• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata kelola wisata di dataran tinggi dieng provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tata kelola wisata di dataran tinggi dieng provinsi Jawa Tengah"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PRAMITAMA BAYU SAPUTRO

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PRAMITAMA BAYU SAPUTRO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah. Di bawah bimbingan E. K. S. HARINI MUNTASIB dan RINEKSO SOEKMADI

Perkembangan wisata di Indonesia tidak terlepas dari peran pemerintah, swasta dan masyarakat. Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia. Banyak stakeholder dengan beragam kepentingan yang berbeda-beda terlibat dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng. Sehingga perlu diketahui mekanisme hubungan para stakeholder dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur berdasarkan panduan wawancara kepada informan yang mewakili stakeholder. Data yang diambil adalah identitas stakeholder, besarnya pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder, keterlibatan masyarakat, kebijakan yang berkaitan dan berita atau isu yang berkaitan dengan Dataran Tinggi Dieng. Data dianalisis menggunakan analisis stakeholder dan analisis isi.

Hasil identifikasi menunjukkan terdapat 12 stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder yang termasuk ke dalam key player adalah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) "Dieng Pandhawa", Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banjarnegara dan Paguyuban Pengemudi Dieng Batur (PPDB). Stakeholder yang termasuk dalam kuadran subject adalah Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD), Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dispertan) Wonosobo, Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan (Dispertan) Banjarnegara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Wonosobo, Dishutbun Banjarnegara dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. Stakeholder yang termasuk ke dalam kuadran crowd adalah Asosisasi Pedagang Carica (APC) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Kebijakan yang berkaitan dengan tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng adalah Keputusan Bersama No. 485 Tahun 2002 dan No. 17 Tahun 2002 Bupati Banjarnegara dengan Bupati Wonosobo tentang Kerjasama Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Dataran Tinggi Dieng dan Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Hubungan kerjasama antar stakeholder hanya dilakukan oleh stakeholder yang memiliki kepentingan yang sama. Stakeholder yang telah melaksanakan prinsip-prinsip good governance adalah Pokdarwis "Dieng Pandhawa".

(4)

Dieng Plateau, Central Java Province. Under supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB and RINEKSO SOEKMADI.

Government, private sectors and the community plays important role in tourism development in Indonesia, as well as in tourism development at Dieng Plateau as one of Indonesia’s tourism destinations. The success of tourism development could not be separated from the relationship mechanism of the stakeholders involved. There are various stakeholders with different interests involved in Dieng Plateau tourism governance. Therefore, identification of relationship mechanism of the stakeholders was important.

Data, which was collected through semi-structured interview with informants which represent each stakeholder, included the identity of stakeholders, the level of influence and interests of each stakeholder, community involvement, policies and news or issues related to the Dieng Plateau. Data were analyzed using stakeholder analysis and content analysis.

The result showed that there were 12 stakeholders involved in the governance of tourism at Dieng Plateau. Stakeholder analysis had classified the stakeholders involved into the key player, subject, and crowd quadrants. Stakeholders which fell into key player quadrant were Tourism Conscious Group (Pokdarwis) "Dieng Pandhawa", Tourism and Culture Agency of Wonosobo Regency, Culture and Tourism Agency of Banjarnegara Regency, and Dieng Batur Drivers Association (PPDB). Stakeholders which fell into the subject quadrant were Dieng Recovery Working Team (TKPD), Agriculture and Food Crops Agency (Dispertan) of Wonosobo Regency, Agriculture, Animal Husbandry and Fisheries Agency (Dispertan) of Banjarnegara Regency, Forestry and Plantation Agency (Dishutbun) of Wonosobo Regency, Forestry and Plantation Agency (Dishutbun) of Banjarnegara Regency, and Natural Resources Conservation Office (BKSDA) of Central Java Province. Stakeholders which fell into crowd quadrant were the Carica Seller Association (APC) and Indonesian Hotel and Restaurant Association (PHRI).

There were two policies related to tourism governance in Dieng Plateau, which were the joint decision No. 485 Year 2002 and No. 17 Year 2002 between Banjarnegara Regent and Wonosobo Regent on the Cooperation in Dieng Plateau Area Management and Development, and the Governor Regulations No.5 Year 2009 on Environmental Control of Dieng Plateau Area. Cooperation was carried out by stakeholders with same interest, which was establishment of ticket price and parking rates. There was only one stakeholder which implemented good governance principles, which was Pokdarwis "Dieng Pandhawa".

(5)

Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah" adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan dibimbing oleh dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

Pramitama Bayu Saputro

(6)

Judul Skripsi : Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : Pramitama Bayu Saputro

NIM : E34061021

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Prof. Dr. Dra. E.K.S Harini Muntasib, MS Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F NIP : 195504101982032002 NIP. 196406221988031002

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah”. merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 6 Maret 1988 dari pasangan Bambang Subandriyo, S.Pd dan Sri Endrastuti, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan di SD N 2 Wonosobo, SMP N 1 Wonosobo, dan SMA N 1 Wonosobo. Penulis diterima di IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata pada tahun 2007.

Selama kuliah, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Fotografi Konservasi (FOKA) dan Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) "Tarsius" pada tahun 2008 serta menjadi Ketua FOKA pada tahun 2009. Pada saat aktif di HIMAKOVA, penulis mengikuti beberapa rangkaian kegiatan seperti Gebyar Himakova 2008, Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata (Rafflesia) di CA Gunung Simpang (2008) dan CA Rawa Danau (2009), Studi Konservasi Lingkungan (Surili) TN Bukit Baka-Bukit Raya (2008) dan TN Manupeu Tanah Daru (2009) serta sebagai Asisten Peneliti dalam Survey Keanekaragaman Hayati di PT Sukses Tani Nusa Subur, Astra Agro Lestari, Kalimantan Timur (2011). Pada tahun 2011, penulis menjadi pemateri dalam pelatihan desain grafis yang diadakan oleh HIMAKOVA. Untuk mengisi waktu luang, penulis biasa melakukan beberapa kegiatan, yaitu sepakbola, futsal, bermain game, serta mendaki gunung.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada :

1. Bambang Subandriyo, S.Pd (Bapak), Sri Endrastuti, S.Pd (Ibu), Rivki Novita Putri (adik) dan Sigit Nova Putra (adik) serta keluarga besar tercinta atas segala bentuk dukungan yang tiada habisnya.

2. Prof. Dr. Dra. E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas segala arahan dan bimbingan selama penyusunan proposal, penelitian hingga selesainya skripsi.

3. Bapak Dr. Ir Agus Hikmat, M.Sc selaku Ketua Sidang dan Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen penguji.

4. Pemerintah Daerah Wonosobo, Pemerintah Daerah Banjarnegara, TWA Telaga Warna, Pokdarwis “Dieng Pandhawa”, Asosiasi Pedagang Carica, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atas segala bantuan dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.

5. Seluruh Staff Pengajar, TU dan Bibi di DKSHE yang telah membimbing dan membantu sejak menjadi mahasiswa DKSHE hingga tercapainya gelar Sarjana Kehutanan.

6. Yunus, ToO_cOoL, Dinen, Ijul, Arga, Junef, Avroh, Oby, Muis, Reni, Fiona, Dono, Fitri, AUTIS, FORPUSI, serta Keluarga Besar Cendrawasih 43 atas pengalaman, kebrutalan dan kebersamaan selama ini.

7. Seluruh penghuni tetap maupun penghuni gelap PONDOK WINA.

8. Fela Aditina Puspa Ayu atas kebersamaan, ketidakbersamaan, motivasi dan keribetan yang telah diberikan.

9. Seluruh anggota IKAMANOS IPB, HIMAKOVA, FOKA, KPM-Tarsius.

(10)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Kerangka Pemikiran ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata, Ekowisata dan Prinsip Ekowisata ... 4

2.2. Pelaku Kegiatan Pariwisata ... 4

2.3. Kelembagaan dan Kebijakan Pariwisata ... 5

2.4. Good Governance dan Tata Kelola Wisata Alam ... 6

2.5. Analisis Stakeholder ... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3.2. Alat dan Bahan ... 11

3.3. Jenis Data ... 11

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 12

3.5. Analisis Data ... 15

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah dan Letak ... 17

4.2. Aksesibilitas ... 17

4.3. Potensi Wisata ... 18

4.4. Sosial dan Budaya ... 20

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Identifikasi Stakeholder ... 21

5.2Pemetaan Stakeholder ... 27

5.3Mekanisme Kerjasama antar Stakeholder ... 40

5.4Kebijakan Pengelolaan Dataran Tinggi Dieng ... 44

5.5Berita dan Isu yang Berkaitan dengan Tata Kelola Wisata di Dataran Tinggi Dieng ... 47

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Matrik pengumpulan data ... 13

2 Hasil penghitungan nilai kepentingan ... 27

3 Hasil penghitungan nilai pengaruh ... 28

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Kerangka pemikiran ... 3

2 Sistem kepariwisataan ... 6

3 Matriks kepentingan pengaruh (Reed et al., 2009) ... 10

4 Matriks kepentingan pengaruh (Reed et al., 2009) ... 15

5 Pemetaan stakeholder ... 28

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Panduan wawancara untuk lembaga pemerintahan ... 59

2 Panduan wawancara untuk organisasi non pemerintah ... 61

3 Panduan scoring untuk mengetahui tingkat kepentingan ... 62

4 Panduan scoring untuk mengetahui besarnya pengaruh ... 63

             

(14)

1.1 Latar Belakang

Pariwisata memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia yang didukung oleh kekayaan alam, keanekaragaman hayati flora dan fauna, peninggalan sejarah serta keanekaragaman budaya yang memiliki potensi wisata yang sangat besar. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersebar di seluruh nusantara. Kegiatan pariwisata yang umum berkembang di Indonesia adalah kegiatan wisata alam.

Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu lokasi di Indonesia dengan potensi wisata yang sangat berlimpah, baik wisata alam, wisata sejarah maupun wisata budaya. Dataran Tinggi Dieng telah menjadi daerah tujuan wisata selama puluhan tahun dan dikenal oleh wisatawan domestik bahkan oleh wisatawan mancanegara. Secara administratif, Dataran Tinggi Dieng terletak di enam kabupaten. Hal ini menyebabkan kebijakan masing-masing kabupaten dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng juga berbeda. Manfaat Dataran Tinggi Dieng sebagai daerah tujuan wisata telah dirasakan oleh berbagai pihak pengelola.

Selain memiliki potensi wisata yang melimpah, Dataran Tinggi Dieng juga memiliki hasil pertanian yang sangat melimpah. Tanaman pertanian yang menjadi unggulan daerah tersebut adalah tanaman kentang. Akan tetapi kegiatan pertanian di Dataran Tinggi Dieng kurang memperhatikan manfaat jangka panjang yang berujung pada kerusakan keindahan alam yang ada di Dataran Tinggi Dieng.

(15)

Tinggi Dieng. Oleh sebab itu, perlu diketahui mekanisme hubungan para pihak dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng.

1.2 Perumusan Masalah

Dataran Tinggi Dieng terletak di Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Pekalongan, Batang, Kendal dan Temanggung. Hal ini menyebabkan kebijakan yang diberlakukan masing-masing pemerintah daerah pun berbeda. Beragamnya pemahaman dan fungsi dari masing-masing pihak yang terlibat dalam tata kelola wisata Dataran Tinggi Dieng dapat mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan. Sehingga dalam hal ini koordinasi antar pihak sangat penting dalam pengembangan wisata. Penyedia produk dan jasa wisata pun berbeda-beda pada masing-masing kabupaten. Selain itu, perlu diketahui pula sejauh mana masyarakat berperan serta dalam kegiatan pengelolaan.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengkaji tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Hal tersebut dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Siapa saja yang terlibat dan bagaimana peran masing-masing pihak tersebut dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng?

2. Seberapa besar kepentingan dan pengaruh masing-masing pihak?

3. Kebijakan apa yang diberlakukan oleh masing-masing pemerintah daerah serta bagaimana pelaksanaan dari setiap kebijakan yang diberlakukan?

4. Bagaimana mekanisme hubungan para pihak yang terlibat dalam tata kelola wisata Dataran Tinggi Dieng?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng yang meliputi:

1. Pihak-pihak yang terlibat serta kepentingan dan pengaruh masing-masing pihak dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

(16)

3. Mekanisme hubungan para pihak dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diketahuinya tata kelola wisata alam Dataran Tinggi Dieng yang mencakup pihak-pihak yang terlibat, kepentingan dan pengaruh masing-masing pihak, kebijakan yang berlaku serta mekanisme hubungan para pihak dalam pengelolaan pariwisata alam di Dataran Tinggi Dieng. Sehingga dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak tersebut untuk menyusun strategi pengelolaan yang lebih baik.

1.5 Kerangka Pemikiran

(17)

2.1 Pariwisata, Ekowisata dan Prinsip Ekowisata

Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu dan menghabiskan waktu senggang atau waktu libur (Zalukhu 2009).

McIntosh dan Gupta (1980) dalam Pendit (1999) mendefinisikan pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah, tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan.

Undang-undang No. 10 Tahun 2009 mendefinisikan istilah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.

The International Ecotourism Society (TIES) (2000) dalam Damanik dan Weber (2006) mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Beberapa prinsip ekowisata antara lain 1) mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya, 2) kesadaran terhadap lingkungan dan budaya, 3) memberikan pengalaman bagi wisatawan, 4) keuntungan ekonomi untuk kegiatan konservasi, 5) keuntungan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai lokal, 6) meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah tujuan wisata serta 7) menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja serta mengikuti aturan dan kesepakatan yang berlaku dalam transaksi wisata.

2.2 Pelaku Kegiatan Pariwisata

(18)

kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha (UU No. 10 Tahun 2009).

Pelaku dalam kegiatan pariwisata antara lain wisatawan, industri pariwisata, pendukung jasa wisata, pemerintah, masyarakat lokal dan LSM. Industri pariwisata berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa pariwisata. Adapun pendukung jasa wisata dapat berupa penyedia jasa fotografi, jasa kecantikan, olahraga, penjualan BBM dan sebagainya (Damanik dan Weber 2006)

Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata (UU No. 10 Tahun 2009).

Undang-undang No. 10 Tahun 2009 menyebutkan beberapa mitra kerja pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan wisata, yaitu badan promosi pariwisata pusat dan daerah serta gabungan industri pariwisata Indonesia.

2.3 Kelembagaan dan Kebijakan Pariwisata

(19)

Gambar 2 Sistem kepariwisataan (Steck et al. 1999 dalam Damanik dan Weber 2006).

Kelembagaan pariwisata diartikan sebagai kebijakan ataupun kegiatan-kegiatan yang mendukung perkembangan pariwisata. Kebijakan mencakup politik pariwisata yang digagas oleh pemerintah, seperti kebijakan pemasaran, jaminan keamanan, pembebasan visa, dukungan terhadap event budaya, standarisasi produk dan jasa wisata, sertifikasi sumber daya manusia (SDM) dan sebagainya. Pemerintah dapat menarik keuntungan berupa pajak dan retribusi (Damanik & Weber 2006).

Pendit (1999) menjelaskan secara khusus bahwa kebijakan pariwisata adalah segala sesuatu tindakan pemerintah dan badan atau organisasi masyarakat yang mempengaruhi kehidupan kepariwisataan.

2.4 Good Governance dan Tata Kelola Wisata Alam

UNDP (1997) dalam Widodo (2001) menjelaskan bahwa governance (kepemerintahan) merupakan suatu institusi, mekanisme, proses dan hubungan yang kompleks melalui warga negara dan kelompok-kelompok yang mengartikulasikan kepentingannya, melaksanakan hak dan kewajibannya serta menengahi atau memfasilitasi perbedaan diantara mereka.

(20)

mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil secara efisien dan merata (Krina 2003).

UNDP (1997) dalam Widodo (2001) menjelaskan secara lebih lanjut mengenai unsur-unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu : the state merupakan pemerintahan itu sendiri, the private sector merupakan pasar dan sektor swasta serta civil society organization merupakan organisasi masyarakat yang mewakili masyarakat dalam keterlibatannya dengan suatu sistem kepemerintahan.

Kemudian Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2000) dalam Widodo (2001) mendefinisikan good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, efektif dan efisien, dengan menjaga kesinergisan diantara unsur-unsur pemerintahan, yaitu : the state, the private sector dan civil society organization.

Lembaga Administrasi Negara (2000) dalam Widodo (2001) mengemukakan beberapa karakteristik good governance, antara lain :

1. Participation. Masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan,

baik itu secara langsung maupun melalui intermediasi institusi atau lembaga yang mewakili kepentingannya.

2. Rule of Law. Kerangka hukum dijalankankan tanpa memberikan toleransi

kepada siapapun yang melakukan penyimpangan.

3. Transparency. Transparansi yang dimaksud adalah kebebasan arus informasi.

Proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi dapat diterima dengan mudah oleh siapa saja yang membutuhkan.

4. Responsiveness. Pelayanan kepada para stakeholder oleh lembaga-lembaga.

5. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara untuk beberapa

kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas.

6. Equity. Masyarakat mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga

kesejahteraan mereka.

7. Effectiveness and efficiency. Mencapai tujuan sesuai dengan yang telah

(21)

8. Accountability. Tanggung jawab kepada publik

9. Strategic vision. Pemimpin dan publik mempunyai perspektif good

governance.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata "tata" sebagai aturan (biasa dipakai dalam kata majemuk), kaidah, susunan, sistem. Sedangkan "kelola" berarti mengendalikan, menyelenggarakan (pemerintahan), mengurus (perusahaan, proyek). Tata kelola dalam konteks pemerintahan dan pariwisata alam dapat diartikan sebagai aturan, kaidah, susunan atau sistem yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk keperluan wisata alam.

Muntasib (2009) menjelaskan bahwa tata kelola pariwisata adalah suatu mekanisme pengelolaan pariwisata alam secara kolaboratif yang melibatkan sektor pemerintah dan non pemerintah dalam suatu usaha yang kolektif. Dalam tata kelola tersebut banyak pihak yang terlibat dimana pihak-pihak tersebut membentuk sebuah hubungan kerjasama, tujuan pengelolaan ditentukan bersama-sama serta masyarakat memberikan perannya dalam pengelolaan.

Pengelolaan secara kolaboratif didefinisikan sebagai sebuah bentuk resolusi konflik yang mengakomodasikan sikap bekerjasama (Tadjudin 2000). Pengelolaan kolaboratif dapat dikatakan sebagai sebuah situasi dimana beberapa atau semua pihak terlibat dalam aktivitas pengelolaan. Hal ini juga menghasilkan sebuah kesepakatan kerjasama antara para pihak yang terkait dengan menjamin dan memperjelas fungsi, hak serta kewajiban masing-masing pihak dalam sistem pengelolaan tersebut (Borrini & Feyerabend 1995).

2.5 Analisis Stakeholder

(22)

Lindenberg dan Crosby (1981) dalam Reed et al. (2009) menjelaskan bahwa analisis stakeholder berguna untuk mengidentifikasi stakeholder yang memiliki peran dalam pengambilan keputusan, mengetahui kepentingan dan pengaruh stakeholder, memetakan hubungan antar pihak berdasarkan besarnya pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder serta pemahaman stakeholder dalam pengembangan organisasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepentingan mempunyai arti kebutuhan sedangkan pengaruh adalah daya yang dimiliki untuk mengubah keputusan, kebiasaan. Reed et al. (2009) mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya menjadi :

1. Key Player

Key player merupakan stakeholder yang paling aktif dalam pengelolaan dikarenakan stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar. Besarnya kepentingan dan pengaruh stakholder ini mencerminkan bahwa stakeholder dalam kuadran ini mendapatkan manfaat yang besar dan mampu mengendalikan sistem yang telah ada.

2. Subject

Subject memiliki kepentingan yang besar, tetapi pengaruhnya kecil. Stakeholder jenis ini mungkin bersifat supportive, tetapi memiliki kapasitas yang kecil untuk mengubah keadaan. Stakeholder ini dimungkinkan akan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar jika bekerjasama dengan stakeholder lain.

3. Context Setter

Context setter memberikan pengaruh yang besar, tetapi memiliki kepentingan yang kecil. Stakeholder pada kuadran ini mungkin akan memberikan gangguan yang signifikan terhadap suatu system pengelolaan. Sehingga dalam suatu pengelolaan, stakeholder jenis ini harus selalu berdayakan supaya besarmya pengaruh yang dimilikinya tidak digunakan untuk menentang sistem yang telah ada.

4. Crowd

(23)

lakukan. Dalam pelaksanaan suatu sistem, stakeholder dalam kuadran ini harus selalu diberikan informasi (keep inform).

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Dataran Tinggi Dieng yang meliputi wilayah Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, panduan wawancara, tape recorder dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

3.3 Jenis Data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis. Adapun jenis data yang diambil adalah sebagai berikut :

3.3.1 Data primer

Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh langsung dari informan. Data yang termasuk ke dalam jenis data primer adalah identitas stakeholder yang terlibat, baik itu instansi pemerintahan, swasta maupun organisasi masyarakat serta kepentingan dan pengaruh stakeholder. 3.3.2 Data sekunder

(25)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

3.4.1 Data primer

3.4.1.1 Penentuan informan

Informan yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui stakeholder yang terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Informan yang dimaksud merupakan key person dari masing-masing stakeholder, yaitu kepala dinas, direktur perusahaan dan ketua organisasi masing-masing stakeholder atau orang-orang yang ditunjuk oleh para pemimpin stakeholder tersebut untuk mewakili stakeholder yang bersangkutan dalam memberikan informasi yang lebih akurat mengenai stakeholder tersebut dalam hubungannya dengan Dataran Tinggi Dieng. 3.4.1.2 Pengumpulan data dari informan

Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan metode wawancara semi-terstruktur. Wawancara dilakukan dengan cara berdiskusi langsung dengan informan sesuai dengan panduan wawancara yang telah dibuat. Informan diberikan kebebasan untuk memberikan informasi secara luas. Adapun panduan wawancara yang digunakan adalah panduan wawancara untuk instansi pemerintah (Lampiran 1) dan panduan wawancara untuk lembaga non pemerintah (Lampiran 2).

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder dikumpulkan dengan dengan cara penelusuran dokumen. Dokumen tersebut berupa undang-undang, peraturan daerah, SK Pemerintah, tupoksi instansi pemerintahan, AD/ART yang dimiliki oleh organisasi masyarakat serta rencana pengelolaan yang dimiliki oleh setiap stakeholder.

(26)

Tabel 1 Matriks pengumpulan data

No Jenis Data Variabel Metode

1 Instansi pemerintahan ‐ Identitas stakeholder

‐ Aspek yang dikelola

‐ Tujuan

‐ Kegiatan yang dilakukan

‐ Kebijakan atau aturan yang ditetapkan

‐ Hubungan dengan stakeholder yang lain

Wawancara menggunakan panduan wawancara instansi pemerintahan (lampiran 1)

2 Lembaga swasta ‐ Identitas organisasi

‐ Bentuk keterlibatan dan aspek yang dikelola

‐ Tujuan

‐ Kegiatan yang dilakukan

‐ Hubungan dengan stakeholder lain

Wawancara menggunakan panduan wawancara lembaga swasta (Lampiran 2)

3 Organisasi masyarakat ‐ Identitas organisasi

‐ Bentuk keterlibatan dan aspek yang dikelola

‐ Tujuan

‐ Kegiatan yang dilakukan

‐ Hubungan dengan stakeholder lain

Wawancara menggunakan panduan wawancara organisasi masyarakat (Lampiran 3)

4 Kepentingan masing-masing pihak dalam pengelolaan dataran tinggi dieng

‐ Aspek kepentingan

‐ Manfaat yang diperoleh

‐ Sumberdaya yang dimiliki

‐ Kapasitas sumberdaya

‐ Prioritas kegiatan

Penghitungan nilai kepentingan dengan menggunakan panduan penghitungan nilai kepentingan (Lampiran 4)

5 Besarnya pengaruh masing-masing pihak terhadap pengelolaan dataran tinggi dieng

‐ Bentuk keterlibatan

‐ Kebijakan

‐ Kontribusi

‐ Kerjasama dengan stakeholder lain

‐ Kemampuan yang dimiliki

(27)

Tabel 1 Matriks pengumpulan data (lanjutan)

No Jenis Data Variabel Metode

6 Kebijakan / aturan ‐ Instansi yang mengeluarkan

‐ Tujuan

‐ Pihak yang dilibatkan dalam implementasi kebijakan

‐ Kaitannya dengan Tata Kelola Wisata

Penelusuran dokumen

7 Berita dan Isu ‐ Media massa yang mengeluarkan

‐ Isi berita/ isu

‐ Kaitannya dengan Tata Kelola Wisata

(28)

3.5 Analisis Data

Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis stakeholder dan analisis isi.

3.5.1 Analisis stakeholder

Analisis stakeholder digunakan untuk menganalisis data mengenai stakeholder. Model analisis stakeholder yang digunakan adalah model yang diperkenalkan oleh Reed et al. (2009). Tahapan dalam melakukan analisis stakeholder adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi stakeholder dan perannya.

2. Membedakan dan mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya.

3. Mendefinisikan hubungan antar stakeholder.

Stakeholder dipetakan ke dalam matriks analisis stakeholder berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh. Besarnya kepentingan dan pengaruh diberi nilai sesuai dengan panduan yang telah dibuat. Untuk menilai besarnya kepentingan digunakan panduan penilaian untuk mengetahui tingkat kepentingan (Lampiran 3) sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh digunakan panduan penilaian untuk mengetahui besarnya pengaruh (Lampiran 4).

Jumlah nilai yang didapatkan oleh masing-masing stakeholder adalah 25 poin untuk besarnya kepentingan dan 25 poin untuk besarnya pengaruh. Setelah diketahui besarnya nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder dipetakan ke dalam matriks kepentingan pengaruh (Gambar 4).

(29)

3.5.2 Analisis isi

(30)

4.1 Sejarah dan Letak

Dieng berasal dari bahasa sansekerta yaitu "Di" yang berarti tempat yang tinggi atau gunung dan "Hyang" dari kata khayangan yang artinya tempat para dewa dewi. Maka dieng berarti daerah pegunungan dimana para dewa dan dewi bersemayam.

Secara administratif, Dataran Tinggi Dieng terletak di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Temanggung, Pekalongan, Batang dan Kendal. Dataran Tinggi Dieng merupakan dataran tertinggi di Jawa yang terletak pada ketinggian 2. 093 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 100- 150 C. Luas Dataran Tinggi Dieng adalah 619,846 ha, yang dikelilingi oleh gugusan gunung antara lain Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Perahu, Gunung Rogojembangan serta Gunung Bismo (Tjugianto 2006).

Batas-batas administratif Dataran Tinggi Dieng adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Pekalongan, Batang dan Kendal 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Wonosobo

3. Sebelah Barat : Kabupaten Banjarnegara 4. Sebelah Timur : Kabupaten Temanggung

4.2 Aksesibilitas

(31)

4.3 Potensi Wisata

Dataran Tinggi Dieng merupakan objek wisata andalan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Tjugianto (2006) menyebutkan beberapa objek wisata yang ada di Dataran Tinggi Dieng antara lain :

1. Candi Dieng

Candi-candi yang berada di Dieng dibangun sebagai tempat pemujaan bagi Dewa Siwa dan Sakti Siwa. Candi-candi tersebut merupakan peninggalan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Siwa. Dataran Tinggi Dieng merupakan pusat pendidikan Hindu tertua di Indonesia. Jumlah keseluruhan candi yang ada di Dataran Tinggi Dieng adalah delapan buah candi. Candi-candi tersebut adalah Candi Semar, Candi Arjuna, Candi Srikandhi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa yang biasa disebut dengan kompleks Candi Pandawa serta Candi Gathotkaca, Candi Dwarawati dan Candi Bima yang merupakan candi terbesar di Dataran Tinggi Dieng.

2. TWA Telaga Warna-Pengilon

TWA Telaga Warna merupakan satu-satunya kawasan konservasi yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. TWA ini ditunjuk berdasarkan SK Menteri Pertanian No 740/Kpts/Um/11/1978 pada 30 November 1978 dengan luas 39,5 ha. Telaga Warna-Pengilon merupakan dua buah telaga atau danau yang saling berdekatan. Telaga Warna merupakan sebuah telaga yang memperlihatkan beberapa warna jika terkena cahaya matahari. Sedangkan Telaga Pengilon merupakan telaga yang berkilau seperti pengilon (cermin) jika terkena cahaya matahari.

Telaga Warna memiliki beberapa gua kecil di sekitarnya. Gua-gua tersebut antara lain: Gua Semar dengan panjang kurang lebih 4 m yang biasa digunakan untuk bermeditasi, Gua Sumur yang terdapat sumber air suci yang disebut "Tirta Prawitasari" yang biasa digunakan oleh umat Hindu untuk mengadakan upacara ritual Muspe / Mubakti serta Gua Jaran.

(32)

3. Telaga Merdada

Telaga Merdada merupakan telaga yang terluas di Dataran Tinggi Dieng. Luas telaga ini kurang lebih 25 m2 dengan kedalam antara 2 - 10 m.

4. Kawah

Kawasan Dieng Plateu merupakan area gunung yang masih aktif. Terdapat banyak kawah yang setiap saat mendidih dan mengeluarkan asap putih tebal dengan aroma khas belerang. Salah satu yang terkenal yaitu kawah Sikidang. Disebut Kawah Sikidang karena munculnya kawah di permukaan tanah sering berpindah-pindah. Selain Kawah Sikidang terdapat beberapa kawah lain, yaitu Kawah Candradimuka yang merupakan lubang rekahan yang terus menerus mengeluarkan solfatara dan Kawah Sileri yang merupakan kawah terluas di Dataran Tinggi Dieng.

5. Sumur Jalatunda

Sumur ini mempunyai diameter kurang lebih 90 m. Sumur ini merupakan bekas kawah yang telah lama mati dan tergenang air sehingga menyerupai sumur. Berdasarkan kepercayaan penduduk setempat, jika berhasil menyeberangi sumur ini, maka segala keinginan dapat tercapai.

6. Museum Purbakala

Museum ini terletak dekat Candi Gatutkaca. Museum ini menyimpan seratus buah temuan lepas yang berasal dari kompleks Candi Dieng berupa arca, relief, komponen bangunan dan prasasti yang umumnya terbuat dari bahan batu andesit. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti dari bagian mana temuan lepas itu berasal.

7. Tuk Bimalukar

(33)

8. Dieng Plateau Theater (DPT)

DPT merupakan sarana informasi wisata berupa bioskop yang menyajikan film dokumenter berupa peristiwa alam yang pernah terjadi di Dataran Tinggi Dieng yaitu letusan kawah Sinila pada tahun 1979.

4.4 Sosial dan Budaya 1. Ruwatan Rambut Gembel

Daerah Dataran Tinggi Dieng memiliki keunikan yaitu anak berambut gembel. Menurut cerita, anak berambut gembel ini merupakan titipan Kyai Kolodite. Untuk mencukur gembel ini, harus melalui upacara ruwatan. Upacara ini, dilakukan setelah anak gembel tersebut mengajukan permintaan khusus kepada orang tuanya, yang disebut jejaluk.

2. Kesenian Daerah

(34)

5.1 Identifikasi Stakeholder

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh 12 stakeholder dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng, baik itu organisasi pemerintahan maupun organisasi non pemerintah. Stakeholder tersebut dibedakan menjadi stakeholder yang mempunyai kepentingan dan memberikan pengaruh secara langsung terhadap kegiatan pariwisata serta stakeholder yang mempunyai kepentingan lain dan memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan pariwisata.

5.1.1 Stakeholder yang memiliki kepentingan pada aspek pariwisata dan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan pariwisata di Dataran Tinggi Dieng

1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Wonosobo Disparbud Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu key player dalam tata kelola Dataran Tinggi Dieng yang mempunyai kepentingan pada aspek pariwisata. Meskipun begitu, Dataran Tinggi Dieng bukan satu-satunya daerah tujuan wisata yang harus dikelola oleh Disparbud Kabupaten Wonosobo. Daerah tujuan wisata lain di Wonosobo yang harus ditangani oleh Disparbud antara lain Telaga Menjer dan Air Terjun Sikarim. Adapun objek wisata yang dikelola oleh Disparbud Kabupaten Wonosobo di Dataran Tinggi Dieng adalah Telaga Warna – Pengilon dan DPT.

Tugas pokok dan fungsi Disparbud Kabupaten Wonosobo diuraikan di dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 Tahun 2008. Adapun tugas dari Disparbud Kabupaten Wonosobo adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pengembangan pariwisata, promosi dan kebudayaan, pengelolaan administrasi dan ketatausahaan serta pengawasan pelaksanaan unit pelaksana teknis dinas.

(35)

2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Banjarnegara Disbudpar Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu key player dalam tata kelola Dataran Tinggi Dieng yang memiliki kepentingan pada aspek pariwisata. Daerah tujuan wisata yang dikelola oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara tidak hanya Dataran Tinggi Dieng saja. Daerah tujuan wisata lainnya yang dikelola oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara adalah Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas.

Disbudpar Kabupaten Banjarnegara mempunyai tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam Peraturan Bupati Banjarnegara Nomor 163 tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan. Adapan tugas pokok Disbudpar Kabupaten Banjarnegara adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang kebudayaan dan pariwisata yang menjadi kewenangan daerah.

Disbudpar Kabupaten Banjarnegara memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu UPT Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng. Tugas Pokok dan Fungsi UPT tersebut diatur dalam Peraturan Bupati Banjarnegara Nomor 185 tahun 2009. Tugas pokok dari UPT Dieng adalah melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang Dinas di bidang penelitian, pengkajian, pembinaan dan bimbingan, pengawasan dan evaluasi serta pengembangan kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng. Jumlah seluruh pegawai yang ada di UPT Dieng adalah 37 orang pada tahun 2010.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara secara umum adalah promosi, mengadakan event dan pembinaan terhadap masyarakat di daerah wisata. Kegiatan promosi yang dilakukan adalah melalui website dan leaflet. Event yang diadakan oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara adalah pemotongan rambut gimbal yang bekerja sama dengan masyarakat setempat. Sedangkan pembinaan terhadap masyarakat adalah melalui pembentukan Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) “Dieng Pandhawa”.

(36)

November 1978 tentang Penetapan Telaga Warna – Pengilon sebagai Taman Wisata Alam dengan luas 39,5 ha.

Pengelolaan TWA Telaga Warna – Pengilon sempat diserahkan kepada Perum Perhutani pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 2001, izin usaha tersebut dicabut dengan adanya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1652/Kpts-II/2001 tentang pencabutan izin pengusahaan pariwisata alam yang diberikan kepada Perum Perhutani pada delapan Taman Wisata Alam di Pulau Jawa. Dengan adanya keputusan tersebut, pengelolaan TWA Telaga-Warna dikembalikan kepada BKSDA.

Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola TWA Telaga Warna – Pengilon antara lain penataan tapal batas, reboisasi dan patroli pengamanan kawasan. Beberapa fasilitas yang ada di kawasan TWA adalah gedung visitor center, mushola dan toilet. Kerjasama yang dilakukan oleh TWA Telaga Warna – Pengilon adalah dengan Disparbud Kabupaten Wonosobo. Kerjasama yang dilakukan adalah kerjasama dalam hal ticketing.

4. Paguyuban Pengemudi Dieng Batur (PPDB)

PPDB merupakan organisasi yang bergerak dalam pemenuhan jasa transportasi. Organisasi ini dibentuk atas dasar kesamaan profesi, yaitu pengemudi bus dengan trayek Wonosobo – Dieng – Batur. Organisasi ini ditetapkan berdasarkan SK Dinas Perhubungan. Jumlah seluruh armada yang terdaftar dalam organisasi ini adalah 14 Perusahaan Otobus (PO) yang terdiri dari 153 anggota.

PPDB menetapkan harga sewa untuk memenuhi kebutuhan jasa transportasi dalam kegiatan pariwisata sebesar Rp 350.000,00 tiap unit bus untuk 5 jam. Dari harga sewa tersebut, setiap anggota wajib menyisihkan Rp 25.000,00 untuk kas organisasi. Seluruh uang kas yang dimiliki oleh organisasi nantinya akan dipergunakan untuk membantu anggota dalam hal pengurusan surat ijin mengemudi dan bantuan jika terjadi kecelakaan.

5. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)

(37)

restoran. Tugas dari organisasi ini adalah menyalurkan informasi kepada wisatawan mengenai hotel dan restoran.

6. Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) “Dieng Pandhawa”

Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berdiri pada tanggal 27 November 2007 dan ditetapkan oleh Disbudpar Kabupaten Banjarnegara dengan SK Nomor 556/36. a Tahun 2007. Kegiatan Dieng Pandhawa sudah dimulai sejak tahun 2003, akan tetapi bukan sebagai pokdarwis. Pada awalnya, Dieng Pandawa adalah organisasi pemuda di Desa Dieng Kulon. Kegiatan yang dilakukan oleh Dieng Pandhawa mulai memasuki aspek pariwisata sejak tahun 2005, karena Dieng Pandhawa beranggapan bahwa aspek pariwisata adalah masa depan bagi masyarakat Dieng.

Visi dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah Terwujudnya Pariwisata Dieng yang bermutu, berdaya saing, dan bermanfaat bagi masyarakat Dieng pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sedangkan misi dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah 1) mengembangkan ekowisata demi terciptanya lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat, 2) mengkampanyekan sapta pesona (aman, tertib, sejuk, indah, ramah tamah, kenangan) kepada masyarakat Dieng, 3). meningkatkan SDM masyarakat Dieng terutama hal kepariwisataan, 4). memanfaatkan / menggali potensi SDA Dieng dalam mendukung pariwisata sehingga kedepan bisa lebih baik.

Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki delapan kelompok kerja (pokja), yaitu pokja souvenir / kerajinan, pokja home industry makanan khas Dieng, pokja home stay, pokja pramuwisata dan angkutan, pokja seni dan budaya, pokja keamanan, pokja agrotourism dan lingkungan hidup serta pokja promosi dan pemasaran. Jumlah anggota dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah 200 orang yang seluruhnya adalah masyarakat Dieng Kulon.

(38)

citra Dieng sebagai objek wisata yang memiliki nilai kebudayaan yang sangat tinggi.

5.1.2 Stakeholder yang memiliki kepentingan pada aspek lain tetapi memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan pariwisata di Dataran Tinggi Dieng

1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Wonosobo Dishutbun Kabupaten Wonosobo merupakan stakeholder yang memberikan perhatian terhadap Dataran Tinggi Dieng pada aspek kehutanan. Dengan kondisi Dataran Tinggi Dieng yang semakin kritis, Dishutbun Kabupaten Wonosobo melakukan beberapa kegiatan rehabilitasi lahan baik di kawasan Dataran Tinggi Dieng maupun di kawasan Lembah Dieng.

Tugas pokok dan fungsi Dishutbun Kabupaten Wonosobo secara rinci terdapat dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 tahun 2008. Tugas pokok Dishutbun Kabupaten Wonosobo adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang produksi, perlindungan dan rehabilitasi sumberdaya alam, kelembagaan dan usaha, pengelolaan administrasi, ketatausahaan serta pengawasan pelaksanaan teknis Unit Pelaksana Teknis Dinas. Wilayah kerja Dishutbun Wonosobo adalah meliputi seluruh kabupaten wonosobo.

2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Banjarnegara Dishutbun Kabupaten Banjarnegara merupakan stakeholder yang mempunyai kepentingan di Dataran Tinggi Dieng dalam hal rehabilitasi lahan. Dishutbun Kabupaten Banjarnegara melakukan beberapa kegiatan dengan jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2008, misalnya penanaman beberapa jenis pohon di daerah-daerah yang kritis.

Tugas pokok dan fungsi Dishutbun Kabupaten Wonosobo secara rinci terdapat dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 163 tahun 2009. Tugas pokok Dishutbun Kabupaten Wonosobo adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kehutanan dan perkebunan yang menjadi kewenangan daerah. 3. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo

(39)

budidaya tanaman kentang dan batas-batas pengusahaan lahan pertanian pada area-area tertentu, serta inventarisasi hasil pertanian yang ada di Kecamatan Kejajar. Dalam pelaksanaan kegiatannya, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Wonosobo tidak memiliki bagian atau unit pelaksana teknis yang berkonsentrasi dalam penanganan pertanian di kawasan Dieng.

Tugas pokok dan fungsi Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dijelaskan dalam Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 17 Tahun 2008. Tugas pokok dari dinas Pertanian dan Tanaman Pangan adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang sarana dan prasarana, tanaman pangan dan hortikultura serta pengelolaan administrasi, ketatausahaan, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Unit Pelaksana Teknis Dinas. Wilayah kerja dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan meliputi seluruh Kabupaten Wonosobo.

4. Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banjarnegara Dinas Pertanian, Peternakan dan Tanaman Pangan Kabupaten Banjarnegara memiliki kepentingan pada aspek pertanian, yaitu produksi hortikultura. Dispertan Banjarnegara mengenalkan program “Good Agricultural Practice” kepada masyarakat di kawasan Dataran Tinggi Dieng.

Dispertan Kabupaten Banjarnegara mempunyai tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam Peraturan Bupati Banjarnegara Nomor 163 tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi serta Uraian Tugas Jabatan. Adapan tugas pokok Dispertan Kabupaten Banjarnegara adalah melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang pertanian, peternakan dan perikanan yang menjadi kewenangan daerah.

5. Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD)

TKPD ditetapkan secara resmi melalui SK Bupati Wonosobo Nomor 180 / 25/ 2007 pada tanggal 25 Januari 2007. TKPD mempunyai tugas melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi di antara satuan kerja perangkat daerah

Kabupaten Wonosobo dan pihak-pihak terkait dalam upaya pemulihan Kawasan

Dieng dalam konteks Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu. TKPD terdiri dari Tim

Pengarah dan Tim Teknis, dimana masing-masing tim tersebut mempunyai tugas.

Dalam melaksanakan kegiatannya, TKPD dibagi ke dalam beberapa kelompok kerja

(40)

Kinerja TKPD hingga saat ini masih belum terlihat. Kegiatan yang dilakukan TKPD masih dalam tahap survei dan penyusunan rencana pengelolaan. TKPD dibentuk dengan tujuan agar dapat terwujudnya hubungan kerjasama antar stakeholder yang berbeda kepentingan dalam pengelolaan DAS Serayu pada umumnya dan Dataran Tinggi Dieng pada khususnya.

6. Asosiasi Pedagang Carica (APC)

APC merupakan organisasi perkumpulan para pedagang carica yang ada di seluruh Kabupaten Wonosobo. Organisasi ini bergerak dalam hal penyediaan oleh-oleh khas. Organisasi ini belum ditetapkan sebagai organisasi legal, akan tetapi sudah diakui oleh instansi pemerintahan dan organisasi lainnya. APC merupakan organisasi binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Jumlah seluruh UKM yang menjadi anggota APC adalah 25 UKM yang tersebar di seluruh Wonosobo. Kerjasama dengan organisasi lain hanyalah sebatas penyampaian informasi kepada wisatawan mengenai keberadaan lokasi penyedia oleh-oleh khas.

5.2 Pemetaan Stakeholder

Stakeholder yang telah teridentifikasi memiliki nilai kepentingan dan pengaruh. Hasil penghitungan nilai kepentingan dan pengaruh tiap stakeholder berdasarkan panduan penilaian (Lampiran 4 dan Lampiran 5).

Tabel 2 Hasil penghitungan nilai kepentingan

No Nama stakeholder Nilai Total

I II III IV V

(41)

Tabel 3 Hasil penghitungan nilai pengaruh

No Nama stakeholder Nilai Total

I II III IV V

Keterangan : I: Keterlibatan; II: Kebijakan; III: Kontribusi; IV: Kerjasama; V : Kemampuan

Stakeholder yang telah diketahui besarnya nilai kepentingan dan pengaruh kemudian dipetakan ke dalam matrik kepentingan-pengaruh. Hasil pemetaan stakeholder adalah sebagai berikut :

Gambar 5 Pemetaan stakeholder.

Keterangan :

1. Disparbud Wonosobo 2. Disparbud Banjarnegara 3. PPDB

4. Pokdarwis "Dieng Pandhawa" 5. Dispertan Wonosobo

6. Dispertan Banjarnegara 7. Dishutbun Wonosobo 8. Dishutbun Banjarngera 9. TKPD

10. BKSDA Jawa Tengah 11. APC

(42)

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kepentingan sebagai kebutuhan. Stakeholder dengan nilai kepentingan tertinggi adalah Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB dengan nilai 22 poin. TKPD memiliki nilai 19 poin, Disbudpar Banjarnegara, Dispertan Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah dengan nilai 18 poin, Disparbud Wonosobo, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai 16 poin, Dispertan Wonosobo dengan 15 poin serta PHRI dan APC dengan nilai 12 poin. Unsur-unsur penilaian yang digunakan adalah aspek kepentingan, manfaat yang diperoleh, sumberdaya, kapasitas sumberdaya dan prioritas kegiatan.

Sedangkan Pengaruh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti daya yang dimiliki untuk mengubah suatu keadaan. Stakeholder yang memiliki nilai pengaruh tertinggi adalah Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dengan nilai 18 poin. PPDB dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki nilai pengaruh sebesar 13 poin, Dispertan Wonosobo dan Dispertan Banjarnegara dengan nilai 12 poin, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai 11 poin, TKPD dengan nilai sepuluh poin, serta BKSDA Jawa Tengah, PHRI dan APC dengan nilai sembilan poin. unsur-unsur yang digunakan untuk penilaian pengaruh adalah keterlibatan, kebijakan, kontribusi, kerjasama dan kemampuan yang dimiliki oleh stakeholder.

5.2.1 Key player

(43)

1. Kepentingan

Berdasarkan hasil penghitungan nilai kepentingan (Tabel 2) yang dihitung menggunakan panduan penilaian untuk mengetahui nilai kepentingan (Lampiran 3), Disparbud Wonosobo memiliki nilai 16 poin, Disbudpar Banjarnegara memiliki nilai 18 poin serta Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB dengan nilai masing-msing 22 poin. Perbedaan perolehan nilai tersebut dipengaruhi oleh beberapa unsur penilaian.

Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara memiliki nilai yang sama yaitu tiga poin, dalam hal aspek pengelolaan, yaitu stakeholder tersebut hanya fokus pada aspek pariwisata dan kebudayaan saja. Bahkan Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara cenderung kurang peduli pada aspek lain. PPDB memiliki tiga poin dalam hal ini, yaitu PPDB terlibat dalam aspek Pariwisata dan Transportasi. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki nilai lima poin dalam hal ini karena memiliki kepentingan baik itu pada aspek pariwisata, kebudayaan, pertanian, keamanan, pertanian dan lingkungan hidup serta transportasi. Hal ini terlihat dengan adanya delapan kelompok kerja (pokja) yang dimiliki, yaitu pokja souvenir dan kerajinan, pokja home industry makanan khas, pokja pramuwisata dan angkutan, pokja seni dan budaya, pokja keamanan, pokja agrotourism dan lingkungan hidup serta pokja promosi dan pemasaran.

(44)

Nilai yang sama yaitu lima poin juga diperoleh dalam hal sumberdaya yang dimiliki oleh keempat stakeholder tersebut. Seluruh stakeholder tersebut memiliki sumberdaya yang sama, yaitu SDM, dana, fasilitas serta informasi. Dalam hal pemilikan SDM. manajemen SDM pada Disbudpar Banjarnegara lebih baik daripada Disparbud Wonosobo dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa”. Perbedaannya adalah penempatan SDM pada Disbudpar Banjarnegara sudah sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Berbeda dengan Disparbud Wonosobo dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dengan pemilikan SDM yang penempatannya belum sesuai dengan bidang keahliannya. Ketiga stakeholder tersebut memberikan pelatihan terhadap SDM yang dimiliki. Sehingga meskipun penempatan SDM tidak sesuai dengan bidang keahliannya, SDM yang dimiliki oleh Disparbud Wonosobo dan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dapat menyesuaikan diri. Bagi Disbudpar Banjarnegara, kualitas SDM yang telah ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya menjadi lebaih baik. Pelatihan yang diberikan kepada SDM yang dimiliki oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Wonosobo berasal dari pemerintah pusat. Sedangkan pelatihan yang diperoleh oleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berasal dari Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dalam bentuk pembinaan secara intensif. Jumlah SDM yang dimiliki oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara relatif lebih sedikit atau kekurangan SDM jika dibandingkan dengan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” yang memiliki SDM yang lebih banyak. Selain itu, jumlah SDM yang dimiliki oleh Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dibagi ke dalam delapan pokja yang dimilikinya. Lain halnya dengan PPDB, SDM yang dimiliki, memliki kesamaan profesi, yaitu sama-sama sopir bus. Jumlah SDM yang dimiliki adalah 153 orang.

(45)

memiliki kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dieng yang berada di Dataran Tinggi Dieng. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” memiliki kantor sekretariat di Desa Dieng Kulon yang berada di Dataran Tinggi Dieng. Adanya kantor atau skretariat yang berada di Dataran Tinggi Dieng akan memudahkan stakeholder tersebut dalam melakukan kegiatan di Dataran Tinggi Dieng. Dalam hal pariwisata, keempat stakeholder tersebut merupakan sumber informasi bagi stakeholder lainnya maupun bagi wisatawan yang mengunjungi Dataran Tinggi Dieng.

Pokdarwis “Dieng Pandawa” dan PPDB telah mampu mancari dana mandiri. Dana mandiri yang dimiliki Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berasal dari keuntungan yang diperoleh dari adanya pokja suvenir dan pokja home industry makanan khas. Selain itu, dana yang dimiliki juga berasal dari keuntungan yang diperoleh dari pengadaan kegiatan, seperti “Dieng Culture Festival” yang diadakan pada 11 Juli 2010. Sumber dana lainnya dari Pokdarwis “Dieng Pandhawa” berasal dari sponsor. Sumber pendanaan yang dimiliki oleh PPDB berasal dari iuran anggota sebesar Rp 2.500,- per orang setiap bulannya dan keuntungan dari penyewaan bus untuk keperluan wisata yaitu sebesar Rp 25.000,- dari sewa kendaraan sebesar Rp 350.000,-. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dalam melakukan kegiatannya hanya mengandalkan dana APBN maupun APBD. Secara umum, dana yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder untuk kegiatannya masih kurang.

(46)

Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara memiliki nilai yang sedikit berbeda. Disparbud Banjarnegara memiliki SDM yang jumlahnya lebih besar serta SDM yang dimiliki telah sesuai kompetensinya. Disbudpar Banjarnegara juga memiliki Unit Pelaksana Teknis Dieng, yangmenyebabkan Disbudpar Banjarnegara lebih fokus dalam pengelolaan Dataran Tinggi Dieng. Sehingga Disbudpar Banjarnagera memiliki nilai kepentingan yang lebih besar dibandingkan dengan Disparbud Wonosobo.

2. Pengaruh

Berdasarkan hasil analisis stakeholder, diperoleh hasil bahwa Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara memiliki pengaruh dengan nilai 18 poin. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB memiliki nilai 13 poin. Masing-masing stakeholder memiliki keterlibatan yang berbeda-beda. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara mempunyai nilai keterlibatan sebesar empat poin. Angka tersebut menunjukkan bahwa tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng tidak dapat berjalan tanpa kehadiran, arahan dan pengawasan dari Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara namum, Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB hanya memiliki nilai dua poin,yaitu kedua organisasi tersebut hanya terlibat dalam bentuk kehadiran saja.

Keempat stakeholder yang ada di kuadran key player tidak mengeluarkan kebijakan yang dapat mempengaruhi tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara hanya melaksanakan tupoksi, sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan PPDB hanya melaksanakan AD/ART yang telah dibuat. Nilai masing-masing stakeholder dalam hal kebijakan adalah tiga poin, karena tidak mengeluarkan kebijakan atau aturan yang dapat mempengaruhi tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

(47)

Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara bekerjasama dalam hal pengadaan tiket terusan serta melakukan pembinaan kepada Pokdarwis “Dieng Pandhawa”. Nilai yang dimiliki oleh Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara dalam hal kerjasama masing-masing adalah tiga poin. Sedangkan Pokdarwis “Dieng Pandhawa” adalah dua poin, karena tidak dapat mempengaruhi stakeholder lainnya. PPDB juga memiliki nilai dua poin, karena PPDB melakukan kerjasama dengan beberapa biro perjalanan, seperti FOX, Panorama, Asia Link dan Evergreen.

Keempat stakeholder tersebut memiliki kemampuan berupa kewenangan dan perijinaan dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Pokdarwis “Dieng Pandhawa” terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng karena kesadaran dari masyarakat Desa Dieng Kulon dengan membentuk organisasi tersebut. PPDB terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng karena kesadaran untuk memberikan jasa berupa transportasi untuk keperluan wisata. Sedangkan Disparbud Wonosobo dan Disbudpar Banjarnegara mempunyai kepentingan di Dataran Tinggi Dieng karena melaksanakan tupoksi yang telah ditetapkan.

5.2.2 Subject

(48)

1. Kepentingan

Berdasarkan hasil analisis stakeholder, diperoleh hasil bahwa stakeholder pada kuadran subject yang memiliki nilai kepentingan tertinggi adalah TKPD dengan nilai 19 poin. Nilai ini lebih besar atau sama dengan stakeholder pada kuadran key player. Stakeholder lainnya dalam kuadran ini adalah BKSDA Jawa Tengah dan Dispertan Banjarnegara dengan nilai 18 poin, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai 16 poin serta Dispertan Wonosobo dengan nilai 15 poin.

Jika dilihat dari aspek yang dikelola oleh masing-masing stakeholder dalam kuadran subject, TKPD mempunyai poin terbesar, yaitu lima poin. Hal ini dikarenakan TKPD memiliki kepentingan hampir pada semua aspek yang ada di Dataran Tinggi Dieng, yaitu pariwisata, pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup serta perkebunan. Kemudian Dispertan Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah dengan nilai tiga poin. Dispertan Banjarnegara mempunyai kepentingan pada aspek pertanian dan pelestarian lingkungan serta BKSDA mempunyai kepentingan pada aspek pariwisata dan pelestarian lingkungan. Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara serta Dispertan Wonosobo hanya mempunyai satu aspek kepentingan saja, yaitu sesuai Dishutbun pada aspek kehutanan serta Dispertan Wonosobo pada aspek pertanian saja.

(49)

Pengilon sebesar Rp 2.000,- yang akan masuk ke dalam kas negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Ketersedian sumberdaya merupakan salah satu hal yang menjadikan stakeholder dalam kuadran subject memiliki nilai kepentingan yang besar. Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara, Dispertan Banjarnegara, TKPD memiliki nilai lima poin karena memiliki sumberdaya dalam hal SDM, dana, fasilitas dan infromasi. SDM yang dimiliki oleh stakeholder tersebut telah ditetapkan sesuai dengan bidang keahliannya meskipun beberapa stakeholder masih mengalami kekurangan jumlah SDM. Stakeholder yang merupakan instansi pemerintahan, dalam hal pendanaan kegiatan hanya mengandalkan APBN dan APBD saja.

Fasilitas yang dimiliki oleh BKSDA Jawa Tengah mempunyai nilai yang paling tinggi, karena memiliki pelaksana teknis di Dataran Tinggi Dieng, yaitu TWA Telaga Warna–Pengilon. Stakeholder lainnya memiliki fasilitas berupa kantor hanya sebatas di pusat pemerintahan masing-masing kabupaten saja. TKPD belum memiliki fasilitas berupa kantor secara tetap. Pusat kegiatan TKPD masih dilakukan bersama dengan Bappeda Wonosobo.

Penyampaian informasi dari pemerintah pusat ke masyarakat maupun dari masyarakat ke pemerintah pusat dilakukan dengan baik oleh Dishutbun dan Dispertan masing-masing kabupaten. Informasi yang dimiliki oleh BKSDA Jawa Tengah hanya sebatas informasi tentang pariwisata di dalam kawasan TWA Telaga Warna – Pengilon saja. TKPD memiliki informasi yang lebih besar dibandingkan dengan stakeholder lainnya. Informasi yang dimiliki oleh TKPD bersifat umum, yaitu mencakup semua aspek pengelolaan di DAS Serayu termasuk Dataran Tinggi Dieng karena merupakan sumber mata air bagi Sungai Serayu yang bermuara di Selat Nusakambangan, Cilacap. Sesuai dengan tugas yang dimiliki oleh TKPD, informasi yang dimiliki tersebut disampaikan kepada stakeholder-stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap DAS Serayu.

(50)

Stakeholder lainnya dalam kuadran subject ini tidak menjadikan Dataran Tinggi Dieng sebagai fokus pengelolaannya. Dishutbun Wonosobo dan Banjarnegara, Dispertan Wonosobo dan Banjarnegara serta TKPD memiliki nilai tiga poin dalam hal fokus pengelolaan. Stakeholder tersebut memiliki wilayah kerja yang luas. Dishutbun dan Dispertan memiliki wilayah kerja di seluruh wilayah masing-masing kabupaten sedangkan TKPD dengan wilayah kerja sepanjang DAS Serayu. Akan tetapi fokus pengelolaan stakeholder tersebut terhadap Dataran Tinggi Dieng masih lebih besar dibandingkan dengan kegiatannya di wilayah selain Dataran Tinggi Dieng. Hal ini dikarenakan kesadaran dari stakeholder-stakeholder tersebut bahwa Dataran Tinggi Dieng merupakan kawasan penyangga bagi wilayah-wilayah di bawahnya yang harus selalu dijaga kelestariannya.

2. Pengaruh

Besarnya pengaruh yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder dalam kuadran subject adalah Dispertan Wonosobo, Dispertan Banjarnegara dengan nilai 12 poin, Dishutbun Wonosobo dan Dishutbun Banjarnegara dengan nilai sebelas poin, TKPD memiliki nilai sepuluh poin serta BKSDA Jawa Tengah memiliki sembilan poin.

Dispertan dan Dishutbun masing-masing kabupaten memiliki nilai tiga poin dalam hal keterlibatan, yaitu berupa pengawasan dan aturan. Salah satu aturan yang ditetapkan adalah larangan kegiatan bertani pada kemiringan lereng yang curam. Tetapi masyarakat kurang peduli terhadap aturan tersebut. Sedangkan stakeholder lainnya di dalam kuadran subject hanya memiliki nilai dua poin dalam hal keterlibatan. Bentuk dari keterlibatannya adalah kehadiran masing-masing stakeholder tersebut di dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

Seluruh stakeholder yang berada dalam kuadran subject tidak mengeluarkan kebijakan yang dapat mengubah tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Instansi pemerintah yang masuk ke dalam kuadran ini hanya melaksanakan tupoksi dan menjalankannya sesuai dengan tujuannya masing-masing.

(51)

SDM dan fasilitas. SDM yang diberikan oleh Dispertan berbentuk penyuluh pertanian.

Stakeholder yang berada di dalam kuadran subject tidak melakukan kerjasama dengan stakeholder lain, baik dengan stakeholder di dalam kuadran itu sendiri maupun di luar kuadran subject. Seluruh stakeholder di dalam kuadran ini memiliki nilai kemampuan sebesar tiga poin, yaitu memiliki kewenangan dan perijinan untuk terlibat dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

5.2.3 Crowd

Crowd merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil.

Stakeholder ini akan mempertimbangkan segala kegiatannya untuk terlibat lebih jauh

dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Stakeholder yang berada di dalam kuadran crowd memiliki kepentingan dan pengaruh yang sangat kecil. Stakeholder yang berada pada kuadran ini adalah APC dan PHRI Cabang Wonosobo (PHRI Wonosobo).

1. Kepentingan

Berdasarkan hasil analisis stakeholder, besarnya nilai kepentingan APC dan PHRI Wonosobo adalah 12 poin. perbedaannya adalah APC memiliki kepentingan pada aspek perdagangan sedangkan PHRI Wonosobo pada aspek pariwisata. Dalam hal manfaat yang diperoleh, APC memiliki nilai lebih besar, yaitu tiga poin. sedangkan PHRI Wonosobo hanya mendapatkan nilai satu poin yang berarti bahwa PHRI Wonosobo tidak mendapatkan manfaat apapun dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. APC memperoleh manfaat secara ekonomi, yaitu dari hasil penjualan oleh-oleh khas Wonosobo. Oleh-oleh tersebut berupa sirup carica dan keripik jamur. Selain itu, APC juga bermanfaat sosial bagi anggota-anggotanya.

(52)

Kondisi dari alat tersebut tergolong masih baru yang merupakan bantuan dari Disperindag Wonosobo. SDM yang dimiliki oleh APC sangat terbatas.

Sumberdaya yang dimiliki oleh PHRI Wonosobo berupa fasilitas dan informasi. Fasilitas yang dikelola oleh PHRI Wonosobo adalah 20 unit hotel dan restoran dari kelas melati I hingga hotel bintang 4. Informasi yang dimiliki oleh PHRI Wonosobo berupa informasi tentang wisata di Dataran Tinggi Dieng. SDM yang dimiliki oleh PHRI Wonosobo hanya satu orang yang bertugas sebagai koordinator bagi para pengusaha hotel-hotel dan restoran-restoran yang ada di Wonosobo.

Kedua stakeholder pada kuadran ini tidak menjadikan Dataran Tinggi Dieng sebagai fokus kegiatannya. PHRI Wonosobo memiliki nilai tiga poin dan APC hanya dua poin. Para pengusaha hotel dan restoran memiliki hotel yang tersebar di seluruh Kabupaten Wonosobo. Sedangkan fokus kegiatan APC hanya berjualan makanan khas saja. APC memiliki anggota yang tersebar di wilayah Kabupaten Wonosobo, hanya beberapa anggota saja yang berjualan di Dataran Tinggi Dieng. 2. Pengaruh

Berdasarkan hasil analisis stakeholder besarnya nilai pengaruh yang dimiliki oleh APC adalah sebesar sembilan poin, sedangkan PHRI adalah sembilan poin. Keterlibatan kedua stakeholder ini hanyalah sebatas kehadiran dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng. Sehingga dalam hal keterlibatan, kedua stakeholder ini memiliki nilai dua poin. Kedua stakeholder ini juga sama-sama memiliki nilai dua poin dalam hal kebijakan, karena tidak melaksanakan kebijakan dari siapapun. Kedua stakeholder ini hanya melaksanakan kegiatan berdasarkan AD / ART-nya sendiri.

(53)

memiliki kemampuan berupa perijinan dan kesadaran untuk ikut serta dalam tata kelola wisata di Dataran Tinggi Dieng.

5.3 Mekanisme Kerjasama antar Stakeholder

Hubungan kerjasama antar stakeholder yang berbeda kepentingan sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak ada. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya koordinasi antar stakeholder yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Stakeholder yang mempunyai kepentingan pada aspek pariwisata kurang peduli terhadap aspek lain yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Hubungan kerjasama antar stakeholder disajikan dalam Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4 Hubungan kerjasama antar stakeholder

No Bentuk kerjasama Stakeholder yang melakukan

kerjasama Tujuan

1 Pungutan tiket masuk dan parkir kawasan Dataran Tinggi Dieng berupa Tiket Terusan

- Disparbud Wonosobo - Disbudpar Banjarnegara - BKSDA Jawa Tengah - Pokdarwis “Dieng

Pandhawa”

Meningkatkan

kenyamanan wisatawan

2 Pembinaan Pokdarwis “Dieng Pandhawa”

3 Pembinaan “APC” - Disperindag Kabupaten Wonosobo

- APC

Memberikan pengarahan dan bantuan alat kepada APC

4 Pembinaan kepada beberapa kelompok

- Kelompok Tani “Sprayer”

Memberikan pelatihan dan pengarahan dalam penggunaan lahan dan pertanian di kawasan Dataran Tinggi Dieng 5 Pembinaan kepada

beberapa kelompok tani

‐Dispertan Banjarnegara

‐Asosiasi Penangkar Benih Kentang

Memberikan pelatihan dan pengarahan dalam menangkarkan benih kentang

(54)

Mekanisme hubungan antar stakeholder tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 6 Mekanisme hubungan antar stakeholder.

1. Kerjasama Tiket Masuk Objek Wisata dan Tarif Parkir

(55)

Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan, sehingga antara Disparbud Wonosobo, Disbudpar Banjarnegara dan BKSDA Jawa Tengah berinisiatif untuk melakukan kerjasama.

Kerjasama ini merupakan kerjasama dalam menentukan harga tiket terusan dan bagi hasil dari penetapan harga tiket terusan tersebut. Total harga tiket yang diberlakukan dalam kerjasama tersebut adalah Rp 14.000,00 untuk wisatawan nusantara dan Rp 50.000,00 untuk wisatawan mancanegara. Objek wisata yang dapat dikunjungi dengan tiket tersebut adalah Kompleks Candi Pandhawa, Kawah Sikidang, Dieng Plateau Theatre dan TWA Telaga Warna-Pengilon. Pembagian hasil dari tiket terusan tersebut adalah Rp 6.000,00 (wisatawan nusantara) dan Rp 20. 000,00 (wisatawan mancanegara) untuk Disbudpar Kabupaten Banjarnegara dengan objek wisata Candi Pandawa dan Kawah Sikidang, Rp 6.000,00 (wisatawan nusantara) dan Rp 20.000,00 (wisatawan mancanegara) untuk Disparbud Kabupaten Wonosobo dengan objek wisata Dieng Plateau Theatre dan Telaga Warna serta Rp 2.000 (wisatawan nusantara) dan Rp 10.000,00 (wisatawan mancanegara) untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditetapkan oleh BKSDA dengan objek TWA Telaga Warna-Pengilon.

Selain dalam hal penetapan tiket masuk objek wisata dalam bentuk tiket terusan, Disparbud Kabupaten Wonosobo dan Disbudpar Kabupaten Banjarnegara menetapkan tarif retribusi berupa tarif parkir. Jumlah tarif parkir yang harus dibayarkan oleh wisatawan setiap mengunjungi satu objek wisata adalah Rp 1.000,- untuk kendaraan roda dua, Rp 2.000,- untuk kendaraan roda 4 dan Rp 3.000,- untuk kendaraan roda 6 atau lebih. Petugas parkir diserahkan kepada Pokdarwis “Dieng Pandhawa” melalui pokja keamanan yang dimilikinya.

2. Pembinaan kepada Pokdarwis “Dieng Pandhawa” dan APC

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran.
Gambar 2  Sistem kepariwisataan (Steck et al. 1999 dalam Damanik dan Weber 2006).
Gambar 3  Matriks kepentingan-pengaruh (Reed et al. 2009).
Tabel 1  Matriks pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cara lain yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Banjarnegara dalam pengembangan kepariwisataan Dataran Tinggi Dieng dengan mempromosikan budaya lokal yang berupa seni

Danau-danau volkanik di Dataran Tinggi Dieng terkenal karena keunikannya dan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Di Daerah Dataran Tinggi Dieng telah terjadinya

Danau-danau volkanik di Dataran Tinggi Dieng terkenal karena keunikannya dan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Di Daerah Dataran Tinggi Dieng telah terjadinya

Skripsi dengan judul “Sistem Nafkah Rumahtangga Petani Kentang di Dataran Tinggi Dieng (Kasus Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi

Dieng Culture Festival sendiri merupakan bentuk nyata dari pengembangan pariwisata budaya di Kawasan Dataran Tinggi Dieng akibat adanya peran dan pengaruh Pokdarwis

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah Perancangan Audio Visual Video Profile Pesona Wisata Wonosobo, Negeri Di Atas Awan Dataran Tinggi

Gambar 10 Rataan jumlah sista NSK dan temperatur tanah pada lahan kentang dengan ketinggian yang berbeda di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012.. Fluktuasi angka prevalensi

Keanekaragaman Jenis Plankton di Cagar Alam Tlogo Dringo, Dieng Fitoplankton Kelas Zooplankton Kelas Characium sp Chlorophyceae Bosmina sp Crustacea Cosmorium sp Cypridopsis sp