• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direksi PT. Daya Labuhan Indah Dalam Pemenuhan Jaminan Kematian Bagi Pekerja Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Direksi PT. Daya Labuhan Indah Dalam Pemenuhan Jaminan Kematian Bagi Pekerja Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

HASIL PENELITIAN PADA PT DAYA LABUHAN INDAH (LDI)

PT. Daya Labuhan Indah memiliki program-program yang mendukung penuh tanggung jawab pemenuhan segala macam asuransi bagi para pekerjanya sesuai dengan program-program yang dikeluarkan pemerintah antara lain:

- Jaminan Kecelakaan Kerja - Jaminan Hari Tua

- Jaminan Pensiun - Jaminan Kematian

Pihaknya juga mengatakan selalu berkoordinasi dengan pihak pengelolah BPJS apabila ada karyawan yang membutuhkan pertolongan dalam hal ini dalam bentuk klaim asuransi. Tanggung jawab yang dilakukan perusahaan PT. Daya Labuhan Indah tidak sebatas melimpahkan pada pengelolah BPJS, melainkan apabila pihak yang ikut serta dalam program BPJS dalam hal ini rumah sakit tidak dapat menampung atau menangani para pekerja nya dengan alasan tidak adanya ruangan bagi pasien (pekerjanya) pihaknya mengaku siap menanggung pengobatan bagi para pekerjanya diluar rumah sakit yang menjadi rujukan dari program BPJS.

Dengan program plafound ujarnya para pekerja yang tidak tertangani oleh rumah sakit mitra BPJS, diberikan keringanan dengan melakukan pengobatan baik rawat jalan maupun rawat inap, operasi besar, sedang maupun kecil dan program persalinan. Pihak PT. Daya Labuhan Indah telah menentukan besaran pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk biaya-biaya diatas tersebut. Dengan syarat para pekerja yang melakukan pengobatan melampirkan segala kwitansi bukti pembayaran selama melakukan pengobatan kepada pihak PT. Daya Labuhan Indah yang menganani program asuransi di perusahaanya.

(2)
(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdussalam, Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan) yang telah direvisi, Jakarta: Restu Agung, 2009.

Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Press, 2010.

---, Dinamika & Kajian Teori Hukum Ketenagakaerjaan Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Amrin, Tatang M, Pokok-pokok Teori Sistem, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996.

Asri Wijayanti,Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Andi Fariana, Aspek Legal Sumber Daya Manusia Menurut Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012.

Anne Friday, Hubungan Perburuhan Di Sektor Informal, Bandung: Safaria Akatiga, 2003.

Fuady Munir, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Ketiga,Bandung: PT. Citra Aditya, 1994.

---, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya, 2002. ---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2003.

Harahap, M.Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2009

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Nindyo, Pramono, Winardi, Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT Menurut UU Perseroan Terbatas, Jakarta, 1983.

(4)

Rudhi Prasetya, Teori dan Praktek PT, Jakarta, 2000.

Sendjun H.Manullang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Rineke Cipta, 2012.

Supramono, Gatot, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Jakarta: Djambatan , 1996.

Wijaya, I.G.Ray, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Megapoint, 2002.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang Selain, Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun

2015 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jamina n Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah.

(5)

C. WEBSITE

(6)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KEMATIAN DALAM

KERANGKA BPJS KETENAGAKERJAAN

A. DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN JAMINAN KEMATIAN

Dewasa ini peran serta pekerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi diberbagai sektor kegiatan usaha yang dapat mengakibatkan semakin tingginya resiko yang dapat mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja yang dapat memberikan ketenangan kerja sehingga dapat memberikan kontribusi positif terhadap usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja.70

Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.71 Dari sisi pengusaha juga diwajibkan menyediakan fasilitas kesejahteraan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh/pekerja dan keluarganya, yang mana pelaksanaanya dilihat dari kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.72

Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain:73

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya,

70 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo

Persada,2001), hal 116.

71 Lihat Pasal 99 ayat (1), Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketengakerjaan.

72 Ibid, Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2),. 73

(7)

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.

Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonnomi kepada masyarakat Indonesia, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.74

Pada akhir tahun 2004, pemerintah juga meneribtkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Tentang Sistem Jaminan Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat (2), dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

Hal tersebut menjadi salah satu lahirnya PT. Jamsostek yang memiliki landasan hukum Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 ditetapkanlah PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang akibat resiko sosial.

75

74

(8)

Benda-Beckmann mengemukakan konsep umum tentang jaminan sosial adalah sebagai berikut:76

Menurut imam soepomo, Konsep perlindungan tenaga kerja :

Social security refers to the social phenomena with which the abstract

domain of social security is filled, efforts of individuals, groups of

individuals and organizations to overcome insecurities relate to their

existence, that is, concering food and water, shelter, care and physical dan

mental health, education and income, to the extent that the contingencies

are not considered a purely individual responsibility, as well as intended

and unintended consequences of these efforts.

Jaminan sosial mengacu pada gejala-gejala sosial yang mengisi ranah jaminan sosial yang abstrak, yaitu upaya-upaya individu, kelompok-kelompok perorangan dan organisasi untuk menanggulangi ketidakpastian yang menyangkut eksistensi mereka, yaitu, yang berkenaan dengan air dan makanan, tempat perlindungan, pemeliharaan dan kesehatan fisik secara mental, pendapatan dan pendidikan, selama kemungkinan itu tidak dianggap sebagai tanggung jawab perseorangan semata, dan juga konsekuensi-konsekuensi yang dimaksud maupun tidak dimaksud dari upaya-upaya tersebut.

77

a. Perlindungan Ekonomis

Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja diluar kehendaknya. b. Perlindungan Sosial

Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.

c. Perlindungan Teknis

76 Anne Friday, Hubungan Perburuhan di Sektor Informal, (Bandung: Safaria Akatiga,

2003), hal 67. 77

(9)

Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.

Jaminan sosial tenaga kerja adalah jaminan yang menjadi hak tenaga kerja berbentuk tunjangan berupa uang, pelayanan dan pengobatan yang merupakan pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, meninggal dunia dan mengganggur. Oleh karena jangkauan program jaminan sosial tenaga kerja sangat luas. Maka penyelenggaraannya dilakukan secara bertahap, dengan sendirinya bagi perusahaan yang belum menjadi peserta asuransi sosial tenaga kerja jaminan-jaminan tersebut tetap menjadi tanggung jawab perusahaan itu sendiri.78

Pengusaha diizinkan untuk tidak mengikuti salah satu dari program jaminan sosial tenaga kerja dengan syarat program jaminan sosial bagi pekerjanya telah dilakukan dengan lebih baik dibandingkan program yang diselenggarakan oleh pihak penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.79

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebuah sistem jaminan sosial yang ditetapkan di Indonesia dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, yang mana jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 1948 dan Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952. Kehadiran Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut untuk menggantikan program-program jaminan sosial yang sebelumnya ada (Askes, Jamsostek, Taspen dan Asabri) yang dinilai kurang berhasil memberikan manfaat berarti kepada penggunanya, karena jumlah pesertanya kurang, jumlah nilai manfaat program kurang memadai, dan kurang

78 Sendjun H.Manullang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta:

Rineke Cipta, 2012), hal 131.

(10)

baiknya tata kelola manajemen program tersebut. Program-program yang dikelola oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut antara lain adalah Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Asuransi kesehatan nasional, yang mencakup seluruh warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka pekerja sektro formal, informal, maupun wiraswastawan.80

Sistem Jaminan Sosial Nasional dibuat sesuai dengan “paradigma tiga pilar” yang direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), yaitu:81

a. Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat yang tidak mempunyai sumber keuangan atau akses terhadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bantuan ini diberikan kepada anggota masyarakat yang terbukti mempunyai kebutuhan mendesak, pada saat terjadi bencana alam, konflik sosial, menderita penyakit, atau kehilangan pekerjaan. Dana bantuan ini diambil dari APBN dan dana masyarakat setempat.

b. Program asuransi sosial yang bersifat wajib, dibiayai oleh iuran yang ditarik dari perusahaan dan pekerja. Iuran ini harus dibayar oleh peserta ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan/gaji, dan berdasarkan suatu standar hidup minimum yang berlaku di masyarakat.

c. Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta secara sukarela, yang dapat dibeli oleh peserta apabila mereka ingin mendapat perlindungan sosial lebih tinggi daripada jaminan sosial yang mereka peroleh dari iuran wajib. Iuran untuk program asuransi swasta ini berbeda menurut analisis resiko dari setiap peserta.

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota

80

(11)

keluarganya.82 Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:83

a. Kegotong-royongan, maksudnya adalah peserta yang lebih mampu akan membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang mempunyai resiko lebih kecil akan membantu peserta yang memiliki resiko lebih besar, dan mereka yang sehat akan membantu yang sakit.

b. Nirlaba, maksudnya adalah dana amanah ini harus bersifat nirlaba dan dipergunakan untuk memenuhi jaminan sosial seluruh peserta.

c. Keterbukaan, maksudnya adalah pengurangan resiko, akuntabilitas, efesiensi dan efektifitas, sehingga dana pengelolaan ini akan digunakan sebagai dasar pengelolaan program Jamsosnas.

d. Kehati-hatian, e. Akuntabilitas,

f. Potabilitas, maksudnya adalah peserta akan terus menjadi anggota program jaminan sosial nasional tanpa memperdulikan besar pendapatan dan status kerja pekerja, dan akan terus menerima manfaat tanpa memperdulikan besar pendapatan dan status keluarga peserta sepanjang memenuhi criteria tertulis untuk menerima manfaat program tersebut.

g. Kepersertaan bersifat wajib, maksudnya adalah seluruh penduduk Indonesia secara bertahap akan diwajibkan untuk berpartisipasi dalam program jaminan sosial nasional.

h. Amanat, maksudnya adalah dana yang dikumpulkan dari peserta akan dikelola oleh beberapa badan penyelengara jaminan sosial dalam sebuah dana amanah yang akan dipergunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh pesrta.

i. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial Nasional dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.84

82 Lihat Pasal 3, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional.

(12)

Adapun jenis program Jaminan Sosial meliputi :85 a. Jaminan Kesehatan,

b. Jaminan Kecelakaan Kerja, c. Jaminan Hari Tua,

d. Jaminan Pensiun, dan e. Jaminan Kematian.

Jaminan kematian adalah manfaat uang tunai yang dterima oleh ahli waris pekerja ketika pekerja tersebut meninggal dunia bukan akibat dari kecelakaan kerja.86 Ruang lingkup kecelakaan pada waktu kerja meliputi:87

a. Pada waktu kerja

• Yang termasuk dalam kecelakaan pada waktu kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke tempat kerja atau pulang dari tempat kerja ke rumah melalui jalan yang biasa di tempuh dan wajar.

• Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas, kewajiban dan tanggungjawab sehari-hari yang diberikan oleh perusahaan di tempat kerja maupun di luar tempat kerja selama waktu kerja.

• Kecelakaan yang terjadi di luar jam kerja tetapi masih dalam waktu kerja seperti jam istirahat sebagaimana diatur dalam undang-undang.

• Kecelakaan yang terjadi dalam tugas di luar kota/negeri yaitu selama perjalanan dari rumah/tempat kerja menuju ke tempat dan perjalanan pulang kembali sesuai dengan surat tugas yang diberikan dan selama menjalankan/pekerjaan di tempat tujuan. Semua kecelakaan kerja yang terjadi di tempat

84 Wkipedia, Op Cit. 85 Ibid, Pasal 18.

86 Lihat pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Program

(13)

penugasan/pendidikan merupakan kecelakaan kerja, di luar itu yang termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas selama yang bersangkutan berangkat dari tempat penginapan/pemondokan menuju ke tempat kerja sampai pulang kembali, kecuali dapat dibuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi di luar pengertian tersebut ada hubungannya dengan tugas dan tanggungjawab yang bersangkutan.

• Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus dibuktikan dengan surat perintah lembur.

• Perkelahian di tempat kerja dapat dianggap kecelakaan kerja. b. Di luar waktu kerja

• Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan olahraga yang harus dibuktikan dengan surat tuga dari perusahaan.

• Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang merupakan tugas dari perusahaan dan haru dibuktikan dengan surat tugas. Kecelakaan yang terjadi di sebuah perkemahan yang berda di lokasi kerja ( basecamp, jurnal diluar jam kerja dan di luar waktu kerja ( tidur, istirahat )). Serta yang bersangkutan bebas dari setiap urusan pekerjaan. Jika kecelakaan terjadi di luar radius HPH/areal/lokasi harus ada surat tugas.

c. Meninggal mendadak, suatu kasus meninggal mendadak dapat dikategorikan akibat kecelakaan dalam hubungan kerja akibat tenaga kerja karana suatu alasan, baik di lokasi kerja maupun dalam perjalanan menuju dan dari lokasi kerja, tanpa sempat mengalami rawat inap atau mengalami rawat inap, tetapi tidak melebihi 24 jam terhitung sejak pada jam di tangan dokter/paramedis, langsung meninggal dunia.

(14)

Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia.88

Badan penyelenggara jaminan sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menjalankan program jaminan sosial.

B. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) SEBAGAI

PENGELOLA JAMINAN KEMATIAN.

89

Badan penyelenggara jaminan sosial harus dibentuk melalui undang-undang.90 Pada era/jaman tersebut, berdasarkan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, badan hukum yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan terhadap Dana Jaminan Sosial Nasional adalah :91

a. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

b. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN)

c. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)

d. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) Namun undang-undang tidak memberikan batasan terhadap dibentuknya lagi badan penyelenggara jaminan sosial tersebut, dikarenakan apabila dibutuhkan maka dapat dibentuk badan penyelenggara jaminan sosial yang baru dengan undang-undang.92

88

Op Cit, Pasal 43 ayat (1) dan (2), Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

89 Ibid., Pasal 1 ayat (6), 90 Ibid., Pasal 5 ayat (1), 91

(15)

Sebelumya pada tanggal 17 Februari 1992 telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Adapun yang menjadi pertimbangan dari dikeluarkannya Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja tersebut antara lain dengan adanya pembangunan nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materill maupun spiritual guna memberikan bagi pekerja yang melaksanakan pekerjaannya, baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja, sehingga untuk mencapai hal tersebut diperlukan undang-undang yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja.93

Pembentukkan Undang-undang Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, setelah putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini (BPJS) untuk melaksanakan program jaminan sosial di seluruh Indonesia. Undang-undang BPJS ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta sehingga pada tanggal 25 November 2011 dikeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(16)

transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti dengan adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.94

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan amanat bahwa untuk melakukan pengurusan terhadap Dana Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.

Dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS dibentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang meyelenggarakan program-program yang sebelumnya dilaksnakan oleh PT (Persero) Jamsostek, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pension. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial diperluas secara bertahap.

95

Sehingga terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan oleh instansi yang berwenang sesuai denga ketentuan peraturan perundang-undangan.96

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Tentang BPJS pasal 5, merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.97

94 Lihat Penjelasan Umum, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

95 Op Cit., Pasal 47 ayat (1), Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional. 96 Ibid, Pasal 51. 97

Op Cit., Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(17)

BPJS ketenagakerjaan yang menggantikan peran PT (Pesero) Jamsostek dalam melakukan pengelolaan terhadap program-program jaminan sosial tenaga kerja, yang salah satunya adalah program jaminan kematian, bertugas untuk :98

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta,

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, c. Menerima bantuan iuran dari pemerintah,

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta, e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta jaminan sosial,

f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial,

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat

Dalam melakukan tugasnya, BPJS berwenang untuk:99 a. Menagih pembayaran iuran,

b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai,

c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Jaminan Sosial Nasional,

d. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan, e. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang

tidak memenuhi kewajibannya,

f. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

98

(18)

g. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.

Untuk melakukan kewenangannya tersebut, maka BPJS memiliki hak untuk :100

a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) setiap 6 (enam) bulan

Sesuai dengan hak yang dimilikinya, maka BPJS memiliki kewajiban untuk :101

a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta,

b. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta,

c. Memberikan informasi melaui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya, d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan

Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional

e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku,

f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memnuhi kewajibannya,

g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun,

h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pension 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun,

100

(19)

i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik akturia yang lazim dan berlaku umum,

j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial,

k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang merupakan badan hukum publik memiliki struktur/organ kepengurusan seperti badan hukum publik lainnya, yaitu: 102

a. Dewan pengawas

1. Terdiri atas 7 (tujuh) orang dari kalangan professional yang diangkat dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang diketuai oleh 1 (satu) orang, memiliki masa jabatan masing-masing selama 5 (lima) tahun dan dapat dianggkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

2. Memiliki tugas untuk :

− Melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi,

− Melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi,

− Memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS,

− Menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari BPJS kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN,

3. Memiliki kewenangan untuk :

(20)

− Menetapkan rancangan kerja anggaran tahunan BPJS,

− Mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi,

− Mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS,

− Melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai penyelenggaran BPJS,

− Memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi

b. Direksi

4. Terdiri dari paling sedikit 5 (lima) orang dari unsur profesional, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, yang diketuai oleh 1 (satu) orang Direksi Utama yang ditunjuk oleh Presiden, yang masing-masing memiliki masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabtan.

5. Memiliki tugas untuk :

− Melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi,

− Mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan,

− Menjamin tersedianya akses dan fasilitas bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya

6. Memiliki kewenangan untuk:

− Melaksanakan wewenang BPJS,

− Menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi dan sistem kepegawaian,

− Menyelenggarakan manejemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS,

(21)

− Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efesisensi dan efektivitas,

− Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas,

− Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah) dengan persetujuan Presiden,

− Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp 500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah) dengan persetuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

PT (Persero) Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014, sehingga:103

a. PT (Persero) Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT (Persero) Jamsostek diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan,

b. Semua pegawai PT (Persero) Jamsostek beralih menjadi pegawai BPJS Ketengakerjaan,

c. Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan keuangan akhir PT (Persero) Jamsostek setelah diaudit oleh akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan posisi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan,

d. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja, program Jaminan Hari Tua, Program Jaminan Kematian yang

(22)

selama ini dilakukan oleh PT (Persero) Jamsostek termasuk menerima keanggotaan peserta baru sampai terselenggarnya BPJS Ketenagakerjaan paling lama 1 Juli 2015

e. Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT (Persero) Jamsostek diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan.

C. JAMINAN KEMATIAN SEBAGAI BAGIAN DARI BPJS

KETENAGAKERJAAN.

BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan pihak yang melanjutkan program-program dari PT (Persero) Jamsostek,104

Ahli waris dari peserta yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja dalam masa aktif berhak menerima manfaat/santunan berupa:

yang salah satu diantaranya adalah Program Jaminan Kematian, yang bertujuan untuk memberikan bantuan apabila pekerja meninggal dunia bukan pada waktu bekerja kepada pihak keluarga/ahli warisnya.

105

a. Santunan sekaligus sebesar Rp 16.200.000 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah), atau sebesar 60%(enam puluh persen) x 80x upah sebulan

b. Santunan berkala sebesar 24 x Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) = Rp 4.800.000 (empat juta delapan ratus ribu rupiah), yang dibayarkan sekaligus,

c. Biaya pemakaman, sebesar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah)

d. Beasiswa pendidikan anak yang diberikan kepada setiap peserta yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iur 5 (lima) tahun, sebesar Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah) untuk setiap peserta, dengan syarat bahwa pekerja memiliki anak usia sekolah

104 Ibid., Pasal 6. 105

(23)

dengan maksimal usia 23 (dua puluh tiga) tahun dan berlaku hanya untuk 1 (satu) orang anak saja dan belum menikah.106

Manfaat atau santunan Jaminan Kematian diberikan kepada ahli waris yang sah, meliputi : 107

a. Janda (istri) atau duda (suami), atau anak,

b. Dalam hal janda, duda, atau anak tidak ada, manfaat/santunan Jaminan Kematian diberikan sesuai urutan berikut:

1. Keturunan sedarah menurut garis lurus keatas dan kebawah sampai derajat kedua,

2. Saudara kandung, 3. Mertua,

4. Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh pekerja,

5. Bila tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pihak perusahaan atau pihak lain yang mengurus pemakaman

106

Lihat Pasal 18, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jamina n Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah.

107 Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Medan: USU Press, 2010),

(24)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM

PEMENUHAN JAMINAN KEMATIAN PEKERJA (Studi pada PT. Daya

Labuhan Indah)

A. SYARAT DAN MEKANISME PENDAFTARAN DAN PEMENUHAN

JAMINAN KEMATIAN BAGI PEKERJA PT. DAYA LABUHAN

INDAH

Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia wajib mengikuti program jaminan sosial. Bahkan terhadap pihak pemberi kerja juga diwajibkan untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya beserta anggota keluarganya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan program yang diikuti. Pemberi kerja yang dimaksud adalah pemberi kerja selain negara, yang terdiri dari: 108

a. Orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri,

b. Orang, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ,

c. Orang, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Terhadap pemberi kerja yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut terancam sanksi berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu. Pemberi kerja wajib memungut iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dari pekerja dan menyetorkannya kepada Badan Penyelenggara

108 Lihat Pasal 1 angka (17), Peraturan BPJS Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2014

(25)

Jaminan sosial dan kepada peserta yang bukan pekerja maka diwajibkan membayar dan menyetorkan iuran langsung kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.109

Terhadap peserta penerima upah, besaran iuran Jaminan Kematian sebesar 0,30% (nol koma tiga puluh persen) dari upah sebulan, iuran tersebut disetorkan oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara.110 Dan apabila peserta bukan pekerja penerima upah, maka besaran iuran Jaminan Kematian tiap bulan adalah Rp 6.800 (enam ribu delapan ratus rupiah) yang dibayarkan langsung oleh peserta tersebut.111

Terhadap pemenuhan Jaminan Kematian, ahli waris wajib melaporkan dan mengajukan permohonan pembayaran manfaat Jaminan Kematian kepada pemberi kerja dengan melampirkan :

112

a. Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP),

b. Surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang, c. Fotokopi kartu keluarga,

d. Surat keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang, e. Dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan

Berdasarkan pelaporan dan pengajuan yang diajukan tersebut, maka pihak pemberi kerja wajib memenuhi manfaat Jaminan Kematian tersebut kepada ahli waris pekerja paling lama 3 (tiga) hari sejak dipenuhinya persyaratan secara lengkap dan benar kepada pemberi kerja.113

109

Op Cit., bab V, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

110 Op Cit., Pasal 18, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Jaminan

Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. 111 Ibid,. Pasal 20 ayat (3).

112 Op Cit., Pasal 13 ayat (1), Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jamina n Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah.

113 Ibid., Pasal 13 ayat (2).

(26)

kepada BPJS dikenakan ganti rugi sebesar 1% (satu persen) dari nilai nominal manfaat untuk setiap hari keterlambatan dan dibayarkan kepada ahli waris penerima manfaat Jaminan Kematian.114

Setiap pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian kepada Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terhadap PT Daya Labuhan Indah, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, syarat dan mekanisme pendaftaran serta pembayaran Jaminan Kematian sesuai dengan yang telah ditentukan oleh peraturan yang berlaku, yaitu, terhadap pendaftarannya dilakukan oleh pihak Direksi PT. Daya Labuhan Indah, dengan iuran sebesar 0,30% (nol koma tiga puluh persen) dari gaji/upah yang diterima oleh pekerja tersebut. Dan untuk pemenuhan Jaminan Kematian, pihak Direksi PT Daya Labuhan Indah memprioritaskan pemenuhan dari pihak pemberi kerja terlebih dahulu tanpa harus menunggu pemenuhan dari pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terlebih dahulu.

B. TANGGUNG JAWAB DIREKSI PT DAYA LABUHAN INDAH DALAM

PEMENUHAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEKERJA PT DAYA

LABUHAN INDAH

115

Pemberi Kerja wajib melaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan apabila terjadi : 116

a. Perubahan data perusahaan, b. Perubahan data pekerja,

114

Op Cit., Pasal 40 ayat (3), Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

115 Ibid., Pasal 4 ayat (1).

116 Op Cit., Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor

(27)

c. Penambahan pekerja,

d. Pengurangan pekerja karena pekerja berhenti bekerja atau meninggal dunia,

e. Perubahan upah pekerja.

Pemberi kerja selain penyelenggara negara yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS dalam hal ini program Jaminan Kematian kepada BPJS Ketenagakerjaan, bila terjadi resiko terhadap pekerjanya, pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib membayar hak pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yang mengaturnya.117 Apabila dalam hal ini pemberi kerja menunggak iuran selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan pekerjanya meninggal dunia bukan akibat kerja, maka pemberi kerja diwajibkan terlebih dahulu melakukan pemenuhan Jaminan Kematian kepada pekerja dan apabila iuran telah diselesaikan, baru pekerja dapat melakukan penagihan kepada pihak BPJS.118

Terkait dengan PT Daya Labuhan Indah, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan direksi dari perusahaan tersebut, menyatakan bahwa terkait pendaftaran dan pemenuhan Jaminan Kematian para pekerjanya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hal ini berarti pemberi kerja, dalam hal ini direksi bertanggung jawab secara penuh apabila terjadi kesalahan dalam pengelolaan terhadap Jaminan Kematian dari pekerjanya, terlebih apabila direksi tersebut tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program Jaminan Kematian dikarenakan peraturan engan jelas mengatakan bahwa setiap pekerja wajib untuk mengikuti program Jaminan Sosial Nasional dalam hal ini termasuk program Jaminan Kematian.

117

Op Cit., Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian serta Pasal 12 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jamina n Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah.

(28)

dikarenakan tiap pekerjanya langsung didaftarkan dalam program Jaminan Kematian ketika melakukan perjanjian kerja dengan pihak perusahaan.

C. AKIBAT HUKUM BAGI PEKERJA YANG TIDAK MEMILIKI

JAMINAN KEMATIAN

Peserta Program Jaminan Kematian terdiri dari :119

a. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara,

b. Peserta bukan penerima upah. Yang dimaksud penerima upah adalah :120

a. Pekerja pada perusahaan,

b. Pekerja pada orang perseorangan,

c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan Sedangkan yang dimaksud dengan peserta bukan penerima upah adalah :121

a. Pemberi kerja,

b. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri, c. Pekerja diluar huruf (b) yang bukan menerima upah.

Terhadap pekerja penerima upah tidak ada resiko yang berarti ketia ia tidak terdaftar dalam Program Jaminan Sosial Nasional terkhusus Jaminan Kematian, dikarenakan sudah menjadi kewajiban dari pemberi kerja untuk mengurusi hal terkait dengan Jaminan Sosial Nasional termasuk Jaminan Kematian. Resiko timbul terhadap pekerja/peserta bukan penerima upah, dikarenakan pendaftaran terhadap program Jaminan Sosial Nasional merupakan

119 Ibid., Pasal 5 ayat (1). 120

(29)

inisiatif dari peserta itu sendiri, sehingga ketika ia tidak mendaftarkan dirinya, terkhusus pada program Jaminan Kematian maka ia tidak akan mendapat manfaat dari program Jaminan Kematian, lain halnya ketika peserta hanya menunggak iuran, ahli waris dapat memperoleh manfaat dari Jaminan Kematian ketika tunggakan iuran dilunasi oelh ahli waris.122

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasaran pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kedudukan Direksi dala Perseroan terbatas adalah sebagai pihak yang memegang kendali penuh terhadap aktivitas perusahaan di dalam perusahaan menjalankan kegiatannya sehari-hari untuk mencapai tujuan dari perusahaan tersebut. Direksi juga menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang timbul dari segala kebijakannya terhadap perusahaan yang dipimpinnya baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam menjalankan fungsinya, direksi bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham disetiap akhir masa kepengurusannya.

2. Jaminan kematian adalah manfaat uang tunai yang dterima oleh ahli waris pekerja ketika pekerja tersebut meninggal dunia bukan akibat dari kecelakaan kerja. Jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia. Jaminan Kematian merupakan salah satu program dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang hadir menggantikan kedudukan PT (Persero) Jamsostek.

(31)

penelitian yang dilakukan melalui wawancara, syarat dan mekanisme pendaftaran serta pembayaran Jaminan Kematian sesuai dengan yang telah ditentukan oleh peraturan yang berlaku, yaitu, terhadap pendaftarannya dilakukan oleh pihak Direksi PT. Daya Labuhan Indah, dengan iuran sebesar 0,30% (nol koma tiga puluh persen) dari gaji/upah yang diterima oleh pekerja tersebut. Dan untuk pemenuhan Jaminan Kematian, pihak Direksi PT Daya Labuhan Indah memprioritaskan pemenuhan dari pihak pemberi kerja terlebih dahulu tanpa harus menunggu pemenuhan dari pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terlebih dahulu. Terhadap pekerja penerima upah tidak ada resiko yang berarti ketia ia tidak terdaftar dalam Program Jaminan Sosial Nasional terkhusus Jaminan Kematian, dikarenakan sudah menjadi kewajiban dari pemberi kerja untuk mengurusi hal terkait dengan Jaminan Sosial Nasional termasuk Jaminan Kematian. Resiko timbul terhadap pekerja/peserta bukan penerima upah, dikarenakan pendaftaran terhadap program Jaminan Sosial Nasional merupakan inisiatif dari peserta itu sendiri, sehingga ketika ia tidak mendaftarkan dirinya, terkhusus pada program Jaminan Kematian maka ia tidak akan mendapat manfaat dari program Jaminan Kematian, lain halnya ketika peserta hanya menunggak iuran, ahli waris dapat memperoleh manfaat dari Jaminan Kematian ketika tunggakan iuran dilunasi oelh ahli waris.

B. SARAN

1. Perlunya ditingkatkan pengawasan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap para pemberi kerja di dalam melakukan pemenuhan terkait Program-program jaminan sosial kepada para pekerja dikarenakan kurang mengertinya para pekerja dengan program Jaminan Sosial Nasional.

(32)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS

A.Pengertian dan Kedudukan Direksi Pada Perseroan Terbatas

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta wakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.20

Direksi menurut UUPT merupakan satu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan Direktur (tunggal). Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu anggota direktur disebut direksi, maka salah satu anggota direksi tersebut diangkat sebagai Direktur Utama (Presiden Direktur).

Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan Pasal 107 UUPT. Direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan.

21

Direksi atau pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan kegiatan perseroan dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Dengan kata lain, direksi mempunyai ruang lingkup tugas sebagai pengurus perseroan. Pengangkatan direksi dilakukan oleh RUPS, akan tetapi untuk pertama kali pengangkatannya dilakukan denga0n mencantumkan susunan dan nama anggota direksi di dalam akta pendiriannya. Beberapa Pakar dan Ilmuwan hukum merumuskan kedudukan direksi dalam perseroan sebagai gabungan dari dua macam persetujuan/perjanjian, yaitu :22

20

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang Perseroan Terbatas. Pasal 1

21 Gunawan Wijaya, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Persekutuan Perdata, Persekutuan

Firma,Persekutuan Komanditer, PT, Hal 53

22

Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Kepailitan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, Hal 106

(33)

Merumuskan kedudukan direksi dalam dua hubungan hukum bukan masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk direksi di atas di satu sisi, direksi sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan, dan di sisi lain di perlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan dan bawahan dalam perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang bukan tugasnya.

Di sinilah sifat pertanggung jawaban renteng dan pertanggung jawaban pribadi direksi menjadi sangat relevan, dalam hal direksi melakukan penyimpangan atas kuasa dan perintah perseroan untuk kepentingan perseroan.23

Sedangkan syarat untuk menjadi anggota direksi menurut ketentuan Pasal 79 ayat (3) adalah :24

Seperti tersebut di atas bahwa tugas direksi adalah mengurus perseroan seperti tersebut di dalam penjelasan resmi dari Pasal 79 ayat (1) UUPT yang meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan, akan tetapi undang-undang tidak memberikan secara rinci seperti apakah pengurusan yang dimaksud. Dalam hukum di Negeri Belanda tindakan pengurusan yang bersifat sehari-hari yang merupakan perbuatan-perbuatan yang rutin yang dinamakan sebagai daden van behere

“Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan”

Rudi Prasetya, Maatschap, Firma dan Persekutuan Komanditer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, Hal 19.

akan tetapi tugas tersebut dapat dilihat di dalam anggaran dasar yang umumnya berkisar pada hal :

1) Mengurus segala urusan.

(34)

3) Melakukan perbuatan seperti dimaksud dalam Pasal 1796 KUHPerdata yaitu : a. Memindah tangankan hipotik barang-barang tetap.

b. Membebankan hipotik pada barang-barang tetap. c. Melakukan perbuatan lain mengenai hak milik. d. Mewakili perseroan di dalam dan di luar Pengadilan.

4) Dalam hal berhubungan dengan pihak ke-3, baik secara bersama-sama atau masing-masing mempunyai hak mewakili perseroan mengenai hal dalam bidang usaha yang menjadi tujuan perseroan.

B. Tata Cara Pemilihan dan Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas

Tidak ada satu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan direksi dalam suatu perseroan terbatas, yang jelas direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan.

Pembicaraan mengenai pengangkatan direksi meliputi pokok-pokok yang berkenaan dengan jumlah direksi, syarat pengangkatan, pembagian tugas, metode pemilihan, gaji dan tunjangan, penggantian dan pemberhentian direksi.26Berapa banyaknya anggota direksi, digantungkan pada faktor “kegiatan usaha” yang dilakukannya dengan klasifikasi sebagai berikut.27

1. Jumlah Direksi

a. Perseroan yang bersifat umum, boleh 1 (satu) orang

Berdasar Pasal 92 ayat (3), perseroan yang kegiatan usahanya bersifat umum boleh terdiri dari 1( satu) orang saja anggota direksinya, atau boleh lebih dari 1 (satu) orang

b. Perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu, minimal 2 (dua) orang Pasal 92 ayat (4) menentukan secara imperatif jumlah anggota direksi bagi perseroan tertentu, minimal atau paling sedikit 2 (dua) orang. Kedalamannya termasuk perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan: menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka.

2. Syarat Pengangkatan

Dalam Pasal 93 UUPT Nomor 40 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perorangan yang cakap melakukan

26

(35)

perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:28

a. Dinyatakan pailit

b. Menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan atau yang berkaitan dengan sektor keuangan

Persyaratan tentang kemampuan melaksanakan perbuatan hukum, tidak cukup orang yang sudah dewasa dan cakap melakukan transaksi, melainkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya orang yang bersangkutan mampu mengelolah perseroan. Selain itu juga karakter atau watak seseorang sangat memperngaruhi dalam kepengurusan perseroan.

Mengenai syarat tidak pernah dinyatakan pailit, ini dalam hubungannya dengan tingkat kepercayaan seseorang. Orang yang pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, itu karena yang bersangkutan dalam keadaan tidak mampu (berhenti) membayar utang-utangnya. Sesuai undang-undang kepailitan dengan adanya putusan pailit, sipailit tidak berhak lagi melakukan pengurusan terhadap harta bendanya, sebab yang pengurus adalah balai harta peninggalan selaku kurator agar barang-barang tidak disalah gunakan si pailit.29

Kalau ada anggota direksi atau komisaris pernah diperkarakan dan diputuskan oleh pengadilan bersalah seperti itu, dipandang reputasinya tidak baik dalam mengelola suatu perseroan. Orang tersebut dinilai tidak mampu mengurus perseroan, sehingga perseroan menjadi jatuh dan tidak mampu membayar utang. Anggota direksi atau komisaris yang dalam menjalankan tugasnya memiliki cacat yang mengakibatkan kerugian perseroan sebagaimana dimaksud, jelas tidak dapat untuk diangkat menjadi direksi baik dalam perseroan yang sama maupun perseroan lain, karena diragukan kemampuannya untuk mengurus perseroan.

Kemudian tidak berbeda pula dengan anggota direksi atau komisaris yang pernah dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit.

30

28

Op.Cit, Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 93

29 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Djambatan, Jakarta, 1996, Hal

74

(36)

Mengenai syarat tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara selama lima tahun sebelum pengangkatan. Bahwa tindak pidana yang merugikan keuangan negara misalnya kejahatan korupsi maupun penggelapan. Orang yang pernah dihukum karena kejahatan yang menyebabkan kerugian keuangan negara dapat menjadi catatan hitam bagi dunia usaha. Mantan terpidana tidak dapat diangkat menjadi anggota direksi, karena dikhawatirkan akan merugikan perseron dan merugikan negara pula.31

Pengangkatan direksi dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.32

Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota direksi, direksi wajib memberitahukan perubahan anggota direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud belum dilakukan, Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh direksi yang belum tercatat dalam daftar perseroan. Pemberitahuan tersebut tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri.

1. Diangkat oleh RUPS dengan suara terbanyak sebesar yang diatur dalam Anggaran Dasar perseroan

2. Diangkat oleh RUPS berdasarkan sistem penjatahan asalkan cara tersebut ditentukan dalam RUPS. Misalnya, setiap pemegang saham 20% (dua puluh persen) masing-masing mendapat jatah 1 (satu) orang direksi.

3. Diangkat dengan cara mencantumkan dalam anggran dasar. Dalam hal ini dilakukan terhadap direksi yang pertama kali (Lihat Pasal 94 UUPT).

33

Pengangkatan anggota direksi yang tidak memenuhi persayaratan-persyaratan di atas adalah batal demi hukum. Dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak diketahui, anggota direksi lainnya atau dewan komisaris wajib mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi yang tidak

31 Ibid., Hal 76. 32

(37)

memenuhi persyaratan tersebut dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan.34

Hal itu untuk menghindari terjadinya ketidakpastian fungsi dan wewenang masing-masing anggota direksi. Dan menurut penjelasan pasal 92 ayat (6), direksi sebagai organ perseroan yang melakukan pengurusan perseroan, dianggap memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri.

3. Pembagian tugas direksi

Pada prinsipnya ada 2 (dua) fungsi utama dari direksi suatu perseroan, yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan, dan

b. Fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.

Apabila anggota direksi terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, harus dilakukan pembagian tugas dan wewenang pengurusan perseroan diantara anggota direksi tersebut. Menurut pasal 92 ayat (5), pembagian tugas dan wewenang dimaksud, ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Akan tetapi, apabila RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, ditetapkan berdasar keputusan direksi. Dengan demikian, kekuasaan untuk menetapkan pembagian tugas dan wewenang tersebut, dapat beralih dari RUPS kepada direksi.

35

Dalam hal terjadinya benturan kepentingan dari Direksi maka anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila dilakukan oleh pihak ketiga

34

Ibid., Pasal 92

(38)

sebagai agen dari perseroan.36Tugas mewakili perseroan di dalam atau di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:37

1. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan; atau

2. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan.

a. Dilakukan sendiri

b. Dilakukan oleh pegawainya yang ditunjuk untuk itu

c. Dilakukan oleh Komisaris jika Direksi berhalangan, sesuai ketentuan anggaran dasar.

Tugas representasi di luar pengadilan adalah mewakili perseroan dalam menandatangani kontrak-kontrak, menghadao pejabat-pejabat negara untuk dan atas nama perseroan. Baik tugas representasi maupun tugas kepengurusan dari direksi adalah fenomena bagi tugas direksi dalam suatu sistem hukum yang modern, dimana tata cara pelaksanaannya bervariasi satu sama lain.

Dalam hukum Jerman misalnya, tugas atau representasi dari Direksi ini dikenal dengan istilah Vertterungsmacht, sedangkan untuk kepengurusan dikenal dengan istilah Gescahfsfungrungsbefugnis. Dalam menjalankan tugas representasi maupun tugas kepengurusan seperti tersebut diatas, maka Direksi haruslah melakukan dengan cara-cara yang baik, layak dan beritikad baik. Dalam hal ini Direksi harus memperhatikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang bersumber dari:38

Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku. sejauh merupakan hukum memaksa wajib dilakukan oleh direksi. Dalam hal ini, pihak direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut:

1. Doktrin atau kaidah hukum perseroan yang berlaku universal 2. Perundang-undangan yang berlaku

3. Anggaran dasar perseroan

4. Kebiasaan dalam praktek untuk perusahaan sejenis.

39

1. Tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan 2. Melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan

36 I.G. Ray Wijaya, Hukum Perseroan Terbatas, Megapoint, Jakarta, 2002, Hal 75.

37 Munir fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

2003, Hal 58. 38

Ibid., Hal 61-62.

(39)

3. Melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan oleh perundang-undangan.

4. Gaji dan tunjangan direksi

Pasal 96 dinyatakan besarnya gaji dan tunjangan direktur ditetapkan berdasarkan keputusan rups, dan untuk kewenangan ini oleh RUPS dapat dilimpahkan kepada dewan komisaris.40

Sebab pada umumnya dalam korporasi modern, kedudukan anggota Direksi bukan lagi disadarkan atas fakor pemegang atau kepemilikan saham dalam perseroan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang adalah keharusan memberi imbalan jasa atau kompensasi kepada anggota Direksi dan karena itu pada umumnya dalam anggaran dasar perseron terdapat ketentuan yang mengatur gaji anggota Direksi.

Dalam ketentuan tradisional, anggota direksi tidak mempunyai hak imbalan jasa atas pelayanan (service) yang diberikannya dalam mengurus perseroan. Pada masa yang lalu, anggota direksi pada umumnya adalah pemegang saham mayoritas yang akan mendapat kompensasi dalam bentuk “dividen”. Akan tetapi dalam hukum perseroan modern, praktik tradisional itu, tidak dapatditerapkan.

41

Sejalan dengan prinsip siapa yang berwenang mengangkat, dialah yang berwenang memberhentikannya. Karena anggota direksi diangkat oleh RUPS, maka yang berwenang memberhentikannya adalah RUPS pula.

5. Pemberhentian Direksi

42

UUPT 2007 memperkenalkan dua jenis pemberhentian anggota direksi (removal of directors). Pertama, pemberhentian sewaktu-waktu. Hal itu diatur

Pemberhentian anggota direksi adalah menghentikan yang bersangkutan dari jabatan direksi sebelum masa jabatan yang ditentukan dalam anggaran dasar atau keputusan RUPS berakhir.

40 Rudhi Prasetya. Teori dan Praktek Perseroam Terbatas, PT. Sinar Grafika, Jakarta, Hal

30. 41

M. Yahya Harahap. Op.Cit, Hal 369.

(40)

pada pasal 105. Kedua, pemberhentian sementara (schorshing, suspension) diatur pada pasal 106 UUPT 2007.43

Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Dengan demikian kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.

a. Pemberhentian sewaktu-waktu

44

Pemberhentian sementara maksudnya: b. Pemberhentian sementara

45

1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sementara oleh RUPS atau oleh Komisaris dengan menyebutkan alasannya yang diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan, sehingga anggota Direksi yang bersangkutan tidak berwenang melakukan tugasnya. Mengingat pemberhentian hanya dapat dilakukan dalam RUPS yang memerlukan waktu untuk pelaksanaannya, maka untuk kepentingan perseroan tidak dapat ditunggu sampai dilakukan RUPS. Oleh karena itu, wajar sebagai organ pengawas diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara

2) Paling lambat tiga puluh hari setelah tanggal pemberhentian sementara itu, harus dilakukan RUPS dan yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Panggilan RUPS harus dilakukan oleh organ perseroan yang memberhentikan sementara itu.

3) RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.

4) Apabila dalam tiga puluh hari tidak diadakan RUPS, pemberhentian sementara tersebut batal.

5) Dalam anggaran dasar daitur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi kosong, atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.

Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai, tata cara pengunduran diri anggota Direksi, tata cara pengisian jabatan anggota direksi yang lowong dam pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.46

Biasanya seorang Direksi dapat diberhentikan, baik karena sebab tertentu (for cause) maupun tanpa menyebutkan alasan/sebab tertentu (no cause). Menurut

(41)

UUPT, secara eksplisit menyatakan bahwa pemberhentian direksi (dalam hal ini RUPS) haruslah dengan menyebutkan alasannya dan harus pula kepada Direksi tersebut diberikan kebebasan untuk membela diri, pembelaan diri tersebut dilakukan dalam RUPS yang bersangkutan.

Akan tetapi, meskipun pemberhentian direksi harus disertai dengan alasan tertentu, penilaian (judgment) terhadap alasan tersebut ada di tangan RUPS. Meskipun begitu, pihak direksi dapat mempersoalkannya ke pengadilan seandainya alasan pemberhentian dirinya sebagai direksi dapat pula berhenti dari jabatannya karena sebab-sebab sebagai berikut.47

1) Masa jabatannya telah berakhir dan tidak lagi diangkat untuk masa jabatan berikutnya.

2) Berhenti atas permintaan direksi yang bersangkutan, dengan atau tanpa sebab apa pun.

3) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai direksi sebagaimana diatur dalam anggaran dasar atau dalam perundang-undangan yang berlaku.

4) Direktur secara pribadi dinyatakan pailit oleh pengadilan.

5) Sakit terus-menerus yang dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur. Menderita tekanan mental atau gangguan jiwa yang dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur.

6) Dihukum penjara karena bersalah dalam waktu yang relatif lama sehingga dapat menghambat pelaksanaan tugas Direktur.

7) Meninggalkan tugas atau menghilang tanpa berita secara terus-menerus.

C. Kewenangan dan Kewajiban Direksi

Ruang lingkup kewenangan direksi dalam pengurusan perseroan yang diamanatkan oleh UUPT No. 40 Tahun 2007 sangatlah luas dan menunjukkan ciri suatu sistem. Sistem yang digunakan untuk menunjukkan pengertian skema atau

(42)

metode pengaturan organisasi atau susunan sesuatu metode tata cara.48

Tanggung jawab adalah kewajiban seseorang individu (direksi) untuk melaksanakan aktivitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin, sesuai dengan kemampuannya.

Mengenai kewenangan direksi sebagaimana ketentuan ayat (3), direksi mewakili perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang dan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS.

Adapun kewenangan direksi perseroan demi hukum berakhir dengan dipailitkannya perseroan tersebut, dimana kewenangan direksi tersebut beralih kepada kurator sepanjang kewenangan direksi berkaitan dengan pengurusan dan perbuatan pemilikan harta kekayaan perseroan pailit. Agar direksi sebagai organ perseroan yang mengurus perseroan sehari-hari dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan perseroan, maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus perseroan. Dari kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung jawab.

49

Tanggung jawab direksi timbul apabila direksi yang memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan Tanggung jawab dapat berlangsung terus atau dapat berhenti apabila tugas tertentu yang dibebankan kepadanya telah selesai dilaksanakan. Dalam perseroan biasanya antara wewenang dan tanggung jawab seorang direksi harus mempunyai tingkatan yang sama. Dengan demikian, wewenang seorang direksi memberikan kepadanya kekuasaan untuk membuat serta menjalankan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan bidang tugasnya yang telah ditetapkan dan tanggung jawab dalam bidang tugasnya tersebut menimbulkan kewajiban baginya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan jalan menggunakan wewenangan yang ada untuk mencapai tujuan perseroan.

48 Tatang M. Amrin. Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja grafindo Persada, Jakarta, 1996,

Hal.7. 49

(43)

perseroan, mulai menggunakan wewenangnya tersebut. Agar wewenang atau kewajiban direksi tersebut dilaksanakan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, maka idealnya wewenang itu dapat dilaksanakan sesuai dengan wewenang yang ada.50

Apabila direksi bertindak melampaui wewenang yang diberikan kepadanya tersebut, direksi tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika perusahaan yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak cukup ditampung oleh harta perusahaan (harta pailit), maka direksi pun ikut bertanggung jawab secara renteng.51

Direksi diberikan kewenangan untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Untuk dan atas nama perseroan kewenangan ini ditegaskan pada Pasal 1 angka (5) dan Pasal 99 ayat (1). Sehubungan dengan kewenangan direksi, M. Yahya Harahap, membaginya ke dalam 3 (tiga) hal, yaitu :52

a. Kualitas kewenangan direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan tidak bersyarat. Artinya dalam hal bertindak untuk perseroan direksi tidak perlu mendapatkan kuasa dari perseroan sebab kuasa yang dimilikinya atas nama perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan jabatan direksi berdasarkan undang-undang.

b. Setiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan. Ketentuan UUPT yang berkenaan dengan ini dalam Pasal 98 ayat (2) yaitu apabila anggota direksi terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang, maka setiap anggota direksi itu berwenang mewakili perseroan.

c. Dalam hal tertentu anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan. Yaitu, sesuai dengan Pasal 99 UUPT dalam hal :53

1) Terjadi perkara di Pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan;

2) Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

Wewenang direksi erat kaitannya dengan kewajiban direksi, maka dalam UUPT kewajiban direksi itu dapat kita lihat di dalam Pasal 100 ayat (1) yang menyatakan bahwa kewajiban direksi itu adalah :54

50

Ibid.,Hal 2.

51 Munir. Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Ketiga, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1994, Hal 93.

52 M Yahya. Harahap,Op.Cit, Hal 349-35.

53

Undang-Undang Perseroan Terbatas, Op.Cit. Pasal 99. 54 Ibid., Pasal 100 (1).

(44)

a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat direksi;

b. Membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 66 dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Dokumen Perusahaan;

c. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan dan dokumen lainnya.

Selanjutnya Pasal 101 ayat (1) menentukan anggota direksi wajib melaporkan kepada PT mengenai saham yang dimilikinya dan/atau keluarganya dan PT lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus, anggota direksi yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dan menimbulkan kerugian PT, ia akan dipertanggung jawabkan secara pribadi atas kerugian PT. Kemudian kewajiban direksi yang lain adalah sebagaimana diatur di dalam Pasal 102 adalah direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk :55

55 Ibid., Hal 350.

a. Mengalihkan kekayaan perseroan;

b. Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan, yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

Kewajiban direksi membuat laporan tahunan telah diperintahkan juga oleh Pasal 66 UUPT No. 40 Tahun 2007. Direksi wajib membuat dan menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini penulis sampaikan data yang diperoleh dari penelitian tindakan ini secara rinci berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMK Negeri 3 Batam.

Sejalan dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini ³ Bagaimana penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing dapat

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan guru kelompok B1 sampai B5 di Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 13 Pontianak Kota untuk memperoleh data tentang

Dengan membawa semua dokumen asli dari dokumen yang diupload / yang diisi dalam aplikasi isian kualifikasi LPSE Provinsi Jawa Tengah.. Demikian untuk menjadikan periksa,

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Adapun tabel 1.2 merupakan hasil survei layanan produk e-banking dari jenis mobile banking yang dilakukan oleh Top Brand Indonesia pada tahun 2014 yaitu Bank BNI

Total Quality Management (TQM) merupakan salah satu teknik yang sering digunakan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerjanya, Penelitian ini bertujuan mengetahui