• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM UPAYA PELESTARIAN KAWASAN

WIWIEK DWI SERLAN H

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

WIWIEK DWI SERLAN H., Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan. Dibimbing oleh SITI NURISJAH.

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman sejarah dan budaya. Warisan sejarah dan budaya tersebut mempengaruhi pola budaya yang ada dimasa lalu dan dimasa kini. Warisan sejarah dan budaya merupakan sesuatu yang perlu untuk dilestarikan serta dapat dikembangkan menjadi objek atau daya tarik wisata yang bernilai tinggi. Salah satu warisan sejarah dan budaya yang terdapat di Provinsi Riau adalah Candi Muara Takus yang berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar.

Candi Muara Takus merupakan candi peninggalan agama Budha yang didirikan pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya di Indonesia. Candi tersebut telah dikenal dunia internasional dan banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara. Kawasan Candi Muara Takus berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata yang memberi pengetahuan dan pengalaman sejarah dan budaya sehingga meningkatkan apresiasi dan kecintaan terhadap warisan sejarah dan budaya bangsa. Namun, saat ini pengembangan dan pembangunan kawasan cenderung mengarah pada bentuk wisata rekreatif serta kurang memanfaatkan sumberdaya budaya sekitar kawasan.

Keberadaan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ada pada sungai Kampar Kanan di sekitar kawasan Candi Muara Takus juga mengancam kelestarian kawasan tersebut. Bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan. Dengan kegiatan penelitian ini diharapkan nilai-nilai sejarah budaya dan kualitas lanskap pada kawasan tersebut dapat terus terjaga dan lestari keberadaannya sehingga Candi Muara Takus dapat menjadi unggulan tujuan wisata di Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang berbasis kepada sejarah dan kebudayaan lokal.

Penelitian ini dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Luas kawasan perencanaan adalah 94,5 Ha dengan batasan fisik Sungai Kampar Kanan, hutan campuran, perkebunan penduduk dan rawa. Tahap perencanaan meliputi kegiatan persiapan, pengumpulan data dan informasi, analisis tapak, sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan lanskap. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder terkait aspek kesejarahan kawasan, aspek religi kawasan, aspek kepariwisataan dan aspek sosial budaya masyarakat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survei lapang, studi pustaka dan wawancara.

(3)

Analisis aspek religi dilakukan untuk mengetahui ruang-ruang yang harus dijaga tingkat kesakralannya dan analisis aspek wisata menghasilkan zona yang potensial dan tidak potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya. Aspek sosial budaya dianalisis untuk mengetahui penerimaan penduduk dan keinginan pengunjung dan peziarah Budhis dalam pengembangan kawasan. Zona dari aspek-aspek tersebut diintegrasikan secara spasial dengan data aspek-aspek sosial budaya sehingga dihasilkan zona pemanfaatan dan sirkulasi terpadu yang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya.

(4)

PERENCANAAN LANSKAP CANDI MUARA TAKUS

SEBAGAI OBJEK WISATA BUDAYA

DALAM UPAYA PELESTARIAN KAWASAN

WIWIEK DWI SERLAN H

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Perencanaan Lanskap Candi

Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan”

adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(7)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek

Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan. Nama Mahasiswa : Wiwiek Dwi Serlan H.

NRP : A44062260

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.

NIP. 19480912 197412 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.

NIP. 19480912 197412 2 001

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampahan, Aceh Tengah, propinsi Nangroe Aceh

Darusalam, pada tanggal 1 April 1988. Penulis adalah anak kedua dari tiga

bersaudara dari pasangan Bapak M. Hutajulu dan Ibu Emma S.

Penulis menghabiskan masa kecilnya di Kota Takengon dan mulai

mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1993 di Taman

Kanak-kanak Budi Dharma Katolik Takengon. Pada tahun 1999 penulis lulus dari

Sekolah Dasar Negeri No. 1 Takengon. Pendidikan dilanjutkan di Sekolah

Menengah Pertama Negeri 1 Takengon. Mengikuti orang tua yang dipindah

tugaskan, tahun 2000 penulis pindah ke Kota Bogor dan melanjutkan sekolahnya

di SLTP Negeri 15 Bogor.

Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di SMA

Negeri 3 Bogor dan berhasil menyelesaikan masa pendidikan SMA pada tahun

2006. Pada tahun yang sama penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada masa Tingkat Persiapan Bersama.

Pada Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakulatas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis

merupakan anggota dari Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP)

serta pernah menjadi asisten di Mata Kuliah Komputer Grafik dan Mata Kuliah

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan” dapat diselesaikan dengan baik.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Selain itu penulis terdorong oleh keinginan untuk memberikan kontribusi positif bagi Kabupaten Kampar untuk melestarikan situs-situs religi yang ada seperti Candi Muara Takus serta mengembangkannya melalui sektor kepariwisataan. Penulisan ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat Kabupaten Kampar pada umumnya dan khususnya masyarakat setempat di Desa Muara Takus untuk dapat mengetahui karakter kawasan Candi Muara Takus sehingga dapat menumbuhkan kepedulian dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat untuk melestarikan lanskap sejarah dan budaya yang ada.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan, masukan dan nasehat kepada penulis selama penulisan skripsi serta memberikan perhatian dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap. 2. Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen

penguji atas kritik, saran dan masukannya.

3. Kedua orang tua, mama, papa dan adikku Putri Ghita Caroline atas segala doa serta dukungan moril dan materil kepada penulis.

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

5. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor.

(10)

XIII Koto Kampar atas masukan dan bimbingannya kepada penulis selama

pelaksanaan proyek RPIJM.

7. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis Vina Pratiwi, Purwanti Lukmanniah, Rosyidamayanti, Cici Nurfatimah, Priambudi Trie Putra, Pratitou Arafat, Yudha Kartana Putra, E. Junatan Muakhor dan Tati Supartini.

8. Teman-teman sebimbingan yaitu Dedi Ruspendi, Hanni Adriani, Wemby Novitasari, Ray Agung dan Irvan Nugraha.

9. Teman-teman seperjuangan Arsitektur Lanskap 43 (tenk-tonk).

10.Teman-teman Arsitektur Lanskap lainya dari angkatan 41, 42, 44, dan 45. 11.Pihak-pihak yang membantu selama penelitian yang tidak bisa disebutkan

penulis satu-persatu.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi.

Semoga penelitian ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, Maret 2011

(11)

DAFTAR ISI

Keragka Pikir Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Lanskap Budaya ... 5

Pelestarian Lanskap Budaya ... 6

Metode Pelestarian Lanskap Budaya ... 6

Wisata Budaya ... 10

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya ... 11

Candi Muara Takus ... 12

KONDISI UMUM ... 14

Batas Geografis dan Administratif ... 14

Situs Candi Muara Takus ... 14

METODOLOGI ... 17

Lokasi Penelitian ... 17

Waktu Penelitian ... 18

Batasan Studi ... 18

Metode dan Tahapan Penelitian ... 18

Tahap Persiapan ... 19

Tahap Pengumpulan data dan Informasi ... 20

Tahap Analisis Data ... 21

Tahap Sintesis ... 24

Tahap Konsep... 24

(12)

DATA DAN ANALISIS ... 25

Aspek Kesejarahan Kawasan ... 25

Penelusuran Bentuk dan Fungsi Arsitektural Situs ... 25

Penelusuran Kesejarahan dan Signifikansi Situs ... 37

Kondisi Peninggalan Situs Candi Muara Takus... 39

Aspek Religi pada Situs Candi Muara Takus ... 43

Filosofi Terkait Situs Candi Muara Takus ... 43

Ritual Keagamaan dan Lokasi Pelaksanaannya ... 43

Aspek Kepariwisataan ... 48

Potensi Lanskap Kawasan Candi Muara Takus ... 48

Topografi dan Kemiringan Tapak ... 48

Tata Guna Lahan Kawasan ... 50

Hidrologi ... 54

Potensi Visual Tapak... 55

Objek dan Atraksi Wisata ... 57

Aksesibilitas ... 60

Infrastruktur Wisata ... 64

Wisatawan ... 65

Peraturan Terkait Pengembangan Kawasan ... 67

Aspek Sosial Masyarakat ... 67

Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat ... 67

Penerimaan Penduduk Lokal... 67

Keinginan Pengguna Tapak (Pemeluk Agama Budha) ... 68

Sintesis ... 68

PERENCANAAN LANSKAP ... 71

Konsep Dasar Pengembangan Lanskap ... 71

Tata Ruang Wisata Budaya ... 71

Konsep Ruang Wisata ... 71

Rencana Tata Ruang ... 72

Jalur Wisata Budaya ... 76

Konsep Sirkulasi ... 76

(13)

Rencana Aktivitas dan Fasilitas Kawasan Wisata Budaya ... 78

Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya ... 78

KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

Kesimpulan ... 85

Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jenis Data Pelestarian ... 10

2. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data ... 21

3. Penggolongan FiturArsitektur Candi Muara Takus ... 22

4. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap ... 22

5. Evaluasi Makna Keunikan dari Suatu Lanskap ... 23

6. Evaluasi Kondisi Arsitektur Candi Muara Takus ... 23

7. Identifikasi FiturArsitektur Candi Muara Takus ... 35

8. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap ... 38

9. Evaluasi Makna Keunikan Sejarah dari Suatu Lanskap ... 39

10.Evaluasi Kondisi Arsitektur Sejarah Candi Muara Takus ... 41

11.Distribusi Kelas Lereng dalam Kawasan Candi Muara Takus ... 48

12.Penggunaan Lahan dalam Kawasan Candi Muara Takus ... 50

13.Permasalahan dan Solusi terkait Tata Guna Lahan Kawasan ... 52

14.Objek dan Atraksi yang Akan Dikembangkan ... 58

15.Jumlah Pengunjung Candi Muara Takus (Januari – Maret 2010)... 66

16.Tanaman yang memiliki makna religi dan filosofi Agama Budha .... 74

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 4

2. Kondisi Eksisting Kawasan Candi Muara Takus ... 15

3. Kompleks Bangunan Utama Candi Muara Takus ... 16

4. Peta Lokasi Penelitian ... 17

5. Tahapan Penelitian ... 19

6. Lokasi Peninggalan Arkeologi di Kawasan Candi Muara Takus ... 26

7. Denah Bangunan Utama Candi Muara Takus ... 26

8. Pagar Keliling Kawasan Candi Muara Takus ... 27

9. Candi Utama di Kompleks Percandian Muara Takus ... 28

10.Candi Bungsu Memiliki Struktur Kepurbakalaan yang Unik ... 29

11.Candi Mahligai Stupa dengan Kelengkapan Strukturnya ... 30

12.Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi ... 31

13.Bangunan Bersejarah yang Tidak Berbentuk Candi ... 32

14.Batas Tanggul Kuno yang Terbuat dari Tanah ... 34

15.Peta Kesakralan Kawasan ... 36

16.Peta Kondisi Candi Muara Takus Setelah Ada PLTA ... 40

17.Peta Kesejarahan Kawasan ... 42

18.Ritual Keagamaan di Candi Tua oleh Komunitas Budhis ... 44

19.Ritual Air Berkah ... 45

20.Peta Lokasi Ritual Keagamaan ... 46

21.Zonasi Religi Kawasan ... 47

22.Peta Kemiringan Lahan Kawasan ... 49

23.Peta Tata Guna Lahan Kawasan ... 51

24.Penyimpangan Tata Guna Lahan Kawasan Candi Muara Takus ... 53

25.Bentukan Hidrologis di Kawasan Candi Muara Takus ... 54

26.Peta Analisis Visual Kawasan Candi Muara Takus ... 56

27.Peta Objek dan Atraksi Wisata yang akan Dikembangkan ... 59

28.Kondisi Jalan Menuju Candi Muara Takus ... 60

(16)

30.Sirkulasi Jalan dalam Kompleks Candi Muara Takus ... 62

31.Peta Hasil Analisis Akses dan Sirkulasi dalam Kawasan ... 63

32.Fasilitas Wisata Eksisting dalam Kompleks Candi Muara Takus ... 64

33.Kegiatan Pengunjung di Kawasan Candi Muara Takus ... 66

34.Peta Komposit Wisata Kawasan Candi Muara Takus ... 70

35.Diagram Konsep Pembagian Ruang ... 72

36.Rencana Tata Ruang Kawasan Wisata Budaya ... 75

37.Diagram Konsep Sirkulasi Kawasan ... 76

38.Rencana Jalur Wisata Kawasan Candi Muara Takus ... 77

39.Blockplan Kawasan Wisata Budaya... 79

40.Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya Candi Muara Takus ... 80

41.Perspektif Total Kawasan ... 81

42.Ilustrasi Gerbang Masuk Kawasan ... 82

43.Ilustrasi Children Playground ... 82

44.Ilustrasi Aktivitas Bersampan ... 83

45.Ilustrasi Dermaga Wisata ... 83

46.Ilustrasi Camping Ground ... 84

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap kawasan memiliki identitas dan ciri khas yang berbeda dengan

kawasan lainnya. Identitas dan kekhasan yang ada akan meningkatkan serta

menguatkan nilai dari sebuah kawasan. Oleh karena itu, rencana pengembangan

kawasan yang baik harus dapat mengekspresikan waktu, teknologi dan cita-cita

serta mengadaptasi kesatuan organik yang berakar pada masa lalu dan berorientasi

terhadap masa depan (Simonds, 1983). Dalam pengembangan suatu kawasan

haruslah diperhatikan sejarah pengembangan wilayah tersebut dimasa lalu. Hal

lain yang juga penting adalah memperhatikan karakter lokal yang ada agar tercipta

suatu kesatuan ruang dengan karakter yang khas.

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman sejarah dan budaya.

Warisan sejarah dan budaya tersebut mempengaruhi pola budaya yang ada dimasa

lalu dan masa kini. Warisan sejarah dan budaya merupakan sesuatu yang perlu

untuk dilestarikan serta dapat dikembangkan menjadi objek atau daya tarik wisata

yang bernilai tinggi. Warisan sejarah dan budaya secara fisik berupa

bangunan-bangunan peninggalan dengan karakter yang khas sesuai zamannya. Warisan

sejarah dan budaya yang terdapat di Provinsi Riau adalah kompleks Candi Muara

Takus yang berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten

Kampar.

Kompleks Candi Muara Takus adalah candi peninggalan agama Budha

yang didirikan pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya di Indonesia. Pada

masa itu kompleks candi berfungsi sebagai bangunan suci untuk sarana pemujaan

dan ritual keagamaan dalam agama Budha. Kompleks Candi Muara Takus telah

dikenal dunia internasional dan banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara,

khususnya para peziarah Budhis. Ketertarikan para wisatawan tersebut disebabkan

karena nilai artistik yang tinggi pada bangunan kompleks candi, kemiripan

struktur dan tata ruang bangunan dengan Candi Asoka di India, serta karena

kompleks candi tersebut merupakan salah satu tempat penting dalam

(18)

Kompleks Candi Muara Takus berpotensi untuk dikembangkan sebagai

objek wisata yang memberi pengetahuan dan pengalaman sejarah dan budaya

sehingga dapat meningkatkan apresiasi dan kecintaan pengunjung terhadap

warisan sejarah dan budaya bangsa. Kawasan ini pada awalnya dikembangkan

sebagai suatu kawasan wisata yang bersifat arkeologis. Namun, saat ini

pengembangan dan pembangunan kawasan cenderung mengarah pada tempat

tujuan wisata rekreatif serta kurang memanfaatkan sumberdaya budaya sekitar

kawasan. Selain itu, keberadaan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA) yang ada pada sungai Kampar Kanan di sekitar kawasan Candi Muara

Takus juga mengancam keberadaan dan kelestarian kawasan tersebut. Dimana,

bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga

berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan. Tanpa adanya rencana

penataan yang baik serta pemanfaatan sumberdaya sejarah dan budaya pada

kawasan maka kualitas dan nilai dari lanskap budaya dan sejarah tersebut akan

menurun. Dampak negatif yang muncul adalah degradasi fisik kawasan serta

hilangnya salah satu akar budaya Indonesia yang sangat penting.

Dengan kegiatan penelitian ini diharapkan nilai-nilai sejarah dan kualitas

lanskap pada kawasan tersebut dapat terus terjaga dan lestari keberadaannya

sehingga Candi Muara Takus dapat menjadi unggulan tujuan wisata di Kecamatan

XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang berbasis pada sejarah dan

kebudayaan lokal.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian adalah menata lanskap kawasan Candi Muara

Takus di Kabupaten Kampar sebagai kawasan wisata budaya guna mendukung

upaya pelestarian dan peningkatan kunjungan wisatanya. Tujuan khusus penelitian

adalah untuk:

1. Mengidentifikasi karakter serta kondisi lanskap pada kompleks Candi

Muara Takus.

(19)

3. Merencanakan wisata interpretatif pada lanskap kawasan candi Muara Takus berbasis pada karakter lanskap budaya.

Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bahan masukan bagi pemerintah daerah Kecamatan XIII Koto, Kabupaten

Kampar dalam usaha pelestarian dan pengembangan situs sejarah di

Kabupaten Kampar.

2. Meningkatkan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) Kecamatan XIII

Koto, Kabupaten Kampar.

3. Merencanakan Candi Muara Takus sebagai salah satu destinasi wisata

budaya yang utama di Indonesia.

Kerangka Pikir Penelitian

Kawasan Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan budaya

yang berbentuk bangunan candi di Provinsi Riau. Candi ini merupakan situs

peninggalan agama Budha yang berlokasi di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII

Koto, Kabupaten Kampar dan terkait erat dengan masa kejayaan Kerajaan

Sriwijaya. Oleh karena itu, keberadaan Candi Muara Takus perlu dilestarikan

melalui pengembangannya sebagai kawasan wisata.

Kegiatan pelestarian kompleks Candi Muara Takus didasarkan pada

beberapa aspek yaitu aspek kesejarahan kawasan (Arkeologis), aspek religi, aspek

kepariwisataan dan aspek sosial masyarakat. Dengan menganalisis aspek-aspek

tersebut akan didapatkan zona pemanfaatan wisata dalam kawasan Candi Muara

Takus. Zona pemanfaatan tersebut selanjutnya akan dikembangkan dalam bentuk

(20)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Aspek Sosial Masyarakat

Zona Pemanfaatan Wisata Candi Muara Takus

Aspek Kepariwisataan Aspek

Religi Kawasan

Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan

Kepentingan Pelestarian Lanskap

Kepentingan Pengembangan Wisata Perlu dilestarikan dan dikembangkan

Lanskap/Situs Sejarah dan Budaya Kompleks Candi Muara Takus

di Desa Muara Takus, Kabupaten XIII Koto Kampar.

Aspek Kesejarahan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Budaya

Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya. Karakteristik tersebut dapat digolongkan sebagai keindahan bila memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan antar komponen lanskapnya. Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang disekeliling manusia yang mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan serta merupakan pengalaman terus menerus disepanjang waktu dan seluruh ruang kehidupan manusia.

Elemen lanskap dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu elemen lanskap makro, mikro dan buatan manusia (man made). Elemen lanskap makro meliputi iklim dan kualitas tapak. Elemen mikro meliputi topografi, jenis dan karakter tanah, vegetasi, satwa dan hidrologi. Sementara, elemen lanskap binaan (man made) meliputi jaringan transportasi, tata guna lahan, pola permukiman dan struktur bangunan (Gold, 1980).

Nurisyah dan Pramukanto (2001) menyatakan lanskap budaya (cultural landscape) merupakan model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi manusia dan lingkungan yang ada disekitarnya. Lanskap budaya merefleksikan adaptasi manusia serta perasaan dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannnya. Bentuk dari refleksi adaptasi tersebut terlihat dalam pola permukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan dan struktur lainnya.

(22)

alami/asli merupakan medium atau wadah pembentuknya. Lanskap budaya merupakan hasil atau produk yang dapat dilihat dan dinikmati keberadaannya baik secara fisik maupun psikis.

Pelestarian Lanskap Budaya

Menurut Nurisyah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap budaya dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi

peninggalan sisa-sisa budaya dan sejarah yang terdahulu yang bernilai, dari

berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai

yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda atau kawasan yang bernilai budaya dan

sejarah pada hakekatnya bukan untuk melestarikannya tapi untuk menjadi alat

dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut.

Kepentingan dari pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya

dan sejarah secara lebih spesifik adalah untuk:

1. Mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter

spesifik suatu kawasan.

2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal

atau kawasan.

3. Kebutuhan psikis manusia untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau - masa kini - dan masa depan yang

tercermin dalam objek atau karya lanskap yang selanjutnya dikaitkan

dengan harga diri, percaya diri dan sebagai identitas dari suatu bangsa atau

kelompok masyarakat tertentu.

4. Motivasi Ekonomi. Peninggalan budaya dan sejarah dapat mendukung perekonomian kota/ daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan

wisata (cultural and historical type of tourism).

5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu.

Metode Pelestarian Lanskap Budaya

(23)

dilakukan terhadap nilai, makna atau arti kesejarahan yang dimiliki suatu tatanan lanskap serta terhadap bentang alam tersebut secara fisik. Pendekatan umumnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berperan dalam proses dinamika lanskap, meliputi aspek kesejarahan, aspek arkeologis, aspek etnografis, serta nilai-nilai desain yang dimilikinya.

Ditegaskan oleh Haris dan Dines (1988) bahwa tindakan pelestarian

lanskap sejarah tidak hanya untuk memenuhi persyaratan keindahan, tetapi juga

persyaratan kultural dan teknologikal yang terdapat atau tersedia dikawasan yang

dilestarikan. Kegiatan pelestarian menitik beratkan pada berbagai upaya guna

menciptakan pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk

warisan yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, melaksanakan

analisis ekonomi serta berbagai kegiatan ekonomi dan budaya di kawasan

pelestarian tersebut. Dalam kondisi ini, masyarakat yang menghuni kawasan

bersejarah merupakan komponen utama untuk dipertimbangkan dalam setiap

kegiatan perencanaan dan pengelolaan (Nurisyah dan Pramukanto, 2001).

Menurut Nurisyah dan Pramukanto, (2001) dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian lanskap terdapat beberapa metode/tindakan teknis yang umum dilakukan, diantaranya yaitu:

1. Adaptive use (Penggunaan Adaptif)

Mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasi berbagai penggunaan, kebutuhan dan kondisi masa kini. Untuk kegiatan model ini perlu pengkajian yang cermat dan teliti terhadap sejarah, penggunaan. Pengelolaan dan faktor lain yang berperan dalam pembentukan lanskap tersebut. Pendekatan ini memperkuat arti sejarah dan mempertahankan warisan sejarah yang masih ada pada lanskap itu dan mengintegrasikannya dengan kepentingan, penggunaan, dan kondisi sekarang yang relevan.

2. Rekonstruksi

Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap baik secara keseluruhan atau sebagian dari tapak asli, dilakukan pada kondisi:

 Tapak yang tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau

(24)

 Untuk menampilkan suatu babak sejarah tertentu.

 Lanskap yang hancur sama sekali, tidak terlihat kondisi aslinya.  Karena alasan-alasan kesejarahan yang harus ditampilkan seperti arti,

simbolis dan wisata.

3. Rehabilitasi

Tindakan yang memperbaiki utilitas, fungsi atau penampilan suatu lanskap sejarah. Dalam kasus ini, maka keutuhan lanskap dan struktur/ susunannya secara fisik dan visual serta nilai-nilai yang terkandung harus dipertahankan. Tindakan/metode jenis ini digunakan dengan pertimbangan terhadap faktor kenyamanan lingkungan, sumberdaya alam, dan segi administratif.

4. Restorasi

Suatu model pendekatan tindakan pelestarian yang paling konservatif yaitu pengembalikan penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi karya lanskap tetap ada. Hal ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan elemen-elemen yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen-elemen tambahan yang menggangu. Hal ini dapat dilakukan secara keseluruhan (murni) atau hanya pada bagian-bagian tertentu.

5. Stabilisasi

Suatu tindakan atau strategi dalam melestarikan karya atau objek lanskap yang ada melalui upaya memperkecil pengaruh negatif (gangguan iklim, deterioration, dan suksesi alami) terhadap tapak.

6. Konservasi

(25)

mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan perkembangan dimasa depan. Dasar tindakan yang dilakukan umumnya adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan.

7. Interpretasi

Merupakan usaha pelestarian yang mendasar untuk mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha-usaha yang juga dapat menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang. Interpretasi mancakup pengkajian terhadap tujuan desain dan juga lanskap sebelumnya. Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat intergritas nilai historis lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga mengintegrasikannya dengan program-program kegiatan tapak yang baru diintroduksikan.

8. Period setting, Replikasi, Imitasi

Penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang non-original site. Usaha ini membutuhkan adanya data dan dokumentasi yang dikumpulkan dari tapak dan lain-lain yang sama serta berbagai pengkajian akan sejarah tapaknya sehingga pembangunan lanskap tersebut akan sesuai dengan suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya.

9. Release

Merupakan strategi pengelolaan yang memperbolehkan adaya suksesi alam yang asli sejauh tidak merusak keutuhan atau merusak nilai historikalnya. Tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu dapat memberikan andil terhadap kemungkinan hilang atau terhapusnya arti dan nilai sejarah dari lanskap dalam sistem budaya.

10.Replacement (Penggantian)

(26)

Dalam melakukan kegiatan pelestarian lanskap budaya dibutuhkan data dan alat yang tepat untuk merencanakannya. Menurut Harris dan Dines (1988) data dan alat tersebut dikelompokkan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Data Pelestarian

Tipe data Informasi Pertimbangan kondisi untuk digunakan

 Identifikasi area yang dapat dikembangkan tanpa

 Identifikasi TGL saat ini serta kesesuaiannya dengan

Vegetasi  Tapak dengan

vegetasi penciri

Sumber : Harris dan Dines, 1988

Wisata Budaya

Menurut Nurisjah (2008), wisata merupakan rangkaian kegiatan yang

terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan

sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan diluar dari

(27)

bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Pendit (2002) mengemukakan wisata

budaya adalah wisata yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas

pandangan hidup seseorang dengan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke

suatu tempat, mempelajari keadaan masyarakat, kebiasaan dan adat istiadat, cara

hidup, budaya serta seni yang ada dalam kehidupan masyarakat. Perjalanan

tersebut disatukan dengan kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan budaya

seperti eksplorasi seni atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebaginya.

Merencanakan kawasan wisata adalah menata dan mengembangkan area

dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisatasehingga kerusakan lingkungan

dampak dari pembangunan kawasan dapat diminimumkan. Pada saat yang

bersamaan kepuasaan wisatawan dapat terwujud. Gunn (1994) menyatakan bahwa

faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kawasan wisata

adalah ketersediaan obyek dan atraksi wisata, pelayanan wisata, dan transportasi

pendukung. Obyek dan atraksi wisata merupakan andalan utama untuk

mengembangkan kawasan wisata.

Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya

Perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan

pada suatu keadaan awal dan merupakan cara terbaik untuk mencapai suatu

keadaan tersebut (Gold, 1980). Proses perencanaan biasanya bersifat holistik dan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling mendukung satu dengan lainnya. Suatu proses perencanaan yang baik merupakan suatu alat yang terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentuk fisik dan fungsi lahan/tapak/bentang alam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah,2008)

(28)

(pemberian tugas), research (inventarisasi), analysis, synthesis, construction (pelaksanaan), dan operation (pemeliharaan).

Perencanaan lanskap kawasan wisata adalah suatu proses untuk

memperoleh tapak yang cukup serta mengembangkan tapak tersebut sehingga

dapat memberi pengalamam yang tidak terlupakan bagi pengguna tapak. Ada dua

hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan lanskap kawasan wisata,

yaitu kebutuhan pengguna terhadap tapak dan konstruksi tapak yang diperuntukan

bagi pengguna tapak (Blom dan Rohlfs, 1966).

Menurut Gunn (1994) perencanaan wisata yang baik dapat membuat

kehidupan masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan peka

terhadap lingkungan, dan dapat diintegrasikan antara komunitas dengan dampak

negatif lingkungan yang minimal. Hal ini dapat tercapai dengan perencanaan yang

baik yang mengintegrasikan semua aspek dalam pengembangan wisata.

Candi Muara Takus

Candi adalah sebuah bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa

lampau yang berasal dari agama Hindu-Buddha. Candi digunakan sebagai tempat

pemujaan dewa-dewa. Namun demikian, istilah 'candi' tidak hanya digunakan

oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala

dari masa Hindu-Buddha atau masa Klasik Indonesia yang berupa istana,

pemandian/petirtaan, dan gapura juga disebut dengan istilah candi. Suatu candi di

masa lampau biasanya berfungsi dan digunakan masyarakat dari latar belakang

agamanya, yaitu Hindu-Saiwa, Budha Mahayana, Siwa Buddha dan Rsi.

Candi merupakan bangunan suci yang dikembangkan sebagai sarana

pemujaan bagi dewa-dewi agama Hindu maupun agama Buddha yang berasal dari

India sehingga konsep yang digunakan dalam pendirian sebuah bangunan suci

sama dengan konsep yang berkembang dan digunakan di India, yaitu konsep

tentang air suci. Bangunan suci harus berada di dekat air yang dianggap suci. Air

itu nantinya digunakan sebagai sarana dalam upacara ritual. Peran air tidak hanya

digunakan untuk upacara ritual saja, namun secara teknis juga diperlukan dalam

(29)

sendiri. Didirikannya bangunan suci di suatu tempat memang tempat tersebut

potensi untuk dianggap suci, dan bukan bangunannya yang potensi dianggap suci.

Candi muara takus berasal dari dua kata “ muara “ dan “ takus “ . “muara”

yaitu suatu tempat dimana anak sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar. “Takus” berasal dari bahasa China yaitu ta, ku dan se. Ta berarti besar, ku berarti tua sedangkan se berarti candi. Gabungan arti keseluruhan

dari kata Muara Takus adalah : candi tua ( the old temple ) besar atau megah yang

(30)

KONDISI UMUM

Batas Geografis dan Administratif

Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara

Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak

kompleks candi tersebut dengan Kota Pekanbaru adalah ± 128 Km atau sekitar 1,5

Km dari pusat desa Muara Takus. Secara astronomi Candi Muara Takus terletak

pada garis khatulistiwa koordinat 0°21 LU dan 100°39 BT.

Luas situs Candi Muara Takus dalam batas pagar batu keliling adalah 5476

m². Namun, berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat batas

terluar lain berupa tanggul kuno dengan ketinggian ± 87 mdpl. Penetapan batasan

terluar tersebut berdasarkan pada penemuan bangunan pendukung di luar pagar

tembok keliling. Dalam rencana pelestarian Candi Muara Takus, batas terluar

yang digunakan adalah batas Tanggul Kuno (Arden Wall). Gambar 2 adalah

gambaran dari kondisi eksisting kawasan Candi Muara Takus dalam batas

Tanggul Kuno. Berdasarkan batas tersebut luas total kawasan adalah ± 94,5 Ha

dengan batasan fisik kawasan yaitu :

Sebelah Utara : Danau PLTA Koto Kampar

Sebelah Timur : Hutan rawa

Sebelah Barat : Sungai Kampar Kanan

Sebelah Selatan : Pusat Desa Muara Takus

Situs Candi Muara Takus

Berdasarkan penelusuran sejarah kawasan Candi Muara Takus dibangun

pada masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Penelitian arkeologi pada awal

1980-an menyatakan bahwa kawasan ini diyakini merupakan sebuah kota yang

cukup besar dan menjadi pusat penyebaran agama Budha pada masa tersebut.

Penelitian J.W. Yzerman menyatakan dalam kompleks candi terdapat beberapa

bangunan utama, yaitu candi Tua, candi Bungsu, candi Mahligai Stupa, candi

(31)
(32)

Gambar 3. Kompleks Bangunan Utama Candi Muara Takus

Struktur dan lingkungan situs Candi Muara Takus dalam pagar batu

pembatas saat ini cukup terawat dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kegiatan

pemugaran dan pemeliharaan yang dilakukan pihak pengelola. Jalan utama dalam

kawasan situs telah diperkeras dengan aspal sehingga cukup mudah diakses oleh

para pengunjung. Salah satu hal yang menarik dari kawasan ini adalah cerita dan

nilai historikal yang terkandung dalam tiap-tiap bangunan candi. Hal tersebut

manjadi pendukung utama dari keindahan alam dan nilai arsitektural bangunan

(33)

METODOLOGI

Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara

Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus,

Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau (Gambar 4). Luas total

kawasan adalah 94,5 Ha dengan batasan fisik Sungai Kampar Kanan, hutan

campuran, perkebunan penduduk dan rawa.

(34)

Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai

Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan dilakukan selama 10

bulan mulai (April 2010 – Januari 2011), melalui 5 (lima) tahapan kegiatan yaitu

persiapan, studi literatur, survei lapangan, pengolahan data dan proses

perencanaan lanskap.

Batasan Studi

Penelitian dilakukan sampai batas tahap perencanan untuk mendukung

pelestarian kawasan. Penelitian mencakup perencanaan tata ruang (zonasi), sistem

sirkulasi, jalur interpretasi wisata, fasilitas pendukung wisata, serta program

wisata sejarah yang terkait objek dan atraksi. Keseluruhannya akan diintegrasikan

dalam rencana lanskap wisata budaya. Produk dari penelitian ini adalah gambar

arsitektur lanskap dalam bentuk Rencana Lanskap dan gambar-gambar penunjang

lainnya serta program pendukung pengembangan wisata.

Metode dan Tahapan Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui dua cara yaitu studi

pustaka dan studi lapang. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan berbagai

informasi yang terkait dengan tapak/situs arkeologis dan kesejarahannya. Melalui

studi pustaka ditentukan kriteria yang akan digunakan untuk menentukan batas

kawasan dan kepentingan atau makna dari situs, daerah tujuan wisata, konsep

pengembangan, arahan dan strategi pengembangannya.

Studi lapangan merupakan tahap kegiatan yang sangat penting, yaitu

pengumpulan dan pemahaman data primer yang meliputi ber-bagai bidang terkait,

pengambilan gambar/foto, serta melakukan wawancara. Dari berbagai data yang

telah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis sesuai dengan kebutuhan dan

tujuan studi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah penelusuran sejarah

terkait kompleks Candi Muara Takus secara deskriptif kuantitatif, spasial maupun

tabular terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pelestarian dan

(35)

dalam perencanaan lanskap kawasan candi adalah pendekatan ketersediaan

sumberdaya objek dan atraksi wisata budaya yang dikemukan oleh Gunn (1994).

Tahap perencanaan meliputi beberapa kegiatan diantaranya persiapan,

pengumpulan data dan informasi secara primer maupun sekunder, analisis tapak,

sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan lanskap. Tahap proses studi dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan Penelitian

Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi perumusan masalah, penetapan tujuan studi,

(36)

awal untuk melakukan perencanaan lanskap kawasan Candi Muara Takus sebagai

kawasan wisata sejarah. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi awal

mengenai lokasi penelitian. Pengumpulan informasi awal ini digunakan sebagai

bahan dalam penyusunan usulan penelitian.

Tahap Pengumpulan data dan Informasi

Merupakan tahap pengumpulan kelompok data yang terkait dengan objek

penelitian. Data untuk rencana pelestarian dan pengembangan kawasan Candi

Muara Takus terdiri dari data aspek kesejarahan, data aspek religi dan data

pengembangan wisata sejarah. Berkaitan dengan aspek kesejarahan kawasan maka

dikumpulkan data alur kesejarahan dan signifikansi situs, data arsitektural Candi

Muara Takus serta data makna keunikan dan kekhususan situs. Data aspek religi

terdiri dari filosofi agama Budhis terkait situs candi serta data lokasi pelaksanaan

ritual oleh komunitas Budhis. Sementara data aspek wisata berkaitan dengan

potensi lanskap kawasan, objek dan atraksi serta aktivitas wisata yang dapat

dilakukan dalam kawasan pelestarian, fasilitas pendukung wisata serta kebijakan

terkait pengembangn situs sebagai kawasan wisata sejarah. Selain itu, untuk

mendukung kegiatan pengembangan wisata dilakukan inventarisasi data sosial

dan budaya masyarakat untuk mengetahui persepsi mereka terhadap rencana

pengembangan tapak.

Jenis data yang dikumpulkan dapat berupa data primer dan data sekunder

(Tabel 2.) Pengumpulan data ini dilakukan untuk menentukan potensi, kendala

yang terdapat pada lokasi penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan

cara survei lapang, studi pustaka dan wawancara. Wawancara (Lampiran)

dilakukan dengan teknik purposive sampling atau pemilihan responden secara

sengaja dengan pertimbangan responden adalah pengguna lahan (stakeholders).

Responden yang dipilih adalah responden yang terlibat langsung dan dianggap

mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait Situs Candi Muara

Takus. Responden terdiri dari komunitas Budhis, masyarakat setempat, tokoh

masyarakat, dan dinas-dinas terkait untuk memperoleh informasi terkait dengan

sejarah kawasan, kondisi lanskap, orientasi kawasan, elemen lanskap sejarah,

(37)

Muara Takus. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap pengunjung untuk

mengetahui keinginan dan harapan dalam pengembangan kawasan sebagai objek

wisata budaya.

Tabel 2. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data

No. Kelompok

Primer Tapak Wawancara

(purposive sampling)

Keinginan penduduk

Primer Tapak Wawancara

(purposive sampling)

Tahap Analisis Data

Kegiatan analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif , tabular dan

analisis spasial. Tahap analisis dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar data

yang diperoleh serta untuk menentukan potensi dan kendala yang terdapat pada

lokasi penelitian. Aspek yang diutamakan dalam analisis penelitaan ini adalah

aspek wisata sebagai upaya untuk pelestarian Candi Muara Takus. Hasil analisis

(38)

Analisis aspek kesejarahan meliputi penilaian terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam melakukan tindakan pelestarian lanskap sejarah.

Faktor-faktor tersebut meliputi :

1. Penelusuran bentuk dan fungsi arsitektural situs.

Meliputi pendataan jumlah dan tipe objek yang merupakan bagian utama

(major features) dari suatu periode sejarah (Tabel 3). Korelasi antar objek

sejarah akan menentukan tindakan teknis pelestarian yang akan dilakukan

serta untuk menggambarkan integritas historik dari sumberdaya sejarah

budaya yang akan terus bertahan.

Tabel 3. Penggolongan FiturArsitektur Candi Muara Takus

Objek Sejarah Tipe/Gaya Usia Lokasi

Bangunan Utama Bangunan Pendukung Batas

Ornamen

Sumber : Harris dan Dines, 1988

2. Penelusuran Kesejarahan dan Signifikansi Situs.

Melalui evaluasi makna kekhususan dan keunikan lanskapnya. Evaluasi

makna kekhususan sejarah (Tabel 3) dan evaluasi tingkat keunikan lanskapnya

(Tabel 5) berperan dalam menentukan tindakan pelestarian pada suatu lanskap

sejarah budaya.

Table 4. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap

Tipikal Tinggi Sedang Rendah

Tata guna lahan

Sumber : Harris dan Dines, 1988

Keterangan

Tinggi : Memikili karakter yang berbeda dengan lanskap lainnya dan terkait dengan nilai atau norma dalam ajaran tertentu

(39)

Tabel 5. Evaluasi Makna Keunikan dari Suatu Lanskap

Keunikan Tinggi Sedang Rendah

Kualitas estetik Inovasi teknologi Asosiasi kesejarahan Integritas

Sumber : Harris dan Dines, 1988

3. Evaluasi kondisi peninggalan situs Candi Muara Takus

Meliputi kondisi fisik struktur dan kondisi lanskap kawasan (Tabel 6).

Analisis kondisi tersebut akan menentukan tindakan pelestarian yang

dilakukan serta program-program pelestarian yang akan diajukan guna

meningkatkan kualitas lanskap pada kawasan tersebut.

Tabel 6. Evaluasi Kondisi Arsitektur Candi Muara Takus

Objek Sejarah Kondisi

Sumber : Harris dan Dines, 1988

Keterangan

Baik : Struktur bangunan baik dan lanskap kawasan tidak mengalami perubahan. Sedang : Sebagian struktur bangunan hilang atau dipindah tempatnya tetapi bentuk

asli banguanan belum berubah.

Rusak : Struktur bangunan mengalami degradasi fisik dan lanskap kawasan telah berubah dari kondisi aslinya.

Analisis aspek religi kawasan meliputi menelusuran filosofi agama Budha

yang berkaitan dengan tata ruang lanskap pada situs Candi Muara Takus. Selain

itu, juga dilakukan pendataan kegiatan ritual yang biasa dilakukan komunitas

Budhi pada Candi Muara Takus serta lokasi pelaksanaannya. Hasil pemetaan

tersebut akan membentuk zona religi situs yang menjadi bahan pertimbangan

dalam menentukan ruang wisata pada kawasan.

Aspek kepariwisataan terdiri dari analisis data potensi lanskap kawasan,

(40)

pendukung. Kegiatan analisis meliputi analisis deskriptif dan spasial. Analisis ini

bertujuan untuk menentukan ruang wisata dalam kawasan.

Analisis sosial budaya dilakukan terhadap data sosial hasil wawancara

dengan pihak pengelola, masyarakat serta pengunjung situs Candi Muara Takus

serta terhadap arak kebijakan pemerintah setempat terkait pengembangan dan

pembangunan kompleks candi sebagai kawasan wisata. Hasilnya disampaikan

secara deskriptif dan tabular untuk menjelaskan kondisi sosial budaya dan

kebijakan pemerintah yang ada di Kecamatan XIII Koto Kampar serta bagaimana

persepsi mereka terhadap tapak dan pengembangannya sebagai wisata sejarah.

Tahap Sintesis

Data dan informasi disintesis dengan dua metode yaitu deskriptif tabular

dan overlay spasial. Pada tahap ini dihasilkan alternatif pengembangan dan

pemecahan masalah. Hasil dari tahap sintesis akan disajikan berupa pembagian

dan rencana pengembangan ruang meliputi zona arkeologis, zona religi dan zona

wisata. Gabungan dari ketiga zona tersebut akan menghasilkan zona pemanfaatan

atau blockplan pelestarian dan pengembangan tapak sebagai kawasan wisata

sejarah.

Tahap Konsep

Tahap konsep merupakan dasar sebelum tahap perencanaan. Pada tahapan

ini dibuat konsep perencanaan kawasan yang akan diterjemahkan dalam bentuk

pengembangan ruang wisata dan jalur sirkulasi wisata sehingga dapat memenuhi

tujuan pengembangan lanskap kawasan.

Tahap Perencanaan Lanskap

Berdasarkan konsep perencanaan kawasan yang merupakan hasil integrasi

antara data yang telah dianalisis maka konsep dan pengembangannya tersebut

diterjemahkan dalam bentuk rencana tata ruang wisata budaya, rencana jalur

wisata, dan rencana lanskap kawasan wisata budaya. Produk perencanaan lanskap

ini akan menggambarkan pengembangan tapak sebagai suatu lanskap kawasan

(41)

DATA DAN ANALISIS

Aspek Kesejarahan Kawasan

Penelusuran Bentuk dan Fungsi Arsitektural Situs

Muara Takus berasal dari nama sebuah anak sungai bernama Takus yang

bermuara di Batang Sungai Kampar Kanan. Nama Muara Takus berasal dari kata “Muara” dan “Takus”, dimana, kata “Muara” berarti suatu tempat dimana sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan “Takus” berasal dari bahasa Cina “takuse”yang artinya “TA”= besar, “KU”= tua, dan “SE”= candi. Jadi pengertian keseluruhan dari nama “Muara Takus” adalah candi tua besar yang terletak di muara sungai.

Candi Muara Takus memiliki struktur bangunan yang terbuat dari bahan

batuan merah. Bahan tersebut diyakini sebagai tempat para dewa bertahta oleh

komunitas Budhis. Ciri utama yang menunjukkan bahwa Candi Muara Takus

merupakan bangunan suci dalam agama Budha adalah dari keberadaan stupanya.

Arsitektur bangunan stupa yang ada pada Candi Muara Takus sangat unik karena

tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk stupa tersebut yaitu ornamen

sebuah roda dan kepala singa. Bentuk stupa memiliki kesamaan dengan stupa

Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di India pada

periode Asoka.

Berdasarkan hasil penelitian arkeologi tahun 1994, peninggalan arkeologi

di kawasan Candi Muara Takus terdiri atas pagar keliling, Candi Tua, Candi

Bungsu, Candi Mahligai, Candi Palangka, Bangunan I, Bangunan II, Bangunan

III, Bangunan IV, Bangunan VII, dan Tanggul kuno. Selain bangunan,

benda-benda bersejarah lain juga ditemukan di dalam kawasan Candi Muara Takus yaitu

berupa fragmen arca singa, fragmen arca gajah pada puncak candi Mahligai,

inskripsi mantra dan pahatan vajra, serta gulungan daun emas yang juga dipahat

mantra dan gambar vajra pada bagian permukaannya. Posisi dari peninggalan

arkeologi Candi Muara Takus dapat dilihat pada Gambar 6 dengan denah

(42)

Gambar 6. Lokasi Peninggalan Arkeologi di Kawasan Candi Muara Takus.

(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)

Gambar 7. Denah Bangunan Utama Candi Muara Takus.

(43)

Peninggalan arkeologis yang ada dalam kawasan Candi Muara Takus tidak

semua dapat diidentifikasi fungsinya. Hal ini dikarenakan sebagian bangunan saja

tidak memiliki kelengkapan struktur. Peninggalan-peninggalan yang masih dapat

diketahui fungsinya adalah pagar keliling, Candi Tua, Candi Bungsu, Candi

Mahligai, Candi Palangka, bangunan I dan II, bangunan III, bangunan IV,

bangunan V dan VI, bangunan VII, dan Tanggul Kuno (Arden Wall). Deskripsi

tiap-tiap bangunan dijelaskan sebagai berikut.

1. Pagar Keliling

Pagar terbuat dari balok-balok batu pasir berbentuk bujur sangkar dengan

ukuran 74 m x 74 m dan berorientasi Barat Laut – Tenggara. Pagar tersebut

mengelilingi bangunan Candi Muara Takus, dengan ketinggian 1 meter dan

lebar + 1,20 meter (Gambar 8). Pada bagian utara pagar terdapat pintu masuk

menuju kawasan utama Candi Muara Takus. Keberadaan pagar keliling dalam

bangunan berperan sebagai batas pemisah sektor dalam suatu kawasan

percandian yang memiliki beberapa kadar kesakralan atau kesucian yang

berbeda dan bertingkat. Area di dalam batas pagar batu keliling merupakan

bagian paling penting dan suci. Hal ini didukung pula dengan penemuan sisa

stupa terbesar pada kawasan tersebut.

Gambar 8. Pagar Keliling Kawasan Candi Muara Takus

(Sumber : Survei Lapangan, 2010)

2. Candi Tua

Candi Tua merupakan candi yang terbesar di kawasan Candi Muara Takus.

(44)

sebelah utara Candi Bungsu. Candi Tua berukuran 32,80 m x 21,80 m dengan

tinggi 8,50 m (Gambar 9). Pada sisi timur dan barat terdapat tangga yang

menurut perkiraan dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung

singa dalam posisi duduk. Bangunan ini mempunyai 36 sisi dan terdiri dari

bagian kaki I, bagian kaki II, bagian tubuh dan puncak. Namun, bagian

puncaknya telah rusak dan batu-batunya banyak yang hilang. Volume Candi

Tua adalah 2.235 m3 yang terdiri dari 2.028 m3 bagian kaki, 150 m3 bagian

tubuh, dan 57 m3 bagian puncak.

Berdasarkan sejarah kawasan, pada bagian atas candi diperkirakan berdiri

sebuah stupa yang sangat besar. Namun, saat ini yang tersisa hanya bagian

dasarnya saja sehingga tidak dapat memberi petunjuk yang berkaitan dengan

bentuk dari stupa tersebut. Dilihat dari bentuk denah candi yang bertingkat

dan memiliki ragam segi, susunan ini mengingatkan pada struktur sebuah “yantra”. Yantra adalah alat pembantu dalam ritual Tantrayana.

Jenis “yantra” yang menjadi patokan dalam pembangunan candi ini belum dapat dipastikan. Tetapi, Ciri utama bangunan berupa ukuran yang sangat

besar, adanya dua tangga masuk di sisi barat dan timur serta keberadaan

selasar yang cukup memadai untuk melakukan ritual pradaksina menandakan

bahwa bangunan candi tua adalah candi utama dalam kawasan ini. Pradaksina

adalah ritual Buddhist yang dilakukan dengan cara berjalan mengelilingi stupa

dengan mengikuti arah jarum jam.

Gambar 9. Candi Utama di Kawasan Percandian Muara Takus

(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)

(45)

3. Candi Bungsu

Candi Bungsu terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya

terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) pada bagian depan dan batu

bata pada bagian belakang. Candi Bungsu berbentuk empat persegi panjang

dengan ukuran 7,50 x 16,28 m, dan tinggi (setelah dipugar) 6,20 m dari

permukaan tanah, serta volumenya 365,80 m3. Candi bungsu memiliki

struktur kepurbakalaan yang unik, karena pada bangunan terdapat dua karakter

susunan stupa yang terletak pada satu platform (Gambar 10a). Pada bagian

selatan platform terdapat sisa bangunan menunjukan pada platform tersebut

terdapat sebuah stupa besar yang dikelilingi oleh 8 stupa yang lebih kecil.

Gambaran ini memiliki kesamaan konfigurasi dengan yantra dari India, salah

satu pusat penyebaran agama Budha.

Pada bagian selatan platform Candi Bungsu, terlihat denah stupa tunggal

(Gambar 10b). Bagian kaki yang menopang stupa saat ini sudah tidak terlihat.

Pada platform Candi Bungsu hanya terdapat satu tangga naik, yaitu di bagian

utara candi. Hal ini diperkirakan terkait erat dengan runutan prosesi upacara

ritual keagamaan yang pernah dilakukan dalam kawasan.

Gambar 10. Candi Bungsu Memiliki Struktur Kepurbakalaan yang Unik

(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)

4. Candi Mahligai

Bangunan Candi Mahligai berbentuk bujur sangkar berukuran 10,44 x

10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 m yang berdiri di atas pondamen

(46)

segi delapan (astakomas) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya

terdapat teratai berganda. Di tengahnya menjulang menara. Berdasarkan

penelitian Cornet De Groot (1860), pada bagian puncak candi diperkirakan

terdapat makarel tetapi tidak ditemukan. Selain itu, De Groot menemukan

patung singa dalam posisi duduk pada setiap sisi candi. Di sebelah timur

terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5,10 x 5,10 m dan di depannya

terdapat sebuah tangga. Volume bangunan Candi Mahligai adalah 423,20 m3.

Candi Mahligai adalah candi dengan kelengkapan struktur bangunan

paling baik jika dibandingkan dengan candi-candi lainnya. Keunikan candi

terdapat pada bentuknya yang seperti menara. Ahli sejarah memperkirakan

pada puncak menara terdapat stupa dan kelengkapan lainnya. Sedangkan, pada

bagian dasarnya dengan mengacu pada struktur dasar stupa agama Budha

candi Mahligai memiliki badan menara yang ditopang oleh pelipit berbentuk

kelopak lotus. Candi Mahligai dengan kelengkapan strukturnya dapat dilihat

pada Gambar 11.

Gambar 11. Candi Mahligai dengan Kelengkapan Strukturnya.

(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)

Bentuk fisik dari struktur Candi Mahligai stupa telah banyak mengalami

perubahan, tetapi konsep yang disimbolkan oleh candi tersebut tidak berubah.

Peran candi Mahligai sebagai stupa membuat tingkat peranan candi cukup

penting tetapi belum sebanding dengan peranan dan fungsi candi utama. Hal

(47)

ditempatkan di bagian puncak candi. Meskipun demikian, penemuan inskripsi

yang berisi mantra berbingkai wajra pada bagian depan candi Mahligai

menyatakan bahwa candi tersebut juga berperan dalam ritual-ritual keagamaan

yang dilakukan masyarakat Budhis pada masa lampau, khususnya aliran

Mahayana-Wajrayana, atau aliran Tantrayan-Mantrayana yang sering

melakukan ritual dengan banyak mantra.

5. Candi Palangka

Bangunan Candi Palangka terletak 3,85 meter sebelah timur Candi

Mahligai dan terbuat dari bata merah. Candi ini adalah candi terkecil di

kawasan Candi Muara Takus. Di bagian sebelah utara terdapat tangga dalam

keadaan rusak, sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Kaki candinya

berbentuk segi delapan dengan sudut banyak berukuran panjang 6,60 m, lebar

5,85 m dan tinggi 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume 52,90 m3.

Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi dapat dilihat

pada Gambar 12.

Gambar 12. Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi.

(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)

Relung-relung penyusunan batu candi ini tidak sama dengan dinding

Candi Mahligai. Sebelum dipugar bagian kaki Candi Palangka terbenam + 1

(48)

Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi karena

bagian puncaknya waktu ditemukan tahun 1860 sudah tidak ada lagi.

6. Bangunan I dan II

Terdapat disebelah timur Candi Tua. Bangunan terdiri dari gundukan

tanah yang menutup sisa-sisa reruntuhan bangunan. Bangunan I terbuat dari

balok-balok batu pasir dan memiliki dua lubang dalam onggokan tanahnya.

Bangunan ini diperkirakan berfungsi sebagai tempat pembakaran jenazah.

Dimana, lubang pertama berfungsi sebagai pintu masuk bagi jenazah yang

akan di kremasi sementara lubang kedua berfungsi untuk tempat

mengeluarkan abu dari jenazah tersebut.

Bangunan II terletak di sebelah selatan Bangunan I. Bangunan tersebut

merupakan bekas pondasi bangunan yang terbuat batu pasir (tuff) berbentuk

segi empat. Saat ini bangunan tersebut sudah tidak tersisa lagi, yang tampak

hanya gundukan tanah. Kondisi struktur bangunan yang minim membuat

fungsi bangunan sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Gambar 13.

Menunjukan kondisi dari Bangunan I dan Bangunan II saat ini.

Gambar 13. Banguan Bersejarah yang Tidak Berbentuk Candi.

(Sumber : Survei Lapangan, 2010)

7. Bangunan III

Bangunan ini terletak 135 m di sebelah barat Candi Mahligai dan berada di

luar pagar keliling. Bangunan III ini berbentuk segi empat dengan ukuran 3 m

(49)

x 2,40 m, dikelilingi oleh pagar dari batu bata dengan ukuran 4,92 m x 5,94 m,

dan tidak ada pintu masuk. Volume bangunan 12,90 m3 dan volume pagar

3,40 m3. Bagian tubuh bangunan rata, tidak memiliki pelipit. Bagian kaki

mempunyai tonjolan di dua sisi sebelah barat laut dan barat daya. Bangunan

ini selesai dipugar tahun 1983 bersamaan dengan selesainya pemugaran Candi

Mahligai. Berdasarkan penelitian 1994 bangunan III belum diketahui

fungsinya namun diperkirakan berkaitan dengan upacara pengambilan air

yang digunakan dalam upacara keagaman di Candi Muara Takus.

8. Bangunan IV

Bangunan ini terletak 298 m di sebelah barat laut Candi Mahligai dan

berada di tengah hutan karet. Bangunan ini ditemukan pada eskavasi tahun

1983, dan disertai dengan penemuan fragmen tangkai cermin perunggu dan

pecahan keramik Cina di sela-sela struktur lantai Bangunan IV yang terbuat

dari susunan bata. Bangunan IV diduga adalah bekas lantai kolong dari sebuah

rumah panggung yang penghuninya berasal dari kalangan atas. Kemungkinan

bangunan ini adalah sisa permukiman, namun tidak menutup kemungkinan

bahwa cermin perunggu yang ditemukan adalah cermin perunggu yang

dipakai sebagai salah satu ritual pendeta Budha. Bangunan ini telah tertutup

tanah sehingga tidak terlihat lagi.

9. Bangunan V dan VI

Dua bangunan ini terletak 334 meter sebelah barat pusat Candi Mahligai

dan berada di seberang Sungai Kampar. Dua bangunan ini ditemukan ketika

dilakukan penggalian. Keadaannya hanya tinggal pondasi dan tubuh. Bagian

puncak sudah rusak dan roboh.

10.Bangunan VII

Bangunan VII terletak di sebelah utara Sungai Umpamo berupa struktur

lantai bata. Menurut informasi Malik dan Hasmi, staf teknis pemugaran Candi

(50)

lantai bata. tetapi tahun 1994 Bangunan VII sudah tidak dapat dilihat lagi

karena rusak akibat kegiatan pembangunan jalan

11.Tanggul Kuno (Arden Wall)

Tanggul kuno berjarak ± 20 m dari tepi timur Sungai Kampar Kanan.

Berdasarkan penelitian tahun 1982, tanggul tersebut diperkirakan adalah pagar

kedua yang melindungi kawasan situs dari luapan Sungai Kampar Kanan di

saat hujan atau saat terkena pasang. Bentuk denah dari tanggul kuno adalah

temu gelang dengan panjang keliling 4,19 Km. Struktur tanggul kuno terbuat

dari gabungan tanah yang dipadatkan dengan rangkaian krikil dan batu bata

(Gambar 14).

Pada awal tahun 1992 Tokyo Electric Power Limited melaksanakan

kegiatan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air, pembangunan

tersebut merupakan program pemerintah yang bekerja sama dengan

pemerintah Jepang. Dalam pelaksanaannya, dibangun sebuah bendungan

sehingga terbentuk waduk. Waduk tersebut telah menenggelamkan sejumlah

desa di sekitar Muara Takus serta sisi utara tanggul kuno sepanjang 525,5 m.

Gambar 14. Batas Tanggul Kuno yang Terbuat dari Tanah

(Sumber : Survei Lapangan, 2010)

Candi Muara Takus sebagai peninggalan arkeologis dari masa kejayaan

(51)

features), bangunan pendukung (minor features), batas dan ornamen. Identifikasi

feature arsitektur sejarah Candi Muara Takus dapat dilihat pada Tabel 7.

Table 7. Identifikasi FiturArsitektur Candi Muara Takus

Objek Sejarah Tipe/Gaya Usia Lokasi 1. Bangunan Utama

Candi Tua Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Candi Bungsu Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Candi Mahligai Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Candi Palangka Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Bangunan I Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Bangunan II Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral

2. Bangunan Pendukung

Bangunan III Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Bangunan IV Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Madya Bangunan VII Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Profan

3. Batas

Pagar Batu Keliling Vernakular Masa Klasik Madya Ruang Madya Tangul Kuno Vernakular Masa Klasik Madya Ruang Madya

4. Ornamen

Stupa Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Fragmen arca Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Inskripsi mantra Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Pahatan vajra Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Pelataran Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Profan

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Berdasarkan penggolongan fitur arsitekturnya kawasan Candi Muara

Takus memiliki tipe dan gaya arsitektur kalsik dengan pengaruh agama Budha

yang kuat pada arca dan stupanya. Usia bangunan cukup tua karena diperkirakan

dibangun pada masa klasik madya yaitu 900 M -1250 M (Pemerintah Daerah

Kabupaten Kampar, 2010). Berdasarkan gaya arsitektur dan usianya diketahui

bahwa kawasan Candi Muara Takus adalah bangunan suci yang menjadi pusat

penyebaran agama Budha yang pendiriannya berkaitan erat dengan Kerajaan

Sriwijaya. Hal ini juga didukung oleh bukti bahwa selain Candi Muara Takus

tidak ada lagi temuan kepurbakalaan Hindu-Budha di Sumatera yang menghadap

arah timur laut sebagaimana filosofi dalam ajaran Budha. Penggolongan fitur

arsitektur tersebut juga berperan dalam membentuk zona kesakralan dalam

kawasan. Zona tersebut terdiri dari tiga ruang utama dengan tingkatan kesakralan

(52)

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 1.  Jenis Data Pelestarian
Gambar 3. Kompleks Bangunan Utama Candi Muara Takus
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kemampuan ekspor regional untuk produk dengan nilai tambah tinggi, melalui peningkatan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan pemberian “ label ” ( branding

1) Ketidakpastian lingkungan eksternal organisasi dengan menggunakan indikator sebagai berikut: teknologi yang digunakan, peraturan pemerintah, pertumbuhan ekonomi,

Puji dan syukur kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa karena hanya atas kasih dan penyertaanNya yang memberikan hikmahnya kepada penulis sehingga penulis dapat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengkajian keperawatan di Instalasi Rawat Inap salah satu rumah sakit di Sumatera Barat sebagian besar

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi Perum Pegadaian Wilayah Pemeriksaan Tegal dalam menentukan kebijaksanaan terkait dengan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hanya jenis kelamin yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis lulusan pendidikan kejuruan di tempat kerja, tetapi tidak

Skripsi berjudul Kekohesian dan Kekoherensian dalam Wacana Ceramah Agama oleh Ustadz Akhmad Bakdal telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Sastra Universitas Jember

Governance, Karakteristik Perusahaan, dan Karakteristik Auditor Terhadap Audit fee (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2017”.. Maksud