• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Hambat Siklooksigenase-2 oleh Campuran Ekstrak Suruhan (Peperomia pellucida) dan Jahe Merah (Zingiber officinale) dalam Inflamasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Hambat Siklooksigenase-2 oleh Campuran Ekstrak Suruhan (Peperomia pellucida) dan Jahe Merah (Zingiber officinale) dalam Inflamasi"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

MERAH (

Zingiber officinale

) DALAM INFLAMASI

SHELLY RAHMANIA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Suruhan (

Peperomia pellucida

) dan Jahe Merah (

Zingiber officinale

) dalam

Inflamasi. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan HUSNAWATI.

Suruhan dan jahe merah masing-masing telah diketahui secara ilmiah

berperan sebagai antiinflamasi. Namun, belum ada penelitian yang membuktikan

bahwa campuran kedua tanaman tersebut mampu menghambat proses inflamasi.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi campuran ekstrak suruhan dan jahe

merah sebagai antiinflamasi secara

in vitro

melalui penghambatan enzim

siklooksigenase-2. Efek antiinflamasi dianalisis menggunakan prinsip ELISA

(

Enzyme Linked Immunosorbent Assay

) dan metode spektrofotometri pada

panjang gelombang 412 nm. Efek sitotoksisitas diuji dengan metode

Brine Shrimp

Lethality Test

(BSLT). D

aya hambat maksimum terhadap siklooksigenase-2

ekstrak suruhan sebesar 48% pada konsentrasi 100

μ

g/mL, ekstrak jahe merah

sebesar 44% pada konsentrasi 300

μ

g/mL, dan campuran ekstrak (konsentrasi 1:1)

sebesar 15% pada konsentrasi 175

μ

g/mL. Campuran ekstrak menunjukkan

potensi dalam menghambat siklooksigenase-2 yang lebih rendah dari ekstrak

tunggalnya. Uji BSLT

menunjukkan ekstrak suruhan, jahe merah, dan

campurannya memiliki efek sitotoksik dengan LC

50

berturut-turut 339, 591, dan

728

μ

g/mL. Uji fitokimia menunjukkan tiap ekstrak mengandung flavonoid,

fenolik, alkaloid, dan tanin. Sedangkan saponin dan steroid hanya terdapat dalam

ekstrak suruhan dan terpenoid hanya terdapat dalam ekstrak jahe merah.

Rendemen ekstrak suruhan sebesar 24% dan jahe merah sebesar 21%.

(3)

Suruhan (

Peperomia pellucida

)

and Red Ginger (

Zingiber officinale

) in

Inflammation. Under the direction of SULISTIYANI and HUSNAWATI.

Peperomia pellucida

and

Zingiber officinale

were known to have

anti-inflammatory activity, yet there was no further research to verify their inhibition

in inflammatory process. The aim of this research is

to test the potency of

mixture

extract of suruhan (

Peperomia pellucida

)

and red ginger (

Zingiber officinale

) as

anti-inflammation through

in vitro

inhibition of cyclooxygenase-2 enzyme.

Anti-inflammatory effect was analyzed with ELISA (

Enzyme Linked Immunosorbent

Assay

) and spectrophotometry method at wavelenghth 412 nm. Maximum

inhibition of

Peperomia pellucida

extract against cyclooxygenase-2 was 48% at

100

μ

g/mL,

Zingiber officinale

extract inhibition was

44% at 300

μ

g/mL, and for

mixture extract inhibition was 15% at

175 μg/mL

. Mixture extract of

Peperomia

pellucida

and

Zingiber officinale

showed lower inhibitory potency to

cyclooxygenase-2 compared to their single extracts. Cytotoxicity test with

Brine

Shrimp Lethality Test

method showed that

Peperomia pellucida

extract,

Zingiber

officinale

extract, and mixture extract of both plants have a cytotoxity effect with

each LC

50

values are 339, 591, and 728

μg/mL

. Phytochemical test showed that

each extract contains flavonoid, phenolic, alkaloid, and tannin. Saponin and

steroid were contained only in

Peperomia pellucida

extract and terpenoid was

contained only in

Zingiber officinale

extract. Rendement extract of

Peperomia

pellucida

is 24% and

Zingiber officinale

is 21%.

(4)

MERAH (

Zingiber officinale

) DALAM INFLAMASI

SHELLY RAHMANIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Nama

: Shelly Rahmania

NIM

: G84080016

Disetujui

Komisi Pembimbing

drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D. dr. Husnawati

Ketua

Anggota

Diketahui,

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.

Ketua Departemen Biokimia

(6)

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah

ini dengan baik. Penelitian dengan judul Daya Hambat Siklooksigenase-2 oleh

Campuran Ekstrak Suruhan (

Peperomia pellucida

) dan Jahe Merah (

Zingiber

officinale

) dalam Inflamasi ini terlaksana sebagian didanai oleh pendanaan

kompetitif dari Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) 2012 yang

diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penelitian

ini dilaksanakan sejak Januari sampai Mei 2012 di Laboratorium Departemen

Biokimia Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu selama kegiatan penelitian ini berlangsung, antara lain

drh. Sulistiyani,

M.Sc., Ph.D. dan dr. Husnawati

selaku pembimbing yang telah memberikan

saran, kritik, dan bimbingannya selama penelitian dan dalam penyusunan karya

ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga

atas segala doa dan perhatiannya, serta semua teman atas doa, dukungan, dan

bantuan bagi penulis. Penulis berharap semoga hasil penelitian dan karya ilmiah

ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2013

(7)

ibu Sumedi. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SMAN 3 Depok pada tahun 2008 dan pada tahun yang

sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis memilih mayor Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam.

(8)

DAFTAR TABEL...

ix

DAFTAR GAMBAR...

ix

DAFTAR LAMPIRAN...

ix

PENDAHULUAN...

1

TINJAUAN PUSTAKA

Suruhan...

2

Jahe merah...

2

Inflamasi...

3

Enzim Siklooksigenase-2...

5

Obat Antiinflamasi...

6

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan...

7

Metode Penelitian...

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Hasil Ekstraksi Suruhan dan Jahe Merah...

9

Komponen Fitokimia Ekstrak Suruhan dan Ekstrak Jahe Merah...

9

Sitotoksisitas Ekstrak Berdasarkan Metode

Brine Shrimp Lethality

Test

(BSLT)...

10

Daya Hambat Ekstrak terhadap Aktivitas Siklooksigenase-2 (COX-2)..

11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan... 13

Saran...

13

DAFTAR PUSTAKA...

13

(9)

1

Karakteristik siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2... 5

2

Hasil uji fitokimia ekstrak suruhan dan jahe merah... 10

3

Nilai LC

50

hasil uji sitotoksisitas... 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Tumbuhan suruhan... 2

2

Rimpang jahe merah... 3

3

Proses peradangan... 4

4

Biosintesis prostaglandin... 6

5

Format plat yang digunakan... 8

6

Daya hambat ekstrak terhadap siklooksigenase-2... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Diagram alir penelitian... 17

2

Ekstraksi suruhan dan jahe merah... 17

3

Rendemen hasil ekstraksi suruhan dan jahe merah... 18

4

Tahapan uji sitotoksisitas... 18

5

Hasil uji sitotoksisitas... 19

6

Hasil analisis probit LC

50

dengan selang kepercayaan 95% pada

program SPSS v16... 20

7

Preparasi larutan uji daya hambat siklooksigenase-2... 23

8

Daya hambat ekstrak terhadap aktivitas siklooksigenase-2... 25

(10)

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang kaya akan potensi keanekaragaman hayati yang terdiri atas tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 diantaranya diduga memiliki khasiat sebagai obat (Sampurno 2007). Sejak dahulu manusia berusaha mengatasi berbagai penyakit dengan berbagai macam obat, terutama dari tumbuhan. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang telah ada. Hasil pencarian dan penelitian tersebut kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian senyawa murni dan turunannya sebagai bahan dasar obat modern atau pembuatan ekstrak untuk obat fitofarmaka (Lestari 2010).

Inflamasi atau radang merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya atau bahan infeksi pada tempat cedera serta untuk mempersiapkan keadaan selanjutnya yang dibutuhkan untuk memperbaiki jaringan. Selama proses inflamasi, biasanya akan menimbulkan bengkak, nyeri, kemerahan, dan panas (Hidayati et al. 2008). Jika hal ini terjadi secara berlebihan, maka akan menimbulkan efek buruk bagi penderita, contohnya nyeri yang amat sangat.

Enzim siklooksigenase (cyclooxigenase/ COX) merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukkan prostaglandin, suatu mediator inflamasi dan merupakan produk metabolisme asam arakidonat. Enzim COX terdiri atas 2 isoenzim yaitu, COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 bersifat konstitutif untuk memelihara fisiologi normal dan homeostasis, sedangkan COX-2 merupakan enzim yang terinduksi pada sel yang mengalami inflamasi (Leahy et al. 2002). COX-2 juga berperan dalam proliferasi sel kanker. Overekspresi COX-2 ditemukan pada kebanyakan tumor (Simmons & Moore 2000). COX-2 berperan besar dalam proses inflamasi, maka perlu dilakukan pencarian agen yang dapat mempengaruhi regulasi enzim COX-2.

Obat-obat sintetis antiinflamasi yang digunakan selama ini masih menimbulkan beberapa efek samping yang tidak diinginkan, contohnya indometasin yang dapat menimbulkan efek samping, seperti keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia, diare dan nyeri abdomen (Mycek et al. 2001). Oleh karena itu akhirnya masyarakat

cenderung untuk memakai obat tradisional karena dianggap memiliki keuntungan, antara lain harga yang relatif murah, mudah dalam memperoleh bahan bakunya, dan relatif aman karena adanya pemikiran bahwa obat tradisional memberikan efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat sintetis (Hidayati & Perwitasari 2011).

Penggunaan obat tradisional dapat menjadi alternatif lain yang dapat memberikan kesembuhan selain obat sintetis. Salah satu tumbuhan yang diduga dapat digunakan untuk menggantikan obat sintetik antiinflamasi adalah suruhan (Peperomia pellucida). Tumbuhan ini oleh masyarakat di Filipina digunakan untuk mengobati abses dan bengkak karena terbakar (Wijaya & Monica 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Monica (2004), efek antiinflamasi suruhan memiliki potensi sebesar 0.21% dalam hal penghambatan edema. Suruhan tersebar luas umumnya terdapat di kebun-kebun, daerah lembab dan gelap pada permukaan keras seperti dinding bangunan atap, dan jalan setapak pada ketinggian 1000 m (Prosea 1999). Tetapi di Indonesia pemanfaatan suruhan sebagai tanaman obat belum dilakukan secara maksimal, hanya dianggap sebagai tumbuhan liar dan gulma padahal komponen senyawa bioaktifnya beragam (Egwuche et al. 2011). Pengembangan suruhan sangat dimungkinkan karena tidak membutuhkan perawatan yang khusus dan kompleks.

(11)

Tingginya angka tersebut karena adanya senyawa bioaktif dari kedua ekstrak, yang dimungkinkan dapat dikembangkan untuk pengobatan berbagai macam penyakit lain, misalnya dalam proses penghambatan inflamasi. Namun, belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa campuran kedua tanaman tersebut juga mampu menghambat proses inflamasi.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi campuran ekstrak suruhan dan jahe merah sebagai antiinflamasi secara in vitro melalui penghambatan enzim siklooksigenase-2. Hipotesis penelitian ini adalah campuran ekstrak suruhan dan jahe merah dapat menghambat enzim siklooksigenase-2 dalam proses inflamasi secara in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat campuran ekstrak suruhan dan jahe merah sebagai antiinflamasi, sehingga bisa dijadikan alternatif obat alami antiinflamasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Suruhan

Suruhan (Gambar 1) merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan juga terdapat di Asia Tenggara. Akarnya berserabut, batangnya berwarna hijau pucat dan tegak, biasanya memiliki tinggi 10-25 cm, berair, bercabang, bulat, dan tiap ruas sekitar 3-8 cm. Daunnya berbentuk lonjong dan memiliki panjang 1-4 cm dan lebar 2-5 cm, mengkilap jernih, dan licin seperti lilin. Ujung daunnya runcing dan pangkal daunnya bertoreh. Tepi daun rata, permukaan daun lunak, dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk bulir yang terdapat di ketiak daun atau di ujung batang, memiliki tangkai lunak berwarna putih kekuningan. Bulir memiliki panjang 2-5 cm. Buahnya berbentuk bulat kecil dan berwarna hijau sedangkan bijinya berwarna hitam (Wagner et al. 1999).

Suruhan diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dikotyledonae, bangsa Piperales, suku Piperaceae, marga Peperomia, dan spesies Peperomia pellucida. Di beberapa tempat suruhan memiliki nama yang berbeda-beda, yaitu ketumpangan anyer (Sumatra), saladanan (Sunda), suruhan (Jawa), ulasiman batu (Filipina), dan pansit-pansitan (Tagalog). Tumbuhan ini tumbuh liar dan biasanya menggerombol. Tersebar luas umumnya

terdapat di kebun-kebun, daerah lembab dan gelap pada permukaan keras seperti dinding bangunan atap, dan jalan setapak pada ketinggian 1000 m (Prosea 1999).

Daun dan batang suruhan dapat dimakan sebagai sayuran (Hua et al. 1999). Di Bolivia, masyarakat menggunakan seluruh tumbuhan ini untuk menghentikan perdarahan. Akarnya digunakan untuk mengobati demam. Di Brazil, tumbuhan ini telah digunakan untuk menurunkan tingkat kolesterol. Suruhan oleh masyarakat di Filipina digunakan untuk mengobati abses dan bengkak karena terbakar. Sedangkan di Indonesia, suruhan digunakan sebagai obat luar untuk mengobati pusing kepala dan hasil perasan daunnya dapat digunakan untuk pengobatan penyakit perut (Wijaya & Monica 2004).

Suruhan memiliki berbagai macam kandungan kimia. Penapisan fitokimia pada keseluruhan bagian suruhan menunjukkan adanya alkaloid, kardenolid, saponin, dan tanin. Batang suruhan mengandung alkaloid, tanin, flavonoid, dan steroid. Akar suruhan mengandung alkaloid, tanin, steroid, dan karbohidrat. Siskuiterpen merupakan jenis minyak yang cukup banyak terdapat pada suruhan. Carotol adalah siskuiterpen yang paling banyak ditemukan. Suruhan mengandung serat, protein, karbohidrat dan lemak. Mineral yang terkandung dalam suruhan adalah kalsium, magnesium, kalium, natriun, mangan, dan besi (Egwuche et al. 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Monica (2004), efek antiinflamasi suruhan memiliki potensi sebesar 0.21% dalam hal penghambatan edema. Efek antioksidan suruhan dengan metode DPPH (2,2 diphenyl-1-picryl-hydrazyl) menunjukkan nilai IC50 sebesar 83

ppm (Mutee et al. 2010).

Gambar 1 Tumbuhan suruhan

Jahe Merah

(12)

minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Rimpang jahe merupakan bahan baku obat tradisional yang cukup banyak digunakan. Dinyatakan bahwa kegunaan rimpang jahe di masyarakat dapat digunakan sebagai peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh kentut, peluruh haid, pencegah mual dan penambah nafsu makan (Gholib 2008). Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), satu famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak, temu hitam, kunyit, kencur, lengkuas, dan lain-lain. Jahe memiliki nama lain, seperti halia (Aceh), bahing (Sumatra Utara), jahi (Lampung), sipadeh (Sumatra Barat), jae (Jawa), jahe (Sunda), jhai (Madura), dan lali (Irian). Tumbuhan ini memiliki akar berbentuk rimpang yang berbau khas dan pedas (Lestari 2006).

Jahe dikenal menjadi tiga jenis berdasarkan aroma, warna, dan bentuk rimpangnya, yaitu jahe putih besar (jahe gajah/jahe badak), jahe putih kecil (jahe emprit), dan jahe merah (jahe sunti). Dari ketiga jahe tersebut yang paling sering digunakan sebagai obat adalah jahe merah, karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe lainnya jika ditinjau dari segi kandungan senyawa kimia dalam rimpangnya. Di dalam rimpang jahe merah terkandung zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan dalam bahan baku obat (Bermawie & Purwiyanti 2011).

Jahe merah diklasifikasikan kedalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Zingiber, dan spesies Zingiber officinale var. rubrum (Bermawie & Purwiyanti 2011). Jahe merah dapat hidup di daratan rendah hingga ketinggian 1500 meter dari permukaan laut dan tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil berwarna hijau dan agak keras. Tinggi tanaman ini 30-60 cm. Daun tumbuhan jahe berbentuk tunggal, lancet, dengan tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, dan berwarna hijau tua. Bunga tumbuhan jahe merah biasanya majemuk, bentuk bulir, sempit, ujung runcing, panjang 3.5-5 cm, lebar 1.5-2 cm, panjang tangkai kurang lebih 2 cm, berwarna hijau kemerahan, kelopak bentuk tabung, bergigi 3 dan mahkota berbentuk corong dengan panjang 2-2.5 cm. Biji berbentuk bulat dan berwarna hitam. Akar berbentuk serabut berwarna putih (Lestari 2006).

Rimpang jahe merah (Gambar 2) mengandung komponen senyawa kimia yang terdiri atas air, pati, minyak atsiri, oleoresin, serat kasar, dan abu. Jumlah masing-masing komponen tersebut berbeda-beda tergantung pada tempat tumbuhnya, kondisi lingkungan, dan umur panen. Hal ini juga dipengaruhi oleh iklim, curah hujan, varietas jahe, keadaaan tanah, dan faktor-faktor lain. Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2.58-2.72% dihitung berdasarkan berat kering. Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberikan aroma yang khas pada jahe. Rasa pedas pada jahe merah sangat tinggi disebabkan oleh kandungan oleoresin yang tinggi (Bermawie & Purwiyanti 2011).

Kandungan kimia jahe merah antara lain sineol, geraiol, zingiberan, zingeron, zingiberol, shogaol, farsenol, d-borneol, linalol, kavikol, metilzingediol, dan resin. Khasiat jahe merah dalam bidang pengobatan tradisional antara lain sebagai obat untuk rematik, sakit pada persendian, asam urat tinggi, pegal linu, asma, batuk, sakit perut, menurunkan kolesterol, masuk angin, mual, muntah, influenza, meningkatkan stamina, dan menambah nafsu makan (Wijayakusuma 2006). Efek antioksidan jahe merah dengan metode DPPH (2,2 diphenyl-1-picryl-hydrazyl) menunjukkan nilai IC50 sebesar 0.64

ppm (Stoilova et al. 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yustinus (2010) ekstrak etanol rimpang jahe merah pada konsentrasi 100 ppm menunjukkan daya hambat sebesar 23.81% terhadap aktivitas siklooksigenase-2.

Gambar 2 Rimpang jahe merah

Inflamasi

(13)

yaitu aliran darah menuju tempat terjadinya inflamasi meningkat, permeabilitas dari pembuluh darah meningkat, jumlah leukosit meningkat yang dimulai oleh neutrofil kemudian makrofag dan limfosit keluar dari pembuluh darah menuju jaringan di sekitar tempat inflamasi yang selanjutnya bergerak ke arah tempat cedera di bawah pengaruh stimulus kemotaksis (Lumbanraja 2009).

Inflamasi (radang) biasanya melewati proses inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun yang merupakan suatu reaksi yang terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut. Inflamasi kronis dapat menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang rawan yang dapat menyebabkan ketidakmampuan serta terjadi perubahan-perubahan sistemik yang bisa memperpendek umur (Katzung 2002).

Proses peradangan biasanya menimbulkan lima ciri khas inflamasi yang ditunjukkan pada Gambar 3. Inflamasi diawali dengan terjadinya kerusakan sel yang kemudian akan membebaskan berbagai macam mediator. Proses selanjutnya adalah terjadinya emigrasi leukosit ke daerah inflamasi sebagai agen pertahanan pertama untuk menghilangkan agen-agen asing di daerah inflamasi (Lumbanraja 2009).

Proses inflamasi dikenal dengan tanda-tanda utama inflamasi, yaitu kemerahan (rubor) terjadi akibat adanya sel darah merah yang terkumpul pada daerah cedera jaringan

dan terjadinya dilatasi arteriol, panas (kalor) terjadi karena bertambahnya pengumpulan darah dan dimungkinkan juga adanya pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus, pembengkakan (oedema) akibat merembesnya plasma sel ke dalam jaringan intestinal pada tempat cedera, nyeri (dolor) terjadi karena pelepasan mediator-mediator nyeri (histamin, kinin dan prostaglandin), dan terganggunya fungsi sel (functio laesa) karena adanya gangguan nyeri dan penumpukan cairan sehingga mengurangi mobilitas pada daerah itu (Lumbanraja 2009).

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe peradangan (inflamasi) diantaranya adalah histamin, bradikinin, prostaglandin dan interleukin. Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dari sekian banyaknya mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan berperan meningkatkan kerja prostaglandin (Mycek et al. 2001).

Proses terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua fase. Pertama adanya perubahan vaskular. Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih

(14)

akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing (Mycek et al. 2001).

Fase kedua adalah fase pembentukan cairan inflamasi. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mycek et al. 2001).

Enzim Siklooksigenase-2

Enzim siklooksigenase (cyclooxigenase/ COX) merupakan enzim yang mengatalisis pembentukan prostaglandin, suatu mediator inflamasi, produk metabolisme asam arakidonat. Enzim siklooksigenase terdiri atas 2 isoenzim yaitu, siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Karakteristik kedua enzim terlihat pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa ukuran gen dan jumlah ekson pada COX-1 lebih besar dibandingkan COX-2, tetapi jumlah asam amino COX-2 lebih besar dibandingkan COX-1. Regulasi mRNA pada COX-1 bersifat konstitutif sedangkan pada COX-2 bersifat indusibel yang induktornya berupa sitokinin. Lokasi kedua enzim tersebut sama-sama berada di membran inti dan sama-sama memerlukan kofaktor berupa heme (Dannhardt & Laufer 2000).

Awal tahun 1990 ditemukan bahwa enzim siklooksigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform berbeda distribusinya pada jaringan

dan juga memiliki fungsi regulasi yang berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Berbeda dengan COX-1, COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimulasi tersebut lalu terbentuk prostanoid yang merupakan mediator nyeri dan radang (Leahy et al. 2002). Adanya penemuan tersebut mengarah kepada hipotesis, bahwa COX-1 mengkatalisis

pembentukan prostaglandin “baik” yang

bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalisis pembentukan prostaglandin

“jahat” yang menyebabkan radang (Dannhardt

& Laufer 2000). Enzim siklooksigenase-2 juga berperan dalam proliferasi sel kanker. Overekspresi siklooksigenase-2 ditemukan pada kebanyakan tumor (Simmons & Moore 2000).

Proses inflamasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakidonat yang merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator inflamasi. Setelah asam arakidonat tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase.

Enzim siklookseigenase merubah asam arakidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan (Katzung 2002).

Tabel 1 Karakteristik siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2 (Dannhardt & Laufer 2000).

Parameter Siklooksigenase-1 Siklooksigenase-2

Ukuran gen 22 kb 8.3 kb

Ekson 11 10

Kromosom 9q3-q33.3 1q25.2-q25.3

mRNA 2.8 kb 4.1 kb

Regulasi mRNA Konstitusi Indusibel

Induktor - Sitokin

Jumlah asam amino 599 604

Lokasi Membran inti Membran inti

Kofaktor 1 mol Heme 1 mol Heme

Tempat pengikatan asam asetil

salisilat Serin-529 Serin-516

(15)

Gambar 4 Biosintesis prostaglandin (Katzung 2002)

Obat Antiinflamasi

Obat antiinflamasi dari golongan steroid, yaitu glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali dipublikasikan, dianggap jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan. Tetapi, toksisitas yang berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid kronis mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan akut penyakit sendi (Katzung 2002). Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan yang disebabkan karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal glukokortikoid bekerja singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang menyebabkan pengurangan jumlah sel pada daerah peradangan (Katzung 2002).

Obat antiinflamasi non-steroid (AINS) terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada memar akibat olah raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase (Mycek et al. 2001).

Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai prototip nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) merupakan analgetika nonsteroid. Kerja utama asam asetilsalisilat dan kebanyakan obat antiradang nonsteroid lainnya sebagai penghambat enzim siklooksigenase yang mengakibatkan penghambatan sintesis senyawa

endoperoksida siklik PGG2 dan PGH2. Kedua senyawa ini merupakan prekursor semua senyawa prostaglandin, dengan demikian sintesis prostaglandin akan terhenti. Tetapi obat ini, dianggap lebih efektif menghambat COX-1 dan sedikit lebih selektif terhadap COX-2 (Mansjoer 2003).

Indometasin yang diperkenalkan pada tahun 1963 adalah turunan indol. Obat ini lebih toksik, tetapi dalam lingkungan tertentu obat ini lebih efektif daripada aspirin atau AINS lainnya. Obat ini merupakan peghambat sintesis prostaglandin terkuat dan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dan sebagian besar terikat dengan protein plasma (Katzung 2002). Walaupun potensinya sebagai obat antiinflamasi, toksisitas indometasin membatasi pemakaiannya. Efek samping indometasin terjadi sampai 50% penderita yang diobati. Kebanyakan efek samping ini berhubungan dengan dosis. Keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia, diare dan nyeri abdomen. Dapat terjadi ulserasi saluran cerna bagian atas kadang-kadang dengan pendarahan (Mycek et al. 2001).

(16)

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah suruhan dari daerah Depok Jabar, jahe merah kering dari Pusat Studi Biofamaka (PSB), akuades, etanol 70%, metanol, NaOH 10%, kloroform, amoniak, asam sulfat, pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, FeCl3, pereaksi Lieberman Buchard, dietileter, kista Artemia salina, air laut, COX

inhibitor screening assay kit, akua bidestilata, dan diklofenak.

Alat yang digunakan adalah evaporator, oven, pisau, gunting, neraca digital, plat uji BSLT, aerator, kaca pembesar, ELISA reader,

dan alat-alat gelas.

Metode Penelitian

Tahapan Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan program kreatifitas mahasiswa (PKM) bidang penelitian yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) tahun 2012. Penelitian ini diawali dengan ekstraksi suruhan dan jahe merah. Setelah itu dilakukan uji fitokimia (Harborne 2007) terhadap kedua ekstrak. Selanjutnya, diuji sitotoksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan sampel ekstrak suruhan, ekstrak jahe merah, dan campuran ekstrak suruhan dan jahe merah (konsentrasi 1:1) dengan 5 konsentrasi berbeda pada masing-masing ekstrak (0, 10, 50, 100, 500, 1000 μg/mL). Lalu dilakukan uji daya hambat ekstrak terhadap aktivitas siklooksigenase-2 (Cayman Chemical Catalog No. 560131) menggunakan sampel ekstrak suruhan, ekstrak jahe merah, dan campuran ekstrak suruhan dan jahe merah (konsentrasi 1:1) dengan 4 konsentrasi berbeda pada masing-masing ekstrak mendekati LC50 (LC50, ½ LC50, ¼

LC50, dan 1/8 LC50).

Ekstraksi Suruhan (Peperomia pellucida) (Mudrikah 2006)

Metode ekstraksi ini berdasarkan pada penelitian Mudrikah (2006). Keseluruhan bagian tanaman digunakan dan dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan di udara terbuka selama tujuh hari. Setelah itu, dikeringkan dalam oven suhu 40oC hingga diperoleh bobot konstan. Selanjutnya, bahan digiling hingga diperoleh simplisia berbentuk serbuk untuk mempermudah proses ekstraksi. Serbuk kering simplisia diekstraksi menggunakan

pelarut etanol 70% secara maserasi dengan perbandingan antara simplisia dan pelarut sebesar 1:10 pada suhu ruang selama 2 hari. Selanjutnya disaring dan filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator (T = 500C) sehingga diperoleh ekstrak kasar berupa pasta.

Ekstraksi Jahe Merah (Zingiber officinale) (Mudrikah 2006)

Metode ekstraksi ini berdasarkan pada penelitian Mudrikah (2006). Jahe merah kering yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka digiling hingga diperoleh bentuk serbuk untuk mempermudah proses ekstraksi. Selanjutnya, serbuk simplisia jahe ini diekstraksi dengan menggunakan metode refluks, yaitu dengan air pada suhu 100oC selama dua jam dengan perbandingan simplisia dan pelarut sebesar 1:10. Selanjutnya, disaring dan filtrat dipekatkan dengan freeze dry hingga diperoleh ekstrak kasar berupa serbuk.

Uji Fitokimia (Harborne 2007)

Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah metanol lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah NaOH 10% atau H2SO4. Terbentuknya warna merah

karena panambahan NaOH 10 % menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah yang terbentuk akibat penambahan H2SO4 pekat

menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Uji Alkaloid. Sebanyak 0.5 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 mL kloroform dan beberapa tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4. Fraksi H2SO4

diambil kemudian ditambahkan perekasi Dragendrof, Mayer, dan Wagner. Terdapatnya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer, endapan merah pada pereaksi Dragendrof, dan endapan cokelat pada pereaksi Wagner.

Uji Tanin. Satu gram ekstrak ditambah dengan air kemudian dididihkan selama beberapa menit. Larutan ditambahkan FeCl3.

Terbentuknya warna biru atau hijau kehintaman menunjukkan adanya tanin.

Uji Saponin. Sebanyak 0.1 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL akuades, selanjutnya dididihkan selama 5 menit setelah itu dikocok hingga berbusa. Adanya busa yang stabil selama 15 menit menunjukkan adanya saponin.

(17)

dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu ditambah dietileter. Lapisan dietileter ditambahkan pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4

pekat). Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan warna merah atau ungu menunjukkan adanya senyawa terpenoid.

Uji Sitotoksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al. 1982)

Penetasan kista Artemia salina. Kista Artemia salina ditimbang sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air yang sudah berisi air laut, setelah diaerasi kista dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil untuk digunakan dalam uji sitotoksisitas.

Uji Sitotoksisitas terhadap Artemia salina. Sebanyak 10 ekor larva Artemia salina dimasukkan ke dalam vial yang diisi air laut lalu ditambahkan larutan ekstrak sehingga konsentrasi akhirnya menjadi 10, 50, 100, 500, dan 1000 μg/mL sedangkan untuk kontrol tidak ditambahkan larutan ekstrak (0

μg/mL). Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak suruhan, ekstrak jahe merah, dan kombinasi keduanya (konsentrasi 1:1). Ekstrak campuran disiapkan dengan membuat larutan stok 2000 μg/ mL sebanyak 50 mL dengan mencampurkan 0.05 g ekstrak suruhan dan 0.05 g ekstrak jahe merah di dalam 50 mL. Setelah itu, dilakukan pengenceran bertingkat untuk mendapatkan konsentrasi 10, 50, 100, 500, dan 1000 μg/ mL. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukkan ke dalam vial. Pengolahan data persen mortalitas kumulatif digunakan analisis probit LC50 dengan selang kepercayaan 95%

pada program SPSS v16.

Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Aktivitas Siklooksigenase-2 (COX-2)

(Cayman Chemical Catalog No. 560131) Uji daya hambat aktivitas siklooksigenase-2 pada penelitian ini menggunakan kit dari perusahaan Cayman Chemical dengan nomor katalog 560131. Kit ini telah digunakan untuk uji daya inhibisi aktivitas siklooksigenase-2 pada berbagai penelitian, contohnya penelitian Alberto et al. (2009).

Larutan sampel yang digunakan adalah diklofenak 0.02 µg/mL, ekstrak suruhan, jahe merah dan kombinasi keduanya dengan masing-masing ekstrak dibuat 4 konsentrasi mendekati LC50, yaitu LC50, ½ LC50, ¼ LC50,

dan 1/8 LC50.

Analisis daya hambatnya dibagi atas 2 tahap, yaitu diawali dengan melakukan reaksi sikloksigenase yang bertujuan untuk menghasilkan prostaglandin. Pada tahap ini substrat (asam arakidonat) akan direaksikan dengan enzim siklooksigenase-2 dan ditambahkan sampel ekstrak. Setelah itu, prostaglandin tersebut dihitung dengan analisis Enzyme ImmunoAssay (EIA).

Preparasi larutan-larutan yang digunakan pada uji daya hambat ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Format plat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5. Sebanyak 100

μL bufer EIA dimasukkan pada sumur NSB (non specific binding), kemudian 50 μL bufer EIA dimasukkan pada sumur B0 (maximum

binding). Standar prostaglandin ditambahkan

sebanyak 50 μL pada masing-masing sumur, yaitu standar S1 hingga S8. Selanjutnya, larutan BC (background) ditambahkan pada sumur BC sebanyak 50 μL. Sebanyak 50 μL IA2 dimasukkan pada sumur IA (100% initial activity). Larutan C3 (sampel) dimasukkan pada sumur sebanyak 50 μL. Selanjutnya sebanyak 50 μL PG Tracer ditambahkan pada semua sumur kecuali sumur TA (total activity) dan blanko. Sebanyak 50 μL antiserum PG ditambahkan pada semua sumur kecuali sumur TA, NSB, dan blanko. Setelah itu, sumur ditutup dengan plastik film dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu ruang di orbital shaker. Selanjutnya, sumur dikeringkan dan dibilas dengan dapar pencuci

sebanyak 5x. Lalu, ditambahkan 200 μL

reagen Ellman pada tiap sumur. Untuk sumur

TA ditambahkan 5 μL PG Tracer. Setelah itu, ditutup dengan plastik film, inkubasi dalam keadaan gelap selama 90 menit. Selanjutnya, dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 412 nm.

Gambar 5 Format plat yang digunakan. Blk: Blanko, NSB: Non Spesific Binding, B0: Maximum Binding,

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Hasil Ekstraksi Suruhan dan Jahe Merah

Ekstraksi merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari (pelarut) sehingga zat aktif larut oleh cairan penyari (Harborne 2007). Suruhan diekstraksi dengan metode maserasi, yaitu merendam serbuk simplisia dalam pelarut tanpa pemanasan. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%. Filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental sehingga dapat diketahui nilai rendemennya.

Nilai rendemen ekstrak suruhan yang diperoleh adalah sebesar 24.03% yang merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan rendemen (Lampiran 3). Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Mudrikah (2006), yaitu sebesar 27.20%. Adanya perbedaan ini dimungkinkan karena perbedaan lingkungan tempat tumbuh suruhan. Penelitian Mudrikah (2006) menggunakan suruhan dari daerah sekitar Bogor, sedangkan suruhan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Depok Jawa Barat.

Jahe merah diekstraksi dengan menggunakan metode refluks, yaitu bahan dan pelarut dipanaskan sampai mendidih dan uap yang terbentuk akan melewati kondensor sehingga kembali lagi ke dalam larutan. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah air. Sebanyak 142.5 g simplisia jahe merah yang diekstraksi diperoleh ekstrak pekat berupa serbuk sebanyak 30.48 g. Sehingga didapat nilai rendemen ekstrak dari jahe merah pada percobaan ini sebesar 21.39% (Lampiran 3). Nilai rendemen ekstrak jahe merah yang diperoleh lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai rendemen ekstrak jahe merah pada penelitian Mudrikah (2006), yaitu sebesar 46.23%. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan lingkungan tempat tumbuh jahe merah. Penelitian Mudrikah (2006) menggunakan jahe merah dari daerah Pasar Anyar Bogor, sedangkan jahe merah dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Tegalwaru Ciampea. Kadar senyawa-senyawa dalam suatu simplisia dapat berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh (Agoes 2007).

Etanol 70% dipilih sebagai pelarut dalam ekstraksi suruhan karena merupakan pelarut yang umum digunakan pada industri farmasi.

Selain itu, menurut Darusman et al. 2001 etanol adalah pelarut yang umum digunakan dalam pembuatan jamu dan obat-obatan fitofarmaka. Proses evaporasi yang dilakukan dalam ekstraksi suruhan menggunakan rotary evaporator bertujuan untuk menguapkan pelarut dari ekstrak sehingga diperoleh ekstrak pekat. Prinsip kerja rotary evaporator didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya tekanan yang menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas, serta adanya kondensor (suhu dingin) yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya jatuh ke tabung pengumpul pelarut. Suhu yang digunakan dalam proses evaporasi sebesar 50 0C karena mendekati titik didih etanol yaitu 78.1 0C (Mahlindan & Maurina 2011).

Pelarut yang digunakan dalam mengekstrak jahe merah adalah air. Cara ini dipilih karena pada umumnya masyarakat mengkonsumsi jahe merah dengan cara merebusnya terlebih dahulu kemudian meminum air rebusannya. Air rebusan yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan freeze dry atau pengeringan beku. Prinsip penghilangan air dengan cara ini adalah membekukan air dan menghilangkannya dengan proses sublimasi. Dengan demikian air dapat dihilangkan tanpa merusak bahan yang dikeringkan (Purnama 2006).

Komponen Fitokimia Ekstrak Suruhan dan Ekstrak Jahe Merah

Metode fitokimia digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dan makromolekul dari tumbuhan (Harborne 2007). Dari hasil uji fitokimia ini dapat diduga golongan senyawa yang berperan dalam menghambat aktifitas enzim siklooksigenase-2. Pengujian dilakukan terhadap ekstrak etanol suruhan dan ekstrak air jahe merah. Pengujian fitokimia ini didasarkan pada metode Harborne (2007). Senyawa-senyawa yang diperiksa keberadaannya adalah flavonoid, fenolik, alkaloid, tanin, saponin, steroid, dan terpenoid.

(19)

terpenoid. Perbedaan ini dikarenakan lingkungan tempat tumbuh suruhan yang digunakan. Penelitian Ojo et al. (2012) menggunakan suruhan dari daerah Ekiti, Nigeria sedangkan suruhan yang dipakai pada penelitian ini dari daerah Depok, Indonesia.

Berbeda halnya dengan ekstrak etanol suruhan, ekstrak air jahe merah mengandung terpenoid akan tetapi tidak terdeteksi adanya steroid dan saponin. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Mudrikah (2006) yang menyatakan bahwa ekstrak air jahe merah tidak mengandung steroid dan saponin. Tidak terdeteksinya steroid dan saponin (glikosida dari steroid) karena keduanya bersifat cenderung nonpolar sehingga tidak terekstrak oleh air (Wina et al. 2005). Steroid dan saponin mungkin dapat terekstrak dengan pelarut yang kepolarannya lebih rendah dari air contohnya etanol. Penelitian Sukandar et al. (2009) menyatakan bahwa ekstrak etanol jahe merah mengandung flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan terpenoid.

Kedua ekstrak menunjukkan hasil positif untuk pengujian flavonoid dan fenolik. Flavonoid adalah senyawa fenol yang banyak terdapat pada tumbuhan yang dapat larut dalam air. Senyawa ini dapat diektraksi dengan etanol 70% (Harborne 2007). Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau kehitaman. Tanin merupakan senyawa polifenol yang dapat larut dalam air, gliserol, metanol, kloroform, dan eter. Kedua ekstrak menunjukkan hasil yang positif untuk uji alkaloid terhadap ketiga pereaksi (Wagner, Mayer, dan Dragendorf). Alkaloid merupakan golongan terbesar dari senyawaan hasil metabolit sekunder pada tumbuhan. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tanaman seperti biji, daun, ranting, dan kulit kayu (Suradikusumah 1989).

Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak suruhan dan jahe merah

Uji Ekstrak etanol suruhan

Ekstrak air jahe merah

Flavonoid + +

Fenolik + +

Alkaloid + +

Tanin + +

Saponin + -

Steroid + -

Terpenoid - +

Keterangan: (+): ada, (-): tidak ada

Sitotoksisitas Ekstrak Berdasarkan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Uji sitotoksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas

farmakologi suatu senyawa. Uji sitotoksisitas menggunakan metode brine shrimp lethality test (BSLT) terhadap larva Artemia salina Leach dilakukan untuk mengamati tingkat kematian larva A. salina Leach yang disebabkan oleh ekstrak kasar tanaman. Tingkat kematian atau mortalitas dari larva udang selanjutnya dianalisis probit untuk menentukan konsentrasi LC50 (lethal

concentration 50%), yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian populasi larva Artemia salina Leach sebesar 50% dari populasi total. (Meyer et al. 1982).

Penentuan LC50 menggunakan analisis

probit dengan selang kepercayaan 95% pada program SPSS v16. Data jumlah kematian udang pada tiap konsentrasi masing-masing ekstrak dimasukkan dalam program SPSS v16 (Lampiran 5). Hasil nilai LC50 menggunakan

metode BSLT dari ketiga ekstrak ditunjukkan pada Tabel 3. Besarnya nilai LC50 dari ekstrak

suruhan, ekstrak jahe merah, dan campuran keduanya (konsentrasi 1:1) berturut-turut 339.3 μg/mL, 5λ0.8 μg/mL, dan 728.5 μg/mL. Berdasarkan nilai LC50 dari ketiga ekstrak,

menunjukkan bahwa ketiga ekstrak memiliki efek sitotoksik dan bioaktivitas. Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia yang dapat memberikan efek atas jaringan biologis. Menurut Meyer et al. (1982) bahwa senyawa yang mempunyai LC50 lebih kecil dari 1000

ppm dikatakan memiliki potensi bioaktivitas. Hasil perbandingan nilai LC50 dengan

menggunakan metode BSLT menunjukkan bahwa ekstrak suruhan memiliki bioaktivitas yang paling tinggi karena memiliki nilai LC50

yang paling rendah, yaitu 339.3 μg/mL. Dengan demikian, ekstrak jahe merah dan campuran ekstrak suruhan dan jahe merah (konsentrasi 1:1) dapat dikatakan mempunyai potensi bioaktif yang lebih rendah dibanding ekstrak suruhan. Akan tetapi, ekstrak dengan bioaktivitas tertinggi belum tentu memiliki nilai daya hambat tertinggi dalam uji daya hambat siklooksigenase-2 karena belum diketahui secara pasti mengenai hubungan nilai LC50 terhadap aktivitas

penghambatannya. Penelitian Yustinus (2010) menunjukkan bahwa ekstrak etanol jahe merah memiliki nilai LC50 sebesar 108.37

μg/mL dan ekstrak tersebut memiliki potensi dalam menghambat enzim siklooksigenase-2.

(20)

memiliki bioaktivitas. Larva udang yang digunakan merupakan makhluk bersel satu sehingga kematiannya merupakan kematian terhadap sel. Hal inilah yang menjadikan alasan adanya korelasi dengan aktivitas antitumor. Metode BSLT sering digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tumbuhan karena biaya relatif murah, sederhana, waktu pelaksanaan cepat, praktis, tidak memerlukan teknik perawatan khusus. Selain itu, jumlah sampel yang digunakan relatif sedikit dan tidak memerlukan peralatan khusus untuk melakukan uji ini (Meyer et al. 1982).

Tabel 3 Nilai LC50 hasil uji sitotoksisitas

Ekstrak Nilai LC50 (μg/mL)

Suruhan 339.3

Jahe merah 590.8

Campuran 1:1 728.5

Daya Hambat Ekstrak terhadap Aktivitas Siklooksigenase-2 (COX-2)

Pengujian aktivitas penghambatan siklooksigenase-2 dilakukan secara in vitro dengan menggunakan kit dari Cayman Chemical dengan nomor katalog 560131. Prinsip kerja dari kit yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan perhitungan langsung prostaglandin yang dihasilkan dari reaksi siklooksigenase. Prostaglandin ini akan dikuantifikasi melalui enzyme immunoassay (EIA) yang menggunakan antiserum spesifik yang dapat mengikat prostaglandin. Assay ini didasarkan atas kompetisi antara prostaglandin dari reaksi siklooksigenase dengan prostaglandin yang terikat asetilkolinesterase (PG tracer) terhadap antiserum PG yang jumlahnya tetap. Karena konsentrasi PG tracer tetap sedangkan prostaglandin dari reaksi siklooksigenase bervariasi, maka jumlah dari PG tracer yang terikat dengan antiserum PG akan berbanding terbalik dengan konsentrasi prostaglandin dari reaksi siklooksigenase pada sumur. Sebelumnya PG antiserum telah terikat pada sumur. Plat akan dicuci untuk menghilangkan semua komponen yang tidak terikat, kemudian reagen Ellman (substrat untuk asetilkolinesterase) ditambahkan pada sumur. Produk dari reaksi enzimatik ini akan menghasilkan warna kuning dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 412 nm. Intensitas warna ini akan berbanding lurus dengan PG tracer yang terikat pada sumur, yang akan berbanding terbalik dengan jumlah prostaglandin dari reaksi siklooksigenase pada sumur.

Uji daya hambat aktivitas siklooksigenase-2 oleh ekstrak suruhan, ekstrak jahe merah, dan ekstrak campuran keduanya dilakukan untuk menentukan kemampuan ekstrak tersebut sebagai antiinflamasi. Larutan sampel yang digunakan adalah diklofenak 0.02 µg/mL, ekstrak suruhan, jahe merah dan kombinasi keduanya dengan masing-masing dibuat 4 konsentrasi mendekati LC50, yaitu

LC50, ½ LC50, ¼ LC50, dan 1/8 LC50.

Konsentrasi ekstrak suruhan yang digunakan adalah sebesar 50, 100, 200, dan 400 µg/mL. Konsentrasi ekstrak jahe merah yang digunakan adalah sebesar 75, 150, 300, dan 600 µg/mL. Sedangkan untuk ekstrak campuran (konsentrasi 1:1) konsentrasi yang digunakan sebesar 87.5, 175, 350, dan 700 µg/mL. Konsentrasi yang beragam ini dimaksudkan untuk melihat hubungan penambahan konsentrasi ekstrak terhadap daya hambat yang dicapai.

Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah diklofenak yang merupakan obat sintetik yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi. Diklofenak yang dipakai dalam percobaan ini tidak menunjukkan adanya aktivitas dalam penghambatan siklooksigenase-2 dengan nilai penghambatan sebesar -6.9%. Hal ini dimungkinkan karena konsentrasi diklofenak yang terlalu kecil, yaitu sebesar 0.2 µg/mL. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yustinus (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi diklofenak sebesar 2 µg/mL dapat menghambat aktivitas siklooksigenase-2 sebesar 95.43%. Konsentrasi diklofenak yang dipakai tersebut berkisar 10 kali lebih besar jika dibandingkan konsentrasi diklofenak yang dipakai dalam penelitian ini. Hal inilah yang dimungkinkan sebagai penyebab tidak adanya aktivitas penghambatan diklofenak pada penelitian ini.

Daya hambat ekstrak suruhan, jahe merah, dan campuran ekstrak (konsentrasi 1:1) pada

keempat ragam konsentrasi 6)

(21)

Kenaikan konsentrasi ekstrak tidak selalu diiringi dengan kenaikan daya hambatnya. Hal ini disebabkan ekstrak yang digunakan masih berupa ekstrak kasar yang terdiri atas beberapa golongan senyawa yang diduga memiliki respon berbeda. Liang et al. (1999) menunjukkan bahwa beberapa golongan flavonoid dapat menekan jumlah prostaglandin (sebagai inhibitor) tetapi ada juga yang dapat meningkatkan jumlah prostaglandin ketika konsentrasinya ditingkatkan. Apigenin, genistein, dan kaemperol dapat menurunkan prostaglandin ketika konsentrasinya ditambah dari 1 µM menjadi 5 µM. Tetapi untuk EGCG (epigallocatechin-3-gallate), mirisetin, dan kuersetin jumlah prostaglandinnya meningkat ketika konsentrasinya ditambah dari 1 µM menjadi 5 µM.

Daya hambat maksimum terhadap aktivitas siklooksigenase-2 dari seluruh ekstrak berkisar sebesar 45%, yaitu dicapai oleh ekstrak suruhan pada konsentrasi 100 dan 200 µg/mL, serta ekstrak jahe merah pada konsentrasi 150 dan 200 µg/mL yang besarnya berturut-turut, 47.5%, 43.2%, 43.2%, dan 44.4%. Daya hambat tertinggi dimiliki oleh ekstrak suruhan sebesar 47.5% pada konsentrasi 100 µg/mL. Hal ini tidak terlalu jauh dari hasil yang dicapai oleh ekstrak jahe merah pada konsentrasi 300 µg/mL, yaitu sebesar 44.4%. Tetapi jika dibandingkan, maka dapat dilihat bahwa ekstrak suruhan cenderung lebih potensial bila dibandingkan dengan ekstrak jahe merah dikarenakan dengan konsentrasi yang lebih sedikit,

suruhan dapat memberikan daya hambat terhadap aktivitas siklooksigenase-2 yang cenderung lebih besar.

Adapun campuran ekstrak suruhan dan jahe merah (konsentrasi 1:1) memiliki potensi sebagai inhibitor dalam menghambat aktivitas siklooksigenase-2 sebesar 15.2% dan 0.4% pada konsentrasi 175 dan 350 µg/mL. Jika dibandingkan dengan kedua ekstrak lain memang daya hambat campuran ekstrak cenderung lebih rendah tetapi tetap memiliki potensi dalam penghambatan siklooksigenase-2. Hal ini dimungkinkan karena jika dilihat dari bioaktivitasnya, campuran ekstrak memiliki bioaktivitas yang lebih rendah dibandingkan kedua ekstrak lain yang ditunjukkan dengan nilai LC50 yang lebih tinggi. Hal lain mungkin dikarenakan konsentrasi dalam campuran ekstrak yang lebih kecil dibandingkan konsentrasi ekstrak tunggalnya. Juga adanya kemungkinan bahwa beberapa golongan senyawa dari campuran ekstrak memiliki respon yang saling mempengaruhi satu sama lain, yaitu berupa pengaruh yang tidak sinergis dalam menghambat siklooksigenase-2.

Senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak suruhan maupun jahe merah yang diduga berperan sebagai antiinflamasi melalui penghambatan aktivitas siklooksigenase-2 adalah flavonoid. Flavonoid dapat menstabilkan Reactive Oxygen Species (ROS) dengan bereaksi dengan senyawa reaktif dari radikal sehingga radikal menjadi inaktif. Adanya radikal bebas dapat menarik berbagai mediator inflamasi. (Nijveldt et al. 2001).

12.1

47.5

43.2

27.7

-17.9

43.2 44.4

13.6 -3.2 15.2 0.4 -10.3 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60

1/8 LC50 1/4 LC50 1/2 LC50 LC50

Da y a H a m ba t ( %) Konsentrasi (µg/mL)

(22)

Flavonoid bekerja menghambat fase penting dalam biosintesis prostaglandin, yaitu pada lintasan siklooksigenase. Flavonoid juga menghambat fosfodiesterase, aldoreduktase, monoamine oksidase, protein kinase, DNA polymerase dan lipooksigenase (Kurniawati 2005). Beberapa golongan flavonoid telah dibuktikan memiliki efek antiradang khususnya golongan flavonoid dalam bentuk glikosida dengan menghambat siklooksigenase-2 (Gonzalez et al. 2007).

Tanin dan saponin di kedua ekstrak juga diduga juga dapat menghambat aktivitas siklooksigenase-2. Tanin diketahui mempunyai aktifitas antiinflamasi, astringen, antidiare, diuretik dan antiseptik (Khanbabaee & Ree 2001). Saponin diketahui mempunyai khasiat anti radang (antiinflamasi), bahkan steroidal saponin mempunyai hubungan dengan komponen, antara lain seperti kortison (Trease & Evans 2009). Kortison termasuk glukokortikoid yang mempunyai efek anti radang (Katzung 2002).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Campuran ekstrak suruhan dan jahe merah (konsentrasi 1:1) berpotensi menghambat siklooksigenase-2 (15.2% pada 175 µg/mL) dalam proses inflamasi secara in vitro, namun masih lebih rendah dari ekstrak tunggalnya. Hal ini dimungkinkan karena jika dilihat dari bioaktivitasnya, campuran ekstrak memiliki bioaktivitas yang lebih rendah dibandingkan kedua ekstrak lain yang ditunjukkan dengan nilai LC50 yang lebih tinggi. Ekstrak suruhan memiliki daya hambat maksimum terhadap siklooksigenase-2 yang lebih baik (47.5% pada 100 µg/mL) daripada ekstrak jahe merah (44.4% pada 300 µg/mL) dalam proses inflamasi secara in vitro.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan komponen aktif dari suruhan dan jahe merah yang berperan sebagai antiinflamasi. Dan dilakukan uji efek antiinflamasi dengan perbandingan konsentrasi campuran ekstrak suruhan dan jahe merah yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: ITB Pr.

Alberto MR, Zampini IC, Isla MI. 2009. Inhibition of cyclooxygenase hydroalcoholic extracts of four asteraceae species from the Argentine pune. Braz J Med Biol Res 42: 787-790.

Bermawie N, Purwiyanti S. 2011. Jahe: Botani, Sistematika, dan Keragaman Kultivar Jahe. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Cayman Chemical Company. 2011. COX Inhibitor Screening Assay Kit catalog No.560131, USA: Cayman Chemical Company.

Dannhardt G, Laufer S. 2000. Structural approach to explain the selectivity of COX-2 inhibitors: Is there a common pharmacophore?. Curr. Med. Chem 7: 1101–1112.

Darusman LK, Rohaeti E, Sulistiyani. 2001. Kajian senyawa golongan flavonoid asal tanaman bangle sebagai senyawa peluruh lemak melalui aktivitas lipase. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian IPB.

Egwuche RU, Odetola AA, Erukainure OL. 2011. Prelimary investigation into the chemical properties of peperomia pellucid L. Journal of Phytochemistry 5:48-53.

Gholib D. 2008. Uji daya hambat ekstrak etanol jahe merah dan jahe putih terhadap Trichophyton mentagrophytes dan Crytococcus neoformans. Di dalam: Sani Y, editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 11-12 November 2008. 827-830.

Gonzalez GJ, Sanchez CS, Tunon MJ. 2007. Anti-inflammatory properties of dietary flavonoids. Nutr. Hosp. 22: 287-293.

Harborne JB. 2007. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. London: Chapman and Hall.

Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2008. Kandungan kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol Lantana camara L. pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan. Bioteknologi 5: 10-17.

(23)

obat bahan alam sebagai alternatif pengobatan di Kelurahan Muja Muju Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.

Prosiding Seminar Nasional “Home Care”;

Yogyakarta, Juni 2011.

Hua YX, Liu SF, Yang ZQ. 1999. Chinese Bencao. Shanghai: Shanghai Science & Technology Pr.

Khanbabaee, K. dan Ree, T. V. 2001. Tannins: Classification and Definition. Nat Prod Rep, 18: 641-649.

Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika.

Kurniawati, A. 2005. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Metanol Graptophyllum griff pada Tikus Putih. Majalah Kedokteran Gigi Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional IV, 11-13 Agustus 2005: 167-170.

Leahy KM et al. 2002. Cyclooxygenase-2 inhibition by celecoxib reduces proliferation and induces apoptosis in angiogenic endothelial cells in vivo. Cancer Res 62: 625–631.

Lestari. 2006. Pengaruh nisbah rimpang dengan pelarut dan lama ekstraksi terhadap mutu oleoresin jahe merah [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lestari P. 2010. Karakteristik simplisiadan isolasi senyawa triterpenoida/steroida dari herba suruhan [skripsi]. Medan. Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Loomis. 1978. Toksikologi Dasar Edisi 3. Semarang: IKIP Semarang Pr.

Liang et al. 1999. Suppression of inducible cyclooxygenase and inducible nitric oxide synthase by apigenin and related flavonoids in mouse macrophages. Carcinogenesis 20: 1945-1952.

Lumbanraja LB. 2009. Skrinning fitokimia dan uji efek antiinflamasi ekstrak etanol daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap radang pada tikus [skripsi]. Medan. Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Mahlinda, Maurina L. 2011. Proses pemurnian metanol hasil sintesa biodiesel

menggunakan rotary eveporator. Hasil Penelitian Industry 24: 20-27.

Meyer BN et al. 1982. Brine shrimp : A convenient general bioassay for active plant constituents. Plant Medica. 45: 31-34.

Mudrikah F. 2006. Potensi ektrak jahe merah dan campurannya dengan herba suruhan sebagai antihiperurisemia pada tikus [skripsi]. Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertania Bogor.

Mutee et al. 2010. In vivo anti-inflammatory and in vitro antioxidant activities of peperomia pellucida. Journal of Pharmacology 6: 686-690.

Mycek MJ, Haevery RA, Champe PC. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi ke-2. Azwar A, penerjemah. Jakarta: Widya Medika. Terjemahan dari: Pharmacology.

Nijveldt RJ et al. 2001. Flavonoids: A review of probable mechanisms of action and potential applications. American Journal of Clinical and Nutrition 74:418-425.

Ojo OO, Ajayi SS, Owolabi LO. 2012. Phytochemichal screening, anti-nutrient composition, proximate analyses and the antimicrobial activities of the aqueous and organic extracts of bark of Rauvolfia vomitoria and leaves of Peperomia pellucida. Int. Res. J. Biochem. Bioinform. 6:127-134.

Prosea. 1999. Plant Resources of South-East Asia: Medicinal and Poisonus Plants 1. Leiden: Backhyus Publishers.

Purnama EP. 2006. Pengaruh suhu reaksi terhadap derajat kristalinitas dan komposisi hidroksiapatit dibuat dengan media air dan cairan tubuh buatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Safaati NS. 2007. Potensi ramuan jahe merah dan herba suruhan sebagai antioksidan pada tikus putih hiperurisemia [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(24)

medik dan bisnis [terhubung berkala]. http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/13OBA T%20HERBAL_Sampurno.pdf[19 November 2012].

Suradikusumah E. 1989. Kimia Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Mansjoer S. 2003. Mekanisme kerja obat antiradang [terhubung berkala]. http://library.usu.ac.id/download/fk/farmas i-soewarni.pdf[21 November 2012]

Simmons DL, Moore BC. 2000. COX-2 inhibition, apoptosis, and chemoprevention by nonsteroidal antiinflammatory drugs. Curr Med Chem 7: 1131-1144.

Stoilova I et al. 2007. Antioxidant activity of a ginger extract. Food Chemistry 102: 764-770.

Trease GE, Evans WC. 2009. Pharmacognosy 16th Ed. London: English language Book Society.

Wagner et al. 1999. Manual of the Flowering Plants of Hawai. Honolulu: University of Hawai.

Wijaya S, Monica SW. 2004. Uji efek antiinflamasi ekstrak herba suruhan pada tikus putih jantan. Hayati 9: 115-118.

Wijayakusuma H. 2006. Atasi Asam Urat dan Rematik Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara.

Wina E, Muetzel S, Becker K. 2005. The Impact of saponins or saponin-containing plant materials on ruminant production. J Agri Food Chem. 53: 93-105.

(25)
(26)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Suruhan

Jahe Merah

Ekstraksi

Uji Fitokimia

Uji BSLT

Uji Antiinflamasi melalui

COX inhibitor

sreening assay kit

Uji Flavonoid dan Fenolik

Uji Alkaloid

Uji Saponin

Uji Tanin

Uji Steroid dan Terpenoid

Lampiran 2 Ekstraksi suruhan dan jahe merah

Sampel kering suruhan

Sampel kering jahe merah

Ekstraksi: etanol 70%

Ekstraksi: air

Maserasi

Refluks

Filtrat

Filtrat

Freeze drying

Evaporasi

(27)

Lampiran 3 Rendemen hasil ekstraksi suruhan dan jahe merah

Sampel Bobot simplisia (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%) Rata-rata

Suruhan

14 3.29 23.50

24.03%

5 1.51 30.2

5 0.92 18.4

Jahe merah 142.5 30.48 21.39 21.39%

Contoh perhitungan:

Rendemen suruhan (%) =

x 100%

=

x 100%

= 23.50%

Lampiran 4 Tahapan uji sitotoksisitas

50 mg telur

A. Salina

Leach

air laut

Inkubasi 48 jam

10 ekor larva

A. salina

yang menetas

ekstrak suruhan, jahe merah dan kombinasi (1:1)

@ 1000, 500, 100, 50, 10, dan 0 ppm

Hitung kematian udang

24 jam @28

0

C

(28)

Lampiran 5 Hasil uji sitotoksisitas

Sampel

Konsentrasi

perlakuan

(μg/mL)

Larva

udang

total

Akumulasi mati

LC50

(μg/mL)

Ulangan1 Ulangan 2 Ulangan 3

Suruhan

0 10 0 0 0 339.3

10 10 0 1 0

50 10 0 1 3

100 10 3 3 2

500 10 7 7 7

1000 10 10 10 10

Jahe merah

0 10 0 0 0 590.8

10 10 0 0 0

50 10 0 0 0

100 10 0 0 0

500 10 4 5 2

1000 10 10 10 10

Campuran

(konsentrasi

1:1)

0 10 0 0 0 728.5

10 10 0 0 0

50 10 0 0 0

100 10 0 0 1

500 10 0 2 1

(29)

Lampiran 6 Hasil Analisis analisis probit LC

50

dengan selang kepercayaan 95%

pada program SPSS v16.

Nilai LC ekstrak suruhan

LC Konsentrasi

Taksiran Batas Atas Batas Bawah

0.01 -255.080 -465.513 -132.414

0.02 -185.436 -369.649 -76.045

0.03 -141.249 -309.222 -39.884

0.04 -108.009 -264.033 -12.414

0.05 -80.971 -227.486 10.141

0.06 -57.957 -196.554 29.515

0.07 -37.778 -169.589 46.658

0.08 -19.711 -145.586 62.148

0.09 -3.279 -123.886 76.366

0.1 11.846 -104.035 89.577

0.15 74.469 -23.394 145.823

0.2 124.240 38.357 192.865

0.25 166.939 89.149 235.409

0.3 205.284 132.726 275.649

0.35 240.817 171.260 314.784

0.4 274.533 206.199 353.547

0.45 307.155 238.606 392.446

0.5 339.259 269.319 431.909

0.55 371.363 299.039 472.365

0.6 403.984 328.398 514.312

0.65 437.701 358.022 558.389

0.7 473.233 388.608 605.473

0.75 511.578 421.041 656.858

0.8 554.277 456.612 714.622

0.85 604.048 497.523 782.504

0.9 666.671 548.379 868.535

0.91 681.796 560.581 889.396

0.92 698.228 573.806 912.088

0.93 716.296 588.315 937.072

0.94 736.474 604.482 965.014

0.95 759.488 622.876 996.925

0.96 786.526 644.434 1034.469

0.97 819.766 670.868 1080.695

0.98 863.953 705.905 1142.245

(30)

Lampiran 6 (Lanjutan)

Nilai LC ekstrak jahe merah

LC Konsentrasi

Taksiran Batas Atas Batas Bawah

0.01 124.547 -88.851 245.197

0.02 179.181 -11.381 289.489

0.03 213.845 37.381 317.979

0.04 239.921 73.814 339.662

0.05 261.132 103.262 357.486

0.06 279.185 128.175 372.809

0.07 295.015 149.890 386.373

0.08 309.188 169.219 398.631

0.09 322.079 186.697 409.882

0.1 333.944 202.692 420.331

0.15 383.071 267.801 464.708

0.2 422.115 317.980 501.546

0.25 455.611 359.654 534.525

0.3 485.692 395.822 565.397

0.35 513.566 428.171 595.170

0.4 540.016 457.781 624.508

0.45 565.607 485.416 653.907

0.5 590.792 511.670 683.782

0.55 615.977 537.045 714.535

0.6 641.568 562.010 746.604

0.65 668.018 587.040 780.522

0.7 695.892 612.680 817.004

0.75 725.973 639.630 857.095

0.8 759.469 668.910 902.467

0.85 798.513 702.260 956.133

0.9 847.640 743.299 1024.580

0.91 859.505 753.087 1041.237

0.92 872.396 763.673 1059.379

0.93 886.569 775.260 1079.380

0.94 902.399 788.142 1101.777

0.95 920.453 802.764 1127.391

0.96 941.664 819.857 1157.570

0.97 967.740 840.758 1194.784

0.98 1002.403 868.377 1244.418

(31)

Lampiran 6 (Lanjutan)

Nilai LC ekstrak campuran (konsentrasi 1:1)

LC Konsentrasi

Taksiran Batas Atas Batas Bawah

0.01 167.752 -261.509 359.586

0.02 233.458 -149.489 410.455

0.03 275.146 -79.106 443.420

0.04 306.506 -26.602 468.660

0.05 332.016 15.776 489.521

0.06 353.728 51.578 507.545

0.07 372.765 82.742 523.577

0.08 389.811 110.445 538.131

0.09 405.314 135.461 551.547

0.1 419.584 158.323 564.061

0.15 478.666 251.015 617.838

0.2 525.622 321.913 663.348

0.25 565.907 380.294 704.834

0.3 602.084 430.478 744.335

0.35 635.607 474.880 783.039

0.4 667.417 515.038 821.740

0.45 698.194 552.032 861.043

0.5 728.482 586.694 901.469

0.55 758.771 619.716 943.534

0.6 789.548 651.728 987.820

0.65 82

Gambar

Gambar 1 Tumbuhan suruhan
Gambar 2 Rimpang jahe merah
Gambar 3 Proses peradangan (Lumbanraja 2009)
Tabel 1 Karakteristik siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2 (Dannhardt & Laufer 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etanol rimpang jahe diuji terhadap Staphylococcus aureus untuk mendapatkan konsentrasi yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona

4.18 Deskriptif uji ANOVA Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Etanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Roxb.) antara pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae, Salmonella

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “ Daya Hambat Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Varietas Emprit (Zingiber officinale Var. rubrum) Terhadap

adalah pada konsentrasi rendah air garam dapat merangsang pertumbuhan bakteri (Salam, 2012), Sementara itu daya hambat perasan jahe merah lebih kuat karena di dalam jahe

Besarnya daya hambat ekstrak etanol rimpang jahe diketahui dengan mengukur diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri. Sebagai pembanding, digunakan

Optimasi Sabun Cair Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc. Var Rubrum) Variasi Virgin Coconut Oil.. (VCO) dan Kalium Hidroksida (KOH)

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi optimum ekstrak etanol rimpang jahe merah terhadap bakteri penyebab jerawat dan bagaimana aktivitasnya

Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol dari serbuk simplisia rimpang jahe