Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA
DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA
DENGAN NON DIABETES MELITUS
TESIS
OLEH :
DENRISON PURBA
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
M E D A N
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
PERBANDINGAN KADAR C-PEPTIDE PADA
DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BARU DIDIAGNOSA
DENGAN NON DIABETES MELITUS
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian
Dalam Bidang Patologi Klinik Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
DENRISON PURBA
DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
M E D A N
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maka Kuasa yang atas
kasih karuniaNya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul : Perbandingan Kadar
C-peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 yang Baru Didiagnosa dengan Non Diabetes Melitus.
Selama saya mengikuti pendidikan ini, saya telah banyak mendapat
bimbingan, pengarahan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak sehingga
dapat menyelesaikan pendidikan ini. Untuk itu perkenankanlah saya
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
Yth. Prof. dr. Burhanuddin Nasution,SpPK-KN,FISH yang merupakan
pembimbing saya yang telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan, bantuan,
pengarahan, dan dorongan selama pendidikan, dan dalam penelitian serta
penulisan tesis ini. Yth. dr. Dharma Lindarto, SpPD.KEMD, yang merupakan pembimbing
saya yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penelitian dan
penulisan tesis ini. Semoga Tuhan membalas semua kebaikannya.
Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman,SpPK-(KH),FISH Selaku Kepala
Departemen Patologi Klinik FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah
menerima dan memberikan kesempatan saya mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarah
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Yth. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie SpPK-(KH), FISH sebagai Ketua
Program Studi Patologi Klinik, dan dr. Ricke Loesnihari, SpPK-K sebagai
Sekretaris Program Studi Patologi Klinik FK USU/RSUP. H. Adam Malik yang telah
banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sehingga dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. dr. Herman Hariman PhD,
SpPK-KH,FISH, dr.R. Ardjuna M. Burhan, DMM, SpPK-K, dr. Zulfikar Lubis,SpPK-K, dr. Tapisari Tambunan,SpPK-K, dr. Ozar Sanuddin, SpPK-K, dr. Ulfa Mahidin, SpPK, dr.Lina, SpPK, dr.Nelly Elfrida Samosir, SpPK, dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Prof. dr. Iman Sukiman, SpPK-KH,FISH, Dr. Farida Siregar, SpPK.
yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, dan dukungan selama
saya mengikuti pendidikan di Departemen Patologi Klinik FK USU.
Rasa hormat juga saya sampaikan kepada guru-guru saya Alm. dr. Hendra
Lumanauw, K, dr. Paulus Sembiring, K, dan dr. Irfan Abdullah,
SpPK-K yang telah mendidik saya semasa hidup beliau.
Yth. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, yang merupakan pembimbing saya
dibidang Statistik, yang telah banyak memberikan petunjuk dan bantuan selama
penulisan tesis ini.
Yth. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, dan Kepala Departemen Penyakit Dalam FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah
memberikan bantuan dan kemudahan serta keizinan dalam menggunakan fasilitas
dan sarana Rumah Sakit dalam menunjang pendidikan terutama dalam
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Terima kasih saya sampaikan kepada seluruh teman-teman sejawat peserta
Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik FK USU, para analis dan
pegawai Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik dan RS. Pirngadi Medan, serta semua
pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan ini.
Rasa hormat dan terima kasih saya yang tak terhingga dan setulusnya saya
tujukan kepada almarhum ayahanda Jorgit Purba dan almarhumah ibunda
Karianna Sipayung yang telah membesarkan, mengasuh, mendidik, serta
memberikan dukungan secara moril maupun materi kepada saya semasa hidup
mereka
. Terima kasih saya sampaikan kepada mertua saya, K. Sipayung dan R. br.
Limbong yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan doa kepada saya dalam
mengikuti pendidikan ini.
Akhirnya terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada istri tercinta
Firedy Radiah Sipayung, yang telah mendampingi saya dengan penuh
pengertian, perhatian, serta memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya
mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Tuhan Senantiasa memberkati kita.semua.
Medan, Desember 2009
Penulis,
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi i
Daftar Gambar ,Tabel, dan Lampiran vi
Daftar Lampiran vii
Daftar Singkatan viii
BAB I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 4
1.3. Hipotesa Penelitian 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 5
1.6. Kerangka Konseptual 6
BAB II. Tinjauan Pustaka 2.1. C-peptida 7
2.1.1. Sejarah penggunaan C-peptida 7
2.1.2. Biokimia dan Fisiologi dari C-peptida 7
2.1.3. Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptida 9
2.1.4. Nilai Referensi Interval C-peptida 10
2.1.5. Pengukuran dan Metode Pemeriksaan C-peptida 10
2.1.5.1. Pemeriksaan C-peptida dengan Metode ECLIA 10
2.2. Diabetes Melitus 11
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
3.6.3.2. Pengolahan Sampel 23
3.6.4. Pemeriksaan Laboratrorium 23
3.6.4.1. Pemeriksaan Creatinin Darah 23
3.6.4.2. Pemeriksaan C-peptida dengan metode ECLIA 23
3.6.4.3. Pemantapan Kwalitas 25
3.7. Batasan Operasional 27
3.8. Etical Clearance 29
3.9. Kerangka Kerja 29
Bab IV Hasil Penelitian 30
4.1. Gambaran Umum Peserta Penelitian 30
4.2. Kadar C-peptida pada Kelompok DM tipe 2
yang baru didiagnosa dan Non DM 33
Bab V. Pembahasan 35
Bab VI.Kesimpulan dan Saran 38
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
DAFTAR GAMBAR, dan TABEL GAMBAR
Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian 6
Gambar 2.1. Struktur C-peptide 8
Gambar 3.1. Prinsip Tes Pemeriksaan C-peptide dengan
metode ELISA 24
Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ELISA 25
Gambar 5. Kerangka Kerja Penelitian 31
TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi DM menurut PERKENI 12
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus 13
Tabel 3. 1.Pemantapan Kwalitas pada Pemeriksaan Kadar C-peptide
dengan menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2 27
Tabel 4.1. Karakteristik Penderita DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa
dan Non DM 31
Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM Tipe 2 yang Baru Didiagnosa
dan Non DM 33
Tabel 4.3. Nilai Rata-rata Kafdar C-peptide Puasa pada
DM tipe 2 yang Baru Didiagnosa dan Non DM 33
Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Lembar Penjelasan Pasien 48
LAMPIRAN 2 : Status Pasien 49
LAMPIRAN 3 : Formulir Persetujuan setelah Penjelasan untuk
Mengikuti Penelitian 51
LAMPIRAN 4 : Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang
Kesehatan FK USU 52
LAMPIRAN 5 : Surat izin penelitian dan penunjukan dr.Dharma
Lindarto, SpPD-KEMD.sebagai pembimbing 53
LAMPIRAN 6 : Surat Persetujuan Komite Etik RSHAM 54
LAMPIRAN 7 : Data Penelitian Pasien DM Tipe 2 55
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
: Calibrated for Automated System
: Diabetes Melitus
Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin
: Electrochemiluminescentimmunoassay
: Enzymelinkedimmunosorbentassay
: Estimation Glomerular Filtration Rate
: Indeks Massa Tubuh
: Kadar Gula Darah
: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
: Precicontrol Multi Analyte
: Radioimmunoassay
: Serum Creatinine
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
RINGKASAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh
dunia. Prevalensi DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%. Untuk Indonesia,
World Health Organization (WHO) memperkirakan kenaikan jumlah pasien DM dari
8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta orang pada tahun 2030.
Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non Insulin
Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM). Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia
berdasarkan berbagai penelitian epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. DM tipe
2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi pada anak-anak.
DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan resistensi
terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan
reseptor insulin di membran sel.
Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah,
penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai
sel-sel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi
insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang
merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak
diperlukan terapi dengan insulin. Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin
dari sel-sel beta pankreas sangat berkurang sehingga pasien harus mendapat
terapi insulin.
Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang
disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari
molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada C-peptide yang
diekstraksi di hepar, sehingga masa paruh C-peptide lebih panjang dibandingkan
insulin. Kadar C-peptide 5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan
kadarnya berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin.
Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang
akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi
suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM.
Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa
atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta
pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen.
Beberapa penelitian telah menjumpai bahwa kadar C-peptide meningkat
pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa.
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study di Departemen/Instalasi
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam
Malik Medan bekerja sama dengan Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, yang
dimulai pada bulan Mei 2009 sampai dengan Oktober 2009. Populasi yang
dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berobat jalan di
poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dan kontrol
normal diambil dari orang yang tidak menderita DM. Berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi dan perkiraan besar sampel, diperolehlah sampel penelitian 68 orang
yaitu 34 orang sebagai sampel pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan 34
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Sebanyak 5 cc darah dari vena mediana cubiti tanpa antikoagulan diambil
untuk pemeriksaan kadar C-peptide serum puasa dan creatinin serum.
Pemeriksaan kadar C-peptide dilakukan setelah terkumpul sejumlah sampel
dengan alat Cobas elecsys 601 (Cobas e 601), dengan metode
electrochemiluminescentimmunoassay (ECLIA).
Pengolahan data dan analisa statistik menggunakan SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 15.0. Berdasarkan analisa statistik
didapatkan hasil bahwa dijumpai peningkatan kadar C-peptide yang bermakna
pada DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dibandingkan dengan kontrol non DM (p <
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan
jumlah penderita DM yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Prevalensi
DM di seluruh dunia diperkirakan sekitar 4%. Prevalensinya akan terus
meningkat dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 5,4%. Untuk Indonesia,
WHO memperkirakan kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. 1
Prevalensi DM yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2 (Non Insulin
Dependen Diabetes Mellitus, NIDDM), yang seringkali tidak dapat dirasakan
gejalanya pada stadium awal, dan tidak terdiagnosa sampai bertahun-tahun,
sampai terjadi komplikasi dari penyakit ini.2 Hiperglikemi kronik yang terjadi pada DM selalu diikuti oleh komplikasi penyempitan vaskuler di seluruh tubuh yang
mengakibatkan perubahan kronik berupa kemunduran sampai dengan kegagalan
fungsi berbagai organ tubuh, seperti penyakit kardiovaskuler, kebutaan, gagal
ginjal, dan lainnya. 2
Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian
epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai
daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan
kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001.3
DM tipe 2 umumnya ditemukan pada usia dewasa, walaupun dapat terjadi
pada anak-anak. Jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan 90-95 % dari seluruh
kasus DM. DM tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kelainan produksi insulin dan
resistensi terhadap insulin, atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin yang
melibatkan reseptor insulin di membran sel. 2,4,5
Dalam hubungannya dengan kadar insulin di dalam darah,
penelitian-penelitian menunjukkan bahwa pada stadium awal DM tipe 2 masih dijumpai
sel-sel beta pankreas yang mampu menghasilkan insulin, belum terjadi defisiensi
insulin yang absolut. Pada tahap ini mungkin terjadi hiperinsulinemia yang
merupakan kompensasi ataupun akibat dari resistensi insulin. Pada tahap ini tidak
diperlukan terapi dengan insulin. 4,5
Pada stadium lanjut DM tipe 2, produksi insulin dari sel-sel beta pankreas
sangat berkurang (hipoinsulinemia) sehingga pasien harus mendapat terapi insulin.
Pada stadium lanjut ini kadar glukosa darah tidak dapat terkendali dengan
pemberian obat hipoglikemik oral (OHO).4,5
Pada proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai produk yang
disekresikan bersamaan dengan insulin melalui proses pemecahan proteolitik dari
molekul prekursor proinsulin. Insulin dan C-peptide dibentuk dalam jumlah yang
sama dan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah melalui vena porta. Sebagian dari
insulin diekstraksi di dalam hepar. Tapi hampir tidak ada C-peptide yang diekstraksi
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Kadar C-peptide 5–10 kali lebih tinggi di dalam sirkulasi perifer, dan kadarnya
berfluktuasi sedikit dibandingkan insulin.5,6,7
Konsentrasi C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian yang
akurat terhadap fungsi cadangan sel beta pankreas manusia dan ini sudah menjadi
suatu petanda yang penting dari sekresi insulin pada pasien DM.8,9
Penentuan kadar C-peptide puasa dan setelah stimulasi (dengan glukosa
atau glukagon) telah digunakan untuk penentuan aktivitas sekresi sel beta
pankreas, karena kadar C-peptide di sirkulasi tidak dipengaruhi insulin eksogen.
Beberapa penelitian menggunakan tes ini untuk menentukan apakah fungsi sel
beta pankreas menunjukkan persesuaian dengan klasifikasi klinis dari diabetes tipe
1 dan diabetes tipe 2 seperti dibuat oleh WHO.10 Beberapa penelitian berkesimpulan bahwa ada kesesuaian antara kadar C-peptide dan tipe
diabetes.11,12,13,14
Penelitian yang dilakukan oleh The Diabetes Control and Complication Trials
(DCCT) pada DM tipe 1 telah menunjukkan bahwa konsentrasi C-peptide yang
lebih tinggi berhubungan dengan perbaikan retinopati diabetik maupun nefropati
diabetik.15. Wahren dkk mendapatkan bahwa C-peptide aktif secara biologi.16,17 Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa
maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM tipe 2
dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18
Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat
peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan Dislipidemia
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
1,17 ng/ml), Peripheral Vascular Diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic
neuropathy (4,13 ± 2,08). 19
Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dan kawan-kawan, kadar C-peptide
puasa yang lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan Sindroma Metabolik.20 Pada penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar C-peptide puasa 3,85 ± 0,64
ng/ml, dan berkorelasi dengan Hipertensi.21
Penentuan kadar C-peptide puasa juga dapat digunakan untuk memprediksi
kebutuhan terapi insulin pada DM tipe 2.22
1.2. Perumusan Masalah
Apakah terjadi peningkatan kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang
baru didiagnosa dibandingkan kontrol non DM ?
1.3. Hipotesa Penelitian
Kadar C-peptide meningkat pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa
dibandingkan kontrol non DM.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru
didiagnosa.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Diharapkan pengukuran kadar C-peptide pada pasien DM tipe 2 yang baru
didiagnosa dapat dipakai oleh klinisi untuk rencana pengobatan DM tipe 2 yang
berbeda pada keadaaan hipoinsulinemia, normoinsulinemia, dan hiperinsulinemia.
1.6. Kerangka Konseptual
Kadar C-peptide meningkat pada DM tipe 2
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Gambar 1.1. Skema Kerangka Konseptual Penelitian
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa
di poliklinik Penyakit Dalam
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
2.1. C-peptide
2.1.1. Sejarah penggunaan C-peptide
C-peptide pertama kali digambarkan oleh Steiner pada tahun 1967 sebagai
suatu produk sampingan dari biosintesa insulin.23,24 Selama bertahun-tahun dianggap bahwa C-peptide merupakan molekul biasa yang tidak mempunyai peran
fisiologis intrinsik. Pandangan ini dibuat oleh ketidakmampuan peneliti-peneliti
untuk menunjukkan aktivitas biologi yang nyata dari C-peptide dalam penelitiannya,
dan belum adanya penjelasan yang memuaskan dari peran C-peptide sebagai
suatu substan dari hasil pemecahan molekul proinsulin.24 Pandangan ini perlahan-lahan berkurang selama dekade terakhir setelah banyaknya data dari penelitian
pada C-peptide.24
2.1.2. Biokimia dan Fisiologi dari C-Peptide
C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul
3021 dalton (Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul
proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul
prekusor proinsulin, disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi dari
sel beta pankreas. Sedangkan proinsulin dipecah dari preproinsulin.26,27
C-peptide mempunyai suatu fungsi yang penting dalam penggabungan 2
rantai struktur insulin (rantai A dan B) dan pembentukan dari 2 ikatan disulfida
dalam molekul proinsulin (Gambar 2). Insulin dan C-peptide disekresi dalam
jumlah ekuimolar dan dilepaskan ke dalam sirkulasi melalui vena porta. Sebagian
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
di hepar sehingga C-peptide mempunyai waktu paruh yang lebih panjang (±
35 menit) dibandingakan insulin. Konsentrasi C-peptide di dalam sirkulasi perifer
5-10 kali lebih tinggi dibandingkan insulin, dan kadar ini berfluktuasi sedikit
dibandingkan dengan insulin.26,27,28,29
Gambar 2.1. Struktur C-peptide30
Hepar tidak mengekstraksi C-peptide, tapi C-peptide ini diekskresi dari
sirkulasi oleh ginjal dan dibuang melalui urine. Konsentrasi C-peptide di urine
kira-kira 20-50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dalam serum. Oleh karena itu
konsentrasi C-peptide akan meningkat pada penderita gagal ginjal. 25,26,27,30
2.1.3. Indikasi Klinis Pemeriksaan C-peptide
Dahulu C-peptide dianggap tidak aktif secara biologi. Akan tetapi, pada
beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa C-peptide sebenarnya adalah
suatu peptida bioaktif.16,17
Pengukuran C-peptide, insulin, glukosa digunakan sebagai bantuan dalam
diagnosa banding hipoglikemia untuk memastikan suatu manajemen dan terapi
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
sekresi insulin endogen. Karena prevalensi yang tinggi dari antibodi anti insulin
endogen, konsentrasi C-peptide menggambarkan sekresi insulin endogen
pankreas lebih dapat dipercaya pada pasien DM yang diobati dengan insulin
dibandingkan dengan pengukuran kadar insulin sendiri. Oleh karena itu,
pengukuran C-peptide dapat digunakan sebagai bantuan dalam penilaian fungsi
sekresi sel beta pankreas. 26,27,29
Pemeriksaan C-peptide juga digunakan untuk menilai berhasilnya
transplantasi sel islet pankreas dan untuk monitoring setelah pankreatektomi.26,27 Peninggian kadar C-peptide dapat terjadi pada keadaan-keadaan
seperti hiperinsulinemia dan gagal ginjal.6,30 Penurunan kadar C-peptide dijumpai pada keadaan - keadaan seperti hipoinsulinemia, factitious hypoglycemia,
setelah radical pancreatectomy.6,26,30
2.1.4. Nilai Referensi Interval dari C-peptide
Masing-masing laboratorium sebaiknya mempunyai nilai referensi interval
untuk C-peptide. Konsentrasi C-peptide serum puasa pada orang normal berkisar
antara 0,78 - 1,89 ng/ml (0,25 – 0,6 nmol/L). Setelah stimulasi dengan glukosa atau
glukagon, nilai C-peptide berkisar antara 2,73 – 5,64 ng/ml (0,9 – 1,87 nmol/L),
atau 3 sampai 5 kali dari nilai sebelum stimulasi. Kadar C-peptide urin biasanya
berkisar antara 74 ± 26 g/L (25 ± 8,8 mol/L). C-peptide diekskresi terutama oleh
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
2.1.5. Pengukuran dan Metode pemeriksaan C-peptida
Pemeriksaan C-peptida dapat dilakukan dengan beberapa cara dan metode
pemeriksaan, diantaranya dilakukan dengan metode electrochemiluminescent
immunoassay (ECLIA), Enzyme linked immunoassay (ELISA), Radioimmunoassay
(RIA).31,32 Pada tulisan ini akan dijelaskan pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA.
2.1.5.1. Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA
Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA berdasarkan prinsip
sandwich. Pada pemeriksaan C-peptide ini digunakan 2 antibodi monoclonal yang
spesifik langsung terhadap C-peptide manusia. 31
Pemeriksaan C-peptide berdasarkan prinsip sandwich. Lamanya
pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 l) membentuk kompleks
sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus)
dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan
suatu kompleks ruthenium.31,33
Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan
kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan
streptavidin.31,33
Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun
diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak
terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung
dengan photomultiplier.31,33
2.2. DIABETES MELITUS
2.2.1. Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnya produksi insulin, ataupun
gangguan aktivitas dari insulin ataupun keduanya.34,35,36 Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan-perubahan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak
maupun protein.3,37,38,39
2.2.2. Klasifikasi Diabetes mellitus
Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM
menurut American Diabetes Association (ADA), World Health Organization
(WHO).10,39 Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI (Perkumpulan Endokrin Indonesia) 2006 sesuai dengan klasifikasi DM
menurut ADA 1997.3,40 Dalam hal ini DM dibagi menjadi 4 kelas (lihat Tabel 1)
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes
Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus
ke defisiensi insulin absolut)
Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang dominan
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)
DM Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit Endokrin Pankreas
D. Endokrinopati
E. Karena obat/zat kimia
F. Infeksi
G. Sebab imunologi yang jarang
H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Melitus Gestasional
2.2.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Jika dijumpai keluhan yang khas dan pemeriksaan
kadar glukosa darah (KGD) sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan
mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa ≥ 126 mg/dl, KGD
sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) yang abnormal.3,41,42,43,44
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus3
1 Gejala klasik DM + KGD sewaktu ≥200 mg/dl atau
2 Gejala klasik DM + KGD puasa ≥ 126 mg/dl atau
3 KGD 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl
2.2.4. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus Tipe 2, Diabetes melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) umumnya ditemukan pada
usia dewasa (resiko tinggi pada usia di atas 40 tahun), walaupun dapat terjadi pada
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
atau resistensi insulin. Resistensi insulin ditemukan pada lebih 90 % kasus dan
merupakan penyebab terbanyak pada DM tipe 2.2,4,5,
2.2.4.1.. Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi DM. Perkiraan jumlah penderita DM
pada tahun 2000 adalah kira-kira 175.4 juta orang, dan diperkirakan pada tahun
2010 akan menjadi 279.3 juta orang. Diperkirakan 90-95 % adalah DM tipe 2.
Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat, dan setiap
tahunnya didiagnosa 600.000 kasus baru.43,44,45 Dari Diabetes Atlas yang dibuat International Diabetes Federation), prevalensi DM di Indonesia diperkirakan 4.6 %
dari jumlah penduduk 125 juta orang yang di atas 20 tahun.46
Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Tujuh
puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular.
Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan gangren adalah komplikasi yang paling
utama. 38,43,44,45
Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian
epidemiologis berkisar antara 1,5 - 2,3 %. Laporan dari hasil penelitian di berbagai
daerah di Indonesia yang dilakukan pada era tahun 2000-an menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta
dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
2.2.4.2. Mekanisme sekresi insulin dan aspek metabolisme
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan
normal tubuh oleh sel beta pankreas dalam 2 fase. Sekresi insulin akan muncul
setelah adanya rangsangan seperti glukosa dari makanan dan minuman. Insulin
yang dihasilkan berfungsi menjaga regulasi darah agar selalu dalam batas-batas
fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban makanan. 7,47
Sekresi fase 1 (Absolute Insulin secretion response= AIR) adalah sekresi
insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta pankreas,
muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai puncak
yang relatif tinggi, karena hal ini dibutuhkan untuk mengantisipasi kadar glukosa
darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan.7,47
Selanjutnya setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2
(sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara
perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Segera berakhirnya fase 1,
tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya dilakukan oleh sekresi fase 2. apabila
sekresi fase 1 tidak adekwat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk
peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut
dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar agar kadar glukosa darah (pasca
prandial) tetap dalam batas normal.7,47
Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, ini akan menimbulkan
hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara
klinis gangguan tersebut dikenal dengan sebagai diabetes melitus. Pada DM tipe 1
gangguan yang terjadi mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin. Pada DM tipe 2,
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
sekresi insulin secara kwantitatif (defisiensi insulin), dan kurang sensitifnya jaringan
tubuh tehadap insulin (resistensi insulin). 7,47
Pejalanan penyakit DM tipe 2 pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1
sekresi insulin yang kemudian memberikan dampak negatip terhadap kinerja fase
2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin (defisiensi insulin) tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya
respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). 2,4,47
2.2.4.3. Patogenesis DM Tipe 2
Patogenesis DM tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan interaksi dari faktor
genetik dan lingkungan.2,3,4,5 Beberapa faktor lingkungan menunjukkan peran yang kritis dalam perkembangan penyakit, khususnya asupan kalori yang berlebihan
yang menyebabkan obesitas. Penderita DM tipe 2 secara konsisten menunjukkan 3
abormalitas utama, yaitu :
1. Resisitensi insulin pada jaringan perifer khususnya pada otot dan lemak,
dan juga hepar.
2. Defektif sekresi insulin, khususnya dalam respon terhadap stimulus glukosa
3. Peningkatan produksi glukosa oleh hepar.5
2.2.4.4. Kwantitasi dari Fungsi Sel Beta Pankreas
Pengukuran konsentrasi insulin perifer dengan radioimmunoassay
merupakan metode yang sangat luas digunakan untuk mengukur fungsi sel
beta pankreas secara in vivo. Tapi hal ini terbatas karena 50-60% dari produksi
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
sistemik. Radioimmunoassay standard juga tidak dapat membedakan antara
insulin endogen dan insulin eksogen, sehingga tidak efektif untuk menilai fungsi
cadangan sel beta pankreas pada pasien yang mendapat insulin.5,29
Karena C-peptide disekresikan dalam jumlah yang ekuimolar dengan insulin
dan tidak diekstraksi oleh hepar, beberapa peneliti telah menggunakan kadar
C-peptide sebagai marker/petanda dari fungsi sel beta pankreas.5,8,29
2.2.4.5. Kadar C-peptide pada DM tipe 2
Pemeriksaan kadar C-peptide dalam darah memberikan suatu penilaian
terhadap fungsi sel beta pankreas. 48Pada pasien DM tipe 2 mungkin didapat kadar C-peptide yang normal, menurun, ataupun meningkat.19,49,50,51,52
Di Etiopia, Abdulkadir dkk melaporkan bahwa kadar C-peptide puasa
maupun setelah stimulasi glukosa lebih tinggi pada pasien DM tipe 2
dibandingkan dengan kontrol maupun DM tipe 1.18
Pada penelitian yang dilakukan Sari R dan kawan-kawan didapat
peningkatan kadar C-peptide puasa, yaitu pada DM tipe 2 dengan dislipidemia
(2,96 ± 1,57 ng/ml), hipertensi (3,36 ± 1,85 ng/ml), Coronary artery disease
(3,72 ± 1,17 ng/ml), peripheral vascular diseases (4,64 ± 0,85 ng/ml), autonomic
neuropathy (4,13 ± 2,08 ng/ml). 19
Pada penelitian DM tipe 2 oleh Kang JM dkk, kadar C-peptide puasa yang
lebih tinggi (>2,38 ng/ml), berhubungan dengan sindroma metabolik.20 Pada penelitian oleh Fernandez dkk, didapat kadar C-peptide puasa 3,85 ±
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara consecutive sampling,
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen/Instalasi Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan bekerja
sama dengan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian dimulai pada bulan Mei
2009 sampai dengan Oktober 2009.
3.3. Populasi dan Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2
yang berobat jalan di poliklinik Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik
Medan dan kontrol normal diambil dari orang yang tidak menderita DM.
Pasien DM tipe 2 ditentukan menurut Kriteria ADA 2006
- Gejala Klinis diabetes melitus
Gejala DM dapat berupa poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien DM bila didapat
1. KGD Puasa : > 126 mg/dl
2. KGD 2 jam PP : > 200 mg/dl
3.3.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 yang baru didagnosa
berdasarkan pemeriksaan di Departemen Penyakit Dalam FK USU/ RS H. Adam
Malik Medan. Subjek penelitian tersebut harus memenuhi kriteria berikut ini :
3.3.2.1. Kriteria Inklusi
• Penderita DM tipe 2 sesuai kriteria ADA 2002
• Umur > 40 tahun
• Bersedia mengikuti penelitian
3.3.2.2. Kriteria Eksklusi
1. Penderita DM tipe 1
2. Umur < 40 tahu
3. Gagal ginjal
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel
minimum dari subjek yang diiteliti dipakai rumus uji hipotesa dua kelompok
berpasangan :
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
n= (
d
Z + Zß) x Sd
n= (1,96 + 1,036) x 1,17
0,6
2
n = 34
Keterangan :
n = jumlah sampel
Z = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada yang
ditentukan. Untuk = 0,05 Z = 1,96
Zß = Nilai baku normal dari table Z, yang besarnya tergantung pada ß yang
ditentukan. Untuk ß = 0,05 Zß = 1,036
Sd = Simpangan baku dari selisih rata-rata = 1,17
d = selisih rerata kedua kelompok yang bermakna = 0,6
3..5. Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan statistik. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15,0. Untuk melihat
gambaran karakteristik penderita disajikan dalam bentuk tabulasi dan
dideskripsikan. Untuk melihat hubungan antara kadar C-peptide puasa, Indeks
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
kontrol non DM digunakan uji independent T test. Untuk melihat hubungan antara
kadar C-peptide dan umur, maupun IMT digunakan uji statistik korelasi Pearson.
3.6. Bahan dan Cara Kerja 3.6.1. Bahan yang diperlukan
Bahan yang diperlukan dalam penenlitian ini adalah darah tanpa anti
koagulan.
3.6.2. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik
Anamnese dilakukan dengan wawancara berpedoman pada daftar
pertanyaan pada status dan keterangan yang ada pada status. Pemeriksaan fisik
dilakukan pada posisi penderita berbaring. Seluruh data dan hasil pemeriksaan
dicatat dalam satus khusus penelitian.
3.6.3. Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.6.3.1. Pengambilan sampel darah.
Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti. Sebelumnya pasien
dipuasakan 10-12 jam. Tempat punksi vena terlebih dahulu dilakukan tindakan
aseptik dengan alkohol 70 % dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan punksi.
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit disposable 5 cc, darah
diambil 5 cc tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan kadar C-peptide puasa, dan
kadar creatinin darah.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Darah tanpa antikoagulan dibiarkan dalam suhu ruangan selama 30 menit,
kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, serum
dipisahkan secara hati-hati ke dalam 2 tabung plastik (aliquot). Tabung plastik
pertama untuk pemeriksaan creatinin dengan alat Cobas Integra 400 plus. Tabung
kedua (± 1 ml) segera disimpan dalam freezer, dengan suhu –200 C sampai waktu pemeriksaan kadar C-peptide.
3.6.4. Pemeriksaan Laboratorium 3.6.4.1. Pemeriksaan creatinin darah
Pemeriksaan creatinin darah dilakukan dengan alat Automatic analyzer
Cobas Integra 400 plus dan pemeriksaan creatinin dengan metode Jaffe. Prinsip
reaksi adalah :
pH Alkali
Creatinin + picrid acid complex creatinin picrid acid (merah-oranye)
Kalkulasi konsentrasi analit secara otomatis dengan mengalikan faktor
konversi : µmol/L X 0,0113 = mg/dL
3.6.4.2. Pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA
Pemeriksaan dilakukan secara serentak setelah terkumpul sejumlah sampel.
Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatic analyzer Cobas Elecsys 601 (Cobas
e 601), menggunakan metode Electrochemiluminescence sandwich immunoassay (ECLIA). Sampel yang beku dari freezer dicairkan pada suhu ruangan. Reagensia,
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Reagensia diletakkan pada disk reagensia, sedangkan kalibrator dan sampel pada
disk sampel.
Pemeriksaan C-peptide berdasarkan prinsip sandwich. Lamanya
pemeriksaan 18 menit pada suhu 370 C. Selama tahap pertama inkubasi pemeriksaan C-peptide, antigen dari sampel (20 l) membentuk kompleks
sandwich dengan biotynilated monoclonal C-peptide specific antibody (dari tikus)
dan suatu monoclonal antibody C-peptide specific antibody yang dilabel dengan
suatu kompleks ruthenium. 31,33
Pada tahap kedua, streptavidin–coated microparticle ditambahkan dan
kompleks tersebut menjadi terikat pada fase solid melalui interaksi dari biotin dan
streptavidin (Gambar 3.1)31,33,53
Gambar
3.1. Prinsip tes pemeriksaan C-peptide dengan metode ECLIA
Muatan mikropartikel yang dilapisi streptavidin dengan kompleks imun
diambil ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen reagen yang tidak
terikat material sampel yang berlebih dibuang dari measuring cell dengan Procell
system buffer. Aplikasi dari suatu voltase yang menetap menginduksi reaksi
electrochemiluminescent dan emisi cahaya yang dihasilkan diukur secara langsung
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
dengan kadar analit dalam sampel. Pada akhir reaksi electrochemiluminscet,
mikropartikel dibuang dengan larutan measring cell cleaning (Cleancell). Measuring
cell kemudian siap untuk melakukan pengukuran berikutnya. (Gambar 3.2).31,33
Gambar 3.2. Pengukuran C-peptide dengan metode ECLIA
3.6.4.3. Pemantapan Kualitas
Pemantapan kualitas dilakukan untuk menjamin ketepatan hasil
pemeriksaan dalam batas yang dapat dipercaya (valid). Pemantapan kualitas
dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk menjamin ketepatan hasil
pemeriksaan yang dikerjakan yang nilainya sesuai dengan batas nilai yang
dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (ada nilai target).
Sebelum dilakukan pemeriksaan harus dilakukan kalibrasi terhadap alat
yang digunakan. Kalibrasi alat autometic analyzer Rohce/Cobas Integra 400 plus
untuk pemeriksaan kreatinin menggunakan C.f.a.s (calibrator for autometic system
). Kontrol kualitas menggunakan kontrol normal Precinom U dan kontrol abnormal
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Kalibrasi pemeriksaan C-peptide pada alat cobas e 601 analyzers
menggunakan CPEPTID Cal1 dan CPEPTID Cal2 yang berisi C-peptide. Selama
penelitian kalibrasi hanya dilakukan satu kali pada waktu pemeriksaan awal
dilakukan.53
Untuk pemantapan kualitas pemeriksaan C-peptide dilakukan dengan
menggunakan control sera assay Precicontrol Multianalyte. Pemantapan kwalitas
dilakukan dengan cara mengerjakan sampel penelitian bersama-sama dengan
assayed control sera dengan nilai target untuk PC MA1 1,46-2,38 ng/ml , dan untuk
PC MA2 7,58-12,4 ng/ml. Bila hasil pemeriksaan control sera assayed masuk
dalam nilai target, maka sampel penelitian dianggap terkontrol. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan C-peptide pada sampel penderita dan sampel kontrol. 53 Stabilitas sampel serum 60 hari pada suhu -200 C. Stabilitas reagen (C-peptide reagent kit) sampai masa kadaluarsa bila tidak dibuka. Bila sudah dibuka,
stabilitas reagen 16 minggu pada suhu 2-80 C, dan pada alat Cobas 6000 stabilitasnya 12 minggu.53
Tabel 3.1. Pemantapan kwalitas menggunakan kontrol PC MA1 dan PC MA2 pada pemeriksaan Kadar C-peptide
No Tanggal PC MA1 PC MA2
Hasil Nilai Target Hasil Nilai Target
1 18-8-2009 2,21 1,46-2,38 11,57 7,58-12,4
2 3-9-2009 2,17 1,46-2,38 11,20 7,58-12,4
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 3 kali bersamaan
dengan sampel yang diperiksa. Dalam 3 kali pemeriksaan sampel, nilai kontrol
PC-MA1 dan PC-MA2 tidak melewati nilai target yang diharapkan.(Tabel 3.1.
3.7. Batasan Operasional a. Diabetes Melitus
Disebut Diabetes Melitus apabila didapati gejala klinis, dan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan Kadar Gula Puasa (KGD) > 126 mg/dl, dan /
atau KGD 2 jam PP > 200 mg/dl.2,3,4
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal ditentukan berdasarkan riwayat penyakit seperti penderita
hemodialisa reguler, pemeriksaan fisik dengan adanya hipertensi, edema, dan
pucat, dan atau penetapan Estimation Glomerular Filtration Rate (EGFR) yang
direkomendasikan The National Kidney Foundation, dengan kalkulasi Cocroft-Gault
berdasarkan pemeriksaan kreatinin serum.54,55
EGFR (ml/menit) = (140-umur) X BB (kg)
72 X Scr (mg/dl)
Keterangan : - bila perempuan, hasil dikalikan 0,85
- Scr adalah Creatinin serum
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Indeks massa tubuh digunakan untuk membuat penggolongan apakah
seseorang tersebut obesitas, overweight ataukah normal.56 Untuk orang Asia, disebut Obesitas bila IMT > 25 kg/m2, overweight bila IMT 23-24,9 kg/m,2 dan normal bila IMT 18,5-22,9 kg/m2, berat badan kurang (underweight) bila IMT < 18,5 kg/m2.56
d. Hipertensi
yang dimaksud dengan hipertensi adalah penderita dengan riwayat
hipertensi atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiertensi. Kriteria
hipertensi sesuai yang ditetapkan JNCC VII-2003 (The seventh Report of The Joint
National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure), yaitu bila terdapat tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan
diastolik > 90 mmHg. 57
3.8. Ethical Clearance dan Informed Concern
Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent diminta
secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang bersedia
ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
3.9. Kerangka Kerja
BAB IV
Gambar 3.3. Kerangka Kerja Penelitian
Kriteria Inklusi
• Penderita DM tipe 2
• Usia di atas 40 tahun
• Bersedia ikut dalam penelitian
Penderita DM tipe 2 Yang baru didiagnosa
Kadar C-peptida puasa
Kriteria Eksklusi
• Penderita DM tipe 1
• Usia di bawah 40 tahun
• Gagal ginjal, EGFR ≤ 40 ml/menit
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan untuk mengetahui kadar C-peptide pada penderita DM
tipe 2 yang baru didiagnosa.Telah dilakukan suatu penelitian secara cross
sectional pada periode Mei 2009 sampai September 2009 dengan memeriksa
kadar C-peptide pada 34 orang penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa di
poliklinik Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik
Medan dan 34 orang sebagai kelompok kontrol non DM yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
4.1. Gambaran Umum Peserta Penelitian
Pada penelitian ini, kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa terdiri dari 22
orang pria (61,8%) dan 12 orang wanita (38,2%), dan pada kelompok non DM
terdiri dari 23 orang pria (67,6%) dan 11 orang wanita (32,4%). Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna pada jenis kelamin diantara kedua kelompok (p>0,05).
Karakteristik penderita pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Tabel 4.1. Karakteristik penderita DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM
Dari tabel 4.1. dapat dilihat umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun, pada kelompok non DM dengan umur
rata-rata adalah 50,91 ± 9,90 tahun. Setelah dilakukan uji statistik independent T test,
didapat p value 0,29, hal ini berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada
umur diantara kedua kelompok (p>0,05).
IMT rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah
24,85±1,73, dan pada kelompok Non DM didapat IMT rata-rata 24,03±0,91.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,019, hal ini
berarti dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT diantara kedua kelompok
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Tekanan darah sistolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 127,24±26,62 dan pada kelompok Non DM adalah 124,71±5,01.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,59, hal ini
berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sistolik
diantara kedua kelompok (p>0,05).
Tekanan darah diastolik rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 80,59±10,13, dan pada kelompok Non DM adalah 77,65±4,30.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,126 hal ini
berarti tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada tekanan darah diastolik
diantara kedua kelompok (p>0,05).
Kadar creatinin serum rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 0,83±0,16, dan pada kelompok Non DM adalah 0,83±0,10.
Setelah dilakukan uji statistik independent T test, didapat p value 0,92 hal ini berarti
tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada kadar creatinin erum diantara
kedua kelompok (p>0,05).
EFGR rata-rata pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah
85,21±19,39 dan pada kelompok Non DM adalah 88,06±14,18. Setelah dilakukan
uji statistik independent T test, didapat p value 0,492 hal ini berarti tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna pada EGFR diantara kedua kelompok (p>0,05).
Gambaran IMT yang dibedakan atas obesitas (IMT > 25), over weight (IMT
23-24,9) dan normal (IMT 18,5-22,9) pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Tabel 4.2. Karakteristik IMT pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM
IMT DM Tipe 2 Non DM
Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2, dijumpai 1
orang (2,8%) yang digolongkan dengan obesitas, 31 orang (91,8%) dengan
overweight, dan 2 orang (5,8%) normal. Dan pada kelompok Non DM didapat 32
orang (94,2%) dengan overweight, 2 orang (5,8%) dengan IMT normal, dan tidak
dijumpai obesitas.
4.2. Kadar C-peptide pada Kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM
Kadar C-peptide pada kedua kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
Tabel 4.3. Nilai rata-rata kadar C-peptide puasa pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM
Variabel DM Tipe 2 yang
baru didiagnosa
Non DM p
Mean ±SD Mean ±SD
Kadar C-peptide 2,94±0,54 1,69±0,32 0,0001* Keterangan : * = signifikan
Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa kadar C-peptide serum puasa rata-rata
pada kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 2,94±0,54 ng/ml dan pada
kelompok Non DM adalah 1,69±0,32 ng/ml. Setelah dilakukan uji statistik
independent T test, didapat p value 0,0001 hal ini berarti dijumpai perbedaan yang
bermakna pada kadar C-peptide puasa diantara kedua kelompok (p<0,05).
Hubungan antara kadar C-peptide dengan umur dan IMT pada kedua
kelompok diuji dengan korelasi Pearson (tabel 4.4).
Tabel 4.4. Korelasi Kadar C-peptide dengan Umur dan IMT pada DM Tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM
Variabel DM tipe 2 Non DM
Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa pada kelompok DM tipe 2 yang baru
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
BAB V PEMBAHASAN
Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk
bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul prekusor
proinsulin. Pemeriksaan C-peptide dapat digunakan untuk mengukur sekresi insulin
endogen.
C-peptide merupakan rantai tunggal 31 asam amino dengan berat molekul
3021 dalton (3921 Da), menghubungkan polipeptida A dan B pada molekul
proinsulin.25,26 Dalam proses biosintesa insulin, C-peptide dibentuk sebagai suatu produk bersama-sama dengan insulin oleh pemecahan proteolitik dari molekul
prekusor proinsulin, dan disimpan di dalam granul sekretori dalam kompleks Golgi
dari sel beta pankreas. Konsentrasi C-peptide menggambarkan produksi dari
insulin endogen oleh pánkreas. Proinsulin dipecah menjadi hormon aktif, insulin,
dan suatu peptida tidak aktif, C-peptide. Konsentrasi C-peptide menggambarkan
konsentrasi insulin endogen yang dihasilkan pankreas dan tidak dipengaruhi
interferensi antibodi insulin.
Pada penelitian ini penderita DM tipe 2 yang baru didiagnosa lebih banyak
dijumpai pria, yaitu sebanyak 22 orang (61,8%) dibandingkan wanita 12 orang
(38,2%) dari 34 sampel penelitian. Hal ini tidak sama dengan penelitian Hillier dkk
di Oregon, USA tahun 2001 yang mendapatkan perempuan sebanyak 141 orang
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
%) dan 18 orang perempuan (62,1 %) dari 29 orang penderita DM tipe 2 yang baru
didiagnosa50
Pada penelitian ini didapatkan umur rata-rata penderita DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 53,26 ± 8,33 tahun. Hal ini ada kesamaan dengan penelitian
Siraj dkk di Ethiopia tahun 2002 yang mendapat umur rata-rata penderita DM tipe 2
yang baru didiagnosa adalah 51,5 ± 1,0 tahun58, dan oleh Chan dkk di China tahun 2000 dengan umur rata-ata 54,3 ± 13,8 tahun.51
Pada penelitian ini didapat IMT rata-rata pada DM tipe 2 yang baru
didiagnosa adalah 24,85 ± 1,73. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Chan dkk51 di China tahun 2000 yang mendapatkan IMT rata-rata adalah 24,4 ± 3,9 dan Siraj dkk58 di Ethiopia tahun 2002 yang mendapatkan IMT rata-rata adalah 24,6 ± 0,5 kg/m2.
Pada penelitian ini didapat TD sistolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah
127,24 ± 26,62 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia
tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah sistolik rata-rata pada DM tipe 2
adalah 133,7 ± 2,1 mmHg.58
Pada penelitian ini didapat TD diastolik rata-rata pada DM tipe 2 adalah
80,59 ± 10,13 mmHg. Hal ini hampir sama pada penelitian Siraj dkk di Ethiopia
tahun 2002 yang mendapatkan tekanan darah diastolik rata-rata pada DM tipe 2
adalah 81,4 ± 1,1 mmHg.58
Pada penelitian ini didapat LFG rata-rata pada DM tipe 2 adalah 85,21 ±
19,39. Pemeriksaan kadar creatinin dan penghitungan GFR dengan Cocroft-Gault
calculation dilakukan untuk menyingkirkan gagal ginjal pada kedua kelompok yang
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
penelitian ini tidak ada subjek penelitian yang menderita gagal ginjal, karena hal ini
merupakan kriteria eksklusi.
Pada penelitian ini didapat kadar C-peptide rata-rata pada DM tipe 2 yang
baru didiagnosa adalah 2,94 ± 0,54 ng/ml, dan lebih tinggi dari kadar C-peptide
kontrol non DM, dan dijumpai perbedaan bermakna dengan p<0,05. Hal ini hampir
sama seperti yang didapat pada penelitian Garcia-Webb dkk, kadar C-peptide
rata-rata 2,05 ± 0,54 ng/ml pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa, dan lebih tinggi dari
kontrol non DM, dan terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05).59
Pada penelitian Garcia-Garcia E dkk, didapatkan kadar C-peptide rata-rata
pada DM tipe 2 yang baru didiagnosa adalah 0,78 ± 0,50 ng/ml. Dan ini lebih tinggi
dari kontrol non DM.50
Pada penelitian ini umur dan IMT tidak berkorelasi dengan kadar C-peptide
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1. Pada pasien DM tipe 2 yang baru didiagnosa dijumpai peningkatan kadar
C-peptide yang bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol non DM.
2. Pada pasien DM tipe 2 dijumpai perbedaan yang bermakna pada IMT
antara DM tipe 2 dan kontrol non DM.
3. Tidak dijumpai korelasi antara kadar C-peptide dan umur maupun IMT pada
kelompok DM tipe 2 yang baru didiagnosa dan Non DM.
6.2. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kadar C-peptide pada pasien
DM tipe 2 yang baru didiagnosa untuk rencana pengobatan pasien dengan
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Wild S, Roglic G, Green A, et al. Global Prevalence of Diabetes,
Estimates for the year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care 2004
; 27 : 1047-1053.
2. Laakso M. Epidemiology of Type 2 Diabetes. In : Goldstein BJ. Type 2
Diabetes Mellitus, Principles and Practice, 2nd ed. Informa Healthcare, USA 2008 : 1-13.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. PB PERKENI,
Jakarta 2006 : 1-47.
4. Leahy JL. Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus. In : Feinglos MN,
Bethel MA. Type 2 Diabetes Mellitus, An Evidence-Based Approach to
Practical Management. Humana Press, USA 2008 : 17-34.
5. Buse JB, Polonsky KS, Burant CF. Type 2 Diabetes Mellitus. In : Larsen
PR, Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS. Williams Textbook of
Endocrinology, 10th ed. WB Saunders, Philadelphia, 2003 : 1427-1464. 6. Pagana KD, Pagana TJ. C-Peptide. In : Mosby’s Manual of Diagnostic
and Laboratory Tests, 3rd ed. Mosby Elsevier, Missouri, USA 2006 : 197-198.
7. Cavaghan MK, Polonsky KS. Insulin Secretion in Vivo. In : Joslin EP,
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
8. Polonsky KS, Licinio-Palxao J, Given BD, Pugh W. Use of Biosynthetic
Human C-peptide in The Measurement of Insulin Secretion Rates in
Normal Volunteers and Type 1 Diabetes Patients. Journal Clinical
Investigation 1986 ; 77 : 98-105.
9. Kjems LL, Volund A, Madsbad S. Quantification of Beta Cell Function
During IVGTT in Type 2 and Non Diabetic Subjects : Assesment of
Insulin Secretion by Mathematical Methods. Diabetologia 2001 ; 44 :
1339-1348.
10. Reinauer H, Home PP, Kanagasabapathy AS, Heuck C. Laboratory
Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health
Organization, 2002 : 1-26.
11. Gjessing HJ, Matzen LE, Faber OK, Froland A. Fasting plasma
C-peptide, glucagons stimulated plasma c-C-peptide, and urinary c-peptide in
relation to clinical type of diabetes. Diabetologia 1989 ; 32 : 305-311.
12. Service FJ, Rizza RA, Zimmerman BR. The Classification of diabetes by
clinical and C-peptide criteria : a prospective population based study.
Diabetes Care 1997 ; 20 : 198-201.
13. Welborn TA, Garcia-Webb P, Bonser AM. Basal C-peptide in the
discrimination of type 1 from type 2 diabetes. Diabetes Care 1981 ; 4 :
616-619.
14. Vahlkamp T, Lutjens A, Nauta EH. The glucagons stimulated
C-peptide test : an aid in classification of patients with diabetes mellitus.
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
15. Steffes MW, Sibley S, Jackson M, Thomas W. Beta cell function and the
development of diabetes-related complication in the Diabetes Control
Complication Trial. Diabetes Care 2003 ; 26 : 832-836.
16. Wahren J, Jornvall H. C-Peptide Makes a Comeback. Diabetes
Metaolism Research Rev 2003 Sept-Oct ; 19(5) : 375-385.
17. Wahren J, Ekberg K, Joravall H. C-peptide is Bioactive. Diabetelogia
2007; 50 : 503-509.
18. Abdulkadir J, Mengesha B, Welde-Gebriel Z, Keen H. The clinical and
hormonal (c-peptide and glucagon) profile and liability to ketoacidosis
during nutritional rehabilitation in Ethiopian patients with
malnutrition-related diabetes mellitus. Diabetologia 1990 ; 33 : 222-227.
19. Sari R, Balci MK. Relationship Between C-peptide and Chronic
Complication in Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of The National
Medical Association 2005 Vol.97 :1113-1118.
20. Kang JM, Lee WY, Kim JY, Yun, Kim SW. Relationship Between
Metaboloic Control and Chronic Complications in type 2 Diabetes.
Journal of Korean Diabetes Association 2002;26(6) : 495-504.
21. Fernandez E, Bernal E, Sanchez O, Sanchez-Largo E, Coca-Robinot D.
C-Peptide as a New Hypertensive Factor in Patients with Type 2
Diabetes Mellitus. American Journal of Hypertensive 2005;18 : 179A.
22. Landin-Olsson M, Nilsson KO, Lenmark Adkvist G. Islet cell antibodies
and fasting c-peptide predict insulin requirement at diagnosis of Diabetes
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
23. Steiner DF. Evidence for a precursor in the biosynthesis of insulin.
Trans. N.Y.Academic Science ; 30 : 60-68.
24. Brandenburg D. History and Diagnostic Significance of C-Peptide.
Hindawi Publishing Corporation Experimental Diabetes Research
2008 : 1-7.
25. Clarck PM. Assay for Insulin, Proinsulin(s), and C-Peptide. Annual
Clinical Biochemistry 1999;36 : 541-564.
26. Sacks DB. Carbohydrates. In : Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE (eds).
Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th ed. Elsevier Inc. India 2006 : 837-864.
27. Rhodes CJ, Shoelson S, Halban PA. Insulin Biosynthesis, Processing,
and Chemistry. In : Joslin’s Diabetes Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 66-72..
28. Funk JL. Disorders of The Endocrine Pancreas. In : McPhee SJ, Ganong
WF. Pathophysiology of Disease. McGraw-Hill, USA 2006 : 514-515.
29. Masharani U, Karam JH, German MS. Pancreatic Hormon and Diabetes
Mellitus. In : Greenspan FS, Gardner DG. Basic & Clinical Endocrinology,
7th ed. The McGraw-Hill Companies, New York, USA 2004 : 658-665. 30. Fisbach F. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. Lippincott
William & Wilkins,USA 2000 : 362-363.
31. Roche Diagnostic GmbH. Product Information : Elecsys® C-peptide. Refference Guide. Roche Diagnostics GmbH, Mannheim,
Denrison Purba : Perbandingan Kadar C-Peptide Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus, 2010.
32. Wiedmeyer H, Polonsky KS, Myers GL, Little RR, Greenbaum CJ, et al.
International Comparison of C-Peptide Measurements. Clinical Chemistry
53(4) 2007 : 784-787.
33. Roche Diagnostic GmbH. Cobas 6000 Analyzer Series, Diagnostics.
Roche Diagnostics GmbH, Mannheim, Germany, 2005 : A9-A13.
34. Belfiore F, Ianello S. Etiological Classification, Pathophysiology and
Diagnosis. In : Belfiore F, Mogensen CE. New Concepts in Diabetes and
Its Treatment. Basel, Karger 2000 : 3-19.
35. Goldfine AB. Diagnosis and Management of Diabetes. In : Hall JE,
Nieman LK. Handbook of Diagnostic Endocrinology. Humana Press
Inc.New Jersey 2003 : 157-173.
36. Constanti A, Bartke A, Khardosi R. Basic Endocrinology. Harword
Academic Publisher Australia 2005 : 73-88.
37. Bennet PH, Knowler WC. Definition, Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus and Glucose Homeostasis. In: Joslin’s Diabetes
Mellitus 14th ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA 2006 : 332-341. 38. International Diabetes Federation. IDF Clinical Guidelines Task Force.
Global Guideline for type 2 diabetes. Brussels, 2005.
39. American Diabetes Association. ADA Position Statement : Standard of
Medical Care in Diabetes. Diabetes Care 2005 ; 29 (suppl 1) : S4-S42
40. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI