• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kontribusi Konsumsi Ikan terhadap Kecukupan Energi dan Zat Gizi Ibu Hamil di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kontribusi Konsumsi Ikan terhadap Kecukupan Energi dan Zat Gizi Ibu Hamil di Bogor"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

Recommended Dietary Allowances for Pregnant Women in Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH.

This study based on a part of Study on Nutritional Status and Food Patterns of Pre-Pregnant Women (at child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers was carried out by SEAFAST Center IPB. The subjects of this study were 203 pregnant women, at their second trimester of pregnancy in six districts in Bogor city. The objective of this study was to determine the contribution of fish consumption toward adequacy of energy and nutrients for pregnant women in Bogor. Salted fish (type of anchovy) was consumed by the most of the samples. Overall the contributions of energy, protein, fat, calcium, iron, vitamin A, folic acid and zink of fish toward total intake were 3.6%, 8.5%, 5.4%, 13.6%, 5.5%, 6.0%, 2.3% and 3.4%, respectively. There was significant (p<0.1) difference contribution of protein, calcium, vitamin A and folic acid of fish toward total intake based on socio economic level. Contribution of energy, protein, calcium, iron, vitamin A, folic acid and zinc from fish toward Indonesian RDA’s were 2.6 %, 10.7 %, 9.2 %, 3.6 %, 2.1 %, 0.7 %, and 4.7 %, respectively. There was not a significant (p>0.1) difference contribution energy and nutrients of fish toward Indonesian RDA’s based on socio economic level.

(2)

Energi dan Zat Gizi Ibu Hamil di Bogor. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan serta asupan energi dan zat gizi ibu hamil di Bogor. Tujuan khususnya adalah (1) mengidentifikasi karakteristik ibu hamil (tingkat sosial ekonomi, umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pekerjaan), (2) menganalisis pola pangan dan konsumsi ikan ibu hamil, (3) menganalisis asupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, vitamin A, asam folat, dan seng dari ikan, (4) menganalisis kontribusi konsumsi ikan terhadap asupan serta kecukupan energi dan zat gizi.

Penelitian ini menggunakan data dasar Studi tentang Status Gizi dan Pola Makan pada Wanita Pra-Hamil (Usia Subur), Ibu Hamil, dan Menyusui yang dilakukan oleh SEAFAST Center IPB. Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kota Bogor, pengumpulan data dimulai dari bulan September sampai Desember 2010. Contoh penelitian adalah wanita hamil trimester kedua (3-6 bulan), berusia antara 20-40 tahun yang berdomisili di Kota Bogor.

Pola pangan ikan dinilai menggunakan food frequency questionnaire

(FFQ) selama satu minggu, sedangkan konsumsi pangan, utamanya pangan ikan diperoleh dengan metode recall (2x24 jam). Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analisis data. Data diolah menggunakan

Microsoft Excel 2010 dan dianalisis menggunakan SPSS version 16,0 for Windows.

Contoh ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi kuintil-2, kuintil-3, dan kuintil-4. Contoh dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi, memperlihatkan umur lebih muda, tingkat pendidikan lebih tinggi, dan besar keluarga semakin kecil. Sebagian besar contoh merupakan ibu rumah tangga.

Sebagian besar contoh mengonsumsi ikan kering/asin yaitu jenis ikan teri. Uji independent sample test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.1) frekuensi konsumsi kelompok ikan berdasarkan kelompok umur. Uji post-hoc menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.1) frekuensi konsumsi udang/cumi/kerang berdasarkan tingkat sosial ekonomi, berbeda antara kuintil-3 dan kuintil-4, dimana frekuensi konsumsi pada contoh di kuintil-3 lebih besar daripada kuintil-4, karena contoh di kuintil-4 lebih memilih sumber protein hewani lain dibandingkan udang/cumi/kerang. Uji oneway anova

menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.1) frekuensi konsumsi kelompok ikan berdasarkan tingkat pendidikan. Uji post-hoc

menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.1) frekuensi konsumsi ikan darat segar berdasarkan besar keluarga, berbeda antara keluarga kecil dan keluarga besar, keluarga sedang dan keluarga besar, dimana frekuensi konsumsi di keluarga sedang dan keluarga kecil lebih besar daripada keluarga besar.

(3)

gizi ikan berdasakan tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan besar keluarga. Uji independent sample test menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.1) pada asupan energi dan zat gizi ikan berdasarkan kelompok umur.

(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim dengan potensi perikanan yang sangat melimpah. Luas wilayah Indonesia (±70%) adalah laut dengan luas mencapai 5.8 juta km persegi. Potensi sumberdaya ikan di Indonesia per tahunnya, meliputi potensi budidaya laut sekitar 46.7 juta ton, potensi perairan umum 356.000 ton, potensi budidaya tambak sekitar satu juta ton, serta potensi lestari sumber daya ikan diperkirakan 6.4 juta ton per tahun (DKP 2004). Sumberdaya laut yang sangat besar tersebut akan sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan secara optimal. Sektor perikanan akan sangat menentukan sumberdaya manusia. Masa depan sebuah bangsa akan ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya.

Kualitas sumberdaya manusia akan sangat ditentukan oleh anak-anak yang dilahirkan. Untuk itu harapannya setiap ibu akan melahirkan anak sehat dan cerdas sehingga akan mampu memajukan bangsanya. Kualitas bayi yang dilahirkan tentunya akan sangat dipengaruhi oleh asupan zat gizi ibu selama kehamilan. Beberapa contoh zat gizi yang dibutuhkan saat kehamilan adalah vitamin A, zat besi, dan iodium. Menurut Picciano dan McDonald (2004), Vitamin A saat kehamilan dibutuhkan untuk perkembangan embrio dan janin. Adapun kekurangan zat besi selama hamil dihubungkan dengan kematian ibu dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Iodium dibutuhkan selama kehamilan untuk sintesis hormon tiroid, yang penting untuk pematangan sistem syaraf pusat, terutama untuk proses mielinasi. Kekurangan iodium dapat menyebabkan kretinisme, keterbelakangan mental dan gangguan fungsi motorik. Menurut Allen & Unwin (1997), pertumbuhan bayi yang normal di tahun pertama kelahiran ditentukan oleh kecukupan zat gizi pada waktu bayi masih dalam kandungan. Oleh karena itu dibutuhkan asupan gizi yang cukup dan tepat pada saat kehamilan. Ikan merupakan sumber protein dan zat gizi lain yang dibutuhkan janin selama masa kehamilan.

(5)

sebagian besar ibu-ibu di Bogor frekuensi makannya hanya dua kali sehari. Hal ini menyebabkan konsumsi energi, lemak, kalsium, vitamin B1 dan vitamin C masih di bawah nilai kecukupan yang dianjurkan. Selain energi yang cukup maka kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang bayi sedangkan vitamin C dibutuhkan tubuh untuk membantu penyerapan zat besi. Jika kekurangan zat besi terjadi pada ibu hamil maka dikhawatirkan akan menyebabkan meningkatnya kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) ataupun terjadinya pendarahan yang parah setelah melahirkan. Hal tersebut diduga akan meningkatkan angka kematian ibu maupun bayi.

Ikan merupakan salah satu sumber protein, lemak, kalsium, fosfor, besi dan seng yang tinggi, disamping mengandung iodium dengan konsentrasi tinggi dan asam lemak omega-3 (Choo & Williams 2003, diacu dalam Waysima 2011). Menurut Flood et al (2010) konsumsi ikan dapat meningkatkan asupan lemak omega-3. Hibbeln (2002) menyatakan, ikan juga mengandung DHA (docosahexanoic acid) yang akan mendukung pertumbuhan syaraf optimal janin selama asupan tercukupi pada saat kehamilan. Jika konsumsi ikan tinggi pada ibu hamil maka diharapkan akan melahirkan anak yang sehat dan cerdas. Budaya konsumsi ikan yang tinggi pada masyarakat Jepang telah membuktikan kualitas kesehatan dan kecerdasan anak-anak di jepang (Khomsan 2002).

Widyakarya Pangan dan Gizi VIII (2004), menetapkan kecukupan konsumsi protein per kapita per hari adalah 52 g protein dan yang berasal dari ikan untuk rata-rata penduduk Indonesia yang diharapkan dapat memenuhi standar gizi yaitu 9 g protein per hari. Berdasarkan uraian di atas mengenai potensi perikanan Indonesia, pentingnya pemenuhan gizi dari ikan saat hamil dan masih terbatasnya penelitian tentang topik ini maka peneliti tertarik untuk meneliti kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi pada ibu hamil.

Rumusan Masalah

(6)

Oleh karena itu diperlukan data aktual tentang asupan protein khususnya protein yang berasal dari ikan pada ibu hamil di Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan serta asupan energi dan zat gizi ibu hamil di Bogor.

Tujuan Khusus

(1) mengidentifikasi karakteristik ibu hamil (tingkat sosial ekonomi, umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pekerjaan).

(2) menganalisis pola pangan dan konsumsi ikan ibu hamil.

(3) menganalisis asupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, vitamin A, asam folat, dan seng dari ikan.

(4) menganalisis kontribusi konsumsi ikan terhadap asupan serta kecukupan energi dan zat gizi.

Hipotesis

(1) Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi ikan berdasarkan karakteristik contoh (tingkat sosial ekonomi, umur, tingkat pendidikan dan besar keluarga).

(2) Terdapat perbedaan jumlah konsumsi ikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi.

(3) Terdapat perbedaan asupan energi dan zat gizi ikan berdasarkan karakteristik contoh (tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan besar keluarga). (4) Semakin meningkat tingkat sosial ekonomi maka kontribusi konsumsi ikan

terhadap asupan maupun kecukupan semakin tinggi.

Kegunaan

(7)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Kehamilan dan Tumbuh Kembang Janin

Awal terjadinya kehamilan yang dialami seorang wanita diawali dengan adanya konsepsi. Pada tahap ini faktor gizi sangat berperan penting untuk menunjang kehidupan baru setelah terjadinya konsepsi. Plasenta (uri), kantong

amnion, dan tali pusar dibentuk pada awal kehamilan di dalam rahim ibu (uterus). Jaringan berpori halus merupakan penyusun dari plasenta, pembuluh darah ibu dan janin secara berdapingan terdapat dalam plasenta.

Janin memperoleh pasokan oksigen dan zat-zat gizi melalui aliran darah yang berasal dari ibu. Darah juga mengeluarkan karbondioksida dan sisa metabolisme janin dengan demikian fungsi plasenta meliputi fungsi pernafasan, absorbsi dan ekskresi. Plasenta merupakan organ yang sangat aktif secara metabolik apabila tersedia cukup energi dan zat-zat gizi. Seperti halnya kelenjar, plasenta juga mengeluarkan berbagai hormon yang diperlukan selama kehamilan dan payudara guna mempersiapkan ASI (air susu ibu). Oleh karena itu plasenta yang sehat sangat diperlukan untuk tumbuh kembang yang baik bagi janin.

Selain plasenta, terdapat sebuah kantong yang berisi cairan tempat berkembangnya janin yang disebut amnion. Tali pusat yang mengandung pembuluh darah yang menghubungkan janin dengan plasenta terdapat disini. Walaupun setelah janin lahir, plasenta, amnion dan tali pusat dibuang ketiga organ tersebut memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan janin selama kehamilan.

Tahap tumbuh kembang janin dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap

implantasi, embrio dan janin. Setelah sel telur dibuahi yang disebut zigot, maka sel akan membelah diri. Setelah dua minggu maka sel akan akan menuju uterus

melalui tuba fallopi kemudian menanamkan diri di dinding uterus, yang dinamakan tahap implantasi. Plasenta, amnion, dan tali pusat mulai dibentuk pada tahap ini.

(8)

virus dan penggunaan obat-obatan tertentu. Minggu kedelapan kehamilan sudah terbentuk sistem saraf, jantung yang sudah berdenyut dan organ lainnya.

Tahap terakhir dalam tumbuh kembang janin adalah tahap janin. Tujuh bulan kehamilan merupakan tahap janin, saat ini tiap organ janin sudah tumbuh menjadi sempurna. Setiap organ dan jaringan sangat peka terhadap kekurangan zat gizi maupun racun pada periode kritis yang berbeda. Apabila zat gizi kurang sehingga pembelahan dan jumlah sel tidak terpenuhi pada fase kritis tersebut maka perbaikan sel tidak dapat dilakukan dikemudian hari. Oleh karena itu, azupan zat gizi ibu harus tercukupi selama kehamilan.

Kehamilan dapat pula dibagi menjadi tiga periode kehamilan, yaitu trimester I (0-12 minggu), trimester II (12-28 minggu) dan trimester III (28-40 minggu). Trimester I dimulai saat sel sperma membuahi sel telur kemudian menjadi zigot. Pada trimester ini selain membelah (hiperplasia) sel juga mengalami pertambahan ukuran sel (hipertrofi). Di akhir trimester ini sebagian organ sudah terbentuk dan janin sudah terasa bergerak. Kekurangan zat gizi, penyalahgunaan obat-obatan dan tekanan yang diterima ibu pada trimester ini dapat berpengaruh negatif terhadap janin selamanya. Walaupun di fase ini ibu kurang memiliki nafsu makan atau merasa mual, makanan cukup gizi harus tetap diupayakan. Oleh karena itu makanan yang padat gizi sangat penting untuk diberikan.

Di awal trimester II, tangan, kaki, jari dan telinga janin sudah terbentuk. Pada trimester ini janin mempersiapkan terbentuknya gigi. Racun masih dapat mempengaruhi janin melalui ibu tapi tidak separah pada trimester I. Janin sudah mulai menyerupai bayi dan bergerak yang dapat dirasakan oleh ibu.

Tahap terakhir kehamilan adalah trimester III, pada saat ini merupakan tahap kritis untuk pertumbuhan janin. Panjang janin menjadi dua kali panjang semula, sedangkan beratnya bertambah sebanyak kurang dari lima kali berat semula. Bagian lunak pada ubun-ubun menunjukkan tempat tulang tengkorak akan menutup. Tulang tengkorak akan menutup sepenuhnya pada bayi usia 16-18 bulan (Almatsier et al. 2011).

Konsumsi dan Kebutuhan Gizi saat Hamil

(9)

untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat.

Menurut Solihin (1993), pada saat kehamilan, janin pada tingkat sel, organ dan tubuh mengalami tahapan tumbuh kembang. Terdapat saat-saat rawan gizi bagi janin oleh karena itu pemenuhan kebutuhan akan zat gizi merupakan faktor utama untuk mencapai hasil pertumbuhan yang optimal sesuai dengan potensi genetik.

Varney et al. (2004) menyatakan, ibu hamil membutuhkan asupan energi dan zat gizi khusus seperti zat besi, asam folat, dan vitamin C. Kebutuhan energi dan protein tidak bisa dipisahkan, artinya jika kebutuhan energi tidak tercukupi maka akan terjadi kemungkitan pemecahan protein untuk dirubah menjadi energi. Padahal protein merupakan salah satu pembentuk organ dan otot janin. Selanjutnya jika energi dan protein tidak mencukupi maka lemak yang akan dipecah untuk memenuhi energi metabolik ibu. Hal ini akan menyebabkan kerusakan syaraf pada janin. Tambahan asam folat dari suplementasi sebesar 200-400 µg atau total 0.4-0.8 mg setiap hari akan mengurangi terjadinya risiko kejadian anemia megaloblastik dan kejadian neural tube defect. Vitamin C juga sangat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan penyerapan zat besi.

Energi

Picciano dan McDonald (2004) menyebutkan, bahwa ketika hamil, ibu membutuhkan tambahan energi untuk simpanan lemak ibu maupun untuk tambahan energi untuk metabolisme basal guna menjaga jaringan baru. Hardinsyah dan Tambunan (2004) dalam WNPG VIII, menetapkan tambahan energi untuk wanita hamil berdasarkan trimesternya sebesar 180 kkal untuk trimester I dan 300 kkal untuk trimester II dan III.

Karbohidrat

(10)

Protein

Picciano dan McDonald (2004) menyatakan bahwa kebutuhan protein ibu selama hamil disimpan dalam jaringan janin, plasenta dan ibu selama trimester II dan III. Hardinsyah dan Tambunan (2004) dalam WNPG VIII, menetapkan penambahan protein pada ibu hamil sebesar 17 g/hari.

Lemak

Picciano dan McDonald. (2004) merekomendasikan asupan lemak selama hamil yang digunakan untuk penerimaan distribusi berbagai makronutrien, sebesar 20-30% dari energi total. Asam lemak linoleat (n-6 PUFA) dan asam lemak linolenat (n-3 PUFA) merupakan prekursor untuk asam arakidonat (AA; 20:04 n-6) dan asam decosahexaenoic (DHA; 22:06 n-3). AA dan DHA sangat penting untuk percepatan pembangunan sistem syaraf pusat (SSP), yang terjadi pada janin selama trimester terakhir dan pada bulan-bulan awal setelah janin dilahirkan.

Vitamin

Vitamin A dibutuhkan saat kehamilan untuk perkembangan embrio dan janin. Penelitian dengan hewan percobaan menyatakan bahwa kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kelainan pada jantung, sistem syaraf pusat, peredaran darah, pernapasan, dan sistem urogenital serta dalam perkembangan tengkorak, kerangka dan anggota badan. Pada ibu hamil dibutuhkan sekitar 770 Ag retinol aktivitas setara (RAE)/hari vitamin A.

Vitamin D dibutuhkan ibu selama hamil dan merupakan satu-satunya sumber vitamin D bagi janin yang disalurkan melalui plasenta. Apabila janin kekurangan vitamin D maka akan menyebabkan pertumbuhan tertunda dan menyebabkan hipokalsemia.

Angka kecukupan vitamin E untuk ibu hamil tidak berbeda jauh dengan angka kecukupan pada wanita tidak hamil, begitu pula vitamin K. tidak ada kekurangan klinis pada vitamin ini dilaporkan dan kebutuhan untuk tambahan janin belum diketahui.

(11)

jumlah asupannya. Untuk ibu hamil berdasarkan RDA telah ditetapkan sebesar 85 mg/hari.

Mineral

Kalsium dibutuhkan oleh ibu hamil untuk kebutuhan kalsium tulang janin maupun untuk kebutuhan kalsium ibu. Kebutuhan zat besi selama hamil berbeda tiap trimesternya pada trimester pertama sebesar 1.2 mg/hari, trimester kedua 4.7 mg/hari dan pada trimester terakhir meningkat menjadi 5.6 mg/hari. Rata-rata jumlah besi diperlukan selama kehamilan 1190 mg, untuk janin sebesar 270 mg, plasenta 90 mg, perluasan sel darah merah 450 mg dan utuk kebutuhan basal 230 mg, selain itu akan hilang sekitar 150 mg saat melahirkan. Selain kalsium dan zat besi ibu hamil juga membutuhkan tambahan asupan, iodium dan seng.

Konsumsi dan Kandungan Gizi Ikan

Junianto (2003) menyatakan bahwa ikan merupakan sumber protein yang baik dan murah. Protein ikan meyediakan kurang lebih 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Mineral yang yang terkandung dalam daging ikan hanya sedikit.

Konsumsi ikan umumnya dibedakan menjadi dua oleh masyarakat Indonesia yaitu ikan laut dan ikan air tawar. Contoh dari ikan laut adalah ikan bandeng, ikan tuna, ikan kakap, ikan tenggiri, ikan mackerel, ikan salmon,

ikang haring, ikan caviar, ikan cod dan sebagainya. Ikan laut mengandung

protein (asam amino esensial yang lengkap), vitamin A, B12, D, E, fosfor, kalsium, natrium, selenium, seng, dan iodium. Ikan mas, ikan gurame, ikan mujair, ikan tawes, ikan sepat, ikan patin, ikan nila, merupakan beberapa contoh ikan air tawar yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar mengandung protein, asam lemak tidak jenuh omega-3, vitamin dan mineral. Kandungan vitamin pada ikan air tawar meliputi vitamin A, B1, B12, dan D. Adapun kandungan mineral pada ikan air tawar adalah besi, fosfor, kalsium, dan natrium yang kadarnya rendah. Ikan dapat dikonsumsi langsung (ikan segar) maupun diolah terlebih dahulu (kering, asin, kalengan dan lain-lain) (Soehardi 2004).

(12)

tahun 2010 rata-rata konsumsi protein ikan per kapita per hari mengalami peningkatan menjadi 7.63 g (BPS 2010).

Hibbeln et al. (2007) menyatakan bahwa perkembangan otak janin tergantung nutrisi spesifik yang hanya berasal dari makanan seperti DHA dan asam lemak essensial omega-3, dimana makanan dari laut merupakan sumber utamanya. Menurut Medical and Nutrition Experts from Mayo Clinic, University of California Los Angeles, and Dole Food Company (2002), ikan laut merupakan sumber protein kualitas tinggi dengan kandungan kalori yang rendah. Ikan seperti salmon, tuna dan maccarel kaya akan minyak ikan, umumnya pada jumlah 300g memiliki kandungan kalori di bawah 225 kkal yang setara dengan kandungan kalori daging tampa lemak. Kandungan lemak ikan lebih banyak lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated) dan lemak tak jenuh rantai tunggal (monounsaturated) daripada lemak jenuh (saturated). Ikan laut juga mengandung beberapa vitamin dan mineral penting, terutama beberapa vitamin B, zat besi, iodium, kalium, magnesium, dan fosfor.

Peran Gizi Ikan Selama Kehamilan

Medical and Nutrition Experts from Mayo Clinic, University of California Los Angeles, and Dole Food Company (2002) menyatakan kandungan asam lemak omega-3 pada ikan dapat mengurangi efek pembekuan darah, menurunkan kadar kolesterol darah dan meminimalkan kejadian penyakit jantung. Berikut ditampilkan beberapa fungsi zat gizi pada Tabel 1.

Tabel 1 Fungsi berbagai zat gizi mikro bagi manusia

Zat gizi Fungsi

Vitamin A Diperlukan untuk pertumbuhan & perkembangan

jaringan- jaringan epithelium, syaraf & tulang

Vitamin D Pengatur utama metabolisme mineral (kalsium & fosfor) tulang

Fosfor Unsur pokok tulang dan gigi

Besi Heme enzymes (hemoglobin dll)

Iodium Berpengaruh dalam transportasi & metabolisme hormon thyroid

Kalsium Penyusun tulang dan gigi, pengatur syaraf dan fungsi otot

EPA Penting untuk keutuhan jaringan mitokondrial, berperan dalam pembentukan prostaglandin & leukotriene

DHA Zat gizi penting bagi otak dan retina

(13)

Picciano dan McDonald (2004) menyatakan, Vitamin A saat kehamilan dibutuhkan untuk perkembangan embrio dan janin. Adapun kekurangan zat besi selama hamil dikaitkan dengan kematian ibu dan berat bayi lahir rendah. Iodium dibutuhkan selama kehamilan untuk sintesis hormon tiroid, yang penting untuk pematangan sistem syaraf pusat, terutama untuk proses mielinasi. Kekurangan iodium dapat menyebabkan kretinisme, keterbelakangan mental dan gangguan fungsi motorik. Seng dibutuhkan oleh ibu hamil karena dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.

Asam folat diperlukan selama hamil karena bertindak sebagai kofaktor untuk reaksi penting dalam sel, diperlukan dalam sintesis asam nukleat DNA. Truswell (2003) menyatakan bahwa asam folat merupakan zat gizi penting untuk replikasi DNA dalam pembelahan sel. Kekurangan asam folat pada ibu hamil dihubungkan dengan kejadian Neural Tube Defects (NTD), kelahiran prematur, BBLR dan hambatan pertumbuhan janin. Akibat dari kekurangan zat gizi saat kehamilan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Beberapa kelainan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi

Zat Gizi Kekurangan Kelebihan

Asam Folat Neural Tube Defects,

anemia, BBLR,

prematuritas, kematian prenatal tinggi

Iodium Kerdil, abortus, IQ rendah,

kelainan congenital

Vitamin B Kelainan Jantung, Beri-beri

Vitamin A IUGR, Gangguan

penglihatan, tetratogenik

Vitamin D Hipokalsemia Retardasi mental,

hiperkalsemia Sumber: Manuaba 2001

(14)

pembatasan konsumsi makanan laut dapat menghambat perkembangan syaraf yang optimal.

Kecukupan Gizi Ibu Hamil

Karyadi & Muhilal (1985) menyatakan, kecukupan gizi yang dianjurkan (recommended dietary allowances) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, serta keadaan hamil dan menyusui. Berdasarkan Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 berikut ditampilkan angka kecukupan gizi bagi ibu hamil pada Tabel 3.

Tabel 3 Angka kecukupan gizi ibu hamil

Kebutuhan

Wanita tidak hamil Wanita hamil Usia

(15)

cadangan zat gizi bersangkutan dalam tubuh. Cadangan ini dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan pada waktu konsumsi zat gizi tersebut kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu tertentu.

(16)

KERANGKA PEMIKIRAN

Masa kehamilan merupakan masa yang sangat menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Menurut Sediaoetama (1996), pemenuhan kebutuhan akan zat gizi merupakan faktor utama untuk mencapai hasil pertumbuhan yang optimal sesuai dengan potensi genetik. Karena itu pemenuhan makanan saat kehamilan harus diperhatikan. Bukan hanya cukup secara kuantitas tapi juga secara kualitas. Pemenuhan akan zat gizi spesifik yang diperlukan ibu hamil maupun janin harus tercukupi. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi kualitas kehamilan maupun bayi yang dilahirkan.

Kondisi sosial budaya, kepercayaan dan lingkungan akan berpengaruh terhadap pola pangan (food pattern) yang akhirnya akan berpengaruh terhadap pola pangan ikan dalam keluarga ibu hamil. Begitupun karakteristik ibu hamil akan berpengaruh terhadap pola pangan dan juga konsumsi pangan ibu hamil. Karakteristik tersebut meliputi keadaan sosial ekonomi, umur, pendidikan, dan besar keluarga. Pendidikan ibu hamil diduga akan mempengaruhi konsumsi pangan termasuk konsumsi ikan. Tingkat sosial ekonomi keluarga akan sangat menentukan jumlah pembelian pangan dan kemudian akan menentukan jumlah konsumsi pangan keluarga termasuk konsumsi ikan. Umur diduga dapat mempengaruhi pembelian terhadap suatu pangan termasuk ikan. Jumlah anggota keluarga akan sangat menetukan distribusi ketersedian pangan dalam rumah tangga.

(17)

Keterangan :

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang dianalisis Hubungan yang tidak dianalisis

Konsumsi

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan terhadap kecukupan zat gizi ibu hamil

(18)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan data dasar dari Studi tentang Status Gizi dan Pola Makan pada Wanita Pra-Hamil (Usia Subur), Ibu Hamil, dan Menyusui yang dilakukan oleh SEAFAST Center IPB. Desain penelitian mengacu terhadap metode penelitian tersebut, yaitu cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kota Bogor, meliputi enam kecamatan yaitu Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Tengah, Bogor Timur dan Tanah Sareal. Waktu pengumpulan data dimulai dari bulan September sampai Desember 2010.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh penelitian adalah wanita hamil trimester kedua (3-6 bulan), berusia antara 20-40 tahun yang berdomisili di Kota Bogor. Jumlah contoh ditetapkan dengan memperkirakan rata-rata prevalensi defisiensi zat gizi mikro anemia. Asumsi prevalensi anemia untuk ibu hamil adalah 50%, dengan α = 5%, d = 10%. Jumlah contoh dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

n ≥ (1-α)2 × P (1-P) d2

ket: n = jumlah contoh

P = perkiraan prevalensi anemia α = batas kepercayaan (95%) d = presisi yang diinginkan

Jumlah yang diambil sebanyak 203 wanita hamil dari keenam kecamatan di Kota Bogor.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang diperoleh meliputi data karakteristik contoh, pola pangan ikan dan konsumsi pangan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner terstuktur. Pola pangan ikan dinilai menggunakan food frequency questionnaire

(FFQ) selama satu minggu. Adapun konsumsi pangan diperoleh dengan metode

(19)

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Jenis data Cara pengumpulan data

1 Sosial ekonomi Pengeluaran keluarga

(Rp/kap/bln)

3 Food recalls Konsumsi makanan Wawancara menggunakan

Food Recall questionnaire

(2x24 jam)

4 Kebiasaan makan Jenis dan frekuensi

konsumsi makanan

Wawancara menggunakan

FFQ 1 minggu Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analisis data. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis menggunakan SPSS version 16,0 for Windows.

Karakteristik sosial ekonomi. Pembagian kelompok umur 20-29 tahun dan 30-40 tahun didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Status ekonomi ditetapkan kedalam tiga kategori yaitu kuintil-2, kuintil-3, dan kuintil-4 berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan (Susenas 2009). Pendidikan contoh dikelompokkan menjadi tamat SD/Sederajat, tamat SMP/Sederajat, tamat SMA/Sederajat, tamat PT. Pekerjaan dikelompokkan menjadi tidak bekerja/IRT, karyawan swasta, wiraswasta, pedagang, guru, dan pembantu rumah tangga (PRT). Besar keluarga dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu keluarga kecil (2-4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) (BKKBN 1998).

Tingkat keseringan konsumsi ikan. Frekuensi konsumsi ikan dikategorikan sangat jarang (≤ 2 kali/minggu), jarang (3-4 kali/minggu) dan sering (≥ 5 kali/minggu).

Asupan energi dan zat gizi. Berdasarkan data recall (2x24 jam)

(20)

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) KGij : Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B g Bj : Jenis pangan j (g)

Gij : Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD pangan j BDD : persen pangan j yang dapat dimakan (%BDD)

Kontribusi asupan energi dan zat gizi dari ikan terhadap asupan energi dan zat gizi seluruh makanan dihitung menggunakan rumus:

Kontribusi energi dan zat gizi ikan terhadap angka kecukupan energi dan zat gizi ibu hamil dihitung menggunakan rumus:

Untuk mengetahui hubungan antar karakteristik contoh digunakan korelasi rank spearman. Uji beda frekuensi konsumsi masing-masing kelompok ikan berdasarkan karakteristik contoh (tingkat sosial ekonomi, umur, tingkat pendidikan dan besar keluarga) menggunakan uji independent sample test, uji oneway anova dan uji lanjut post-hoc. Uji beda jumlah konsumsi ikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi menggunakan uji independent sample test, uji oneway anova dan uji lanjut post-hoc. Uji beda asupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, vitamin A, asam folat, seng dari ikan berdasarkan karakteristik contoh (tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan besar keluarga) menggunakan uji independent sample test, uji oneway anova dan uji lanjut post-hoc. Begitupun uji beda kontribusi konsumsi ikan terhadap asupan dan kecukupan zat gizi berdasarkan tingkat sosial ekonomi menggunakan uji

independent sample test, uji oneway anova dan uji lanjut post-hoc.

Definisi Operasional

Contoh adalah ibu hamil trimester II yang berdomisili di kota Bogor dan bersedia menjadi subjek penelitian.

Besar keluarga adalah jumlah anggota rumah tangga yang tinggal dalam satu rumah dengan sumber perolehan makanan yang sama.

Pengeluaran/ kapita/ bulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh setiap anggota keluarga untuk membeli untuk membeli pangan dalam satu bulan.

Asupan gizi dari ikan / asupan seluruh makanan ibu hamil x 100%

(21)

Ikan adalah sumber daya ikan dan spesies biota perairan lainnya yang sebagian besar atau seluruh daur hidupnya berada di air.

Ikan darat segar adalah ikan yang hidupnya di air tawar, seperti sungai dan danau, atau dibudidayakan ditambak dan dipasarkan dalam keadaan segar.

Ikan laut segar adalah adalah ikan yang hidupnya di laut dan dipasarkan dalam keaadaan segar.

Ikan kering/asin adalah ikan laut maupun ikan darat yang telah diawetkan dengan cara menggabungkan antara penggaraman dengan pengeringan.

Ikan pindang adalah ikan laut maupun ikan darat yang telah diawetkan melalui proses perebusan dan penggaraman dengan perlakuan teknis tertentu. Udang/cumi/kerang adalah binatang berkulit keras seperti udang maupun

binatang lunak seperti cumi-cumi dan kerang (Lubis et al. 2005).

Produk olahan ikan adalah ikan yang telah mengalami proses pengolahan secara modern.

Kebiasaan makan adalah kebiasaan dalam memilih, memperoleh dan mengonsumsi makanan dan minuman.

Makanan pantangan adalah makanan yang menjadi pantangan atau makanan yang dilarang serta yang menjadi tabu dalam masyarakat untuk dikonsumsi.

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dikonsumsi dalam waktu sehari yang diterjemahkan ke dalam gram.

Konsumsi Ikan adalah jumlah ikan dan olahannya yang dimakan dalam waktu sehari diterjemahkan ke dalam gram.

Frekuensi konsumsi ikan adalah berapa kali jumlah konsumsi pangan ikan dan olahannya dalam satu bulan.

Asupan zat gizi adalah jumlah g makanan dan minuman yang dirubah ke dalam satuan energi, protein, lemak, asam folat, vitamin A, zat besi, kalsium dan seng.

(22)
(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh Umur Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah Ibu hamil trimester II yang berdomisili di kota Bogor. Umur contoh dalam penelitian berkisar antara 20 sampai 40 tahun. Sebaran contoh lebih banyak pada rentang usia 20-29 tahun sebanyak 116 orang (57.1%) dan sisanya pada rentang 30-40 tahun sebanyak 87 orang (42.9%). Sebaran contoh berdasarkan umur dan tingkat sosial ekonomi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan umur

Umur (tahun)

Kuintil-2 kuintil-3 Kuintil-4 Total

n % n % n % n %

20-29 30 44.1 38 56.7 48 70.6 116 57.1

30-40 38 55.9 29 43.3 20 29.4 87 42.9

Total 68 100 67 100 68 100 203 100

(r = -0.219; p = 0.002)

Contoh yang berada pada rentang 20-29 tahun meningkat jumlahnya seiring peningkatan sosial ekonomi. Sementara itu hal sebaliknya terjadi pada kelompok usia 30-40 tahun. Uji rank spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.01) antara tingkat sosial ekonomi dengan umur contoh, dimana semakin tinggi tingkat sosial ekonomi maka akan semakin muda umur contoh. Umur yang lebih muda maka dikaitkan dengan produktifitasnya yang masih tinggi sehingga berpengaruh terhadap aktivitasnya dalam bekerja, cara pandang dan pola berpikirnya untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai aktifitasnya yang tinggi (Nurmarchus 2006). Hal sebaliknya pada kelompok umur yang tua.

Tingkat Pendidikan Contoh

(24)

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan pendidikan

Pendidikan Kuintil-2 Kuintil-3 Kuintil-2 Total

n % n % n % n %

Contoh yang menamatkan SD semakin menurun jumlahnya dengan meningkatnya tingkat sosial ekonomi. Contoh yang menamatkan SMP dari kuintil-2 ke kuintil-3 menurun kemudian meningkat kembali di kuintil-4. Adapun contoh yang menamatkan SMA dan PT relatif sama yaitu meningkat jumlahnya dengan meningkatnya tingkat sosial ekonomi. Uji rank spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0.01) tingkat pendidikan contoh dengan sosial ekonomi, dimana semakin tinggi sosial ekonomi maka akan semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan. Hal tersebut bisa terjadi karena dengan tingkat sosial ekonomi tinggi maka kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi akan terbuka secara luas. Seseorang yang berpendidikan tinggi maka kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik terbuka lebih luas. Pekerjaan selanjutnya akan menentukan pendapatannya (Sumarwan 2002). Maka tingkat sosial ekonomi dan tingkat pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, artinya tingkat sosial ekonomi berhubungan dengan tingkat pendidikan begitupun tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi.

Jenis Pekerjaan

(25)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan pekerjaan

Pekerjaan Kuintil-2 Kuintil-3 Kuintil-4 Total

n % n % n % n % kuintil-2 dan kuintil-3 tetapi tidak sama sekali di kuintil-4. Walaupun pekerjaan seseorang sering dihubungkan dengan pendapatan, namun belum tentu pekerjaan seseorang akan menggambarkan tingkat sosial ekonominya.

Besar Keluarga Contoh

Anggota keluarga merupakan seseorang yang tinggal menetap, makan dan tidur dalam satu atap dalam sebuah rumah tangga. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan dalam keluarga. Sumarwan (2002), menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi terhadap suatu barang. Sebaran contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan besar keluarga disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan besar keluarga

Besar Keluarga

Kuintil-2 Kuintil-3 Kuintil-4 Total

n % n % n % n %

(26)

sehingga pengeluaran ekonomi per kapita per bulan akan semakin besar. Hal sebaliknya dengan kondisi ekonomi yang sama semakin besar keluarga maka akan semakin banyak individu yang harus dipenuhi kebutuhan ekonominya sehingga pengeluaran ekonomi perkapita per bulan menjadi kecil. Kondisi tersebut yang diduga menyebabkan dengan semakin kecil keluarga maka akan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi contoh.

Pola Pangan Ikan Tingkat Keseringan Contoh Mengonsumsi Ikan

Berdasarkan data FFQ, dari 203 contoh hanya 193 (95.1%) yang biasa mengonsumsi ikan sehingga untuk menganalisis pola pangan ikan hanya digunakan 193 contoh. Contoh yang mengonsumsi ikan di kuintil-2 (97.6%), kuntil 3 (95.0%) dan kuintil-4 (92.6%). Data tersebut menggambarkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi maka semakin sedikit contoh yang mengonsumsi ikan.

Ikan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu ikan darat segar, ikan laut segar, ikan kering/asin, ikan pindang, udang, cumi-cumu, kerang, produk olahan ikan. Kelompok ikan yang termasuk ikan darat segar adalah ikan bandeng, gurame, lele, mas, mujair, nila, patin, dan sepat. Ikan bawal, kembung, pari dan salem atau salmon dikelompokkan ke dalam ikan laut segar. Kelompok ikan kering/asin terdiri dari cumi-cumi, ikan asin, cucut, etem, gabus, jambal, japuh, pari, selar, teri, usam, udang dan udang rebon. Kelompok ikan pindang terdiri dari dua jenis ikan yaitu ikan cue dan ikan tongkol. Udang, cumi-cumi segar, kerang tiram dan tutut dikelompokkan kedalam kelompok udang/cumi/kerang. Adapun kelompok produk olahan ikan terdiri dari nugget dan sardine.

(27)

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat keseringan mengonsumsi ikan

Jumlah contoh paling banyak mengonsumsi ikan dengan frekuensi sangat jarang pada kelompok ikan pindang (30.1%). Frekuensi konsumsi ikan jarang paling banyak pada kelompok ikan darat segar (17.6%). Adapun contoh yang mengonsumsi ikan dengan frekuensi sering paling banyak mengkonsumi ikan kering/asin (19.7%). Produk olahan ikan (sardine dan nugget) tidak ada satu pun contoh yang mengonsumsi dengan frekuensi sering.

Hasil penelitian Widyawati (2001) menunjukkan hasil yang hampir sama dimana ikan kering/asin merupakan jenis ikan yang paling disenangi di kota Bogor. Contoh sering mengonsumsi kelompok ikan kering/asin yang utamanya adalah ikan teri (Lampiran 1). Keseringan contoh dalam mengonsumsi ikan kering asin karena ikan asin yang harganya relatif murah dibandingkan ikan lain. Waysima (2011) menyatakan ikan kering/asin merupakan jenis ikan yang murah dimana menurut Sediaoetama (1999) kelas ekonomi menengah ke bawah yang paling banyak membeli jenis ikan tersebut. Hanya dengan sedikit uang maka akan didapat ikan kering/asin yang banyak untuk pelengkap makan dengan nasi. Harga yang murah tersebut diduga menjadi salah satu alasan banyak contoh yang mengonsumsi ikan kering/asin dengan frekuensi sering.

(28)

(2011) juga menyatakan bahwa ibu-ibu di daerah pedalaman yang jauh dari pantai menganggap ikan kering/asin paling mudah ditemui. Kondisi tersebut menyebabkan contoh akan lebih sering menemukan jenis ikan kering/asin di pasar-pasar sehingga peluang untuk membeli jenis ikan tersebut juga akan lebih besar.

Frekuensi Konsumsi Ikan berdasarkan Tingkat Sosial Ekonomi

Berdasarkan Tabel 10, contoh yang mengonsumsi ikan darat segar jumlahnya semakin banyak dengan meningkatnya tingkat sosial ekonomi namun frekuensinya menurun dari kuintil-3 ke kuintil-4 dengan frekuensi terbesar (12.0 kali/bln) di kuintil-3 dan terendah (8.6 kali/bln) di kuintil-4. Berbeda dengan ikan darat segar, contoh yang mengonsumsi ikan laut segar dan ikan kering/asin jumlahnya semakin banyak dengan meningkatnya sosial ekonomi namun turun dari kuintil-3 ke kuintil-4, tetapi frekuensi konsumsinya relatif menurun dengan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi dengan frekuensi terbesar di kuintil-2 dan terendah di kuintil-3. Adapun contoh yang mengonsumsi ikan pindang jumlahnya relatif menurun dengan semakin tingginya tingkat sosial ekonomi, tetapi frekuensi konsumsinya relatif meningkat dengan frekuensi terbesar di kuintil-4.

Tabel 10 Sebaran contoh dan frekuensi konsumsi berbagai kelompok ikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Kelompok Ikan

Kuintil-2 (n=66) Kuintil-3 (n=64) Kuintil-4 (n=63) Total (n=193)

*signifikan pada level 0.1 (2-tailed) antara Kuintil-3 dan Kuintil-4

(29)

dimungkinkan karena contoh di kuintil-4 lebih memilih sumber protein hewani lain dibandingkan udang/cumi/kerang. Hal yang juga berpengaruh terhadap konsumsi suatu pangan adalah tabu atau mitos yang dipercaya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Soedikarijati (2001) dalam tesisnya menyebutkan bahwa sosio-budaya menimbulkan mitos dan tabu yang dikaitkan dengan ibu hamil. Mitos tersebut antara lain ibu hamil dilarang makan cumi-cumi karena dikhawatirkan bayi yang dilahirkan tanpa tulang dan dilarang makan udang karena dikhawatirkan anak yang dilahirkan menjadi bodoh. Mungkin karena tersugesti oleh hal tersebut maka frekuensi konsumsi udang/cumi/kerang contoh di kuintil-4 menjadi lebih rendah daripada di kuintil-3.

Adapun contoh yang mengonsumsi produk olahan ikan jumlahnya meningkat dari kuintil-2 ke kuintil-3 kemudian menurun di kuintil-4, namun frekuensinya meningkat dengan semakin meningkatnya sosial ekonomi contoh. Produk olahan ikan merupakan kelompok ikan yang paling sedikit dikonsumsi oleh contoh (4.1%). Kondisi berbeda pada kelompok ikan kering/asin dan ikan pindang dimana sebagian besar contoh (63.7%) mengonsumsi jenis ikan kering/asin kemudian disusul ikan pindang (51.3%). Ikan teri merupakan jenis ikan kering/asin yang paling banyak dikonsumsi sedangkan ikan tongkol merupakan jenis ikan pindang yang paling banyak dikonsumsi (Lampiran 1). Hasil penelitian Widyawati (2001), juga menyatakan bahwa jenis ikan yang banyak dipasarkan di Kota Bogor adalah ikan asin, ikan pindang dan terasi. Jenis ikan asin yang paling disenangi pertama adalah ikan teri dan yang kedua ikan pari sedangkan ikan pindang yang paling disenangi adalah ikan tuna dan ikan tongkol.

Frekuensi Konsumsi Ikan berdasarkan Kelompok Umur

(30)

Tabel 11 Sebaran contoh dan frekuensi konsumsi berbagai kelompok ikan

Frekuensi contoh yang mengonsumsi ikan kering/asin, ikan pindang dan udang/cumi/kerang meningkat dengan peningkatan umur, namun jumlah contoh yang mengonsumsi ikan pindang dan udang/cumi/kerang menurun jumlahnya. Uji independent sample test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.1) frekuensi konsumsi berbagai kelompok ikan berdasarkan kelompok umur. Penelitian Widyawati (2001) menunjukkan hasil yang hampir sama, dimana dengan peningkatan umur maka konsumsi ikan asin dan ikan pindang meningkat tetapi tidak signifikan. Walaupun terdapat perbedaan frekuensi konsumsi kelompok ikan berdasarkan kelompok umur, perbedaan tersebut diduga lebih dikarenakan besarnya pendapatan dan banyaknya kebutuhan dalam rumah tangga.

Frekuensi Konsumsi Ikan berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan seseorang tentunya akan sedikit banyak mempengaruhi pengetahuan akan pangan dan gizi. Berdasarkan Tabel 12 sekilas dapat diketahui bahwa frekuensi konsumsi ikan darat segar semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan contoh. Hal yang berbeda terjadi pada frekuensi ikan laut segar yang menurun seiring dengan penurunan tingkat pendidikan. Frekuensi konsumsi ikan kering/asin relatif menurun dengan peningkatan pendidikan. Frekuensi konsumsi ikan pindang menurun dari tingkat pendidikan SD sampai SMA namun meningkat kembali pada PT. Hal yang berbeda pada frekuensi konsumsi udang/cumi/kerang yang meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan. Adapun produk olahan ikan sama sekali tidak dikonsumsi oleh contoh PT.

(31)

media massa semakin tinggi yang berarti akses terhadap pengetahuan gizi semakin tinggi. Sumarwan (2002) juga menyatakan, pendidikan akan mempengaruhi proses dan keputusan dan pola konsumsi seseorang. Seorang yang mempunyai pendidikan yang lebih baik akan lebih responsif dalam menanggapi sebuah informasi dan juga mempengaruhi pemilihan produk atau merek. Selera konsumen terhadap suatu produk juga dipengaruhi oleh pendidikan. Maka diduga ada faktor lain yang menyebabkan frekuensi konsumsi ikan berdasarkan tingkat pendidikan tidak berbeda secara signifikan yaitu faktor kesukaan dan persepsi terhadap ikan yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Tabel 12 Sebaran contoh dan frekuensi konsumsi berbagai kelompok ikan

berdasarkan pendidikan

Adapun jumlah contoh yang mengonsumsi ikan kering/asin dan ikan pindang jumlahnya relatif menurun dengan peningkatan pendidikan. Hal tersebut dihubungkan dengan WHO (1997) yang menganjurkan membatasi konsumsi ikan asin untuk mengurangi konsumsi garam berlebihan yang digunakan dalam pengawetan ikan asin dan ikan pindang dikaitkan dengan diet dan penyakit kanker. Contoh yang yang berpendidikan lebih tinggi tentunya akan lebih besar peluang memperoleh informasi tersebut sehingga juga akan mempengaruhi konsumsinya.

(32)

yang relatif mahal namun dapat dibeli oleh contoh berpendapatan tinggi sehingga jumlah contoh yang mengonsumsi meningkat dengan peningkatan pendidikan.

Frekuensi Konsumsi Ikan berdasarkan Besar Keluarga

Jumlah anggota dalam keluarga akan mempengaruhi jumlah pembelian bahan pangan. Berikut disajikan frekuensi konsumsi ikan contoh berdasarkan besar keluarga pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh dan frekuensi konsumsi berbagai kelompok ikan berdasarkan besar keluarga

*signifikan pada level 0.1 (2-tailed) asignifikan antara keluarga kecil dan besar

b

signifikan antara keluarga sedang dan besar

(33)

Kondisi ini dapat dibandingkan dengan jumlah contoh maupun frekuensi konsumsi ikan kering/asin walaupun tidak signifikan yang meningkat dengan peningkatan besar keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa contoh lebih sering mengonsumsi ikan kering/asin yang relatif murah harganya untuk memenuhi kebutuhan lauk anggota keluarganya yang lebih banyak. Ikan kering/asin harganya relatif murah jika dibandingkan dengan kelompok ikan yang lain (Sediaoetama 1999, Waysima 2011). Oleh karena itu selain besar keluarga maka faktor lain yang diduga mempengaruhi frekuensi konsumsi ikan adalah harga.

Konsumsi Ikan Contoh

Berdasarkan data recall (2x24 jam) didapatkan rata-rata jumlah konsumsi berbagai kelompok ikan sehari. Konsumsi ikan darat segar relatif sama antar tingkat sosial ekonomi tetapi terendah pada kuintil-3 yaitu 41.4±20.7 g. Tabel 14 menunjukkan rata-rata jumlah konsumsi kelompok ikan laut segar cenderung meningkat dengan peningkatan ekonomi, dimana konsumsi tertinggi pada kuintil-4 sebesar 3kuintil-4.kuintil-4±19.0 g. Hal tersebut wajar karena dengan kemampuan ekonomi yang tinggi maka contoh pada kuintil-4 tentunya dapat membeli ikan laut segar yang harganya relatif mahal lebih banyak dibandingkan kuintil-3 dan kuintil-2. Adapun jumlah konsumsi ikan kering/asin menurun seiring peningkatan tingkat sosial ekonomi. Kondisi tersebut diduga dengan peningkatan tingkat sosial ekonomi maka contoh lebih memilih jenis ikan atau jenis pangan hewani lain dan ikan kering/asin dianggap barang inferior.

Tabel 14 Rata-rata jumlah konsumsi berbagai kelompok ikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Kelompok Ikan Kuitil-2 Kuintil-3 Kuintil-4 p

(34)

kuintil-2 dengan rata-rata konsumsi sebesar kuintil-26.kuintil-2±kuintil-2kuintil-2.3 g. Berdasarkan uji oneway anova tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.1) konsumsi berbagai kelompok ikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi. Hal tersebut diduga karena rata-rata konsumsi masing-masing kelompok ikan berada pada selang yang tidak terlalu jauh. Berikut ditampilkan konsumsi ikan secara keseluruhan pada Gambar 2.

Gambar 2 Rata-rata konsumsi ikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi Gambar 2 menunjukkan rata-rata konsumsi ikan contoh meningkat dari kuintil-2 ke kuintil-3 namun kemudian menurun pada kuintil-4. Konsumsi ikan paling tinggi pada kuintil-3 yaitu sebesar 33.2±22.1 g. Secara total rata-rata konsumsi ikan contoh sebesar 30.5±25.2 g. konsumsi ikan contoh masih jauh di bawah rata-rata konsumsi nasional. Rata-rata konsumsi ikan penduduk Indonesia tahun 2010 sebesar 30.48 kg ikan per kapita tahun (KKP 2011) atau 83.5 g ikan per kapita per hari. Waysima (2011) menyatakan bahwa rata-rata konsumsi ikan di daerah pedalaman yang jauh dari pantai memang lebih rendah daripada di daerah pantai. Konsumsi ikan yang rendah dari contoh dimungkinkan karena daerah penelitian atau Kota Bogor memang jauh dari pantai.

Asupan Energi dan Zat Gizi dari Ikan

Dari 193 contohyang biasa mengonsumsi ikan hanya 151 contoh (78.2%) yang mengonsumsi ikan pada saat recall (2x24 jam). Karena itu untuk menganalisis asupan energi dan zat gizi maupun kontribusi energi dan zat gizi ikan digunakan 151 contoh. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan juga janin yang dikandung maka ibu hamil membutuhkan asupan energi dan zat gizi yang diperoleh dari makanan dan juga minuman.

27.8±18.5

33.2±22.1

30.8±34.0

(35)

Total Asupan Energi dan Zat Gizi

Sebelum mengetahui asupan energi dan zat gizi dari ikan dilihat pula asupan total ibu hamil. Varney et al. (2004) menyatakan bahwa ibu hamil membutuhkan energi dan zat gizi khusus seperti zat besi dan asam folat. Tabel 15 menunjukkan kecuali vitamin A dan asam folat, rata-rata asupan energi dan zat gizi meningkat dengan peningkatan sosial ekonomi. Asupan vitamin A paling tinggi di kuintil-3 sedangkan asam folat di kuintil-4. Rata-rata asupan energi (1654 kkal), protein (54.4 g) asam folat (211.0 µg) dan zat besi (23.7 mg) contoh masih di bawah anjuran AKG 2004. Dalam hal asupan kalsium hanya pada contoh yang berada di kuintil-4 yang memenuhi anjuran AKG 2004, sedangkan hanya mineral seng yang memenuhi angka kecukupan di semua kelompok sosial ekonomi. Uji oneway anova menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.1) asupan energi. protein, lemak dan kalsium diantara tingkat sosial ekonomi. Tabel 15 Rata-rata total asupan energi dan zat gizi ibu hamil berdasarkan tingkat

sosial ekonomi

*signifikan pada level 0,1 (2-tailed) asignifikan antara kuintil-2 dan kuintil-4

b

signifikan antara kuintil-3 dan kuintil-4

(36)

aspek pengetahuan termasuk gizi. Hal tersebut menyebabkan akses terhadap pengetahuan akan kandungan zat gizi suatu pangan akan semakin baik pula. Sumarwan (2002) menyatakan dengan pendidikan yang tinggi akan mendapatkan pekerjaan yang baik yang selanjutnya mempengaruhi pendapatannya. Pendapatan akan menentukan tingkat sosial ekonomi yang kemudian menyebabkan kemampuan untuk membeli suatu barang akan berbeda di tiap tingkat sosial ekonomi. Dengan demikian contoh yang berada di kuintil-4 asupan energi, protein, lemak dan kalsium lebih tinggi daripada contoh di kuintil-3 dan kuintil-2. Dengan kemampuan ekonomi yang lebih tinggi maka alternatif untuk membeli bahan pangan yang kaya kandungan gizi akan lebih besar.

Asupan Energi dan Zat Gizi Ikan berdasarkan Tingkat Sosial Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi asupan energi dan zat gizi. Rata-rata asupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, vitamin A, asam folat dan seng yang berasal dari ikan berturut-turut 57 kkal, 7.2 g, 2.7 g, 87.8 mg, 1.0 mg, 17 RE, 4.0 µg dan 0.5 mg. Asupan protein ikan masih di bawah anjuran WNPG 2004 yaitu sebesar 9 g protein. Asupan energi dan zat gizi yang berasal dari ikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi ditampilkan pada Tabel 16.

(37)

Hal tersebut diperkirakan karena jenis, jumlah dan frekuensi konsumsi ikan yang berbeda di setiap kelompok sosial ekonomi. Konsumsi ikan kering/asin lebih banyak di kuintil-2 daripada kuintil-4 dan frekuensinya lebih sering di kuintil-2 daripada kuintil-3 dan kuintil-4 sehingga asupan kalsiumnya lebih tinggi di kuintil-2 daripada kuintil-3 dan dan kuintil-4. Jenis ikan kering/asin yang paling banyak dikonsumsi adalah ikan teri (Lampiran 1). Sediaoetama (1999) menyatakan, ikan kecil seperti ikan teri dapat dimakan seluruh bagian tubuhnya termasuk tulangnya yang merupakan sumber kalsium. Hal lainnya adalah karena contoh di kuintil-4 dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan lebih banyak alternatif pilihan selain ikan kering/asin dan hanya menjadikan ikan asin sebagai variasi dalam menu makannya. Tingkat sosial ekonomi yang tinggi umumnya juga akan menimbulkan gengsi untuk mengonsumsi ikan kering/asin karena ikan kering/asin dianggap barang inferior.

Asupan vitamin A dan asam folat ikan yang menurun dengan peningkatan sosial ekonomi diperkirakan karena contoh di kuintil-4 lebih memilih mengonsumsi sumber vitamin A dan asam folat dari selain ikan daripada contoh di kuintil-2. Nix (2005), menyebutkan bahwa hati dan kuning telur merupakan sumber vitamin A sedangkan hati ayam dan hati sapi merupakan sumber asam folat. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi maka akan semakin banyak alternatif pilihan pangan yang akan dibeli. Hal tersebut memungkinkan contoh di tingkat sosial ekonomi tinggi akan lebih mempertimbangkan pangan selain ikan untuk dikonsumsi. Widyawati (2001) menyatakan semakin tinggi pendapatan maka persentase pengeluaran untuk pangan dan hasil perikanan akan semakin kecil, karena dengan pendapatan tinggi maka akan lebih mengalokasikan pengeluarannya sesuai gaya hidupnya seperti pakaian, transportasi dan alat elektronik, olahraga dan lain sebagainya.

Asupan Energi dan Zat Gizi Ikan berdasarkan Tingkat Pendidikan

(38)

Tabel 17 Rata-rata asupan energi dan zat gizi dari ikan berdasarkan tingkat

Asupan protein menurun dengan peningkatan tingkat pendidikan demikian pula asupan kalsium dari ikan semakin menurun dengan peningkatan pendidikan. Asupan protein yang semakin menurun dengan peningkatan pendidikan dimungkinkan karena ada pangan lain selain ikan yang dijadikan sumber protein. Dalam hal kalsium, diduga karena jumlah contoh yang mengonsumsi, dan frekuensi konsumsi kelompok ikan kering/asin yang tinggi akan kandungan kalsium semakin menurun dengan peningkatan pendidikan. Hardinsyah (2007) menyatakan, semakin tinggi pendidikan formal seseorang maka akses terhadap informasi dan paparan media massa semakin besar termasuk informasi tentang pengetahuan gizi. Dengan demikian konsumsi akan suatu bahan pangan juga akan berbeda tergantung kepada tingkat pendidikannya. Kecuali vitamin A asupan energi dan zat gizi ikan pada contoh dengan tingkat pendidikan PT lebih rendah daripada SD karena dengan tingginya pendidikan maka akan menyebabkan pengetahuan akan pangan lain semakin banyak, sehingga akan ada asupan energi dan zat gizi dari pangan lain yang dipertimbangkan.

(39)

Asupan Energi dan Zat Gizi Ikan berdasarkan Besar Keluarga

Perbedaan besar keluarga akan menyebabkan ditribusi pangan dalam keluarga juga berbeda. Secara sepintas semakin besar jumlah anggota keluarga maka akan semakin kecil asupan protein dan kalsium ikan begitupun energi dan zat gizi ikan yang lain. Berikut ditampilkan asupan energi dan zat gizi ikan berdasarkan besar keluarga, disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Rata-rata asupan energi dan zat gizi dari ikan berdasarkan besar

Horton (1985) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan, dengan pengurangan satu anggota keluarga maka akan meningkatkan konsumsi kalori sebesar 240-400 kkal per kapita, tergantung pada umur dan jenis kelamin anggota keluarganya. Hal tersebut bisa dikatakan dengan semakin besar jumlah anggota keluarga maka konsumsi terhadap suatu pangan per kapita akan menurun karena distribusi pangan untuk anggota keluarga yang banyak. Hal tersebut tentu akan menurunkan asupan energi dan zat gizi per kapita. Namun uji

oneway anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.1) asupan energi dan zat gizi berdasarkan besar keluarga. Perbedaan yang tidak signifikan tersebut diduga lebih dikarenakan besarnya pendapatan dan daya beli terhadap ikan.

Kontribusi Asupan Energi dan Zat Gizi dari Pangan Ikan Kontribusi Asupan Energi dan Zat Gizi Ikan terhadap Total Asupan

(40)

berturut-turut 3.6%, 13.7%, 5.4%, 13.6%, 5.5%, 6.0%, 2.3% dan 5.4%. Terdapat kecenderungan dengan meningkatnya sosial ekonomi maka kontribusi asupan energi dan zat gizi ikan terhadap total asupan semakin menurun. Kontribusi asupan energi dan zat gizi terhadap asupan sehari disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Kontribusi asupan energi dan zat gizi dari ikan tehadap total asupan

berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Energi dan zat gizi

Kontribusi energi dan zat gizi ikan (%)

p

*signifikan pada level 0,1 (2-tailed) asignifikan antara Kuintil-2 dan Kuintil-4

b

signifikan antara Kuintil-3 dan Kuintil-4

Medical and nutrition experts from Mayo Clinic, University of California Los Angeles, and Dole Food Company (2002), menyatakan bahwa ikan laut merupakan sumber protein kualitas tinggi dengan kandungan kalori yang rendah. Oleh karena itu wajar jika kontribusi energi ikan terhadap total asupan energi hanya di bawah 4% dan untuk kontribusi protein di atas 10%. Kontribusi zat gizi ikan terhadap total asupan terbesar adalah protein sebesar 13.7% kemudian kalsium sebesar 13.6% dan terendah adalah asam folat sebesar 2.3%.

Berdasarkan uji oneway anova terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.1) kontribusi protein, kalsium, vitamin A dan asam folat terhadap total asupan berdasarkan tingkat sosial ekonomi. Uji lanjut post-hoc menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.1) kontribusi protein ikan antara kuintil-2 dengan kuintil-4 dan antara kuintil-3 dengan kuintil-4, dimana yang paling tinggi sebesar 15.3% di kuintil-3. Hal tersebut karena konsumsi sumber protein selain ikan di kuintil-4 lebih besar dari kuintil-3 dan kuintil-2 sementara itu asupan protein ikan di kuintil-4 hanya sebesar 6.7 g lebih kecil daripada kuintil-3 sebesar 7.9 g dan kuintil-2 6.9 g (Tabel 16) sehingga menyebabkan kontribusi protein ikan terhadap total asupan di kuintil-4 menjadi lebih kecil.

(41)

di kuintil-2 daripada kuintil-3 maupun kuintil-4 dan frekuensinya lebih besar di kuintil-2 daripada kuintil-3 maupun kuintil-4 sehingga asupan kalsium juga tinggi sehingga menyebabkan kontribusi kalsiumnya lebih tinggi di kuintil-2 daripada kuintil-3 dan dan kuintil-4. Hal tersebut bisa terjadi karena ikan kering/asin seperti ikan teri dapat dimakan seluruh bagian tubuhnya termasuk tulangnnya yang merupakan sumber dari kalsium (Sediaoetama 1999). Hal lainnya yang menjadikan kontribusi kalsium ikan terhadap asupan sehari menjadi kecil di kuintil-4 adalah adanya sumber kalsium lain yaitu susu yang dikonsumsi. Nix (2005) menyatakan, susu dan produk olahannya merupakan sumber penting kalsium. Hasil penelitian Rizal (2012) dengan menggunakan data yang sama menunjukkan susu paling banyak dikonsumsi oleh contoh di kuintil-4 dan paling sedikit dikonsumsi oleh contoh di kuintil-2.

Dalam hal kontribusi vitamin A dan asam folat terhadap asupan sehari berdasarkan uji post-hoc, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.1) kontribusi asupan vitamin A ikan antara kuintil-2 dan kuintil-4, dimana kontribusi paling tinggi pada kuintil-2 sebesar 10.8% dan kontribusi asupan asam folat ikan antara kuintil-3 dan kuintil-4, dimana kontribusi tertinggi pada kuintil-3 sebesar 2.6%. Hal tersebut diduga karena terdapat konsumsi sumber vitamin A dan asam folat lain yang lebih tinggi seiring dengan peningkatan sosial ekonomi sehingga kontribusi vitamin A dan asam folat ikan menjadi semakin rendah. Menurut Nix (2005) vitamin A juga terdapat secara alami dalam lemak susu. Seperti diuraikan sebelumnya, Rizal (2012) menunjukkan susu paling banyak dikonsumsi oleh contoh di kuintil-4 dan paling sedikit dikonsumsi oleh contoh di kuintil-2. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini banyak produk susu yang diperkaya dengan vitamin A dan asam folat untuk ibu hamil yang umumnya bisa diakses oleh contoh dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, akibatnya kontribusi vitamin A dan asam folat dari ikan menjadi rendah pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi.

Kontribusi Asupan Energi dan Zat Gizi Ikan terhadap AKG

(42)

Kontribusi rata-rata asupan energi ikan contoh terhadap angka kecukupan gizi di bawah 3% dan protein di atas 10%. Hal ini bisa dijelaskan, karena ikan bukan merupakan sumber utama energi bagi sebagian besar penduduk Indonesia; penduduk Indonesia umumnya mengonsumsi beras sebagai sumber energi. Choo & Williams (2003) dalam Waysima (2011) menyebutkan bahwa ikan merupakan salah satu sumber protein, lemak, kalsium, fosfor, besi dan seng. Dengan demikian kontribusi protein ikan di atas 10%. Berikut disajikan kontribusi asupan energi dan zat gizi terhadap AKG berdasarkan sosial ekonomi pada Tabel 20.

Tabel 20 Kontribusi asupan energi dan zat gizi dari ikan tehadap AKG berdasarkan tingkat sosial ekonomi

Energi dan zat gizi

Kontribusi energi dan zat gizi ikan (%)

p cenderung menurun dengan peningkatan sosial ekonomi. Widyawati (2001) menyatakan bahwa semakin tingginya pendapatan maka akan cenderung membuat orang memiliki alternatif pangan lain yang lebih banyak. Ikan dianggap barang inferior oleh kelompok berpendapatan tinggi sehingga cenderung membeli pangan lain dibandingkan ikan. Hal tersebut membuat kontribusi energi dan zat gizi yang berasal dari ikan terhadap AKG cenderung menurun dengan peningkatan sosial ekonomi.

(43)
(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Contoh penelitian adalah ibu hamil trimester II di Kota Bogor, berumur antara 20-40 tahun, dengan tingkat sosial ekonomi 2, 3, dan kuintil-4. Contoh dengan tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi, memperlihatkan umur lebih muda, tingkat pendidikan lebih tinggi, dan besar keluarga semakin kecil. Sebagian besar contoh merupakan ibu rumah tangga.

Sebagian besar contoh mengonsumsi ikan kering/asin jenis ikan teri. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan frekuensi konsumsi ikan berdasarkan kelompok umur dan tingkat pendidikan. Terdapat perbedaan yang signifikan frekuensi konsumsi udang/cumi/kerang berdasarkan tingkat sosial ekonomi; frekuensi konsumsi contoh pada kuintil-3 secara signifikan lebih besar daripada kuintil-4. Terdapat perbedaan signifikan frekuensi konsumsi ikan darat segar berdasarkan besar keluarga; frekuensi konsumsi terbesar pada keluarga sedang diikuti keluarga kecil dan paling rendah pada keluarga besar.

Rata-rata konsumsi ikan pada contoh sebesar 3.5 g/kapita/hari masih jauh di bawah rata-rata konsumsi nasional tahun 2010, yaitu sebesar 83.5 g/kap/hari. Demikian pula asupan protein dari ikan sebesar 7.2 g/kap/hari, masih di bawah anjuran sesuai WNPG 2004 sebesar 9 g/kapita/hari. Tidak terdapat perbedaan jumlah konsumsi ikan, serta asupan energi dan zat gizi berdasarkan tingkat sosial ekonomi. Demikian pula tidak terdapat perbedaan yang signifikan asupan energi dan zat gizi ikan berdasakan tingkat pendidikan, besar keluarga, dan umur.

(45)

tinggi pada kuintil-3 dan terendah pada kuintil-4. Kontribusi kalsium dan vitamin A dari ikan terbesar pada kuintil-2 dan terendah pada kuintil-4; kontribusi asam folat dari ikan terbesar pada kuintil-3 dan terendah pada kuintil-4. Kontribusi energi dan zat gizi ikan terhadap AKG tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan tingkat sosial ekonomi.

Saran

Hasil analisis menunjukkan data konsumsi ikan contoh masih di bawah rata-rata angka nasional, demikian pula asupan energi dan beberapa zat gizi ibu hamil masih berada di bawah anjuran AKG 2004. Bagi ibu hamil penting untuk memperhatikan asupan zat gizi pada masa ini, utamanya zat gizi yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.

(46)

RENDRA KUSUMA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Allen dan Unwin.1997. Food and Nutrition Australia, Asia and the pacific. Hongkong: Dah Hua Printing Press Co. Ltd.

Almatsier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Choo PS, Williams MJ. 2003. Fisheries Production in Asia : Its Role in Food Security and Nutrition. NAGA, Worldfish Center Quarterly 2003;26:2. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Opini

Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Propinsi Buku 3. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

_________________________. 2010. Rata-rata konsumsi protein (gram) per kapita menurut kelompok makanan 1999, 2002 – 2011. www.bps.co.id [25 September 2012].

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan di Indonesia. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2004 Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

____________________________. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

Flood et all. 2010. Food and Nutrient compsumption trends in older Australian : a 10-year cohort study. EJCN 64, 603-613.

Hardinsyah. 2007. Review faktor determinan keragaman konsumsi pangan.

Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2007 2(2): 55 – 74.

Hibbeln JR et al. 2007. Maternal seafood consumption in pregnancy and neurodevelopmental outcomes in childhood: an observational cohort study. Lancet 2007; 369: 578-85.

Hibbeln JR. 2002. Seafood consumption, the DHA content of mothers’ milk and prevalence rates of postpartum depression: A cross-national, ecological analysis. Journal of Affective Disorder 69 (2002) 15-19.

Horton S. 1985. The determinants of nutrient intake, result from Western India.

Journal of Development Economics, 19,147-162.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Karyadi D dan Muhilal. 1985. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan.Jakarta: PT. Gramedia.

Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Gambar

Tabel 2 Beberapa kelainan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi
Tabel 3 Angka kecukupan gizi ibu hamil
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis kontribusi konsumsi ikan
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian mengenai lokalisasi sumber suara dengan menggunakan sumber suara dari pengeras suara dengan gelombang suara sebesar 60 db didapatkan kesalahan terbesar adalah

\ Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan strategi perkuliahan dengan menggunakan asesmen formatif pada materi biodiversitas, mendeskripsikan beberapa strategi

Untuk pengoperasian yang dikenakan pada tubuh, perangkat ini telah diuji dan memenuhi pedoman paparan RF FCC untuk digunakan dengan aksesori yang tidak mengandung logam dan

100 menit Abler, Ronald, Peter Gould, Spatial Organization, The Geographers Views. Lavery,

[r]

Dikatakan bahwa adanya hubungan yang sangat bermakna antara motivasi dengan pelaksanaan mobilisasi pasca operasi sectio caesarea dan penilitian lain yang dilakukan oleh

[r]

Sebagai pembukaan, guru dapat memperlihatkan sebuah model segiempat sebarang dari kawat dan kemudian menyuruh siswa “menelusuri” segiempat itu dengan sebuah jari, kemudian