BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Anatomi duodenum
Duodenum berasal dari kata dodekodoktulos (=duabelas jari) yang
embriologisnya berasal dari foregut dan midgut. Panjangnya kurang lebih
sama dengan lebar duabelas jari tangan (dua puluh lima sampai tiga puluh
sentimeter) yang dijejerkan, mempunyai bentuk seperti huruf C yang
melengkung mengelilingi kaput pankreas.10
Duodenum terdiri dari empat bagian yaitu:
o pars superior
o pars descendens
o pars inferior
o pars ascendens
Sekitar dua sampai lima sentimeter bagian pertama pars superior
duodeni tertutup oleh peritoneum. Omentum minus melekat pada bagian
atas pars superior dan omentum majus pada bagian bawahnya. Dengan
adanya ligamentum hepatoduodenale maka bagian pertama pars superior
duodeni terletak pada intraperitoneal sedangkan pada bagian yang lain
terletak retroperitoneal sekunder.
2.1.1.1. Pars superior duodeni. Panjangnya dua setengah sampai lima
sentimeter. Bagian proksimal pars superior duodeni disebut
duodenal cap karena lipatan mucosanya sedikit sehingga pada
pemeriksaan radiografi, permukaanya tampak licin. Bagian ini
mudah bergerak mengikuti perubahan letak pylorus, karena
mempunyai mesenterium yang berupa ligamentum
hepatoduodenale. Setengah bagian distal tidak mempunyai
mesenterium sehingga sukar bergerak.
2.1.1.2. Pars descendens duodeni. Panjangnya delapan sampai sepuluh
sentimeter, berjalan vertikal ke bawah di depan hilum renale
kanan, pada sisi kanan vertebra lumbale kedua dan ketiga. Bagian
ini mempunyai lipatan mukosa yang lebih tebal. Dibagian anterior,
pars descendens duodeni berhubungan dengan vesica fellea, lobus
hepatis dexter, colon transversum, intestinum tenue. Dibagian
posterior terdapat ureter kanan hilum renale kanan; disebelah
lateral berhubungan dengan colon ascendens,flexura coli
dextra,dan lobus hepatis dexter, sedangkan disebelah medial
ductus choledochus menembus dinding duodenum. Pada bagian
posteromedial terdapat muara bersama dari ductus pancreaticus
dan ductus choledochus dengan membentuk ampulla
hepatopancreatica yang kemudian bermuara ke duodenum .
Muara ini tampak berupa tonjolan yang disebut papilla duodeni
major (Vater). Kadang kadang didapatkan masing masing saluran
tersebut terdapat spinchter odii yang dapat mengatur cairan
empedu dan cairan pancreas. Ductus pancreaticus accesorius
bermuara pada duodeni minor, yang letaknya sekitar dua
sentimeter disebelah atas papilla duodeni major.
2.1.1.3 Pars inferior duodeni. Panjangnya pars inferior duodeni bervariasi
antara lima sampai delapan sentimeter,berjalan horizontal ke arah
kiri pada bidang subcostalis dibawah caput pancreatis setinggi
vertebra lumbalis ke tiga. Arteria mesenterica superior dan vena
mesenterica superior yang terletak didepannya dapat menekan
duodenum dan keadaan demikian dapat menyebabkan obstruksi
pada duodenum. Hal ini mungkin terjadi pada orang yang
melakukan diet sangat ketat dan pada penyakit yang berat, yang
menyebabkan hilangnya jaringan lemak di dalam mesenterium
2.1.1.4. Pars ascendens duodeni. Bagian ini mempunyai panjang dua
setengah sampai lima sentimeter, membelok keatas dan ke depan
sampai menjadi flexura duodenojejunalis. Didaerah ini terdapat
ligamentum suspensorium duodeni (Treitz) yang terdiri dari otot
polos dan jaringan elastik berbentuk seperti segitiga yang berjalan
di bagian belakang duodenum menuju crus dextrum dari
diaphragma. Ligamentum ini memperkuat bagian akhir duodenum
dan dapat menjadi tanda pada waktu melakukan pembedahan
karna dapat diraba. Mucosa bagian pertama duodenum halus dan
rata,sedangkan bagian selanjutnyalebih kasar dan tebal,disebut
plica semicircularis (Kerckring).
2.1.2 Fungsi duodenum
Duodenum masih berfungi untuk pencernaan dimana chyme yang
masuk akan dicampur dengan sekresi dari hepar dan pankreas bersama
enzim yang disekresi oleh duodenum sendiri. Duodenum turut mengatur
pengosongan gaster dan vesica fellea antara lain dengan cara mengeluarkan
hormon enterogastrone yang kerjanya menghambat peristaltik gaster dan
juga menghasilkan cholecystokinin yang merngsang kontraksi dari vesica
2.1.3 Pembuluh darah
Bagian proximal duodenum mendapat darah dari cabang arteria
coeliaca yaitu arteri gastrica dextra dan arteria gastroduodenalis. Dari arteri
gastroduodenalisdipercabangkan arteria pancreaticoduodenalis superior.
Bagian distal duodenum mendapat darah dari cabang arteria mesenterica
superior yaitu arteri pancreaticoduodenalis inferior. Pembuluh darah yang
mensuplai darah untuk bagian pertama duodenum dan bagian akhir gaster
kurang banyak,sehingga bagian duodenum ini diangkat pada
pembedahan,maka bagian akhir gaster akan kekurangan darah sehingga
harus ikut dipotong. Berlainan dengan bagian proximal , supali darah untuk
pars descendens dudeni dan pars inferior duodeni sangat banyak. Darah
vena pada akhirnya akan dialirkan ke vena portae hepatis. Karena letak
duodenum yang sebagian besar retroperitoneal,maka ada anastomasis
transperitoneal melalui vena Retzius dengan sistem vena umum pada
dinding tubuh.
2.1.4 Persarafan
Duodenum mendapatkan persaraan saraf parasimpatis dari nervus
vagus melalui plexus coeliacus dan persarafan simpatis melalui nervus
splanchnicus major,ganglia coeliaca dan plexus coeliacus. Rasa nyeri dari
nervus splanchnicus major yang mempunyai hubungan dengan saraf spinal
dari segmenta thoracicae tujuh sampai sembilan yang mengurus
epigastrium.
Gambar anatomi duodenum 2.1.
2.2 Fisiologi Duodenum
Pencernaan makanan ialah suatu proses biokimia yang bertujuan untuk
mengolah makanan yang dimakan menjadi zat zat yang mudah di serap oleh
selaout selaput lendir usus, bilamana zat zat tersebut di perlukan oleh badan.
Proses biokimia tersebut agar dapat berlangsung secara optimal dan efesien harus
Agar supaya enzim enzim tersebut dapat mempengaruhi proses pencernaan
secara optimal dan efesien, maka enzim tersebut harus mempunyai kontak yang
baik dengan makanan yang dimakan.
- Proses pengunyahan
- Proses penelanan
- Proses pencairan dan perncernaan
- Proses penyerapan
Proses penyerapan terutama terjadi di usus halus (intestinum). Dari tiga
intestinum yang paling aktif untuk melakukan absorpsi KH,fat,protein terutama
di duodenum dan bagian atas jejenum. Karena harus melalui dinding lumen maka
zat makanan harus dalam bentuk larutan atau dalam bentuk molekul yang sekecil
kecilnya. Penghancuran tersebut dapat dilakukan secara mekanik oleh enzim.
Agar absorpsi dapat berjalan cepat dan sempurna, maka permukaan usus harus
seluas luasnya. Hal ini terjadi karena mukosa usus berlipat lipat (plika sirkularis)
dan adanya vili intetinalis.
Absorpsi makanan dapat terjadi secara pasif dan aktif
a. Absorpsi pasif terjadi karena difus, perbedaan kepekatan bahan dalam lumen
dan melliu interium dan sebagainya
Ada macam macam diantaranya:
- Exchange diffusion
- Dan lain lain
b. Absorpsi aktif
Bagaimana terjadinya sampai sekarang belum diketahui dengan jelas.
Absorpsi dan pencernaan makanan, elektrolit dan cairan terjadi terutama di
duodenum dan bagian atas jejunum.
2.3. Histologi Duodenum
Ciri khas pada bagian pertama usus halus yaitu duodenum,adalah adanya
kelenjar duodenal (Brunner) yang tubulo alveolar bercabang didalam submukosa.
Duktus ekskretorius kelenjar ini menembus mukosa muskularis dan
mencurahkan sekretnya ke dalam lumen duodenum pada dasar kelnjar intestinal.
Fungsi utama kelenjar duodenal adalah melindungi mukosa duodenum terhadap
isi gaster yang sangat korosif. Fungsi ini terlaksana dengan menghasilkan mukus
dan ion ion bikarbonat yang alkalis yang menetralkan chymus asam yang
memasuki duodenum dari lambung. Kelenjar duodenal mencurahkan sekretnya
ke dalam lumen sebagai respon atas masuknya chysmus asam dan terhadap
rangsangan parasimpatis melalui nervus vagus.
Sekret alkalis ini juga membantu kerja enzim pencernaan. Kelenjar duodenal
mengahambat sekret HCL oleh sel parietal gaster dan meningkatkan poliferasi
epitel pada usus halus.
Lapisan dinding duodenum:
1. Tunica mukosa
a. Pada Tunica mukosa terlihat vili intestinal (Vi) yang menonjol kearah
lumen yang diliputi oleh epitel selapis silindris yang bermikrovili.
Diantara sel epitel dapat terlihat sel piala (Gc) yang berwarna pucat.
b. Diantara vili intestinal terdapat lekukan yang merupakan kripta yang
melanjutkan diri menjadi glandula lieberkuhn. Sebagai kelenjar ada
yang terpotong melintang. Tunica muskularis terlihat lebih tebal daripada
dinding lambung.
2. Tunika submukosa
a. Didalamnya terdapat kjelenjar yang disebut glandulua duodenalis
bruneri,kelenjar ini berbentuk tubuler bercabang dengan ujungnya
bergulung. Sel epitel kelenjar kuboid. Inti gepeng di bagian basal. Lipatan
tunika submukosa disebut plika sirkularis Kercking.
3. Tunika muscularis
a. Stratum sirkuler, terdiri atas serabut serabut otot melingkar, pada
perbatasan dengan lambung membentuk sfingter pilori.
b. Stratum longitudinal, terbentuk oleh serabut serabut otot yang memanjang
4. Tunika adventitia
a. Terdiri dari jaringan pengikat longgar, yang sebagian dilapisi mesotel
sehingga disebut tunika serosa.
Gambar histologi duodenum 2.2. Stained with haemotoxylin and eosin
1. Tunica mucosa
2. Tunica submukosa
3. Tunica muscularis propria
4. Tunica serosa
5. Villi
6. Glands(crypts) in the lamina propria of the mucosa
Sumber: http://www.Histol-Chuvashia.Com/atlas-en/digest
Gambar histologi duodenum 2.3.
Stained with haematoxylin and eosin
1. Tunica mucosa
2. Tunica submucosa
3. Tunica muscularis propria
4. Tunica serosa
5. Villi
6. Glands (crypts) in the lamina propria of the mucosa
Efisiensi fungsi penyerapan usus halus ditingkatkan oleh sejumlah
perubahan yang meningkatkan permukaan total mukosa, yang paling mencolok
adalah plika sirkularis ( Valvula Kerkring ) sebagai lipatan lipatan setengah
lingkaran sampai dua pertiga lingkaran lumen, cara kedua adalah banyaknya vili
intestinalies, paling banyak di duodenum dan yeyenum proksimal, seperti pada
lambung , epitel pelapis saluran cerna ditutupi selapis mukus pelumas dan
pelindung.11
Sel sel epitel usus memiliki kemampuan luar biasa untuk menutupi
robekan pada membrannya agar tetap hidup, epitel usus halus normalnya diganti
baru seluruhnya dalam 3-6 hari, dan jangka hidup sel Goblet usus hanya 4-6 hari
(waktu yang diperlukan untuk berdiferensiasi dalam kriptus , bergeser ke atas
villi dan dilepaskan pada ujung villus, jadi dalam satu siklus sel Goblet terus
bersekresi selama satu siklus sekresi ( cell turnover).12
Jalannya peristiwa ini dapat berubah oleh iritans yang meningkatkan
kecepatan pelepasan mukus.
2.4. Patologi Duodenum
Rangsangan berbahaya tidak perlu bersifat mematikan (lethal). keparahan
atau durasi jejas yang terbatas memungkinkan sel dan jaringan ke kondisi normal
semula. Yang sama pentingnya pada keseimbangan ketahanan hidup adalah
kemampuan sel yang mengalami jejas dapat berespon dan beradaptasi terhadap
perubahan adaptif bahwa sel dan jaringan mengalami hal seperti itu sebagai
respon terhadap ganguan fisiologi dan patologi.13
Adaptasi seluler terhadap jejas, meskipun dalam keadaan normal sel harus
secara konstan beradaptasi terhadap perubahan di lingkungan nya. Adaptasi
fisiologi ini biasanya mewakili respon sel terhadap perangsangan normal oleh
hormon atau mediator kimiawi endogen.13
Ketidakseimbangan antara faktor faktor agresif (zat asam dan pepsin) dan
faktor faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa duodenum menyebabkan
terjadinya peradangan.
Asam yang bersifat korosif ini yang merupakan faktor terpenting dalam
menimbulkan kerusakan mukosa duodenum
Beberapa tanda terjadinya peradangan pada usus yaitu vili usus menjadi lebih
panjang, dinding usus menebal. Berdasarkan gambaran histopatologi,pada
peradangan akut terjadi edema di lamina propria disertai infiltrasi leukosit dalam
jumlah yang ringan dan lebih didominasi oleh neutrofil.14
Selain itu ruang antar vili dan kripta menjadi lebih besar karena berisi leukosit
dan sel debris.14 Dalam beberapa kasus,dapat terjadi inflamasi akut dan kronis
secara bersamaan desertai kematian jaringan.
Peradangan dapat menyebabkan terjadinya erosi dan ulser di usus. Istilah erosi
digunakan untuk menggambarkan kerusakan epitel usus pada fokus tertentu
Ulser digunakan untuk menggambarkan hilangnya epitel usus pada fokus
tertentu tanpa disertai hilangnya muskularis mukosa atau bahkan lebih dalam
lagi.15
Lesi ulser biasanya terjadi pada lapisan submukosa atau mukosa dan
kadangkala disertai edema. Pada tepi ulser biasanya terjadi hiperplasia epitel
mukosa.15
2.4.1.Hiperplasia
Merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.
Hipertrofi dan hiperplasia terkait erat dan sering terjadi secara bersamaan
dalam jaringan sehingga keduanya bereperan terhadap penambahan ukuran
organ secara menyeluruh. Namun demekian, pada kondisi tertentu, bahkan
sel yang secara potensial sedang membelah seperti epitel sel usus ,
mengalami hipertrofi tetapi tidak hiperplasia.13
Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik. Hiperplasia fisiologik
dibagi terdiri dari Hiperplasia humoral dan hiperplasia kompensatoris.
Hiperplasia juga merupakan respon kritis sel jaringan ikat pada
penyembuhan luka; pada keadaan tersebut fibroblas yang distimulasi faktor
pertumbuhan dan pembuluh darah berproliferasi untuk mempermudah
perbaikkan.13
Pada hiperplasia humoral jika rangsangan faktor hormonal atau faktor
pertumbuhan menghilang,hiperplasia pun menghilang. Hal tersebut yang
ada rangsangan hormonal. Namun hiperplasia patologik merupakan tanah
yang subur, yang akhirnya dapat muncul proliferasi kanker.13
2.4.2. Nekrosis
Tingkat keparahan respon inflamasi, penyebab spesifiknya, dan
jaringan khusus yang terlibat,semuanya dapat mengubah gambaran
morfologi dasar inflamasi akut dan kronik. Jejas sel ireversibel-Nekrosis
menunjukan perubahan morfologik yang mengikuti kematian sel pada
jaringan hidup.13 Seperti yang sering digunakan,nekrosis merupakan
korelasi makroskopik dan histologik kematian selyang terjadi dilingkungan
cedera.13 Berdasarkan tingkat keparahan nekrosis pada sel epitel dibagi
menjadi dua yaitu erosi dan ulserasi. Erosi dimana nekrosis tidak sampai
ke muskularis mukosa dan submukosa sedangkan pada ulserasi
menunjukkan tempat inflamasi yang permukaan epitelnya telah menjadi
nekrotik dan terkikis, sering kali karena inflamasi akut dan inflamasi kronis
subepitel.13 Ulserasi dapat terjadi karena cedera toksik atau cedera
traumatik pada permukaan epitel.13
2.5. Tikus Putih (Rattus novergicus L.) Jantan Galur Wistar
Tikus mempunyai potensi berkembang biak yang sangat besar. Seekor
betina mampu melahirkan 10-12 ekor keturunan dengan kemampuan
tikus betina sangat aktif dan dapat bunting lagi pada kondisi anak masih dalam
susuan.Tikus betina mampu mengasuh 2-3 generasi dengan selisih umur antar
generasi satu bulan. Masa menyusui berlangsung 3-4 minggu dan menyapih
anaknya setelah berumur satu bulan. 16
Tikus adalah spesies vertebrata yang paling umum digunakan untuk
penelitian, populer karena ketersediaan mereka, ukuran, biaya rendah,
kemudahan penanganan, dan tingkat reproduksi yang cepat. 17
Tikus Wistar adalah outbred regangan dari albino tikus milik spesies Rattus
novergicus. Strain ini dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk
digunakan dalam penelitian biologi dan medis, dan terutama galur tikus
pertama dikembangkan untuk melayani sebagai model organisme pada saat
laboratorium terutama digunakan Mus musculus, atau tikus Rumah umum.
Lebih dari setengah dari semua strain tikus laboratorium adalah keturunan dari
koloni asli yang didirikan oleh ahli fisiologi Henry Donaldson, J. Milton
administrator ilmiah Greenman, dan peneliti genetik atau embriologi Helen
Dean Raja. 18
Daerah dengan pola tanam teratur dan serempak, perkembangbiakan tikus
mengikuti pola yang teratur pula. Hal ini disebabkan karena perkembangbiakan
2.5.1. Habitat dan Ruang Gerak Tikus Putih Jantan
Habitat tikus mempunyai agro-ekosistem yang berbeda
tergantung pada spesis tikus. Untuk jenis Rattus norvegicus, R. rattus
dan Mus musculus biasanya berada pada pemukiman penduduk, rumah
dan gudang, sedangkan untuk jenis R. argentiventer, R. exulan dan
Bandicota indica berada di areal pertanaman atau di luar pemukiman
penduduk. Walaupun demikian, bisa saja suatu saat tikus yang tinggal
dipemukiman akan berpindah ( migrasi ) ke areal pertanaman terutama
jika kondisi pakan berkurang. Distribusi dari R.argentiventer, R.exulan
dan B.indica hanya disekitar Asia Selatan dan Tenggara, sedangkan
R.novergicus, R.rattus dan M.musculus mempunyai distribusi geografi
yang menyebar ke seluruh dunia sehingga disebut hewan kosmopolitan.
19
2.5.2. Pakan dan Preferensi Makan Tikus Putih Jantan
Tikus adalah binatang pemakan segala ( omnivore ) , oleh sebab itu
mampu mengkonsumsi segala jenis pakan yang ada di sekitarnya mulai
dari jenis padi-padian, ubi-ubian, kacang-kacangan, bahkan dapat
mengkonsumsi serangga dan sifut. Kemampuan mengkonsumsi pakan
bervariasi menurut jenis pakan yang tersedia. Pada pakan beras
20,6 g/hari, jagung pipil 8,2 g/hari, kacang tanah 7,2 g/hari sedang pada
ikan teri 4,0 g/hari. Apabila pakan tersebut di atas diberikan secara
[image:18.612.228.389.218.404.2]bersamaan, maka preferensi makannya tertuju kepada beras. 20
Gambar tikus putih 2.4
[image:18.612.195.434.447.634.2]2.6. Boraks
Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium tetraborate
decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk
mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik
boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika
dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol.
Asam borat atau boraks ( boric acid ) merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks
adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal
putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air,
boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat. 21
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat
dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan
yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan
senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen.
Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan
oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi
sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk
hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen. 22
Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan
Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan ke dalam bahan pangan
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa
senyawa asam borat ini dipakai pada lontong agar teksturnya menjadi bagus
dan kebanyakan ditambahkan pada proses pembuatan bakso. Komposisi dan
bentuk asam borat mengandung 99,0 % dan 100 % H3BO3. Mempunyai
bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50 % ; H = 4,88 % ; O = 77,62 %
berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan
tak berbau serta agak manis. 24
Karekteristik boraks antara lain 25: a. Warna adalah jelas bersih
b. Kilau seperti kaca
c. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
d. Sistem hablur adalah monoklin
e. Perpecahan sempurna di satu arah
f. Warna lapisan putih
g. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan
garam asam bor yang lain.
h. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak
lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5
bagian gliserol 85 % dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah
menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu
100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat ( HBO2 ).
Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu
gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan
yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali
karbonat dan hidroksida. 24
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan
tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan
lontong akan membuat bakso atau lontong tersebut sangat kenyal dan tahan
lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan
mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah.
Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih
alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus
dilakukan uji khusus boraks di Laboratorium 3.
2.6.1. Kegunaan Boraks
Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair ( natrium
hidroksida atau asam borat ) . Baik boraks maupun asam borat
memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi
sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres,
digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih
atau pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu. 25
2.6.2. Dampak Boraks Terhadap Kesehatan
Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap
organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh.
Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal
merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ
yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa
dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan
bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20
gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan
anak-anak. 6
Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya
yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada
kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang sangat
berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat
tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia.
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung
berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi ( tertimbun )
sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya
Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan
dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui
keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme
tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. 8
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan
gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks
menyebabkan demam, anuria ( tidak terbentuknya urin ) , koma,
merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis,
tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian. 9
Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu
lama. Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun,
muntah, diare, ruam kulit, aloposia, anemia dan konvulsi. Penggunaan
boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu
gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan
kekacauan mental. Jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa
mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan,
ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran
pernapasan dan pencernaan, kulit yang luka atau membran mukosa. 6 Boraks bersifat toksik ( racun ) untuk semua sel dan jaringan
tubuh termasuk ginjal, dapat menimbulkan radang pada saluran
pencernaan, degenerasi atau pengecilan hati, edema atau pembengkaan
2.7. Kerangka Teori
Gambar 2.6. Kerangka Teori Input
dosis boraks Pengaruh pada
Duodenum:
o Sifat iritatif (kondisi akut )Kerusakan pada pencernaan (usus)
o Sifat Karsinogenik (dalam jangka waktu yang lama)
Hiperplasia sel goblet
Kerusakan mukosa Radang pada saluran pencernaan:
sebukan sel radang
Proses Output
Erosi
metaplasia Ulkus
Keterangan :
Yang diteliti=
Yang tidak diteliti=
Garis hubungan/pengaruh yang diteliti=
2.8. Kerangka Konsep
Gambar.2.7. kerangka Konsep
Inflamasi:
Sebukan sel radang Boraks
Duodenum
pH : ASAM
Perubahan struktur mukosa
Hiperplasia sel goblet dan metaplasia
Nekrosis :
Ringan : Erosi < 50%
Sedang: Erosi > 50%
2.9. Hipotesis
1. Terdapat perbedaan perubahan dan kerusakan gambaran histopatologi
duodenum tikus Wistar antara kelompok yang mendapat boraks dengan
kelompok kontrol.
2. Ada hubungan dosis-respon yaitu semakin tinggi dosis boraks peroral,