• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA

DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA

DENGAN NON DIABETES MELITUS

TESIS

OLEH :

DENRISON PURBA

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK

M E D A N

(2)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA

DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA

DENGAN NON DIABETES MELITUS

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian

Dalam Bidang Patologi Klinik Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

DENRISON PURBA

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK

M E D A N

(3)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maka Kuasa yang atas

kasih karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan

dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul : Perbandingan Kadar

C-peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dengan Non Diabetes Melitus.

Selama saya mengikuti pendidikan ini, saya telah banyak mendapat

bimbingan, pengarahan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga

dapat menyelesaikan pendidikan ini. Untuk itu perkenankanlah saya

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

Yth. Prof. dr. Burhanuddin Nasution,SpPK-KN,FISH yang merupakan

pembimbing saya yang telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan, bantuan,

pengarahan, dan dorongan selama pendidikan, dan dalam penelitian serta

penulisan tesis ini. Yth. dr. Dharma Lindarto, SpPD.KEMD, yang merupakan pembimbing

saya yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penelitian dan

penulisan tesis ini. Semoga Tuhan membalas semua kebaikannya.

Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman,SpPK-(KH),FISH Selaku Kepala

Departemen Patologi Klinik FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah

menerima dan memberikan kesempatan saya mengikuti Program Pendidikan

Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarah

(4)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Yth. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie SpPK-(KH), FISH sebagai Ketua

Program Studi Patologi Klinik, dan dr. Ricke Loesnihari, SpPK-K sebagai

Sekretaris Program Studi Patologi Klinik FK USU/RSUP. H. Adam Malik yang telah

banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sehingga dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. dr. Herman Hariman PhD,

SpPK-KH,FISH, dr.R. Ardjuna M. Burhan, DMM, SpPK-K, dr. Zulfikar Lubis,SpPK-K, dr. Tapisari Tambunan,SpPK-K, dr. Ozar Sanuddin, SpPK-K, dr. Ulfa Mahidin, SpPK, dr.Lina, SpPK, dr.Nelly Elfrida Samosir, SpPK, dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Prof. dr. Iman Sukiman, SpPK-KH,FISH, Dr. Farida Siregar, SpPK.

yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, dan dukungan selama

saya mengikuti pendidikan di Departemen Patologi Klinik FK USU.

Rasa hormat juga saya sampaikan kepada guru-guru saya Alm. dr. Hendra

Lumanauw, K, dr. Paulus Sembiring, K, dan dr. Irfan Abdullah,

SpPK-K yang telah mendidik saya semasa hidup beliau.

Yth. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, yang merupakan pembimbing saya

dibidang Statistik, yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan selama

penulisan tesis ini.

Yth. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, dan Kepala Departemen Penyakit Dalam FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan bantuan dan kemudahan serta keizinan dalam menggunakan fasilitas

dan sarana Rumah Sakit dalam menunjang pendidikan terutama dalam

(5)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Terima kasih saya sampaikan kepada seluruh teman-teman sejawat peserta

Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik FK USU, para analis dan

pegawai Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik dan RS. Pirngadi Medan, serta semua

pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan

dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih saya yang tak terhingga dan setulusnya saya

tujukan kepada almarhum ayahanda Jorgit Purba dan almarhumah ibunda

Karianna Sipayung yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik, serta

memberikan dukungan secara moril maupun materi kepada saya semasa hidup

mereka

. Terima kasih saya sampaikan kepada mertua saya, K. Sipayung dan R. br.

Limbong yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan doa kepada saya dalam

mengikuti pendidikan ini.

Akhirnya terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada istri tercinta

Firedy Radiah Sipayung, yang telah mendampingi saya dengan penuh

pengertian, perhatian, serta memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya

mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Tuhan Senantiasa memberkati kita.semua.

Medan, Desember 2009

Penulis,

(6)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi i

Daftar Gambar ,Tabel, dan Lampiran vi

Daftar Lampiran vii

Daftar Singkatan viii

BAB I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 4

1.3. Hipotesa Penelitian 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 5

1.6. Kerangka Konseptual 6

BAB II. Tinjauan Pustaka 2.1. C-peptida 7

2.1.1. Sejarah penggunaan C-peptida 7

2.1.2. Biokimia dan Fisiologi dari C-peptida 7

2.1.3. Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptida 9

2.1.4. Nilai Referensi Interval C-peptida 10

2.1.5. Pengukuran dan Metode Pemeriksaan C-peptida 10

2.1.5.1. Pemeriksaan C-peptida dengan Metode ECLIA 10

2.2. Diabetes Melitus 11

(7)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes

(8)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

3.6.3.2. Pengolahan Sampel 23

3.6.4. Pemeriksaan Laboratrorium 23

3.6.4.1. Pemeriksaan Creatinin Darah 23

3.6.4.2. Pemeriksaan C-peptida dengan metode ECLIA 23

3.6.4.3. Pemantapan Kwalitas 25

3.7. Batasan Operasional 27

3.8. Etical Clearance 29

3.9. Kerangka Kerja 29

Bab IV Hasil Penelitian 30

4.1. Gambaran Umum Peserta Penelitian 30

4.2. Kadar C-peptida pada Kelompok DM tipe 2

yang baru didiagnosa dan Non DM 33

Bab V. Pembahasan 35

Bab VI.Kesimpulan dan Saran 38

(9)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

DAFTAR GAMBAR, dan TABEL GAMBAR

Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian 6

Gambar 2.1. Struktur C-peptide 8

Gambar 3.1. Prinsip Tes Pemeriksaan C-peptide dengan

metode ELISA 24

Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ELISA 25

Gambar 5. Kerangka Kerja Penelitian 31

TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi DM menurut PERKENI 12

Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus 13

Tabel 3. 1.Pemantapan Kwalitas pada Pemeriksaan Kadar C-peptide

dengan menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2 27

Tabel 4.1. Karakteristik Penderita DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa

dan Non DM 31

Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa

dan Non DM 33

Tabel 4.3. Nilai Rata-rata Kafdar C-peptide Puasa pada

DM tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM 33

Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada

(10)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Lembar Penjelasan Pasien 48

LAMPIRAN 2 : Status Pasien 49

LAMPIRAN 3 : Formulir Persetujuan setelah Penjelasan untuk

Mengikuti Penelitian 51

LAMPIRAN 4 : Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang

Kesehatan FK USU 52

LAMPIRAN 5 : Surat izin penelitian dan penunjukan dr.Dharma

Lindarto, SpPD-KEMD.sebagai pembimbing 53

LAMPIRAN 6 : Surat Persetujuan Komite Etik RSHAM 54

LAMPIRAN 7 : Data Penelitian Pasien DM Tipe 2 55

(11)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes

: Calibrated for Automated System

: Diabetes Melitus

Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin

: Electrochemiluminescentimmunoassay

: Enzymelinkedimmunosorbentassay

: Estimation Glomerular Filtration Rate

: Indeks Massa Tubuh

: Kadar Gula Darah

: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

: Precicontrol Multi Analyte

: Radioimmunoassay

: Serum Creatinine

(12)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

RINGKASAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh

dunia. Prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%. Untuk Indonesia,

World Health Organization (WHO) memperkirakan kenaikan jumlah pasien DM dari

8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta orang pada tahun 2030.

Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non Insulin

Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM). Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia

berdasarkan berbagai penelitian epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. DM tipe

2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi pada anak-anak.

DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan resistensi

terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan

reseptor insulin di membran sel.

Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah,

penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai

sel-sel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi

insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang

merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak

diperlukan terapi dengan insulin. Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin

dari sel-sel beta pankreas sangat berkurang sehingga pasien harus mendapat

terapi insulin.

Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang

disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari

molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang

(13)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada C-peptide yang

diekstraksi di hepar, sehingga masa paruh C-peptide lebih panjang dibandingkan

insulin. Kadar C-peptide 5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan

kadarnya berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin.

Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang

akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi

suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM.

Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa

atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta

pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen.

Beberapa penelitian telah menjumpai bahwa kadar C-peptide meningkat

pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa.

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study di Departemen/Instalasi

Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam

Malik Medan bekerja sama dengan Departemen Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, yang

dimulai pada bulan Mei 2009 sampai dengan Oktober 2009. Populasi yang

dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berobat jalan di

poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dan kontrol

normal diambil dari orang yang tidak menderita DM. Berdasarkan kriteria inklusi

dan eksklusi dan perkiraan besar sampel, diperolehlah sampel penelitian 68 orang

yaitu 34 orang sebagai sampel pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan 34

(14)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Sebanyak 5 cc darah dari vena mediana cubiti tanpa antikoagulan diambil

untuk pemeriksaan kadar C-peptide serum puasa dan creatinin serum.

Pemeriksaan kadar C-peptide dilakukan setelah terkumpul sejumlah sampel

dengan alat Cobas elecsys 601 (Cobas e 601), dengan metode

electrochemiluminescentimmunoassay (ECLIA).

Pengolahan data dan analisa statistik menggunakan SPSS

(Statistical Product and Service Solution) versi 15.0. Berdasarkan analisa statistik

didapatkan hasil bahwa dijumpai peningkatan kadar C-peptide yang bermakna

pada DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dibandingkan dengan kontrol non DM (p <

(15)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai di

seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan

jumlah penderita DM yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Prevalensi

DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%. Prevalensinya akan terus

meningkat dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 5,4%. Untuk Indonesia,

WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. 1

Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non Insulin

Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM), yang seringkali tidak dapat dirasakan

gejalanya pada stadium awal, dan tidak terdiagnosa sampai bertahun-tahun,

sampai terjadi komplikasi dari penyakit ini.2 Hiperglikemi kronik yang terjadi pada DM selalu diikuti oleh komplikasi penyempitan vaskuler di seluruh tubuh yang

mengakibatkan perubahan kronik berupa kemunduran sampai dengan kegagalan

fungsi berbagai organ tubuh, seperti penyakit kardiovaskuler, kebutaan, gagal

ginjal, dan lainnya. 2

Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian

epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai

daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan

(16)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan

kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001.3

DM tipe 2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi

pada anak-anak. Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95 % dari seluruh

kasus DM. DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan

resistensi terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang

melibatkan reseptor insulin di membran sel. 2,4,5

Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah,

penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai

sel-sel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi

insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang

merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak

diperlukan terapi dengan insulin. 4,5

Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin dari sel-sel beta pankreas

sangat berkurang (hipoinsulinemia) sehingga pasien harus mendapat terapi insulin.

Pada stadium lanjut ini kadar glukosa darah tidak dapat terkendali dengan

pemberian obat hipoglikemik oral (OHO).4,5

Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang

disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari

molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang

sama dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah melalui vena porta. Sebagian dari

insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada C-peptide yang diekstraksi

(17)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Kadar C-peptide 5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan kadarnya

berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin.5,6,7

Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang

akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi

suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM.8,9

Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa

atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta

pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen.

Beberapa penelitian menggunakan tes ini untuk menentukan apakah fungsi sel

beta pankreas menunjukkan persesuaian dengan klasifikasi klinis dari diabetes tipe

1 dan diabetes tipe 2 seperti dibuat oleh WHO.10 Beberapa penelitian berkesimpulan bahwa ada kesesuaian antara kadar C-peptide dan tipe

diabetes.11,12,13,14

Penelitian yang dilakukan oleh The Diabetes Control and Complication Trials

(DCCT) pada DM tipe 1 telah menunjukkan bahwa konsentrasi C-peptide yang

lebih tinggi berhubungan dengan perbaikan retinopati diabetik maupun nefropati

diabetik.15. Wahren dkk mendapatkan bahwa C-peptide aktif secara biologi.16,17 Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa

maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM tipe 2

dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18

Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat

peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan Dislipidemia

(18)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

1,17 ng/ml), Peripheral Vascular Diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic

neuropathy (4,13 ± 2,08). 19

Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dan kawan-kawan, kadar C-peptide

puasa yang lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan Sindroma Metabolik.20 Pada penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar C-peptide puasa 3,85 ± 0,64

ng/ml, dan berkorelasi dengan Hipertensi.21

Penentuan kadar C-peptide puasa juga dapat digunakan untuk memprediksi

kebutuhan terapi insulin pada DM tipe 2.22

1.2. Perumusan Masalah

Apakah terjadi peningkatan kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang

baru didiagnosa dibandingkan kontrol non DM ?

1.3. Hipotesa Penelitian

Kadar C-peptide meningkat pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa

dibandingkan kontrol non DM.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru

didiagnosa.

(19)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Diharapkan pengukuran kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru

didiagnosa dapat dipakai oleh klinisi untuk rencana pengobatan DM tipe 2 yang

berbeda pada keadaaan hipoinsulinemia, normoinsulinemia, dan hiperinsulinemia.

1.6. Kerangka Konseptual

Kadar C-peptide meningkat pada DM tipe 2

(20)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

Pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa

di poliklinik Penyakit Dalam

(21)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

2.1. C-peptide

2.1.1. Sejarah penggunaan C-peptide

C-peptide pertama kali digambarkan oleh Steiner pada tahun 1967 sebagai

suatu produk sampingan dari biosintesa insulin.23,24 Selama bertahun-tahun dianggap bahwa C-peptide merupakan molekul biasa yang tidak mempunyai peran

fisiologis intrinsik. Pandangan ini dibuat oleh ketidakmampuan peneliti-peneliti

untuk menunjukkan aktivitas biologi yang nyata dari C-peptide dalam penelitiannya,

dan belum adanya penjelasan yang memuaskan dari peran C-peptide sebagai

suatu substan dari hasil pemecahan molekul proinsulin.24 Pandangan ini perlahan-lahan berkurang selama dekade terakhir setelah banyaknya data dari penelitian

pada C-peptide.24

2.1.2. Biokimia dan Fisiologi dari C-Peptide

C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul

3021 dalton (Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul

proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul

prekusor proinsulin, disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi dari

sel beta pankreas. Sedangkan proinsulin dipecah dari preproinsulin.26,27

C-peptide mempunyai suatu fungsi yang penting dalam penggabungan 2

rantai struktur insulin (rantai A dan B) dan pembentukan dari 2 ikatan disulfida

dalam molekul proinsulin (Gambar 2). Insulin dan C-peptide disekresi dalam

jumlah ekuimolar dan dilepaskan ke dalam sirkulasi melalui vena porta. Sebagian

(22)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

di hepar sehingga C-peptide mempunyai waktu paruh yang lebih panjang (±

35 menit) dibandingakan insulin. Konsentrasi C-peptide di dalam sirkulasi perifer

5-10 kali lebih tinggi dibandingkan insulin, dan kadar ini berfluktuasi sedikit

dibandingkan dengan insulin.26,27,28,29

Gambar 2.1. Struktur C-peptide30

Hepar tidak mengekstraksi C-peptide, tapi C-peptide ini diekskresi dari

sirkulasi oleh ginjal dan dibuang melalui urine. Konsentrasi C-peptide di urine

kira-kira 20-50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dalam serum. Oleh karena itu

konsentrasi C-peptide akan meningkat pada penderita gagal ginjal. 25,26,27,30

2.1.3. Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptide

Dahulu C-peptide dianggap tidak aktif secara biologi. Akan tetapi, pada

beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa C-peptide sebenarnya adalah

suatu peptida bioaktif.16,17

Pengukuran C-peptide, insulin, glukosa digunakan sebagai bantuan dalam

diagnosa banding hipoglikemia untuk memastikan suatu manajemen dan terapi

(23)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

sekresi insulin endogen. Karena prevalensi yang tinggi dari antibodi anti insulin

endogen, konsentrasi C-peptide menggambarkan sekresi insulin endogen

pankreas lebih dapat dipercaya pada pasien DM yang diobati dengan insulin

dibandingkan dengan pengukuran kadar insulin sendiri. Oleh karena itu,

pengukuran C-peptide dapat digunakan sebagai bantuan dalam penilaian fungsi

sekresi sel beta pankreas. 26,27,29

Pemeriksaan C-peptide juga digunakan untuk menilai berhasilnya

transplantasi sel islet pankreas dan untuk monitoring setelah pankreatektomi.26,27 Peninggian kadar C-peptide dapat terjadi pada keadaan-keadaan

seperti hiperinsulinemia dan gagal ginjal.6,30 Penurunan kadar C-peptide dijumpai pada keadaan - keadaan seperti hipoinsulinemia, factitious hypoglycemia,

setelah radical pancreatectomy.6,26,30

2.1.4. Nilai Referensi Interval dari C-peptide

Masing-masing laboratorium sebaiknya mempunyai nilai referensi interval

untuk C-peptide. Konsentrasi C-peptide serum puasa pada orang normal berkisar

antara 0,78 - 1,89 ng/ml (0,25 – 0,6 nmol/L). Setelah stimulasi dengan glukosa atau

glukagon, nilai C-peptide berkisar antara 2,73 – 5,64 ng/ml (0,9 – 1,87 nmol/L),

atau 3 sampai 5 kali dari nilai sebelum stimulasi. Kadar C-peptide urin biasanya

berkisar antara 74 ± 26 g/L (25 ± 8,8 mol/L). C-peptide diekskresi terutama oleh

(24)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

2.1.5. Pengukuran dan Metode pemeriksaan C-peptida

Pemeriksaan C-peptida dapat dilakukan dengan beberapa cara dan metode

pemeriksaan, diantaranya dilakukan dengan metode electrochemiluminescent

immunoassay (ECLIA), Enzyme linked immunoassay (ELISA), Radioimmunoassay

(RIA).31,32 Pada tulisan ini akan dijelaskan pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA.

2.1.5.1. Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA

Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA berdasarkan prinsip

sandwich. Pada pemeriksaan C-peptide ini digunakan 2 antibodi monoclonal yang

spesifik langsung terhadap C-peptide manusia. 31

Pemeriksaan C-peptide berdasarkan prinsip sandwich. Lamanya

pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 l) membentuk kompleks

sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus)

dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan

suatu kompleks ruthenium.31,33

Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan

kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan

streptavidin.31,33

Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun

diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak

terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell

(25)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung

dengan photomultiplier.31,33

2.2. DIABETES MELITUS

2.2.1. Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnya produksi insulin, ataupun

gangguan aktivitas dari insulin ataupun keduanya.34,35,36 Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan-perubahan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak

maupun protein.3,37,38,39

2.2.2. Klasifikasi Diabetes mellitus

Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM

menurut American Diabetes Association (ADA), World Health Organization

(WHO).10,39 Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI (Perkumpulan Endokrin Indonesia) 2006 sesuai dengan klasifikasi DM

menurut ADA 1997.3,40 Dalam hal ini DM dibagi menjadi 4 kelas (lihat Tabel 1)

(26)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes

Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus

ke defisiensi insulin absolut)

Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan

resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang

dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)

DM Tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel beta

B. Defek genetik kerja insulin

C. Penyakit Endokrin Pankreas

D. Endokrinopati

E. Karena obat/zat kimia

F. Infeksi

G. Sebab imunologi yang jarang

H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes Melitus Gestasional

2.2.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya. Jika dijumpai keluhan yang khas dan pemeriksaan

kadar glukosa darah (KGD) sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan

(27)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil

pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk

menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan

mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa ≥ 126 mg/dl, KGD

sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral

(TTGO) yang abnormal.3,41,42,43,44

Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus3

1 Gejala klasik DM + KGD sewaktu ≥200 mg/dl atau

2 Gejala klasik DM + KGD puasa ≥ 126 mg/dl atau

3 KGD 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl

2.2.4. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)

atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) umumnya ditemukan pada

usia dewasa (resiko tinggi pada usia di atas 40 tahun), walaupun dapat terjadi pada

(28)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

atau resistensi insulin. Resistensi insulin ditemukan pada lebih 90 % kasus dan

merupakan penyebab terbanyak pada DM tipe 2.2,4,5,

2.2.4.1.. Epidemiologi

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan angka insiden dan prevalensi DM. Perkiraan jumlah penderita DM

pada tahun 2000 adalah kira-kira 175.4 juta orang, dan diperkirakan pada tahun

2010 akan menjadi 279.3 juta orang. Diperkirakan 90-95 % adalah DM tipe 2.

Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat, dan setiap

tahunnya didiagnosa 600.000 kasus baru.43,44,45 Dari Diabetes Atlas yang dibuat International Diabetes Federation), prevalensi DM di Indonesia diperkirakan 4.6 %

dari jumlah penduduk 125 juta orang yang di atas 20 tahun.46

Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Tujuh

puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular.

Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan gangren adalah komplikasi yang paling

utama. 38,43,44,45

Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian

epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai

daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan

peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta

dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan

(29)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

2.2.4.2. Mekanisme sekresi insulin dan aspek metabolisme

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan

normal tubuh oleh sel beta pankreas dalam 2 fase. Sekresi insulin akan muncul

setelah adanya rangsangan seperti glukosa dari makanan dan minuman. Insulin

yang dihasilkan berfungsi menjaga regulasi darah agar selalu dalam batas-batas

fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban makanan. 7,47

Sekresi fase 1 (Absolute Insulin secretion response= AIR) adalah sekresi

insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta pankreas,

muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak

yang relatif tinggi, karena hal ini dibutuhkan untuk mengantisipasi kadar glukosa

darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan.7,47

Selanjutnya setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2

(sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara

perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Segera berakhirnya fase 1,

tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya dilakukan oleh sekresi fase 2. apabila

sekresi fase 1 tidak adekwat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk

peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut

dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar agar kadar glukosa darah (pasca

prandial) tetap dalam batas normal.7,47

Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, ini akan menimbulkan

hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara

klinis gangguan tersebut dikenal dengan sebagai diabetes melitus. Pada DM tipe 1

gangguan yang terjadi mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin. Pada DM tipe 2,

(30)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

sekresi insulin secara kwantitatif (defisiensi insulin), dan kurang sensitifnya jaringan

tubuh tehadap insulin (resistensi insulin). 7,47

Pejalanan penyakit DM tipe 2 pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1

sekresi insulin yang kemudian memberikan dampak negatip terhadap kinerja fase

2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin (defisiensi insulin) tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya

respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). 2,4,47

2.2.4.3. Patogenesis DM Tipe 2

Patogenesis DM tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan interaksi dari faktor

genetik dan lingkungan.2,3,4,5 Beberapa faktor lingkungan menunjukkan peran yang kritis dalam perkembangan penyakit, khususnya asupan kalori yang berlebihan

yang menyebabkan obesitas. Penderita DM tipe 2 secara konsisten menunjukkan 3

abormalitas utama, yaitu :

1. Resisitensi insulin pada jaringan perifer khususnya pada otot dan lemak,

dan juga hepar.

2. Defektif sekresi insulin, khususnya dalam respon terhadap stimulus glukosa

3. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar.5

2.2.4.4. Kwantitasi dari Fungsi Sel Beta Pankreas

Pengukuran konsentrasi insulin perifer dengan radioimmunoassay

merupakan metode yang sangat luas digunakan untuk mengukur fungsi sel

beta pankreas secara in vivo. Tapi hal ini terbatas karena 50-60% dari produksi

(31)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

sistemik. Radioimmunoassay standard juga tidak dapat membedakan antara

insulin endogen dan insulin eksogen, sehingga tidak efektif untuk menilai fungsi

cadangan sel beta pankreas pada pasien yang mendapat insulin.5,29

Karena C-peptide disekresikan dalam jumlah yang ekuimolar dengan insulin

dan tidak diekstraksi oleh hepar, beberapa peneliti telah menggunakan kadar

C-peptide sebagai marker/petanda dari fungsi sel beta pankreas.5,8,29

2.2.4.5. Kadar C-peptide pada DM tipe 2

Pemeriksaan kadar C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian

terhadap fungsi sel beta pankreas. 48Pada pasien DM tipe 2 mungkin didapat kadar C-peptide yang normal, menurun, ataupun meningkat.19,49,50,51,52

Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa

maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM tipe 2

dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18

Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat

peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan dislipidemia

(2,96 ± 1,57 ng/ml), hipertensi (3,36 ± 1,85 ng/ml), Coronary artery disease

(3,72 ± 1,17 ng/ml), peripheral vascular diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic

neuropathy (4,13 ± 2,08 ng/ml). 19

Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dkk, kadar C-peptide puasa yang

lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan sindroma metabolik.20 Pada penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar C-peptide puasa 3,85 ±

(32)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Disain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study. Pengambilan sampel

dilakukan dengan cara consecutive sampling,

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen/Instalasi Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan bekerja

sama dengan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian dimulai pada bulan Mei

2009 sampai dengan Oktober 2009.

3.3. Populasi dan Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2

yang berobat jalan di poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik

Medan dan kontrol normal diambil dari orang yang tidak menderita DM.

Pasien DM tipe 2 ditentukan menurut Kriteria ADA 2006

- Gejala Klinis diabetes melitus

Gejala DM dapat berupa poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan

(33)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien DM bila didapat

1. KGD Puasa : > 126 mg/dl

2. KGD 2 jam PP : > 200 mg/dl

3.3.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 yang baru didagnosa

berdasarkan pemeriksaan di Departemen Penyakit Dalam FK USU/ RS H. Adam

Malik Medan. Subjek penelitian tersebut harus memenuhi kriteria berikut ini :

3.3.2.1. Kriteria Inklusi

Penderita DM tipe 2 sesuai kriteria ADA 2002

• Umur > 40 tahun

• Bersedia mengikuti penelitian

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi

1. Penderita DM tipe 1

2. Umur < 40 tahu

3. Gagal ginjal

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel

minimum dari subjek yang diiteliti dipakai rumus uji hipotesa dua kelompok

berpasangan :

(34)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

n= (

d

Z + Zß) x Sd

n= (1,96 + 1,036) x 1,17

0,6

2

n = 34

Keterangan :

n = jumlah sampel

Z = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada yang

ditentukan. Untuk = 0,05 Z = 1,96

Zß = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada ß yang

ditentukan. Untuk ß = 0,05 Zß = 1,036

Sd = Simpangan baku dari selisih rata-rata = 1,17

d = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 0,6

3..5. Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan statistik. Analisis data

dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15,0. Untuk melihat

gambaran karakteristik penderita disajikan dalam bentuk tabulasi dan

dideskripsikan. Untuk melihat hubungan antara kadar C-peptide puasa, Indeks

(35)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

kontrol non DM digunakan uji independent T test. Untuk melihat hubungan antara

kadar C-peptide dan umur, maupun IMT digunakan uji statistik korelasi Pearson.

3.6. Bahan dan Cara Kerja 3.6.1. Bahan yang diperlukan

Bahan yang diperlukan dalam penenlitian ini adalah darah tanpa anti

koagulan.

3.6.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik

Anamnese dilakukan dengan wawancara berpedoman pada daftar

pertanyaan pada status dan keterangan yang ada pada status. Pemeriksaan fisik

dilakukan pada posisi penderita berbaring. Seluruh data dan hasil pemeriksaan

dicatat dalam satus khusus penelitian.

3.6.3. Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.6.3.1. Pengambilan sampel darah.

Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti. Sebelumnya pasien

dipuasakan 10-12 jam. Tempat punksi vena terlebih dahulu dilakukan tindakan

aseptik dengan alkohol 70 % dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan punksi.

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit disposable 5 cc, darah

diambil 5 cc tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan kadar C-peptide puasa, dan

kadar creatinin darah.

(36)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Darah tanpa antikoagulan dibiarkan dalam suhu ruangan selama 30 menit,

kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, serum

dipisahkan secara hati-hati ke dalam 2 tabung plastik (aliquot). Tabung plastik

pertama untuk pemeriksaan creatinin dengan alat Cobas Integra 400 plus. Tabung

kedua (± 1 ml) segera disimpan dalam freezer, dengan suhu –200 C sampai waktu pemeriksaan kadar C-peptide.

3.6.4. Pemeriksaan Laboratorium 3.6.4.1. Pemeriksaan creatinin darah

Pemeriksaan creatinin darah dilakukan dengan alat Automatic analyzer

Cobas Integra 400 plus dan pemeriksaan creatinin dengan metode Jaffe. Prinsip

reaksi adalah :

pH Alkali

Creatinin + picrid acid complex creatinin picrid acid (merah-oranye)

Kalkulasi konsentrasi analit secara otomatis dengan mengalikan faktor

konversi : µmol/L X 0,0113 = mg/dL

3.6.4.2. Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA

Pemeriksaan dilakukan secara serentak setelah terkumpul sejumlah sampel.

Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatic analyzer Cobas Elecsys 601 (Cobas

e 601), menggunakan metode Electrochemiluminescence sandwich immunoassay (ECLIA). Sampel yang beku dari freezer dicairkan pada suhu ruangan. Reagensia,

(37)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Reagensia diletakkan pada disk reagensia, sedangkan kalibrator dan sampel pada

disk sampel.

Pemeriksaan C-peptide berdasarkan prinsip sandwich. Lamanya

pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 l) membentuk kompleks

sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus)

dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan

suatu kompleks ruthenium. 31,33

Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan

kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan

streptavidin (Gambar 3.1)31,33,53

Gambar

3.1. Prinsip tes pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA

Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun

diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak

terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell

system buffer. Aplikasi dari suatu voltase yang menetap menginduksi reaksi

electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung

(38)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

dengan kadar analit dalam sampel. Pada akhir reaksi electrochemiluminscet,

mikropartikel dibuang dengan larutan measring cell cleaning (Cleancell). Measuring

cell kemudian siap untuk melakukan pengukuran berikutnya. (Gambar 3.2).31,33

Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ECLIA

3.6.4.3. Pemantapan Kualitas

Pemantapan kualitas dilakukan untuk menjamin ketepatan hasil

pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid). Pemantapan kualitas

dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk menjamin ketepatan hasil

pemeriksaan yang dikerjakan yang nilainya sesuai dengan batas nilai yang

dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (ada nilai target).

Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat

yang digunakan. Kalibrasi alat autometic analyzer Rohce/Cobas Integra 400 plus

untuk pemeriksaan kreatinin menggunakan C.f.a.s (calibrator for autometic system

). Kontrol kualitas menggunakan kontrol normal Precinom U dan kontrol abnormal

(39)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Kalibrasi pemeriksaan C-peptide pada alat cobas e 601 analyzers

menggunakan CPEPTID Cal1 dan CPEPTID Cal2 yang berisi C-peptide. Selama

penelitian kalibrasi hanya dilakukan satu kali pada waktu pemeriksaan awal

dilakukan.53

Untuk pemantapan kualitas pemeriksaan C-peptide dilakukan dengan

menggunakan control sera assay Precicontrol Multianalyte. Pemantapan kwalitas

dilakukan dengan cara mengerjakan sampel penelitian bersama-sama dengan

assayed control sera dengan nilai target untuk PC MA1 1,46-2,38 ng/ml , dan untuk

PC MA2 7,58-12,4 ng/ml. Bila hasil pemeriksaan control sera assayed masuk

dalam nilai target, maka sampel penelitian dianggap terkontrol. Setelah itu

dilakukan pemeriksaan C-peptide pada sampel penderita dan sampel kontrol. 53 Stabilitas sampel serum 60 hari pada suhu -200 C. Stabilitas reagen (C-peptide reagent kit) sampai masa kadaluarsa bila tidak dibuka. Bila sudah dibuka,

stabilitas reagen 16 minggu pada suhu 2-80 C, dan pada alat Cobas 6000 stabilitasnya 12 minggu.53

Tabel 3.1. Pemantapan kwalitas menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2 pada pemeriksaan Kadar C-peptide

No Tanggal PC MA1 PC MA2

Hasil Nilai Target Hasil Nilai Target

1 18-8-2009 2,21 1,46-2,38 11,57 7,58-12,4

2 3-9-2009 2,17 1,46-2,38 11,20 7,58-12,4

(40)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 3 kali bersamaan

dengan sampel yang diperiksa. Dalam 3 kali pemeriksaan sampel, nilai kontrol

PC-MA1 dan PC-MA2 tidak melewati nilai target yang diharapkan.(Tabel 3.1.

3.7. Batasan Operasional a. Diabetes Melitus

Disebut Diabetes Melitus apabila didapati gejala klinis, dan pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan Kadar Gula Puasa (KGD) > 126 mg/dl, dan /

atau KGD 2 jam PP > 200 mg/dl.2,3,4

b. Gagal ginjal

Gagal ginjal ditentukan berdasarkan riwayat penyakit seperti penderita

hemodialisa reguler, pemeriksaan fisik dengan adanya hipertensi, edema, dan

pucat, dan atau penetapan Estimation Glomerular Filtration Rate (EGFR) yang

direkomendasikan The National Kidney Foundation, dengan kalkulasi Cocroft-Gault

berdasarkan pemeriksaan kreatinin serum.54,55

EGFR (ml/menit) = (140-umur) X BB (kg)

72 X Scr (mg/dl)

Keterangan : - bila perempuan, hasil dikalikan 0,85

- Scr adalah Creatinin serum

(41)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Indeks massa tubuh digunakan untuk membuat penggolongan apakah

seseorang tersebut obesitas, overweight ataukah normal.56 Untuk orang Asia, disebut Obesitas bila IMT > 25 kg/m2, overweight bila IMT 23-24,9 kg/m,2 dan normal bila IMT 18,5-22,9 kg/m2, berat badan kurang (underweight) bila IMT < 18,5 kg/m2.56

d. Hipertensi

yang dimaksud dengan hipertensi adalah penderita dengan riwayat

hipertensi atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiertensi. Kriteria

hipertensi sesuai yang ditetapkan JNCC VII-2003 (The seventh Report of The Joint

National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure), yaitu bila terdapat tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan

diastolik > 90 mmHg. 57

3.8. Ethical Clearance dan Informed Concern

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent diminta

secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang bersedia

ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan

(42)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

3.9. Kerangka Kerja

BAB IV

Gambar 3.3. Kerangka Kerja Penelitian

Kriteria Inklusi

Penderita DM tipe 2

Usia di atas 40 tahun

Bersedia ikut dalam penelitian

Penderita DM tipe 2 Yang baru didiagnosa

Kadar C-peptida puasa

Kriteria Eksklusi

Penderita DM tipe 1

Usia di bawah 40 tahun

Gagal ginjal, EGFR ≤ 40 ml/menit

(43)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan untuk mengetahui kadar C-peptide pada penderita DM

tipe 2 yang baru didiagnosa.Telah dilakukan suatu penelitian secara cross

sectional pada periode Mei 2009 sampai September 2009 dengan memeriksa

kadar C-peptide pada 34 orang penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa di

poliklinik Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik

Medan dan 34 orang sebagai kelompok kontrol non DM yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

4.1. Gambaran Umum Peserta Penelitian

Pada penelitian ini, kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa terdiri dari 22

orang pria (61,8%) dan 12 orang wanita (38,2%), dan pada kelompok non DM

terdiri dari 23 orang pria (67,6%) dan 11 orang wanita (32,4%). Tidak dijumpai

perbedaan yang bermakna pada jenis kelamin diantara kedua kelompok (p>0,05).

Karakteristik penderita pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan

(44)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Tabel 4.1. Karakteristik penderita DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM

Dari tabel 4.1. dapat dilihat umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru

didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun, pada kelompok non DM dengan umur

rata-rata adalah 50,91 ± 9,90 tahun. Setelah dilakukan uji statistik independent T test,

didapat p value 0,29, hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada

umur diantara kedua kelompok (p>0,05).

IMT rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah

24,85±1,73, dan pada kelompok Non DM didapat IMT rata-rata 24,03±0,91.

Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,019, hal ini

berarti dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT diantara kedua kelompok

(45)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Tekanan darah sistolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru

didiagnosa adalah 127,24±26,62 dan pada kelompok Non DM adalah 124,71±5,01.

Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,59, hal ini

berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sistolik

diantara kedua kelompok (p>0,05).

Tekanan darah diastolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru

didiagnosa adalah 80,59±10,13, dan pada kelompok Non DM adalah 77,65±4,30.

Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,126 hal ini

berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah diastolik

diantara kedua kelompok (p>0,05).

Kadar creatinin serum rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru

didiagnosa adalah 0,83±0,16, dan pada kelompok Non DM adalah 0,83±0,10.

Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,92 hal ini berarti

tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada kadar creatinin erum diantara

kedua kelompok (p>0,05).

EFGR rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah

85,21±19,39 dan pada kelompok Non DM adalah 88,06±14,18. Setelah dilakukan

uji statistik independent T test, didapat p value 0,492 hal ini berarti tidak dijumpai

perbedaan yang bermakna pada EGFR diantara kedua kelompok (p>0,05).

Gambaran IMT yang dibedakan atas obesitas (IMT > 25), over weight (IMT

23-24,9) dan normal (IMT 18,5-22,9) pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel

(46)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM

IMT DM Tipe 2 Non DM

Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2, dijumpai 1

orang (2,8%) yang digolongkan dengan obesitas, 31 orang (91,8%) dengan

overweight, dan 2 orang (5,8%) normal. Dan pada kelompok Non DM didapat 32

orang (94,2%) dengan overweight, 2 orang (5,8%) dengan IMT normal, dan tidak

dijumpai obesitas.

4.2. Kadar C-peptide pada Kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM

Kadar C-peptide pada kedua kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel

(47)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

Tabel 4.3. Nilai rata-rata kadar C-peptide puasa pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM

Variabel DM Tipe 2 yang

baru didiagnosa

Non DM p

Mean ±SD Mean ±SD

Kadar C-peptide 2,94±0,54 1,69±0,32 0,0001* Keterangan : * = signifikan

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa kadar C-peptide serum puasa rata-rata

pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 2,94±0,54 ng/ml dan pada

kelompok Non DM adalah 1,69±0,32 ng/ml. Setelah dilakukan uji statistik

independent T test, didapat p value 0,0001 hal ini berarti dijumpai perbedaan yang

bermakna pada kadar C-peptide puasa diantara kedua kelompok (p<0,05).

Hubungan antara kadar C-peptide dengan umur dan IMT pada kedua

kelompok diuji dengan korelasi Pearson (tabel 4.4).

Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM

Variabel DM tipe 2 Non DM

Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2 yang baru

(48)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

BAB V PEMBAHASAN

Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk

bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul prekusor

proinsulin. Pemeriksaan C-peptide dapat digunakan untuk mengukur sekresi insulin

endogen.

C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul

3021 dalton (3921 Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul

proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul

prekusor proinsulin, dan disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi

dari sel beta pankreas. Konsentrasi C-peptide menggambarkan produksi dari

insulin endogen oleh pánkreas. Proinsulin dipecah menjadi hormon aktif, insulin,

dan suatu peptida tidak aktif, C-peptide. Konsentrasi C-peptide menggambarkan

konsentrasi insulin endogen yang dihasilkan pankreas dan tidak dipengaruhi

interferensi antibodi insulin.

Pada penelitian ini penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa lebih banyak

dijumpai pria, yaitu sebanyak 22 orang (61,8%) dibandingkan wanita 12 orang

(38,2%) dari 34 sampel penelitian. Hal ini tidak sama dengan penelitian Hillier dkk

di Oregon, USA tahun 2001 yang mendapatkan perempuan sebanyak 141 orang

(49)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

%) dan 18 orang perempuan (62,1 %) dari 29 orang penderita DM tipe 2 yang baru

didiagnosa50

Pada penelitian ini didapatkan umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru

didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun. Hal ini ada kesamaan dengan penelitian

Siraj dkk di Ethiopia tahun 2002 yang mendapat umur rata-rata penderita DM tipe 2

yang baru didiagnosa adalah 51,5 ± 1,0 tahun58, dan oleh Chan dkk di China tahun 2000 dengan umur rata-ata 54,3 ± 13,8 tahun.51

Pada penelitian ini didapat IMT rata-rata pada DM tipe 2 yang baru

didiagnosa adalah 24,85 ± 1,73. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Chan dkk51 di China tahun 2000 yang mendapatkan IMT rata-rata adalah 24,4 ± 3,9 dan Siraj dkk58 di Ethiopia tahun 2002 yang mendapatkan IMT rata-rata adalah 24,6 ± 0,5 kg/m2.

Pada penelitian ini didapat TD sistolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah

127,24 ± 26,62 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia

tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah sistolik rata-rata pada DM tipe 2

adalah 133,7 ± 2,1 mmHg.58

Pada penelitian ini didapat TD diastolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah

80,59 ± 10,13 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia

tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah diastolik rata-rata pada DM tipe 2

adalah 81,4 ± 1,1 mmHg.58

Pada penelitian ini didapat LFG rata-rata pada DM tipe 2 adalah 85,21 ±

19,39. Pemeriksaan kadar creatinin dan penghitungan GFR dengan Cocroft-Gault

calculation dilakukan untuk menyingkirkan gagal ginjal pada kedua kelompok yang

(50)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

penelitian ini tidak ada subjek penelitian yang menderita gagal ginjal, karena hal ini

merupakan kriteria eksklusi.

Pada penelitian ini didapat kadar C-peptide rata-rata pada DM tipe 2 yang

baru didiagnosa adalah 2,94 ± 0,54 ng/ml, dan lebih tinggi dari kadar C-peptide

kontrol non DM, dan dijumpai perbedaan bermakna dengan p<0,05. Hal ini hampir

sama seperti yang didapat pada penelitian Garcia-Webb dkk, kadar C-peptide

rata-rata 2,05 ± 0,54 ng/ml pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa, dan lebih tinggi dari

kontrol non DM, dan terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05).59

Pada penelitian Garcia-Garcia E dkk, didapatkan kadar C-peptide rata-rata

pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 0,78 ± 0,50 ng/ml. Dan ini lebih tinggi

dari kontrol non DM.50

Pada penelitian ini umur dan IMT tidak berkorelasi dengan kadar C-peptide

(51)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

1. Pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dijumpai peningkatan kadar

C-peptide yang bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol non DM.

2. Pada pasien DM tipe 2 dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT

antara DM tipe 2 dan kontrol non DM.

3. Tidak dijumpai korelasi antara kadar C-peptide dan umur maupun IMT pada

kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM.

6.2. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kadar C-peptide pada pasien

DM tipe 2 yang baru didiagnosa untuk rencana pengobatan pasien dengan

(52)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Wild S, Roglic G, Green A, et al. Global Prevalence of Diabetes,

Estimates for the year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care 2004

; 27 : 1047-1053.

2. Laakso M. Epidemiology of Type 2 Diabetes. In : Goldstein BJ. Type 2

Diabetes Mellitus, Principles and Practice, 2nd ed. Informa Healthcare, USA 2008 : 1-13.

3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. PB PERKENI,

Jakarta 2006 : 1-47.

4. Leahy JL. Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus. In : Feinglos MN,

Bethel MA. Type 2 Diabetes Mellitus, An Evidence-Based Approach to

Practical Management. Humana Press, USA 2008 : 17-34.

5. Buse JB, Polonsky KS, Burant CF. Type 2 Diabetes Mellitus. In : Larsen

PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS. Williams Textbook of

Endocrinology, 10th ed. WB Saunders, Philadelphia, 2003 : 1427-1464. 6. Pagana KD, Pagana TJ. C-Peptide. In : Mosby’s Manual of Diagnostic

and Laboratory Tests, 3rd ed. Mosby Elsevier, Missouri, USA 2006 : 197-198.

7. Cavaghan MK, Polonsky KS. Insulin Secretion in Vivo. In : Joslin EP,

(53)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

8. Polonsky KS, Licinio-Palxao J, Given BD, Pugh W. Use of Biosynthetic

Human C-peptide in The Measurement of Insulin Secretion Rates in

Normal Volunteers and Type 1 Diabetes Patients. Journal Clinical

Investigation 1986 ; 77 : 98-105.

9. Kjems LL, Volund A, Madsbad S. Quantification of Beta Cell Function

During IVGTT in Type 2 and Non Diabetic Subjects : Assesment of

Insulin Secretion by Mathematical Methods. Diabetologia 2001 ; 44 :

1339-1348.

10. Reinauer H, Home PP, Kanagasabapathy AS, Heuck C. Laboratory

Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health

Organization, 2002 : 1-26.

11. Gjessing HJ, Matzen LE, Faber OK, Froland A. Fasting plasma

C-peptide, glucagons stimulated plasma c-C-peptide, and urinary c-peptide in

relation to clinical type of diabetes. Diabetologia 1989 ; 32 : 305-311.

12. Service FJ, Rizza RA, Zimmerman BR. The Classification of diabetes by

clinical and C-peptide criteria : a prospective population based study.

Diabetes Care 1997 ; 20 : 198-201.

13. Welborn TA, Garcia-Webb P, Bonser AM. Basal C-peptide in the

discrimination of type 1 from type 2 diabetes. Diabetes Care 1981 ; 4 :

616-619.

14. Vahlkamp T, Lutjens A, Nauta EH. The glucagons stimulated

C-peptide test : an aid in classification of patients with diabetes mellitus.

(54)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

15. Steffes MW, Sibley S, Jackson M, Thomas W. Beta cell function and the

development of diabetes-related complication in the Diabetes Control

Complication Trial. Diabetes Care 2003 ; 26 : 832-836.

16. Wahren J, Jornvall H. C-Peptide Makes a Comeback. Diabetes

Metaolism Research Rev 2003 Sept-Oct ; 19(5) : 375-385.

17. Wahren J, Ekberg K, Joravall H. C-peptide is Bioactive. Diabetelogia

2007; 50 : 503-509.

18. Abdulkadir J, Mengesha B, Welde-Gebriel Z, Keen H. The clinical and

hormonal (c-peptide and glucagon) profile and liability to ketoacidosis

during nutritional rehabilitation in Ethiopian patients with

malnutrition-related diabetes mellitus. Diabetologia 1990 ; 33 : 222-227.

19. Sari R, Balci MK. Relationship Between C-peptide and Chronic

Complication in Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of The National

Medical Association 2005 Vol.97 :1113-1118.

20. Kang JM, Lee WY, Kim JY, Yun, Kim SW. Relationship Between

Metaboloic Control and Chronic Complications in type 2 Diabetes.

Journal of Korean Diabetes Association 2002;26(6) : 495-504.

21. Fernandez E, Bernal E, Sanchez O, Sanchez-Largo E, Coca-Robinot D.

C-Peptide as a New Hypertensive Factor in Patients with Type 2

Diabetes Mellitus. American Journal of Hypertensive 2005;18 : 179A.

22. Landin-Olsson M, Nilsson KO, Lenmark Adkvist G. Islet cell antibodies

and fasting c-peptide predict insulin requirement at diagnosis of Diabetes

(55)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

23. Steiner DF. Evidence for a precursor in the biosynthesis of insulin.

Trans. N.Y.Academic Science ; 30 : 60-68.

24. Brandenburg D. History and Diagnostic Significance of C-Peptide.

Hindawi Publishing Corporation Experimental Diabetes Research

2008 : 1-7.

25. Clarck PM. Assay for Insulin, Proinsulin(s), and C-Peptide. Annual

Clinical Biochemistry 1999;36 : 541-564.

26. Sacks DB. Carbohydrates. In : Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE (eds).

Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th ed. Elsevier Inc. India 2006 : 837-864.

27. Rhodes CJ, Shoelson S, Halban PA. Insulin Biosynthesis, Processing,

and Chemistry. In : Joslin’s Diabetes Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 66-72..

28. Funk JL. Disorders of The Endocrine Pancreas. In : McPhee SJ, Ganong

WF. Pathophysiology of Disease. McGraw-Hill, USA 2006 : 514-515.

29. Masharani U, Karam JH, German MS. Pancreatic Hormon and Diabetes

Mellitus. In : Greenspan FS, Gardner DG. Basic & Clinical Endocrinology,

7th ed. The McGraw-Hill Companies, New York, USA 2004 : 658-665. 30. Fisbach F. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. Lippincott

William & Wilkins,USA 2000 : 362-363.

31. Roche Diagnostic GmbH. Product Information : Elecsys® C-peptide. Refference Guide. Roche Diagnostics GmbH, Mannheim,

(56)

Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.

32. Wiedmeyer H, Polonsky KS, Myers GL, Little RR, Greenbaum CJ, et al.

International Comparison of C-Peptide Measurements. Clinical Chemistry

53(4) 2007 : 784-787.

33. Roche Diagnostic GmbH. Cobas 6000 Analyzer Series, Diagnostics.

Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2005 : A9-A13.

34. Belfiore F, Ianello S. Etiological Classification, Pathophysiology and

Diagnosis. In : Belfiore F, Mogensen CE. New Concepts in Diabetes and

Its Treatment. Basel, Karger 2000 : 3-19.

35. Goldfine AB. Diagnosis and Management of Diabetes. In : Hall JE,

Nieman LK. Handbook of Diagnostic Endocrinology. Humana Press

Inc.New Jersey 2003 : 157-173.

36. Constanti A, Bartke A, Khardosi R. Basic Endocrinology. Harword

Academic Publisher Australia 2005 : 73-88.

37. Bennet PH, Knowler WC. Definition, Diagnosis and Classification of

Diabetes Mellitus and Glucose Homeostasis. In: Joslin’s Diabetes

Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 332-341. 38. International Diabetes Federation. IDF Clinical Guidelines Task Force.

Global Guideline for type 2 diabetes. Brussels, 2005.

39. American Diabetes Association. ADA Position Statement : Standard of

Medical Care in Diabetes. Diabetes Care 2005 ; 29 (suppl 1) : S4-S42

40. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Gambar

Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2.1. Struktur C-peptide30
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus3
gambaran karakteristik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan penelitian mendukung pengcmbangan ilmu serta terapannya. Dalam ha1 ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang berusaha mendorong dosen untuk melakukan

Bagi penyedia yang keberatan dengan penetapan ini, dipersilahkan untuk

Pada hari ini Senin Tanggal Sembilan Belas Bulan September Tahun Dua Ribu Enam Belas bertempat di IAIN Palangka Raya melalui website : lpse.kemenag.go.id Kelompok

bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya bagi sekolah baik negeri maupun swasta, perlu peningkatan sumber daya manusia bagi guru bukan pegawai negeri sipil yang

The community willingness to be involved to the mangrove ecosystem restoration effort is widely measured using economic valuation approach by Contingent Valuation

The Next American Metropolis: Ecology, Community, and the American Dreams.. Princeton

Dalam rangka penyelesaian studi, maka kami memohon dengan hormat agar mahasiswa yang bersangkutan diberi izin untuk mengadakan penelitian skripsi di kantor/lembaga

diberikan angket untuk menunjukkan respon siswa terhadap asesmen written feedback. Beberapa indikator komentar yang digunakan dalam pembelajaran asesmen written. feedback