• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI DAN

KEBERHASILAN PERSILANGAN GALUR-GALUR

SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.) Moench)

MAYANG SARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor

(L.) Moench) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Mayang Sari

(4)

ABSTRAK

MAYANG SARI. Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench). Dibimbing oleh DESTA WIRNAS dan TRIKOESOEMANINGTYAS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan karakter calon tetua serta mengetahui keberhasilan persilangan galur-galur sorgum (Sorghum bicolor

(L.) Moench). Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB, Dramaga, Bogor mulai bulan Februari sampai bulan Juli 2013. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor sebanyak 3 ulangan, dan percobaan kedua disusun berdasarkan metode persilangan line x tester. Keragaan karakter agronomi pada galur-galur tetua menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas Numbu dan Kawali pada semua peubah, kecuali peubah daya tumbuh. Keragaan komponen hasil galur-galur tetua menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas pembanding terutama pada karakter panjang malai dan bobot seribu butir. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antar karakter agronomi dan komponen hasil dengan nilai korelasi yang positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan persilangan pada galur-galur introduksi lebih tinggi dari galur IPB hasil persilangan dan galur mutan sorgum. Keberhasilan persilangan pada beberapa genotipe sorgum tidak menunjukkan korelasi dengan komponen iklim.

Kata kunci: karakter agronomi, komponen hasil, persilangan

ABSTRACT

MAYANG SARI. Performance of Agronomic Character and Crossing Ability of Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Lines. Supervised by DESTA WIRNAS and TRIKOESOEMANINGTYAS.

The objectives of this experiment were to determine the performance character of the parental lines and crossing ability of sorghum (Sorghum bicolor

(L.) Moench) lines. This research was carried out in the Leuwikopo Experimental Farm, Bogor Agricultural University, Dramaga, Bogor and started from February 2013 to July 2013. This experiment was arranged by two sebdivission. The first experiment was arranged in a randomized complete block design with one factor and three replications, and the second was arranged in line x tester crossing methode. Performance of agronomic traits of the parental lines showed significant differences with Numbu and Kawali varieties in all variables, except the germination variable. Performance of yield comoponent in sorghum lines showed significant differences with Numbu and Kawali varieties, especially on the character length of panicle and thousand grain weight. The results showed a positive correlation between agronomic characters and yield component. The results showed that the cross compatibility introduced lines was higher than IPB breeding lines and mutant lines of sorghum. The successful at the each lines did not indicate correlation of the climate components.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI DAN

KEBERHASILAN PERSILANGAN GALUR-GALUR

SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.) Moench)

MAYANG SARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)

Nama : Mayang Sari NIM : A24090127

Disetujui oleh

Dr Desta Wirnas, SP, MSi Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Pembimbing II

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Keragaan Karakter Agronomi dan Keberhasilan Persilangan Galur-galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench). Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang dibuat penulis setelah menyelesaikan penelitian selama lima bulan. Hasil penelitian ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pertanian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa dan motivasi untuk penulis.

2. Dr Desta Wirnas, SP, MSi sebagai dosen pembimbing I juga sebagai dosen pembimbing akademik, dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan motivasi, bimbingan serta pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Staf Laboratorium Pemuliaan IPB, Siti Marwiyah, SP, MSi, Siti Maesaroh SP, mas Eki, pak Edi, dan pak Yusuf yang telah membantu selama proses penelitian baik dalam bentuk tenaga maupun saran yang telah diberikan.

4. Teman-teman satu tim penelitian Sorgum, Af’idatus, Catur, Patricia, dan Jorex yang selalu memberikan kebersamaannya selama penelitian.

5. Teman-teman AGH 46 khususnya Resti, Annisa, Reisha, Iwana, Subhi, Habib, dan Ilham yang selalu memberikan motivasi, dan saran terhadap penelitian ini. 6. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani dan Syarat Tumbuh, dan Manfaat Sorgum 2

Persilangan Buatan 3

METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Lokasi dan Waktu 4

Prosedur Percobaan 4

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Penelitian 7

Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Tetua 9

Keragaan Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua 11 Korelasi antara Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua 12

Keberhasilan Persilangan 13

Pengaruh Keberhasilan Persilangan terhadap Komponen Iklim 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan galur-galur sorgum 9 2 Keragaan nilai tengah karakter agronomi galur-galur sorgum tetua

persilangan 9

3 Keragaan nilai tengah komponen hasil galur-galur sorgum tetua

persilangan 12

4 Korelasi antar karakter sorgum tetua persilangan 13 5 Hasil persilangan buatan galur-galur sorgum 15 6 Pengaruh keberhasilan persilangan terhadap temperatur rata-rata,

kelembaaban rata-rata, lama penyinaran, dan curah hujan 18

DAFTAR GAMBAR

1 Fase pertumbuhan tanaman 8

2 Keragaman bentuk malai sorgum tetua persilangan 11

3 Tahapan persilangan tanaman sorgum 14

4 Hasil persilangan sorgum di lapangan 15

5 Persentase keberhasilan persilangan galur-galur sorgum 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas Numbu dan Kawali 22

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan terhadap bahan pangan yang semakin besar sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk menuntut pengembangan berbagai jenis tanaman pangan. Tingginya kesejahteraan akan meningkatkan kebutuhan protein hewani yang tentunya dibutuhkan pula bahan pakan bagi hewan (Subandi et al. 1994). Jenis tanaman yang dibudidayakan hendaknya mampu menyediakan kebutuhan pangan dan pakan sekaligus, namun mampu beradaptasi luas pada lingkungan yang kurang mendukung. Menurut Rooney dan Awika (2005) sorgum sebagai salah satu tanaman pangan utama memiliki posisi penting di dunia baik sebagai bahan pangan, pakan ternak dan sebagai bahan alternatif bahan bakar nabati. Sorgum memiliki kandungan protein sebanyak 10.11%, karbohidrat 80.2%, dan lemak 3.65% sehingga dapat digunakan sebagai bahan makanan pengganti beras karena kandungan karbohidrat yang juga lebih tinggi diatas jagung.

Menurut Dogget (1988) tanaman sorgum mampu tumbuh di lahan subur maupun lahan marjinal karena sorgum lebih toleran kekeringan dan mampu beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya dibandingkan dengan tanaman sereal lain. Hal ini disebabkan oleh adanya lapisan lilin pada batang dan daun sorgum yang dapat mengurangi kehilangan air melalui penguapan (transpirasi tanaman). Sutrisna (2012) menambahkan bahwa budidaya sorgum tidak memerlukan input tinggi dan dapat tumbuh pada lahan suboptimal yang tidak dapat ditanami oleh tanaman lainnya, sehingga tidak akan terjadi persaingan penggunaan lahan dengan komoditas tanaman pangan lainnya.

Upaya peningkatan produksi dan kualitas sorgum di Indonesia telah dicapai melalui program pemuliaan tanaman. Pemuliaan sorgum diarahkan untuk perbaikan sifat-sifat adaptasi untuk kekeringan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, umur genjah, daya hasil tinggi, dan kualitas terjamin baik untuk pangan maupun pakan (Harahap et al. 1994). Teknik persilangan buatan merupakan salah satu tahapan pemuliaan tanaman yang menghasilkan keragaman tanaman dan gabungan sifat-sifat unggul dari tetuanya yang dapat diseleksi. Supeno (2004) menambahkan bahwa persilangan merupakan upaya memperbesar keragaman genetik dengan memadukan sifat tetua untuk mendapatkan varietas unggul.

(13)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan karakter calon tetua persilangan serta mengetahui tingkat keberhasilan persilangan antar berbagai galur sorgum.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi dan komponen hasil pada calon tetua yang disilangkan

2. Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan persilangan antar pasangan tetua.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh, dan Manfaat Sorgum

Sorghum bicolor (L.) Moench merupakan tanaman serealia yang tergolong dalam famili Poaceae. Tanaman lain yang tergolong famili Poaceae antara lain padi, jagung, tebu, gandum, dan barley. Dari spesies Sorghum bicolor dibagi menjadi 3 yaitu S. arundinuceuin (sorgum liar) S. verticillijlorum, dan S. aethiopichum. Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk dalam genus Shorgum, ordo Cyperales, kelas Lilliopsida, divisi Magnoliophyta, superdivisi Spermatophyta, subkingdom Tracheobionta, dan kingdom Plantae (Acquaah 2007).

Tanaman sorgum banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0 - 700 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh pada suhu lingkungan 23– 34 0C, tetapi suhu optimum berkisar antara 23 – 30 0C dengan kelembaban relatif 20 – 40%. Pada umumnya sorgum akan berhasil baik pada tanah-tanah ringan (berpasir) sedangkan pada tanah-tanah berat tanaman ini masih dapat tumbuh baik asal keadaan drainasenya baik. Sorgum tidak terlalu peka terhadap derajat kemasaman (pH) tanah tetapi pH tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah 5.5 - 7.5. Tanaman sorgum tahan terhadap kekeringan dan pemupukan berat. Dengan kedua sifat ini prospek produksi sorgum mudah ditingkatkan (Rismunandar 1989).

Menurut Leonardo dan Martin (1963) tanaman sorgum merupakan tanaman musim panas dengan suhu minimum untuk perkecambahan biji yaitu 7-100 C. Selanjutnya Schertz dan Dalton (1993) menambahkan bahwa suhu optimum untuk pembungaan berkisar antara 21– 35 0C dan pembungaan menjadi lambat apabila suhu diluar dari batas tersebut. Setiap kultivar memiliki karakteristik respon pembungaan yang berbeda terhadap spesifik tanggal dan lokasi penanaman.

(14)

3 beras (6 - 10%), dan kandungan lemaknya (2 - 6%) lebih tinggi dibandingkan dengan beras (0.5 - 1.5%) (Widowati 2012). Menurut Baco et al. (1997) di Indonesia, sorgum ditanam sebagai makanan manusia (pangan) dan pakan ternak.

Persilangan Buatan

Persilangan buatan adalah penyerbukan silang secara buatan antara tetua yang berbeda susunan genetiknya. Tujuan utama dalam persilangan buatan yaitu untuk menggabungkan semua karakter baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas keragaman genetik, memanfaatkan vigor hibrida, dan menguji potensi tetua. Keberhasilan penyerbukan buatan yang kemudian diikuti oleh pembuahan dipengaruhi oleh kompatibilitas tetua, tepat waktu reseptif betina dan anthesis jantan, kesuburan tanaman, serta faktor lingkungan (Syukur et al. 2012)

Seleksi bahan tetua merupakan tahap awal dalam program pemuliaan. Pilihan yang tepat dari tetua betina dapat menentukan keberhasilan persilangan. Persiapan tetua betina harus bertepatan dengan ketersediaan polen dari tetua jantan. Penyesuaian bunga mungkin memerlukan penggunaan teknik khusus saat penanaman atau selama musim tanam (Walter 1995).

Peyerbukan adalah proses jatuhnya polen di atas kepala putik, kepala putik yang telah masak biasanya mengeluarkan lendir yang mengandung larutan gula yang dapat membantu dalam perkecambahan polen. Pada saat polen jatuh di kepala putik, dalam keadan normal cairan yang dihasilkan oleh putik akan diserap kemudian akan menggembung dan berkecambah. Pada saat itulah salah satu pori pada dinding luar polen akan pecah. Penyerbukan harus dilakukan secepat mungkin setelah semua atau hampir semua bunga mekar (Syukur et al. 2012).

Keberhasilan penyerbukan dipengaruhi oleh keterampilan dalam melakukan persilangan, pengaruh lingkungan biotik dan abiotik, umur polen, kelimpahan polen, dan luka yang diakibatkan pada saat melakukan emaskulasi dan penyerbukan. Penyerbukan secara buatan sebaiknya dilakukan di rumah kaca tetapi untuk variabel yang berbeda dilakukan di lapangan. Perkembangan biji dapat diamati pada tujuh hari setelah penyerbukan dan pembuahan berhasil. (Schretz dan Dalton 1993).

(15)

4

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 10 galur sorgum yang digunakan sebagai tetua betina serta dua varietas sorgum sebagai tetua jantan. Galur-galur yang digunakan sebagai tetua betina yaitu N/UP-17-10, N/UP-32-8, N/UP-82-3, N/UP-89-3, dan N/UP-118-7, yang merupakan galur-galur IPB hasil persilangan varietas Numbu dengan UPCA S1 yang telah diuji sampai beberapa generasi, galur PI-150-20-A, PI-10-90-A, PI-150-21-A, PI-5-193-C merupakan galur-galur sorgum yang diintroduksi dari International Crop Research Institute for the Semi-Arid Tropics (ICRISAT), sedangkan B-69 adalah galur yang berasal dari varietas Durra yang diiradiasi sinar gamma menggunakan dosis 300 Gy oleh Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) (Sihono 2008). Varietas yang digunakan senbagai tetua jantan yaitu varietas Numbu dan Kawali yang diintroduksi dari ICRISAT namun telah melalui tahapan proses pengujian adaptasi dan daya hasil selama beberapa generasi kemudian dilepas menjadi varietas unggul nasional oleh Departemen Pertanian (Sihono et al. 2010). Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 150 kg ha-1 pupuk Urea, 100 kg ha-1 pupuk SP-36, dan 100 kg ha-1 pupuk KCl, insektisida, dan fungisida.

Alat

Peralatan yang digunakan yaitu cangkul, kored, tali, tugal, meteran, jangka sorong, dan timbangan. Alat yang dibutuhkan selama proses persilangan antara lain pinset, gunting, label, kertas sungkup, dan paper clip.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor pada bulan Februari sampai Juli 2013. Proses pascapanen dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada bulan Juli 2013.

Prosedur Percobaan

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, yaitu percobaan keragaan karakter calon tetua persilangan dan percobaan persilangan pada beberapa genotipe sorgum.

Percobaan 1: Evaluasi Keragaan Karakter Calon Tetua Persilangan

Penanaman dan Pemupukan

(16)

5 satuan percobaan yang terdiri atas dua baris tetua betina, dua baris tetua jantan Kawali dan dua baris tetua jantan Numbu. Benih ditanam dengan cara ditugal, dengan memasukkan benih sebanyak 2 - 3 benih per lubang. Sistem penanaman merupakan block time yaitu satu ulangan ditanam pada minggu pertama lalu untuk ulangan kedua ditanam pada minggu berikutnya dan selanjutnya dengan ulangan ketiga. Menurut Supartopo (2006) blok hibridisasi dapat ditanam pada selang waktu 2 minggu agar waktu pembungaannya menjadi lebih lama.

Pupuk Urea diberikan 2 kali, 1/3 bagian yaitu 50 kg ha-1 diberikan pada saat tanam sebagai pupuk dasar bersamaan dengan 100 kg ha-1 SP-36 dan 100 kg ha-1 KCl, sedangkan 2/3 bagian Urea yaitu 100 kg ha-1 diberikan pada saat tanaman berumur 4 MST.

Pemeliharaan dan Panen

Pemeliharaan tanaman meliputi penjarangan, pengairan, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan apabila benih yang tumbuh pada lubang tanam lebih dari satu, tujuannya untuk meperoleh kondisi tanaman yang seragam, dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST. Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan meggunakan cangkul pada 14 hari setelah tanam (HST). Penyiangan kedua dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yang dikerjakan pada 21 HST dan sebelum pemupukan kedua pada 28 HST. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan insektisida non-sistemik dengan bahan aktif deltamethrin dengan konsentrasi 2 ml L-1, aplikasi pestisida dilakukan pada saat 3 dan 4 MST. Pada saat tanaman berumur 13 dan 14 MST pengendalian hama menggunakan insektisida kontak dengan bahan aktif BPMC 485 g L-1 dan menggunakan fungisida sistemik dengan bahan aktif mankozeb 80%.

Pengamatan

a. Karakter agronomi:

1. daya tumbuh tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST 2. tinggi tanaman dilakukan menjelang panen, diukur dari pangkal batang

di atas permukaan tanah sampai ujung malai

3. diameter batang diukur pada buku ke-3 menggunakan jangka sorong saat vegetatif maksimum

4. jumlah daun dihitung mulai dari buku ke-2 pada saat vegetatif maksimum

5. waktu muncul bunga diamati pada saat tanaman sudah mencapai 50 % berbunga.

b. Komponen hasil:

1. umur panen diamati pada saat malai masak dan siap panen dengan ciri biji sudah keras dan berbunyi apabila digigit.

2. panjang malai diukur mulai dari leher malai sampai ujung malai pada saat malai sudah kering

3. diameter malai diukur pada bagian terbesar malai saat malai sudah kering

4. bobot malai diukur pada saat malai sudah kering

(17)

6

Percobaan 2 : Persilangan dengan Desain Line x Tester pada Tetua Sorgum

Persilangan mulai dilakukan pada tanggal 20 April 2013, yaitu pada saat tanaman berumur 8 MST pada ulangan satu. Kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan persilangan adalah persiapan bahan dan alat yang akan digunakan. Selanjutnya adalah melakukan kastrasi yaitu membersihkan bagian tanaman yang ada di sekitar bunga dari kotoran, serangga, dan kuncup-kuncup bunga yang tidak dipakai. Bunga pada malai dijarangkan dengan membuang bunga 1/3 bagian atas dan 1/3 bagian bawah sehingga disisakan 3 – 4 tangkai bunga atau sekitar 30 - 100 spikelet. Setelah dilakukan kastrasi kegiatan selanjutnya adalah emaskulasi, yaitu pembuangan alat kelamin jantan pada tetua betina sebelum bunga mekar atau sebelum terjadinya penyerbukan sendiri. Emaskulasi dilakukan dengan metode pinset yaitu mengeluarkan bunga jantan dengan menggunakan pinset secara hati-hati (Syukur et al. 2012). Kastrasi dan emaskulasi dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 – 11.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 - 17.00 WIB.

Tanaman yang telah diemaskulasi diisolasi agar tidak terserbuki oleh polen yang tidak diinginkan. Isolasi dilakukan dengan menggunakan kertas tahan air. Kegiatan selanjutnya adalah penyerbukan, yaitu peletakan polen pada kepala putik. Penyerbukan dilakukan dengan dua cara, cara pertama dengan menjatuhkan polen secara langsung dari tanaman tetua jantan ke kepala putik pada tanaman yang telah diemaskulasi, cara kedua dengan melakukan pengumpulan polen terlebih dahulu pada wadah kertas, setelah itu polen diserbuki pada kepala putik. Penyerbukan dilakukan mulai dari 1 - 12 hari setelah emaskulasi sesuai kondisi putik yang siap diserbuki. Setelah penyerbukan malai kembali diisolasi agar polen yang baru diserbuki tidak hilang karena terbawa angin. Setelah kegiatan tersebut selanjutnya dilakukan pemberian label. Informasi yang ditulis pada label adalah nama tetua betina dan tetua jantan, tanggal emaskulasi, dan tanggal penyerbukan.

Percobaan kedua disusun berdasarkan rancangan persilangan Line x Tester.

Genotipe yang digunakan sebagai Line adalah galur betina yaitu N/UP-17-10, N/UP-32-8, N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-7, 10-90-A, 150-20-A , PI-150-21-A, PI-5-193-C, DAN B-69. Galur yang digunakan sebagai Tester adalah Numbu dan Kawali, sehingga diperoleh kombinasi persilangan Line x Tester

yaitu: N/UP-17-10 X Numbu, N/UP-17-10 X Kawali, N/UP-32-8 X Numbu, N/UP-32-8 X Kawali, N/UP-82-3 X Numbu, N/UP-82-3 X Kawali, N/UP-89-3 X Numbu, N/UP-89-3 X Kawali, N/UP-118-7 X Numbu, N/UP-118-7 X Kawali, PI-10-90-A X Numbu, PI-PI-10-90-A X Kawali, PI-150-20-A X Numbu, PI-150-20-A X Kawali, PI-150-21-A X Numbu, PI-150-21-A X Kawali, PI-5-193-C X Numbu, PI-5-193-C X Kawali, B-69 X Numbu, dan B-69 X Kawali.

Pengamatan

Pengamatan persilangan meliputi: jumlah tanaman yang disilangkan, jumlah spikelet yang diserbuki, jumlah biji yang terbentuk, dan persentase keberhasilan persilangan.

(18)

7

Analisis Data

Percobaan pertama disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F dengan perangkat lunak SAS 9.1.3. Jika terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Dunnet pada taraf α = 5%. Uji korelasi juga digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antar karakter yang diuji. Model linear yang digunakan adalah :

Yij = µ + τi + βj +εij ; (i = 1, j = 1) Keterangan:

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = pengaruh galat perlakuan terhadap perlakuan ke-i, ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Komponen iklim yang diamati selama penelitian yang diduga berpengaruh terhadap keberhasilan persilangan antara lain suhu rata-rata, kelembaban rata-rata, intensitas cahaya matahari, dan curah hujan. Data tersebut dihimpun berdasarkan data rata-rata harian dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga, Bogor. Secara umum kondisi iklim rata-rata per bulan di wilayah Dramaga pada bulan Februari sampai Juli 2013 sebagai berikut: suhu rata-rata diamati pada pagi hari pukul 07.00 sebesar 23.47 0C, siang hari pukul 13.00 sebesar 30.50 0C, dan sore hari pukul 18.00 sebesar 26.59 0C. Kelembapan udara rata-rata sebesar 84.37%, curah hujan rata-rata sebesar 288.83 mm, dan lama penyinaran sebesar 58.08%.

(19)

8

Gambar 1 Fase pertumbuhan tanaman (a) vegetatif lambat, (b) vegetatif cepat, (c) generatif, (d) menjelang panen

Perkembangan tanaman selama penelitian mengalami gangguan yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Pada masa vegetatif (3 - 4 MST), tanaman terserang oleh ulat daun yang menyerang bagian pucuk tanaman dengan menggigiti bagian pucuk tersebut. Pada saat tanaman mulai besar terlihat jelas bekas gigitan ulat daun tersebut. Hama lain yang juga ditemukan pada masa vegetatif yaitu belalang, gejala yang ditimbulkan adalah daun tanaman menjadi rusak dan bergerigi pada bagian pinggir. Untuk mencegah terjadinya serangan yang lebih banyak dikendalikan dengan penyemprotan insektisida non-sistemik dengan bahan aktif deltamethrin dengan konsentrasi 2 ml L-1. Saat memasuki masa generatif tanaman terserang oleh burung dan ulat bulu. Serangan burung terjadi pada saat tanaman memasuki masa pengisian biji. Untuk mencegah serangan tersebut tanaman diisolasi dengan menggunakan sungkup jaring pada saat malai mulai masak susu atau pada saat penyerbukan selesai. Hama ulat bulu menyerang tanaman terutama pada bagian daun tanaman. Untuk mengendalikan serangan ulat bulu dilakukan penyemprotan insektisida kontak dengan bahan aktif BPMC 485 g L-1. Penyakit antraknosa (Colletotrichum sp.) muncul pada saat tanaman sudah terbentuk biji. Gejala yang ditimbulkan akibat penyakit ini adalah munculnya bintik-bintik kecil pada daun tanaman yang kemudian membesar dan menyatu sehingga daun menjadi layu. Daun tanaman berwarna ungu kemerah-merahan. Untuk mengendalikan penyakit ini dilakukan penyemprotan dengan menggunakan fungisida sistemik dengan bahan aktif mankozeb 80%. Menurut Soenartiningsih dan Haris (2010) serangan penyakit antraknosa dapat berpengaruh terhadap penurunan hasil tanaman sorgum.

A B

(20)

9

Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Tetua

Hasil analisis ragam pada Tabel 1 menunjukkan hasil yang berbeda untuk semua peubah, kecuali pada peubah daya tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa galur-galur yang digunakan sebagai tetua memiliki keragaan karakter yang sangat beragam pada hampir semua peubah yang digunakan.

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam keragaan galur-galur sorgum Peubah

Nilai kuadrat tengah Uji f Koefisien keragaman

(%) Ulangan Galur Ulangan Galur

Daya tumbuh (%) 373.09 158.34 3.66* 1.55tn 11.44

** = berbeda nyata pada taraf α=1%, * = berbeda nyata pada taraf α=5%, tn = tidak berbeda nyata.

Keragaan karakter agronomi sangat penting diketahui terutama untuk tanaman yang akan dijadikan sebagai calon tetua dalam persilangan. Pada penelitian ini keragaan karakter agronomi yang diamati antara lain daya tumbuh, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, umur berbunga, dan umur panen (Tabel 2).

Tabel 2 Keragaan nilai tengah karakter agronomi galur-galur sorgum tetua persilangan

(21)

10

Daya Tumbuh

Persentase daya tumbuh pada seluruh galur yang diuji menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan varietas Numbu dan Kawali. Hal ini menunjukkan bahwa benih yang ditanam pada penelitian ini cukup seragam dengan nilai daya tumbuh berkisar antara 76.67 - 97.47%. Daya tumbuh terendah adalah galur PI-150-21-A sedangkan tertinggi adalah PI-150-20-A. Galur-galur yang diuji memiliki daya tumbuh lebih rendah daripada varietas pembanding Numbu dan Kawali, meskipun demikian hasil yang diperoleh tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata.

Tinggi Tanaman

Karakter tinggi tanaman berkisar antara 126.13 – 282.45 cm dengan nilai tengah sebesar 207.74 cm. Galur N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-7, dan B-69 menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan Numbu. Galur N/UP-32-8, PI-150-21-A, dan PI-5-193-C menujukkan nilai berbeda nyata dengan Kawali, sedangkan galur PI-10-90-A dan galur PI-150-20-A menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan varietas Numbu dan Kawali. Hal ini menunjukkan bahwa galur-galur yang diuji memiliki karakter tinggi yang beragam. Galur-galur IPB hasil persilangan Numbu X UPCA S1 memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dari Numbu. Menurut Roesmarkam et al. (1985) ciri varietas unggul yang dikehendaki pada pemuliaan sorgum bukanlah tanaman yang tinggi melainkan tanaman dengan tinggi berkisar antar 100 - 140 cm, yang bertujuan untuk memudahkan saat pemanenan.

Diameter Batang

Karakter diameter batang berkisar antara 10.45 - 16.99 mm pada karakter ini hasil menunjukkan nilai yang nyata antara varietas Kawali dengan galur N/UP-32-8, PI-150-21-A, PI-5-193-C, dan B-69, sedangkan galur PI-150-20-A menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan Numbu dan Kawali. Galur yang akan dipilih sebagai tetua persilangan hendaknya yang memiliki diameter besar karena akan berpengaruh terhadap kekuatan tanaman untuk tetap tegak. Menurut Okiyo et al. (2010) diameter batang yang kecil cenderung mudah rebah dan dapat menyebabkan berkurangnya hasil.

Jumlah Daun

(22)

11

Umur Berbunga

Kisaran umur berbunga pada galur-galur yang diuji adalah 64.33 - 84.33 HST. Karakter umur berbunga pada semua galur menunjukkan nilai yang nyata lebih rendah dengan varietas Kawali, kecuali galur introduksi PI-10-90-A. Galur PI-5-193-C, PI-10-90-A, PI-150-20-A dan galur N/UP-32-8 menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan Numbu. Galur PI-5-193-C memiliki umur yang lebih lama dibandingkan varietas Numbu dan Kawali. Dalam persilangan galur yang memiliki umur berbunga yang lama dan akan dijadikan sebagai tetua betina hendaknya ditanam lebih awal agar jarak pembungaanya tidak terlalu jauh dengan ketersediaan bunga jantan.

Umur Panen

Keragaan umur panen sorgum yang ditanam memiliki kisaran nilai antara 103.33 sampai 123.00 HST, dengan nilai tengah 110.30 HST. Galur-galur yang menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas Numbu adalah PI-10-90-A dan PI-5-193-C, sedangkan galur-galur yang menunjukkan nilai berbeda nyata dengan varietas Kawali adalah N/UP-32-8, N/UP-89-3, N/UP-118-7, PI-150-20-A, PI-5-193-C, dan B-69. Menurut Roesmarkan et al. (1985) ciri varietas unggul yang dikehendaki dalam pemuliaan tanaman adalah sorgum yang berumur 70 – 80 HST.

Keragaan Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua

Keragaan komponen hasil juga merupakan hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam pemuliaan tanaman. Secara visual keragaan karakter galur-galur sorgum dan varietas pembanding dapata dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Keragaman bentuk malai sorgum tetua persilangan

(23)

12

Tabel 3 Keragaan nilai tengah komponen hasil galur-galur sorgum tetua persilangan PI-150-20-A 16.18b 32.34ab 23.50ab 19.40ab 21.12a PI-150-21-A 22.81 54.16b 49.41a 41.73a 33.18ab

angka yang diikuti oleh huruf a = berbeda nyata dengan Numbu, b = berbeda nyata dengan Kawali berdasarkan uji Dunnett.

Karakter panjang malai berkisar antara 15.19 - 22.81 cm dengan nilai tengah 17.84 cm. Galur yang memiliki malai terpanjang adalah galur PI-150-21-A, sedangkan galur yang memiliki malai terpendek adalah galur N/UP-32-8. Galur-galur yang diuji menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan varietas pembanding Kawali, kecuali galur PI-150-21-A, sedangkan galur N/UP-32-8 berbeda nyata dengan varietas Numbu.

Karakter diameter malai, bobot malai, dan bobot biji per malai yang menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan varietas pembanding adalah galur-galur introduksi. Diameter malai dan bobot malai terendah dihasilkan oleh galur-galur PI-150-20-A dengan diameter malai sebesar 32.34 mm dan bobot malai sebesar 23.50 g, galur ini memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kedua varietas pembanding, sebaliknya dengan galur N/UP-118-7 yang memiliki diameter malai dan bobot malai tertinggi yaitu sebesar 61.12 mm dan bobot sebesar 71.76 g, Karakter bobot seribu butir menunjukkan nilai yang bervariasi dengan kisaran nilai antara 21.12 sampai 39.03 g. Galur-galur yang diuji menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan varietas Numbu, kecuali galur N/UP-32-8. Galur turunan Numbu antara lain galur N/UP-32-8, N/UP-82-3, PI-150-21-A, serta galur mutan B-69 menunjukkan nilai berbeda nyata dengan varietas Kawali.

Korelasi antara Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Tetua

(24)

13

Tabel 4 Korelasi antar karakter sorgum tetua persilangan

TT DB JD UB UP PM DM BM BBM BS umur panen, PM = panjang malai, DM = diameter malai, BM = bobot malai, BBM = bobot biji per malai, BS = bobot seribu butir

Penelitian ini menunjukkan terdapat korelasi yang nyata antara karakter agronomi dan komponen hasil. Menurut Mutiah (2013) perbaikan karakter vegetatif akan meningkatkan bobot biji per malai dengan adanya korelasi positif dan nyata antara karakter bobot biji per malai dengan karakter tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, dan bobot biomassa.

Karakter tinggi tanaman berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap karakter jumlah daun, umur berbunga, dan umur panen, serta berkorelasi positif dan nyata dengan diameter batang. Karakter diameter batang berkorelasi positif dan sangat nyata dengan, jumlah daun, diameter malai, bobot malai, dan bobot biji per malai, serta berkorelasi positif dan nyata dengan karakter panjang malai. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar diameter batang maka akan berpengaruh terhadap tingginya produksi hasil. Hal ini selaras dengan Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa diameter yang besar menunjukkan akumulasi hasil fotosintesis yang besar sebagai cadangan makanan dalam pembentukan biji.

Karakter jumlah daun berkorelasi positif dan sangat nyata dengan karakter diameter batang, umur berbunga, dan umur panen, bobot malai, dan bobot biji per malai, serta berkorelasi positif dan nyata dengan panjang malai. Karakter umur berbunga berkorelasi positif dan sangat nyata dengan umur panen. Karakter diameter malai berkorelasi positif dan sangat nyata dengan karakter bobot malai, bobot biji per malai, dan bobot seribu butir. Karakter bobot malai, bobot biji per malai, dan bobot seribu butir menunjukkan saling berkorelasi positif dengan nilai yang sangat nyata.

Keberhasilan Persilangan

(25)

14

Tahapan persilangan pada penelitian ini secara umum dilaksanakan seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Tahapan persilangan sorgum: (a) persiapan tanaman (b) kastrasi, (c) emaskulasi, (d) isolasi, (e) persiapan putik, (f) persiapan polen, (g) penyerbukan, (h) pemberian label

(26)

15

Gambar 4 Hasil persilangan sorgum di lapangan

Jumlah persilangan, jumlah spikelet diemaskulasi, dan jumlah biji yang terbentuk pada setiap pasang tetua menunjukkan hasil yang berbeda sehingga persentase keberhasilan persilangan menghasilkan nilai yang berbeda (Tabel 1).

Tabel 5 Hasil persilangan buatan galur-galur sorgum Tetua Jumlah

Perbedaan jumlah pasangan tetua yang disilangkan disebabkan oleh ketersediaan tanaman dan umur berbunga tanaman serta kemampuan peneliti dalam melakukan persilangan. Jumlah spikelet yang diemaskulasi pada penelitian ini cukup banyak sedangkan spikelet yang berkembang menjadi hanya beberapa karena persentase keberhasilannya rendah. Persentase keberhasilan persilangan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.

D E F

(27)

16

Gambar 5 Persentase keberhasilan persilangan galur-galur sorgum

Keberhasilan persilangan yang tinggi secara umum dihasilkan oleh tetua betina yang berasal dari galur-galur introduksi. Nilai keberhasilan tertinggi diperoleh pada pasangan tetua PI-10-90-A X Kawali yaitu sebesar 54.76 %. Galur introduksi PI-5-193-C hanya sedikit yang dapat disilangkan dengan varietas Numbu dan Kawali. Galur-galur IPB yang disilangkan dengan varietas Numbu maupun Kawali menunjukkan keberhasilan yang rendah. Nilai keberhasilan tertinggi dihasilkan oleh galur betina N/UP-89-3 yaitu sebesar 4.36% yang disilangkan dengan varietas Kawali dan sebesar 1.30% disilangkan dengan varietas Numbu. Selanjutnya sebesar 1.12% pada pasangan N/UP-118-7 X Kawali, sedangkan galur-galur lain menunjukkan nilai keberhasilan kurang dari 1%.

Galur-galur yang disilangkan dengan tetua jantan verietas Kawali menunjukkan keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan varietas Numbu. Hal ini disebabkan oleh jumlah tanaman yang disilangkan dengan varietas Kawali lebih banyak dibandingkan dengan varietas Numbu, hal ini diduga berkaitan juga dengan umur berbunga varietas Kawali lebih lama dari varietas Numbu. Rata-rata umur berbunga varietas Kawali pada penelitian ini adalah 76 HST, varietas Numbu adalah 69 HST, sedangkan rata-rata umur berbunga tetua betina adalah 70 HST. Ketersediaan bunga pada varietas Kawali lebih banyak karena umur berbunganya lebih lambat dari galur-galur lainnya sehingga ketika tetua betina telah diemaskulasi dan saat menunggu putik siap diserbuki, polen dari varietas Kawali mulai pecah dan siap untuk menyerbuki sedangkan bunga dari varietas Numbu sudah pecah pada saat bunga betina belum siap diserbuki. Menurut Subantoro et al. (2008) putik yang matang atau siap diserbuki dengan serbuksari yang matang akan menghasilkan embrio.

Keberhasilan persilangan pada penelitian ini hanya ditentukan oleh ketersediaan bunga, tetapi dapat ditentukan juga oleh morfologi bunga yang berkaitan dengan tingkat kesulitan pada saat melakukan emaskulasi. Galur-galur introduksi pada umunya memiliki morfologi bunga yang berukuran lebih besar, kepala putik yang besar, kulit yang tidak keras, sehingga lebih mudah saat diemaskulasi, sedangkan galur lainnya memiliki morfologi bunga yang berukuran kecil serta spikelet yang tebal dengan kulit yang keras sehingga agak sulit untuk dilakukan emaskulasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schertz dan Dalton

(28)

17 (1993) bahwa keberhasilan persilangan dipengaruhi oleh keterampilan penyilang, lingkungan, umur putik, kelimpahan polen, gangguan serangga, dan jumlah luka pada bunga selama emaskulasi dan penyerbukan.

Kompatibilitas tetua persilangan galur-galur introduksi diduga lebih tinggi dibandingkan galur-galur IPB hasil persilangan. Menurut Syukur (2012) kompatibilitas terkait dengan gen-gen yang tekandung pada tetua sehingga ketidakcocokan gen-gen pada tetua jantan maupun betina dapat menghasilkan keberhasilan yang rendah. Selain itu faktor yang menjadi penyebab ketidaksesuaian tetua yaitu waktu reseptif bunga betina dan viabilitas polen. Menurut Shivana et al. (2007) reseptivitas putik menunjuk pada kemampuan putik untuk mendukung perkecambahan dan pertumbuhan tabung polen yang viabel atau komptibilitas polen. Pada umumnya putik akan menjadi reseptif saat bunga membuka dan polen pecah. Untuk keberhasilan inisiasi interaksi antara polen dan putik, serbuk sari yang datang harus masuk ke dalam bagian reseptif putik. Menurut Acquaah (2007) masa reseptif bunga sorgum setelah pembungaan yaitu 5 - 16 hari, sedangkan viabilitas polen sorgum dimulai dari 0.5 sampai 4 jam, pembungaan yang optimal terjadi pada suhu 21 0C - 35 0C. Bello (2008) menyatakan waktu yang paling baik untuk penyerbukan sorgum di Nigeria adalah 48 jam setelah emaskulasi karena pada kurun waktu tersebut biji yang diperoleh dari persilangan menunjukkan hasil yang paling baik.

Faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik berpengaruh terhadap keberhasilan persilangan. Menurut Major (1993) waktu reseptif bunga dan viabilitas polen dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan relatif. Suhu yang terlalu dingin atau terlalu rendah akan menyebabkan kondisi yang tidak menguntungkan untuk penyerbukan maupun pembuahan. Lansac et al.

(1994) menambahkan bahwa viabilitas polen akan hilang ketika mengalami kekeringan.

Pengaruh Iklim terhadap Keberhasilan Persilangan

(29)

18

Tabel 6 Korelasi antara keberhasilan persilangan terhadap temperatur rata-rata, kelembaban rata-rata, lama penyinaran, dan curah hujan

Peubah Temperatur Keberhasilan persilangan (%) -0.13tn 0.15tn -0.41tn 0.16tn

Menurut Dugna dan Tesso (2008) suhu dan kelembapan relatif merupakan faktor lingkungan utama yang menentukan persentase persilangan atau proporsi putik yang dibuahi oleh serbuksari asing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak tidak terdapat korelasi yang nyata antara komponen iklim dengan keberhasilan persilangan. Hal ini diduga karena kondisi iklim di lingkungan penelitian masih cukup optimum untuk persilangan sorgum. Data suhu yang diperoleh dari BMKG Dramaga selama proses penyerbukan pada tanggal 2 Mei 2013 sampai 4 Juni 2013 berkisar antara 23.20 0C - 27.70 0C dengan kisaran rata-rata sebesar 26.20 0C, namun pada siang hari suhu udara dapat mencapai 33.60 0C. Kelembapan udara rata berkisar antara 75.00% - 97.00% dengan kisaran rata-rata sebesar 84.23%. Menurut Zeng et al. (2004) viabilitas polen akan berkurang ketika suhu sama dengan atau melebihi 36 0C. Patil dan Goud (1980) menyatakan bahwa hanya 7% biji yang dapat diperoleh dari polen sorgum yang disimpan pada kelembaban relatif 75% selama 24 jam.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Keragaan karakter agronomi dan komponen hasil pada galur-galur tetua menunjukkan perbedaan yang nyata dengan varietas pembanding Numbu dan Kawali. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antar karakter agronomi dan komponen hasil dengan nilai korelasi yang positif. Kompatibilitas persilangan antar berbagai genotipe sorgum menunjukkan hasil yang berbeda. Galur-galur sorgum hasil introduksi menunjukkan nilai persentase keberhasilan persilangan yang tinggi dibandingkan galur lokal hasil persilangan maupun galur hasil mutasi. Varietas Kawali sebagai tetua jantan menunjukkan keberhasilan persilangan yang lebih tinggi dibandingkan varietas Numbu.

Saran

(30)

19

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. United Kingdom (GB): Blackwell.

Andhikari K, Campbell NCG. 1998. In vitro germination and viability of buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench) pollen. Euphytica 102: 87-92.

Baco D, Mejaya M, Singgih S. 1997. Sorghum Research and Development for Dryland Areas in Indonesia. In Gowda CL, Stenhouse JW, editor. Strengthening Sorghum Research Collaboration in Asia.Thailand (TH): ICRI.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2013. Data Iklim (ID): BMKG.

Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2012. Varietas Sorgum [Internet]. 21 Agustus 2013].

Bello. 2008. Effect of pollination time on seed set in short glume sorghum in Yola, Nigeria. ejournal.icrisat.org. 6:1-3.

Doggett H. 1970. Sorghum. Longmans Green & Co. Ltd. Cambridge.

Dugna, A Tesso, T. 2008. Seed production potential of ICRISAT-bred parental lines of two sorghum hybrids in the central Rift-valley of Ethiopia. J.of SAT Agricultural. 6:1-6.

Fanindi A, Yuhaeni S, Wahyu H. 2005. Pertumbuhan dan produktivitas sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench dan sorgum sundanse (Piper) Stafp) yang mendapatkan kombinasi pemupukan N, P, K, dan Ca. [Internet]. [diunduh pada 19 September 2013]. Tersedia pada http://peternakan.litbang.deptan. go.id/fullteks/semnas/pro05-125.pdf

Goldworthy PR, Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik (diterjemahkan dari the Physiology of Tropical Field Crops, penerjemah Tohari). Yogyakarta (ID): Gajahmada Pr.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian. Jakarta (ID). Penerbit UI Press. 698 hal.

Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): Gramedia.

Lansac AR, Sullivan CY, Johnson BE, Lee KW. 1994. Viability and germination of the sorgum pollen (Sorghum bicolor (L.) Moench). Annals of Botany Company. 74:27-33.

Major JD. 1993. Environmental Effects on Flowering. In: Walter R, Henry H, editor. Hybridization of Crop Plants. Winconsin (US): American Society of Agronomy and Crop Science Society of America.

Mutiah Z. 2013. Uji daya hasil sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di tanah masam Jasinga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Okiyo T, Gudu S, Kiplagat O, Owouche J. 2010. Combining drought and aluminium toxicity tolerance to improve sorgum productivity. J. African Crop Science.18 (4):147-154.

Patil RC, Goud JV. 1980. Viability of pollen and receptivity of stigma in sorghum.

(31)

20

Pertot I, Elad Y. 2012. Climate change impact on plant pathogens and plant disease. [Internet]. [diunduh pada 3 Agustus 2013]. Tersedia pada

Quinby JR, Schertz KF. 1970. Sorghum genetics, breeding, and hybrid seed production. In. Wall JS, Ross WM, editor. Sorghum Production and Utilization. Connecticut (US): Avi.

Rismunandar, 1989. Sorghum Tanaman Serba Guna. Bandung (ID): Sinarbaru.. Roesmarkam S, Subandi E, Muchlis. 1985. Hasil Penelitian Pemuliaan Sorgum.

Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Rooney, Lloyd W, Joseph M. 2005. Speciety Sorghums for Healthful Foods, p.283-312. In Elsayed Abdel-Aal and Peter Wood, editor. Speciality Grains for Food and Feed. Minnesota (US): American Association of Cereal Chemists.

Schertz KF, Dalton LG. 1993. Sorghum. In: Walter R, Henry H, editor.

Hybridization of Crop Plants. Winconsin (US): American Society of Agronomy and Crop Science Society of America.

Shivana KR, Cresti M, Ciampolini F. 2005. Pollen development and pollen-pistil interaction. In Shivanna KR, Sawhney VK, editor. Pollen Biotechnology for Crop Production and Improvement. New York (US): Cambridge University Pr.

Sihono, Wijaya M, Human S. 2010. Perbaikan kualitas sorgum manis melalui teknik mutasi untuk bioetanol. Prosiding Pekan Serealia Nasional: Maros (ID).

Sihono. 2009. Penampilan sifat agronomi galur mutan sorgum (Sorghum bicolor

(L.) Moench) di Kabupaten Bogor. J. Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.

5(1):31-42

Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternative untuk pakan, pangan, dan industri. J. Litbang Pertanaian. 4:133-140

Soenartiningsih, Haris A. 2010. Intensitas serangan penyakit antraknosa

(Colletotrichum Sp.) pada varietas/galur dan hasil sorgum. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX; 2010 Mei 27; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. hlm 134-138.

Subandi, M. Dahlan, Rifin A. 1994. Hasil dan strategi penelitian jagung, sorgum, dan terigu dalam pencapaian dan pelestarian swasembada pangan. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dan Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. (1):299-302.

Subantoro R, Wahyuningsih S, dan Prabowo R. 2008. Pemuliaan tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas lokal menjadi varietas lokal yang unggul.

MEDIAGRO. 4(2):62-74.

Supartopo. 2006. Teknik persilangan padi (Oryza sativa L.) untuk perakitan varietas unggul baru. Buletin Teknik Pertanian 11(2):76-80.

(32)

21 adownload&view=category&id=68:3&download=1128:3&start=20&Itemi d=10.

Sutrisna, N. 2012. Sorgum untuk Penganekaragaman Pangan.[Internet]. [diunduh pada 3 Desember 2012]. Tersedia pada

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Walter, R. F. 1993. Artificial Hybridization and Self-Pollination. In: Walter R, Henry H, editor. Hybridization of Crop Plants. Winconsin (US): American Society of Agronomy and Crop Science Society of America. Widowati S. 2012. Sorgum: Potensi sebagai bahan pangan pokok. Bogor (ID):

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

(33)

22

Lampiran 1 Deskripsi varietas Numbu dan Kawali (Balai Penelitian Tanaman Serealia 2012)

Karakteristik Numbu Kawali

Tanggal dilepas 22 Oktober 2001 22 Oktober 2001

Asal India India

Umur berbunga 50% ± 69 hari ± 70 hari

Panen ± 100-105 hari ± 100-110 hari

Tinggi tanaman ± 187 cm ± 135 cm

Sifat tanaman tidak beranak tidak beranak Kedudukan tangkai di pucuk di pucuk

Bentuk daun Pita Pita

Jumlah daun 14 helai 13 helai

Sifat malai Kompak Kompak

Bentuk malai Ellips Ellips

Panjang malai 22-23 cm 28-29 cm

Sifat sekam menutup sepertiga bagian biji Menutup sepertiga bagian biji

Warna sekam coklat muda Krem

Bentuk /sifat biji bulat lonjong, mudah dirontok bulat, mudah rontok Ukuran biji 4.2; 4.8; 4.4 mm 3.2; 3.0; 3.4 mm

Warna biji Krem Krem

Bobot 1000 biji 36-37 g 30 g

Rata-rata hasil 3.11 t/ha 2.96 t/ha

Potensi hasil 4.0-5.0 t/ha 4,0-5,0 t/ha

Kerebahan tahan rebah tahan rebah

Ketahanan tahan hama aphis, tahan penyakit karat dan bercak daun

agak tahan hama aphis, tahan penyakit karat dan bercak daun

Kadar protein 9.12% 8.81 %

Kadar lemak 3.94% 1.97 %

Kadar karbohidrat 84.58% 87.87 %

Daerah sebaran dapat ditanam di lahan sawah dan tegalan

(34)

23 Lampiran 2 Data iklim wilayah Dramaga (Badan Meteorologi, Klimatologi,

Geofisika 2013)

Bulan

Temperatur rata-rata

07.00 13.00 18.00 Curah hujan

Kelembaban udara

Lama penyinaran

matahari

(°C) (°C) (°C) (mm) (%) (%)

Februari 23.78 29.71 25.99 406.2 84.61 49.57

Maret 23.48 30.06 26.73 289.8 83.68 62.81

April 24.00 30.91 26.74 216.0 85.37 60.93

Mei 23.70 31.11 26.37 399.3 85.42 63.26

Juni 23.25 31.36 27.34 62.3 82.50 63.10

Juli 22.61 29.86 26.40 359.4 84.68 48.84

(35)
(36)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Januari 1991 dari ayah Uci Sanusi dan ibu Maah. Penulis adalah putri keempat dari delapan bersaudara. Tahun 2006 penulis masuk SMA Negeri 5 Bogor dan menyelesaikan studi di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2009, lalu penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur beasiswa utusan daerah (BUD) IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 1 Fase pertumbuhan tanaman (a) vegetatif lambat, (b) vegetatif cepat, (c)  masa generatif tanaman terserang oleh burung dan ulat bulu
Tabel 1  Rekapitulasi sidik ragam keragaan galur-galur sorgum
Gambar  2 Keragaman bentuk malai sorgum tetua persilangan
Tabel 3 Keragaan nilai tengah komponen hasil galur-galur sorgum tetua
+5

Referensi

Dokumen terkait

▪ Guru dan Siswa dapat memberikan komentar terkait tugas yang diberikan ▪ Pilih Cek Tugas di pojok kanan atas untuk melihat status tugas siswa. Pilih Siswa Kelas yang tersedia

Peningkatan jumlah penduduk pada waktu jangka panjang akan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Bagaimanakah pengaruh pening- katan jumlah angkatan kerja bagi pertumbuhan ekonomi?

Hasil dari analisis simultan tentang pengaruh strategi reading aloud dan motivasi belajar terhadap aktivitas belajar ilmu tajwid santri putra Pondok Pesantren

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah konsumsi Junk food dan kebiasaan tidur siang sebagai faktor resiko kejadian obesitas di SMA Institut Indonesia

Sedangkan hipotesis kedua bahwa Tangibility of Assets mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap Struktur Modal pada perusahaan Farmasi yang go publik di Bursa Efek

[r]

Selanjutnya Rangkuti (2008:39), mendefinisikan ekuitas merek sebagai sekumpulan asset yang terkait dengan nama, merek atau symbol, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekuitas

dalam meningkatkan etika/moral siswa di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Belanting Lombok Timur yaitu menambah waktu di luar jam mata pelajaran , menanamkan kebiasaan