleh yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan (Menteri Tenaga Kerja). Dalam

31

(56)

melakukan pembinaan dan pengawasan tersebut menteri yang bersangkutan dapat melakukan pemeriksaan langsung setiap waktu.

Pembinaan yang berkaitan dengan penetapan kebijaksanaan regulasi (Peraturan Perundang-undangan) dilakukan bersama oleh Menteri tenaga Kerja dan menteri keuangan. Pembinaan dan pengawasan yang berkaita dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dilakukan bersama oleh Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 1999 tentang Pengalihan Kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pemegang Saham pada perusahaan Perseroan (Perserio) dan Perseroan Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia kepada Menteri Negara Penanaman Modal da Pembinaan BUMN, fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap badan penyelenggara Jamsostek (PT Jamsostek) dilakukan oleh Menteri Keuangan.32

Menteri Tenaga Kerja dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Nomor :PER-05/ MEN /1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepersertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

32

(57)

Di samping itu, laporan keuangan PT Jamsostek yang diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bukan oleh kantor Akuntan Publik sebagai Auditor Independen.

Program jaminan sosial tenaga kerja merupakan suatu program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya hanya dapat terlaksana dengan baik apabila pemerintah dalam hal ini Depnaker melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan-ketentuan perundang-und

Referensi

Dokumen terkait

(3) Rincian tugas dan fungsi Biro Pemerintahan sesuai Susunan Organisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IIa yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Nusa Tenggara Barat menjadi PT.BANK BPR NTB adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh

Dengan melihat dari dasar tersebut, maka akan memudahkan hasil dari program test IQ yang lebih canggih dengan memperhatikan sistem dan cara pembuatan yang baik juga

Furthermore, shipping category AIML file is included in the Chatbot. This category handles question from customers that are related with information about order status.

40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak, disebutkan bahwa ruang publik terpadu

Pemerintah Daerah Tahun 2014 yang menjadi sasaran pembangunan dalam RPJMD. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Terhadap Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Periode 2014-2016) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Mineral biasanya didefinisikan sebagai bagian kulit bumi yang terdiri dari senyawa unsur – unsur kimia, baik yang berbentuk padat maupun cair bersifat homogen, yang