• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB. II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Pangan jajanan yang banyak dijajakan oleh pedagang kaki lima baik yang statis maupun pedagang keliling yang dalam bahasa Inggris disebut street food, yang menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (FAO, 1997).

Di banyak negara terutama negara berkembang termasuk Indonesia pangan jajanan mempunyai kontribusi ya ng besar dari sektor informal dalam menunjang perekonomian terutama untuk golongan tertentu. Meningkatnya pangan jajanan yang begitu pesat disebabkan karena peningkatan populasi penduduk, perubahan keadaan sosio ekonomi, peningkatan angka pengangguran, urbanisasi, dan turisme. Selain itu pangan jajanan dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik, bervariasi, dan umumnya mempunyai citarasa lezat, serta terkadang dijadikan sebagai “habitual food” (FAO, 1997).

Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼ waktunya di sekolah Sebuah penelitian yang dilakukan tahun 2004 di Jakarta menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp 7000. dan hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah. Karenanya mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut. Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%(3), sehingga pangan jajanan mempunyai peran penting

dalam pertumbuhan dan berperan dalam prestasi belajar anak sekolah. ( Maskar, 2004).

Dibalik kelebihan tersebut, pangan jajanan anak sekolah mempunyai masalah besar terhadap keamanan pangan (food safety). Berdasarkan data pengawasan tahun 2006 yang dilakukan Badan POM di 478 Sekolah Dasar

(2)

PJAS yang dianalisis, 1069 contoh diantaranya adalah produk Es (es sirop, es mambo, es loypop, dsb), sirop jely, agar, dan minuman ringan, dimana 458 ( 42,84 %) contoh diantaranya mengandung siklamat melebihi batas

penggunaan yang diizinkan (BPOM, 2006).

A. PEMANIS BUATAN SIKLAMAT

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Per/Menkes/V/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, pengertian pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Ada tiga kelompok pemanis manis dalam pangan yang biasa dikonsumsi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung , yaitu : pemanis berkalori; pemanis rendah kalori; dan pemanis non kalori.

Pemanis buatan atau pemanis sintetis merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilai gizi (non-nutritive sweeteners). Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula murni karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami, selain rasanya lebih manis dan harganya lebih murah, pemanis buatan juga dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes).

Siklamat adalah merupakan salah satu contoh pemanis non kalori, dimana pemanis non kalori umumnya dibuat dari bahan-bahan kimia atau sintetis, namun ada yang dibuat dari bahan alami meskipun dalam jumlah terbatas. Pemanis non kalori (siklamat) banyak digunakan bagi dunia usaha dalam produk pangan karena sangat menguntungkan, karena dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam menghasilkan rasa manis, dimana tingkat kemanisan siklamat 30 kali gula ( Dahrul, et al 2005), selain itu siklamat juga termasuk pemanis buatan nonkalori yang telah digunakan lebih 50 negara. Pada tahun 1969, FDA melarang penggunaan siklamat dalam produk pangan. Pasalnya siklamat sering dicampur dengan sakarin,

(3)

dan ketika diberikan pada hewan percobaan terlihat ada indikasi menyebabkab kanker. Namun setelah dilakukan penelitian toksikologi lebih lanjut oleh World Health Organization (WHO), tidak ada bukti siklamat bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker, akhirnya pelarangan tersebut dicabut kembali.

A.1. Sifat Fisikokimia

Siklamat atau asam sikloheksilsulfamat (CAS-No.100-88-9) memiliki struktur molekul sebagai berikut :

NH S

O O

OH

Dengan rumus kimia C6H13NO3S memiliki massa molekul

relatif (Mr) 179,24 g / mol, merupakan senyawa polar dengan nilai logaritma koefisien partisi oktanol – air (Log P), menurut hasil perhitungan dengan program ChemDraw, sebesar 0,35, memiliki kelarutan dalam air 200 g / L, mengalami penguraian pada suhu 265 °C. Sebagai pemanis digunakan juga garam natrium – dan kalsium – sikloheksilsulfamat ( Wikipedia , 2005 )

A.2. Stabilitas dan Reaktivitas Kimiawi

Berdasarkan evaluasi Keamanan Pemanis Siklamat oleh Emran, 2007 disampaikan bahwa Siklamat tahan terhadap pemanasan sehingga cocok digunakan pada produk makanan yang harus dimasak pada proses pengolahan. Ikatan antara atom S dan N pada siklamat merupakan ikatan amida, tepatnya amida sulfonat, sehingga disamping keasaman atom H yang terikat pada gugus sulfonat, atom yang terikat pada atom N juga bersifat asam, berdasarkan prinsip NH asiditas. Secara kimiawi ikatan amida tersebut dapat diputus dengan reaksi hidrolisis dengan katalisis asam maupun basa disertai pemanasan,

(4)

stabil dari ikatan ester, sehingga reaksi hidrolisis tersebut juga lebih sulit dilakukan dari pada hidrolisis ester. Namun demikian, pada saluran pencernaan, dengan bantuan mikroba, reaksi hidroslisis dapat terjadi pada suhu tubuh manusia.

A.3. Toksisitas pada hewan percobaan

Siklamat dapat dimetabolisme menjadi sikloheksilamin, suatu senyawa yang dilaporkan lebih toksik dari siklamat sendiri (Renwick AG.1986). Pada percobaan menggunakan tikus dan anjing, sikloheksilamin dilaporkan menyebabkan atropi testis dan mengganggu spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Takayama melalui hasil uji toksisitas jangka panjang selama 24 tahun dengan menggunakan hewan percobaan kera menunjukkan terjadinya adenocarcinoma pada kolon, carcinoma hepatoselular metastatik, dan adenocarcinoma papilar pada prostat, pada kera yang diberi siklamat. Namun demikian Takayama menyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup bukti mengenai karsinogenisitas siklamat karena tumor yang teramati pada hewan percobaan terjadi pada jaringan yang berbeda dan pada frekuensi yang lazim teramati pada kera. Selain itu tidak dilaporkan menggunakan tikus yang menjadi dasar pelarangan penggunaan siklamat di Amerika Serikat (Takayama, 2000).

Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assesment Commitee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA the Scientific Commitee for Foods of the European Union, dan WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik ( Weichrauch dan Diehl, 2004 ).

JECFA menetapkan jumlah batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari (acceptable daily intake = ADI) sebesar 11 mg/kg BB. Indonesia juga menetapkan nilai ADI untuk siklamat sebesar 11 mg/kg. Namun demikian berdasarkan survey paparan yang dilakukan Badan POM di Malang terhadap total 72 responden murid sekolah dasar, menunjukkan asupan harian siklamat sebesar 26,4

(5)

mg/kg/BB/hari yang berasal dari produk minuman dan snack. Paparan tersebut telah melampaui nilai ADI (11 mg/kgBB/hari) sebesar 2,4 kali. Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia diprediksi cukup tinggi. (Emran, 2007).

Menurut data dari INCHEM (1999) didapatkan data karsinogen dari binatang yaitu sodium siklamat yang diuji dengan cara oral dalam dua percobaan pada me ncit, salah satu kelompok untuk penelitian multigenerasi, dan dalam tiga penelitian dalam tikus. Tidak ada hubungan peningkatan tumor yang terjadi. Sodium siklamat juga diuji secara oral dalam percobaan lain pada tikus, mencit, hamster dan monyet, tetapi hasilnya tidak dapat di evaluasi karena banyak data yang tidak lengkap. Pada pertemuan itu juga didapatkan evaluasi bahwa tidak cukup kejadian karsinogenitas pada manusia serta tidak cukup percobaan pada binatang yang menyatakan karsinogenitas pada siklamat.

Data Calorie Control Counsil menyebutkan bahwa percobaan dengan siklamat dosis yang tinggi pada hewan percobaan memperlihatkan bahwa siklamat tidak menyebabkan kanker. Lebih dari 70 penelitian mencakup percobaan mutagenisitas dengan grup yang komprehens iv dengan menggabungkan sedikitnya sepuluh perbedaan methodologis memperlihatkan bahwa siklamat tidak mutagenik. Penelitian pada manusia tidak ditemukan peningkatan risiko kanker, walaupun subyek secara nyata mengkonsumsi siklamat seperti sakarin setiap tahunnya. Tahun 2006 Dematos, dkk. meneliti efek sodium siklamat pada placenta tikus dengan Morphometrik study. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek sodium siklamat pada placenta tikus pada priode embriogenesis. Sodium siklamat diberikan secara intraperitonial dengan dosis 60 mg/kg BB selama sepuluh sampai empat puluh hari masa kehamilan.Sebagai kontrol diberikan

(6)

20 masa kehamilan, 10 fetus (lima ekor dari tiap-tiap kelompok) yang dipilih secara acak . Cara cariometry dipilih untuk evaluasi parameter nuclear dari sel dalam lapisan deciduous dan spongy serta chorionic villi dalam placenta tikus. Ternyata didapatkan hasil bahwa : Perkembangan fetus dan masing- masing placenta berkurangu dibandingkan dengan kontrol, selain itu panjang umbilical-cord diperoleh lebih pendek dibandingkan dengan kontrol. Untuk lapisan deciduous tidak terpengaruh, lapisan spongy placental ditemukan pengaruhnya terutama dalam hal parameter diameter mayor, rata-rata diameter, perimeter, area, volume, volume/rasio area dan eccentricity. Pengaruh pada chorionic villi berdasarkan parameter rata-rata diameter, area, volume dan volume/area rasio.

Pada tahun 2000, European Commission menyimpulkan bahwa data epidemiologi baru yang menyatakan bahwa siklamat tidak ada indikasi yang membahayakan untuk mempengaruhi reproduksi manusia baik dalam bentuk siklamat sebagai bahan tambahan pangan maupun terpapar dalam bentuk sikloheksamin.

Berdasarkan hasil perkiraan potensi paparan makro siklamat di Indonesia, paparan siklamat masih dibawah nilai ADI. Namun demikian, berdasarkan hasil survey langsung dilapangan di salah satu daerah, walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum di review oleh pakar independen, serta kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007)

A.4. Penggunaan dan manfaat Pemanis Siklamat

Penggunaan siklamat sebagai pemanis buatan, terkait langsung dengan sejarah penggunaan sakarin sebagai pemanis buatan pertama. Sakarin pertama kali disintesis tahun 1879 oleh Remsen dan Fahlberg dan merupakan senyawa kimia pertama yang digunakan sebagai pemanis buatan. Selama perang dunia I dan II banyak digunakan

(7)

karena biaya produksinya yang murah. Namun demikian, walaupun sakarin memiliki kemanisan yang jauh lebih kuat dari gula, ternyata memiliki after taste yang pahit. Pada tahun 1950-an after taste yang ditimbulkan sakarin dapat diatasi dengan ditemukannya siklamat. Siklamat memiliki rasa yang lebih baik dari sakarin dan pada penggunaannya kedua pemanis tersebut sering dicampur. Karena karakteristik rasanya yang mirip dengan gula, siklamat bukan hanya digunakan sebagai table top sweetener tetapi juga digunakan dalam produk minuman ringan (Weihrauch dan Diehl, 2004).

Pada tahun 1970 FDA melarang penggunaan siklamat di Amerika Serikat setelah menurut studi yang dilakukan oleh Wagner (Wagner, 1970), siklamat dilaporkan me ningkatkan terjadinya insiden kanker kandung kemih pada binatang percobaan (tikus). Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assessment Committee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA, the Scientific Committee for Foods of the European Union, dan oleh WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik (Weihrauch dan Diehl, 2004).

Seperti pemanis non kalori lainnya, siklamat bermanfaat untuk mengontrol berat badan, mengendalikan diabetes, atau membantu mencegah kerusakan gigi. Siklamat, baik dalam bentuk natrium siklamat atau kalsium siklamat, stabil dan larut dalam air. Siklamat digunakan table top sweetener dalam makanan diet dan dalam makanan rendah kalori lainnya. Selain itu siklamat berguna sebagai pengua t rasa ( flavor enhancer ). Sifat siklamat yang stabil terhadap panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya membuat siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang baik pada beberapa preparat farmasi dan toiletries. Bila siklamat dikombinasi dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan efek sinergis – memberi rasa manis lebih besar dibandingkan digunakan secara tunggal. Selain itu, after taste yang timbul dari penggunaan tunggal dapat ditutupi dengan penggunaan kombinasi

(8)

pema nis. Contohnya campuran 10 bagian siklamat dan 1 bagian sakarin sudah digunakan secara luas pada makanan dan minuman sejak tahun 1960.

B. REGULASI SIKLAMAT

B.1. Regulasi Siklamat di berbagai negara

Di berbagai negara, sampai saat ini siklamat masih tetap diizinkan, terutama sebagai kombinasi dengan pemanis buatan lain. Lebih dari 50 negara di dunia, telah melakukan kajian secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk list sweetener yang diizinkan. Meskipun banyak kajian ilmiah membuktikan keamanan siklamat, namun beberapa negara membatasinya. Kontroversi mengenai siklamat berdasarkan pada satu penelitian yang menemukan tumor kandung kemih pada beberapa tikus yang diberi makan siklamat dosis tinggi. Dengan alasan inilah USA melarang siklamat pada tahun 1970 dan beberapa negara membatasi penggunaannya. Sejak 1970, kajian terbaru dilakukan dan beberapa negara mempertimbangkan kembali penggunaan siklamat.

B.2. Regulasi Siklamat di Indonesia

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Per/Menkes/V1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahwa pemanis siklamat pengaturannya hanya boleh digunakan bagi makanan berkalori rendah meliputi : Permen Karet (500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Permen (1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Saus (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Es krim dan sejenisnya (2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Es Lilin (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Jem dan Jeli (2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Ringan (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuman Yoghurt (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuman Ringan fermentasi (500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat). Berdasarkan kajia n dan penelitiannya, JECFA menetapkan jumlah

(9)

batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari ( acceptable daily intake = ADI ) sebesar 11 mg/kg BB.

B.3. Peraturan Pelabelan di Indonesia

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dalam penjelasannya antara lain bahwa pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan pangan, dan nomo r indek khusus untuk pewarna.

Selain itu pada label sediaan pemanis buatan dan pangan yang mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan pangan yang berkalori rendah, dan juga harus mencantumkan tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain mengandung pemanis buatan juga mengandung gula.

Menurut SK Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, bahwa penggunaan siklamat pada produk pangan tidak dibatasi hanya pada produk pangan berkalori rendah, melainkan diizinkan untuk pangan lain pada umumnya.

Referensi

Dokumen terkait

sebelurn diajarkan oleh guru. Test yang dilakukan dalam proses belajar mengajar yang berkaitan dengan. pemberian embeded-test memiliki beberapa fungsi yaitu

Untuk pengembangan selanjutnya dapat ditambahkan : buzzer atau lampu LED pada gate Lappin yang aktif bersamaan dengan munculnya notifikasi pakaian yang telah

Peserta didik merangkai alat titrasi sesuai dengan gambar pada panduan praktikum namun terdapat 1 alat yang tidak tepat posisinya, seperti posisi kran Buret

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul

[r]

Karakteristike daju zavisnost struja, aktivnih i reaktivnih snaga, kao i gubitaka i faktora snage asinhronog generatora od klizanja i namenjene su za praktičnu primenu pri

 Sehubungan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Rabu, 17 Agustus 2016, maka Kantor Majelis Jemaat GPIB Jemaat “Bukit Sion” Balikpapan DILIBURKAN

Bukti-bukti tinggalan budaya paleolitik di Pulau Seram telah memberikan suatu pandangan baru yang sangat signifikan terhadap perkembangan penelitian arkeologi prasejarah di