• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran Histologis Hati Mencit (Mus- Musculus L) Yang Dipapari Monosodium Glutamate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran Histologis Hati Mencit (Mus- Musculus L) Yang Dipapari Monosodium Glutamate"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HATI MENCIT (MUS MUSCULUS L)

YANG DIPAPARI MONOSODIUM GLUTAMATE

TESIS

OLEH:

LASMIJAN SIMANJUNTAK 077008003/BM

PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HATI MENCIT (MUS MUSCULUS L) YANG DIPAPARI

MONOSODIUM GLUTAMA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Biomedik

Dalam Program Magister (S2) Ilmu Biomedik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LASMIJAN SIMANJUNTAK 077008003/BM

PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul : PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS HATI MENCIT (MUS- MUSCULUS L) YANG DIPAPARI MONOSODIUM GLUTAMATE

Nama Mahasiswa : Lasmijan Simanjuntak

NIM : 077008003

Program Studi : Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Drs. Herbert Sipahutar, MS, MSc) (dr.Delyuzar,Sp.PA (K)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 21 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Drs. Herbert Sipahutar, MS, MSc Anggota : 1. dr.Delyuzar,Sp.PA (K)

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau terbitan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Septembar 2010

(6)

ABSTRAK

Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid), berbentuk serbuk kristal murni yang dijual bebas dipasar dan telah dikonsumsi sejak tahun 1908 secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan, penyedap masakan untuk merangsang selera makan. MSG dalam tubuh cepat dimetabolisme sebagai sumber energi. Efek MSG dilaporkan dapat menyebabkan MSG Symptom- complek seperti rasa terbakar dan kebas di belakang leher, lengan, dada, wajah, pundak, nyeri didada, sakit kepala, mual, denyut jantung meningkat, bronchospasme, menyebabkan hiperlipidemia, hiperglikemia, dan meningkatkan oksidatif stress. Efek toksiknya terhadap hati dilaporkan meningkatkan peroxidasi lipid di dalam mikrosom hati, kerusakan hepatosit, inti sel hati menjadi kabur, dilatasi vena central, nekrosis centrilobular, atrofi serta degenerasi sel-sel hati. Pemberian vitamin C secara oral diusulkan sebagai keuntungan potensial yang dapat mengurangi peningkatan peroksidasi lipid pada jaringan hati sebagai anti oksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap tingkat kerusakan sel jaringan hati secara degenerasi dan nekrosis dan pengaruh perlindungan vitamin C terhadap kerusakan tersebut. Penelitian ini adalah eksperimental mikroskopis, terdiri dari 5 kelompok, kelompok 1 diberi larutan NaCl 0,9 % sebagai kelompok kontrol. Kelompok 2, 3, 4, dan 5 diberi MSG 4 mg/g berat badan secara intrapertonial dan Vitamin C 0,2 mg/g berat badan secara oral selama 30 hari. Setelah 30 hari perlakuan, jaringan hati mencit diambil dan dilakukan pemeriksaan histopatologi pada 5 lapang pandang pada sediaan. Dari hasil pemeriksaan histopatologi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengaruh pemberian vitamin C terhadap degeneratif lebih besar dari pengaruh pemberian vitamin C terhadap nekrosis hati mencit yakni 67.8% (Skala 3) berbanding 16.2% (Skala 1).

(7)

ABSTRAK

Monosodium glutamate (MSG) is natrium salt from glutamic acid, essential crystal powder form selled legally in market and has been consumed since 1908 in the world imperially as extra taste, addictive to whet appetite. MSG is metabolismed quickly in the body as source energy. The effect of MSG reported can cause MSG Sympyom – complek like burning and stiff behind neck, arm, chest, face, shoulder, ache in chest, headache, quesy, heartbeat increases, bronchospasme, cause hiperlipidemia, hiperglikemia, and increases oxydative stress. The toxic effect of liver reported increases lipid peroxydation in liver microcos, hepatosit damage, liver cell nucleic blurred, dilatation of central vena, centribular necrosist, atrofi and degeneration of liver cells. Giving Vitamin C orally is suggested as potential benefit which can decrease the increase of lipid peroxydation in liver net as anti oxydant. This research is aimed to know the impact of MSG to the damage range of liver cell as degeneration and necrosist and effect of Vitamin C protection to that damage. This research is microscopic experiment, consist of 5 groups, group 1 is given NaCl 0.9 % liquid as control group. Group 2, 3, 4 and 5 is given MSG 4 mg/g weight by intrapertonial and Vitamin C 0.2 mg/g weight orrally for 30 days. After 30 days doing, the liver net of rat is taken and done the hispatology check on 5 view fields each serving. From that hispatology check, can conclude that the impact of giving Vitamin C for degenerative is bigger than the impact of giving Vitamin C for microsist rat liver, it is 67.8 % (scale 3) compare 16.2% (scale 1).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

berkatNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Pengaruh

Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran Histologis Hati Mencit (Mus-

Musculus L) Yang Dipapari Monosodium Glutamate” sebagai salah satu syarat

untuk mencapai gelar Magister Biomedik pada Program Magister (S2) Ilmu

Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan tesis ini penulis memperoleh banyak dukungan

dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Drs. Herbert Sipahutar, MS, MSc, yang telah bersedia

meluangkan waktu menjadi ketua komisi pembimbing dan memberikan

masukan serta saran selama menyusun tesis ini.

2. Bapak dr.Delyuzar,Sp.PA.(K), yang telah bersedia menyediakan waktu menjadi

anggota pembimbing dan memberikan masukan serta saran dalam menyusun

tesis ini.

3. Ibu dr.Yahwardiah Siregar,PhD, selaku Ketua Program Magister (S2) Ilmu

Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang turut

mendukung dan memberikan masukan dalam tesis ini.

4. Ibu Prof. Em. Dr. Yasmeini Yazir, yang telah bersedia meluangkan waktu

(9)

5. Bapak Prof. dr. Gusbakti,M.Sc, yang telah bersedia meluangkan waktu sebagai

pembanding kedua dalam seminar tesis.

6. Ibu Bidan R. Saragih Amk, AmKeb, dan ketiga putra - putri penulis yang selalu

berdoa dan memberikan motivasi dan dukungan, semangat dan cinta kasih

yang tulus dari mereka membuat penulis lebih bersemangat selama mengikuti

pendidikan program magister, hingga akhir tesis ini.

7. Buat teman – teman seangkatan di Program Magister (S2) Ilmu Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas kerjasama

dan saling mengingatkan selama proses penulisan tesis ini.

Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha

Memberi. Penulis dengan senang hati akan menerima masukan dan kritikan

untuk perbaikan tesis ini. Harapan penulis, tesis ini dapat bermanfaat bagi

pembaca serta bagi peningkatan pengetahuan dan pengembangan ilmu

biomedik.

Medan, September 2010

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR...………..

DAFTAR ISI………

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang………..

1.2.Perumusan Masalah………..

1.3.Landasan Teori……….

1.4.Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum...

1.4.2. Tujuan Khusus...

1.5.Hipotesis...

1.6.Manfaat Penelitian...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamate (MSG)

2.1.1. Kimia MSG...

2.1.2. Metabolisme MSG...

2.1.3. Efek Biologis MSG...

2.1.4. Toksisitas MSG...

2.2. Asam Askorbat (Vitamin C)

2.2.1. Manfaat Vitamin C...

2.2.2. Sumber-sumber Vitamin C...

(11)

2.3. Fisiologi Hati

2.3.1. Histologi hati...

2.3.2. Degeneratif sel hati...

2.3.3. Nekrosis sel Hati... ...

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian...

3.2. Bahan dan alat Penelitian...

3.3. Disain Penelitian...

3.4. Pelaksanaan Penelitian dan pengamatan...

3.4.1. Pemberian perlakuan...

3.4.2. Pembuatan sediaan Histologi hati...

3.4.3. Pengamatan...

3.5. Analisis Data…...……….………..

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis data penelitian…...……….

4.2. Pembahasan………...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ………

(12)

ABSTRAK

Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid), berbentuk serbuk kristal murni yang dijual bebas dipasar dan telah dikonsumsi sejak tahun 1908 secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan, penyedap masakan untuk merangsang selera makan. MSG dalam tubuh cepat dimetabolisme sebagai sumber energi. Efek MSG dilaporkan dapat menyebabkan MSG Symptom- complek seperti rasa terbakar dan kebas di belakang leher, lengan, dada, wajah, pundak, nyeri didada, sakit kepala, mual, denyut jantung meningkat, bronchospasme, menyebabkan hiperlipidemia, hiperglikemia, dan meningkatkan oksidatif stress. Efek toksiknya terhadap hati dilaporkan meningkatkan peroxidasi lipid di dalam mikrosom hati, kerusakan hepatosit, inti sel hati menjadi kabur, dilatasi vena central, nekrosis centrilobular, atrofi serta degenerasi sel-sel hati. Pemberian vitamin C secara oral diusulkan sebagai keuntungan potensial yang dapat mengurangi peningkatan peroksidasi lipid pada jaringan hati sebagai anti oksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap tingkat kerusakan sel jaringan hati secara degenerasi dan nekrosis dan pengaruh perlindungan vitamin C terhadap kerusakan tersebut. Penelitian ini adalah eksperimental mikroskopis, terdiri dari 5 kelompok, kelompok 1 diberi larutan NaCl 0,9 % sebagai kelompok kontrol. Kelompok 2, 3, 4, dan 5 diberi MSG 4 mg/g berat badan secara intrapertonial dan Vitamin C 0,2 mg/g berat badan secara oral selama 30 hari. Setelah 30 hari perlakuan, jaringan hati mencit diambil dan dilakukan pemeriksaan histopatologi pada 5 lapang pandang pada sediaan. Dari hasil pemeriksaan histopatologi tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengaruh pemberian vitamin C terhadap degeneratif lebih besar dari pengaruh pemberian vitamin C terhadap nekrosis hati mencit yakni 67.8% (Skala 3) berbanding 16.2% (Skala 1).

(13)

ABSTRAK

Monosodium glutamate (MSG) is natrium salt from glutamic acid, essential crystal powder form selled legally in market and has been consumed since 1908 in the world imperially as extra taste, addictive to whet appetite. MSG is metabolismed quickly in the body as source energy. The effect of MSG reported can cause MSG Sympyom – complek like burning and stiff behind neck, arm, chest, face, shoulder, ache in chest, headache, quesy, heartbeat increases, bronchospasme, cause hiperlipidemia, hiperglikemia, and increases oxydative stress. The toxic effect of liver reported increases lipid peroxydation in liver microcos, hepatosit damage, liver cell nucleic blurred, dilatation of central vena, centribular necrosist, atrofi and degeneration of liver cells. Giving Vitamin C orally is suggested as potential benefit which can decrease the increase of lipid peroxydation in liver net as anti oxydant. This research is aimed to know the impact of MSG to the damage range of liver cell as degeneration and necrosist and effect of Vitamin C protection to that damage. This research is microscopic experiment, consist of 5 groups, group 1 is given NaCl 0.9 % liquid as control group. Group 2, 3, 4 and 5 is given MSG 4 mg/g weight by intrapertonial and Vitamin C 0.2 mg/g weight orrally for 30 days. After 30 days doing, the liver net of rat is taken and done the hispatology check on 5 view fields each serving. From that hispatology check, can conclude that the impact of giving Vitamin C for degenerative is bigger than the impact of giving Vitamin C for microsist rat liver, it is 67.8 % (scale 3) compare 16.2% (scale 1).

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam

glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh

dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic acid (Geha

et al., 2000), dan sebagai penyedap masakan untuk merangsang selera

makan, seperti makanan beku, campuran rempah-rempah, kuah dalam

kaleng, sup-sup, pizza, saos, dan produk daging seperti sosis. Namun

pemberian MSG pada makanan yang terlalu banyak menyebabkan rasa

tidak enak pada makanan tersebut.

Rata-rata konsumsi MSG di Indonesia sekitar 0,6 g / hari ( Widharto

et al., 2000), atau 0,3-1.0 g / hari di negara industri (Geha et al., 2000).

Taiwan adalah negara yang paling tinggi konsumsi MSG per kapita,

mencapai 3 g per hari sedangkan Amerika adalah negara yang paling rendah

konsumsi MSG per kapita, hanya 0,5 g per hari (Uke, 2008). Konsumsi

tersebut bisa tergantung pada isi kandungan MSG dalam makanan dan

pilihan rasa seseorang (Geha et al., 2000), berkisar antara 0,1 % dan 0,8 %

dari makanan yang disajikan. Glutamate yang dikomsumsi secara oral

direabsorbsi di rongga usus dan masuk secara langsung melalui vena portal

(15)

konsentrasinya diubah sesuai kebutuhan. Dalam keadaan normal konsentrasi

glutamate relatif rendah 5–10 µm / 100 ml dalam darah. Sehingga pada

konsentrasi 50-70 µm /100 ml dalam darah, glutamate dianggap tinggi

(Lewis, 1973).

Telah dilaporkan bahwa pemberian MSG pada dosis 3 dan 6 g /g

berat badan pada tikus dewasa secara oral selama 14 hari berturut-turut dapat

menghambat perkembangan sel-sel hati (Eweka, 2008). Bahkan dosis oral 6

g/hari selama 14 hari terus menerus akan merangsang efek parasimpatik dan

menghasilkan asetilkolin dalam darah sehingga kolinesterase meningkat

dalam plasma, masuk ke dalam hati dan menyebabkan dilatasi vena sentral,

lisis eritrosit, kerusakan hepatosit secara akut, nekrosis serta atropi (Eweka,

2008). Dilaporkan pula pemberian MSG dosis tinggi melalui penyuntikan

dapat menyebabkan nekrosis pada neuron, kemandulan, dan berkurangnya

jumlah anak (Verity, 1981). Bahkan pemberian lebih dari 6 g /hari akan

menyebabkan terganggunya fungsi hati (Eweka, 2008).

Secara fisiologis vitamin C adalah pemakan radikal bebas yang kuat

hingga 24 % dari radikal bebas yang ada dalam plasma, jaringan mata, otak,

paru–paru, hati, jantung, sperma dan leukosit, dan berperan melindungi

sel-sel dari kerusakan oksidatif termasuk mencegah mutasi DNA, dan

memperbaiki dioksidasi residu asam amino memelihara integritas protein

(Yi, 2007).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan ketahanan

(16)

Pemberian vitamin C dengan dosis 0,2 mg/g berat badan secara oral dapat

menanggalkan efek senyawa radikal bebas (Fauzi, 2008). Selain itu

pemberian vitamin C juga dapat meningkatkan glutathion sehingga dapat

mencegah kerusakan sel hati .

Vitamin C dipercaya dapat menurunkan peroksidasi lipid yang

meningkat dengan pemberian dosis 1000 mg/hari pada mencit, dan

merupakan dosis yang optimal dalam melindungi hati agar tidak terjadi

degenarasi dan nekrosis sel hati (Dedy, 2008).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka jelaslah bahwa

MSG dapat menyebabkan kerusakan hati dan vitamin C berpotensi sebagai

bahan pelindung hati dari pengaruh MSG tersebut. Namun belum diketahui

secara langsung peran perlindungan vitamin C terhadap fungsi hati. Selain

itu belum diketahui secara pasti kadar vitamin C yang optimal untuk dapat

melindungi hati dari pengaruh buruk MSG. Dari data Eweka, 2008 tersebut

di atas, jelas terlihat bahwa pemberian MSG memberikan pengaruh terhadap

kadar lipid peroksidasi di dalam kromosom hati. Maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap

gambaran histologi hati yang mengkonsumsi MSG.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap tingkat

(17)

1.3. Landasan Teori

Pemberian MSG pada dosis 4 hingga 8 mg/g berat badan tikus

jantan secara subkutan selama 6 hari dapat meningkatkan peroksidasi lipid

dalam mikrosom –mikrosom hati. Oleh karena vitamin C dapat bersifat

antioksidan dengan cara menurunkan kadar peroksidasi lipid, maka

diharapkan dengan pemberian vitamin C dapat mencegah terjadinya

gangguan sel jaringan hati, sehingga dengan pemberian vitamin C, sel hati

dapat dilindungi dari kerusakan yang diakibatkan pemberian MSG.

Gambar 1. Bagan kerangka teori pengaruh pemberian Vitamin C terhadap sel hati yang terpapar MSG

MSG

Kerusakan Jaringan Hati

Degenerasi Hati ? Nekrosis Hati ?

Radikal bebas

Peroksidasi lipid

(18)

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap tingkat kerusakan sel

jaringan hati dan pengaruh perlindungan vitamin C terhadap kerusakan

tersebut.

1.4.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap gambaran sel

jaringan hati mencit.

b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap gambaran sel

jaringan hati mencit yang dipapari MSG

1.5. Hipotesis

Ho : a.Tidak ada pengaruh MSG terhadap gambaran sel jaringan hati mencit.

b.Tidak ada pengaruh vitamin C terhadap gambaran sel jaringan hati

mencit yang dipapari MSG.

Ha : a. Ada pengaruh MSG terhadap gambaran sel jaringan hati mencit.

b.Ada pengaruh vitamin C terhadap gambaran sel jaringan hati mencit

yang dipapari MSG.

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1. Bila pemberian vitamin C memberikan pengaruh terhadap gambaran

sel jaringan hati, maka hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

(19)

1.6.2. Bila pemberian MSG memberikan pengaruh terhadap gambaran sel

jaringan hati, maka hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan

kepada masyrakat dan pemerintah untuk memperhatikan dosis

penggunaan MSG dalam kehidupan sehari- hari.

1.6.3. Dapat dijadikan referensi dalam dunia kedokteran apakah ada

pengaruh pemberian vitamin C terhadap histologi hati yang terpapar

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Monosodium Glutamate (MSG) 2.1.1. Kimia MSG

MSG pertama sekali ditemukan oleh Ritthausen (1866), dan berhasil

diisolasi dari rumput laut oleh Ikeda (1908), dengan rumus kimia MSG

adalah C5H8O4NNaH2O, terdiri atas Natrium sebanyak 12%, glutamat 78%

dan air 10%. MSG tersebut rasanya enak dan lezat, oleh karena itu Ikeda

menyebut rasa itu dengan Umami. Penemuan suatu reseptor rasa bagi

glutamat di lidah ini (Umami) menegaskan bahwa rasa glutamat, adalah rasa

yang kelima disamping rasa manis, asin, asam, dan pahit (Uke, 2008). Asam

glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia

sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Glutamat dibuat dalam tubuh

manusia dan memainkan peran esensial dalam metabolisme. Hampir dua

kilogram glutamat terdapat secara alami dalam otak, ginjal, hati dan pada

jaringan lain pada tubuh manusia. Di samping itu glutamat terdapat dalam

jumlah besar di air susu ibu, sekitar sepuluh kali lipat yang terdapat dalam

susu sapi. Rata-rata seseorang mengkonsumsi antara 10 dan 20 g glutamat

terikat dan satu g glutamat bebas dari makanan yang kita makan setiap hari

terdapat pada bermacam-macam sayuran daging, seafood, dan air susu ibu.

Glutamat dalam bentuk alami didapat dari makanan seperti tomat, keju, susu,

(21)

(FDA, 1995). Menurut The Glutamic Association Amerika Serikat, protein

yang dikomsumsi sehari-hari mengandung 20-25% glutamat (Uke, 2008).

Tubuh manusia terdiri dari 14-17 % protein dan seperlimanya merupakan

asam glutamat, bila berat tubuhnya 70 kg rata-rata mengandung 2 kg

glutamat dalam protein tubuhnya (Sardjono, 1989).

Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium “L glutamat

acid” yang mudah larut dalam air dan tidak berbau, dibuat melalui proses

fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri Brevibacterium

lactofermentum. Dari fermentasi ini dihasilkan asam glutamat. Asam

glutamat kemudian ditambah soda (Natrium karbonat) sehingga terbentuk

monosodium glutamat (MSG), kemudian dimurnikan dan dikristalisasi,

sehingga merupakan serbuk kristal murni, yang siap dijual di pasar dan

merupakan ramuan makanan yang umum (Widharto et al., 2000). MSG

sendiri sebenarnya sama sekali tidak menghadirkan rasa yang enak, bahkan

sering menghadirkan rasa yang dideskripsikan sebagai rasa pahit, dan asin.

Akan tetapi ketika MSG ditambahkan dengan konsentrasi rendah pada

makanan yang sesuai maka rasa, kenikmatan dan penerimaan terhadap

makanan tersebut akan meningkat (Halpern et al., 2002). Rangsangan selera

dari makanan yang diberi MSG disebabkan oleh kombinasi rasa yang khas

dari efek sinergis MSG dengan 5 ribonukleotida yang terdapat di dalam

makanan, yang bekerja pada membran sel reseptor kecap. MSG kemudian

menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia (Geha et al,

(22)

Tenggara (Widharto et al, 2000) dan di berbagai negara maju lainnya. Total

komsumsi per tahun dan rata-rata konsumsi MSG / orang / hari ditampilkan

pada Tabel I.

Tabel 1. Total Komsunsi MSG Pertahun dan Rata-rata Komsumsi Perhari di Beberapa Negara Maju (Uke, 2008).

Negara Total per tahun

(ton)

Komsumsi

(g/orang/hari)

Taiwan 18000 3

Korea 30000 2,3

Jepang 65000 1,6

Italia 6000 0,4

Amerika 26000 0,35

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Taiwan adalah negara yang paling

besar mengkomsumsi MSG yaitu 3 g / orang / hari. Dan Amerika adalah

negara yang paling kecil mengkomsumsi MSG yaitu 0,5 g / orang / hari.

2.1.2. Metabolisme MSG

Tubuh manusia membuat sekitar 50 g glutamat bebas setiap hari.

Sebagian besar glutamat dalam makanan dengan cepat dimetabolisme dan

digunakan sebagai sumber energi. Dari sudut nutrisi, glutamat adalah asam

(23)

membuat sendiri glutamat dari sumber protein lain. Asam glutamat

merupakan metabolit yang penting dalam metabolisme asam amino dan

merupakan sumber energi utama pada sel otot jantung. MSG ditambahkan

dengan bentuk sediaan garam monosodium murni ataupun bentuk campuran

komponen asam amino dan peptida yang berasal dari asam atau enzim

hidrolisa protein (Geha et al., 2000). Metabolisme asam amino non esensial

glutamat, menyebar luas di dalam jaringan tubuh. Dilaporkan bahwa 57%

dari asam amino yang diabsorpsi dikonversi menjadi urea melalui hati, 6%

menjadi plasma protein, 23% absorpsi asam amino melalui sirkulasi umum

sebagai asam amino bebas, dan sisanya 14% tidak dilaporkan dan diduga

disimpan sementara di dalam hati sebagai protein hati /enzim. Kenyataannya

bahwa semua glutamat yang di makan dari bahan makanan hanya 4% yang

keluar dari tubuh (Uke, 2008).

Sementara itu Ohara dan kawan-kawan (2008) melaporkan bahwa

pemberian MSG dosis tunggal 1 g / kg berat badan mencit dewasa, yang

diberikan secara intraperitonial, subkutan, atau per oral selama 10 hari, 23

hari, dan 4 bulan, akan menyebabkan kadar asam glutamat plasma naik

dengan cepat mencapai nilai maksimal dalam 10-30 menit setelah pemberian

dan kembali ke normal dalam 90 menit. Kadar puncak asam glutamat setelah

pemberian per oral nyata lebih rendah dibanding dengan intraperitonial atau

subkutan. Olney (2008) juga melaporkan bahwa pemberian MSG secara

subkutan akan menyebabkan kadar glutamat plasma pada neonatus mencit

(24)

glutamat oleh hati meningkat sejalan dengan meningkatnya umur.

Kadar asam glutamat plasma yang dapat dideteksi selalu lebih tinggi

jika MSG diberi melalui minum dibanding dengan melalui makan pada dosis

yang sama ( Sardjono, 1989). Bila MSG larut dalam air ataupun ludah akan

berdisosiasi dengan cepat menjadi garam bebas dalam bentuk anion

glutamat, kemudian ion ini akan membuka saluran Ca2+ pada sel saraf yang

terdapat kuncup perasa sehingga memungkinkan ion Ca2+ memasuki sel

sehingga menimbulkan depolarisasi reseptor. Depolarisasi selanjutnya

menimbulkan potensial aksi yang sampai ke otak untuk kemudian

diterjemahkan oleh otak sebagai rasa lezat. Pemberian MSG secara

parenteral akan memberikan reaksi yang berbeda dibanding per oral karena

pada pemberian secara parenteral, MSG tidak melalui usus dan vena porta.

Sedangkan pada pemberian per oral, MSG akan melalui usus sebelum

memasuki sirkulasi porta ke hati. Selanjutnya asam glutamat di

transaminasikan dengan piruvat menjadi alanin. Alanin hasil transaminasi,

oleh asam amino dikarboksilat, diubah menjadi ketoglutarat atau

oksaloasetat. Proses ini mengakibatkan berkurangnya jumlah asam amino

dikarboksilat yang dilepas ke dalam darah porta. Asam glutamat dan asam

aspartat yang lolos dari metabolisme mukose dibawa ke hati melalui vena

porta. Sebagian asam glutamat dan aspartat dikonversi menjadi glukosa dan

laktat sebelum memasuki pembuluh darah perifer. Hati mempunyai

kemampuan terbatas memetabolisme asam glutamat menjadi metabolit lain.

(25)

metabolismenya, maka kadar glutamat plasma akan meningkat. Kadar asam

glutamat plasma tidak pernah melebihi / melampaui lima kali kadar basal

jika MSG diberi bersama makanan.

2.1.3. Efek Biologis MSG

Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan (Food and Drugs

administration, FDA) Amerika Serikat mengklasifikasikan MSG sebagai

bahan yang aman untuk dikonsumsi ( generally recognized as safe, GRAS)

seperti bahan makanan lainnya, misalnya garam, cuka dan pengembang kue

(FDA, 1995). Sejalan dengan itu, hasil penelitian di Indonesia juga

menunjukkan bahwa konsumsi MSG sampai dengan 1,5 - 3,0 g per hari tidak

menimbulkan efek apapun terhadap manusia (Widharto et al., 2000). Namun

demikian, berbagai penelitian juga melaporkan adanya efek yang timbul

setelah mengkomsumsi MSG. Misalnya telah dilaporkan adanya

MSG-Symptom complex yang timbul setelah satu jam mengkomsumsi MSG

sebesar 3 g melalui makanan, terutama jika dikomsumsi dalam kondisi perut

kosong (FDA, 1995). MSG-Symptom complex ditandai dengan rasa

terbakar dan kebas di belakang leher, lengan dan dada, hangat di wajah dan

pundak, rasa nyeri didada, sakit kepala, mual, denyut jantung meningkat,

bronchospasme (FDA.,1995). Selain itu Ronald (2000) juga melaporkan

bahwa komsumsi MSG dapat memicu timbulnya penyempitan saluran nafas

(26)

serta meningkatkan total lipid, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas

secara signifikan. MSG juga menyebabkan pengerasan pembuluh darah

(aterosklerosis) yang menjadi faktor risiko penyakit jantung koroner.(Akhtar,

2008)

2.1.4. Toksisitas MSG terhadap Hati

Dilaporkan bahwa pada pemberian MSG secara subkutan terhadap

anak tikus jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan dosis

berangsur-angsur meningkat dari 2,2 g / kg berat badan sampai 4,2 g / kg berat badan

dari hari ke-2 sampai ke-11, tidak menimbulkan kerusakan histologis hati

(Uke, 2008). Sementara Chouldhary (1997) melaporkan bahwa pemberian

MSG dengan dosis 4 hingga 8 mg/g berat badan pada tikus jantan secara

subkutan selama 6 hari berturut-turut dapat meningkatkan peroxidasi lipid di

dalam mikrosom hati. Verity (1981) juga melaporkan bahwa pemberian

MSG secara oral akan merangsang efek parasimpatik dan menghasilkan

asetilkolin dalam darah sehingga kolinesterase meningkat dalam plasma dan

merusak jaringan hati. Peneliti lain juga melaporkan (Kazuko et al., 1974,

Eweka, 2008) bahwa pemberian MSG 5 % secara oral selama 30 hari akan

menyebabkan kerusakan hepatosit dan tampak inti sel hati menjadi kabur

(Gambar 2.1).(Eweka, 2008) melaporkan, bahwa pemberian MSG 3 g dan 6

g secara oral selama 14 hari akan menyebabkan dilatasi vena cebtral,

(27)

hati.

Gambar 2.1. Histologi hati tikus setelah pemberian 5 % MSG (Pewarnaan HE, pembesaran 10 x 40). Inti sel hati tampak rusak dan

menjadi kabur ( Kazuko et al, 1974, Eweka, 2008)

2.2. Asam askorbat (Vitamin C) 2.2.1. Manfaat Vitamin C

Asam askorbat adalah vitamin yang larut dalam air dan sangat

penting untuk biosintesis kolagen, karnitin dan berbagai neurotransmitter.

Kebanyakan tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat mensintesis asam askorbat

untuk kebutuhannya sendiri. Akan tetapi manusia dan hewan primata

lainnya, tidak mampu mensintesis asam askorbat karena tidak memiliki

enzim gulonolactone oxidase, begitu juga dengan marmut dan kelelawar

pemakan buah. Oleh sebab itu, pada manusia dan hewan asam askorbat harus

disuplai dari luar tubuh terutama dari buah, sayur atau tablet suplemen

(28)

asam askorbat, misalnya sebagai anti oksidan, anti atherogenik,

imunomodulator dan mencegah flu (Naidu, 2003). Untuk dapat berfungsi

dengan baik sebagai antioksidan, maka kadar asam askorbat ini harus terjaga

agar tetap dalam kadar yang relatif tinggi dalam tubuh (Yi, 2007). Komsumsi

100 – 150 mg Vitamin C sehari sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan

jaringan organ (Thomas et al.,1978)

2.2.1. Sumber sumber Vitamin C

Asam askorbat banyak dijumpai dalam buah-buahan dan sayuran

segar. Buah yang banyak mengandung asam askorbat diantaranya adalah

jeruk, jeruk lemon, semangka, strawberi, mangga dan nenas. Sedangkan

sayuran yang banyak mengandung asam askorbat antara lain adalah sayuran

yang berwarna hijau, tomat, brokoli dan kembang kol. Kebanyakan

tumbuhan dan hewan mensintesis asam askorbat dari glukosa-D atau

galaktosa-D. Sebagian besar hewan memproduksi asam askorbat yang relatif

tinggi dari glukosa yang terdapat di hati (Naidu, 2003).

Asam askorbat merupakan molekul yang labil, sehingga dapat hilang

dari makanan pada saat dimasak. Asam askorbat sintetis tersedia dalam

berbagai macam suplemen bentuknya bisa bermacam macam baik dalam

bentuk tablet, kapsul, tablet kunyah, bubuk kristal, dan dalam bentuk larutan.

Baik asam askorbat yang alami maupun yang sintetis memiliki rumus kimia

yang identik dan tidak terdapat perbedaan aktifitas biologi dan

(29)

2.2.2. Biokimia Vitamin C

Asam askorbat adalah merupakan 6 karbon lakton yang disintesis dari

glukosa yang terdapat dalam hati (Sebastian, 2003). Nama kimia dari asam

askorbat 2-oxo-L-threo-hexono-1,4-lactone-2,3-enediol. Bentuk utama dari

asam askorbat yang dimakan adalah L-ascorbic dan dehydroascorbic acid

(Naidu, 2003).

Vitamin C merupakan donor elektron, yang mendonorkan dua

elektron dari dua ikatan antara karbon kedua dan ketiga dari 6 molekul

karbon. Vitamin C disebut sebagai antioksidan karena dengan mendonorkan

elektronnya ia mencegah zat zat komposisi yang lain teroksidasi.

Bagaimanapun akibat dari reaksi ini secara alamiah vitamin C juga akan

teroksidasi. Setelah vitamin C mendonorkan elektronnya, dia akan

menghilang dan digantikan oleh radikal bebas semidehydroaskorbic acid

atau radikal ascorbyl, yang merupakan zat yang terbentuk akibat asam

askorbat kehilangan 1 elektronnya, bila dibandingkan dengan radikal bebas

yang lain, radikal ascorbyl ini relatif stabil dan tidak reaktif. Hal inilah yang

menyebabkan asam askorbat menjadi antioksidan pilihan, karena radikal

bebas yang reaktif dan berbahaya dapat berinteraksi dengan asam askorbat,

lalu direduksi dan radikal ascorbyl yang kemudian terbentuk

menggantikannya ternyata kurang reaktif bila dibandingkan dengan radikal

bebas tersebut. Bila radikal ascorbyl dan dehydroascorbic acid sudah

dibentuk maka dia akan dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat

(30)

komponen yang terdapat di sistem biologi seperti glutation, akan tetapi pada

manusia hanya sebagian yang direduksi kembali menjadi asam askorbat yang

lain tidak dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat. Dehydroascorbic

acid yang telah terbentuk kemudian dimetabolisme dengan cara hidrolisis.

2.3. Fisiologi Hati

Hati adalah organ tubuh terbesar dan mempunyai fungsi yang sangat

kompleks di dalam tubuh, dengan berat 1/36 berat badan orang dewasa yaitu

berkisar 1200 - 1600 gr. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang

berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8

sampai 2 mm. Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus. Hati

terdiri dari dua lobus utama, yaitu lobus kanan yang merupakan bagian

terbesar dan lobus kiri merupakan bagian yang lebih kecil. Organ ini terlibat

dalam metabolisme zat makanan, sebagian besar obat dan toksikan.

Hepatosit (sel parenkim hati) merupakan bagian terbesar organ hati

dan bertanggung jawab terhadap peran sentralnya dalam metabolisme.

Sel-sel ini terletak diantara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu,

sedangkan sel Kupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting

dari sistem retikuloendothelial tubuh. Darah mengalir ke hati melalui vena

porta dan arteri hepatika. Vena porta membawa zat makanan karena

menerima aliran darah dari saluran cerna, limpa dan pankreas. Sedangkan

sistem saluran empedu terbentuk mulai dari kanalikuli yang kecil sekali, dan

(31)

duktula saluran empedu interlobular, dan saluran empedu yang lebih besar.

Saluran hati yang utama membungkus duktus kistik dari kandung empedu

dan membentuk saluran empedu yang mengalir ke dalam duodenum. Hati

merupakan organ yang sangat penting sebagai pusat metabolisme tubuh dan

memiliki fungsi yang banyak dan komplek (Guyton, 2002).

2.3.1. Histologi Hati

Histologi hati terdiri atas lobulus, yaitu lobulus anatomi dan

fungsional. Lobulus fungsional terdiri dari atas segi tiga Kierman sebagai

titik tengah dan vena centralis sebagai batas luar (Gambar 2.2). Tetapi dalam

mempelajari patologi maka lobulus anatomilah yang lebih penting (Gambar

2.3) terdiri dari:

a. Vena centralis sebagai titik tengah yang mengalirkan darah ke vena

sublobularis dan kemudian ke vena hepatica.

b. Parenchym hati yang terdiri lagi atas selapis sel hati dan kanal empedu

kecil-kecil.

c. Sinusoid yang berlapiskan sel Kupffer (susunan retikuloendotelial).

d. Ruang Disse yang terlatak antara sel hati dan sinusoid.

e. Segi tiga Kierman atau daerah portal sebagai batas luar lobulus.

Hati ialah alat tubuh yang tersering mengalami kerusakan dan

beruntung sekali, bahwa alat ini mempunyai cadangan fungsional yang luar

biasa, hasil percobaan pada binatang menunjukkan bahwa 10 % parenkim

(32)

manusia, kerusakan hati haruslah luas sekali untuk bisa menimbulkan gejala

klinik insufisiensi hepatik, sedangkan kelainan luas akibat intoksikasi,

infeksi virus, penyakit gizi dapat menyebabkan gangguan jaringan hati yang

cepat memburuk.

Gambar 2.2. Segi tiga Kierman (Portal triad) : 1. Vena portal, 2. Saluran empedu,

3. Arteri hepatika (Luiz, 2007)

(33)

Apabila sel hati mengalami kerusakan oleh berbagai sebab, maka

serangkaian perubahan morfologi dapat dijumpai pada hati. Perubahan

tersebut dapat berupa perubahan subletal yang sering disebut dengan

perubahan degeneratif dan perubahan letal yang disebut nekrotik. Proses

degeneratif merupakan proses yang reversibel, yaitu jika rangsangan yang

menimbulkan cedera dapat dihentikan, maka sel akan kembali sehat seperti

semula, sedangkan proses nekrosis merupakan suatu proses irreversibel,

yaitu pada saat sel telah mencapai titik dimana sel tidak dapat lagi

mengkompensasi dan tidak dapat lagi melangsungkan metabolisme atau

dengan kata lain telah terjadi kematian sel.

2.3.2. Degeneratif sel hati

Degeneratif terjadi pada sitoplasma atau inti, kadang-kadang disertai

kelainan inti sekunder, atrofi dan nekrosis sel, sehingga sel-sel menjadi

hilang karenanya.

Degeneratif pada sitoplasma ialah : a. Perlemakan.

Yaitu tampaknya lemak dalam sel hati menunjukkan, bahwa dalam

tubuh terdapat ketidak seimbangan proses normal yang

mempengaruhi kadar lemak di dalam dan di luar jaringan hati akibat

gangguan metabolisme.

b. Degeneratif amiloid.

(34)

dalam ruang Disse, yaitu antara sel hati dan sinusoid dan kadang –

kadang pada dinding pembuluh darah.

c. Degeneratif bengkak keruh .

Yaitu kerusakan hati sebelum meninggal, misalnya karena infeksi,

intoksikasi, keracunan kehamilan, mitokondria yang bengkak, asam

amino dalam sitoplasma yang bertambah, imbibisi sel oleh protein

serum dan ion natrium akibat permeabilitas dinding sel hati yang

terganggu. Sel hati bengkak dengan sitoplasma berbutir keruh

mungkin disebabkan oleh pengendapan protein, sehingga dinamai

juga albuminous degeneration. Sitoplasma tampak lebih gelap dan

sedikit bervakuola daripada biasa akibat glikogen yang berkurang.

d. Degeneratif hidropik.

Yaitu sitoplasma agaknya bervakuola dengan pulasan rutin, tetapi

tidak mengandung lemak atau glikogen. Zat asidofiliknya hanya

tampak sedikit saja sebagai gambaran halus tetapi kadang-kadang

tidak kelihatan, karena yang mengisi sitoplasma menyerupai cairan.

Degeneratif hidropik agaknya mendahului nekrosis dan masih

reversibel.

e. Degeneratif hialin.

Yaitu bergumpalnya sitoplasma yang disertai reaksi asidofilik protein

ialah tingkat lanjut degeneratif asidofilik. Gumpalan sitoplasma

asidofilik dinamai hialinisasi.

(35)

Dalam keadaan normal dengan gizi yang baik glikogen ditemukan

dalam sitoplasma sel hati, secara biopsi kelihatan sebagai buih

bergaris halus-halus, sedangkan pada autopsi kelihatan glikogen lisis

setelah kematian berlangsung.

g. Atrofi.

Atrofi umum sel hati ditemukan pada penyakit gizi, penyakit

menahun dan pada orang tua. Bila disertai pigmen lipofuscin, maka

dinamai brown atrophy.

Degeneratif pada inti sel hati : a. Vakuolisasi.

Inti tampak membesar dan bergelembung serta khoramatinnya jarang

dan tidak eosinofil. Kadang-kadang bila berbatas jelas, maka

vakuolisasi inti sukar dibedakan daripada inclusion bodies, kelainan

itu akibat infiltrasi glikogen. Vakuolisasi inti disebabkan oleh

perubahan keseimbangan cairan dalam sel hati akibat bertambahnya

cairan.

b. Inclusion bodies.

Inti sel hati kadang-kadang mengandung inclusion bodies eosinofilik,

yang berbatas jelas dari sekitarnya yang basofilik. Inclusion bodies

dapat dibedakan daripada inklusi glikogen karena tidak memberi

(36)

c. Piknosis, karioreksis, kariolisis.

Bila sel mengalami kematian (nekrosis) biasanya inti sel yang mati

itu menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap, proses ini

dinamakan piknosis. Kemungkinan lain, inti dapat hancur dan

meninggalkan zat kromatin yang tersebar di dalam sel, proses ini

dinamakan karioreksis. Akhirnya pada beberapa keadaan inti yang

mati kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu

saja, proses ini disebut kariolisis (Susanti et al, 2002).

2.3.3. Nekrosis Sel Hati.

Kelainan ini adalah lanjutan degenerasi dan tidak reversibel, sebab

nekrosis sel hati ialah rusaknya susunan enzim daripada sel (Susanti et al,

2002), tampaknya fragmen sel atau sel hati nekrotik tanpa pulasan inti atau

tidak tampaknya sel disertai reaksi radang, kolaps atau bendungan rangka

hati dengan eritrosit. Tampak atau tidaknya sisa sel hati bergantung kepada

lamanya dan jenis nekrosis itu. Nekrosis dapat dibagi menurut lokasi dan

luasnya:

a. Nekrosis fokal.

Ialah kematian sel atau sekelompok sel kecil dimana saja dalam lobulus,

ditandai leukosit dan histiosit dengan proliferasi sel Kupffer, bagian sel

hati kecil-kecil dan bakteri kadang-kadang dapat ditemukan. Patogenesis

nekrosis fokal ialah kematian sel setempat akibat toksin, bakteri atau

penyumbatan sinusoid oleh proliferasi sel Kupffer atau trombus fibrin.

(37)

Nekrosis dapat mengenai seluruh lobulus, nekrosis zonal dapat dibagi

dalam:

a. Nekrosis sentral

Atrofi sel hati sentralobulus yang disebabkan oleh sumbatan sering

tidak dapat dibedakan daripada nekrosis toksik, keduanya

menyebabkan hilangnya sel, faktor sumbatan dan toksin sering

terjadi bersamaan. Sumbatan ditandai dengan vena centralis yang

melebar, hilangnya atau atrofi sel hati tanpa tertinggalnya sisa sel

dan sinusoid yang melebar terisi eritrosit. Sedangkan nekrosis

toksik tampak fragmen tidak berinti yang dikelilingi eksudat,

walaupun sinusoid sering melebar, namun vena centralis relatif

tidak melebar.

b. Nekrosis midzonal

Nekrosis midzonal tanpa kelainan pada daerah sentral dan tepi

lobulus jarang ditemukan pada manusia. Nekrosis midzonal terjadi

disekitar perlemakan sentral.

c. Nekrosis Tepi

Nekrosis tepi atau periportal timbul bersamaan dan mungkin

disebabkan oleh radang tepi lobulus dan susunan portal (Sutisna,

1994).

c. Nekrosis masif dan submasif.

(38)

dengan ciri khas kolaps yang tidak dapat berkembang lagi, sel hati dapat

tertinggal sebagai bayangan tanpa pulasan inti atau sebagai fragmen

kecil-kecil, diawali proliferasi sel Kupffer dan sel eksudat yang

melakukan fagositosis, tercampur dengan eritrosit didalam dan diluar

sinusoid serta menempati ruangan lebih banyak daripada lapisan hati

yang masih utuh. Selanjutnya sel darah dan eksudat yang berlebihan

hilang, sehingga lobulus hati menjadi kecil. Bila sel hati yang hancur

banyak lemak, maka warnanya kuning kelainan ini disebut acuta yellow

atropy. Bila sel hati telah lenyap dan warna eritrosit tampak pada hati

lisut yang penampangnya menyerupai limpa disebut red atropy.

d. Nekrosis anoksik

Kekurangan oksigen pada nekrosis zonal, masif atau submasif

biasanya tidak merusak rangka retikulin, sel kupffer atau sel jaringan

ikat lainnya. Sel-sel itu hanya menjadi nekrotik, bila anoxia itu lengkap

dan kemudian rangka retikulin pecah, setidak-tidaknya pada beberapa

tempat. Hal itu terjadi dekat permukaan yang kena trauma, setelah

periarteritis nodosa cabang arteri intrahepatik atau hipertensi ganas dan

pada infark anemik. Daerah nekrotik yang tidak menunjukkan inti sering

dikelilingi lekosit.

e. Kerusakan akibat obat-obatan (drug-induced injuries)

(39)

Diantaranya terdapat benar-benar hepatotoksin, seperti cinchophen dan

chloroform yang digunakan sebagai zat pelarut yang dapat menimbulkan

kerusakan jaringan hati bila diberikan dalam jumlah yang cukup.

Obat-obatan dapat juga menimbulkan kerusakan pada jaringan hati tanpa

terjadi nekrosis. Sebaliknya banyak terdapat obat yang dapat

menimbulkan kerusakan jaringan hati yang sangat sensitive, yang dikenal

dengan alergen hepatik. Mekanisme alergen hepatik ini belum diketahui

dengan pasti. Tidak diketahui pula mengapa yang satu hanya

menimbulkan nekrosis atau cholestasis dan yang lain kedua-duanya.

Agaknya reaksi ini berhubungan dengan jumlahnya yang dikomsumsi

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mulai dari bulan Juni – Juli

2009. Permohonan ethical clearance diajukan ke Komisi Etika Penelitian

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, dan

telah mendapat persetujuan.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1. Bahan Penelitian

Bahan biologis. Bahan biologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mencit jantan (Mus musculus L) strain DD Webster dewasa berumur ± 2-4

bulan dengan berat badan 25-30 g yang diperoleh dari Unit Pra-klinik-

Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Sebanyak 25 ekor mencit

jantan diperoleh dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian. Jumlah

hewan uji per kelompok ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15 (Federer,

1963). Jika t adalah jumlah kelompok (dalam penelitian ini ada 5 kelompok,

yaitu 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan), maka jumlah n yang

diharapkan (teoritis) adalah sebesar 5 ekor per kelompok.

(41)

murni (Sigma) yang dilarutkan dengan akuades. Vitamin C (Sigma) yang

dilarutkan dengan akuades. Dan sediaan histologi antara lain ; metilen blue,

buffer formalin 10 %, parafin pellet (titik leleh 56 – 58 oC), albumin Mayer

(sebagai adhesive jaringan pada permukaan gelas objek), xylol (untuk hidrasi

sayatan yang sudah ditempelkan pada slide), alkohol absolut, alkohol 95%,

80%, 70%, 50%, (untuk hidrasi sayatan dari aceton), aceton (untuk hidrasi

sayatan dari air). Semua bahan kimia yang akan digunakan adalah grade

analitik (pa grade) dan diperoleh dari Merck

Pemeliharaan Hewan Coba. Selama perlakuan, mencit ditempatkan dalam kandang plastik (ukuran 30x20x10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa.

Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti

setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00

sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan

pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada

pada kisaran alamiah. Pakan ( Pelet 05) dan minum ( PAM) disuplai setiap

hari secara berlebih

3.2.2. Peralatan Utama Penelitian

Alat utama yang digunakan dalam penelitian terdiri atas timbangan

kasar (untuk timbang berat badan mencit) merk Ohaus USA, jarum gavage

untuk memberikan Vitamin C secara oral, dissecting set, kertas saring, oven

(42)

hati), water bath, gelas objek, meja pemanas (hot plate) merk Cimarec 2

USA, gelas penutup (cover glass), dan mikroskop cahaya (Olympus, Japan).

3.3. Disain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yang didisain

mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Eksperimental ini terdiri dari

5 kelompok, kelima kelompok tersebut sama–sama diberi perlakuan yang

berbeda, yaitu kelompok 1 diberi larutan NaCl 0,9 % sebagai kelompok

kontrol. Kelompok 2, 3, 4, dan 5 diberi MSG 4 mg/g berat badan dan

Vitamin C 0,2 mg/g berat badan, secara lengkap disain penelitian ini

adalah sebagai berikut:

KELOMPOK

JUMLAH

MENCIT PERLAKUAN

LAMA

PERLAKUAN(hari)

P- I 5 Larutan NaCl 0,9 % 30 hari

P- 2 5 MSG kemudian Nacl 0,9 % 15 hari - 15 hari

P- 3 5 MSG 30 hari

P- 4 5 MSG kemudian Vit C 15 hari - 15 hari

P- 5 5 MSG kemudian MSG +

Vitamin C

(43)

3.4. Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan 3.4.1. Pemberian Perlakuan

Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random.

P1

P2

P3

P4

P5

3.4.2.Pembuatan Sediaan Histologi Hati

Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dieksekusi dengan cara dislokasi leher, kemudian dilakukan pembedahan laparatomi

untuk mengambil lobus kanan hati dan dibuatkan preparat hati dengan

metoda parafin dengan pewarnaan Hematoksilin Erlich dan Eosin alkohol

yang kemudian dapat diperiksa secara mikroskopis. Hematoksilin-Eosin

15 hari pertama 15 hari berikutnya

Larutan NaCl 0,9 %

MSG Larutan NaCl 0,9 %

MSG

MSG Vitamin C 0,2 mg

(44)

(HE) yang akan menyebabkan inti berwarna kebiruan dan sitoplasma

berwarna merah, Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan

menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali pada 5

lapangan pandang untuk setiap sediaan (Susanti et al., 2002). Cara

pembuatan preparat histologi hati sebagai berikut:

• Jaringan hati yang telah diambil (lobus kanan) dipotong-potong,

kemudian dimasukkan ke dalam larutan Nacl Fisiologis selama 30

menit, kemudian dipindahkan ke larutan fiksasi bouin selama 24 jam.

• Kemudian jaringan didehidrasi dengan alkohol 50%, 70%, 80%,

90%, 96%, dan alkohol absolut masing-masing selama satu jam, lalu

dijernihkan dengan memindahkan objek ke dalam larutan alkohol

absolut : xylol (1:1) dan xylol, masing-masing selama satu jam.

Kemudian objek dimasukkan ke dalam larutan infiltrasi yang

dilakukan dalam inkubator pada suhu 56-60 oC (Xylol: parafin

selama 1 jam, parafin 1 selama 1 jam, parafin 2 selama 1 jam, parafin

3 selama ½ jam).

• Penanaman (embedding) jaringan ke cetakan logam atau kertas yang

sudah berisi parafin cair yang dipanaskan dalam inkubator,

selanjutnya dibiarkan dingin dan membeku.

• Penyayatan (section) dilakukan dengan memasang blok parafin dalam

holder, kemudiaan di iris dengan mikrotom setipis mungkin (5 µm).

• Penempelan (afiniting), kaca objek digosok dengan Mayer’s albumin.

(45)

dan direntangkan di atas hot plate. Setelah kering, lalu

dideparafinisasi dengan xylol selama 30 menit.

• Pewarnaan dengan zat warna hematoksilin Erlich dan Eosin alkohol

dilakukan sebagai berikut : Alkohol 96%, 80%, 70%, dan 50%

masing-masing selama 3 menit, hematoksilin Erlich selama 1 – 5

menit, kemudian dicuci dengan air mengalir, terlihat dibawah

mikroskop inti sel sudah terwarnai.

• Kemudian dilanjutkan dengan: Alkohol 70%, 80%, dan 96%

masing-masing 3 menit, eosin alkohol selama 15 menit, alkohol 96 % (1

menit), alkohol absolut (2 menit), campuran alkohol-xylol = (1:1)

selama 2 menit, xylol selama 30 menit.

• Penutupan (mounting) dijaga agar jaringan jangan sampai kering,

ditetesi dengan perekat kemudian ditutup dengan cover glass dan

keringkan, kemudian preparat diberi label, kemudian diperiksa secara

mikroskopis (Helmi, 2007).

3.4.3. Pengamatan

Pengaruh MSG pada jaringan hati secara kwalitatif diamati pada

kerusakan vena sentralis, hepatosit, nukleus, sitoplasma, dan sinusoid, hasil

foto-foto mikroskopis dari hati merupakan gambaran data kwalitatif. Peneliti

hanya mengamati secara kwalitatif dengan melihat jaringan hati yang

berdegenerasi dan nekrosis. Secara histologi gambaran jaringan hati

(46)

lingkaran yang tidak putus, hepatosit tampak teratur dengan polihedral,

nukleus tampak bulat berwarna biru, sitoplasma tampak cerah berwarna

merah, sinusoid tampak utuh berwarna putih (Helmi, 2007). Kerusakan

jaringan hati tersebut diamati di lima lapang pandang berbeda secara acak

pada masing-masing sediaan jaringan hati. Kemudian dinilai skala

degenerasi dan nekrosis yang terdapat pada sediaan tersebut. Skala

degenerasi dan nekrosis 0 = tidak ada, 1 = 1%-25%, 2 = 26%-50%, 3 =

51%-75%, 4= 76%-100% (Jawi, 2006).

3.5. Analisis Data

Seluruh data dianalisa dengan menggunakan SPSS 16 dengan

menggunakan analisa linear berganda (Uji F) untuk mengetahui pengaruh

pemberian vitamin C terhadap degeneratif dan nekrosis dengan ketentuan

(47)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Data Penelitian

Analisis data penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin C

terhadap gambaran histologis hati mencit (mus musculus L) yang dipapari

monosodium glutamate dilakukan dengan menggunakan 2 bentuk pengujian

yakni 1). Uji-F Degeneratif dan 2). Uji-F Nekrosis.

4.1.1. Uji F Degeneratif

Uji-F degeneratif antara variabel independen (pemberian NaCl,

pemberian MSG, pemberian MSG +NaCl, pemberian MSG+Vit C dan

pemberian MSG+MSG +Vit C) dan variabel dependen (degeneratif)

memberikan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1.

Hasil Uji-F Antara Perlakuan Dengan Gambaran Degeneratif ANOVAb

26912.000 1 26912.000 48.464 .00 12772.000 23 555.304

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Perlakuan pemberian Vit C a.

Dependent Variable: Degeneratif b.

Tabel ANOVA di atas memperlihatkan bahwa nilai F-hitung = 48.464

dan nilai sig-p = 0.000. Jika dibandingkan dengan nilai F-tabel = 4.26 (yang

(48)

=0.05, terbukti bahwa F-hitung (48.464) > F-tabel (4.26) dan p (0.000) <

sig-α (0.05). Hasil analisis ini memenuhi kriteria persyaratan hipotesis pengaruh

dimana jika F-hitung > F-tabel, hipotesis diterima, maka dapat disimpulkan

bahwa pemberian vitamin C berpengaruh terhadap gambaran histologis

(degeneratif) hati mencit.

4.1.2. Uji Determinasi R Degeneratif

Besarnya pengaruh pemberian vitamin C terhadap gambaran

histologis (degeneratif) hati mencit dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4.2

Hasil Uji Determinasi R Degeneratif Model Summaryb

.824a .678 .664 23.56490 Model

Predictors: (Constant), Perlakuan pemberian Vit C a.

Dependent Variable: Degeneratif b.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa nilai R-square = 0.678, sehingga

besarnya pengaruh pemberian vitamin C terhadap gambaran histologis

(degeneratif ) hati mencit adalah sebesar :

K = Rsquare x 100% = 0.678 x 100% = 67.8%.

Dengan demikian besarnya pengaruh variabel independen (pemberian

vitamin C) terhadap variabel dependen (degeneratif) adalah sebesar 67.8%,

sedangkan selebihnya 32.2 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak

(49)

4.1.3. Persamaan Regresi

Persamaan regresi yang menyatakan pengaruh antara pemberian

vitamin C terhadap degeneratif hati mencit dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 4.3.

Koefisien Persamaan Regresi

Coefficientsa

-18.200 11.053 -1.647

23.200 3.333 .824 6.962

(Constant)

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai koefiisien pemberian vitamin C

= 23.2, sehingga persamaan regresi yang menyatakan pengaruh antara

pemberian vitamin C dan degeneratif adalah

Y = -18.200 + 23.2X + 11.053

Persamaan ini mengasumsikan bahwa jika faktor-faktor lain dianggap tetap

maka setiap penambahan pemberian vitamin C sebesar 1%, akan

meningkatkan degeneratif hati mencit sebesar 23.2%.

4.1.4. Uji F Nekrosis

Uji-F nekrosis antara variabel independen (pemberian NaCl,

pemberian MSG, pemberian MSG +NaCl, pemberian MSG+Vit C dan

pemberian MSG+MSG +Vit C) dan variabel dependen (nekrosis)

(50)

Tabel 4.4.

Hasil Uji-F Antara Perlakuan Dengan Gambaran Nekrosis ANOVAb

62.720 1 62.720 4.442 .04 324.720 23 14.118

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Perlakuan pemberian Vit C a.

Dependent Variable: Nekrosis b.

Tabel ANOVA di atas memperlihatkan bahwa nilai F-hitung = 4.442

dan nilai sig-p = 0.046. Jika dibandingkan dengan nilai F-tabel = 4.26 (yang

diperoleh dari daftar nilai kritis uji-F untuk n=25 atau df=24) dan nilai sig-α

=0.05, terbukti bahwa F-hitung (4.442) > F-tabel (4.26) dan sig-p (0.000) < sig-α

(0.05). Hasil analisis ini memenuhi kriteria persyaratan hipotesis pengaruh

dimana jika F-hitung >F-tabel, hipotesis diterima, maka dapat disimpulkan

bahwa pemberian vitamin C berpengaruh terhadap gambaran histologis

(nekrosis) hati mencit.

4.1.5. Uji Determinasi R Degeneratif

Besarnya pengaruh pemberian vitamin C terhadap gambaran

(51)

Tabel 4.5

Hasil Uji Determinasi R Degeneratif Model Summaryb

.402a .162 .125 3.75743 Model

1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), Perlakuan pemberian Vit C a.

Dependent Variable: Nekrosis b.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa nilai R-square = 0.162, sehingga

besarnya pengaruh pemberian vitamin C terhadap gambaran histologis

(nekrosis ) hati mencit adalah sebesar :

K = Rsquare x 100% = 0.162 x 100% = 16.2%.

Dengan demikian besarnya pengaruh variabel independen (pemberian

vitamin C) terhadap variabel dependen (nekrosis) adalah sebesar 16.2%,

sedangkan selebihnya 83.8 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak

diteliti.

4.1.6. Persamaan Regresi

Persamaan regresi yang menyatakan pengaruh antara pemberian

(52)

Tabel 4.6.

Koefisien Persamaan Regresi

Coefficientsa

2.320 1.762 1.316

1.120 .531 .402 2.108

(Constant)

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai koefiisien pemberian vitamin C

= 1.120, sehingga persamaan regresi yang menyatakan pengaruh antara

pemberian vitamin C dan degeneratif adalah

Y = 2.320 +1.12X + 1.762

Persamaan ini mengasumsikan bahwa jika faktor-faktor lain dianggap tetap

maka setiap penambahan pemberian vitamin C sebesar 1%, akan

meningkatkan nekrosis hati mencit sebesar 1.12 %.

Dari kedua hasil analisis regresi tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa pengaruh pemberian vitamin C terhadap degeneratif lebih besar dari

pengaruh pemberian vitamin C terhadap nekrosis hati mencit.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Faktor Degeneratif

Hasil analisis pengaruh pemberian vitamin C terhadap degeneratif

hati mencit membuktikan adanya pengaruh signifikan sebagaimana

diindikasikan oleh nilai F-hitung (48.464) > F-tabel (4.26) dan sig-p (0.000) <

sig-α (0.05). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurika Amalina (2009) Uji

(53)

Mencit Balb/C, dimana Uji Kruskall Wallis menunjukkan tidak didapatkan

perbedaan morfologi makroskopis hepar yang bermakna (p=1,00) dan tidak

didapatkan perbedaan volume hepar yang bermakna (p=0,363). Rerata skor

histopatologi hepar tertinggi pada P4. Skor yang dinilai meliputi perubahan

berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik dan nekrosis. Uji

Anova didapatkan perbedaan yang bermakna p=0,000). Dilanjutkan uji Post

Hoc didapatkan perbedaan bermakna pada KP2( p=0,000), K-P3(p=0,000),

K-P4(p=0,000), P1-P2(p=0,000), P1-P3(p=0,000),P1-P4(p=0,000),

P2-P3(p=0,000), P2-P4(p=0,000), dan P3-P4(p=0,029).

4.2.2. Faktor Nekrosis

Hasil analisis pengaruh pemberian vitamin C terhadap nekrosis hati

mencit membuktikan adanya pengaruh signifikan sebagaimana diindikasikan

oleh nilai F-hitung (4.442) > F-tabel (4.26) dan sig-p (0.000) < sig-α (0.05). Hal

ini sesuai dengan penelitian Aditya Iqbal Maulana (2010) Pengaruh Ekstrak

Tauge (Phaseolus Radiatus) Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus

Musculus) Yang Diinduksi Parasetamol dimana Hasil uji One-Way ANOVA

menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok.

Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara K-P1,

K-P2, P1-P2, P1-P3, dan P2-P3; serta perbedaan tidak bermakna antara K-P3

dan menyimpulkan bahwa ekstrak tauge yang mengandung vitamin C dapat

mengurangi kerusakan sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan

(54)

kerusakan sel ginjal mencit.

A

B

C

(55)

E

Gambar 4.1. Gambaran Histologis Hati Mencit Dari Berbagai Kelompok Perlakuan.

Keterangan:

A.P - 1. Kelompok Kontrol dengan gambaran sel hati yang normal.

B. P - 2. (1). Hepatosit masih tampak berkelompok tetapi susunannya tidak beraturan lagi, (2). Inti sel ada yang mengecil dan sitoplasma tampak hidropik, (3). Sinusoid tampak tidak teratur, ada yang membesar, mengecil bahkan ada yang menghilang dengan bentuk terputus – putus tidak saling berhubungan, (4).Vena sentralis tampak putus sebagian dengan lingkaran sebagian tidak jelas).

C.P - 3. (1). Hepatosit sebagian tampak berkelompok dan berurutan dan sebagian lagi tampak tidak berkelompok dan tidak teratur, (2). Inti sel tampak rata – rata mengecil hingga menghilang, (3). Sinusoid tampak sebagian tidak utuh, mengecil, serta tidak teratur hingga menghilang, (4). Vena sentralis tampak putus dengan lingkaran tidak jelas sebagian).

(56)
(57)

BAB V

KESIMPULAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis regresi pengaruh pemberian vitamin C

terhadap degeneratif dan nekrosis hati mencit, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pemberian vitamin C berpengaruh signifikan terhadap gambaran

degeneratif hati mencit. Hal ini diindikasikan oleh nilai F-hitung

(48.464) > F-tabel (4.26) dan sig-p (0.000) < sig-α (0.05).

2. Pemberian vitamin C berpengaruh signifikan terhadap gambaran

nekrosis hati mencit. Hal ini diindikasikan oleh nilai F-hitung

(4.442) > F-tabel (4.26) dan sig-p (0.000) < sig-α (0.05)

3. Pengaruh pemberian vitamin C terhadap degeneratif lebih besar

dari pengaruh pemberian vitamin C terhadap nekrosis hati mencit

yakni 67.8% (Skala 3) berbanding 16.2% (Skala 1).

5.2. S a r a n

Hasil penelitian ini belum memperlihatkan hasil maksimal karena

kurangnya parameter penelitian, oleh karena itu penulis menyarankan agar

penelitian sejenis dapat ditindaklanjuti dengan skala penelitian yang lebih

(58)

DAFTAR PUSTAKA

ADITYA, I.M. (2010). Pengaruh ekstrak tauge (Phaseolus radiates) terhadap kerusakan sel ginjal mencit (Mus muskulus) yang di induksi parasetamol. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta. ADMINISTRATION, U.S.F.A.D.(1996) Monosodium Glutamate. FDA

Medical bulletin, 26 Number 1

ARIFIN, H., WIDIANINGSIH, I., MARUSIN, N. (2007) Pengaruh pemberian akut ekstrak etanol daun capo (blumea balsamifera (L) DC ) tehadap gambaran morfolofis dan histologis hati mencit putih jantan. J.Sains Tek. Far. 12.(2):82-88.

BERATA, I. & WINAYA, I. B. O. (2003) Pengaruh pemberian ekstraksi akar alang-alang (Imperata cylindrica) Terhadap Mencit yang Menderita Kelainan Patologis Hati. (1), 1-6.

CHOUDHARY, P., MALIK, V. B. T., PURI, S. & AHLUWALIA, P. (1995) Studies on the effects of monosodium glutamate on hepatic microsomal lipid peroxidation, calcium, ascorbic acid and glutathione and its dependent enzymes in adult male mice. Department of Biochemistry, India.

EWEKA, A. O.& OM'INIABOHS, F. (2007) Histological studies of the effects of monosodium glutamate on the small intestine of adult wistar rats. j biomed, 2, 14-18.

EWEKA, A.& OM'INIABOHS, F. (2008) Histological studies of the effects of monosodium glutamate on the liver of adult wistar rats. Journal of Gastroenterology, 2,1-9.

FAROMBI, E. O. & ONYEMA, O. O .(2006) Monosodium glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat: modulatory role of vitamin C,vitamin E and quercetin. Human & Experimental Toxicology 25, 251-259.

FAUZI, T.M. (2008) Pengaruh pemberian timbal asetat dan vitamin c terhadap peroksidasi lipid dan kualitas spermatozoa di dalam sekresi epididimis mencit jantan ( mus musculus L) Pascasarjana, Thesis, Universitas Sumatera Utara.

FOOD STANDARTDS AUSTRALIA NEW ZEALAND. (2003) Monosodium glutamate, 20, 1-36.

GAJAWAT, S., SANCHETI, G. & GOYAL, P. K. (2006) Protection against lead-induced hepatic lesions in swiss albino mice by ascorbic acid. Pharmacologyonline, 1, 140-149.

GUYTON ,A., HALL, J. (2000) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC, hal 1103 – 1107.

HIMAWAN, S. (1973). Kumpulan Kuliah Patolog. Bagian Patologi Anatomik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(59)

(1989) Histopathological effects of monosodium methanearsonate (MSMA) on new zealand white rabbits ( Oryctalagus cuniculus). Toxicol, 42, 289-293.

JACOB, R. A. & BURN, B. J. (1996) Oxidative damage and defens. Am J C/in Nutr, 63, 985S-90S.

JAWI IM., MANUABA IB., SUTIRTAYASA IWP., MURUTI G. (2006) Pemberian Glutamin Menurunkan Kadar Bilirubin Darah Serta Mengurangi Nekrosis Sel-sel Hati Setelah Pemberian Aktivitas Fisik Maksimal dan Parasetamol pada Mencit, Dexa media, 19 (4): 192-195. JENIE, U. A. (2001) Penjelasan pembuatan monosodium glutamat (MSG).

UGM, hal, 1-3.

KUSUMAWATI, D. Bersahabat dengan hewan coba, Gajah Mada University Press.

KULDIP, S. & AHLUWALIA, P. (2002) Studies on the effect of monosodium glutamate (msg) administration on the activity of xanthine oxidase, superoxide ismutase and catalase in hepatic tissue of adult male mice. Journal of clinical biochemistry, India, 17, (1), 29-33.

LI, Y. & SCHELLHORN, H. E. (2007) New developments and novel therapeutic perspectives for vitamin C. The Journal of Nutrition , Canada, 2171-2179.

LINDEMANN, B., OGIWARA, Y. & NINOMIYA, Y. (2002) The discovery of umami. Chem. Senses, 27, 843-844.

LIVINGSTONE, V. H. (1981) Current clinical findings on monosodium glutamate, Can Fam Physician, 27, 1150-1152.

LUIS C, JUNQUEIRA., JOSE CARNEIRO. (1991) Histologi dasar, Jakarta, EGC, 342-356.

LUKITO, J. S., SOEKIMIN., DELYUZAR., INTAN, T. K. (1992) Pengiriman dan pengelolaan jaringan untuk diagnosis penyakit secara histopatologik. Medan, Cermin Dunia Kedokteran, 80.

MACHO, L., JEZOVA, D., ZORAD, S., FICKOVA, M. (1999) Postnatal monosodium glutamate treatment results in attenuation of corticosterone metabolic rate in adult rats. Endokrinology, Slovakia, 61-67.

FOOD STANDARS AUSTRALIA NEW ZEALAND.(2003) Monosodium glutamate. Canberra Australia. 20, 1-36.

NAKANISHI, Y., TSUNEYAMA, K., FUJIMOTO.M., SALUNGA, T. L., NOMOTO, K., AN ,J. L., TAKANO, Y., IIZUKA, S., NAGATA, M., SUZUKI, W., SHIMADA, T., ABURADA, M., NAKANO, M., SELMI, C., GERSHWIN, M. E. (2008) Monosodium glutamate (MSG): a villain and promoter of liver inflammation and dysplasia. J Autoimmun. Japan, 30, 42-50

NIIJIMA, A. (2000). Reflex effects of oral, gastrointestinal and hepatoportal glutamate sensors. Journal of Nutrition, 971-973.

NURIKA, A. (2009). Uji toksisitas akut ekstrak valerian (Valeriana

officinalis) terhadap hepar mencit balb/c. Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro. Semarang.

Gambar

Gambar 1. Bagan kerangka teori pengaruh pemberian Vitamin C terhadap
Tabel 1. Total Komsunsi MSG Pertahun dan Rata-rata Komsumsi Perhari
Gambar 2.1.  Histologi hati tikus setelah pemberian 5 % MSG (Pewarnaan
Gambar 2.2. Segi tiga Kierman (Portal triad) : 1. Vena portal, 2. Saluran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika pada hari itu dia mendapatkan keuntungan sebesar 10%, maka besarnya pendapatan yang didapatkan pada hari itu adalah ..b. Dalam waktu satu minggu motor tersebut dijual

Dengan memperhatikan gambar dan melihat contoh dari guru, siswa dapat menunjukkan dan mendemonstrasikan jarak yang tepat antar mata dan objek saat membaca.. Dengan menyanyi, siswa

Kepala desa atau perangkat desa sebagai pihak yang menyewakan telah meninggal dunia atau dlberhenti- kan dari jabatannya, padahal masa sewa-menyewa belum berakhir, maka dalam

Merpati Nusantara, pegawai-pegawai- nya atau agen-agennya serta semua pengangkut lainnya yang turut menye- lenggarakan pengangkutan ini dari tanggung jawab terhadap

tidak cukup, kebutuhan yang terus meningkat dan pengaruh lingkungan sosial,. mempengaruhi sikap dari tindakan setiap

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketaaan pelaksanaan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mempunyai hubungan yang signifikan dengan

Dari hasil identifikasi sistem dihitung nilai kecocokan atau nilai fitness terhadap data keluaran yang sebenarnya untuk menghitungnya dengan mendapatkan nilai RMSE