PEMANFAATAN CITRA LANDSAT TM 5 DALAM
IDENTIFIKASI HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN
SIBOLANGIT, PANCUR BATU DAN NAMO RAMBE
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh:
NAJMI KHAIRIAH RAMBE 051201001 / MANAJEMEN HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pemanfaatan Citra Landsat TM 5 Dalam Identifikasi Hutan
Rakyat di Kecamatan Sibolangit, Namo Rambe dan Pancur
Batu Kabupaten Deli Serdang
Nama : Najmi Khairiah Rambe
NIM : 051201001
Departemen : Kehutanan
Program Studi : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh
Komisi Dosen Pembimbing
Ketua Anggota
Bejo Slamet, S. Hut, M.Si Oding Affandi , S. Hut, M.P
NIP. 19750709 200003 1 002 NIP. 19730603 200003 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Kehutanan
Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar,MS
ABSTRAK
NAJMI KHAIRIAH RAMBE. Pemanfaatan Citra Landsat TM 5 Dalam Identifikasi Hutan Rakyat Di Kecamatan Sibolangit, Namo Rambe dan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh Bejo Slamet, S. Hut, M.Si dan Oding Affandi, S.Hut, M.P.
Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dari tahun ke tahun adalah kerusakan hutan yang semakin meningkat jumlahnya. Dalam mengantisipasi semakin luasnya kerusakan hutan tersebut, perlu ditempuh langkah yang tepat yang melibatkan berbagai pihak termasuk diantaranya masyarakat seperti pengelolaan hutan berbasis kerakyatan seperti yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang. Namun seperti yang kita ketahui bahwa data potensi dan penyebaran hutan rakyat belum mendukung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola spasial dan potensi hutan rakyat di Kec. Sibolangit, Pancur Batu, dan Namorambe Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 9 kelas penutupan lahan yaitu lahan terbuka, badan air, semak, sawah, pemukiman, hutan rakyat campuran, hutan rakyat monokultur, hutan rakyat agroforestri dan hutan alam. Luas total penelitian dari 3 kecamatan adalah 38.225,07 Ha yang terdiri dari Kecamatan Sibolangit 17.781,62 Ha, Kecamatan Pancur Batu 12.225,34 Ha dan Kecamatan Namo Rambe 8.218,10 Ha.
Dari hasil penelitian ini di dapat 3 bentuk hutan rakyat yang terdiri dari hutan rakyat campuran, hutan rakyat agroforestry dan hutan rakyat monokultur. Potensi hutan rakyat campuran lebih banyak terdapat di Kecamatan Sibolangit sebesar 1.193, 29 Ha dengan volume pohon 128.021, 66 m3, hutan rakyat agroforestri lebih banyak terdapat di Kecamatan Pancur Batu sebesar 437,45 Ha dengan volume pohon 44.411, 99 m3 dan hutan rakyat monokultur lebih banyak terdapat di Kecamatan Sibolangit sebesar 84, 93 Ha dengan volume pohon 20.891, 07 m3 sekitar 49,28 %. Pola spasial yang terdapat di hutan rakyat Kecamatan Sibolangit, Pancur batu dan Namo Rambe adalah pola menyebar dan mengelompok.
Kata Kunci : Hutan Rakyat, Potensi, Pola Spasial
ABSTRACT
Indonesia had been faced the broken forest which happen year by years and the value getting higher during the times. In anticipate the problem of broken forest become not widely, needing perfect step which in fault many elements including the society itself, like the useful farm forestry like viewed in Deli Serdang territory. However like we know the data that getting doesn’t potential in supporting that action. The animed of this research is to adentify spatial type and the potential of farm forestry at Sibolangit, Pancur Batu and Namo Rambe in Deli Serdang territory. The result of this research indicate there are 9 land use surface they are the opening land, the body water, busk, field, residence, polyculture, the monoculture forest, the agroforestry and the nature forest. Total wide of the research from 3 regions is 38.225,07 hectare, they are Sibolangit region 17.781,62 Ha, they are Pancur Batu 12.225,34 Ha and the Namo Rambe 8.218,10 Ha. Based this research can be formed three type of public forest that contenting the polyculture forest, the agroforestry and the monoculture forest. Potencies farm forestry much getting on Sibolangit region as much as 1.193, 29 Ha with tree volume 128.021, 66 m3, the agroforestry much in Pancur Batu region 437,45 Ha with tree volume 44.411, 99 m3 and the monoculture forest much can seen in Sibolangit at 84, 93 Ha with tree volume 20.891, 07 m3. the spatial type that can seen in Sibolangit, Pancur Batu and Namo Rambe is the spreading type and grouping.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Balige Tanggal 12 Januari 1987, dari ayah Drs. Amir
Hamzah Rambe, SH dan ibu Hj. Ris Inani Lubis, SAg. Penulis merupakan putri
ke-tiga dari empat bersaudara
Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negeri Teratai Medan, pada tahun 2003
lulus dari Sekolah Menengah Pertama (MTs) Negeri 1 Medan.
Tahun 2005 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum (MAN) Negeri 3
Medan dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk USU melalui jalur Pemanduan
Minat san Prestasi (PMP). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan,
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan
organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS)–USU sebagai anggota dan
menjadi anggota Badan Kenaziran Mushalla (BKM) Baitul Asjjar Departemen
Kehutanan USU di bidang dakwah.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di KPH Bandung
Utara Unit III Jawa Barat dan Banten, Propinsi Jawa Barat selama 2 (dua) bulan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini
dapat selesai sebagai mana mestinya. Skripsi ini berjudul “ Pemanfaatan Citra
Landsat TM 5 Dalam Identifikasi Hutan Rakyat di Kecamatan Sibolangit, Namo
Rambe dan pancur Batu Kabupaten Deli Serdang “. Skripsi ini merupakan syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Selama melaksanakan penelitian hingga penyusunan skripsi ini selesai,
banyak bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut
terutama kepada :
1. Bapak Bejo Slamet, S.Hut, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing
(Dosen Pembimbing I).
2. Bapak Oding Affandi S.Hut, M.P selaku Anggota Komisi Pembimbing
(Dosen Pembimbing II).
3. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku Ketua Departemen
Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
4. Staf pengajar dan para pegawai di Departemen Kehutanan USU.
5. Kedua orangtuaku tercinta Ayahanda Drs. Amir Hamzah Rambe, SH dan
Ibunda Hj. Ris Inani Lubis SAg sebagai sumber kekuatan dan pemberi
6. Saudara-Saudariku tercinta yakni Kakak Zulfa Rahmi, Abang M.Husnul
Hafiz SP dan Adikku M.Miftahul Ihsan yang selalu memberikan dukungan
dan semangat selama ini.
7. Para sahabatku yaitu Jihan, Ranmi, Pepi, dan seluruh anak-anak
Manajemen Hutan Stambuk 2005 dan Kakanda Diah.
8. Teristimewa buat Abang Ahmad Zailani Lubis S.Hut atas bantuannya dan
dukungannya selama ini.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya atas jasa-jasa yang telah diberikan
kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang Kehutanan.
Medan, Agustus 2009
DAFTAR ISI
Hutan Kemasyarakatan ... 10
Sistem Informasi Geografis ... 11
Penginderaan Jarak Jauh ... 12
Karakteristik Citra Landsat TM ... 14
Tutupan Lahan ... 15
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 17
METODE PENELITIAN ... 21
Pengolahan Data Lapangan ... 34
Analisis Spasial ... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN... 41
Tipe Tutupan Lahan ... 41
Analisis Visual ... 42
Klasifikasi Terbimbing ... 44
Penutupan Lahan ... 47
KESIMPULAN DAN SARAN... 56
Kesimpulan ... 56
Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA... 58
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Karakteristik Citra TM ... 152.
Data Tutupan Lahan Kabupaten Deli Serdang ... 183.
Klasifikasi NDVI ... 284.
Hasil Separabilitas Pengklasifikasian Tutupan Lahan ... 455.
Nilai Akuarasi Pengklasifikasian Tutupan lahan ... 466.
Persentase Tutupan Lahan ... 497.
Nilai NDVI Berdasarkan Klasifikasi Tutupan Lahan di Lapangan ... 528.
Volume Pohon Hutan Rakyat Berdasarkan NDVI ... 52DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta BatasAdministrasi Kabupaten Deli Serdang ... 20
2. Tahapan Analisis Citra ... 26
3. Menu untuk Penentuan Area of Intersest ... 29
4. Pembuatan Signature Editor ... 29
5. Penentuan Kolom yang Dipergunakan dalam Signature Editor ... 29
6. Pembuatan Training Area ... 31
7. Penyimpanan AOI Layers yang Telah Dibuat ... 31
8. Signature Name, Pewarnaan Objek dan Jumlah Piksel yang Digunakan 31 9. Evaluasi Separabilitas Antar Training Area ... 32
10. Hasil Evaluasi Separabilitas ... 32
11. Tampilan New Set ... 36
12. Tampilan Summarized ... 36
13. Tampilan Add Field ... 37
14. Tampilan Layout Peta ... 38
15. Tampilan Pengaktifan Graticules & Measured Grids ... 38
16. Tampilan Graticules & Measured Grids ... 39
17. Tampilan Pembuatan Peta ... 40
18. Tutupan Lahan Riil yang Dijadikan Training Area (A) Lahan Terbuka, (B) Badan Air, (C) Sawah, (D) Semak dan (E) Pemukiman ... 41
19. Tutupan Lahan Riil yang Dijadikan Training Area (F) Kelapa Sawit, (G) Hutan Alam, (H) Hutan Rakyat Agroforestry, (I) Hutan Rakyat Campuran ... 42
20. Analisis Visual Citra Landsat TM ... 44
21. Pola Tanam Hutan Rakyat Campuran antara Pohon Duku, Durian, Karet, Pinang dan Pisang di Deli Serdang ... 48
22. Pola Tanam Hutan Rakyat Monokultur Pohon Rambutan di Deli Serdang 49 23. Pola Tanam Hutan Rakyat Agroforestry antara Tanaman Kehutanan (Duku, Sengon, Jati) dan Tanaman Pertanian (Jagung, Ubi Kayu) serta antara Tanaman Perkebunan (Pinang, Pisang) di Deli Serdang ... 49
24. Peta Penutupan Lahan ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan komunitas yang akan tetap menjadi perhatian saat ini
maupun dimasa mendatang. Karena fungsinya sebagai paru-paru dunia, yang
mampu mengubah karbondioksida menjadi oksigen, serta mencegah terjadinya
bencana erosi dan banjir. Selain itu hutan juga mampu menghasilkan komoditi
yang cukup tinggi nilainya. Oleh karena itu, permasalahan yang kemudian
dihadapi oleh Indonesia adalah kerusakan hutan yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat jumlahnya.
Laju kerusakan hutan perlu diantisipasi dengan langkah yang tepat yang
melibatkan berbagai pihak termasuk diantaranya masyarakat yang tinggal
disekitar hutan untuk berperan secara aktif dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dari seluruh aktifitas kehutanan. Hal
tersebut penting, mengingat masyarakat asli (masyarakat adat) Indonesia telah
sejak lama menjadikan hutan sebagai tempat mereka untuk mengembangkan
kehidupan, menjalankan kegiatan religius serta bagian dari proses tatanan adat
istiadat. Disamping itu hutan juga berfungsi sebagai tempat untuk proses kegiatan
ekonomi masyarakat asli sesuai dengan batas yang telah mereka sepakati bersama
(Awang, dkk, 2002).
Berkurangnya potensi fungsi di hutan alam; pohon-pohon di luar kawasan
hutan dapat menjadi alternatif menggantikan fungsi hutan tersebut. Salah satu
alternatif yang dimaksud adalah hutan rakyat yang secara mandiri atau dibantu
arti penting dalam pengembangan pengelolaan hutan rakyat. Dengan mengetahui
potensi hutan rakyat maka akan dapat ditentukan beberapa tindakan yang terkait
dengan kelestarian hutan rakyat, bahkan hasil hutan kayu dan non kayu dari hutan
rakyat dapat ditingkatkan. Parameter yang dapat digunakan untuk menyatakan
potensi hutan rakyat adalah luas, volume kayu, dan jumlah pohon baik dari jenis
yang mendominasi maupun dari jenis yang lain. Namun demikian, sampai saat ini
data dan potensi hutan rakyat, khususnya di Kabupaten Deli Serdang, belum
banyak diketahui dan belum dianggap sebagai salah satu sumberdaya yang
mampu menggantikan fungsi hutan alam produksi. Oleh karena itu diperlukan
suatu kajian tentang potensi dan kondisi hutan rakyat, serta menyusun sistem
informasi tentang hutan rakyat, sehingga hutan rakyat dapat dikelola secara lestari
(Awang,dkk, 2001).
Penelitian mengenai hutan rakyat dan karakteristiknya penting untuk
dilakukan mengingat konstribusi dan peranan hutan rakyat yang cukup besar
dalam fungsi produksi material dan penghasilan jasa lingkungan. Berkaitan
dengan hal tersebut, diperlukan suatu sistem yang mampu dengan cepat dan
akurat dalam menghasilkan data mengenai potensi dan sebaran hutan rakyat di
berbagai wilayah. Selama ini data yang diperoleh mengenai hutan rakyat hanya
berdasarkan laporan-laporan konvensional saja. Oleh karena itu akan menjadi
tidak mudah bagi seorang pengambil keputusan terutama bagi pengambil
kebijakan dalam pengelolaan hutan. Untuk mengatasi masalah yang demikian
maka perlu adanya suatu penelitian yang memanfaatkan teknologi sistem
informasi geografis dan juga penginderaan jarak jauh yang dapat mengatasi
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pola spasial dan potensi
hutan rakyat di Kecamatan Sibolangit, Pancur Batu dan Namo Rambe Kabupaten
Deli Serdang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi potensi
sumber daya hutan rakyat di Kabupaten Deli Serdang yang berguna dalam
mendukung kegiatan operasional, pengendalian manajerial, dan perencanaan
strategis pengelolaan hutan rakyat yang terintegrasi dan lestari.
Perumusan Masalah
Keberadaan hutan sangat mutlak bagi kehidupan masyarakat didalam
sekitar hutan. Kehidupan masyarakat tersebut bergantung dari keberadaan dan
hasil hutan yang mereka peroleh. Keberadaan hutan rakyat sudah menunjukkan
hasil-hasil yang positif, baik ditinjau dari sisi ekologinya (tata air,
keanekaragaman hayati, pelindung/konservasi tanah dan sebagainya) maupun
sebagai kontribusi pendapatan rumah tangga petani/masyarakat. Oleh karena itu,
hal ini harus mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak, khususnya
pemerintah.
Potensi kayu di hutan rakyat memiliki arti penting dalam pengembangan
pengelolaan hutan rakyat. Dengan mengetahui potensi hutan rakyat maka akan
dapat ditentukan beberapa tindakan yang terkait dengan kelestarian hutan rakyat,
Berbagai bentuk dan pola hutan rakyat secara spasial memiliki perbedaan
dan karakteristik yang unik. Informasi sangat penting sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan perencanaan, pengelolaan, dan monitoring hutan
rakyat. Akan tetapi data dan informasi ini belum terkelola dengan baik, sehingga
proses perencanaan, pengelolaan dan monitoring hutan rakyat belum optimal.
Salah satu kendala dalam perencanaan dan monitoring pengelolaan hutan rakyat
adalah ketersediaan informasi penting tentang sumberdaya hutan rakyat, dimana
ketersedian informasi ini akan sangat menunjang dalam kegiatan operasional,
pengendalian manajerial, dan perencanaan strategis pengelolaan hutan rakyat.
Dengan menggunakan sistem informasi, pengelolaan hutan rakyat akan memiliki
keunggulan kompetitif untuk pencapaian tujuan pengelolaan yang optimal dan
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan
Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 menyebutkan bahwa
hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan atau lingkungannya, yang
satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut statusnya (sesuai
dengan Undang-Undang Kahutanan), hutan hanya dibagi kedalam 2 kelompok
besar yaitu : (1). Hutan Negara, hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani
hak atas tanah, dan (2). Hutan hak, hutan yang dibebani hak atas tanah yang
biasnya disebut sebagai hutan rakyat
Hutan secara singkat dan sederhana didefenisikan sebagai suatu ekosistem
yang didominasi oleh pohon. Dalam buku The Dictionary of Forestry yang diedit
oleh John A.Helms (1998 :70), forest (hutan) diberi pengertian sebagai berikut :
An ecosystem characterized by a more or less and extensive terr cover, often
consisting of stands varying in characteristics such as species composition,
structure, age class, and associated processes, and commonly incluiding
meadows, streams, fish, ang wildlife (suatu ekosistem yang dicirikan oleh
penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, seringkali terdiri dari
tegakan-tegakan yang beragam cirri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, klas
umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput,
Hutan Bagian Sumber Daya Alam
Secara umum klasufikasi sumber daya alam (SDA) terbagi kedalam
bentuk yaitu : (1) lahan pertanian (2) hutan dengan aneka ragam hasilnya (3)
lahan alami untuk keindahan, rekreasi atau untuk penelitian ilmiah (4) perikanan
darat dan perikanan laut (5) sumber mineral bahan bakar dan non-bahan bakar (6)
sumber energi non-mineral misalnya panas bumi, tenaga surya, angin, sumber
tenaga air, gelombanng pasang dan sebagainya (Zain, 1997).
Sumber daya hutan di Indonesia juga harus dapat berperan dalam
pengembangan sistem tata lingkungan dunia maupun kepentingan lain yang
menyangkut sumber daya hutan. Dunia internasional mengakui dan telah
membuktikan bahwa sumber daya hutan di Indonesia yang tergolong dalam
wilayah tropis adalah masih murni dan sangat potensional ditinjau dari berbagai
sudut. Oleh karena itu bentuk perubahan yang terjadi pada sumber daya alam
hutan di Indonesia akan sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi
perdagangan, industri terutama keseimbangan lingkungan hidup. Dengan
demikian sangat beralasan apabila sumberdaya hutan di Indonesia dijaga
kelestariannya dari perusakan (Pamulardi, 1994).
Hutan sebagai bagian dari sumberdaya alam nasional memiliki arti dan
peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan
lingkungan hidup. Telah diterima sebagai kesepakatan internasional bahwa hutan
yang berfungsi penting bagi kehidupan dunia, harus dibina dan dilindungi dari
berbagai tindakan yang berakibat rusaknya ekosistem dunia (Zain, 1997).
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu : berupa manfaat
tersebut diperoleh apabila hutan masih terjamin ekstensinya sehingga dapat
berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi ekonomi dan sosial dari hutan
akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya alam berupa
hutan seiring dengan upaya pelesterian guna mewujudkan pembangunan nasional
berkelanjutan (Zain, 1997).
Hutan Rakyat
Hutan rakyat dalam pengertian menurut peraturan perundang-undangan
(UU No.41/1999) adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak
milik. Defenisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu yang
tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam
pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat
berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan
masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat) (Suhardjito, 2000).
Pengertian hutan rakyat harus diperluas dan diakui sebagai model
pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia. Hutan rakyat adalah hutan rakyat
yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan
individu, bersama, lahan adat maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan
rakyat terdiri dari suatu ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu,
satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim, peternakan, barang dan jasa,
serta rekreasi alam. Bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif
masyarakat adalah antara lain hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat
campuran khepong adat, khepong campuran, hutan rakyat suren di Bukit Tinggi
Hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang
dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya juga hutan rakyat disebut hutan
milik. Hutan rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total ini tetap
penting karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan
masyarakat, juga penting bagi pemiliknya sebagai sumber pendapatan rumah
tangga, disamping hasil-hasil lain seperti buah-buahan daun, kulit kayu, biji dan
sebagainya (Suhardjito, 2000).
Menurut jenis tanamannya, Lembaga Penelitian IPB (1983) membagi
hutan rakyat kedalam tiga bentuk, yaitu:
1. Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri
dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau
monokultur.
2. Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari
berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.
3. Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk
usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya
seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain
yang dikembangkan secara terpadu.
Pengelolaan Hutan Rakyat
Menurut Simon (1998), perkembangan teori pengelolaan hutan rakyat
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu kategori kehutanan
konvensional dan kehutanan modern (kehutanan sosial). Teori pengelolaan hutan
timber extraction (TE) dan perkebunan kayu atau timber management (TM).
Sementara itu yang termasuk kedalam golongan kehutanan sosial adalah
pengelolaan hutan sebagai sumber daya atau forest resource management (FRM)
dan pengelolaan hutan sebagai ekosistem atau forest ecosystem management
(FEM). Keempat teori pengelolaan hutan tersebut, secara evolutif berkembang,
sejak dari mulai penerbangan kayu (TE) hingga sampai pada pengelolaan
ekosistem hutan (FEM) (Awang,dkk, 2001).
Hutan rakyat dikelola oleh masing-masing pemilik dengan basis sistem
hutan rakyat (SHR). Istilah ini memang belum banyak dikenal dalam literatur atau
berbagai macam penelitian oleh mahasiswa dan staf peneliti lainnya. Selama ini
hutan rakyat hanya dilihat sebagai kumpulan pohon-pohon yang tumbuh dan
berkembang di atas lahan milik rakyat. Sehingga banyak dijumpai dalam
kalkulasi-kalkulasi ekonomi hutan rakyat yang kurang muncul kepermukaan
adalah soal yang berkaitan dengan hasil kayu saja. Harus diakui pula bahwa
diantara pengertian hutan rakyat dan sistem hutan rakyat masih harus
diperdebatkan, tetapi harus disesuaikan dengan konteks sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat setempat. Fakultas kehutanan tentang hutan rakyat, sering kali
menghitung kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan keluarga
tani. Umumnya perhitungan pendapatan hutan rakyat tersebut hanya berasal dari
unsur kayunya saja. Hal ini terjadi karena komoditi yang dilihat dari hutan rakyat
Pekarangan
Pekarangan merupakan satu hamparan sistem penggunaan lahan yang
terletak di sekiitar tempat tinggal petani. Ragam komoditi dapat dijumpai di
pekarangan seperti tanaman kayu perkakas, tanaman kayu bakar, tanaman
buah-buahan, tanaman perkebunan, tanaman obat-obatan dan tanaman pangan. Dengan
demikian sistem pekarangan ini sungguh dapat dijadikan cadangan atau bank bagi
kepentingan keberlangsungan hidup keluarga petani. Dalam pekarangan petani ini
tanaman kayu-kayuan merupakan bagian penyusun sistem pekarangan tersebut.
Dari uraian ini menjadi semakin jelas bahwa batasan antara pekarangan dan hutan
rakyat sulit dibedakan secara tegas. Tetapi jika dalam hutan rakyat tersebut yang
dimaksudkan hanya komoditas kayu-kayuan saja, maka sudah dapat dipastikan
bahwa dalam konteks pekarangan, hutan rakyat kayu itu pasti merupakan bagian
dari sistem pekarangan tersebut. Pemahaman ini berimplikasi kepada bagaimana
pengelolaan hutan rakyat kayu yang berada dalam sistem pekarangan
(Awang, dkk, 2002).
Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung disekitar
rumah, dengan batas-batas jelas, ditanami satu atau berbagai jenis tanaman keras,
semusim, dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan atau fungsional dengan
rumah yang bersangkutan (Awang,dkk, 2001).
Hutan Kemasyarakatan
Hutan kemasyarakatan adalah terjemahan dari Community Forestry yang
diartikan sebagai salah satu bentuk perhutanan sosial yang dilaksanakan didalam
yang ditujukan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan dengan tetap
memperhatikan kelestarian hutannya.
Istilah hutan masyarakat mulai diperbincangkan dalam seminar PERSAKI
pada tahun 1985 dan pola pengembangannya dijabarkan oleh Direktorat
Penghijauan dan Pengendalian Perladangan tahun 1986. Hutan kemasyarakatan
mulai dikembangkan pada Repelita Kelima (1989/1990 s/d 1993/1994). Dalam
dokumen Repelita Kelima disebutkan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perlu diusahakan agar kawasan hutan mampu memberikan manfaat
kepada masyarakat sekitarnya dalam jumlah yang lebih banyak dan mutu yang
lebih baik melalui hutan kemasyarakatan atau hutan sosial yang dikembangkan di
sekitar desa-desa dan dikelola oleh organisasi sosial masyarakat secara mandiri
(Awang dkk, 2001).
Sistem Informasi Geografis
Geographic Information System (GIS) atau sistem informasi geografis.
merupakan suatu alat yang dapat igunakan untuk mengelola (input, manajemen,
proses dan output) data spasial dan data yang bereferensi geografis. Setiap data
yang merujuk lokasi dipermukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial
berefensi geografis. Misalnya, data kepadatan penduduk suatu daerah, data
jaringan jalan suatu kota, data distribusi lokasi pengambilan sampel dan
sebagainya (Nuarsa, 2004).
Pada suatu sistem SIG komprehensif, minimum terdapat dua sub sistem
yang berkaitan dengan basis data. Hal tersebut ialah subsistem penyimpanan data,
pemanggilan kembali serta subsistem analis. FAO (1986) memberikan petunjuk
pengolahan informasi untuk negara-negara sedang berkembang, yang melibatkan
contoh-ontoh penggunaan data pengideraan jarak jauh (misalnya di Brazil dan di
India) (Howard, 1996).
Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer
dibandingkan dengan metode pembuatan peta tradisional dan masukan data
manual atau informasi manual adalah memperkecil kesalahan manusia,
kemampuan memanggil kembali peta tumpangsusun dari simpanan data SIG
secara cepat, menggabungkan tumpangsusun tersebut, tetapi penggabungan batas
agak sulit, dan untuk memperbaharui dengan memperhatiakan perubahan
lingkungan data statistik dan batas-batas dan area yang nampak pada peta.Saat ini
penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk pembuatan peta tematik kota
dan memberikan revisi peta-peta tersebut (Howard, 1996).
Penginderaan Jarak Jauh
Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan
menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat
dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah atau fenomena
yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi atau agihan energi
elektromagnetik (Lillesand and Kiefer, 1990).
Penginderaan jauh adalah identifikasi dan pengkajian obyek-obyek pada
jarak jauh dengan menggunakan energielektromagnetik yang dipantulkan atau
yang berbeda termasuk kamera yang terkenal untuk mengenali dan mengukur
obyek-obyek, masing-masing menggunakan suatu bagian yang berbeda dari
spektrum elektromagnetik (Paine, 1992).
Dalam terapan penginderaan jauh, maka ahli kehutanan dan geologi telah
menggunakan secara operasional dalam pengumpulan data selama
bertahun-tahun. Kadang-kadang sistem penginderaan jauh dapat memberikan data spesifik
yang tidak dapat diperoleh dari sumber data lainnya; tetapi penginderaan jauh
dapat digunakan untuk mengumpulkan data tanpa banyak kerja lapangan dengan
hasil yang lebih cepat dan murah. Saat ini hampir tidak mungkin inventarisasi
hutan dilakukan dengan tanpa menggunakan data penginderaan jauh
(Howard, 1996).
Di dalam tiap pendekatan untuk penginderaan jauh, yang harus dipilih
bukan hanya paduan yang tepat antara pengumpulan data dan teknik interpretasi
data melainkan juga paduan yang tepat antara teknik penginderaan jauh dan
teknik ”konvensional” juga harus ditemukan. Para mahasiswa harus memahami
bahwa penginderaan jauh merupakan suatu alat yang paling baik bila dipadukan
dengan teknik lain bukan merupakan alat mandiri. Meskipun demikian
penginderaan jauh digunakan secara tepat, kita sering dapat memperoleh
gambaran lingkungan sekitar kita yang lebih baik dibandingkan dengan metode
pengamatan yang lain (Lillesand and Kiefer, 1990).
Secara umum penginderaan jauh saat ini diterima tidak hanya terbatas
sebagai alat pengumpul data mentah, tetapi pemprosesan data mentah secara
manual dan terotomasi, dan analisis citra serta penyajian hasil informasi yang
menggunakan spektrum elektromagnetik. Penginderaan jauh tersebut
menggunakan enenrgi yang berfungsi sama dengan sifat cahaya, dan tidak hanya
meliputi spektrum tampak, tetapi juga meliputi spektrum ultraviolet, inframerah
dekat, inframerah tengah, infra merah jauh dan gelombang radio (Howard, 1996).
Karakteristik Citra Landsat TM
Citra Landsat dirancang untuk meliputi daerah yang luas untuk pandangan
secara keseluruhan. Keberadaan atau arti ciri-ciri geologi yang besar tertentu
dapat nampak secara jelas pada citra landsat tetapi mudah diabaikan pada
fotogravi konvensional karena dibutuhkan jumlah foto udara yang banyak untuk
meliputi suatu kawasan yang sama (Paine, 1990).
Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, citra Landsat TM
mempunyai kelebihan lebih baik dari segi resolusi spasial maupun resolusi
spektral, resolusi spasial 30 x 30 meter dan resolusi spektral sebanyak 7 band.
Selain itu kepekaan radiometriknya dengan laju pengiriman data yang lebih cepat
dan fokus penginderaan informasi yang berkaitan dengan vegetasi
(Lo. C.P., 1996).
TM (Thematic mapper) adalah sebuah perangkat scanning mekanis yang
digunakan untuk MMS, tetapi dapat mengubah spektral, spatial dan karakteristik
radiometrik. Ada 7 gelombang yang digunakan, seperti yang tampak pada pada
Tabel 1. Karakteristik Citra TM
Instantaneous field of fiew (IFOV) merupakan fungsi dari ukuran detector,
tinggi sensor dan optik. Pada sensor digital seperti generasi Landsat dan SPOT,
sensor yang merekam kecerahan (brightness) semua obyek yang ada di dalam
IFOV. Dengan kata lain IFOV adalah suatu areal pada suatu permukaan bumi
dalam mana gabungan/campuran brightness suatu permukaan bumi (Jaya, 2009).
TM merupakan sistem yang sangat kompleks yang memerlukan toleransi
pembuatan yang amat kecil dan kontrol mekanis yang tepat pada cermin scanning.
Toleransinya adalah sedemikian kecilnya sehingga tidak mungkin lagi dibuat
penyempurnaan di masa mendatang untuk memperkecil resolusi sampai dibawah
30m. TM tidak merupakan hasil evolusi sistem-sistem Landsat yang sudah ada
(Paine, 1992).
Tutupan Lahan
Pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting
untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan
permukaan bumi. Penggunaan foto udara pankromatik skala menengah untuk
ini, foto udara skala kecil dan citra satelit telah digunakan untuk penggunaan
lahan/penutupan lahan bagi wilayah yang luas.
Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada
dipermukaan bumi. Contoh jenis penutup : bangunan kekotaan, danau, pohon dan
lain-lain. Sebidang lahan tersebut mempunyai penutup lahan yang terdiri dari
atap, permukaan yang diperkeras, rumpu, dan pepohonan
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’
Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur merupakan bagian dari
wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah
2.497,62 Km2 yang terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3.34 persen dari luas Sumatera Utara. Dengan batas-batas
sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.
- Sebelah Selatan berbatasan dergan Kabupaten Karo
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten
Langkat.
Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku
bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan
pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dengan total
jumlah penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan
Penduduknya (LPP) sebesar 2,74 persen dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa
perkilometer persegi.
Kabupaten Deli Serdang memilik sarana dan prasarana transportasi berupa
jalan darat dan kereta api. Disamping itu didukung oleh sarana dan prasarana
utama lainnya seperti listrik, telekomunikasi, air bersih dan Kawasan Industri
Pembangunan Bidang Pelayanan Kesehatan merupakan salah satu prioritas
pembangunan lainnya di Kabupaten Deli Serdang. Dari peningkatan derajad
kesehatan bagi masyarakat, akan memberi dampak kepada peningkatan usia
harapan hidup, penurunan angka kematian ibu hamil, dan angka kematian bayi.
Sektor Pertanian yang meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan dan
holtikultura, perkebunan, peternakan dan kehewanan, perikanan dan kelautan
serta kehutanan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian
daerah Kabupaten Deli Serdang.
Secara rinci, penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang dapat
dibedakan sebagai berikut :
Tabel 2. Data Tutupan Lahan Kabupaten Deli Serdang
- Perkampungan / Pemukiman : 12.907 Ha ( 5,39 % )
Sumber : Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang
Sub Sektor Kehutanan selain dimanfaatkan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, juga telah diupayakan pelestariannya dengan mengajak
masyarakat berpartisipasi untuk melindungi dan melestarikan keberadaan hutan
Sedangkan di sub sektor pertanian tanaman pangan dan holtikultura,
daerah Kabupaten Deli Serdang hingga saat ini merupakan salah satu lumbung
beras dan memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi Propinsi Sumatera
Utara.
Dari 33 obyek wisata yang ada sebelum pemekaran wilayah, saat ini di
Kabupaten Deli Serdang masih tersisa sekitar 24 obyek wisata potensial untuk
dikembangkan menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang baru di Kabupaten
Deli Serdang.Dari 24 obyek wisata, 11 di antaranya telah dikelola sesuai dengan
Perda No. 23 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan
umum, dan 13 obyek wisata lainnya masih merupakan potensi yang belum
dikelola.
Obyek wisata yang ada, sebenarnya memiliki potensi cukup menjanjikan
untuk dikembangkan yang terdiri dari wisata alam, pemandian alam, panorama,
air panas, cagar alam, dan wisata pantai.Beberapa peluang investasi pada
pengembangan pariwisata di Kabupaten Deli Serdang antara lain adalah,
membangun fasilitas penginapan, restoran, kios souvenir, pemasaran
barang-barang souvenir, buah-buahan, perbaikan jalan menuju obyek wisata, fasilitas
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2009 di
Kecamatan Namo Rambe, Pancur batu dan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara. Pengelolaan dan analisis data dilakukan di Laboratorium
Manajemen Hutan Terpadu Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Citra Landsat TM 5 Tahun 2006
Citra landsat TM hasil rekaman sensor Thematic Mapper, yang dipasang
pada Landsat 5. Sistem TM meliputi lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km,
direkam dengan menggunakan tujuh saluran gelombang, yaitu tiga saluran
panjang gelombang tampak, tiga saluran panjang gelombang infra merah dekat
dan satu saluran gelombang inframerah termal.
TM merupakan sistem yang sangat kompleks yang memerlukan toleransi
(kelonggaran) pembuatan yang amat kecil dan kontrol mekanis yang tepat pada
cermin scanning. Toleransinya adalah sedemikian kecilnya sehingga tidak
mungkin lagi dibuat penyempurnaan dimasa mendatang untuk memperkecil
resolusi sampai dibawah 30 m. TM tidak merupakan suatu terobosan besar dalam
2. Data Spasial (data administrasi) Kabupaten Deli Serdang
a. Peta batas desa
b. Peta batas kecamatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Perangkat keras (Hardware) yang digunakan beupa seperangkat personal
computer (PC) dan perangkat lunak (Software) ArcView 3.3 dan ERDAS 9.0.
2. GPS (Global Positioning System) untuk menentukan titik koordinat
dilapangan
3. Kamera Digital untuk mendokumentasikan tutupan lahan di lapangan
4. Meteran untuk mengukur diameter pohon
5. Clinometer untuk menentukan tinggi pohon
6. Alat tulis menulis untuk mencatat data dan informasi yang didapat
7. Tally sheet untuk mencatat data
Prosedur Penelitian
Pengumpulan data meliputi :
a. Citra landsat TM
Analisis citra
Citra Landsat dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh peta
penggunaan lahan (Land Use) dari kawasan yang diteliti. Analisis citra
dapat dilakukan dalam enam tahap yang digambarkan dalam diagram
a. Koreksi Citra
Koreksi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang
sesuai dengan aslinya. Sebab citra hasil rekaman sensor
penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan
oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya
sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali.
Koreksi citra terdiri dari :
Koreksi Geometris
Koreksi geometrik atau rektifikasi merupakan suatu proses
transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu
transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra
output tidak sama dengan posisi input (aslinya) maka
piksel-piksel yang digunakan mengisi citra yang baru harus
diresampling kembali. Resampling adalah suatu proses
melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel pada
sistem grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya.
Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik adalah teknik atau penajaman kontras
citra dengan memperbaiki nilai dari individu-individu piksel
pada citra.
b. Subset Image
Subset image adalah memotong (cropping) citra untuk menentukan
c. Perbaikan Citra (Image Enhancement)
Image Enhancement bertujuan untuk meningkatkan mutu citra,
baik untuk memperoleh keindahan gambar maupun untuk
kepentingan analisis citra. Secara umum teknik perbaikan citra
terdiri dari :
Perbaikan Spasial (Spatial enhancement)
Spatial Enhancement bertujuan memperbaiki citra
(memberikan efek kontras, penajaman tepi dan atau
penghalisan citra) menggunakan nilai-nilai pixel yang
bersangkutan dan yang ada disekitarnya.
Perbaikan Radiometrik (Radiometrik enhancement)
Radiometrik Enhancement adalah teknik memperbaiki citra
menggunakan nilai individu pixel yang bersangkutan saja.
Teknik manipulasi citra dilakukan dengan menggunakan
modifikasi histogram.
Perbaikan Spektral (Spectral enhancement)
Spectral Enhancement adalah teknik perbaikan citra
menggunakan masing-masing pixel sejumlah band (basis
multi-band), meliputi analisis komponen utama (principal
componen), komponen baku, komponen vegetasi,
transformasi warna berdasarkan kontras intensitas siturasi,
d. Klasifikasi Citra (Image classification)
Ada beberapa hal mendasar antara kelas informasi dan
kelas spektral. Kelas informasi didefinisikan oleh manusia
sedangkan kelas spektral menyatu dengan data penginderaan jauh
serta harus diidentifikasi dan diberi label oleh seorang analis.
Tujuan dari klasifikasi digital adalah untuk menterjemahkan kelas
spektral ke dalam kelas informasi Penyusunan peta vegetasi
menggunakan nilai NDVI dari citra satelit. Peta penggunaan lahan
juga dapat dibuat berdasarkan nilai indeks vegetasi (NDVI).
e. Uji Ketelitian
Uji ketelitian bertujuan untuk menguji kebenaran dari hasil
interpretasi yang diperoleh dengan cara pengecekan di lapangan
serta pengukuran beberapa titik (sampel area) yang dipilih dari
setiap bentuk penutup/penggunaan lahan yang homogen.
Citra Landsat
Geometris
Koreksi
Radiometrik
Image
Spasial Radiometrik Spektral
Citra
Klasifikasi Terbimbing
Uji K li i
Peta Land Use
Gambar 2. Tahapan Analisis Citra
Subset
Data Spasial
1. Menghitung Indeks Vegetasi (NDVI)
Perhitungan indeks vegetasi yang digunakan yaitu Normalized Difference
Vegetation Indeks (NDVI). Merupakan kombinasi antara teknik penisbahan
dengan pengurangan citra. NDVI adalah salah satu indikator untuk mengetahui
tingkat kekeringan lahan dan mengukur tingkat kehijauan atau kerapatan vegetasi
Data tutupan lahan diperoleh dengan menggunakan pendekatan indeks
vegetasi, dalam hal ini dipilih untuk menggunakan Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) yang dihitung dengan menggunakan persamaan:
NDVI = Band 4 – Band 3
Band 4 +Band 3
Keterangan :
Band 3 = Red
Band 4 = NIR
Dengan Band 4 merujuk pada band dengan kisaran panjang gelombang
infra merah dekat (Near Infra Red, NIR), Band 3 merujuk pada band dengan
kisaran panjang gelombang merah. Jika citra yang dihasilkan kurang bagus
tingkat kekontrasannya akibat cuaca maka klasifikasi citra yang digunakan adalah
dengan metode interpretrasi (Lillesand & Kiefer 1990).
2. Klasifikasi NDVI
Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai dengan +1 dimana nilai NDVI yang
rendah (negatif) mengidentifikasi wilayah berbatuan, pasir dan salju. Sedangkan
nilai NDVI yang tinggi (positif) mengidentifikasi wilayah vegetasi baik berupa
padang rumput, semak belukar maupun hutan. Untuk memudahkan
mengidentifikasi penutupan lahan pada citra maka dilakukan klasifikasi yang
Tabel 3. Klasifikasi NDVI
No Kelas NDVI Keterangan
1
Langkah-langkah dalam pengklasifikasian NDVI tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Klik icon Viewer pada menu Erdas Imagine 9.1
2. Klik menu area of interest (AOI) yang akan dijadikan sebagai Training
area dengan cara mengklik menu AOI Tool sehingga muncul seperti
pada Gambar 3.
3. Klik menu Classifier Signature Editor sehingga muncul seperti
Gambar 4.
4. Di Signature Editor, untuk menentukan kolom yang akan dipergunakan,
yaitu semua kolom kecuali Red, Green dan Blue. Caranya adalah dengan
Gambar 3. Menu penentuan Area of Interest (AOI)
Gambar 4. Pembuatan Signature Editor
5. Selanjutnya adalah menentukan Training area bagi suatu obyek tertentu,
misalnya untuk sawah caranya dengan mengklik icon pada kotak
dialog AOI
6. Memasukkan informasi yang ada di training area ke signature editor.
Caranya adalah dengan mengklik icon pada Signature editor,
sehingga muncul seperti pada Gambar 6. Pada Kolom Signature Name
kemudian diberi nama sesuai dengan obyek yang sedang dibuat training
areanya.
7. Kemudian simpan AOI layer tersebut dengan cara mengklik menu File
Save AOI layers as ..dan memberi nama sesuai dengan obyeknya
(Gambar 7).
8. Mengulangi tahapan no 7 sampai no 9 untuk setiap obyek yang akan
diklasifikasikan. Setelah semua obyek-obyek telah diklasifikasikan, maka
tahapan selanjutnya adalah menyimpan signature editor-nya. Dengan cara
mengklik menu File Save dan menentukan folder yang akan
dipergunakan untuk menyimpan hasil pembuatan Signature editor.
Setelah foldernya ditetapkan, selanjunya memberi nama Signature editor
kita agar mudah diperbaiki jika masih ada yang belum baik.
9. Jumlah training area, penamaan, dan pewarnaan untuk setiap obyek, serta
jumlah piksel yang dipergunakan untuk klasifikasi dapat dilihat seperti
Gambar 6. Pembuatan Training Area
Gambar 7. Penyimpanan AOI Layers yang telah dibuat
10. Tahapan selanjutnya adalah mengevaluasi separabilitas dari obyek-obyek
yang telah dibuat training areanya. Hal ini penting agar training area yang
dibuat benar-benar terpisah satu dengan yang lainnya. Caranya pada
Signature Editor dengan mengklik menu Evaluate Separability sehingga
diperoleh seperi Gambar 9.
Gambar 9. Evaluasi Separabilitas Training Area
11. Hasil dari Analisis Separabilitas akan muncul seperti pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil Evaluasi Separabilitas
12. Selanjutnya dilakukan analisis akurasi dengan melihat Matriks
Produsers Accuracy, Overall Accuracy dan Kappa Accuracy. Caranya
pada Signature Editor Mengklik Evaluate Contingency.
13. Setelah Akurasinya dianggap telah baik (lebih dari 95% untuk semua
akurasi tersebut pada tahapan 12), maka langkah selanjutnya membuat
peta hasil klasifikasi.
14. Pembuatan Peta Hasil Klasifikasi dilakukan dengan cara mengklik menu
Classify pada Signature Editor kemudian mengklik Supervised.
15. Tahapan selanjutnya adalah memberi nama citra output hasil klasifikasi.
3. Overlay spasial NDVI dan batas administrasi
Overlay spasial adalah kegiatan menggabungkan feature dari dua
layer/coverge ke dalam layer baru serta menggabungkan secara relational atribut
featurenya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui pola sebaran hutan rakyat di
wilayah studi berdasarkan kelas NDVI yang telah ditentukan. Adapun operasi
yang digunakan adalah Intersect theme.
Pengecekan Lapangan
Kegiatan pemeriksan lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai tipe penutupan lahan yang sebenarnya. Sebelum dilakukan pengecekan
lapangan terlebih dahulu dilakukan kegiatan penentuan titik koordinat geografis
bumi, penentuan titik koordinat dilapangan dilakukan dengan menggunakan
Global Positioning System(GPS). Pada saat ground chek akan dilakukan
pengukuran vegetasi meliputi tinggi, diameter dan jumlah individu pada tingkat
tiang dan pohon. Adapun bentuk petak contoh untuk pengukuran data vegetasi
Pengolahan data
Data yang diperoleh dilapangan dilakukan dengan menggunakan software
excel. Penentuan nilai potensi dilakukan dengan perhitungan berdasarkan
parameter tinggi dan diameter pohon yang diukur di lapangan.
Analisis yang dilakukan adalah :
1. LBDS ( Luas Bidang Dasar)
3. Analisis regresi
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara nilai
NDVI dengan volume kayu. Analisis regresi dihitung dengan menggunakan dua
model persamaan, yaitu model persamaan regresi eksponensial dan linier yang
mengandung dua variabel (peubah), dimana nilai peubah terikatnya adalah NDVI
Persamaan regresi eksponensialnya yaitu :
Y = a e b x
Persamaan regresi linearnya yaitu :
Y = a + b x
Keterangan :
Y = nilai peubah untuk volume pohon (m3/Ha) a = elevasi regresi
e = 2.7183
b = koefisien regresi
x = nilai peubah untuk NDVI
Analisis Spasial
Analisis spasial adalah suatu proses untuk mendapatkan dan membentuk
informasi baru dari data atau feture geografis. Analisis spasial yang dilakukan
dalam penelitian ini meliputi :
1. Perhitungan luas hutan pada setiap kelas NDVI di masing-masing kecamatan.
Tahap-tahapnya adalah :
• Buka program ArcView
• Pilih ”create a new project with a new view”
• Klik ”Ok”
• Klik ”Yes”
• Pada ”Add Theme” pilih nama file yang disimpan misal : kecamatan.shp
• Klik ikon ”Open theme table”
• Klik ”New Set”
Selanjutnya dilakukan dengan perhitungan luas hutan di setiap kelas
NDVI pada setiap kecamatan
• Aktifkan theme yang akan dipilih, misal : hutan
• Klik ikon ”Open theme table”
• Klik ikon ”Query builder” [ Ket ] = hutan
• Klik ”New Set”
Tampilan dapat dilihat pada Gambar 11
Gambar 11. Tampilan New Set
• Aktifkan field ”kecamatan”
• Klik ikon Summarized
Tampilan dapat dilihat pada Gambar 12
2. Membuat field potensi hutan rakyat pada tutupan lahan hutan
Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut :
• Aktifkan theme yang akan dipilih, misal : hutan
• Klik ikon ”Open theme table”
• Klik menu Table : Stard Editing
• Klik menu Edit : Add Field
Tampilan dapat dilihat pada Gambar 13
Gambar 13. Tampilan Add Field
• Klik menu Table : Stop editing & Save Edit
• Klik ikon select none
3. Pembuatan layout peta
a. Penampilan Layout
Tampilan dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14. Tampilan Layout peta
b. Pengaktifan Extensi ” Graticules & Measured Grids”
Mengklik menu File : Extensions, beri tanda checklist (√) Graticules &
Measured Grids dan klik OK. Tampilan dapat dilihat pada Gambar 15
Gambar 15. Tampilan pengaktifan Graticules & Measured Grids
Klik ikon Graticules & Measured Grids pilih View Theme, beri
Tampilan dapat dilihat pada Gambar 16
Gambar 16. Graticules & Measured Grids
c. Pengaturan tata letak nama, judul peta dan besarny huruf
• Pada awalnya akan muncul judul ”View” ganti dengan judul peta
yang diinginkan
• Klik double frame peta, akan muncul pallate editor
• Klik judul set ukuran front 12
d. Pengaturan tata letak arah mata angin (klik double gambar arah mata angin
e. Pengaturan penampilan skala (skala bar/grafis atau skala rasio)
f. Menambahkan keterangan lain seperti penyusunan peta , keterangan dan
lain-lain :
• Klik ikon Teks
• Klik lokasi teks
• Tulis teks pasa properties
Tampilan pembuatan peta dapat dilihat pada Gambar 17.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tipe Tutupan Lahan
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan tipe penutupan lahan di
Kecamatan Sibolangit, Namorambe dan Pancur Batu beragam. Tipe penutupan
lahan yang ditemukan kemudian diklasifikasikan menjadi 9 kelas tutupan lahan.
Tutupan lahannya yaitu lahan terbuka, badan air berupa kolam, semak, sawah,
pemukiman, hutan rakyat campuran, hutan rakyat monokultur, hutan rakyat
agroforestri dan hutan alam.
Kondisi sebagian tutupan lahan di lapangan pada saat pengecekan adalah
seperti Gambar 18 dan 19.
Gambar 18. Tutupan Lahan Riil yang Dijadikan Training Area (A) Lahan Terbuka, (B) Badan Air, (C) Sawah, (D) Semak dan (E) Pemukiman
A B
D E
Gambar 19. Tutupan Lahan Riil yang Dijadikan Training Area (F) Kelapa Sawit, (G) Hutan Alam, (H) Hutan Rakyat Agroforestri, (I) Hutan Rakyat Campuran
Analisis Visual
Analisis visual merupakan kegiatan mengamati citra secara visual dengan
tujuan untuk mengidentifikasi obyek. Pada pengelompokan obyek yang homogen
dalam suatu kelas penggunaan lahan dilakukan secara manual berdasarkan elemen
penafsiran dan titik koordinat yang diperoleh di lapangan. Elemen yang
diperhatikan adalah warna, ukuran, bentuk, pola, tekstur, bayangan, asosiasi, dan
lokasi di lapangan.
Analisis visual dilakukan dicitra landsat TM 5 dengan menggunakan
kombinasi band 543 dalam format Red, Green, Blue. Identifikasi tutupan hutan
rakyat dalam penelitian ini digunakan kombinasi 3 band Landsat TM yaitu
5-4-3. Kombinasi yang menunjukkan inframerah dekat sebagai hijau F
H
G
menunjukkan vegetasi dalam warna hijau, dan karenanya disebut pseudo-natural
colour composite.
Hasil dari identifikasi visual terhadap 9 kelas penutupan lahan yang
dijumpai di lapangan pada kombinasi band 5-4-3 Landsat TM 5 adalah :
(a). Hutan Alam, polanya dengan bentuk bergerombol dengan warna hijau tua
sampai gelap dengan tekstur relatif kasar.
(b). Pemukiman, dengan tekstur halus sampai kasar, warna ungu kemerahan dan
biasanya berada di jalur jalan.
(c). Semak, tekstur yang relatif halus dari pada hutan lebat, berwarna hijau agak
kecoklat-coklatan dibandingkan hutan lebat, terdapat diantara hutan rakyat.
(d). Badan air berwarna biru, untuk telaga dengan bentuk yang berkelompok
diantara hutan rakyat ataupun pemukiman.
(e). Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara hutan,
pemukiman, perkebunan dan jalan, berwarna merah jambu dengan tekstur
halus.
(f). Hutan Rakyat Campuran, memiliki tekstur relatif kasar dengan warna hijau
muda agak gelap.
(g). Hutan Rakyat Agroforestri, memliki tekstur yang halus dengan warna orange
yaitu campuran warna antara hutan dengan tanaman pertanian yang terdapat
antara pemukiman dan sawah.
(h). Hutan Rakyat Monokultur, memliki tekstur yang sama seperti hutan rakyat
agroforestri yaitu relatif halus dengan warna hijau muda yang lembut.
(i). Sawah, tekstur yang relatif kasar dengan pola yang berkelompok-kelompok
Hasil analisis visual penutupan lahan pada kombinasi citra landsat TM 5
pada RGB 5-4-3 disajikan dalam Gambar 20.
Gambar 20. Analisis Visual Citra Landsat TM
Klasifikasi Terbimbing
Klasifikasi Citra Landsat dilakukan untuk mengelompokkan penutupan
lahan. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised
Classification). Sebelum melakukan proses klasifikasi terbimbing (Supervised
Classification), terlebih dahulu dibuat Training Area sebagai areal pewakil yang
mewakili untuk tiap kategori kelas yang akan diklasifikasi.
Pengukuran separabilitas dilakukan untuk memperoleh kualitas ketelitian
klasifikasi. Hasil analisis separabilitas menunjukkan kisaran dari baik sampai
sangat baik. Hasil analisis separabilitas pengklasifikasian tipe tutupan lahan
Tabel 4. Hasil Separabilitas Pengklasifikasian Tutupan Lahan
Tutupan Lahan Lahan terbuka
HR
Monokultur Sawah Semak
HR
Metode yang dipilih yaitu transformed Divergence (TD) karena baik
dalam mengevaluasi keterpisahan antar kelas, juga memberikan estimasi yang
terbaik untuk pemisahan kelas (Jaya, 1996). Nilai separabilitas terendah yang
diperoleh adalah 1922,22 antara semak dan hutan rakyat campuran. Menurut Jaya
(1996) kriteria yang digunakan dalam memisahkan individu-individu dalam
pasangan kelasnya adalah :
(1) tidak terpisah : ≤ 1600
(2) Jelek keterpisahannya : 1601 – 1699
(3) Sedang keterpisahannya : 1700 – 1899
(4) Baik keterpisahannya 1900 – 1999, dan
(5) Sangat baik keterpisahannya : 2000
Analisis akurasi dilakukan dengan menggunakan matrik kesalahan
(confusion matrix) yang disebut juga matrik contingency. Akurasi dihitung dengan
menggunakan rumus Kappa Accuracy. Kappa Accuracy dipergunakan karena
memperhitungkan semua elemen dalam matrik contingency. Akurasi Kappa juga
digunakan untuk menguji kesignifikanan antara dua matrik kesalahan dari metode
yang berbeda atau kombiansi band yang berbeda (jaya, 1996). Untuk akurasi
dari 85%. Semakin tinggi akurasinya, baik Overall Accuracy maupun Kappa
Accuracy maka pengklasifikasian yang dilakukan akan semakin baik.
Tabel 5. Nilai Akurasi Pengklasifikasian Tutupan Lahan
Data Lahan Terbuka
HR
Monokultur Sawah Semak
HR
Hasil perhitungan akurasi menunjukkan bahwa overall accuracy sebesar
92,45 % dan nilai kappa accuracy yang diperoleh sebesar 91,33 %. Jaya (1996)
mengemukakan bahwa nilai akurasi di atas 85% berarti hasil klasifikasi dapat
diterima dengan tingkat kesalahan kurang atau sama dengan 15% sehingga tidak
Penutupan Lahan
Luas total penelitian dari 3 kecamatan adalah 38.225,07 Ha yang terdiri
dari Kecamatan Sibolangit 17.781,62 Ha, Kecamatan Pancur Batu 12.225,34 Ha
dan Kecamatan Namo Rambe 8.218,10 Ha. Berdasarkan hasil klasifikasi citra
Landsat TM tahun 2006, semak merupakan jenis tutupan lahan dengan luas
terbesar yaitu 16.157,54 Ha atau 42,3 %, besarnya penggunaan lahan semak
tersebut diakibatkan karena wilayah Sibolangit, Namo Rambe dan Pancur Batu itu
masih kedalam wilayah pegunungan, sehingga belum banyak wilayah
pembangunan, sehingga wilayah tersebut masih lebih banyak terdapat hutan alan
dan hutan-hutan rakyat yang dikembangkan oleh masyarakat sekitar hutan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pemukiman memiliki penutupan
lahan dengan luas 12.183,15 Ha atau 31,9 %. Sawah memiliki penutupan lahan
dengan luas 1.562,71 Ha atau 4,0 %. Lahan Terbuka memiliki penutupan lahan
dengan luas 2.154,22 Ha atau 7,4 %. Badan air atau kolam memiliki penutupan
lahan dengan luas 427,11 Ha atau 1,12 %. Persentase dari penutupan lahan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Hutan rakyat dikategorikan dalam tiga tipe yaitu hutan rakyat campuran,
hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat agroforestri. Hutan rakyat campuran
adalah hutan rakyat yang ditumbuhi oleh pohon kayu dan pohon buah yang sama
memiliki nilai ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
setempat dengan luas 1.681,02 Ha atau 4,4%. Hutan monokultur adalah hutan
rakyat yang didominasi oleh satu jenis tanaman yang homogen dengan luas
282,40 Ha atau 0,7 %. Hutan rakyat agroforestri adalah hutan rakyat yang
pertanian dengan luas 930,39 Ha atau 2,4 %. Hal ini sesuai dengan literatur
Lembaga Penelitian IPB (1983), yang membagi hutan rakyat kedalam tiga bentuk,
yaitu:
(a) Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri
dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau
monokultur. Pola hutan rakyat tipe monokultur yang dijumpai di lapangan
seperti disajikan dalam Gambar 21.
(b) Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari
berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. Pola hutan
rakyat tipe monokultur yang dijumpai di lapangan seperti disajikan dalam
Gambar 22.
(c) Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk
usaha kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya
seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain
yang dikembangkan secara terpadu. Pola hutan rakyat tipe monokultur
yang dijumpai di lapangan seperti disajikan dalam Gambar 23
Gambar 22. Pola Tanam Hutan Rakyat Monokultur Pohon Rambutan
Gambar 23. Pola Tanam Hutan Rakyat Agroforestri antara Tanaman Kehutanan (Duku, Sengon, Jati) dan Tanaman Pertanian (Jagung, Ubi Kayu) serta antara Tanaman Perkebunan (Pinang, Pisang)
Tabel 6. Persentase Penutupan Lahan
Klasifikasi Luas (Ha) Persentasse (%)
Badan Air 427,11 1,12
HR Agroforestry 930,39 2,43
HR Campuran 1681,02 4,40
HR Monokultur 282,40 0,74
Hutan Alam 2.846,53 7,40
Lahan Terbuka 2154,22 5,70
Pemukiman 12.183,15 31,90
Sawah 1562,71 4,00
Semak 16.157,54 42,30
Total 38.225,07 100
Pola spasial tanaman hutan rakyat yang ditemukan di lapangan
yaitu pola dimana hutan rakyat itu tidak hanya terdapat dalam satu desa melainkan
di beberapa desa lainnya. Sedangkan pola mengelompok adalah pola hutan rakyat
yang terdiri dari beberapa daerah yang luasannya cukup besar sehingga
membentuk suatu wilayah yang dilihat dari pola berkelompok.
Pola penyebaran atau pola pengelompokan hutan rakyat di wilayah ini
sangat besar. Hal ini disebabkan karena lokasi penelitian yang kondisi
topografinya lebih curam sehingga masyarakat disekitar lebih banyak menanam
jenis pohon-pohon sebagai perlindungan tanah sehingga dapat mengantisipasi dari
bencana alam. Selain itu dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan
tersebut, masyarakat di kecamatan tersebut juga dapat memanfaatkan hasilnya
Gambar 24. Peta Penutupan Lahan
Hubungan NDVI dengan Penutupan Lahan
Nilai NDVI dari klasifikasi citra penutupan lahan di lokasi penelitian
berkisar dari -0,444 sampai 0,654 yaitu antara badan air berupa kolam sampai
vegetasi jarang berupa hutan rakyat. Nilai NDVI berkisar antara -1 dan +1, nilai
ini berbeda pada setiap kondisi kandungan klorofil dan kandungan air yang
berbeda dan juga berbeda pada setiap fase pertumbuhan. Umumnya pola indeks
vegetasi meningkat sejak awal pertumbuhan (fase vegetatif) dan mencapai
puncaknya pada pertumbuhan vegetatif maksimum, kemudian menurun pada fase
pertumbuhan generatif hingga panen.
(a). NDVI akan bernilai positif (+) manakala permukaan vegetasi lebih banyak
memantulkan radiasi pada gelombang panjang infra merah dekat (Near infra
red) dibandingkan pada cahaya tampak.
(b). NDVI bernilai nol (0) bila pemantulan energi yang direkam oleh panjang
gelombang cahaya tampak sama dengan gelombang infra merah dekat. Hal
ini sering terjadi pada daerah pemukiman, tanah bera, daratan non vegetasi,
dan awan.
(c). NDVI akan bernilai negatif (-) bila permukaan awan, air dan salju lebih
banyak memantulkan energi apada gelombang cahaya tampak dibandingkan
Tabel 7. Nilai NDVI Berdasarkan Klasifikasi Tutupan Lahan di Lapangan
Kisaran Nilai NDVI Klasifikasi Tutupan Lahan
-0,857 – (-0,095) Badan Air
-0.089 – 0,006 Lahan Terbuka
0,012 – 0,264 Vegetasi Relatif Jarang
0,270 – 0,396 Vegetasi Sedang
0,402 – 0,654 Vegetasi Rapat
Hubungan Volume Pohon dengan NDVI
Hubungan antara NDVI dengan volume pohon hutan rakyat dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan regresi linear dan eksponensial. Nilai
NDVI yang digunakan berkisar antara 0,0 – 0,645 dari 36. Hasil pengukuran
volume pohon di 36 plot terpilih disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Volume Pohon Hutan Rakyat Berdasarkan NDVI
22
Nilai yang diperoleh dari volume pohon merupakan hasil dari rata-rata
volume pohon per 3 plot yang diukur di lapangan. Plot yang digunakan adalah
pada tanaman hutann rakyat campuran dan agroforestry. Dimana pohon yang
digunakan merupakan pohon buah dan pohon kayu.
Bentuk persamaan volume pohon hutan rakyat dengan NDVI disajikan
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa NDVI memiliki hubungan
keterkaitan yang cukup baik dengan volume pohon hutan rakyat. Kondisi ini
ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) yang sebesar 0.94 dan koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,89. Semakin tinggi NDVI maka volume pohon semakin tinggi. Hubungan antara volume pohon dan NDVI memiliki hubungan
yang signifikan dengan hasil persamaan diperoleh nilai 0,94 yang berarti 94 %
variasi di NDVI dapat diterangkan oleh volume pohon. Hal ini sesuai dengan
literatur Irianto (2008) yang mengatakan bahwa pada metode analisis regresi,
tingkat keeratan hubungan antar peubah dikatakan cukup baik apabila memiliki
nilai koefisien korelasi > 0,70.
Bentuk hutan rakyat campuran merupakan hutan rakyat yang banyak
terdapat dilapangan, hal ini dikarenakan tanaman hutan rakyat tersebut sudah ada
dari zaman dahulu keturunan pemilik lahan yang sampai sekarang masih di kelola
oleh penerus keturunannya. Sehingga dari ketiga bentuk hutan rakyat hanya hutan
rakyat campuran yang masih banyak di kelola oleh pemilik lahan, terutama di
daerah kecamatan sibolangit. Hasil potensi pohon dapat dilihat pada tabel 9. Jenis
tanaman hutan rakyat yang banyak dikembangkan oleh masyarakat seperti duku,
durian, mahoni, sengon, pete, sukun, dan saga.
Tabel 9. Potensi Volume Hutan Rakyat
No Kecamatan Bentuk Hutan Rakyat Luas (Ha) Potensi Pohon
(m3/Ha)
1 Sibolangit a. Hutan Rakyat Campuran 1.193, 29 128.021, 66
b. Hutan Rakyat Agroforestri 147, 49 16.428, 52
c. Hutan Rakyat Monokultur 84, 93 20.891, 07
2. Pancur Batu a. Hutan Rakyat Campuran 326,43 33.013, 49
b. Hutan Rakyat Agroforestri 437,45 44.411, 99
c. Hutan Rakyat Monokultur 63, 34 7.954,21