• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN BIBIT PANILI (

Vanilla planifolia

Andrews)

PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM

DAN FREKUENSI APLIKASI PUPUK DAUN

NURHOLIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan Bibit Panili

(Vanilla planifolia Andrews) pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan

Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Nurholis

(4)

RINGKASAN

NURHOLIS. Pertumbuhan Bibit Panili (Vanilla planifolia Andrews) pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun. Dibimbing oleh HARIYADI dan ANI KURNIAWATI.

Panili (Vanilla planifolia Andrews) secara umum diperbanyak dengan cara vegetatif menggunakan setek. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap pertumbuhan vegetatif setek panili. Percobaan lapang dilaksanakan di kebun Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat. Analisis media tanam dilakukan di Laboratorium tanah dan Sumber Daya Lahan. Analisis kandungan klorofil, hara jaringan, ketebalan daun, dan kerapatan stomata dilakukan di Laboratorium Molecular Marker and

Spectrophotometry UV-VIS, Micro Technique pada bulan September sampai

Desember 2013. Rancangan percobaan yang digunakan disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah faktorial 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama pada percobaan adalah frekuensi aplikasi pupuk daun dengan 2 taraf sebagai petak utama yaitu 3 hari sekali dan 6 hari sekali. Faktor ke-2 adalah kombinasi media tanam dengan 4 taraf sebagai anak petak yaitu tanah : pupuk kandang : arang sekam berdasarkan volume (2:1:1, 2:2:1, dan 2:1:2) dan media tanam tanpa kombinasi yaitu tanah. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan yang meliputi persentase setek hidup, panjang tunas, jumlah ruas, panjang ruas, diameter ruas, jumlah daun, luas daun, ketebalan daun, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot basah, dan bobot kering. Respon fisiologi meliputi kehijauan daun, kerapatan stomata, kandungan klorofil, dan kadar hara jaringan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam berupa campuran tanah, pupuk kandang, dan arang sekam merupakan komposisi media tanam yang secara umum menghasilkan pertumbuhan bibit panili tertinggi pada parameter pengamatan jika dibandingkan dengan media tanam tanah. Aplikasi pupuk daun 3 hari sekali dengan konsentrasi 1 g L-1 dan dosis 10 ml per tanaman merupakan frekuensi aplikasi pupuk daun yang secara umum menghasilkan pertumbuhan bibit panili tertinggi, kecuali pada parameter jumlah akar dan panjang akar. Bibit panili dengan aplikasi pupuk daun 3 hari sekali, siap ditanam dilahan (5-7 ruas) tercapai pada umur 6 sampai 8 minggu setelah perlakuan (MSP). Terdapat interaksi antara komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun pada parameter jumlah daun pada 4 MSP.

(5)

SUMMARY

NURHOLIS. Vanilla (Vanilla planifolia Andrews) Growth on different media composition and frequency application of foliar fertilizer. Supervised by HARIYADI and ANI KURNIAWATI.

In general, vanilla (Vanilla planifolia Andrews) is propagated by using stem cutting. The purpose of this research was to investigate the effect of media composition and frequency application of foliar fertilizer on growth of vanilla’s stem cutting. This experiment was conducted at Sindang Barang station, Bogor, West Java. Analysis of growth media was conducted at Soil Fertility Laboratory. Analysis of chlorophyll content, nutrient content in plant tissue, leaf thickness, and stomata density was conducted at Molecular Marker and UV-VIS Spectrophotometry Laboratory, Micro technique laboratory, and in September to December 2013. The experimental design used split plot design with foliar fertilizer application as main plot and media composition as sub plot. There were 2 levels of foliar application frequency, i.e. every 3 days and every 6 days. There were 3 combinations of media composition that consist of soil : cow manure : rice hull charcoal (2:1:1, 2:2:1, and 2:1:2 v/v) and soil media. There were 8 combinations of treatment and 3 replications. Living percentage of stem cutting, shoot lengths, number of internode, internode lengths, stem diameter, number of leaves, leaf area, plant fresh weight, root length, root volume, leaf greenness, leaf thickness, stomata density, chlorophyll content, and nutrient content in plant tissue were observed in this research.

The result showed that mix media composition of soil : cow manure : rice hull charcoal, gave the best result on vanilla growth compared with soil media. Foliar applications frequency every 3 days with concentration of 1 g L-1 and dose of 10 ml, gave the best on vanilla growth except number of roots and root lengths. Vanilla with aplication of foliar fertilizer of every 3 days, ready to be planted at 6 to 8 weeks after treatment. There were interaction between media composition and frequency application of foliar fertilizer on number of leaves at 4 weeks after treatment.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN BIBIT PANILI (

Vanilla planifolia

Andrews)

PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM

DAN FREKUENSI APLIKASI PUPUK DAUN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun

Nama : Nurholis NIM : A252120131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Hariyadi, MS Ketua

Dr Ani Kurniawati, SP, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai dengan Desember 2013 ialah teknik budi daya panili khususnya pembibitan, dengan judul Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun.

Bagian dari tesis ini telah diterima untuk diterbitkan di Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol 1 tahun 2014 dengan judul “Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun” (Terakreditasi δIPI).

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir Hariyadi, MS dan Dr Ani Kurniawati, SP, MSi yang telah banyak memberikan bantuan dan arahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terimakasih juga di sampaikan kepada staf Molecular Marker and Spectrophotometry UV-VIS Laboratory, Micro Technique Laboratory, dan Laboratorium Kesuburan Tanah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 METODE 4

Tempat dan Waktu 4

Bahan dan Alat 4

Prosedur Analisis Data 4

Pelaksanaan Percobaan 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Penelitian 9

Percobaan 1. Pertumbuhan Akar Setek Panili pada Berbagai Jenis Media

dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh 11

Percobaan 2. Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media

Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun 13

4 SIMPULAN 34

Simpulan 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 38

(13)

DAFTAR TABEL

1 Data iklim selama percobaan 9

2 Perlakuan ZPT dan jenis media terhadap persentase setek berakar dan

panjang akar 11

3 Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan fisiologi 14

4 Hasil analisis media tanam 15

5 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap persentase setek hidup bibit panili 16

6 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap panjang tunas bibit panili 17

7 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap jumlah ruas bibit panili 19

8 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap panjang ruas bibit panili 19

9 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap diameter ruas bibit panili 20

10 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap jumlah daun bibit panili 24

11 Interaksi perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap jumlah daun bibit panili pada 4 MSP 25 12 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap luas dan ketebalan daun bibit panili 25

13 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap jumlah akar, panjang akar, dan volume akar bibit panili 27 14 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap bobot basah dan bobot kering biomassa bibit panili 30 15 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata bibit panili 31 16 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap kandungan klorofil bibit panili 32

DAFTAR GAMBAR

1 Ruang lingkup penelitian 3

2 Kondisi umum pertumbuhan setek selama percobaan 10 3 Setek panili yang terserang penyakit busuk batang 11 4 Panjang tunas bibit panili pada perlakuan berbagai komposisi media 18 5 Kadar hara jaringan bibit panili pada komposisi media tanam dan

frekuensi aplikasi pupuk daun 23

6 Pertumbuhan akar bibit panili pada perlakuan berbagai komposisi media

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis 38

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman introduksi yang berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah yang buahnya banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik karena buahnya mengandung vanillin (C8H3O3) yang mengeluarkan aroma khas. Panili

saat ini sudah berkembang dan dibudi dayakan di daerah tropik. Di Indonesia, panili telah menyebar luas hampir di seluruh wilayah dengan daerah sentra produksi di daerah Jawa, Bali, Sulawesi dan Sumatera. Hal ini telah menempatkan panili sebagai komoditi ekspor yang bernilai tinggi dan berpotensi dalam penerimaan devisa negara (Udarno dan Hadipoentyanti 2009). Berdasarkan data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, luas areal lahan panili di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 23,121 ha dengan jumlah total produksi 2,860 ton. Volume ekspor panili pada tahun 2011 mencapai 309 ton dengan nilai ekspor panili mencapai US$ 4,997 ribu (Ditjenbun 2012).

Bibit merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam upaya pengembangan dan pengusahaan tanaman panili. Tingkat pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan tanaman panili di pembibitan menjadi faktor pendukung dalam menghasilkan dan penyediaan bibit. Tanaman panili dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif, perbanyakan secara generatif dengan menggunakan benih memerlukan teknologi khusus karena benihnya kecil, berkulit keras dan cadangan makanannya sedikit. Oleh sebab itu, tanaman panili secara umum diperbanyak secara vegetatif menggunakan bahan setek yang terdiri atas 1 ruas. Perbanyakan tanaman panili dilakukan secara vegetatif karena mudah dilakukan, cepat berproduksi, dan juga memiliki kelebihan sifat sama seperti induknya (Lawani 1995). Bibit panili dapat ditanam dilahan setelah berumur 3 bulan atau telah mempunyai 5 sampai 7 ruas (Hadipoentyanti et al. 2007).

(16)

2

Selain media tanam, pemupukan juga berperan penting dalam pertumbuhan setek tanaman panili. Pemupukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman panili agar tumbuh subur dan sehat (Dwiwarni dan Asnawi 1994). Pemberian unsur hara selain diberikan lewat tanah, dapat juga diberikan lewat daun. Pupuk daun merupakan bahan atau unsur yang diberikan melalui daun dalam bentuk cair dengan cara penyemprotan atau penyiraman pada daun tanaman agar langsung dapat diserap guna mencukupi kebutuhan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Respon pertumbuhan tanaman terhadap pupuk daun dipengaruhi oleh jenis tanaman, jenis pupuk, konsentrasi, frekuensi aplikasi, dan fase pertumbuhan tanaman pada saat aplikasi (Sutedjo 2002). Menurut Sukma dan Setiawati (2010) pemupukan dengan menggunakan pupuk daun pada anggrek dendrobium Tong Chai Gold yang dilakukan pada sore hari dengan frekuensi tiga hari sekali dapat meningkatkan luas dan kandungan N total pada daun serta jumlah kuntum bunga pertangkai.

Media tanam dan pemupukan merupakan faktor penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman panili. Oleh sebab itu, diperlukan informasi tentang penggunaan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun yang tepat agar pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan tanaman panili secara vegetatif di pembibitan dapat dipercepat dan ditingkatkan sehingga dapat mendukung dalam upaya pengembangan dan pengusahaan tanaman panili.

Perumusan Masalah

Panili mempunyai nilai ekonomi tinggi dan salah satu komoditi ekspor andalan sub sektor perkebunan. Bibit merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam upaya pengembangan dan pengusahaan tanaman panili. Tingkat pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan tanaman panili di pembibitan menjadi faktor pendukung dalam menghasilkan dan penyediaan bibit. Oleh sebab itu, pembibitan dengan menggunakan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun untuk meningkatkan pertumbuhan, keberhasilan, dan percepatan pembibitan tanaman panili secara vegetatif sehingga lebih hemat waktu untuk siap ditanam di lahan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan komposisi media tanam untuk pertumbuhan setek panili.

2. Mengkaji pengaruh frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap pertumbuhan setek panili.

3. Mengkaji interaksi antara komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap pertumbuhan vegetatif setek panili.

Manfaat Penelitian

(17)

3

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini didasari pada potensi komoditas perkebunan unggulan di Indonesia, salah satunya adalah panili yang buahnya banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi dan kosmetika. Komoditi panili, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya memiliki peluang bisnis yang besar dan dapat menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat serta sebagai sumber perolehan devisa negara. Bibit merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam upaya pengembangan dan pengusahaan tanaman panili. Tingkat pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan tanaman panili di pembibitan menjadi faktor pendukung dalam menghasilkan dan penyediaan bibit. Oleh sebab itu, perlu dipelajari teknik budi daya khususnya di pembibitan dengan menggunakan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun yang tepat terhadap pertumbuhan dan keberhasilan perbanyakan tanaman panili secara vegetatif di pembibitan sehingga dapat mendukung dalam upaya pengembangan dan pengusahaan tanaman panili serta diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman dalam teknik budi daya khususnya di pembibitan.

Gambar 1 Ruang lingkup penelitian Pengaruh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

Peningkatan pertumbuhan dan keberhasilan pembibitan

panili Kombinasi media tanam dan

frekuensi aplikasi pupuk daun yang tepat

Pengembangan Panili (Vanilla planifolia Andrews)

(18)

4

2

METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di kebun Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat pada bulan September sampai dengan Desember 2013. Analisis media tanam dilakukan di laboratorium Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan. Analisis kandungan klorofil, hara jaringan, ketebalan daun, dan kerapatan stomata dilakukan di laboratorium Molecular Marker and Spectrophotometry UV-VIS dan

Micro Technique Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain adalah setek panili 1 ruas (2 buku) berdaun tunggal, pupuk kandang sapi, arang sekam, cocopeat, fungisida (mankozeb 80%), bakterisida (streptomisin sulfat 20%), pupuk daun (N 20%, P2O5 15%, K2O 15%, MgSO4 1%, Mn, Bo, Cu, CO, Zn, dan vitamin), zat

pengatur tumbuh (Naphtalena Acetic Acid (NAA) 0.067%, 2-Metil-1-Napthalene Acetotamida MNAD 0.013%, 2-Metil-1-Naftalenasetat 0.33%, Indole Butyric Acid IBA 0.057%, dan Tetramithiuram disulfat 4%), dan bahan-bahan analisis kimia. Peralatan yang digunakan antara lain adalah wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm, penggaris, timbangan analitik, jangka sorong, SPAD-502, LI-COR 3000C, oven, mikroskop BX41/51, mikroskop BX51SP, kamera, alat-alat laboratorium untuk analisis kimia, dan alat-alat penunjang lainnya.

Prosedur Analisis Data

Penelitian dilaksanakan dalam 2 percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk mendapatkan jenis media terbaik yang dikaitkan dengan pemakaian zat pengatur tumbuh untuk percepatan pertumbuhan akar pada setek panili, sedangkan percobaan ke-2 untuk mengetahui pengaruh berbagai komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap pertumbuhan bibit panili. Percobaan 1. Pertumbuhan Akar Setek Panili pada Berbagai Jenis Media

dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh

Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan pertama disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial 2 faktor.

Faktor pertama adalah zat pengatur tumbuh dengan 2 taraf: Z0: 0 g L-1

(19)

5 Faktor ke-2 adalah jenis media perakaran dengan 3 taraf:

M0: Tanah M1: Arang sekam M2: Cocopeat

Terdapat 6 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 5 tanaman sehingga terdapat 90 tanaman.

Model statistika untuk rancangan faktorial RAKL adalah sebagai berikut: Yijk= µ + αi + ßj+ (αß)ij + ρk + ijk

Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan pada faktor perlakuan ZPT taraf ke-i (i=1, dan 2)

dan jenis media taraf ke-j (j=1, 2, dan 3), dan kelompok ke-k (k=1, 2, dan 3).

µ : Rataan umum.

αi : Pengaruh utama faktor perlakuan ZPT ke-i

ßj : Pengaruh utama faktor perlakuan jenis media ke-j

(αß)ij : Interaksi antara perlakuan ZPT ke-i dan jenis media ke-j

ρk : Pengaruh kelompok ke-k ijk : Pengaruh acak yang menyebar normal

Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis varians (Anova), apabila berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple

Range Test (DMRT).

Percobaan 2. Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun

Rancangan percobaan yang digunakan pada percobaan ke-2 disusun berdasarkan Rancangan Petak Terpisah (split plot design) (RAK) faktorial 2 faktor. Faktor pertama pada percobaan ke-2 adalah frekuensi aplikasi pupuk daun dengan 2 taraf sebagai petak utama. Faktor ke-2 adalah kombinasi media tanam dengan 4 taraf sebagai anak petak.

Petak utama terdiri dari atas 2 taraf frekuensi aplikasi pupuk daun: P1: 3 hari sekali

P2: 6 hari sekali

Anak petakterdiri atas 4 taraf komposisi media tanam: M0: Tanah

M1: Tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:1:1) M2: Tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:2:1) M3: Tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:1:2)

(20)

6

Model statistika untuk rancangan split plot adalah sebagai berikut: Yijk= µ + αi + ρk + ik + ßj+ (αß)ij+ ijk

Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan pada petak utama (frekuensi aplikasi pupuk daun)

ke-i (i=1, dan 2), anak petak (komposisi media tanam) ke-j (j=1, 2, 3, dan 4), dan ulangan ke-k (k=1, 2, dan 3).

µ : Rataan umum.

αi : Pengaruh perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun ke-i ρk : Pengaruh ulangan ke-k

ßj : Pengaruh perlakuan komposisi media tanam ke-j

(αß)ij : Interaksi antara perlakuan petak utama ke-i dengan anak petak ke-j

ik : Galat petak utama (frekuensi aplikasi pupuk daun).

ijk : Galat anak petak (komposisi media tanam).

Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan analisis varians (Anova), apabila berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple

Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan 1. Pertumbuhan Akar Setek Panili pada Berbagai Jenis Media dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh

Persiapan media tanam dan bahan tanam

Jenis media yang digunakan pada percobaan pertama mengunakan tanah, arang sekam, dan cocopeat. Masing-masing jenis media tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm. Bahan tanam yang digunakan pada adalah setek panili satu ruas (2 buku) berdaun tunggal varietas Pania 1.

Penanaman

Setek ditanam dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm yang telah diisi jenis media sesuai dengan perlakuan. Sebelum ditanam, setek terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida (3 g L-1 air), dan bakterisida (2 g L-1 air) selama 30 menit. Setelah itu, setek direndam ke dalam larutan zat pengatur tumbuh (10 g L-1 air) selama 30 menit.

Pemeliharaan

(21)

7 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan pada percobaan pertama meliputi:

1. Persentase setek berakar. Perhitungan persentase setek berakar dilakukan setiap minggu dengan menggunakan rumus berikut

Setek berakar = Jumlah setek berakar

Jumlah setek yang ditanam x 100%

2. Panjang akar. Pengukuran panjang akar dengan cara mengukur akar terpanjang dari pangkal akar sampai ujung akar.

Percobaan 2. Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun

Persiapan media tanam dan bahan tanam

Media tanam yang digunakan pada percobaan ke-2 menggunakan tanah. Tanah yang digunakan dibersihkan dan dipisahkan dari akar dan tanaman lain, kemudian diayak selanjutnya dicampurkan dengan pupuk kandang dan arang sekam sesuai dengan perlakuan. Setelah itu, campuran media tanam tersebut dimasukkan ke dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm. Bahan tanam yang digunakan pada adalah setek panili satu ruas (2 buku) berdaun tunggal varietas Pania 1.

Persiapan naungan

Naungan yang digunakan dibuat dengan ukuran 6 m x 5 m x 2 m dengan tingkat naungan 75%. Pembuatan naungan dilakukan dua minggu sebelum penanaman. Rangka terbuat dari bambu dengan arah pemasangan dari timur ke barat untuk mendapatkan sinar matahari yang merata.

Penanaman

Setek ditanam dalam wadah plastik (polybag) ukuran 15 cm x 20 cm yang telah diisi campuran tanah, pupuk kandang, dan arang sekam. Sebelum ditanam, setek terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida (3 g L-1 air), dan bakterisida (2 g L-1 air) selama 30 menit. Setelah itu, setek direndam ke dalam larutan zat pengatur tumbuh (10 g L-1 air) selama 30 menit.

Perlakuan

Pengaplikasian pupuk daun dilakukan pada sore hari dengan konsentrasi 1 g L-1 air setelah setek bertunas dan mempunyai 1 sampai 2 daun sesuai perlakuan. Teknik pemberian pupuk daun disemprot dengan sprayer hingga seluruh bagian daun basah dan volume semprot yang digunakan dalam pengaplikasian pupuk daun sebanyak 10 ml per tanaman.

Pemeliharaan

(22)

8

Pengamatan

Pada percobaan ke-2 ini pengamatan yang dilakukan meliputi komponen pertumbuhan dan komponen fisiologi tanaman.

Pengamatan pertumbuhan dan fisiologi tanaman meliputi:

1. Persentase setek hidup. Perhitungan persentase keberhasilan setek dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan rumus berikut.

Keberhasilan setek = Jumlah setek hidup

Jumlah setek yang ditanam x 100%

2. Panjang tunas. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap dua minggu dengan cara mengukur dari pangkal batang (tunas) sampai titik tumbuh tertinggi.

3. Jumlah ruas. Perhitungan jumlah ruas dilakukan setiap dua minggu dengan cara menghitung ruas pada tunas.

4. Panjang ruas. Pengukuran panjang ruas dilakukan setiap dua minggu dengan cara mengukur setiap ruas pada tunas.

5. Diameter batang. Pengukuran diameter batang dilakukan setiap dua minggu dengan cara mengukur diameter batang dengan menggunakan jangka sorong.

6. Jumlah daun. Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap dua minggu dengan cara menghitung jumlah daun yang berbentuk daun sempurna. 7. Luas daun. Perhitungan luas daun dilakukan dengan menggunakan alat

LI-COR 3000C yang dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan.

8. Kehijauan daun. Pengukuran kehijauan daun dilakukan dengan menggunakan alat SPAD-502 yang dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan.

9. Jumlah akar. Penghitungan jumlah akar dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan cara menghitung akar yang tumbuh pada buku setek. 10.Panjang akar. Pengukuran panjang akar dilakukan satu kali pada saat akhir

percobaan dengan cara mengukur akar terpanjang dari pangkal akar sampai ujung akar.

11.Volume akar. Pengukuran volume akar dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan mengukur jumlah volume air yang naik setelah akar dimasukan kedalam gelas ukur.

12.Ketebalan daun. Pengukuran ketebalan daun dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan mikroskop.

(23)

9 14.Analisis sifat fisik media tanam. Analisis sifat fisik media tanam dilakukan

pada awal percobaan. Sifat fisik media yang akan diamati yaitu: a. Bulkdensity

15.Analisis kandungan klorofil dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan metode analisis Sims dan Gamon (2002).

16.Analisis kadar hara jaringan. Analisis kandungan hara jaringan dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan menggunakan metode pengabuan basah untuk menetapkan unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).

17.Bobot basah biomassa total. Perhitungan bobot basah biomassa total dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan cara menimbang tunas dan akar.

18.Bobot kering biomassa total. Perhitungan bobot kering biomassa total dilakukan satu kali pada saat akhir percobaan dengan cara menimbang tunas dan akar yang telah dikeringkan pada suhu 60 oC selama 48 jam.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian dilakukan pada saat musim hujan yaitu bulan September sampai dengan Desember tahun 2013. Berdasarkan data iklim yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Darmaga menunjukkan selama penelitian (September-Desember 2013) rata-rata curah hujan yaitu sebesar 373 mm bulan-1, intensitas cahaya matahari rata-rata sebesar 306.75 kal cm-2 hari-1 dengan temperatur udara rata-rata sebesar 25.45 oC serta kelembaban rata-rata sebesar 80.25% . Data iklim selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Data iklim selama percobaan Bulan Curah hujan

(24)

10

sebesar 394 mm bulan-1 dan 187 mm bulan-1. Tanaman saat berumur antara 13 sampai 16 MST, curah hujan semakin meningkat yaitu sebesar 408 mm bulan-1. Intensitas cahaya matahari terus menurun pada bulan September sampai Desember yaitu masing-masing sebesar 355, 356, 315, dan 201 kal cm-2 hari-1. Curah hujan yang tinggi dan intensitas cahaya matahari yang rendah menyebabkan temperatur menurun yaitu masing-masing sebesar 25.1, 26.1, 25.3, dan 25.3 oC dengan kelembaban yang meningkat yaitu masing-masing sebesar 78, 80, 78, dan 85%.

Setek panili mulai bertunas pada umur 3 MST dengan rata-rata setek bertunas sebesar 27.5%, jumlah setek yang bertunas terus meningkat hingga pada umur 15 MST dengan rata-rata setek bertunas sebesar 92.08%. Kondisi umum pertumbuhan setek panili selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kondisi umum pertumbuhan setek selama percobaan Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada serangan hama selama percobaan, tetapi terdapat serangan penyakit busuk batang vanili (BBV). BBV merupakan penyakit utama pada tanaman panili. Gejala BBV dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman yaitu akar, batang, buah, pucuk, dan kadang-kadang pada daun. Namun gejala BBV paling sering ditemukan pada batang. Penyakit yang menyerang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. vanillae yang menyebabkan busuk batang dan akar dengan gejala batang berwarna coklat sampai hitam (Gambar 3). Penyakit timbul diduga disebabkan oleh kondisi kelembaban yang tinggi pada saat penanaman. Pengendalian penyakit dilakukan

3 MST 6 MST

(25)

11 dengan menyemprotkan fungisida (mankozeb 80%) dengan konsentrasi 3 g L-1 air dan frekuensi penyemprotan 2 minggu sekali pada tanaman yang terserang.

Gambar 3 Setek panili yang terserang penyakit busuk batang

Percobaan 1. Pertumbuhan Akar Setek Panili pada Berbagai Jenis Media dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh

Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dari perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) dan jenis media perakaran terhadap parameter persentase setek berakar pada umur 1, 2, dan 3 minggu setelah perlakuan (MSP) dan parameter panjang akar pada umur 3 MSP (Tabel 2).

Tabel 2 Perlakuan ZPT dan jenis media terhadap persentase setek berakar dan panjang akar

Perlakuan Persentase setek berakar (%) Panjang akar (cm) 1 MSP 2 MSP 3 MSP 3 MSP

ZPT

0 g L-1 28.89 57.78 80.00 8.72 10 g L-1 31.11 62.22 86.67 9.21

Notasi tn tn tn tn

Jenis media

Tanah 23.33 56.67 80.00 8.79 Arang sekam 36.67 63.33 86.67 9.02 Cocopeat 30.00 60.00 83.33 9.09

Notasi tn tn tn tn

(26)

12

Persentase setek berakar dan panjang akar tidak dipengaruhi oleh aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT) dan jenis media perakaran. Hal tersebut diduga bahwa aplikasi ZPT dan jenis media perakaran belum mampu memberikan pengaruh terhadap persentase setek berakar.

Persediaan makanan yang terdapat di dalam stek berupa senyawa karbohidrat dan nitrogen diperlukan bagi pembentukan akar dan pertumbuhan tunas. Menurut Hartmann dan Kester (2010) setek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan mempermudah terbentuknya serta perkembangan akar dan tunas setek. Pembentukan akar adventif dapat terjadi dalam dua tahap, pertama adalah inisiasi yang dicirikan atas pembelahan sel dan diferensiasi sel-sel tertentu ke dalam bakal akar dan tahap kedua adalah pertumbuhan bakal akar yang memanjang.

Tingkat perkembangan jaringan tanaman, umur tanaman, dan kandungan zat tumbuh mempengaruhi kemampuan setek membentuk akar. Akar dapat terbentuk apabila kondisi lingkungan dan faktor internal yang mendukung. Kandungan hormon endogen tanaman dan faktor eksternal berupa penambahan hormon eksogen, dalam hal ini dapat disediakan oleh ZPT berupa auksin. ZPT adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang dalam jumlah tertentu mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel, dan diferensiasi sel. Pemberian ZPT auksin merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan tanaman terutama pada perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggunakan setek. Indikator keberhasilan perbanyakan dengan cara ini adalah tumbuhnya akar dan tunas.

Upaya untuk merangsang inisiasi akar sangat penting untuk memulai pertumbuhan setek. Periode kritis penyemaian setek adalah ketika setek belum berakar, setek panili yang berhasil bertunas disebabkan oleh adanya dukungan akar yang sudah tumbuh dan berkembang dengan baik (Somantri dan Evizal 1987). Perlakuan ZPT pada setek bertujuan untuk meningkatkan persentase setek yang berakar, meningkatkan jumlah, dan kualitas produksi akar setek, mempercepat pertumbuhan akar, serta meningkatkan keseragaman perakaran (Hartmann dan Kester 2010). Menurut Mariska et al. (1987) penggunaan Indole Butyric Acid (IBA) lebih banyak memberikan keberhasilan dibandingkan dengan lainnya. Pemakaian Naphtalena Acetic Acid (NAA) harus lebih berhati-hati karena NAA lebih kuat daya rangsangnya serta mempunyai selang konsentrasi yang sempit.

(27)

13 tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman pada parameter panjang tunas, jumlah daun, lebar daun, dan panjang akar. Semakin tinggi konsentrasi ZPT sampai batas optimal dan lama perendaman mungkin dapat lebih merangsang pertumbuhan setek panili. Hal ini sejalan dengan penelitian Asnawi et al. (1989) yang menunjukkan bahwa penggunaan air kelapa dengan konsentrasi 50% sebagai ZPT dengan cara merendam setek panili 1 ruas selama 4 jam dapat meningkatkan pertumbuhan setek panili dibandingkan dengan kontrol.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan akar adalah media perakaran. Jenis media arang sekam dan cocopeat merupakan media perakaran yang cukup gembur, porus dan lembab. Hasil penelitian Suparman dan Evizal (1987) menunjukkan bahwa setek panili yang ditanam pada media yang mempunyai drainase dan aerasi yang baik dapat meningkatkan persentase setek tumbuh. Menurut Mariska et al. (1987) panili memerlukan media tumbuh dengan kelembaban yang tinggi serta berpori banyak. Pemakaian media yang dikombinasikan dengan media lain pada umumnya memberikan hasil pertumbuhan setek panili yang lebih baik. Selanjutnya (Hartmann dan Kester 2010) menambahkan bahwa pemakaian media tumbuh untuk suatu setek tanaman, kombinasi dari beberapa material (bahan) akan memberikan hasil yang lebih baik daripada menggunakan satu macam media.

Percobaan 2. Pertumbuhan Bibit Panili pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun

(28)

14

(29)

15 kepercayaan 99%, tn = tidak nyata

Hasil analisis media tanam yang dilakukan di laboratorium Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa media tanam tanah dan media tanam kombinasi antara tanah, pupuk kandang, dan arang sekam terdapat perbedaan sifat fisik dan kimia. Perbedaan sifat fisik terjadi pada parameter bulkdensity, porositas, permeabilitas, dan tekstur. Perbedaan sifat kimia terjadi pada parameter C-organik dan pH. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penambahan bahan organik yaitu pupuk kandang dan arang sekam. Hasil analisis media tanam dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis media tanam

Parameter Tanah T:PK:AS

Keterangan: T = tanah, PK = pupuk kandang, AS = arang sekam

Sumber: Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber daya lahan Faperta IPB

(30)

16

dan daya pegang air yang baik menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pertumbuhan tanaman.

Komponen Pertumbuhan

Persentase setek hidup

Pengaruh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap komponen pertumbuhan tanaman yaitu persentase setek hidup dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata persentase setek hidup pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun.

Tabel 5 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap persentase setek hidup bibit panili

Perlakuan Persentase setek hidup (%)

Frekuensi aplikasi pupuk daun

Keterangan : PK = pupuk kandang, AS = arang sekam, tn = tidak nyata

Perlakuan komposisi media tanam yaitu tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:2:1) pada 10 MSP dapat meningkatkan persentase setek hidup sebesar 3.51 sampai 16.66% jika dibandingkan dengan media tanah dan kombinasi media tanah, pupuk kandang, dan arang sekam lainnya. Perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali dapat meningkatkan persentase setek hidup sebesar 4.63% jika dibandingkan dengan persentase setek hidup pada perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 6 hari sekali pada 10 MSP. Hal tersebut diduga bahwa frekuensi aplikasi pupuk daun yang semakin tinggi lebih dapat memenuhi ketersediaan unsur hara yang diperlukan bibit panili selama pertumbuhan vegetatif.

(31)

17 peningkatan drainase, aerasi, dan daya pegang air. Menurut Suparman dan Evizal (1987) untuk pertumbuhan yang baik, akar bibit panili memerlukan drainase dan aerasi yang juga baik. Selanjutnya Rosman et al. (1989) menyatakan bahwa media tanam yang gembur dan mempunyai drainase baik sangat dibutuhkan oleh tanaman panili. Setek yang mampu berakar dan dapat memenuhi unsur hara mempunyai peluang besar untuk pembentukan dan pertumbuhan tunas, sehingga lebih dapat mendukung persentase setek hidup bibit panili.

Hasil penelitian Dhalimi (2003) menunjukkan bahwa penggunaan sekam dan abu sekam pada media tanam pembibitan panili dapat meningkatkan pertumbuhan dan menghasilkan bibit dengan tingkat kematian rendah di pembibitan. Hal tersebut terjadi karena adanya kombinasi media tanah dengan sekam dan abu sekam sehingga terjadi peningkatan aerasi media tanam dan ketersediaan unsur hara K. Media tanam dengan kondisi aerasi baik dapat mengurangi penyakit busuk batang vanili yang disebabkan oleh cendawan

Fusarium oxysporum f. sp. vanillae. Kandungan Kalium (K) yang meningkat di dalam tanaman akan menambah daya tahan tanaman terhadap penyakit karena dinding sel tanaman semakin tebal.

Panjang tunas, jumlah ruas, panjang ruas, dan diameter ruas

Pengaruh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap komponen pertumbuhan tanaman yaitu panjang tunas, jumlah ruas, panjang ruas, dan diameter ruas dapat dilihat pada Tabel 6, 7, 8, dan 9. Rata-rata panjang tunas pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun.

(32)

18

Perlakuan komposisi media tanam yaitu tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:2:1) pada 10 MSP dapat meningkatkan panjang tunas sebesar 4.46 sampai 60.96% jika dibandingkan dengan komposisi media lainnya. Frekuensi aplikasi pupuk daun juga dapat mendukung pertumbuhan bibit panili yang ditunjukkan dengan meningkatnya panjang tunas. Perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali dapat meningkatkan panjang tunas sebesar 10.18% jika dibandingkan dengan panjang tunas pada perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 6 hari sekali pada 10 MSP. Panjang tunas bibit panili pada perlakuan berbagai komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Panjang tunas bibit panili pada perlakuan berbagai komposisi media tanam (M0 = Tanah, M1 = Tanah : PK : AS (2:1:1), M2 = Tanah : PK : AS (2:2:1), M3 = Tanah : PK : AS (2:1:2) dan frekuensi aplikasi pupuk daun (P1 = 3 hari sekali dan P2 = 6 hari sekali)

Rata-rata jumlah ruas pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun. Perlakuan komposisi media tanam yaitu tanah : pupuk kandang : arang sekam (2:2:1) pada 10 MSP dapat meningkatkan jumlah ruas sebesar 6.57 sampai 45.80% jika dibandingkan dengan media tanah dan kombinasi media tanah, pupuk kandang, dan arang sekam lainnya. Frekuensi aplikasi pupuk daun juga dapat mendukung pertumbuhan bibit panili yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah ruas. Perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali dapat meningkatkan jumlah ruas sebesar 12.26% jika dibandingkan dengan jumlah ruas pada perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 6 hari sekali pada 10 MSP.

P1 P1

(33)

19 Tabel 7 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun

terhadap jumlah ruas bibit panili

Rata- rata panjang ruas pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun, kecuali pada 8 dan 10 MSP.

(34)

20

dapat mendukung pertumbuhan bibit panili yang ditunjukkan dengan meningkatnya panjang ruas. Perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali dapat meningkatkan panjang ruas sebesar 6.90% jika dibandingkan dengan panjang ruas pada perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 6 hari sekali pada 6 MSP.

Rata- rata diameter ruas pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun, kecuali pada 9

Komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap panjang tunas, jumlah ruas, panjang ruas, dan diameter ruas. Semakin tinggi frekuensi aplikasi pupuk daun maka tunas bibit panili akan semakin panjang dengan bertambahnya jumlah dan panjang ruas serta diameter ruas. Pertumbuhan yang terjadi pada bibit panili disebabkan oleh pertumbuhan jaringan meristem primer dan sekunder yang mengakibatkan tunas bertambah panjang serta diameter ruas bertambah besar.

Bibit panili selama fase pertumbuhan vegetatif memerlukan pupuk dengan kandungan nitrogen (N) yang cukup, namun untuk mencapai pertumbuhan optimal harus didukung oleh kecukupan fosfor (P) dan kalium (K). Jumlah hara N, P, dan K yang diaplikasikan dari awal perlakuan sampai bibit berumur 8 MSP (2 bulan) dengan dosis 10 ml per tanaman (konsentrasi 1 g L-1) pada aplikasi pupuk daun 3 hari sekali yaitu sebesar N 32 mg, P2O5 24 mg, dan K2O 24 mg, sedangkan

pada aplikasi pupuk daun 6 hari sekali yaitu sebesar N 20 mg, P2O5 15 mg, dan

K2O 15 mg per tanaman. Frekuensi aplikasi pupuk daun 3 hari sekali dapat

(35)

21 Unsur nitrogen merupakan unsur hara yang sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman (Alviana dan Susila 2009). Menurut Munawar (2011) metabolisme nitrogen merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun. Nitrogen yang terdapat dalam jaringan tanaman akan dibentuk menjadi protein dan senyawa organik lain untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman akan terjadi penurunan ukuran sel dan penebalan dinding sel jika kekurangan nitrogen, sehingga akan terjadi penurunan ukuran sel dan penebalan dinding sel. Hal tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat dan terjadi klorosis pada daun. Menurut Sparks (2009) unsur nitrogen yang diberikan melalui daun dapat segera diserap sehingga berpotensi untuk lebih mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Unsur fosfor dan kalium mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor berperan dalam penyimpanan dan transfer energi tanaman, penyusun beberapa senyawa serta sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia. Kalium pada tanaman berperan sebagai aktivator enzim, mempertahankan vigor tanaman dalam proses pemeliharaan status air tanaman, tekanan turgor dalam sel, serta proses membuka dan menutupnya stomata, dan sebagai katalisator (Havlin et al. 2005).

Aplikasi pupuk daun dapat mendukung pertumbuhan pada bibit panili, hal tersebut disebabkan oleh aplikasi pupuk daun yang diberikan dapat memenuhi ketersediaan hara nitrogen, fosfor, dan kalium sehingga dapat menjaga atau memenuhi kebutuhan tanaman selama pertumbuhan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Widiastoety et al. (1994) yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk N, P, dan K dengan perbandingan 20:20:20 (seimbang) dan 10:40:15 (P tinggi) dengan aplikasi pemupukan 2 kali seminggu, cukup baik untuk pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek Dendrobium hibrida. Selanjutnya hasil penelitian Ginting et al. (2001) menunjukkan bahwa pemberian pupuk N, P, dan K dengan perbandingan 25:5:20 (N tinggi) 1 kali seminggu dengan konsentrasi 2 g L-1 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman anggrek yang ditunjukkan oleh parameter tinggi tanaman dan luas daun.

(36)

22

Pupuk kandang sapi telah umum digunakan pada pembibitan berbagai jenis tanam, dan telah terbukti memberi pengaruh yang baik dalam mendukung pertumbuhan bibit. Selain menambah ketersediaan hara, pupuk kandang sapi juga dapat memperbaiki media perakaran. Menurut Salem dan Awad (2005) pemberian pupuk kandang sapi selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Sutedjo (2002) sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang sapi antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, dan daya pegang air. Komposisi unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang sapi, yaitu 0.6% N, 0.15% P2O5, dan 0.45% K2O.

Selanjutnya Khalid dan Shafei (2005) menyatakan bahwa semakin banyak pupuk kandang yang diberikan pada tanah, akan diikuti dengan peningkatan dalam mengikat air sampai batas tertentu dan peningkatan nitrogen total.

Hasil penelitian Rosman dan Tasma (1988) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman panili di pembibitan. Pemupukan dengan perbandingan media tanam tanah dan pupuk kandang sapi 4:1 dapat meningkatkan pertumbuhan setek panili di pembibitan. Selanjutnya hasil penelitian Rosman et al. (1992) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang dan kompos dapat meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan tunas setek panili dibandingkan dengan kontrol (tanpa pupuk organik).

Hasil analisis media tanam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa media tanah yang dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi dan arang sekam dapat meningkatkan porositas, permeabilitas, C-organik, dan pH sehingga akan diikuti peningkatan drainase, aerasi, daya pegang air, dan ketersediaan hara. Menurut Aurum (2005) pemberian arang sekam dan pupuk kandang sapi pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Perbaikan sifat fisik berupa perbaikan aerasi dan drainase media, sedangkan sifat kimia berupa peningkatan pH media. Perbaikan sifat fisik dan kimia media tersebut menyebabkan berkembangnya sistem perakaran dalam menyerap air dan mineral. Selanjutnya hasil penelitian Murti et al. (2006) menunjukkan bahwa penambahan arang sekam pada media tanam bibit setek sirih merah memberikan rata-rata waktu muncul tunas lebih cepat dan meningkatkan pertumbuhan setek sirih merah di pembibitan.

(37)

23 tanah dengan pupuk kandang sapi dan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali lebih rendah jika dibandingkan dengan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 6 hari sekali. Hal tersebut diduga bahwa nitrogen yang diserap oleh tanaman

Aplikasi pupuk daun 3 hari sekali

(38)

24

berakibat akar mengeluarkan ion H+ dalam jumlah yang setara untuk menyeimbangkan konsentrasi ion antara sel akar dengan lingkungan luar. Hal tersebut dapat menghambat serapan K+ ke perakaran tanaman dan berakibat pH tanah menjadi menurun. Faktor yang mempengaruhi tersedianya fosfor untuk tanaman yang terpenting adalah pH tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar netral yaitu antara 6.0 sampai 7.0 (Hardjowigeno 2007). Jumlah daun, luas daun, dan ketebalan daun

Pengaruh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap komponen pertumbuhan tanaman yaitu jumlah daun, luas daun, dan ketebalan daun dapat dilihat pada Tabel 10, 11 dan 12. Rata- rata jumlah daun pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun.

Tabel 10 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap jumlah daun bibit panili

Perlakuan Jumlah daun (helai)

6 MSP 8 MSP 10 MSP Frekuensi aplikasi pupuk daun

3 hari sekali 5.07a 6.71a 8.36a

6 hari sekali 4.32b 5.79b 7.46b

Notasi ** ** *

Komposisi media tanam

Tanah 3.75c 4.81c 5.84b

Tanah : PK : AS (2:1:1) 4.99ab 6.77ab 8.60a

Tanah : PK : AS (2:2:1) 5.34a 7.15a 8.98a

Tanah : PK : AS (2:1:2) 4.70b 6.28b 8.22a

Notasi ** ** **

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%, MSP = minggu setelah perlakuan, PK = pupuk kandang, AS = arang sekam, * = nyata pada α 5%, ** = nyata pada α 1%

(39)

25 Interaksi antara komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap jumlah daun terjadi pada saat bibit panili berumur 4 MSP (Tabel 11). Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi komposisi media tanam yaitu kombinasi media tanah, pupuk kandang, dan arang sekam menghasilkan rata-rata jumlah daun lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah pada 4 MSP.

Tabel 11 Interaksi perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap jumlah daun bibit panili pada 4 MSP

Komposisi media tanam Frekuensi aplikasi pupuk daun 3 hari sekali 6 hari sekali

Luas daun bibit panili pada perlakuan komposisi media tanam mengalami perbedaan yang nyata, tetapi pada frekuensi aplikasi pupuk daun tidak menunjukkan perbedaan. Pada parameter ketebalan daun perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun tidak mengalami perbedaan yang nyata.

Tabel 12 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap luas dan ketebalan daun bibit panili

Perlakuan 10 MSP

(40)

26

dan arang sekam lainnya. Frekuensi aplikasi pupuk daun walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi frekuensi aplikasi pupuk daun dapat meningkatkan luas daun. Perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali dapat meningkatkan luas daun sebesar 4.21% jika dibandingkan dengan luas daun pada perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 6 hari sekali pada 10 MSP.

Komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah daun, luas daun, dan ketebalan daun. Semakin tinggi frekuensi aplikasi pupuk daun maka jumlah daun dan luas daun juga semakin meningkat. Kombinasi media tanah dengan pupuk kandang sapi juga dapat meningkatkan jumlah daun, luas daun, dan ketebalan daun. Hal tersebut menunjukkan bahwa frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 kali sehari dan adanya kombinasi pupuk kandang sapi pada media tanam lebih dapat memenuhi ketersediaan hara nitrogen, fosfor, dan kalium sehingga unsur hara tersebut berperan dalam mendukung penambahan jumlah daun, luas daun, dan ketebalan daun. Interaksi antara komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap jumlah daun terjadi pada saat bibit panili berumur 4 MSP. Hal tersebut diduga bahwa bibit panili sedang pada puncak pertumbuhan vegetatif, sehingga frekuensi aplikasi pupuk daun dan komposisi media tanam saling sinergis dalam menentukan pertumbuhan bibit panili.

Jumlah daun dan luas daun juga dipengaruhi oleh panjang tunas yang tumbuh, semakin panjang tunas maka jumlah daun dan luas daun cenderung akan semakin meningkat. Menurut Gardner et al. (2008) panjang tunas (batang) tersusun dari ruas yang merentang diantara buku-buku batang yang merupakan tempat melekatnya daun. Daun yang didukung oleh batang merupakan tempat produksi karbohidrat bagi tanaman budidaya. Daun diperlukan untuk penyerapan dan pengubahan energi cahaya melalui proses fotosintesis sehingga dapat menjadi

source bagi tanaman.

Nitrogen mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perluasan daun, terutama pada lebar dan luas daun. Suatu defisiensi nitrogen akan menyebabkan pengurangan luas daun yang disebabkan oleh menuanya daun akibat adanya mobilisasi ke daerah sink yang lebih kompetitif. Bojovic dan Markovic (2009) menyatakan bahwa unsur hara nitrogen sebagai unsur yang berperan penting pada pertumbuhan daun tanaman. Selanjutnya Yin-tung (2007) menyatakan bahwa perlakuan 100 ppm nitrogen menghasilkan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan perlakuan 390 ppm fosfor dan 506 kalium pada anggrek bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa nitrogen lebih berpengaruh pada pertambahan jumlah daun dibandingkan fosfor dan kalium.

(41)

27 unsur N, P, dan K secara optimal dapat meningkatkan jumlah daun pada tanaman kolesom. Selanjutnya hasil penelitian Safuan et al. (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar hara kalium tanah akan diikuti peningkatan jumlah daun pada tanaman nenas.

Ketebalan daun bibit panili secara nyata tidak dipengaruhi oleh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun. Hal tersebut menunjukkan bahwa komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun pada percobaan ini belum mampu memberikan pengaruh yang nyata pada parameter ketebalan daun. Ketebalan daun pada bibit panili diduga lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Pada percobaan ini, pembibitan dilakukan pada areal yang memiliki tingkat intensitas cahaya matahari yang sama yaitu 25%, sehingga intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman hampir homogeny. Intensitas cahaya matahari yang rendah menyebabkan daun tanaman menjadi tipis yang disebabkan oleh semakin luasnya ukuran daun sebagai respon optimalisasi terhadap penerimaan intensitas cahaya matahari. Menurut Taiz dan Zeiger (2002) daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal terbuka, hal tersebut disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil. Hasil penelitian Susanto et al. (2006) menunjukkan bahwa anggrek Mokara Chark Kwan memiliki daun lebih luas pada pengurangan intensitas cahaya matahari hingga mencapai 75% dibandingkan daun pada kondisi tanpa naungan.

Jumlah akar, panjang akar, dan volume akar

Pengaruh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap komponen pertumbuhan tanaman yaitu jumlah jumlah akar, panjang akar, dan volume akar dapat dilihat pada Tabel 13. Rata-rata jumlah akar, panjang akar, dan volume akar pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun.

Tabel 13 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap jumlah akar, panjang akar, dan volume akar bibit panili

Perlakuan Jumlah akar

(42)

28

Jumlah akar, panjang akar, dan volume akar walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya dapat meningkatkan jumlah akar, panjang akar, dan volume akar. Pertumbuhan akar bibit panili pada perlakuan berbagai komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Pertumbuhan akar bibit panili pada perlakuan berbagai komposisi media tanam (M0 = Tanah, M1 = Tanah : PK : AS (2:1:1), M2 = Tanah : PK : AS (2:2:1), M3 = Tanah : PK : AS (2:1:2) dan frekuensi aplikasi pupuk daun (P1 = 3 hari sekali dan P2 = 6 hari sekali)

Komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah akar, panjang akar, dan volume akar. Kombinasi media tanah dengan pupuk kandang sapi dan arang sekam sapi dapat meningkatkan jumlah akar, panjang akar, dan volume akar. Hal tersebut diduga bahwa media tanah yang dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi dan arang sekam dapat memperbaiki struktur media tanah, sehingga daya serap air, dan unsur hara oleh akar bibit panili lebih meningkat.

Hasil analisis sifat fisik dan kimia media tanam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa media tanah yang dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi dan arang sekam, memiliki tingkat kepadatan yang lebih rendah dengan tingkat pH (5.9-6.4), porositas, permeabilitas, dan C-organik yang lebih tinggi daripada tanah, sehingga lebih dapat mendukung dalam proses pembentukan dan pertumbuhan akar. Syukur (2005) menyatakan bahwa pupuk kandang sapi mempunyai kandungan bahan organik dan N (NO3- maupun NH4+) cukup besar serta dapat meningkatkan

kemampuan mengikat air sehingga potensial jika digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Menurut Cubera et al. (2009) pertumbuhan akar ditentukan oleh kondisi media tanam. Media tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah dapat menghambat penetrasi akar kedalam tanah sehingga pertumbuhannya terhambat. Adanya kombinasi media tanah dengan pupuk kandang sapi dan arang sekam

P2 P1

(43)

29 menyebabkan media tanam lebih porus dengan kepadatan yang rendah sehingga akar cenderung akan mudah tumbuh memanjang dan menyebar. Selanjutnya Lakitan (2011) menyatakan bahwa media tanam mempengaruhi perakaran karena dalam media tanam akan ditemukan adanya pengaruh dari penghalang mekanis, aerasi, suhu tanah, dan kandungan unsur hara. Pengaruh bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah terhadap pertumbuhan akar, volume akar, dan struktur tanah menyebabkan akar berkembang dengan baik dan mampu memberikan suasana yang kondusif terhadap pertumbuhan akar. Akar yang tumbuh dengan baik akan mendukung pertumbuhan tajuk tanaman (Lado et al. 2004, Watson dan Kelsey 2006, Hakl et al. 2007, Ibrahim et al. 2008).

Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi sangat baik untuk tanaman panili, karena sifat perakarannya yang dangkal dan peka terhadap kemarau. Bahan organik penting untuk meningkatkan daya menahan air dan memperbaiki sifat fisik tanah (Najm et al. 2012). Oleh sebab itu, kadar bahan organik antara 3.0 sampai 5.0% sangat baik, apabila kadar organik makin rendah tanaman panili akan menghadapi resiko kekeringan dan kahat hara (Zaubin dan Wahid 1995).

Peningkatan kapasitas tukar kation (KTK) berkaitan erat dengan adanya peningkatan kandungan C-organik tanah akibat aplikasi pupuk organik (Ermadi dan Muzar 2011). Menurut Hardjowigeno (2007) tanah dengan kandungan bahan organik tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah dengan kandungan bahan organik rendah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah.

Unsur hara pada umumnya mudah diserap oleh akar tanaman pada pH tanah mendekati netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Selanjutnya Gardner et al. (2008) menyatakan bahwa pH tanah merupakan faktor utama yang mempengaruhi daya larut dan mempengaruhi ketersediaan unsur hara tanaman. Kebanyakan unsur hara lebih banyak tersedia dalam nilai pH antara 6.0 sampai 7.0.

Kombinasi media tanah dengan pupuk kandang sapi dan arang sekam memiliki tekstur liat. Menurut Hardjowigeno (2007) media tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar.

(44)

30

menambahkan bahwa pertumbuhan akar dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, seperti konsentrasi nitrat dalam tanah. Semakin rendah konsentrasi nitrat dalam tanah, maka pertumbuhan akar makin meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh nitrat (NO3-) yang diserap oleh akar segera dipergunakan untuk pembentukan

asam amino dalam akar. Bersamaan dengan karbohidrat yang turun dari daun, terbentuklah protein untuk pertumbuhan akar.

Bobot basah dan bobot kering biomassa

Pengaruh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap komponen pertumbuhan tanaman yaitu bobot basah dan bobot kering biomassa dapat dilihat pada Tabel 14. Rata-rata bobot basah dan bobot kering biomassa pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun. Bobot basah dan bobot kering biomassa walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya dapat meningkatkan bobot basah dan bobot kering biomassa.

Tabel 14 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap bobot basah dan bobot kering biomassa bibit panili

Perlakuan Bobot basah total (g) Bobot kering total (g) Frekuensi aplikasi pupuk daun

Keterangan : PK = pupuk kandang, AS = arang sekam, tn = tidak nyata

Komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun memberikan pengaruh yang berbeda bobot basah dan bobot kering biomassa. Semakin tinggi frekuensi aplikasi pupuk daun dan adanya pengkombinasian media tanah dengan pupuk kandang sapi maka bobot basah dan bobot kering biomassa bibit panili akan semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa bobot basah dan bobot kering biomassa bibit panili meningkat dengan meningkatnya frekuensi aplikasi pupuk daun dan adanya kombinasi media tanam dengan pupuk kandang sapi serta arang sekam sehingga lebih dapat memenuhi ketersediaan hara untuk pertumbuhan vegetatif.

(45)

31 (Kaplan et al. 2009, Darzi 2012). Fotosintesis terjadi tidak hanya memerlukan foton, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) tetapi juga suplai hara (Gardner et al.

2008). Fotosintat akan diangkut terlebih dahulu kebagian terdekat dengan daun dan digunakan pada bagian yang sedang mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman berlangsung pada beberapa bagian tertentu sebagai akibat dari pertumbuhan sel di daerah meristem. Pembentukan akar, batang, dan daun terjadi akibat aktivitas pembelahan sel di meristem. Proses pembelahan sel dilanjutkan dengan pemanjangan sel dan diferensiasi sel yang membentuk jaringan dan organ penyusun tanaman. Peningkatan bobot basah dan kering total menunjukkan transportasi fotosintat ke daerah organ tersebut (Salisbury dan Ross 1995). Menurut Simatupang dan Indriani (2003) bobot kering tanaman merupakan tolok ukur dari pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Pembengo (2012) menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen 225 kg ha-1 dan fosfor 144 kg ha-1 dapat meningkatkan bobot kering tanaman tebu sebesar 60.97 g m-2 jika dibandingkan dengan pemberian pupuk nitrogen dan fosfor dengan dosis yang lebih rendah.

Bobot basah dan bobot kering biomassa sebagai indikator besarnya serapan hara dan jumlah fotosintat yang diakumulasikan oleh tanaman, hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan morfologinya. Frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali dan adanya kombinasian media tanah dengan pupuk kandang sapi secara umum dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif, sehingga bobot basah dan kering biomassa juga meningkat.

Komponen Fisiologi

Kehijauan daun dan kerapatan stomata

Komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun tidak memberikan pengaruh terhadap komponen fisiologi tanaman yaitu kehijauan daun dan kerapatan stomata dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata bibit panili

(46)

32

Rata-rata kehujauan daun dan kerapatan stomata pada komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun umumnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik perlakuan komposisi media tanam maupun frekuensi aplikasi pupuk daun. Hal tersebut diduga bahwa kehijauan daun dan kerapatan stomata lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Cahaya matahari mempengaruhi kloroplas tanaman. Intensitas cahaya matahari yang rendah mengakibatkan kloroplas akan mengumpul pada dua bagian, yaitu pada kedua sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari cahaya matahari, hal tersebut mengakibatkan warna daun lebih hijau (Sopandie 2014). Hasil penelitian Elfarisna (2000) menunjukkan bahwa intensitas cahaya matahari yang rendah menyebabkan penurunan kerapatan stomata pada tanaman kedelai. Selanjutnya hasil penelitian Permanasari (2013) menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kehijauan daun dan jumlah stomata. Intensitas cahaya matahari yang rendah menyebabkan daun anggrek berwarna lebih gelap dibandingkan daun pada intensitas cahaya matahari yang tinggi.

Kandungan klorofil

Pengaruh komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap komponen fisiologis tanaman yaitu kandungan klorofil dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Perlakuan komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap kandungan klorofil bibit panili

Perlakuan Klorofil a

(47)

33 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kandungan klorofil b, tetapi frekuensi aplikasi pupuk daun dapat meningkatkan kandungan klorofil b. Frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 3 hari sekali dapat meningkatkan kandungan klorofil b sebesar 20% jika dibandingkan dengan kandungan klorofil b pada perlakuan frekuensi aplikasi pupuk daun yaitu 6 hari sekali pada 10 MSP.

Komposisi media tanam dan frekuensi aplikasi pupuk daun memberikan respon yang berbeda terhadap kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total. Semakin tinggi frekuensi aplikasi pupuk daun dan adanya kombinasi media tanam dengan pupuk kandang sapi maka kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total bibit panili akan semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan klorofil bibit panili meningkat dengan meningkatnya frekuensi aplikasi pupuk daun dan adanya kombinasi media tanam dengan pupuk kandang sapi sehingga lebih dapat memenuhi ketersediaan hara. Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010) molekul klorofil yang merupakan bahan penyerap energi cahaya matahari yang utama yaitu klorofil a dan klorofil b terdapat pada grana dalam setiap sel kloroplas. Selanjutnya Sopandie (2014) menyatakan bahwa energi cahaya matahari dikonversi ke molekul lebih tinggi (ATP) dan NADPH, terjadi di dalam pigmen yang menempel pada membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen tersebut meliputi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid dapat menyerap photosynthetically active radiation (PAR) pada panjang gelombang tertentu. Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh faktor gen, ketersediaan oksigen, karbohidrat serta beberapa unsur yaitu nitrogen, magnesium, besi, dan mangan. Selain dari faktor tersebut, klorofil memerlukan adanya cahaya walaupun dalam kuantitas yang kecil dan semua warna dapat merangsang pembentukan klorofil (Darmawan dan Baharsjah 2010).

Gambar

Gambar 2  Kondisi umum pertumbuhan setek selama percobaan
Gambar 3  Setek panili yang terserang penyakit busuk batang
Tabel 3  Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan fisiologi
Tabel lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memberikan motivasi dan menyalurkan bakat serta minat siswa terhadap Seni dan Budaya di sekolah sesuai amanat tersebut di atas, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Melalui otonomi pendidikan akan terbangun sistem pendidikan yang kokoh di daerah; demokratisasi pendidikan berjalan dengan partisipasi nyata dan luas dari masyarakat,

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan model kepemimpinan kepala sekolah di SD Negeri 3 Sumberagung Kecamatan Ngaringan Grobogan, Untuk mendeskripsikan peran

Tingkat konsumsi bahan bakar minyak (dalam liter/km) untuk setiap jenis kendaraan yang dikaji dapat dihitung dengan mengikuti persamaan (6) yang sesuai dan

Karena tujuannya memperbaiki atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi

Pelatihan juga membantu mahasiswa dalam menyelesaikan masalah dengan baik, mahasiswa merasakan lebih baik dalam berkomunikasi, Kemampuan mahasiswa dalam memimpin

a) Sumber Daya Manusia, yaitu kemampuan baik kualitas maupun kuantitas yang dimiliki dalam penerapan program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Jumlah