• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Genetik Ganoderma Spp. dari Beberapa Tempat di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keragaman Genetik Ganoderma Spp. dari Beberapa Tempat di Sumatera Utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Genetic Variability of

Ganoderma spp

. from Several Areas in North Sumatra

Dwi Suryanto, Siskha Andriani, dan Kiki Nurtjahja

Pengajar di Dept. Biologi, Fakultas MIPA USU, Medan 20155

Diterima 5 Januari 2005 / Disetujui 21 Juli 2005

Abstract

Twelve Ganoderma isolates were found from several areas in North Sumatra. Based on their morphological characterization, these isolates were identified as 5 species of Ganoderma (Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, and Ganoderma sp.). Genetic analysist of the isolates including G. lucidum isolate of DXN by amplification of rDNA using internal transcribed spacer ITS1 and ITS4 primer produced single-same size fragment of 600 bp.

Keywords: Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, internal transcribed spacer

Abstrak

Sebanyak 12 isolat jamur Ganoderma spp. dari beberapa tempat di Sumatera Utara berhasil diisolasi. Berdasarkan ciri-ciri morfologi, 12 isolat tersebut termasuk dalam 5 spesies, yaitu Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, dan Ganoderma sp. Analisis genetika semua isolat termasuk isolat G. lucidum DXN dengan amplifikasi rDNA menggunakan primer internal transcribed spacer, ITS1 dan ITS4 menghasilkan fragmen tunggal dengan ukuran sama besar sekitar 600 pb.

Kata kunci: Ganoderma applanatum, G. tsugae, G. lucidum, G. bonninense, internal transcribed spacer

Pendahuluan

Hutan Sumatera Utara banyak ditumbuhi beragam tumbuhan dan jamur yang berkhasiat obat, termasuk jamur genus Ganoderma. Moncalvo, et al. (1995) menyatakan bahwa terdapat 250 spesies Ganoderma di dunia yang telah diidentifikasi, sebagian besar diantaranya terdapat di daerah tropis. Suriawiria (2001) melaporkan bahwa 21 spesies Ganoderma hidup di Indonesia.

Ganoderma, dikenal sebagai Ling Zhi di Cina dan Reishi di Jepang, telah digunakan sejak abad keempat masehi sebagai salah satu komponen obat dalam obat-obatan tradisional Cina. Pemanfaatannya sebagai obat alternatif berbagai penyakit terus dikembangkan (Dunham, 2000). Meskipun Ganoderma spp. telah digunakan ratusan tahun di Cina

dan Jepang sebagai obat tradisional untuk penyembuhan berbagai penyakit, penelitian secara sistematik baru berlangsung sekitar 25 tahun (Boh, et al., 2000). Pada tahun 1997 produksi Ganoderma dunia mencapai 4500 ton, 3000 ton diantaranya dihasilkan oleh Cina. Total perdagangan Ganoderma dunia mencapai 1,2 juta dolar Amerika (Dunham, 2000).

(2)

polisakarida, protein, asam amino, nukleotida, alkaloid, steroid, lakton, asam lemak, dan enzim (Boh, et al., 2000).

Walaupun ada beberapa jenis Ganoderma, namun kebanyakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui khasiat obat terutama menggunakan G. lucidum (Dunhan 2000). Tubuh buah maupun ekstrak G. lucidum dapat difermentasi menjadi minuman beralkohol, ataupun minuman kesehatan. Selain minuman, industri makanan juga sudah menggunakan tubuh buah, ekstrak, miselium, dan polisakarida G. lucidum untuk menjadi permen, jeli, dan serat diet (Boh, et al., 2000).

Sifat miselium/spora jamur mudah mengalami perkawinan secara seksual, menyebabkan variasi dan perubahan sifat genetis antar spesies (Alexopoulos and Mims, 1979). Semakin besar jumlah spesies atau genus maka peluang terjadinya kombinasi akan semakin besar juga. Perubahan susunan genetis ini akan menyebabkan perubahan terhadap senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh setiap jenis rekombinan tersebut. Komposisi kimia yang terkandung di dalam tubuh jamur juga sangat dipengaruhi oleh tempat hidupnya (Alexopoulos and Mims, 1979, Pacioni, 1981, Suriawiria, 2001, Nurtjahja and Priyani, 2001).

Basidiokarp jamur Ganoderma tampak sangat mirip satu sama lain sehingga menimbulkan kebingungan dalam identifikasi spesies (Adaskaveg and Gilberton, 1988), menimbulkan banyak nama dalam genus ini. Dalam 14 tahun terakhir, hubungan antar jenis dari beberapa Basidiomycota sering dianalisis secara genetik dengan telaah restriction fragment length polymorphism (RFLP) dari genom inti dan amplifikasi dari sekuen inti dengan polymerase chain reaction (PCR) (Gonzalez and Labare, 2000).

Analisis genetik jenis jamur dan khamir telah dilakukan oleh banyak

peneliti dengan menggunakan DNA yang menyandi ribosomal DNA (rDNA) (McCullough, et al., 1998, Hamelin, et al., 1996). Metode ini berdasarkan pada rDNA yang secara alamiah terkonservasi sehingga isolat dari spesies yang sama mempertahankan sekuen yang sama. Semakin berbeda spesies secara filogenetik, semakin berbeda sekuen sebagian dari rDNA ini (McCullough, et al., 1998).

Gen 18S rDNA, termasuk dua daerah internal trancript spacer (ITS) dan gen 5.8S rDNA memiliki panjang total 2.600 bp, terpisah dari gen 25S rDNA yang memiliki panjang 3,300 bp (McCullough, et al., 1998). Telah diketahui bahwa daerah ITS ini cukup bervariasi sehingga cukup baik untuk dijadikan indikator pembanding. Variasi sekuen pada daerah ITS ini memungkinkan digunakannya daerah ini untuk telaah filogenetik dari banyak organisme yang berbeda (Henry, et al., 2000, Ahmed, et al., 1999, McCullough, et al., 1998, Hamelin, et al.,. 1996). Daerah ITS yang terletak antara gen 18S dan 28S rDNA ini memberikan kelebihan yang baik dibandingkan dengan molekul target lainnya termasuk sensitivitasnya karena memiliki sekitar 100 kopi dalam genom. Gen 5.8S rDNA memisahkan kedua daerah ITS ini. Daerah ini mempunyai laju evolusi yang tinggi dan ada pada semua gen rRNA eukaryot (Jorgensen, et al., 1987).

ITS1 dan ITS4 telah banyak digunakan dalam beberapa telaah filogenetik (McCullough, et al., 1998; Hamelin, et al., 1996). Hasil amplifikasi daerah ini menghasilkan pita dengan ukuran berbeda (Hamelin, et al., 1996). Ribotyping ITS merupakan metode yang mudah untuk membedakan jenis Aspergillus (Henry, et al., 2000). Sekuen ITS juga dapat membedakan antar strain sangat dekat Trichophyton mentagrophytes (Jackson, et al., 1999).

(3)

kemungkinan untuk analisis hubungan filogenetik dari berbagai level taksonomi yang berbeda dan membantu dalam mengembangkan cara identifikasi jenis-jenis jamur (Ahmed, et al., 1999). Dengan membandingkan keragaman genetik jenis-jenis Ganoderma yang terdapat di Sumatera Utara dengan G. lucidum yang telah diketahui memiliki potensi sebagai obat tradisional, maka diharapkan di antara genus Ganoderma indigenous Sumatera Utara dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.

Bahan dan Metoda

Pengambilan sampel dan identifikasi jamur

Ganoderma

Basidiokarp segar dari spesies atau sub-spesies Ganoderma diambil dari Hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan Taman Nasional Gunung Leuser, dan Medan. Identifikasi berdasarkan morfologi dilakukan dengan menggunakan buku kunci identifikasi jamur dari Largent and Thiers (1977), Largent (1986), Arora (1996), Pacioni (1981), dan Bessette, et al.. (1997). Isolasi kromosom dan analisis genetik

Isolasi kromosom menggunakan modifikasi metode ekstraksi sebagai yang digambarkan oleh Sambrook, et al. (1989). Miselium dari kultur berumur 1 minggu dibekukan dengan nitrogen cair dan digerus dengan mortar. Gerusan miselium selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung mikro kemudian berturut-turut ditambah 100 µl 10% SDS dan 10 µl Proteinase-K (10mg/ml), selanjutnya diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 °C. Setelah diberikan 100 µl NaCl dan 100 µl pre-heated CTAB/NaCl (65 °C), larutan diinkubasi pada suhu 65 °C selama 20 menit. Sebanyak 0.5 ml fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1) ditambahkan ke dalam larutan dan dicampur dengan cara membalikkan tabung mikro. Tabung disentrifugasi selama 10 menit. Fase aqueous dipindah dengan pipet untuk kemudian dipresipitasi dengan 0.6

volume isopropanol dingin selama 20 menit. Fase aquous dibuang setelah tabung terlebih dahulu disentrifugasi selama 10 menit. Pelet dicuci dengan 70% etanol dingin. Etanol kemudian dibuang. Tabung dikering angin untuk membuang sisa etanol. Ke dalam tabung ditambahkan 25 µl air bebas nuklease atau penyangga TE IX. Tabung selanjutnya disimpan dalam suhu – 20 °C.

Amplifikasi ITS dan elektroforesis

Setelah isolasi, DNA diamplikasi dengan primer ITS1 (5’-TCCGTAGGTGAACCTGCGG-3’) dan ITS4 (5’-TCCTCCGCTTATTGATATGC-3’) dalam mesin Gene Amp PCR System 2,400 Thermocycler (Perkin-Elmer Cetus, Norwalk, Conn). Setiap tabung berisi 25 µl terdiri dari 18.5 µl ddH2O, 1µl penyangga 2.5x, 0.5 µl dNTP, masing-masing 1 µl primer ITS1 dan ITS4, 0,5 µl Taq pol (2.5 U), dan 1 µl DNA cetakan. Reaksi amplifikasi dimulai dengan kondisi pra PCR selama 3 menit pada suhu 94°C, dilanjutkan dengan 30 siklus termal yang masing-masing terdiri denaturasi DNA pada suhu 94°C selama 1 menit, penempelan pada suhu 60°C selama 1 menit, dan pemanjangan utas nukleotida pada suhu 72°C selama 2.5 menit (McCullough, et al., 1998). DNA yang teramplifikasi dianalisis dengan elekroforesis minigel. Sebagai pembanding dalam analisis DNA digunakan sampel isolat G. lucidum dari DXN.

Hasil dan Pembahasan

Karakterisasi morfologi Ganoderma

(4)

Tabel 1. Karakterisasi morfologi Ganoderma spp. dari Hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan Taman Nasional Gunung Leuser dan Medan

Jenis dan asal Tudung Permukaan Tangkai Pore

G. applanatum1 (Ga1); Telaga, Langkat

Diameter 12 cm, tebal 0.5 cm, Bentuk kipas, keras, berwarna coklat dengan tepi coklat kekuningan membentuk zona konsentris

Atas licin, bawah berpori

Tidak bertangkai Warna putih kecoklatan, spora berwarna coklat

G. applanatum2 (Ga2); TWA, Sibolangit, Karo

Diameter 10 cm, tebal 0.8-1 cm, bentuk kipas, keras, berwarna coklat dengan tepi putih kekuningan, membentuk zona konsentris

Atas licin, bawah berpori

Tidak bertangkai Warna putih kecoklatan, spora berwarna coklat

G. applanatum3 (Ga3); Tangkahan, TNGL, Langkat

Diameter 45 cm, tebal 1 cm, bentuk kipas, keras, berwarna coklat kehijauan dengan tepi putih kekuningan, membentuk zona konsentris

Atas licin, bawah berpori, tepi agak pipih

Tidak bertangkai Warna putih kekuningan

G. applanatum4 (Ga5); TWA, Sibolangit, Karo

Diameter 12 cm, tebal 1 cm, bentuk ireguler, keras, berwarna coklat dengan tepi coklat, membentuk zona konsentris

Keras dan halus Bertangkai coklat, tebal 0.8-1 cm dan panjang 1.5-2 cm

Warna putih

G. applanatum5 (Ga5); TWA, Sibolangit, Karo

Diameter 5 cm, tebal 0.7 cm, bentuk kipas, keras, berwarna coklat kehitaman dengan tepi coklat, membentuk zona konsentris

Keras dan halus Bertangkai coklat, tebal 0.8-1 cm dan panjang 1.5-2 cm

Warna putih

G. applanatum6 (Ga6); Tangkahan, TNGL, Langkat

Diameter 15 cm, tebal 0.7 cm, bentuk ireguler, keras, berwarna coklat kemerahan dengan tepi coklat kemerahan, membentuk zona konsentris

Keras dan berlekuk-lekuk

Tidak bertangkai Warna putih

G. applanatum7 (Ga7); Telaga, Langkat

Diameter 10 cm, tebal 0.7-1 cm, bentuk semi sirkuler, keras, berwarna coklat kemerahan dengan tepi coklat kemerahan, membentuk zona konsentris

Keras dan halus Tidak bertangkai Warna putih

Ganoderma sp. (Gsp); TWA, Sibolangit, Karo

Diameter 4.5 cm, tebal 0.5 cm, bentuk semi sirkuler, keras, berwarna hitam kehijauan dengan tepi hitam kehijauan, membentuk zona konsentris

Keras dan berlekuk-lekuk

Bertangkai coklat kehijauan; tebal 0.3 cm dan panjang 7 cm

Putih, jika ditoreh berwarna merah

G. tsugae (Gt); Telaga, Langkat

Diameter 16 cm, tebal 0.5 cm, bentuk semi sirkuler, keras, berwarna merah kehitaman dengan tepi kekuningan, membentuk zona konsentris

Halus dan berkilat Tidak bertangkai Warna putih

G. lucidum1 (Gl1);

TWA Sibolangit, Karo.

Diameter 10 cm, tebal 0.5 cm, bentuk ireguler seperti kipas atau ginjal, tidak sekeras G. applanatum, berwarna merah kecoklatan dengan tepi merah kehitaman, membentuk zona konsentris

Halus dan berkilat Bertangkai, warna seperti tudung; tebal 1-1.5 cm dan panjang 4.5 cm

Warna coklat kemerahan; spora berwrna coklat dengan permukaan agak kasar

G. lucidum2 (Gl2); Kampus USU, Medan

Diameter 10 cm, tebal 0.5 cm, bentuk ireguler, tidak sekeras G. applanatum, berwarna merah kecoklatan dengan tepi merah kehitaman, membentuk zona konsentris

Halus dan berkilat Bertangkai, warna seperti tudung; tebal 1-1.5 cm dan panjang 4.5 cm

Warna coklat kemerahan

G. bonninense

(Gb); Marihat

Diameter 7.5 cm, tebal 0.5-1 cm, bentuk semi sirkuler, tidak terlalu keras (rapuh), berwarna coklat kemerahan dengan tepi putih kekuningan, membentuk zona konsentris

Licin dan berkilat Bertangkai, warna coklat kemerahan; tebal 1-1.5 cm dan panjang 7 cm

Warna putih kecoklatan

G. applanatum, dan diduga sebagai sub spesies Ganoderma. Untuk dapat memastikan variasi ini terjadi dilakukan analisis genom. Satu isolat Ganoderma belum diketahui spesiesnya, namun

(5)

Gambar 1. Profil DNA Ganoderma spp. hasil amplifikasi dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4

Analisis keragaman genetik Ganoderma Amplifikasi dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4 pada semua contoh Ganoderma termasuk kultivasi spora G. lucidum DXN sebagai kontrol positif menghasilkan satu pita tunggal dengan besar ≈ 600 bp (Gambar 1). Hasil ini menunjukkan bahwa semua Ganoderma yang diuji dengan metode ini menunjukkan kesamaan genetik. Dari kenyataan ini diharapkan bahwa senyawa aktif yang terdapat dalam semua isolat yang dikoleksi dari berbagai tempat di Sumatera Utara termasuk isolat G. lucidum DXN juga sama. Dengan demikian isolat-isolat lokal memiliki potensi setara dengan isolat komersial. Bagaimanapun pengujian terhadap senyawa berkhasiat obat tetap perlu dilakukan.

Penggunaan primer ITS1 dan ITS4 yang merupakan primer khusus untuk mengamplifikasi daerah ITS didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya bahwa pasangan primer ITS1 dan ITS4 telah sukses digunakan untuk mengamplifikasi daerah ITS dari fungi Pythium spp. (Matsumoto, et al., 1999) dan Botryospaeria spp. (Ogata, et al., 2000). Jumlah pita yang sama dengan jumlah sampel mengartikan bahwa pasangan primer ini hanya mengamplifikasi satu fragmen DNA pada setiap sampel jamur. Dari sini

diketahui bahwa teknik ini tidak mampu membedakan variasi yang terjadi antar spesies dalam genus Ganoderma.

Perbedaan lokasi pengambilan sampel ternyata tidak mempengaruhi besar dan jumlah pita yang teramplifikasi. Hasil serupa juga diamati oleh Dunham (2000) yang mengkoleksi jamur ektomikoriza T. matsutake dari Korea, Jepang, Cina, dan Amerika Utara yang memperoleh profil pita yang monomorfik.

Kesimpulan

(6)

Saran

Untuk lebih memastikan khasiat obat dari Ganoderma yang berhasil dikumpulkan, perlu dilakukan uji khasiat obat. Uji toksisitas juga perlu dilakukan untuk memastikan keamanan Ganoderma yang akan digunakan untuk tujuan pembuatan obat.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Depdiknas yang telah memberikan dana melalui proyek Penelitian Dasar nomor kontrak 55/P2IPT/DPPM/PID/III/ 2004. Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Research Center for Microbial Diversity, FMIPA, IPB.

Daftar Pustaka

Adaskaveg, J.E. and R.L. Gilberton. 1988. Basidiospores, pilocystidia, and other basidiocarp characters in several species of the Ganoderma lucidum complex. Mycologia 80:493-507.

Ahmed, A.O.A., M.M. Mukhtar, M. Kools-Sijmons, A.H. Fahal, S. De Hoog, van den B.G. Ende, E.E. Zijlstra, H. Verbrugh, E.S. Abugrou, A.M. Elhassan and van A.Belkum. 1999. Development of a species-specific PCR-restriction fragment length polymorphism analysis procedure for identification of Madurella mycetomatis. J Clin Microbiol. 37:3175–3178.

Alexopoulos, C.J. and C.W. Mimn. 1979. Introductory mycology. John Wiley & Sons, Inc., New York. pp. 446-469.

Arora, D. 1996. Mushrooms demystified. 2nd. edition. Ten Speed Press, Berkeley.

Bessette, A.E., A.R. Bessette and D.W. Fischer. 1997. Mushrooms of Northern North America. Syracuse University Press.

Boh, B., D.Hodžar, D. Dolničar, M. Berovič and F. Pohleven. 2000. Isolation and quantification of triterpenoid acids from Ganoderma applanatum of Istrian origin. Food Technol. Biotechnol. 38: 11–18.

Dunham, M. 2000. Potential of fungi used in traditional Chinese medicine: II Ganoderma.

http://www.oldkingdom/UG- projects/Mark-Dunham/Mark-Dunhamhtml. 02/04/2004.

Gonzalez, P. and J. Labarè. 2000. Phylogenetic relationships of Pleurotus species according to the sequence and secondary structure of the mitochondrial small-subunit rRNA V4, V6 and V9 domains. Microbiol. 146:209–221.

Hamelin, R.C., P. Bérubé, M. Gignac and M. Bourassa. 1996. Identification of root fungi in nursery seedlings by nested multiplex PCR. Appl. Environ. Microbiol. 11:4026-4031.

Henry, T., P.C. Iwen and S.H. Hinrichs. 2000. Identification of Aspergillus species using internal transcribed spacer regions 1 and 2. J. Clin. Microbiol. 38: 1510–1515.

(7)

Jorgensen, R.A., R.E. Cueller, W.F. Thomson and T.A. Kavanagh. 1987. Structure and variation in ribosomal RNA gene of Pea. Plant Mol. Biol. 8:3-12.

Largent, D.L. and H.D. Their. 1977. How to Identify Mushrooms to Genus II: Field Identification of Genera. Mad River Press Inc., California.

Largent, D.L. 1986. How to Identify Mushrooms to Genus I: Macroscopic Features. Mad River Press Inc., California.

Matsumoto, C., K. Kageyama, H. Suga and M. Hyakumachy. 1999. Phylogenetic relationship of Phytium species based on ITS and 5.8S sequences of the ribosomal DMA. Mycosciences 40:321-331.

McCulloug, M.J., K.V. Clemons, J.H. McCusker and D.A. Stevens. 1998. Intergenic transcribed spacer PCR ribotyping for differentiation of

Saccharomyces species and

interspecific hybrids. J. Clin Microbiol. 36:1035–1038.

Moncalvo, J.M., H.F. Wang and R.S. Hseu. 1995. Gene phylogeny of Ganoderma

lucidum complex based on ribosomal DNA sequences comparison with traditional taxonomic characters. Mycological Research 99:1489-1499.

Nurtjahja, K. and N. .Priyani. 2001. Analisis kadar logam sporokarp cendawan pada areal sekitar Laboratorium FMIPA dan areal marginal kampus USU. Promotor 3:1-10.

Ogata, T., T. Sano and Y. Harada. 2000. Botryospaeria spp. isolated from apple and several deciduous fruit trees are divided into three groups based on the production of warts on twigs, size of conidia, and nucleotide sequences of nuclear ribosomal DNA ITS regions. Mycosciences 41:331-337.

Pacioni, G. 1981. Guide to mushrooms. A fireside book, Simon and Schuster Inc., New York.

Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual. 2nd

ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Gambar

Tabel 1.  Karakterisasi morfologi Ganoderma spp. dari Hutan Taman Wisata Alam Sibolangit, Hutan Taman Nasional Gunung Leuser dan Medan
Gambar 1. Profil DNA Ganoderma spp. hasil amplifikasi dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul dari Tesis ini adalah “Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Tanaman Tebu ( Saccharum spp .) di Sumatera Utara Berdasarkan Marka RAPD ( Random Amplified Polymorphism

Deskripsi : diameter tubuh buah 0,5-5 cm, tertanam dalam tanah, sebagian di permukaan tanah, bentuk seperti mangkok dengan tepi yang menggulung (inrolled), warna permukaan luar

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap, pertama mengkaji karakter fisiologi dari 15 isolat Trichoderma, dengan paramete yang diamati adalah potensial germinasi

Tujuan penelitian ini adalah menentukan variasi dalam sekuens DNA dan matriks kesamaan gen matK antar tanaman tomat dari beberapa tempat di Sulawesi, membandingkan sekuens- sekuens

Secara spesifik varietas unggul baru ini menunjukkan tingkat pertumbuhan awal yang cepat, pada umur vegetatif maksimum telah menunjukkan kadar gula total (TSAI) yang tinggi

Early assessment of genetic fidelity in sugarcane (Saccharum officinarum) plantlets regenerated through direct organogenesis with RAPD and SSR markers.. Keragaman genetik

Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6 -. 7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari 8,5 atau

Hasil Survey yang dilakukan di Kecamatan Percut Sei Tuan di 5 Desa yaitu Desa Percut, Sampali, Bandar Khalifah, Saentis dan Amplas menunjukkan bahwa terdapat beberapa