• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Minyak Nabati sebagai Coating pada Irisan Wortel (Daucus carrota) Beku dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Minyak Nabati sebagai Coating pada Irisan Wortel (Daucus carrota) Beku dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

APPLICATION VEGETABLE OIL AS A COATING ON THE FREEZ SLICES CARROT (Daucus Carrota) AND THE QUALITY CHANGES DURING STORAGE

Priska Wisudawaty, Chilwan Pandji, And Sugiarto

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agriculture University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor West Java Indonesia

Phone 62 51 7533 431, email wisudawaty.prisca03@gmail.com

ABSTRACT

Carrot is highly perishable commodity due to respiration. This process can decompose the macro molecule into carbon dioxide, water, and other micro molecule into this decomposing lead to softening of tissue. This damage could be reduced by fast freezing and then stored under frozen. The research was aimed to know the effect of freezing time and the kind of oil used as coating on color, texture, weight loss and total dissolved solids of the slice carrot during storage. The introduction studies carried out experiments on "trial and error" process of freezing and freezing conditions best obtained by using the freezer (-18oC). The result of this study shows oil that oil gave significant effect on the quality of carrot. The best oil for coating was corn oil that gave weight up to 0.11%, total dissolved solid in the range 4 to 6 brix, color of 67 till 70 Hue, violence 1.30 and 3.10 mm/s, and it was favored by consumers even after 54 day storage.

(2)

Priska Wisudawaty. F34080031. Aplikasi Minyak Nabati sebagai Coating pada Irisan Wortel (Daucus carrota) Beku dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Sugiarto. 2012.

RINGKASAN

Wortel (Daucus carota) merupakan tanaman yang dapat ditanam sepanjang tahun. Sayuran ini banyak diminati masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang diperlukan oleh tubuh terutama β -karoten yang akan diubah menjadi Vitamin A yang sangat penting untuk fungsi retina. selain itu, β -karoten dapat juga sebagai pelindung terhadap kanker karena dapat berperan sebagai antioksidan. Wortel termasuk kedalam komoditas pertanian yang mudah rusak karena sebagai substrat bagi mikroorganisme, terjadi respirasi yang dapat merubah makromolekul menjadi mikromolekul yang dapat mengakibatkan pelunakan jaringan sehingga menuntut penanganan khusus agar susut bobot dan mutu dapat dihindari salah satunya adalah dengan penyimpanan beku. Penyimpanan dingin merupakan hal yang penting dalam penanganan wortel, terutama suhu yang digunakan dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas gizi wortel. Produk beku mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan produk dalam bentuk lainnya, antara lain menghemat waktu penyiapan, menghemat tenaga karena makanan siap dimasak dan disajikan. Proses pembekuan dan penyimpanan beku menyebabkan kehilangan air yang tinggi, keriput, dan tekstur yang lunak. Oleh karena itu, perlu usaha untuk menekan kehilangan air yaitu dengan cara pelapisan atau coating. Pelapisan irisan wortel beku dengan larutan coating merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran wortel sekaligus dapat memperlambat proses pengerutan kulit yang diakibatkan oleh menguapnya sebagian besar air yang terkandung dalam wortel tersebut. Proses coating ini dapat dilakukan dengan menggunakan jenis minyak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan pembekuan terhadap suhu, mengetahui pengaruh coating menggunakan minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak jagung terhadap warna, tekstur, susut bobot, dan total padatan terlarut serta untuk mengetahui perubahan mutu selama penyimpanan.

Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan “trial and error” proses pembekuan dengan menggunakan CO2 kering dan freezer (-18oC). Dari hasil percobaan “trial and error” proses pembekuan diperoleh kondisi pembekuan terbaik yaitu dengan menggunakan freezer (-18oC). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer (-18oC) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu menggunakan freezer (-18oC) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering.

(3)
(4)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Sayur-sayuran merupakan komoditas pertanian yang mudah rusak karena sebagai substrat bagi mikroorganisme, dan terjadi respirasi yang dapat merubah makromolekul menjadi karbondioksida dan air serta mikromolekul yang dapat menyebabkan pelunakan jaringan sehingga menuntut penanganan khusus agar susut bobot dan mutu dapat dihindari. Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau pada saat penjualan menyebabkan sayur-sayuran yang sampai ke konsumen tidak sesegar aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan mutu bahkan telah terjadi pembusukan. Penyimpanan dingin merupakan hal yang penting dalam penanganan wortel, terutama suhu yang digunakan pada masa penyimpanan dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas gizi wortel. Produk beku mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan produk dalam bentuk lainnya, antara lain menghemat waktu penyiapan, menghemat tenaga karena makanan siap dimasak dan disajikan. Keuntungan terbesar dari makanan beku adalah kualitas produk yang baik dan pengolahannya yang mudah.

Wortel merupakan tanaman sayuran umbi semusim yang berbentuk semak yang banyak dikenal dan digemari oleh berbagai lapisan masyarakat hampir di seluruh wilayah tanah air. Umbi wortel memiliki kandungan gizi yang diperlukan oleh tubuh terutama beta–karoten (pro-Vitamin A) yang menyebabkan umbi berwarna kuning kemerahan dan mineral sehingga sayuran ini baik sekali dan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi dalam menu sehari-hari guna mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral yang esensial bagi tubuh. Selain itu, harga wortel relatif murah sehingga terjangkau oleh masyarakat dari berbagai strata ekonomi.

Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang gizi dan kesehatan, mendorong masyarakat untuk hidup sehat dengan mengonsumsi makan segar yang bukan olahan pabrik. Kecenderungan pola hidup dan keterbatasan waktu penyimanan bahan pangan, maka perlu olahan minimal sayur. Selain itu, kemajuan teknologi menuntut suatu sajian praktis dalam mengonsumsi suatu produk, dimana semakin sedikit waktu yang tersedia yang berkaitan dengan penyajian makanan, terutama dalam pemilihan sayuran siap masak, segar dan praktis sehingga mudah dan cepat penyajiannya. Selanjutnya umur simpan olahan minimal yang pendek sehingga perlu terolah minimal beku.

Proses pembekuan dan penyimpanan beku menyebabkan kehilangan air yang tinggi, keriput, dan tekstur yang lunak. Oleh karena itu, perlu usaha untuk menekan kehilangan air yaitu dengan aplikasi pelapisan atau coating. Pelapisan irisan wortel beku dengan larutan coating merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran wortel sekaligus dapat memperlambat proses pengerutan kulit yang diakibatkan oleh menguapnya sebagian besar air yang terkandung dalam wortel tersebut. Proses coating ini dapat dilakukan dengan menggunakan jenis minyak pada sayuran.

B.

TUJUAN

(5)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

PRODUK TEROLAH MINIMAL

Teknologi olah minimal adalah seluruh kegiatan pengolahan yang mencakup pencucian, sortasi, pembersihan, pengupasan, pemotongan, dan lain sebagainya yang tidak mempengaruhi sifat-sifat mutu bahan segarnya, khususnya kandungan gizinya (Shewfelt, 1987). Menurut Cantwell (1991) salah satu peserta symposium American Chemical Society menyatakan bahwa produk olah minimal adalah potongan buah dan sayur yang mengalami sedikit pengolahan. Menurut Burn (1995), buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh tertutup kulit, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam.

Huxsoll dan Bolin (1989) dalam Laurila dan Ahvenainen (2002) menyatakan bahwa pengolahan minimal buah dan sayur mentah mempunyai dua tujuan yaitu:

1. Mempertahankan produk tetap segar tanpa kehilangan kualitas nutrisi.

2. Memastikan bahwa umur simpan produk cukup untuk membuat distribusi layak dilakukan dalam wilayah konsumsi.

Laurila dan Ahvenainen (2002) selanjutnya menjelaskan bahwa ciri karakteristik pengolahan minimal adalah kebutuhan untuk pendekatan yang terintegrasi, dimana bahan mentah, cara penanganan, pengolahan, pengemasan dan distribusi harus diatur dengan baik untuk membuat umur simpan bertambah selama mungkin.

Produk olahan minimal sayur-sayuran lebih mudah mengalami kerusakan dibandingkan dengan sayur-sayuran yang tidak diolah. Pengolahan minimal biasanya meningkatkan derajat kerusakan bahan yang diolah (Krochta et al., 1992). Proses pengupasan atau pengirisan pada tahap persiapan dapat menyebabkan luka pada jaringan sayur. Terbukanya jaringan tersebut akan memperpendek masa simpan sayur yang juga menyebabkan terjadinya hal-hal seperti: mempercepat produksi etilen (Krochta et al., 1992), degradasi membran lemak (Brecht, 1995), peningkatan respirasi (Krochta et al., 1992), oksidasi pencoklatan dan peningkatan laju penghilangan air (Brecht, 1995).

Beberapa upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam teknologi olah minimal telah dilakukan oleh para peneliti. Perlakuan yang diberikan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk teknologi olah minimal. Beberapa perlakuan yang diterapkan dalam teknologi olah minimal antara lain penyimpanan pada suhu rendah, perlakuan khusus dalam persiapan sampel, penggunaan bahan tambahan pangan, penyimpanan dengan atmosfir terkontrol/termodifikasi dan penggunaan pelapis edible (Wong et al., 1994).

B.

WORTEL

(6)

Tanaman wortel (Daucus carrota) berasal dari daratan Asia, kemudian berkembang ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa. Tanaman wortel yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah yang berumbi kuning sampai agak jingga, rasanya agak manis.

Berdasarkan bentuk umbinya, wortel dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

1. Wortel tipe imperator umbinya berbentuk bulat panjang dengan ujungnya runcing seperti kerucut. Biasanya tumbuh akar serabut pada umbinya. Jenis wortel yang termasuk tipe ini adalah scarlet wonder.

2. Wortel tipe cantenay. Tipe ini umbinya berbentuk bulat panjang dengan ujungnya tumpul. Biasanya pada umbinya tidak tumbuh akar serabut, contohnya royal cross.

3. Wortel tipe nantes bentuk umbinya merupakan peralihan dari kedua tipe wortel. Jenis wortel tipe nantes ialah early marketer.

Wortel tipe imperator kurang disukai karena rasanya kurang manis. Varietas lokal lebih disukai karena rasanya enak. Pemanenan biasanya dilakukan pada saat tanaman berumur 2.5 bulan – 4 bulan, dengan garis tengah 2 cm, tergantung pada varietas dan iklim setempat, waktu memanen sebaiknya pada saat masih muda, sebab umbi yang sudah tua terasa keras dan pahit.

Jika dilihat dari taksonominya, wortel ternyata masih satu famili dengan parsley, seledri, adas dan lain-lain. Adapun klasifikasi tanaman wortel adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Wortel (Anonim, 2012)

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) sub-divisi : Angiospermae

kelas : Dicotyledonae ordo : Umbelliferae (Apiaceae) genus : Daucus

species : Daucus carrota

(7)

berwarna pucat/kusam. Bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil.

Wortel adalah salah satu sumber makanan detoksifikasi yang mempunyai kemampuan untuk mengatur ketidakseimbangan dalam tubuh. Wortel merupakan komoditas sayuran yang banyak mengandung β-karoten yang merupakan prekursor Vitamin A. Wortel sebagai sumber Vitamin A berfungsi untuk membantu proses penglihatan (Ipteknet, 2009).

Wortel mengandung pro-Vitamin A yang sangat tinggi, oleh karena itu sangat baik untuk menjaga kesehatan mata, khususnya pada anak-anak untuk menghindari buta senja dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi. Untuk memperoleh zat antikanker yang lebih banyak maka sebaiknya wortel dikonsumsi dalam keadaan masak. Pemasakan akan meningkatkan karoten dua hingga lima kali lebih banyak. Namun, pemasakan yang terlalu lama justru akan menghilangkan β -karoten tersebut.

Ditinjau dari segi organoleptik, wortel memiliki warna yang menarik. Warna merah kekuningan hingga merah jingga menjadikan wortel memiliki daya pikat tersendiri. Selain itu, wortel memiliki rasa yang enak sehingga digemari oleh masyarakat. Tekstur umbi wortel juga sangan baik (renyah), tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Bahkan mengonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan Vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.00 S.I Vitamin A. wortel merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah, dan mudah mendapatkannya.

Umbi wortel berwarna kuning kemerahan karena mengandung β-karoten yang tinggi, kulitnya tipis rasanya enak renyah dan manis. Komposisi gizi umbi wortel disajikan pada Tabel1 .

Tabel 1. Komposisi gizi wortel per 100 gram bahan Bahan Penyususun Kandungan gizi Kalori (kal) Karbohidrat (g) Lemak (g) Protein (g) Kalsium (mg) Phosphor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Air (g)

Bagian yang dapat dimakan (%)

42.00 9.30 0.30 1.20 39.00 37.00 0.80 12.00 0.06 6.00 88.20 88.00 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995).

(8)

karena proses pengolahan akan menghancurkan dinding selnya sehingga β-karoten lebih mudah larut dan dimanfaatkan (Ipteknet, 2009).

Selain kandungan vitamin dan mineral, wortel juga merupakan sumber serat yang baik. Serat makanan diakui memberikan pengaruh positif bagi metabolisme zat gizi dan kesehatan tubuh. Peranan serat makanan untuk kesehatan tubuh seringkali dikaitkan dengan penyakit konstipasi, kegemukan (obesitas) serta memberikan efek hipokolesterolemik dengan cara mengikat asam empedu dan membuangnya ke feses. Peranan yang terakhir ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit jantung koroner.

Pascapanen merupakan semua kegiatan yang dilakukan terhadap komoditi setelah selesai panen yang bertujuan untuk menjaga kondisi produk agar tetap segar hingga tiba ke tangan konsumen. Kegiatan pascapanen ini meliputi dari pemanenan, ada beberapa urutan persiapan tersebut, meliputi: pembersihan, pemilihan, pencegahan penyakit pascapanen, pengukuran (sizing), pengkelasan (grading), pengemasan (packaging), transportasi dan penyimpanan.

Setelah dipanen buah-buahan dan sayur-sayuran segar terus mengalami kegiatan respirasi dan transpirasi, jaringan dan sel masih terus menunjukkan aktivitas metabolisme sehingga selalu mengalami perubahan kimiawi dan biokimiawi (Eskin et al. 1971). Luka-luka ataupun memar selama pemanenan akan memberi pengaruh buruk terhadap komoditas hingga menjadi rusak dan tidak menarik. Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati agar luka maupun memar dapat ditekan serendah mungkin hingga buah dan sayuran yang dipanen dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang lebih lama. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung (Pantastico, 1997).

Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak, Vitamin A umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali. Dalam Vitamin A banyak terkandung β-karoten, tubuh manusia mampu mengubah β-karoten menjadi Vitamin A. sayuran dan buah berwarna hijau atau kuning biasanya banyak mengandung Vitamin A, semakin hijau maka semakin tinggi kadar karotennya.

Ada beberapa pro-Vitamin A yang termasuk pigmen karatenoid yang paling penting adalah β -karoten. Kerusakan dapat terjadi pada suhu tinggi jika ada oksigen. Senyawa ini juga rentan terhadap oksidasi oleh lipid peroksidase dan yang mendorong oksidase lipid yang mengakibatkan penguraian Vitamin A. Vitamin A juga sangat rentan terhadap sinar dan cahaya (Deman, 1989).

C.

EDIBLE COATING

Edible coating merupakan edible lapisan tipis yang dapat dikonsumsi dan menyediakan perlindungan terhadap kelembaban, oksigen, dan perpindahan solute bagi makanan. Bahan ini digunakan diatas atau di antara produk dengan membungkus, merendam, menyikat atau menyemprot untuk memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air dan memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis (Gennadios dan Weller, 1990).

Bahan dasar pembuatan edible coating adalah hidrokoloid (protein, polisakarida), lipid (asam lemak), dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid). Protein dapat diperoleh dari jagung, kedelai, keratin, kolagen, gelatin, kasein, protein susu, albumin telur, dan protein ikan. Polisakarida dapat diperoleh dari selulosa dan turunannya (metil selulosa, karboksil metil selulosa, hidroksi profil metil selulosa), tepung dan turunannya, pektin ekstrak ganggang laut (alginate, karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), xanthan, chitosan, dan lain-lain (Gennadios dan Weller, 1990).

(9)

menjadi agen yang dapat mengurangi kehilangan kelembaban dari bahan pangan. Contoh coating tersebut dapat diperoleh dari campuran pektin (LMP), kalsium klorida, plasticizer, serta asam organik. Umumnya coating dengan polisakarida (termasuk pektin) tidak cukup baik untuk menahan migrasi uap air, bahkan transmisi uap airnya bisa mencapai 7 – 20 kali dibandingkan coating dengan lilin dan minyak (misalnya dengan parafin). Coating ini mampu menghambat gas CO2 dan oksigen sehingga mampu menghambat pematangan pada komoditas klimakterik yang pada akhirnya mampu memperpanjang umur simpan tanpa menimbulkan kondisi anaerob. Hal ini menyerupai penyimpanan dengan CA atau pun MA yang memerlukan lebih banyak biaya misalnya biaya tenaga kerja.

Senyawa lipid yang banyak digunakan adalah monogliseril, wax alami, dan surfaktan. Materi yang paling efektif adalah parafin dan beeswax. Fungsi primer film lipid adalah menghalangi transpor uap air karena sifat polarnya yang rendah. Lapisan lipid bersifat hidrofobik. Permeabilitas uap air kan menurun ketika konsentrasi fase hidrofobik meningkat. Lipid-based film sering digunakan pada struktur matrik polimer untuk memberikan kekuatan mekanik. Film yang dibuat dari lipid akan memiliki sifat tebal tapi mudah rapuh. Mampu mencegah kehilangan air, mengurangi tergerusnya permukaan selama penanganan bahan serta mengendalikan pencoklatan pada kulit buah apel. Pada pisang, memberikan kesan mengkilap pada buah serta menurunkan timbulnya bintik pelayuan yang terkait dengan penurunan aktivitas enzim polifenol oksidase. Pada buah tomat, coating tersebut ternyata juga dapat mempertahankan kandungan asam askorbat

Kombinasi antara hidrokoloid dan lipid berfungsi untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik terterntu dari edible film tergantung fungsi spesifik yang diinginkan. Film komposit ini diaplikasikan dalam bentuk emulsi, suspensi, dispersi, atau dalam bentuk multilayer film. Metode aplikasi akan mempengaruhi kemampuan penghalang dari film yang dihasilkan.

Menurut Guilbert (1993), beberapa keuntungan penggunaan edible coating adalah: 1. Dapat dimakan

2. Biaya umumnya rendah

3. Kegunaannya dapat mengurangi limbah

4. Mampu meningkatkan sifat organoleptik, mekanik dan nutrisi pada makanan

5. Mampu menambah nilai nutrisi makanan (terutama oleh film yang terbuat dari protein) 6. Dapat berfungsi sebagai carier atau zat pembawa untuk senyawa antimikroba dan antioksidan 7. Dapat digunakan sebagai pembungkus primer makanan, bersama-sama dengan film yang tidak

dapat dimakan

Cara-cara pelapisan untuk edible coating adalah pencelupan, penyemprotan atau penuangan. Metode pencelupan dilakukan dengan cara mencelupkan bahan makanan ke dalam edible coating. Untuk mendapatkan permukaan yang rata, dibutuhkan suatu mantel. Setelah pencelupan, kelebihan mantel dialirkan ke produk dan kemudian dikeringkan agar diperoleh teksur yang keras. Metode penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprokan edible coating pada bahan pangan pada satu sisinya, sehingga hasilnya lebih seragam dan praktis dibandingkan cara pencelupan. Metode penuangan dilakukan dengan cara menuang edible coating ke bahan yang akan dilapis. Teknik ini menghasilkan bahan yang lembut dan permukaan yang datar, tetapi ketebalannya harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap permukaan bahan.

D.

PEMBEKUAN

(10)

sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun). Maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan.

Pembekuan adalah penyimpanan bahan dalam keadaan beku yang biasanya dilakukan pada suhu (-12) – (-24)oC. Pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC. Pembekuan cepat dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit, sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30-72 jam. Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk lebih kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti. Bahan pangan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan selama beberapa hari atau minggu tergantung dari jenisnya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bula atau kadang-kadang beberapa tahun. Menurut Irving dan Sharp (1976), mutu bahan pangan yang dibekukan akan menurun dengan kecepatan yang tergantung pada suhu penyimpanan dan jenis bahan pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada suhu -18oC, kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu penyimpanan naik 3oC, maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda. Makanan beku yang mempunyau mutu penyimpanan yang baik selama 12 bulan pada suhu -18oC, akan tahan disimpan masing-masing selama 6 bulan atau 3 bulan pada suhu -15oC atau -12oC.

Kandungan air dalam bahan selama pembekuan akan berubah wujud menjadi kristal es. Terbentuknya kristal es dalam bahan pangan dipengaruhi oleh suhu media pembekunya (Fellow, 1992). Faktor penting dalam pembekuan bahan pangan adalah laju pembekuan. Laju pembekuan cepat menghasilkan mutu produk yang lebih baik daripada pembekuan lambat (Tressler, 1981). Pembekuan cepat menyebabkan kristal es yang terbentuk pada produk beku akan lebih kecil dan tidak merusak dinding sel, sehingga ketika dicairkan kembali, tekstur bahan tidak rusak. Dengan demikian, mutu hasil pembekuan masih mendekati bahan pangan segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil pendinginan.

Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan hasil pertanian, sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama. Keunggulan dari teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, khamir yang mempercepat proses kebusukan pada produk pangan. Dibandingkan dengan proses pemanasan, teknologi pembekuan cepat dapat lebih mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan apabila dilakuakan dengan benar. Namun, demikian beberapa penelitian menyebutkan bahwa pembekuan lambat yang selama ini banyak dipergunakan dalam preservasi bahan pangan, memiliki banyak kekurangan terutama karena menyebabkan terbentuknya kristal es dengan ukuran yang lebih besar, sehingga jaringan pada bahan pangan tersebut menjadi rusak dan berakibat hilangnya komponen zat gizi.

Secara mikrobiologis, pembekuan dapat menghambat pertumbuhan mikroba karena ketika makanan dibekukan, air yang ada berkurang karena pembentukan kristal es, dan Aw menurun karena terjadi peningkatan konsentrasi komponen hidrofilik. Tingginya konsentrasi komponen hidrofilik seperti ion-ion organik dan anorganik dapat membatasi pertumbuhan mikroorganisme melalui efek penarikan air, membatasi transfer nutrien ke dalam sel dan efek terlarut intraseluler (Ibrahim, 1993).

(11)

komposisi media pendingin dan pembekuan, laju pendinginan, pengaturan suhu dan waktu pendinginan, laju thawing dan media yang digunakan untuk menentukan jumlah yang hidup

Untuk mempertahankan mutu suatu produk beku juga perlu dilakukan pengemasan yang sempurna untuk melindunginya dari dehidrasi yang disebabkan oleh proses sublimasi selama pembekuan. Proses dehidrasi tersebut dapat menyebabkan perubahan warna, rasa, tekstur dan gizi bahan pangan beku selama penyimpanan (Desrosier, 1988).

E.

PENGEMASAN

Fungsi utama dari pengemasan adalah 1) menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain, 2) melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran (cahaya), 3) mempunyai fungsi yang lebih baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan, 4) mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi, 5). Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak, dan 6) menampakkan identifikasi, informasi, dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan (Syarief et al, 1989).

Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan atau produk olahan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan atau getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi, dan dari segi kemasan sebagai alat promosi dan media informasi (Syarief & Halid, 1993).

Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan dengan cara melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya. Selain itu pengemasan juga dapat melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik. Menurut Suyitno (1986) pengemasan adalah upaya perlindungan hukum, pengawetan, logistik, kepastian hukum, pengamanan dan pemasaran. Pengertian kemasan sendiri adalah konstruksi yang dirancang dengan kekuatan yang mampu melindungi produk secara efektif terhadap penyebab kerusakan fisik, kimiawi dan mikrobiologi.

Seleksi bahan pengemas yang tepat dengan sifat barier yang cocok terhadap oksigen, uap air, cahaya dan sebagainya dapat meningkatkan umur produk pangan (Subangsihe, 1993). Menurut Spiess dan Schubert (1990) umur simpan suatu produk pangan dipengaruhi tiga parameter yaitu kemasan, sifat produk dan teknologi prosesnya.

Persyaratan pengemas untuk bahan pangan antara lain mempunyai permeabilitas terhadap udara, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun cita rasanya. Bahan pengemas harus tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan secara marjinal dan harganya relatif murah. Sementara itu fungsi terpenting dari pengemasan keripik adalah untuk melindungi produk dari ketengikan, kelembaban, kehilangan bau atau masuknya bau asing yang mengganggu produk dan mencegah produk dari kehancuran. Faktor tambahan berhubungan dengan persyaratan dalam penjualan termasuk untuk daya tarik produk, tidak ada noda minyak, mudah dibuka dan kemampuan mesin (Sacharow & Griffin, 1980).

(12)

pembungkus. Penggunaan plastik untuk kemasan makanan cukup menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti luwes, mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah logam serta mudah dalam penanganan.

Polipropilen termasuk dalam jenis plastik poliolein dan merupakan polimer dari propilen. Pada mulanya motekul polipropilen berada dalam wujud gas. Bila dibandingkan dengan polietilen, polipropilen (PP) mempunyai kekuatan tarik dan kejernihan yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas yang rendah (Pantastico, 1997). Sifat-sifat utama propilen diantaranya adalah ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam keadaan film, permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas gas sedang (Syarief et al.9 1989). Sementara menurut Pantastico (1997), sifat-sifat polipropilen yang lain adalah tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dengan oksigen, tidak menimbulkan racun dan mampu melindungi bahan dari kontaminan. Polipropilen lebih kaku, kuat, lebih ringan dari pada polietilen dan stabil pada suhu tinggi. Plastik polipropilen yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik (Buckle & Edwards, 1987).

Untuk produk yang sensitif terhadap oksigen dapat diawetkan lebih baik dengan menggunakan kemasan vakum. Kemasan vakum tidak hanya memperpanjang masa simpan tapi juga memberikan efek visual yang lebih baik terhadap kemasan (Subangsihe, 1993). Colby et. al (1993) mendefinisikan kemasan vakum dengan keterbatasan kandungan oksigen dalam suatu lingkungan melalui pengurangan konsentrasinya atau penghilangan seluruhnya.

Menurut Wills et al. (1981) kemasan yang memenuhi syarat untuk pengemasan bahan pangan adalah yang mempunyai sifat:

1. Kuat untuk melindungi bahan selam penyimpanan, transportasi dan penumpukan 2. Tidak bereaksi dengan bahan yang dikemas

3. Bentuk sesuai dengan cara penanganan dan pemasaran

(13)

III.

BAHAN DAN METODE

A.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu Pelaksanaan Penelitian selama 3 bulan yaitu bulan Februari 2012 sampai April 2012.

B.

ALAT DAN BAHAN

1.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah freezer (-18oC), pisau, cooler box, tray, erlenmeyer, gelas piala, timbangan, pipet, biuret, chromameter, refraktometer, penetrometer digital, lemari es, sarung tangan, dan masker.

2.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel segar dengan diameter 2 cm yang diperoleh dari pasar tradisional, minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak jagung, plastik PP, dan alumunium foil. Bahan kimia yang digunakan adalah benzena, katalis, H2SO4, NaOH, akuades, alkohol, CO2 kering.

C.

METODE PENELITIAN

1.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan karakteristik wortel segar dan metode pembekuan. Metode yang digunakan adalah CO2 kering dan freezer (-18oC). Caranya yaitu wortel segar yang telah dicuci dan dibersihkan lalu dibentuk bunga. Setelah itu diiris dengan ketebalan 0.5 cm. Wortel yang telah diiris kemudian dilakukan pembekuan dengan menggunakan CO2 kering dan freezer (-18oC). Analisis yang dilakukan yaitu mengetahui waktu pembekuan, suhu akhir produk, keseragaman pembekuan, dan penampakan permukaan. Diagram alir metode penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.

Penelitian Utama

(14)

yang diuji adalah susut bobot penyimpanan, total padatan terlarut, kekerasan, dan warna. Kemudian dilakukan uji organoleptik yang terdiri dari dua bagian yaitu thawing dan stup. Parameter yang diamati adalah warna, aroma dan tekstur. Adapun diagram alir metode penelitian utama adalah:

Gambar 2. Diagram alir metode penelitian utama

Perhitungan susut bobot proses Wortel

Pencucian dan pembentukan bunga

Pengirisan 0.5 cm

Pelapisan minyak kelapa

Pelapisan minyak goreng

kelapa sawit

Pelapisan minyak kedelai

Kontrol

Penirisan

Pembekuan freezer (-18oC)

Pengemasan vakum

Pengemasan normal

Penyimpanan beku 2 bulan

Analisis setiap minggu - Susut bobot

- Total padatan terlarut - Kekerasan

- Warna

- Uji organoleptik

(15)

Pengujian yang dilakukan adalah:

1. Pengaruh pelapisan minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung.

Wortel yang telah diiris dicelupkan ke dalam empat jenis minyak yaitu miyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak jagung sampai irisan tersebut terlapisi minyak, kemudian irisan tersebut ditiriskan dan dikering-anginkan.

2. Kecepatan Pembekuan

Irisan wortel yang telah di coating dengan minyak kemudian dibekukan pada freezer (-18oC). Setelah itu dihitung suhu yang digunakan untuk membekukan irisan wortel tersebut, lamanya waktu pembekuan.

a. Analisis Mutu: susut bobot, warna, kekerasan, dan total padatan terlarut.

Bobot wortel beku ditimbang setiap minggu untuk menilai kualitas ukuran dari penampakan (visual) produk. Susut bobot dihitung berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Uji susut bobot terhadap bahan bertujuan untuk membandingkan selisih bobot bahan sebelum penyimpanan dengan sesuadah penyimpanan.

Susut bobot % %

Dimana:

W : Bobot bahan awal pembekuan (gram) Wa : Bobot bahan akhir pembekuan (gram) b. Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Colortex dengan spesifikasi Colorimetry IV Version 4.0. Nilai yang terbaca pada alat antara lain nilai L, a, dan b (tingkat kecerahan). Intensitas warna ditunjukan melalui nilai Chroma yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :

C √a b O

H = tan

-1

(b/a)

(16)

Keterangan :

C = Chroma, menunjukkn intensitas warna sampel H = oHue, menunjukkan warna sampel

L = Tingkat kecerahan

a = merupakan warna campuran merah-hijau b = merupakan warna campuran kuning-biru o

Hue = parameter untuk kisaran warna

c. Tekstur

Uji Tekstur (kekerasan) diukur secara objektif dengan menggunakan alat penetrometer dan menggunakan jarum penetrometer serta pemberat jika diperlukan. Kekerasan adalah jarak penembusan jarum penetrometer dalam milimeter per 10 detik.

d. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Wortel yang sudah di thawing diletakkan pada prisma refraktometer, dan dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol. Angka refraktometer menunjukkan kadar total padatan terlarut.

D.

RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 2 kali ulangan. Untuk faktor A memiliki taraf perlakuan minyak, yaitu minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, minyak jagung, dan kontrol. Sedangkan faktor B memiliki taraf perlakuan kemasan yaitu vakum dan normal. Model rancangan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εij Dengan i=1,2..,a; j=1,2…,b; k=1,2,..,r dimana :

Yij : nilai pengamatan

µ : rata-rata umum dan rata-rata sebenarnya Ai : Pengaruh taraf ke-i jenis minyak Bj : Pengaruh taraf ke-i faktor kemasan

(AB)ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A (jenis minyak) dan taraf ke-j faktor b (kemasan)

(17)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PENELITIAN PENDAHULUAN

1.

Karakterisasi Wortel Segar

Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan. Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada bahan pangan. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu bahan pangan atau produk seperti kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Informasi kandungan nilai gizi suatu produk sangat penting untuk mengetahui jumlah kalori yang terdapat pada suatu produk. Selain itu, bagi konsumen yang tidak mengonsumsi makanan berlemak tinggi atau memiliki penyakit kolesterol, berat badan tidak normal (obesitas), dan lain-lain dapat mengetahui apakah suatu produk baik untuk dikonsumsi atau tidak dilihat dari kadar lemak yang terkandung dalam produk tersebut. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel segar. Kandungan gizi dari produk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis proksimat sayur wortel

Komponen Hasil (% bb)

Air 88.20 Abu 0.60 Protein 0,46

Lemak kasar 0.05

Serat Kasar 0.14

Air merupakan komponen yang mempunyai peranan penting dalam sayur untuk siklus reproduksi dan proses fisiologi sehingga air akan mempengaruhi lama umur simpan sayur. Wortel merupakan salah satu sayuran yang mempunyai kandungan air tinggi, dapat dilihat dari Tabel 3. Kandungan air sayuran dan buah-buahan pada umumnya berkisar antara 80-90%. Kadar air hasil penelitian yang diperoleh adalah 88,20%. Nilai tersebut sama seperti literatur dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995).

Menurut Desrosier (1988), abu merupakan mineral-mineral anorganik yang memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga keberadaannya dalam bahan pangan bisa mengalami perubahan, namun cenderung tetap. Hasil analisis kadar abu wortel adalah sebesar 0, 60%. Rendahnya kadar abu pada wortel ini menunjukkan bahwa jumlah mineral-mineral organik yang terkandung pada produk cukup rendah sehingga produk ini baik untuk dikonsumsi.

(18)

2.

Pemilihan Metode Pembekuan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan “trial and error” proses pembekuan. Proses tersebut diawali dengan mengupas wortel segar dan membentuk wortel tersebut menjadi bentuk bunga, lalu mencuci dengan air. Wortel yang telah bersih dan telah ditiriskan, kemudian diiris dengan ukuran ±5mm. Kemudian wortel yang telah diiris dilakukan pembekuan dengan dua parameter yaitu pembekuan menggunakan CO2 kering dan pembekuan menggunakan freezer (-18oC). Setelah itu diamati kecepatan pembekuan, suhu akhir produk, keseragaman pembekuan dan penampakan permukaan. Dari hasil percobaan “trial and error” proses pembekuan diperoleh metode pembekuan terbaik yaitu dengan menggunakan freezer (-18oC). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer (-18oC) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu menggunakan freezer (-18oC) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering. Jadi dapat disimpulkan pembekuan yang digunakan adalah dengan menggunakan freezer (-18oC).

Tabel 4. Hasil metode pembekuan dengan CO2 kering dan freezer

Parameter CO2 kering freezer

Kecepatan pembekuan >15 jam 10-15 jam Suhu akhir produk -9oC -18oC Keseragaman pembekuan

Penampakan permukaan

Tidak seragam Kurang baik

Seragam Baik

B.

PENELITIAN UTAMA

1.

Pengaruh Proses Pembekuan

(19)

pada irisan wortel. Pada pembekuan terjadi perubahan kandungan air menjadi kristal es. Bila terjadi pertumbuhan kristal es yang lebih cepat daripada pembentukan inti kristal es, maka akan terjadi osmodehidrasi pada sel, yang mampu merusak vakuola dan dinding sel sehingga menyebabkan kerusakan struktur sel dan penurunan tingkat kekerasan sel. Akibat rusaknya jaringan irisan wortel, menyebabkan hilangnya water holding capacity yang menghasilkan cairan atau drip, yang tidak dapat diserap kembali oleh jaringan irisan wortel beku.

Gambar 3. Pembekuan irisan wortel

2.

Perubahan Mutu Selama Penyimpanan

Penentuan perubahan mutu irisan wortel beku selama penyimpanan didasarkan atas perlakuan coating berbagai jenis minyak (minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung) dan kemasan (vakum dan normal). Karakteristik irisan wortel beku yang diamati dalam penelitian ini adalah susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, dan warna.

a.

Susut Bobot

Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang menggambarkan tingkat kesegaran hasil pertanian. Perubahan susut bobot yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat kesegaran bahan pertanian sudah semakin berkurang. Menurut Purwoko dan Juniarti (1998), persentase susut bobot mengalami peningkatan selama pemasakan hasil pertanian. Hal ini disebabkan karena hasil pertanian mengalami kehilangan air karena aktivitas respirasi dan transpirasi. Menurut Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada komoditas tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada kelembaban nisbi udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditas akan meningkat sejalan meningkatnya temperatur.

(20)

nilai susut bobot tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak jagung dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai susut bobot terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak minyak sawit kemasan normal.

(a)

(b)

Gambar 4. Grafik perubahan % susut bobot irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum, dan (b) normal selama penyimpanan

Penyebab utama susut bobot hasil pertanian adalah kehilangan air atau transpirasi selama penyimpanan dan dapat juga disebabkan oleh terjadinya evaporasi. Evaporasi ini dikarenakan penyimpanan irisan wortel beku di freezer akan kehilangan air karena udara di dalam ruang pendingin terlalu kering (RH-nya rendah) maka air dari wortel yang ada di ruang pendingin akan menguap untuk mencapai keseimbangan dan wortel memiliki kadar air yang tinggi sehingga terjadi evaporasi. Akibatnya, terjadi pengerutan atau layu, pengeringan, pengerasan dan susut bobot. Hal ini diperjelas

y = ‐0,000x y = 0,001x

y = 0,002x

y = 0,001x y = 0,001x

‐0,1 ‐0,05 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3

0 10 20 30 40 50 60

% susut

bobot

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

y = 0,001x y = 0,000x y = 0,002x y = 0,001x y = 0,003x

0 0,05 0,1 0,15 0,2

0 10 20 30 40 50 60

% S

u

sut

bobot

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

(21)

oleh Ryall dan Lipton (1983) yang menyatakan bahwa kehilangan air dari komoditas selain dipengaruhi oleh suhu dipengaruhi juga oleh kelembaban nisbi lingkungan sekitarnya. Susut bobot yang berlebihan dari komoditas menyebabkan pelayuan dan pengeriputan sehingga kesegarannya pun berkurang. Susut bobot yang semakin besar dengan semakin lamanya penyimpanan terjadi bukan hanya kehilangan air selama proses transpirasi, tetapi dapat diakibatkan oleh kehilangan karbon selama respirasi komoditas (Saesarsono, 1981). Menurut Woodroof (1982), untuk sebagian besar sayuran susut bobot sekitar 3-6% dapat menyebabkan hilangnya kualitas dan pada sebagian kecil sayuran susut bobot sebesar 10% menyebabkan sayuran tidak berharga lagi. Sedangkan Pantastico et al. (1986) menyatakan bahwa batas kriteria kehilangan air sebesar 5-10% dari berat semula dapat menyebabkan sayuran tidak laku dijual. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pembuatan produk irisan wortel beku selama penyimpanan sampai hari ke 54 masih layak untuk di konsumsi dan dijual.

b.

Kekerasan

Selama dalam penyimpanan wortel akan terus kehilangan air, dan akan terjadi perubahan sifat fisik. Penyimpanan yang dilakukan pada produk menyebabkan terjadinya perubahan kekerasan. Selama pembekuan terbentuk kristal-kristal es yang besar yang akan membentuk pori-pori pada produk yang akan menyebabkan tekstur produk kurang kompak. Menurut Muchtadi (1992), kekerasan hasil pertanian menurun karena hemiselulosa dan protopektin terdegradasi. Protopektin menurun jumlahnya karena berubah menjadi pektin yang bersifat larut dalam air. Sedangkan Szczesniak (1998) berpendapat perubahan tekstur hasil pertanian selama penyimpanan terutama disebabkan perubahan lamela tengah dan dinding sel primer yang disebabkan enzim pendegradasi serta pelarutan materi pektin. Kondisi ini mendorong pemisahan sel dan berkurangnya ketahanan terhadap tekanan dari luar.

Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan. Kekerasan irisan wortel beku diukur dengan menggunakan penetrometer dengan prinsip bahwa semakin besar jarak penembusan probe (mm/s), nilai kekerasan semakin berkurang atau kelunakan semakin bertambah. Karena semakin lunak sayur, probe penetrometer akan semakin mudah menembus sayur. Berikut merupakan gambar perubahan kekerasan irisan wortel beku selama dalam kemasan vakum dan normal selama penyimpanan.

(a)

y = 0.043x y = 0.050x y = 0.051x y = 0.052x y = 0.047x

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 10 20 30 40 50 60

Keke ras an (m m /s )

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

(22)

(b)

Gambar 5. Grafik perubahan kekerasan irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 5, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi diantara keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan irisan wortel beku. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai perubahan kekerasan meningkat atau dengan kata lain kekerasan irisan wortel beku menurun selama penyimpanan. Kekerasan meningkat dari 1.00 mm/s hingga 3.24 mm/s. Peningkatan nilai kekerasan tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak jagung dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai kekerasan terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan menggunakan kemasan vakum.

Penilaian kekerasan untuk masing-masing produk mengalami peningkatan dengan lamanya penyimpanan, dari grafik diatas memperlihatkan bahwa semakin lama penyimpanan maka kekerasan menurun. Kekerasan irisan wortel beku pasca thawing yang sudah dibekukan akan menjadi lebih lunak dan kenyal. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor pada irisan wortel. Jaringan wortel disusun oleh sel yang merupakan bagian terkecil, yang integritasnya sangat mempengaruhi kualitas tekstur. Integritas dari komponen sel (dinding sel dan lamela tengah) dan tekanan turgor sel ditentukan oleh kandungan air dalam vakuola (Chassagne-Berces et al, 2009). Menurut Delgado et al (2005) tekanan turgor sel sangat mempengaruhi tingkat kekerasan, dimana vakuola dan membran sel dapat mencegah terjadinya osmosis. Berdasarkan hasil penelitian Chassagne et al (2009), pembekuan apel menyebabkan penurunan tingkat kekerasan sebesar 54% untuk pembekuan pada suhu -80˚C, 79% untuk pembekuan pada suhu -20˚C, dan 99% untuk pembekuan cepat menggunakan nitrogen cair pasca thawing. Pada penilitian ini dilakukan pembekuan pada suhu -18˚C dan waktu pembekuan 10-15 jam. Kurang cepatnya pembekuan menjadi kelemahan penelitian ini sehingga sebaiknya menggunakan pembekuan cepat dan thawing lambat yaitu dengan menggunakan alternatif pembekuan dengan blast freezer dan nitrogen cair. Pembekuan dengan menggunakan blast freezer mempunyai kelebihan yaitu kristal es yang bentuk lebih kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti, selain itu dengan pembekuan cepat dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Begitu juga pembekuan dengan menggunakan nitrogen cair

y = 0.050x  y = 0.050x y = 0.052x y = 0.047x y = 0.055x

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 10 20 30 40 50 60

Ke kera sa n (m m /s)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

(23)

memiliki kelebihan yaitu mempunyai titik didih -195,8˚C, mempunyai kemampuan membekukan bahan organik relatif efektif dibandingkan dengan pendingin berbahan amoniak maupun freon, pada pembekuan cepat laju penguapan panas berjalan sangat cepat, sehingga jumlah inti kristal yang terbentuk banyak dan kecil. Pada pembekuan pangan, kristal es yang semakin kecil agar dapat terdistribusi lebih merata sangat diharapkan. Pembekuan dengan nitrogen cair pada beberapa tingkatan pernah dilakukan untuk jus ceri dan apricot, dimana dengan pembekuan ini sifat fisiko kimia bahan dapat dipertahankan. Hal ini diperjelas oleh Thajadi (2011) pengawetan dengan pembekuan terdiri dari dua proses yaitu pembekuan pangan pada umumnya -40˚C dengan waktu 2-3 jam, kemudian penyimpanan beku makanan tersebut pada suhu -18˚C.

Selain itu, kekerasan irisan wortel dapat disebabkan karena perubahan kekerasan terkait erat dengan proses kehilangan air dan akibat degradasi pektin yang tidak larut air (protopektin) menjadi pektin yang larut air. Zat-zat pektin yang terdapat dalam dinding sel dan lamela tengah berfungsi sebagai bahan perekat. Zat-zat tersebut merupakan turunan poligalakturonat dan terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektonat, pektin, dan asam pektat. Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan wortel. Pada waktu sayuran menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat, sedangkan jumlah zat pektat sebelumnya menurun. Dengan perubahan pektin, kekerasan sayuran menurun.

c.

Total Padatan Terlarut

Sayuran menyimpan karbohidrat sebagai persediaan bahan dan energi, yang selanjutnya digunakan untuk menjalankan aktivitas sisa hidupnya. Oleh karena itu, dalam proses pematangan, kandungan padatan seperti gula dan karbohidrat selalu berubah. Peningkatan total padatan terlarut selama penyimpanan disebabkan karena terjadinya degradasi pati menjadi gula sederhana, sedangkan penurunan disebabkan karena gula tersebut digunakan sebagai substrat respirasi untuk menghasilkan energi.

(a)

y = ‐0.045x y = ‐0.058x  y = ‐0.033x y = ‐0.052x  y = ‐0.018x 

‐2 ‐1 0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 10 20 30 40 50 60

Tot al pa dat an te rl arut (Brix)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

(24)

(b)

Gambar 6. Grafik perubahan % total padatan terlarut irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan

Kandungan utama total padatan terlarut wortel adalah gula. Komponen gula reduksi dan gula total pada wortel menyebabkan wortel terasa manis. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan terlarut irisan wortel beku. Sedangkan penggunaan kemasan dan interaksi minyak dengan kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai total padatan terlarut. Berdasarkan uji lanjut LSD, perlakuan kontrol dan minyak sawit memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut dan mempunyai nilai rata-rata tertinggi dengan perlakuan minyak lainnya. Namun, untuk perlakuan dengan menggunakan coating minyak jagung, minyak kedelai dan minyak kelapa tidak memberikan pengaruh nyata. Pada Gambar 6 diperoleh bahwa rata-rata total padatan terlarut tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan perlakuan kontrol, sedangkan rata-rata terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan minyak jagung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan 54 hari, total padatan terlarut cenderung menurun. Penurunan nilai total padatan terlarut sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut dimungkinkan karena produk beku telah terjadi kehilangan komponen-komponen zat gizi selama proses pembekuan dan juga pada saat penyimpanan. Selain itu dimungkinkan karena terjadi dehidrasi dan kandungan gula mengalami penurunan sehingga nilai total padatan terlarut juga menurun (Gambar 6). Selama pembekuan, terjadi penurunan minimal kandungan total padatan terlarut (Bartolome et al.,1995). Pada saat proses pembekuan membutuhkan waktu yang lama sehingga akan terjadinya kerusakan jaringan yang menyebabkan pecahnya sel. Setelah dilakukan thawing irisan wortel akan tercuci yang mengakibatkan keluarnya air dan komponen lain. Sehingga nilai padatan terlarut menurun selama penyimpanan. Selain itu penurunan nilai total padatan terlarut juga terjadi karena selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim dan mikroba tahan suhu beku yang merusak dan menguraikan zat-zat gizi sehingga mengakibatkan penurunan total padatan terlarut (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Pada penelitian ini, produk irisan wortel beku dengan kandungan total padatan terlarut yang berkisar sekitar 4 brix hingga 6 brix masih bagus dan secara organoleptik masih dapat diterima konsumen.

y = ‐0,047x + 6 y = ‐0,034x + 6 y = ‐0,047x + 6 y = ‐0,047x + 6 y = ‐0,039x + 6

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 10 20 30 40 50 60

Tota l pada ta n te rla rut (B ri x)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

(25)

d.

Warna

Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan. Peranan itu sangat nyata terhadap daya tarik, tanda pengenal dan sebagai atribut mutu. Selain itu warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Intensitas kecerahan warna irisan wortel beku diukur dengan alat chromameter dengan menggunakan notasi L menurut Hunter (Soekarto, 1990).

(a)

(b)

Gambar 7. Grafik perubahan warna irisan wortel beku selama penyimpanan terhadap kemasan (a)vakum dan (b) normal

Selama penyimpanan, nilai hue irisan wortel beku memiliki kecenderungan meningkat. Peningkatan nilai hue masih berada pada nilai kisaran sudut 0˚-90˚ yang menunjukkan warna merah,

y = 0.029x y = 0.034x y = 0.033x y = 0.035x y = 0.054x

66,5 67 67,5 68 68,5 69 69,5 70 70,5 71

0 10 20 30 40 50 60

Warna

(H

ue

)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

y = 0.022x y = 0.044x y = 0.060x

y = 0.033x y = 0.043x

66 67 68 69 70 71 72

0 10 20 30 40 50 60

W

arna (Hue)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

(26)

orange, dan kuning (Anonymous, 2003). Peningkatan nilai hue menunjukan bahwa irisan wortel beku mengalami perubahan warna dari orange memudar menjadi kuning. Seperti juga yang terjadi pada tomat dan wortel seperti yang dilakukan oleh (Patras et al., 2009).

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 7, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi antara minyak dengan kemasan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap warna irisan wortel beku. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai perubahan warna meningkat selama penyimpanan. Nilai warna (Hue) meningkat dari 67.74 Hue hingga 70.88 Hue. Peningkatan nilai Hue tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak kelapa dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai Hue terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan menggunakan kemasan normal.

Warna orange pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karatenoid adalah kelompok pigmen non polar yang menyebabkan warna orange pada wortel. Tanaman yang mengandung karbohidrat rendah biasanya mengandung karetenoid sedikit, kecuali pada wortel dan ubi jalar. Kandungan karetenoid setelah panen semakin rendah, karena sintesa karatenoid tidak terjadi setelah panen. Pada hasil pertanian yang disimpan pada suhu rendah, terutama suhu chilling injury, sintesa karatenoid tidak sebanyak yang dihasilkan pada hasil pertanian yang disimpan pada suhu kamar (Thomas, 1975 dalam Mitra, 1997).

Persyaratan warna bagi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk pembekuan cepat sangat berbeda dengan yang diperuntukkan pengalengan, oleh karena pada pembekuan dengan cepat kemungkinan perubahan klorofil menjadi feofitin sangat kecil, tidak ada perubahan nyata pada leukoantosianin, dan terlalu sedikitnya aliran antosianin dari buah ke cairan sirup. Meskipun demikian, warna dan kenampakan merupakan atribut mutu yang sangat penting bagi hasil pertanian yang berasal dari pohon yang tidak mengalami pemucatan, yang dibekukan, dan yang dipotong-potong, sebab hasil pertanian itu akan menjadi perang oleh pengaruh enzin bila tidak dibekukan lagi (Pantastico, 1986).

3.

Daya Terima Irisan Wortel Beku Selama Penyimpanan (Organoleptik)

Pengujian yang biasa dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen yang umum dilakukan biasa disebut dengan uji organoleptik. Uji ini menggunakan panelis yang mempunyai tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Panelis adalah sekelompok orang yang akan menilai dan memberikan kesan secara subyektif berdasarkan prosedur yang diujikan. Oleh karena itu, uji organoleptik merupakan uji yang bersifat subyektif. Dalam pengujian ini yang menjadi panelis adalah panelis semi terlatih dengan jumlah 30 orang.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan konsumen. Dalam uji ini, panelis diminta mengungkapkan anggapan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan dengan skala hedonik. Metode yang digunakan adalah median extention. Pengujian akan dilakukan terhadap warna, aroma, dan tekstur. Skala hedonik yang digunakan untuk produk irisan wortel beku dikonversikan dalam angka yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, dan tekstur. Formulir pengujian organoleptik irisan wortel beku dapat dilihat pada Lampiran 8.

a.

Warna

(27)

menunjukkan nilai gizi dan nilai fungsionalnya, akan tetapi warna memberikan kesan pertama terhadap pandangan konsumen mengenai produk tersebut. Dengan demikian produk tersebut harus memiliki warna yang khas agar banyak digemari konsumennya.

Warna irisan wortel beku yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar kuning kemerahan (orange). Warna orang pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya. Pada dasarnya ada dua jenis karotenoid yaitu (tanpa atom oksigen dalam molekulnya) yang berwarna orange yang terdapat pada wortel dan xantofil (mempunyai atom oksigen dalam molekulnya) terdapat pada jagung (Muchtadi dan Sugiono, 1992).

Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan warna irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai kesukaan warna dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai warna terbaik. Warna yang dihasilkan pada saat organoleptik yaitu warna khas wortel/orange. Warna wortel yang relatif tidak berubah sangat diharapkan oleh konsumen karena indikasi bahwa komoditas masih baik. Menurut Tindall (1987) wortel yang mutunya baik adalah wortel yang berwarna kuning tua sampai orange.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, tingkat kesukaan panelis terhadap warna menurun. Menurut Buckle et al. (1987), selama pembekuan dan penyimpanan beku, konsentrasi bahan-bahan dalam sel termasuk enzim dan substratnya meningkat, jadi kecepatan aktivitas enzim dalam jaringan beku cukup nyata, walaupun pada suhu rendah. Melindungi produk terhadap udara dengan pengemasan dan penyimpanan pada suhu yang lebih rendah, akan sangat mengurangi laju oksidasi dan perubahan warna.

b.

Aroma

Komponen yang menyebabkan aroma pada sayuran antara lain ester-ester, alkohol, aldehid, asam, keton, diasetil, asetilkarbinol, dan geraniol (Apandi, 1984). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) kantong minyak dalam ruang antar sel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak esensial yang menyebabkan aroma yang khas pada wortel. Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan aroma irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai organoleptik aroma dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai aroma terbaik. Aroma yang dihasilkan pada saat organoleptik yaitu aroma khas wortel. Aroma yang khas pada irisan wortel menunjukkan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam irisan wortel lebih banyak. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mubrouk, 1973). Selama penyimpanan produk terbaik yang disimpan selama 54 hari cenderung turun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka aroma produk terbaik cenderung semakin sedikit disukai oleh panelis.

(28)

pembentuk aroma sehingga aromanya sedikit berubah. Seperti perubahan citarasa, perubahan aroma juga disebabkan oleh proses oksidatif oleh oksigen atau enzim pada produk lemak (Ilyas, 1993).

c.

Tekstur

Penilaian organoleptik tekstur dari bahan hasil pertanian biasanya dihubungkan dengan “kesan mulut”. Wortel yang bertekstur renyah sangat diharapkan konsumen karena menunjukkan wortel masih segar dan wortel tidak akan rusak atau berubah bentuk bila diolah lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan pendapat Tindall (1987) yang menyatakan bahwa wortel yang mutunya baik adalah wortel yang renyah. Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan tekstur irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai kesukaan tekstur dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung karena mempunyai tekstur terbaik. Akan tetapi tekstur irisan wortel dengan teknik thawing memiliki tekstur yang lembek/lunak tidak renyah seperti wortel segar. Hal ini dikarenakan setelah sayur dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran tersebut, yaitu proses respirasi dan enzim-enzim yang masih aktif bekerja. Kerja enzim tersebut menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan pektin yang merupakan penyusun dinding sel tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari keras menjadi lunak. Selain itu dikarenakan pada saat proses pembekuan suhu yang digunakan kurang rendah, sehingga waktu yang diperlukan untuk pembekuan kurang cepat.

(29)

V.

PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Metode pembekuan yang baik yaitu menggunakan freezer (-18˚C). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer (-18˚C) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu menggunakan freezer (-18˚C) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering.

Aplikasi coating menggunakan berbagai jenis minyak (minyak goring kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jagung) pada produk irisan wortel beku dapat mempertahankan mutu wortel selama 54 hari penyimpanan. Perubahan mutu selama penyimpanan irisan wortel segar dilakukan analisis susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan warna. Susut bobot penyimpanan irisan wortel beku meningkat selama penyimpanan. Sama dengan susut bobot, nilai kekerasan dan warna (Hue) juga semakin lama penyimpanan akan semakin meningkat. Sedangkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut selama penyimpanan adalah perlakuan coating minyak. Penurunan nilai total padatan terlarut sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut dimungkinkan karena produk beku telah terjadi kehilangan komponen-komponen zat gizi selama proses pembekuan dan juga pada saat penyimpanan. Produk terbaik yaitu irisan wortel beku dengan menggunakan pelapisan minyak jagung. Produk ini memiliki susut bobot berkisar hingga 0.11%, total padatan terlarut berkisar 4.00-6.00%, kekerasan 1.30-3.10 mm/s, warna orange berkisar pada range 67-70 Hue, dan produk ini disukai oleh konsumen.

Secara organoleptik penyimpanan produk irisan wortel beku selama 54 hari menunjukkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma dan tekstur mengalami penurunan, dimana semakin lama waktu penyimpanan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan beku terbentuk kristal-kristal es yang besar yang dapat menyebabkan penurunan mutu produk. Meskipun terjadi penurunan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur produk, produk masih dapat diterima oleh panelis karena berdasarkan hasil analisis median extention terhadap produk irisan wortel beku selama penyimpanan tergolong dalam kategori antara netral dan suka.

B.

SARAN

(30)

APLIK

IRISAN

KASI MIN

N WORTE

MU

FAK

NYAK NA

EL (Daucu

UTU SELA

PRISK

KULTAS T

INSTITUT

ABATI SE

us carrota)

AMA PEN

SKRIPSI

KA WISUDA

F34080031

TEKNOLOG

T PERTANI

BOGOR

2012

EBAGAI C

BEKU D

NYIMPAN

AWATY

1

GI PERTAN

IAN BOGOR

COATING

AN PERU

NAN

NIAN

R

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Khasiat dan Manfaat Wortel Bagi Kesehatan. http://www.jadilah.com/2012/06/khasiat-dan-manfaat-wortel-bagi.html [06 Juni 2012]

Alabran DM, Ahmed FM. 1973. Carrot Flavor. Sugars and Free Nitrogenous Compounds in Fresh Carrots. Food Chemistry 21(2):205-207.

Anonymous, 2003. The priciples of use a spectrophotometer and its application in the measurement of dental shade. Vita Easyshade. http://www.vident.com (26 Juni 2012).

AOAC, 1971. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington D.C

AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington D.C.

Apandi, M., 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni: Bandung

Bartolome, A.P., Ruperez, P and Fuster, C. 1995. Changes in soluble sugars of two pineapple fruit cultivars during frozen storage. Food Chemistry 56(2):163-165.

Brecht, J. K. 1995. Physiology of Lightly Processed Fruits and Vegetables. Horticulture Science. Vol. 30 (1).

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: Hari Purnomo dan Andino. UI Press, Jakarta.

Burn JK. 1995. Lightly Processed Fruits and Vegetables. Introduction to the Colloqium. J. Hort. Sci. 30 (1): 14-17.

Cantwell, M. 1991 Physiology of Cut Fruits and Vegetables. Abstract 10. American Chemical Society Annual Meeting, New York, NY.

Chassagne-Berces S, Poirier C, Devaux MF, Fonseca F, Lahaye M, Pigorini G, Girault C, Marin M, Guillon F, 2009. Changes in Texture, Cellular Structure, and Cell Wall Composition in Apple Tissue as a Result of Freezing, Journal of Food Research International, Volume 42.

Delgado A E, Rubiolo A C, 2005. Microstructural Changes in Strawberry after Freezing and Thawing Processes. Lebensm–Wiss unter Technology, Volume 38. Swiss Society of Food Science and Technology.

Deman JM. 1989. Kimia Makanan. Bandung, Institut Teknologi Bandung.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Hal 131-171. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan, Jakarta.

Eskin, N.A.M., H.M. Henderson and R.J. Townsent. 1971. Biochemistry of Foods. Academic Press. New York, San Francisco, London.

Fellow P. 1992. Food Processing Technology (principles and practice). Ellis Horwood. New York. Gennadios, A dan C.L. Weller. 1990. Edible Film and Coating From Wheat and Corn Protein. Food

Technol 44 (10) : 63

Guilbert, S. 1993. Technology and Application of Edible Protective Films. In Food Packaging and Preservation. Theory and Practice, M, Mathlouthi, ed., London.

Ibrahim, B. 1993. Study on the Effect of Freeze: Thaw Technique on black spot Development of Frozen Norway (Nephrops norvegicus). MSC Post Harvest Technology School of Food. Fisheries and Environmental Studies. University of Humberside.

Ilyas, S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid II: Teknik Pembekuan Ikan. CV. Paripurna. Jakarta.

(32)

Kumalaningsih S dan Hidayat, Nur. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. IKIP Malang. Hal 61-64. Krochta, J. M., Elizabeth, A. B. dan Myrna, O. N. C. 1992. Edible Coating and Film to Improve Food

Quality. Technomic Publishing Co. Inc., USA.

Laurila E, Ahvenainen R. 2002. Minimal processing in practice: fresh fruits and vegetables. In Minimal Processing Technologies In The Food Industry. Ohlsson T, Bengtsson N. Woodhead Publishing Limited, Cambrige, England.

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor

Pantastico E.B. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah: Kamariyani, Gajahmada University Press, Yogyakarta.

Pantastico E.B. 1997. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Penerjemah: Kamariyani, Gajahmada University Press, Yogyakarta.

Patras, A., N. Brunton., S.D. Pieva., F. Butler and G. Downey. 2009. Effect of thermal and high pressure processing on antioxidant activity and instrumental colour of tomato and carrot purees. Innovative Food Science and Emerging Technologies 10(1):16-22.

Purwoko B.S, dan Juniarti D. 1998. Pengaruh Beberapa Perlakuan Pascapanen dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas dan Dayya Simpan Buah Pisang (Musa(Grup AAA, Subgrup Cavendishi)). Bul Argon 26(2):19-28.

Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1997. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung : Penerbit ITB.

Rubatzky V.E, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Duni Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung : Penerbit ITB-Press, Bandung.

Ryall, A.L dan W.A Lipton. 1983. Handling, Transportation and Storage of Fruits and Vegetables. AVI Publishing Company Inc, Wespoert, Connecticut.

Sacharow, S. and R.C. Grifin.1980. Principles of Food Packaging (2nd ed.). AVIPublishing Company, Westport. Connecticut.

Saesarsono, W. 1981. Penyimpanan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan Bunga-bungaan. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, IPB, Bogor.

Shewfelt, R. L. 1987. Quality of minimally processed fruit and vegetables. Journal Food Quality. 10:143-156.

Soekarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Spiess, W.E.L. dan H. Schubert 1990. Engineering and Food. Elsevier Applied Science. London and New York.

Syarief R, Sasya S, Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Syarief, A.M. dan Kumendong, J. 1992. Penyimpanan Dingin. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arean, Jakarta.

Subangsihe, S. 1993. Smoking and Drying-New Technology for Olde Worlde Products. Infofish. Vol. 3.

(33)

Szczesniak AS. 1998. Effect of Storage on Texture. In Food Storage Stability. Taub IA, Singh RP. CRC Press, USA.

Thajadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran, Bandung. Tambunan AH. 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum untuk Produk Pangan. Usulan

Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor.

Tressler. DK, Arsdel WB. Copley MJ. 1981. The Freezing Preservation of Food. Vol II. AV1 Pub. Co., Conncticut. USA.

Wills RBH, Lee TH, Graham D, Glasson WBM, Hall EG. 1981. Postharvest and introduction to the physiology and handling of fruits and vegetables. The AVI Pub Co. Inc. Westport, Conneticut. Wong, D. W. S., W. M. Camirand, dan A. B. Paulath. 1994. Development of Edible Coating For

Minimally Processed Fruit and Vegetables. Di dalam: Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Krochta, J. M., E. A. Baldwin, M.

Gambar

Gambar 1. Wortel (Anonim, 2012)
Tabel 1. Komposisi gizi wortel per 100 gram bahan
Gambar 2. Diagram alir metode penelitian utama
Tabel 2. Kisaran nilai oHue
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar dan suhu pencampuran terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh (O leum caryophylli

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak atsiri lengkuas merah serta konsentrasi penambahan minyak atsiri lengkuas merah yang

:.:*elitian untuk mengetahui kejenuhan asam lemak pada minyak goreng kelapa sawit bermerek J.::r tidak bermerek sebelum pemanasan, pengaruh kenaikan suhu dan lama waktu

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak atsiri jahe merah pada edible coating yang diaplikasikan pada fillet ikan patin

bertujuan untuk mengetahui “EFEK TEKANAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK KELAPA SAWIT PADA FIBER PRESS DI UNIT SCREW. PRESS DENGAN METODE

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum penggorengan minyak kelapa dan minyak sawit memiliki kadar air yang hampir sama, tetapi kadar asam lemak bebas, angka peroksida dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemiripan antara minyak biji ketapang dengan minyak zaitun, wijen dan kelapa sawit berdasarkan sifat fisika kimia dan kandungan asam

Pada penelitian ini pengaruh perubahan suhu pembuatan biodiesel pada mutu biodiesel dari minyak kelapa sawit, meliputi kadar metil ester, kadar gliserol, viskositas, kadar