• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)."

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE –

MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG

(Macaca fascicularis)

SRI WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Perkembangan

Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2008

(3)

ABSTRACT

SRI WAHYUNI. The Development of Pars Intermedia of Hypophysis – Skin

Melanocyte Axis of The Long - Tailed Macaque (Macaca fascicularis). Under

the supervision of NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’.

The pars intermedia (PI) is a part of the adenohypophysis that plays an important role on the synthesis and secretion of the melanocyte stimulating hormone (MSH). The primary function of MSH which is secreted by the melanotroph (MSH cells) of PI is regulating the melanogenesis of pigmentation process in the skin epidermis and hair follicle melanocyte. The aim of this study was to elaborate the development of PI ACTH-MSH cells – skin epidermis and hair follicle melanocyte axis during pre and postnatal periods of long-tailed macaque (Macaca fascicularis). Six fetuses aged 55 (F-55)(skin tissue only), 70 (F-70), 85 (F-85), 100 (F-100), 120 (F-120) and 150 (F-150) days of gestation; two postnatal aged 10 (P-1) and 105 (P-3) days; one infant aged 15 (P-15) month; and two adults aged 50 (P-50) and 100 (P-100) months were used in this research. The sections of the hypophysis and skin tissues were stained with hematoxylin-eosin (HE), Masson’s trichrome (MT) and immunohistochemical (IHC) with avidin-biotin-peroxidase-complex methods (ABC method). The results showed that the PI was dominated by acidophil cells at F-70 and F-85, and tend to decreased at F-100 to P-50. These cells were replaced by the basophil cells (melanotropes/MSH cells and corticotropes/ACTH cells) in the rostral, medial and distal areas of PI, but these cells decreased at P-100 in medial area, whereas in the rostral and distal areas not appeared. Based on IHC method, the ACTH-MSH immunoreactive (ACTH-MSH-ir) cells appeared at F-70, predominantly in the rostral of PI. ACTH-MSH-ir cells were densely distributed in the rostral and distal areas from F85 to P3, whereas in their distribution pattern changed at F-100. At F-150, P-1 and P-3, ACTH-MSH-ir cells were scattered in rostral, medial and distal areas of PI and slightly decreased at P-15. At the adult (P-50), ACTH-MSH-ir cells still appeared positive reaction, although in the rostral and distal areas were associated with the pars distalis (PD) and pars nervosa (PN) of hypophysis. At the adult (P-100), the rostral and distal areas of PI were disappeared, but in the medial, still exist and forms an invagination to the medial area of PN. The changed of density and distribution pattern of ACTH-MSH-ir cells showed positive correlation with the development of the blood vessels of the PI. The PI blood vessels were densely distributed at the distal area of PI at F-85, and in the rostral and medial areas at the F-100 and F-120. At the P-100, blood vessels still exist in the medial area, whereas in the rostral and distal areas, they were associated with the PD and PN blood vessels. The pigmentation differences during pre and postnatal periods showed the similar pattern with the distribution pattern of ACTH-MSH-ir cells of PI and the epidermal melanocytes and hair follicles. From the results, we concluded that the development of PI showed a closed correlation with the melanogenesis or epidermal and hair follicles pigmentation process that involved the MSH and ACTH in the melanocyte during pre and postnatal periods.

(4)

RINGKASAN

SRI WAHYUNI. Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit

Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Dibimbing oleh

NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’.

Satwa primata dengan populasi terbanyak dan memiliki penyebaran yang luas di Asia Tenggara adalah Macaca fascicularis/monyet ekor panjang (MEP). Penyebaran MEP di Indonesia mulai dari Pulau Sumatera sampai Pulau Timor, tetapi tidak ditemukan di Pulau Sulawesi. Satwa primata sering digunakan sebagai hewan model dalam penelitian biomedis, karena secara anatomis dan fisiologis satwa ini memiliki banyak kemiripan secara filogenetik dengan manusia. Hipofise merupakan organ endokrin yang terletak di ventral diensefalon otak, yang berhubungan erat dengan hipotalamus. Secara anatomis, hipofise terbagi atas adenohipofise dan neurohipofise. Adenohipofise terdiri atas pars tuberalis (PT), pars distalis (PD) dan pars intermedia (PI). Pada PI, terdapat dua jenis sel granul sekretori yang tergolong basofilik, yaitu melanotrop (sel MSH) dan kortikotrop (sel ACTH). Melanotrop berperan dalam mensintesis dan mensekresikan melanocyte stimulating hormone (MSH), sedangkan kortikotrop merupakan sel penghasil adrenocorticotropic hormone (ACTH). MSH bekerja pada melanosit (sel pigmen) di stratum basale epidermis kulit dan folikel rambut, yaitu pada proses melanogenesis untuk menghasilkan pigmen melanin, yang berperan penting dalam memelihara homeostasis kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan PI kelenjar hipofise serta aksis PI dan melanosit kulit MEP pada masa pre dan postnatal.

Monyet ekor panjang yang digunakan pada penelitian ini, dibagi atas dua periode sampling, yaitu sampel periode pertama dan sampel periode kedua. Sampel periode pertama adalah fetus MEP umur 55 hari (F-55), 70 hari (F-70), 85 hari (F-85), 100 hari (F-100), 120 hari (F-120) dan 150 hari (F-150) serta postnatal umur 1 bulan (P-1) dan 3 bulan (P-3). Sedangkan sampel periode kedua adalah anak umur 15 bulan (P-15), dewasa umur 50 bulan (P-50) dan 100 bulan (P-100). Jumlah sampel adalah satu ekor untuk setiap tingkatan umur MEP. Dari kedua periode sampel tersebut diambil jaringan hipofise dan kulit di bagian kepala dan perut (khusus untuk F-55) dengan ukuran 0.5 cm2.

(5)

Penggunaan antibodi pada pewarnaan imunohistokimia dalam penelitian ini dilakukan secara tidak langsung, yang bertujuan untuk mendeteksi keberadaan sel-sel ir-MSH melalui reaksi yang terjadi antara anti human ACTH rabbit serum dan ACTH. Teknik ini dapat dilakukan, karena ACTH merupakan prekursor MSH, baik di melanotrop PI maupun di melanosit kulit.

Dari hasil pengamatan terhadap morfologi PI, ditemukan sel-sel asidofil yang mendominasi PI pada F-70 dan F-85, namun pada tingkatan umur berikutnya sel asidofil menurun diiringi dengan peningkatan sel-sel basofil (melanotrop/sel MSH dan kortikotrop/sel ACTH). Pada P-100 sel-sel tersebut masih eksis di medial PI, sedangkan di rostral dan distal, tidak ditemukan lagi karena PI telah bersatu dengan PD dan PN. Perkembangan PI hipofise MEP berkaitan erat dengan pola penyebaran sel-sel asidofilik dan sel-sel basofilik pada berbagai tingkatan umur di rostral, medial dan distal. Pada F70, seluruh jaringan PI didominasi oleh sel-sel asidofilik, sedangkan sel-sel basofilik belum ditemukan. Dari kondisi tersebut dapat diasumsikan bahwa proses diferensiasi kortikotrop dan melanotrop belum sempurna, sehingga proses sintesis hormon belum terjadi, yang ditandai dengan belum ditemukannya granul sekretori di sitoplasma. Peningkatan sintesis hormon ditunjukkan dengan semakin meningkatnya densitas sel-sel granul sekretori di PI (sel basofil). Sebaliknya, penurunan sintesis ditandai dengan berkurangnya ukuran dan jumlah sel-sel granul sekretori yang berimplikasi pada mengecilnya PI.

Faktor penting lainnya yang berperan dalam proses perkembangan PI hipofise MEP adalah perkembangan buluh darah. Dari gambaran pola penyebaran buluh darah pada berbagai tingkatan umur, menunjukkan pola yang sesuai dengan pola penyebaran sel-sel granul sekretori PI. Perkembangan buluh darah di rostral, medial dan distal PI berasal dari PN, hal ini disebabkan oleh posisi PI dan PN yang berdekatan (lobus neurointermedia). Perkembangan buluh darah di PI sejalan dengan perkembangan jaringan ikat, yang juga berasal dari perkembangan jaringan ikat PN. Jaringan ikat PI didominasi oleh jaringan ikat kolagen yang menunjukkan hasil positif dengan pewarna lightgreen pada pewarnaan MT.

Pada pengamatan terhadap perkembangan sel-sel ir-ACTH-MSH, ditemukan adanya perbedaan pola distribusi sel dan intensitas pewarnaan pada beberapa kelompok umur. Pada F-70, ditemukan sel-sel ir-ACTH-MSH di bagian rostral PI hipofise, sedangkan pada F-85 sampai P-3, distribusi sel terpadat ditemukan di rostral dan distal. Perubahan pola distribusi sel ditemukan pada F-100, yaitu sel telah tersebar di bagian rostral, medial dan distal PI dan berlanjut hingga P-3. Pada P-15, distribusi sel sedikit menurun dan masih menunjukkan hasil positif hingga P-50, walaupun di bagian rostral dan distal PI telah bersatu dengan PD dan PN. Pada P-100, sel-sel ir-ACTH-MSH hanya tersisa di bagian medial PI dengan intensitas lemah, sedangkan di rostral dan distal tidak ditemukan lagi karena PI telah menghilang di kedua bagian tersebut.

(6)

Perubahan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI menunjukkan kemiripan dengan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit MEP. Menurunnya aktivitas melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut pada F100 ditunjukkan dengan berkurangnya distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kedua bagian tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penurunan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI hipofise pada umur yang sama.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa perkembangan sel-sel penghasil ACTH dan MSH (sel-sel ACTH-MSH) di PI hipofise menunjukkan korelasi yang erat dengan melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut pada proses pigmentasi kulit dan rambut MEP yang melibatkan peran ACTH-MSH pada periode pre dan postnatal.

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

(8)

PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE –

MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG

(Macaca fascicularis)

SRI WAHYUNI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Tesis : Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Nama : Sri Wahyuni

NRP : B053050051

Program Studi : Sains Veteriner

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. Nurhidayat, MS Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sains Veteriner

Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul ”Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit

Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. drh. Nurhidayat, MS dan Dr. drh. Chairun Nisa’, M.Si, selaku Dewan Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, ketelitian, kesabaran dan dorongan semangat yang dicurahkan dengan sepenuh hati kepada penulis selama pembimbingan hingga selesainya penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Penguji Luar Komisi, Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, yang telah memberikan saran untuk perbaikan penulisan tesis ini. Selanjutnya penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Koeswinarning Sigit, MS, drh. Savitri Novelina, M.Si, drh. Supratikno, M.Si, Dr. drh. Heru Setijanto dan Dr. drh. Srihadi Agungpriyono, yang telah membimbing dan memberikan bantuan yang tak terhingga kepada penulis selama menjalankan pendidikan S2 di Bagian Anatomi, khususnya di Laboratorium Anatomi FKH IPB.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas Syiah Kuala dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, yang telah memberikan ijin tugas belajar, dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) atas kesempatan belajar yang diberikan, serta kepada Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, selaku Ketua Program Studi Sains Veteriner yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Program Studi Sains Veteriner.

(11)

PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE –

MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG

(Macaca fascicularis)

SRI WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Perkembangan

Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2008

(13)

ABSTRACT

SRI WAHYUNI. The Development of Pars Intermedia of Hypophysis – Skin

Melanocyte Axis of The Long - Tailed Macaque (Macaca fascicularis). Under

the supervision of NURHIDAYAT and CHAIRUN NISA’.

The pars intermedia (PI) is a part of the adenohypophysis that plays an important role on the synthesis and secretion of the melanocyte stimulating hormone (MSH). The primary function of MSH which is secreted by the melanotroph (MSH cells) of PI is regulating the melanogenesis of pigmentation process in the skin epidermis and hair follicle melanocyte. The aim of this study was to elaborate the development of PI ACTH-MSH cells – skin epidermis and hair follicle melanocyte axis during pre and postnatal periods of long-tailed macaque (Macaca fascicularis). Six fetuses aged 55 (F-55)(skin tissue only), 70 (F-70), 85 (F-85), 100 (F-100), 120 (F-120) and 150 (F-150) days of gestation; two postnatal aged 10 (P-1) and 105 (P-3) days; one infant aged 15 (P-15) month; and two adults aged 50 (P-50) and 100 (P-100) months were used in this research. The sections of the hypophysis and skin tissues were stained with hematoxylin-eosin (HE), Masson’s trichrome (MT) and immunohistochemical (IHC) with avidin-biotin-peroxidase-complex methods (ABC method). The results showed that the PI was dominated by acidophil cells at F-70 and F-85, and tend to decreased at F-100 to P-50. These cells were replaced by the basophil cells (melanotropes/MSH cells and corticotropes/ACTH cells) in the rostral, medial and distal areas of PI, but these cells decreased at P-100 in medial area, whereas in the rostral and distal areas not appeared. Based on IHC method, the ACTH-MSH immunoreactive (ACTH-MSH-ir) cells appeared at F-70, predominantly in the rostral of PI. ACTH-MSH-ir cells were densely distributed in the rostral and distal areas from F85 to P3, whereas in their distribution pattern changed at F-100. At F-150, P-1 and P-3, ACTH-MSH-ir cells were scattered in rostral, medial and distal areas of PI and slightly decreased at P-15. At the adult (P-50), ACTH-MSH-ir cells still appeared positive reaction, although in the rostral and distal areas were associated with the pars distalis (PD) and pars nervosa (PN) of hypophysis. At the adult (P-100), the rostral and distal areas of PI were disappeared, but in the medial, still exist and forms an invagination to the medial area of PN. The changed of density and distribution pattern of ACTH-MSH-ir cells showed positive correlation with the development of the blood vessels of the PI. The PI blood vessels were densely distributed at the distal area of PI at F-85, and in the rostral and medial areas at the F-100 and F-120. At the P-100, blood vessels still exist in the medial area, whereas in the rostral and distal areas, they were associated with the PD and PN blood vessels. The pigmentation differences during pre and postnatal periods showed the similar pattern with the distribution pattern of ACTH-MSH-ir cells of PI and the epidermal melanocytes and hair follicles. From the results, we concluded that the development of PI showed a closed correlation with the melanogenesis or epidermal and hair follicles pigmentation process that involved the MSH and ACTH in the melanocyte during pre and postnatal periods.

(14)

RINGKASAN

SRI WAHYUNI. Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit

Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Dibimbing oleh

NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’.

Satwa primata dengan populasi terbanyak dan memiliki penyebaran yang luas di Asia Tenggara adalah Macaca fascicularis/monyet ekor panjang (MEP). Penyebaran MEP di Indonesia mulai dari Pulau Sumatera sampai Pulau Timor, tetapi tidak ditemukan di Pulau Sulawesi. Satwa primata sering digunakan sebagai hewan model dalam penelitian biomedis, karena secara anatomis dan fisiologis satwa ini memiliki banyak kemiripan secara filogenetik dengan manusia. Hipofise merupakan organ endokrin yang terletak di ventral diensefalon otak, yang berhubungan erat dengan hipotalamus. Secara anatomis, hipofise terbagi atas adenohipofise dan neurohipofise. Adenohipofise terdiri atas pars tuberalis (PT), pars distalis (PD) dan pars intermedia (PI). Pada PI, terdapat dua jenis sel granul sekretori yang tergolong basofilik, yaitu melanotrop (sel MSH) dan kortikotrop (sel ACTH). Melanotrop berperan dalam mensintesis dan mensekresikan melanocyte stimulating hormone (MSH), sedangkan kortikotrop merupakan sel penghasil adrenocorticotropic hormone (ACTH). MSH bekerja pada melanosit (sel pigmen) di stratum basale epidermis kulit dan folikel rambut, yaitu pada proses melanogenesis untuk menghasilkan pigmen melanin, yang berperan penting dalam memelihara homeostasis kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan PI kelenjar hipofise serta aksis PI dan melanosit kulit MEP pada masa pre dan postnatal.

Monyet ekor panjang yang digunakan pada penelitian ini, dibagi atas dua periode sampling, yaitu sampel periode pertama dan sampel periode kedua. Sampel periode pertama adalah fetus MEP umur 55 hari (F-55), 70 hari (F-70), 85 hari (F-85), 100 hari (F-100), 120 hari (F-120) dan 150 hari (F-150) serta postnatal umur 1 bulan (P-1) dan 3 bulan (P-3). Sedangkan sampel periode kedua adalah anak umur 15 bulan (P-15), dewasa umur 50 bulan (P-50) dan 100 bulan (P-100). Jumlah sampel adalah satu ekor untuk setiap tingkatan umur MEP. Dari kedua periode sampel tersebut diambil jaringan hipofise dan kulit di bagian kepala dan perut (khusus untuk F-55) dengan ukuran 0.5 cm2.

(15)

Penggunaan antibodi pada pewarnaan imunohistokimia dalam penelitian ini dilakukan secara tidak langsung, yang bertujuan untuk mendeteksi keberadaan sel-sel ir-MSH melalui reaksi yang terjadi antara anti human ACTH rabbit serum dan ACTH. Teknik ini dapat dilakukan, karena ACTH merupakan prekursor MSH, baik di melanotrop PI maupun di melanosit kulit.

Dari hasil pengamatan terhadap morfologi PI, ditemukan sel-sel asidofil yang mendominasi PI pada F-70 dan F-85, namun pada tingkatan umur berikutnya sel asidofil menurun diiringi dengan peningkatan sel-sel basofil (melanotrop/sel MSH dan kortikotrop/sel ACTH). Pada P-100 sel-sel tersebut masih eksis di medial PI, sedangkan di rostral dan distal, tidak ditemukan lagi karena PI telah bersatu dengan PD dan PN. Perkembangan PI hipofise MEP berkaitan erat dengan pola penyebaran sel-sel asidofilik dan sel-sel basofilik pada berbagai tingkatan umur di rostral, medial dan distal. Pada F70, seluruh jaringan PI didominasi oleh sel-sel asidofilik, sedangkan sel-sel basofilik belum ditemukan. Dari kondisi tersebut dapat diasumsikan bahwa proses diferensiasi kortikotrop dan melanotrop belum sempurna, sehingga proses sintesis hormon belum terjadi, yang ditandai dengan belum ditemukannya granul sekretori di sitoplasma. Peningkatan sintesis hormon ditunjukkan dengan semakin meningkatnya densitas sel-sel granul sekretori di PI (sel basofil). Sebaliknya, penurunan sintesis ditandai dengan berkurangnya ukuran dan jumlah sel-sel granul sekretori yang berimplikasi pada mengecilnya PI.

Faktor penting lainnya yang berperan dalam proses perkembangan PI hipofise MEP adalah perkembangan buluh darah. Dari gambaran pola penyebaran buluh darah pada berbagai tingkatan umur, menunjukkan pola yang sesuai dengan pola penyebaran sel-sel granul sekretori PI. Perkembangan buluh darah di rostral, medial dan distal PI berasal dari PN, hal ini disebabkan oleh posisi PI dan PN yang berdekatan (lobus neurointermedia). Perkembangan buluh darah di PI sejalan dengan perkembangan jaringan ikat, yang juga berasal dari perkembangan jaringan ikat PN. Jaringan ikat PI didominasi oleh jaringan ikat kolagen yang menunjukkan hasil positif dengan pewarna lightgreen pada pewarnaan MT.

Pada pengamatan terhadap perkembangan sel-sel ir-ACTH-MSH, ditemukan adanya perbedaan pola distribusi sel dan intensitas pewarnaan pada beberapa kelompok umur. Pada F-70, ditemukan sel-sel ir-ACTH-MSH di bagian rostral PI hipofise, sedangkan pada F-85 sampai P-3, distribusi sel terpadat ditemukan di rostral dan distal. Perubahan pola distribusi sel ditemukan pada F-100, yaitu sel telah tersebar di bagian rostral, medial dan distal PI dan berlanjut hingga P-3. Pada P-15, distribusi sel sedikit menurun dan masih menunjukkan hasil positif hingga P-50, walaupun di bagian rostral dan distal PI telah bersatu dengan PD dan PN. Pada P-100, sel-sel ir-ACTH-MSH hanya tersisa di bagian medial PI dengan intensitas lemah, sedangkan di rostral dan distal tidak ditemukan lagi karena PI telah menghilang di kedua bagian tersebut.

(16)

Perubahan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI menunjukkan kemiripan dengan pola distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kulit MEP. Menurunnya aktivitas melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut pada F100 ditunjukkan dengan berkurangnya distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di kedua bagian tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penurunan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di PI hipofise pada umur yang sama.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa perkembangan sel-sel penghasil ACTH dan MSH (sel-sel ACTH-MSH) di PI hipofise menunjukkan korelasi yang erat dengan melanogenesis di melanosit epidermis dan folikel rambut pada proses pigmentasi kulit dan rambut MEP yang melibatkan peran ACTH-MSH pada periode pre dan postnatal.

(17)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

(18)

PERKEMBANGAN AKSIS PARS INTERMEDIA HIPOFISE –

MELANOSIT KULIT MONYET EKOR PANJANG

(Macaca fascicularis)

SRI WAHYUNI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)

Judul Tesis : Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Nama : Sri Wahyuni

NRP : B053050051

Program Studi : Sains Veteriner

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. drh. Nurhidayat, MS Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sains Veteriner

Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(20)

PRAKATA

Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul ”Perkembangan Aksis Pars Intermedia Hipofise – Melanosit Kulit

Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. drh. Nurhidayat, MS dan Dr. drh. Chairun Nisa’, M.Si, selaku Dewan Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, ketelitian, kesabaran dan dorongan semangat yang dicurahkan dengan sepenuh hati kepada penulis selama pembimbingan hingga selesainya penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Penguji Luar Komisi, Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc, yang telah memberikan saran untuk perbaikan penulisan tesis ini. Selanjutnya penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Koeswinarning Sigit, MS, drh. Savitri Novelina, M.Si, drh. Supratikno, M.Si, Dr. drh. Heru Setijanto dan Dr. drh. Srihadi Agungpriyono, yang telah membimbing dan memberikan bantuan yang tak terhingga kepada penulis selama menjalankan pendidikan S2 di Bagian Anatomi, khususnya di Laboratorium Anatomi FKH IPB.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas Syiah Kuala dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, yang telah memberikan ijin tugas belajar, dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) atas kesempatan belajar yang diberikan, serta kepada Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, selaku Ketua Program Studi Sains Veteriner yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Program Studi Sains Veteriner.

(21)

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada BPPS-DIKTI dan BBNAD Unsyiah, sebagai Lembaga Pemberi Beasiswa selama penulis menjalankan tugas belajar di SPs IPB.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada drh. Hamny, M.Si, drh. Idawati Nasution, MS, drh. Mustafa Sabri, MP, drh. Farida Athaillah, M.Si, Ika Kartika Syarifah, SKH, Andi A, SKH, drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas M.Si, Sri Nuryati, S.Pi, M.Si, drh. Faisal Jamin, drh. Siti Aisyah, Mad Dia, Ibu Nurtamani, Pak Cholid, Valin, Sari, Reza, Asep, Jun, Ghofur, Any dan Idho, serta seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menjalankan studi di SPs IPB.

Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada suami tercinta, Said Ashim, SE dan anakku tersayang Said Muhammad Muafi, atas segala kasih sayang, doa yang dipanjatkan, kesabaran dan pengorbanan yang tak terhingga selama penulis menjalankan studi di SPs IPB. Kepada Ayahanda dr. H. Anwar Jakfar, MS dan Ibunda Trimurti Chaidir, serta saudara-saudaraku: Sri Wartini, Sri Maryam, Sri Haryani, Rahmat Hidayat dan Firman Hidayat; serta keluarga besar Walid H. Said Ismail (Alm) dan Umi Hj. Syarifah Nurbasty, terima kasih atas doa dan dukungan yang tiada henti.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri dan menjadi langkah awal bagi penulis dalam menjalankan tugas dan pendidikan di masa yang akan datang.

Bogor, Februari 2008

(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 19 November 1969, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari Ayah

dr. H. Anwar Jakfar, MS dan Ibu Trimurti Chaidir.

Pendidikan dasar penulis selesaikan di Meulaboh, Aceh Barat pada tahun 1982, pendidikan menengah pertama di Surabaya tahun 1985 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Banda Aceh, lulus tahun 1988. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala hingga memperoleh gelar Dokter Hewan pada tahun 1994.

Pada tahun 1994, penulis bekerja sebagai staf kesehatan satwa di Kebun Binatang Medan (KBM), Kepala Bagian Kesehatan Satwa KBM pada tahun 1995 dan Kepala KBM pada tahun 1996 sampai dengan 2001. Selain itu, penulis juga bekerja sebagai konsultan kesehatan satwa milik Universitas Sumatera Utara (USU), Medan dan konsultan kesehatan gajah di Elephant Patrol Unit, Leuser Management Unit di Besitang, Sumatera Utara. Akhirnya, pada tahun 2003, penulis diterima sebagai staf pengajar di Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

(23)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

PENDAHULUAN

Latar Belakang………. ... 1

Tujuan Penelitian………. ... 4

Manfaat Penelitian………... ... 4

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 5 Anatomi dan Fungsi Hipofise………... 7

Perkembangan Hipofise………... 9

Vaskularisasi Hipofise………... 10

Hormon-hormon Hipofise………... 12

Pars Intermedia Hipofise………... 13

Proopiomelanokortin (POMC)……….. 15

Melanosit Stimulating Hormon (MSH)………. 17

Pengaturan Sintesis dan Sekresi MSH………... 19

Fungsi Fisiologis MSH………... 21

Struktur dan Fungsi Kulit………... 23

Hubungan PI dan Melanosit………... 25

Pembentukan Pigmen Melanin………. 26

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian……….. 29

Materi………... 29 Metode

Pengambilan sampel periode pertama………... 31 Pengambilan sampel periode kedua ... 32 Proses pembuatan blok parafin dan pemotongan

preparat……….. 32 Pewarnaan hematoksilin-eosin, Masson’s trichrome

dan imunohistokimia ……….. ……… 33

Pengamatan……… . 34

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Anatomi dan perkembangan PI hipofise MEP... 35 Perkembangan dan distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI

hipofise MEP………. 40

Anatomi dan perkembangan struktur kulit MEP... 42 Aksis sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise – melanosit

kulit MEP... 47 Pembahasan... 48

SIMPULAN DAN SARAN... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis sel adenohipofise dan hormon-hormon yang disekresikan ... 12

2. Densitas sel-sel asidofil dan basofil PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial)... 36

3. Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise MEP pada berbagai tingkatan umur (potongan medial) dengan pewarnaan

Masson’s trichrome... 40

4. Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP pada berbagai

(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan peta

penyebarannya………... ... 6

2. Magnetic resonance image (MRI) hipotalamus dan

hipofise manusia…... 7

3. Hipofise dan bagian-bagiannya... 8 4. Tahapan perkembangan hipofise……... 9

5. Sistem vaskularisasi hipofise…………... 11

6. Sel- sel basofil penyusun PI (melanotrop dan kortikotrop)

hipofise kambing………... 14 7. Proses pemecahan prohormon POMC………... 16

8. Susunan rantai asam amino hormon-hormon derivat

POMC... 17 9. Pengaturan neurotransmiter pada sintesis dan

sekresi MSH.. ... 20

10. Struktur umum kulit……….... ... 24

11. Lapisan epidermis kulit dan bagian-bagiannya………... 26 12. Proses melanogenesis di melanosit... 27

13. Pembagian daerah pemotongan hipofise pada babi……... 33

14. Gambaran tiga dimensi hipofise MEP F-150... 36

15. Perkembangan dan penyebaran sel asidofil dan basofil PI

hipofise MEP... 37

16. Perkembangan buluh darah dan jaringan ikat PI hipofise

MEP... 39

17. Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH PI hipofise MEP... 41 18. Struktur kulit MEP... 43

19. Perkembangan kulit MEP... 44

20. Distribusi sel-sel ir-ACTH-MSH di epidermis dan folikel

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Daftar singkatan ... ... 61

2. Prosedur pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE)... 62 3. Prosedur pewarnaan Masson’s trichrome (MT) modifikasi Goldner 63

4. Prosedur pewarnaan imunohistokimia metode ABC (avidin-biotin-

peroxidase complex method)... 64

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Monyet ekor panjang/MEP (Macaca fascicularis), merupakan satwa primata dengan populasi terbanyak dan memiliki penyebaran yang luas di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Di Indonesia, penyebaran satwa ini meliputi Pulau Sumatera sampai ke Pulau Timor, tetapi tidak ditemukan di Sulawesi (Soehartono dan Mardiastuti 2003).

Dalam penelitian biomedis, beberapa spesies satwa primata telah banyak digunakan sebagai hewan penelitian, seperti monyet Rhesus (M. mullata), monyet ekor panjang (M. fascicularis), babun savanna (Papio cynocephalus) dan monyet vervet (Cercopithecus aethiops). Monyet ekor panjang sering digunakan sebagai hewan model untuk berbagai penelitian biomedis, demikian pula dengan beruk (M. nemestrina) dan monyet yaki Sulawesi (M. nigra). Pada penelitian aplikasi klinis, MEP digunakan dalam percobaan pembedahan pencangkokan jantung, aterosklerosis dan simian immunodeficiency virus, yaitu penyakit yang mirip dengan HIV pada manusia (Rand 2000).

Selain penelitian yang berhubungan dengan kesehatan manusia, aspek-aspek dasar dari MEP perlu diteliti, seperti morfologi dan fisiologi serta perkembangan struktur organnya (Whitney 1995). Data tentang proses perkembangan tubuh MEP pada masa pre dan postnatal, hingga saat ini belum banyak dilaporkan, khususnya yang berhubungan dengan hipofise. Untuk itu, diperlukan kajian yang mendalam dari kelenjar ini sebagai penghasil hormon yang berperan penting dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Fungsi hormon merupakan aspek penelitian yang luas di bidang biomedis, khususnya yang berhubungan dengan proses metabolisme tubuh makhluk hidup.

(29)

Penelitian tentang PI dan hormon utamanya (α-MSH) masih terbatas pada vertebrata tingkat rendah, seperti reptil, amfibi dan ikan. Peran α-MSH yang dikenal dengan intermedin pada hewan-hewan tersebut, adalah sebagai regulator pada proses perubahan warna kulit. Beberapa penelitian tentang peran hormon tersebut, telah menunjukkan adanya korelasi yang erat antara PI, α-MSH dan melanosit pada kulit (Turner dan Bagnara 1976). Pada mamalia, kemajuan riset tentang PI dan MSH meningkat sejak ditemukannya proopiomelanocortin (POMC), yaitu senyawa prekursor atau prohormon yang disekresikan oleh PI dan beberapa lokasi di otak (Bennet dan Whitehead 1983) serta jaringan kulit (Slominski dan Wortsman 2000; Tsatmali et al. 2002).

Prohormon POMC adalah polipeptida dengan rangkaian asam amino yang disintesis di pars distalis dan PI hipofise serta beberapa nuklei di otak. Pembentukan POMC berawal dari adanya ekspresi gen POMC pada kelompok sel neural plate ektoderm, yang merupakan cikal bakal sel-sel endokrin hipofise dan sel syaraf otak. Prohormon POMC selanjutnya dipecah oleh enzim menjadi beberapa hormon di adenohipofise, yaitu adrenokortikotropik hormon (ACTH), α-MSH, -MSH, -MSH, corticotropin-like intermediate lobe peptide (CLIP),

-lipotropin dan –endorfin (Souza et al. 2005).

(30)

Sebagai hormon utama yang dihasilkan oleh PI hipofise, α-MSH berhubungan erat dengan melanosit yang sebagian besar tersebar di kulit. Melanosit adalah sel yang berperan pada proses melanogenesis yang menghasilkan pigmen kulit (melanin). Dalam menjalankan fungsi tersebut, melanosit bekerja sama dengan keratinosit yang disebut unit epidermis kulit. Hubungan kedua jenis sel tersebut memungkinkan terjadinya penyebaran pigmen melanin, sehingga warna kulit terbentuk serta membantu melindungi kulit dari radiasi sinar ultra violet (UV) (Tsatmali et al. 2002).

Pada manusia belum ada data yang pasti tentang saat menghilangnya PI dari kelenjar hipofise setelah fetus lahir. Menurut Carola et al. (1990), dengan menghilangnya PI pada masa postnatal, hipofise manusia menghasilkan α-MSH dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk itu sekresi hormon tersebut dirangsang oleh ACTH yang dihasilkan oleh pars distalis kelenjar hipofise. Kombinasi kedua hormon ini yang dikenal dengan melanokortin berperan penting pada proses pigmentasi kulit.

Slominski et al. (2003) menyatakan, selain menghasilkan pigmen melanin, jaringan kulit juga menghasilkan berbagai senyawa lainnya yang memiliki fungsi spesifik yang saling berhubungan dalam mempertahankan homeostasis kulit. Adapun senyawa yang berhubungan dengan proses melanogenesis dan pigmentasi terdiri atas POMC dan derivatnya, yaitu α-MSH, ACTH dan β-endorphin.

(31)

Keberadaan PI hipofise pada MEP serta perkembangan aksis antara melanotrop PI hipofise dan melanosit kulit pada MEP perlu diteliti, mengingat belum dilaporkannya data lengkap yang mengungkap hubungan kedua organ tersebut berdasarkan hasil sekresinya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan PI hipofise serta aksis PI dan melanosit kulit monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada masa pre dan postnatal.

Manfaat Penelitian

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Monyet ekor panjang/MEP dikenal juga sebagai long-tailed macaque, monyet cynomolgus, Macaca irus, monyet jawa dan monyet pemakan kepiting (crab eating monkey). Monyet ekor panjang merupakan spesies dengan populasi terbanyak di seluruh dunia, yaitu sekitar 20 juta ekor (Whitney 1995; Soehartono dan Mardiastuti 2002).

Monyet ekor panjang memiliki tubuh ramping dan berekor panjang, berkisar 60 cm. Monyet ini memiliki dimorfisme seksual, dengan bobot individu jantan berkisar antara 5-7 kg, lebih besar bila dibandingkan dengan individu betina, yaitu 3-4 kg. Secara morfologis, MEP jantan dan betina dewasa kelihatan sama, yaitu memiliki rambut kepala berwarna abu-abu sampai kecoklatan, sedangkan rambut bayi MEP berwarna hitam. Hal ini memperlihatkan perbedaan yang mencolok dengan warna rambut MEP dewasa. Dalam beberapa minggu setelah lahir, warna rambut bayi akan berubah menjadi coklat dan keabuan, yang menyerupai warna rambut MEP dewasa (Soehartono dan Mardiastuti 2002).

Menurut Rowe (1996), periode bayi berlangsung antara umur 6-12 bulan dengan masa sapih antara umur 12-24 bulan dan masa puber pada umur 42-54 bulan. Individu betina memasuki masa dewasa kelamin pada umur 51.6 bulan, sedangkan individu jantan pada umur 50.4 bulan. Siklus estrus MEP betina adalah 28 hari, dengan lama kebuntingan berkisar antara 160-170 hari. Jarak antara kebuntingan berkisar 12-24 bulan, dengan rata-rata berlangsung selama 13 bulan. Menurut Whitney (1995), masa hidup (life-span) MEP mencapai 22-25 tahun.

(33)

Gambar 1 Monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan peta penyebarannya (merah)

(Sumber : Lang 2006).

Monyet ekor panjang sejak tahun 1977 termasuk ke dalam daftar Appendix II pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Dari status tersebut, berarti MEP dapat dimanfaatkan dan diperdagangkan, sejauh merupakan hasil penangkaran, karena populasinya masih cukup banyak (Soehartono dan Mardiastuti 2002).

Klasifikasi MEP (Whitney 1995) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Primata

Sub ordo : Anthropoidea

Infra ordo : Catarrhini

Super famili : Cercopithecoidea

Famili : Cercopithecidae

Sub famili : Cercopithecinae

Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

(34)

Beberapa spesies primata non manusia yang sering digunakan sebagai hewan model adalah monyet rhesus (M. mullata), MEP (M. fascicularis), babun savanna (Papio cynocephalus) dan monyet vervet (Cercopithecus aethiops) (Soehartono

Anatomi dan Fungsi Hipofise

Hipofise seringkali disebut dengan istilah ‘the master of endocrine gland’ pada hewan vertebrata, karena menghasilkan sejumlah hormon penting yang berperan dalam proses fisiologi tubuh. Hipofise terletak di ventral hipotalamus, berbentuk ‘ellipsoidal’ dengan ukuran yang bervariasi, tergantung pada spesies hewan. Organ ini berada di fossa hipofisial atau sella tursica os sphenoid, dilapisi oleh selaput otak (duramater) dan dihubungkan dengan hipotalamus melalui tangkai hipofise atau infundibulum (Gambar 2) (Dyce et al. 1996). Sebagai kelenjar endokrin utama, organ ini berperan penting sebagai penghubung dalam sistem neuroendokrin, namun kelenjar ini memiliki kemampuan yang kecil untuk berfungsi secara bebas (Turner dan Bagnara 1976).

Gambar 2 Magnetic resonance image (MRI) hipotalamus dan hipofise manusia.

A. Menunjukkan posisi hipofise di ventral otak tengah (diensefalon) yang berhubungan erat dengan hipotalamus, B. Skema dari gambar A (Sumber: Lechan dan Tony 2006).

A

hipofise

talamus

hipotalamus

diensefalon

B

(35)

Hipofise terbagi atas dua bagian, yaitu adenohipofise dan neurohipofise (Gambar 3). Adenohipofise terdiri atas pars distalis (PD) yang merupakan bagian terbesar dari adenohipofise, pars tuberalis (PT) dan pars intermedia (PI) (Brown 1994). Neurohipofise terdiri atas median eminens, infundibulum dan pars nervosa (PN) (Kent dan Carr 2001). Gabungan PD dan infundibulum membentuk batang hipofise (Banks 1993).

Gambar 3 Hipofise dan bagian-bagiannya. Pars intermedia (warna hijau), berbatasan

langsung dengan pars nervosa, dengan pars distalis dipisahkan oleh hypophyseal cleft

(Sumber: KUL 2000).

Secara histologi, hipofise terdiri atas beberapa jenis sel, dimana masing-masing sel tersebut menghasilkan hormon yang berbeda. PD adenohipofise merupakan bagian yang memiliki jenis sel terbanyak yang menghasilkan enam jenis hormon. Sel-sel yang berada di PD terdiri atas dua kelompok, yaitu sel kromofilik dan sel kromofobik. Berdasarkan afinitas terhadap zat warna, sel kromofilik dibagi menjadi sel-sel asidofil dan basofil (Banks 1993). Sel-sel asidofil terdiri atas somatotrop dan laktotrop, sedangkan sel-sel basofil terdiri atas tirotrop, gonadotrop, kortikotrop dan melanotrop (Brown 1994). Sel-sel tersebut mensintesis hormon-hormon hipofise yang berperan dalam pengaturan kerja target organ seperti gonad, kelenjar adrenal, kelenjar air susu, uterus, ginjal dan jaringan tubuh lainnya (Frandson dan Whitten 1991).

(36)

Diantara sel-sel penghasil hormon, yaitu pada jaringan interstisial adenohipofise, terdapat sel folliculo-stellate. Sel ini memiliki penjuluran sitoplasmik yang menyebar di antara sel-sel sekretori hormon adenohipofise. Sel folliculo-stellate berperan sebagai regulator terhadap lingkungan jaringan interstisial hipofise dan membentuk komunikasi yang bersifat parakrin dengan sel-sel penghasil hormon (Allaerts dan Vankelecom 2005).

Perkembangan Hipofise

Hipofise merupakan suatu struktur ektodermal yang berasal dari dua sumber jaringan yang berbeda pada masa embrional. Adenohipofise primordial berasal dari penonjolan rongga mulut primitif (stomodeum) yang tergolong ektoderm umum, sedangkan neurohipofise berasal dari diensefalon yang tergolong ektoderm syaraf (Latshaw 1987; Hadley 1992).

Perkembangan hipofise terjadi pada awal kebuntingan dan prosesnya berbeda pada setiap spesies hewan. Perkembangan adenohipofise berawal dari evaginasi atap rongga mulut ke arah dorsal yang membentuk kantong Rathke. Pada saat yang bersamaan terjadi penjuluran ektoderm syaraf, berupa evaginasi diensefalon otak ke arah ventral. Akibatnya, otak mengalami perluasan ke arah ventral membentuk neurohipofise (Gambar 4) (Latshaw 1987; Hill 2006).

Gambar 4 Tahapan perkembangan hipofise. Hipofise berasal dari dua jaringan berbeda, stomodeum (merah) dan diensefalon (abu-abu) (Sumber: Bowen 2006).

(37)

mengalami sedikit perkembangan membentuk PI. PT terbentuk dari pertumbuhan bagian rostral yang mengelilingi sel bakal infundibular. Pada tahap selanjutnya terbentuk neurohipofise yang terdiri atas infundibulum, median eminens dan PN (Hill 2006).

Menurut Sasaki dan Nishioka (1998), perkembangan hipofise pada anjing beagle dimulai pada umur kebuntingan 25 hari. Pada umur tersebut, kantong Rathke (adenohipofise primordium) yang berasal dari jaringan epithelium rongga mulut mulai terbentuk. Memasuki usia kebuntingan 38 hari, PI telah terbentuk dan hipofise fetus anjing beagle secara morfologis telah menyerupai hipofise anjing dewasa.

Berdasarkan analisis imunohistokimia oleh Sasaki et al. (1992) terhadap hipofise babi, diketahui sel-sel hipofise yang pertama menghasilkan hormon di bagian PD dan PI adalah sel adrenocorticotropichormone (ACTH). Sel ini ditemukan pada fetus yang berumur 40 hari, diikuti dengan sel growth hormone (GH) dan luteinizing hormone (LH) pada fetus umur 60 hari dan sel prolactin (PRL) pada fetus umur 105 di bagian PD. Sel imunoreaktif ACTH (sel-ir-ACTH) di PI terlihat lebih banyak dan dengan intensitas lebih kuat dibandingkan dengan PD.

Keberadaan sel ir-ACTH sebagai sel pertama yang terbentuk di PD hipofise babi, ditemukan pula pada fetus anjing, manusia dan tikus, sehingga diduga ACTH berperan penting pada awal kehidupan fetus dibandingkan hormon-hormon adenohipofise lainnya. Peran ACTH lainnya adalah berhubungan dengan perkembangan duodenum, penyimpanan glikogen di hati dan inhibisi adrenal pada aktivitas adenohipofise selama kehidupan fetus (Sasaki dan Nishioka 1998).

Vaskularisasi Hipofise

Menurut Sasaki et al. (1992), pada fetus babi umur 40 hari dan fetus anjing beagle umur 30 hari, pembuluh kapiler hipofise ditemukan di antara jaringan parenkim kantong Rathke. Sedangkan menurut Sasaki dan Nishioka (1998), pada fetus anjing beagle umur 38 hari, pembuluh kapiler terlihat di PD yang menerima darah dari vena porta hipofise. Namun, pleksus primer di median eminens belum ditemukan. Pleksus ini baru terlihat pada fetus umur 52 hari, di mana bagian ini telah berhubungan dengan vena porta hipofise.

(38)

eminens ke hipofise (Halasz 2000). Hubungan vaskularisasi antara hipotalamus dan adenohipofise relatif kompleks dibandingkan dengan neurohipofise. Aliran darah menuju adenohipofise berasal dari arteri hipofise superior. Dari pembuluh ini darah dibawa ke median eminens hipotalamus membentuk suatu jalinan pembuluh kapiler yang disebut pleksus primer. Pada bagian ini, hormon hipotalamus dilepaskan dan dibawa ke pars tuberalis oleh vena porta hipofise dan bermuara di pleksus sekunder, yaitu jalinan pembuluh kapiler yang terdapat di adenohipofise (Gambar 5). Pada pleksus sekunder ini beberapa hormon hipotalamus merangsang sel-sel hipofise untuk menghasilkan hormon yang selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi darah umum. Vaskularisasi neurohipofise berasal dari arteri hipofise inferior. Pada arteri ini dilepaskan pula hormon-hormon hipotalamus yang berasal dari nuklei supraoptik (SON) dan nuklei paraventrikular (PVN). Sebelum memasuki sirkulasi darah umum, hormon-hormon tersebut disimpan di pars nervosa neurohipofise (Brown 1994).

(39)

Hormon-hormon Hipofise

Sebagai kelenjar endokrin terbesar, hipofise menghasilkan sejumlah

hormon penting, yang sebagian besar dihasilkan oleh PD adenohipofise (6 hormon), PI (2 hormon) dan PN (2 hormon). Hormon-hormon PD terdiri atas:

growth hormone (GH), adrenocorticotropic hormone (ACTH), thyroid stimulating hormone (TSH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan prolactin (PRL). PI menghasilkan melanocyte stimulating hormone (MSH) dan β-endorphin (tabel 1), sedangkan PN melepaskan hormon oxytocin dan vasopressin. Pada dasarnya kedua hormon yang dilepaskan oleh neurohipofise merupakan hormon yang disekresikan oleh sel neurosekretori hipotalamus yang terdapat di nuklei paraventrikular (PVN) dan nuklei supraoptik (SON), kemudian dialirkan melewati infundibulum menuju PN neurohipofise. Hormon oxytocin dan vasopressin berada di akson sel neurosekretori dan disimpan di nervus terminal dan akhirnya dilepaskan ke arteri hipofise anterior sebelum memasuki sirkulasi darah umum (Brown 1994). Hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel adenohipofise dialirkan melalui vena hipofise ke sirkulasi sistemik menuju organ target seperti gonad, kelenjar adrenal dan tiroid (Fink 2000).

Tabel 1 Jenis sel adenohipofise dan hormon-hormon yang disekresikan Tipe sel Nama Sel Jenis Hormon Luteinizinghormone (LH) dan folikel stimulating hormon (FSH)a

Adrenokortikotropik hormon (ACTH)a Melanosit stimulating hormon (MSH)b Kromofob Sel-sel yang tidak atau memiliki sedikit hormon dan dapat

berbentuk asidofil atau basofila, b

Keterangan: a dihasilkan oleh PD, b dihasilkan oleh PI, a, b dihasilkan oleh PD dan PI (Sumber: Aron et al. 1997)

(40)

Pars Intermedia Hipofise

Perkembangan pars intermedia

Pada masa perkembangan embrional, PI berasal dari hubungan antara infundibulum dan perluasan adenohipofise (Hadley 1992). Pada anjing beagle, PI terbentuk dari dinding atas dan bagian dorsal dinding anterior kantong Rathke. Bagian ini terlihat jelas saat fetus berumur 38 hari (Sasaki dan Nishioka 1998). Proliferasi sel-sel di bagian kaudal kantong Rathke yang membentuk PI pada periode fetus relatif sedikit bila dibandingkan dengan bagian hipofise lainnya (Lathsaw 1987). PI termasuk bagian adenohipofise yang berhubungan erat dengan PN membentuk lobus neurointermedia dan terpisah dari PD oleh celah hipofise (hypophyseal cleft). Hal ini ditemukan pada beberapa spesies ikan bertulang seperti Cyprinus caprio, Parasilurus asotus dan Fugu rubripes serta pada elasmobrachii (Fujita et al. 1988) dan sebagian besar spesies mamalia termasuk fetus manusia (Bowen 2006).

Menurut Hadley (1992) dan Bowen (2006), pada setiap spesies hewan, PI memiliki ukuran dan letak yang bervariasi. Pada hewan tertentu seperti cetacea (lumba-lumba dan paus) serta aves, PI tidak ditemukan di hipofise. Pada manusia, PI berkembang dengan baik pada periode fetus, mengalami rudimenter setelah fetus lahir dan akhirnya menghilang pada saat dewasa. Pada veretebrata tingkat rendah seperti reptil, amfibi dan ikan, PI berkembang dengan baik. Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan adaptasi hewan-hewan tersebut dengan lingkungan, terutama kemampuan dalam mengubah warna kulit dan beberapa fungsi fisiologis lainnya.

Vaskularisasi pars intermedia

Menurut Bennet dan Whitehead (1983), vaskularisasi PI relatif lebih sedikit dibandingkan dengan bagian hipofise lainnya. Vaskularisasi berasal dari sistem portal hipofise yang selanjutnya memasuki jaringan parenkim PI. Sistem portal hipofise juga berperan sebagai jalur sekresi produk sel serta faktor regulasi dari dan menuju hipofise.

Struktur pars intermedia

(41)

folliculo-stellate yang tersebar di jaringan interstitial PI dan mendapat inervasi syaraf dari neuron yang berasal dari hipotalamus (Bennet dan Whitehead 1983, Bowen 2006). Menurut Fujita et al. (1988), sel-sel endokrin PI memiliki granul sekretori yang mengandung prekursor peptida kortikotropin dan -lipotropin serta sel-sel imunoreaktif MSH (sel-sel ir-MSH).

Gambar 6 Sel-sel basofil PI (melanotrop dan kortikotrop) hipofise kambing. PI berbatasan langsung dengan PN membentuk lobus neurointermedia (Sumber: Charlotte 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hipofise ikan teleost (Poecilla latipinna), ditemukan dua tipe sel penyusun PI. Sel tipe pertama adalah sel pars intermedia positive hematoxylin (PIPbH) yang bereaksi positif terhadap hematoksilin, sedangkan sel tipe kedua adalah sel pars intermedia positive periodic acid Schiff (PIPAS) yang bereaksi positif terhadap periodic acid Schiff. Sel PIPbH diketahui sebagai sel yang mensekresikan MSH (Hadley 1992).

Fungsi pars intermedia

Menurut Tsatmali et al. (2002), melanotrop PI yang tergolong basofilik (Gambar 6), merupakan sel utama penghasil hormon α-MSH, yaitu hormon yang bertanggung jawab dalam proses pigmentasi kulit dan sebagai regulator yang bekerja pada melanosit kulit dalam memproduksi pigmen melanin. Pada vertebrata tingkat rendah, hormon ini berperan dalam proses perubahan warna kulit saat beradaptasi dengan lingkungan. Pada manusia dewasa, fungsi PI tidak diketahui secara pasti, hal ini disebabkan PI mengalami rudimenter setelah fetus dilahirkan. Namun demikian, PI diduga berperan penting pada masa fetal, yaitu

(42)

berhubungan erat dengan pertumbuhan tubuh fetus. Walaupun PI yang merupakan sumber penghasil MSH tidak ditemukan pada manusia dewasa, namun peran MSH sebagai regulator pigmentasi kulit pada melanosit tetap berlangsung. Pars distalis merupakan sumber MSH pada manusia, yang bekerja sama dengan ACTH yang dikenal dengan melanokortin. Hormon inilah yang berperan penting sebagai faktor regulasi terhadap melanosit kulit.

Sekresi α-MSH oleh melanotrop PI dirangsang oleh regulator dari hipotalamus, yaitu melanocyte stimulating hormon releasing factor (MRF) dan dihambat oleh melanocyte stimulating hormone inhibiting factor (MIF). Defisiensi α-MSH menyebabkan kepucatan pada kulit, sedangkan kelebihan hormon

tersebut akan meningkatkan pigmentasi (kehitaman) pada kulit (Carolla et al. 1990).

Proopiomelanocortin (POMC)

Pada pertengahan tahun 1970, molekul POMC ditemukan di jaringan hipofise dan jaringan syaraf lainnya. Prohormon POMC merupakan molekul peptida berukuran besar, sebagai prekursor dari beberapa hormon peptida penting, yaitu ACTH, MSH dan endorphin (END). Proses perubahan molekul POMC menjadi hormon dengan peptida yang lebih kecil merupakan suatu fenomena spesifik (Gambar 7). Pembentukan ACTH dari POMC berlangsung di PD, sedangkan pembentukan MSH dan END berlangsung di melanotrop PI. Perubahan POMC tidak hanya menghasilkan α-MSH, -MSH dan variasi -MSH, ACTH serta α, , dan -END, tetapi juga menghasilkan corticotropin like intermediate lobe peptide (CLIP) dan fragmen-fragmen lainnya. α, dan -MSH secara struktural dibentuk dari ACTH pada melanotrop PI (Hadley 1992; Greidanus et al. 2000).

(43)

Gambar 7 Proses pemecahan prohormon POMC. α-MSH berasal dari pemecahan rantai

asam amino ACTH di PI (Sumber: KUL 2000).

Menurut Gantz dan Fong (2003), pembentukan prohormon POMC berawal dari ekspresi gen POMC yang sebagian besar terdapat di susunan syaraf pusat, nuklei arkuatus di hipotalamus dan nuklei traktus solitarius di batang otak. Selain itu, gen POMC diekspresikan pula oleh melanosit dan keratinosit kulit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada ikan barfin flounder, ditemukan tiga jenis gen POMC, yaitu POMC-A, B dan C di PD dan PI. Perbedaan jumlah peptida yang berasal dari ketiga gen POMC di PD dan PI hipofise, telah berhasil diidentifikasi. Peptida-peptida yang berasal dari gen POMC-A lebih banyak ditemukan di PD dibandingkan di PI, sedangkan POMC-C ditemukan dalam jumlah sedikit di PD. Adapun jenis peptida yang ditemukan di PD adalah: ACTH-A, des-acetyl (Ac)-α-MSH-A/B (susunan asam amino α -MSH-A dan α-MSH-B identik), -MSH-A, CLIP-A dan N-terminal peptide (N-POMC)-A. Sedangkan di PI ditemukan peptida-peptida des-Ac-α-MSH A/B, α-MSH A/B,

(44)

γ-MSH

Gambar 8 Susunan rantai asam amino hormon-hormon derivat POMC. -MSH, -MSH,

α-MSH, ACTH dan CLIP. Rantai asam amino 1-13 α-MSH dan ACTH identik

(Sumber: Hadley 1992).

Melanosit Stimulating Hormon (MSH)

Terdapat tiga jenis MSH yang berhasil diisolasi dari ekstrak jaringan hipofise, yaitu α-MSH (13 asam amino), -MSH (18 asam amino) dan -MSH (12 asam amino). PI hipofise terutama menghasilkan α-MSH, sedangkan -MSH dan -MSH dihasilkan di PD dan di beberapa lokasi jaringan tubuh lainnya. Ketiga jenis hormon tersebut berasal dari pemecahan prohormon POMC yang memiliki fungsi spesifik (Bicknel 2002).

(45)

proses pigmentasi kulit. Menurut Tsatmali et al. (2002), walaupun PI pada manusia menghilang setelah dilahirkan, namun α-MSH masih dihasilkan oleh jaringan tubuh lainnya, terutama kulit. Proses sintesis hormon α-MSH di kulit, tetap dimulai dari pemecahan POMC yang terjadi pada melanosit dan keratinosit kulit. Selain itu, sel-sel Langerhans kulit juga menghasilkan α-MSH dalam jumlah yang lebih rendah.

Pada hewan-hewan mamalia, karakteristik kimiawi α-MSH memiliki struktur identik pada susunan asam aminonya, tetapi sedikit berbeda pada hewan poikiloterem. Perbedaan α-MSH antara ikan hiu (Squallus acanthias) dan ikan salmon (Onchorhychus keta) terletak pada rantai asam amino, yaitu pada N-terminal serin yang tidak terasetilasi. Sedangkan pada hiu kodok, asam amino valin seperti yang terdapat pada α-MSH manusia, posisinya diganti dengan metionin. Jenis MSH lainnya yaitu -MSH, pada manusia hormon ini memiliki rantai asam amino berjumlah 22, lebih panjang dibandingkan α-MSH. Sedangkan pada mamalia lainnya, -MSH memiliki rantai asam amino yang lebih pendek, yaitu 18 buah (Gambar 8) (Hadley 1992). Fungsi -MSH pada manusia, berhubungan erat dengan fungsi ACTH, yaitu pada proses fisiologis tubuh (Greidanus et al. 2000).

Menurut Donohue dan Jacobowitz (1980), melalui teknik imunofluorosen, diketahui bahwa jaringan otak tikus juga menghasilkan α-MSH. Hormon ini ditemukan pada nuklei arkuatus dan varikositas serabut syaraf yang menyebar di bagian batang otak. Selain itu, serabut syaraf yang mengandung α-MSH juga terdapat pada beberapa nuklei di hipotalamus, area preoptik, septum, amigdala, korpus mamilaris dan substansi abu-abu. Namun demikian, konsentrasi α-MSH yang lebih tinggi ditemukan di median eminens, medial preoptik, hipotalamus anterior, nuklei arkuatus, nuklei periventrikular dan nuklei paraventrikular. Penyebaran α-MSH di otak, diduga lebih berperan sebagai neurotransmiter dari pada neuromodulator. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara α-MSH dengan sistem neuronal di otak.

Pada manusia, α-MSH dihasilkan oleh melanosit kulit disamping produk lokal lainnya. Proses pembentukan hormon ini tidak terlepas dari pemecahan prohormon POMC yang dihasilkan melanosit pada lapisan epidermis kulit. Proses pemecahan prohormon POMC sebagian besar berlangsung di melanosit,

(46)

Pengaturan Sintesis dan Sekresi MSH

Dopamin merupakan senyawa yang mirip dengan katekolamin yang berperan dalam mengontrol sekresi MSH. Senyawa ini telah berhasil diisolasi dari lobus neurointermedia (PI dan neurohipofise) bersama-sama dengan norepinefrin dan epinefrin. Dopamin dianggap sebagai senyawa yang mampu menghambat sekresi MSH oleh hipofise. Senyawa ini dilepaskan dari neuron dopaminergik yang berasal dari nukleus arkuatus menuju PI melalui tangkai hipofise (Fink 2000). Selanjutnya dopamin berinteraksi dengan reseptor dopaminergik yang terletak di membran melanotrop PI, konsentrasi dopamin yang tinggi mengakibatkan melanotrop berada pada posisi hiperpolar. Keadaan ini akhirnya menghambat sekresi MSH oleh melanotrop. Selain mengontrol sekresi MSH, dopamin juga berperan pada proses sekresi hormon derivat POMC lainnya, yaitu ACTH, -LPH, dan -endorfin (Hadley 1992).

Pada vertebrata tingkat rendah, kontrol dopamin terhadap sekresi MSH berhubungan dengan fungsi mata dalam menerima rangsangan cahaya dari lingkungan. Rangsangan ini diteruskan ke hipotalamus oleh sistem syaraf, dan selanjutnya akan ditentukan apakah terjadi penghambatan atau peningkatan sekresi MSH oleh sel-melanotrop PI (Turner dan Bagnara 1976).

Menurut Brown (1994), beberapa neurotransmiter lain juga berperan sebagai faktor penghambat dan pelepas MSH. Senyawa tersebut adalah GABA sebagai faktor penghambat; noradrenalin (NA) dan adrenalin (A) sebagai faktor penghambat dan pelepas; sedangkan asetilkolin dan serotonin (5 HT) diduga berperan sebagai faktor pelepas, namun perannya terbatas. Dopamin dan beberapa neurotransmiter tersebut bekerja langsung pada melanotrop PI (Gambar 9).

(47)

Gambar 9 Pengaturan neurotransmiter pada sintesis dan sekresi MSH. Faktor pelepas terdiri atas: MRF, NA, 5 HT, Ach; factor penghambat terdiri atas: MIF, A dan GABA. NA= noradrenalin A= adrenalin, 5 HT= 5-hidroksitriptamin (serotonin), Ach= asetilkolin, GABA= gamma amino butyric acid, sekresi dirangsang (+), sekresi dihambat (-), peran terbatas (0) (Sumber: Brown 1994).

Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap peningkatan dan penghambatan sekresi MSH telah ditemukan pada vertebrata tingkat rendah dan mamalia. Pada amfibi dan ikan, kondisi stres akan merangsang dan meningkatkan sekresi MSH dari PI, sedangkan intensitas cahaya yang tinggi akan menghambat sekresi MSH. Pada peristiwa ini, terdapat faktor lain yang ikut berperan, yaitu melatonin, hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal (epifise). Senyawa ini memiliki peran antagonis terhadap MSH (Bennet dan Whitehead 1976; Fujita et al. 1988).

(48)

suprachiasmatic melanotrope inhibiting neurons (SMINs). Selain menghasilkan NPY, SMINs juga menghasilkan dopamin dan GABA (Kramer et al. 2002). Berbeda dengan aksi neurotransmiter lainnya (dopamin, GABA) yang bekerja langsung pada melanotrop PI, NPY bekerja secara tidak langsung. Selain melanotrop, PI juga memiliki sel folliculo-stellate yang berhungan erat dengan fungsi melanotrop. Sel folliculo-stellate ini memiliki reseptor khusus terhadap NPY. Melalui reseptor inilah NPY bekerja secara tidak langsung untuk menghambat sekresi MSH dari melanotrop (Hadley 1992).

Fungsi Fisiologis MSH

Proses pigmentasi kulit pada sebagian besar vertebrata merupakan fungsi utama MSH disamping proses fisiologis lainnya. Pada kulit mamalia dan vertebrata lainnya, sel penghasil pigmen (melanosit, melanofor) terletak di stratum basale epidermis (Turner dan Bagnara 1976). Produk utama melanosit adalah melanin, yaitu pigmen endogenous yang didistribusikan pada jaringan tubuh hewan dengan konsentrasi berbeda. Komponen utama penyusun pigmen melanin adalah dihydroxyindoxylic acid. Secara kimia, melanin tidak identik dengan neurotransmiter dan hormon, tetapi memiliki prekursor yang sama dengan prekursor katekolamin, yaitu dopamin (Fujita et al. 1988).

Proses pembentukan pigmen melanin (melanogenesis), diawali dengan bergabungnya melanin dengan struktur subseluler yang disebut premelanosom. Apabila struktur ini telah dipenuhi oleh melanin, maka premelanosom berubah menjadi melanosom (granul melanin) (Hadley 1992). Melanin terdiri atas eumelanin yang membawa warna coklat dan hitam dan phaeomelanin yang membawa warna merah. Hewan yang memiliki variasi warna kulit menghasilkan satu atau beberapa jenis melanin pada lokasi kulit yang berbeda (Turner dan Bagnara 1976).

(49)

Sintesis hormon-hormon yang berasal dari POMC terjadi pada tahap yang berbeda. MSH dan CLIP ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada periode fetus manusia dan beberapa spesies primata. Konsentrasi ini menurun pada periode postnatal dan akhirnya menghilang pada waktu dewasa. Kehadiran hormon-hormon tersebut berhubungan erat dengan aspek fisiologis tubuh fetus, seperti perkembangan hubungan kelenjar hipofisa dan kelenjar adrenal (Hadley 1992).

Kortek adrenal manusia memiliki zona fetus yang luas selama masa prenatal dan menghilang pada masa postnatal, sebaliknya zona kortek mengalami hipertropi dan berkembang sebagai zona kortek definitif. Hal ini membuktikan bahwa zona fetus adrenal lebih responsif terhadap α-MSH dibandingkan dengan ACTH, sedangkan zona kortek adrenal lebih responsif terhadap ACTH. Selain itu, α-MSH dan ACTH dibawah pengaruh corticotropin releasing hormone (CRH) diduga berperan pada respon fisiologis fetus terhadap stres (Hadley 1992).

Pada proses pertumbuhan dan perkembangan fetus, α-MSH lebih berperan dibandingkan hormon koriogonadotropin dan oksitosin. Berdasarkan penelitian pada anak yang mengalami craniofaringioma, yaitu suatu gangguan dimana somatotropin hormone (STH)/growth hormone (GH) gagal disekresikan, konsentrasi STH meningkat secara signifikan setelah pemberian α-MSH. Hal ini disebabkan STH dan α-MSH berasal dari nukleus arkuatus di hipotalamus, sehingga dalam kondisi ini α-MSH bertindak sebagai STH releasing hormon. Dengan fungsi tersebut, α-MSH disebut juga sebagai growth promoting pada periode kehidupan fetus (Hadley 1992).

Dari beberapa penelitian yang berhubungan dengan sekresi aldosteron, ditemukan adanya korelasi antara melanotropin (MSH) dan aldosteron. Jenis melanotropin tersebut adalah -MSH yang secara langsung merangsang sekresi aldosteron dan bekerja pada reseptor adrenocortical. Hormon MSH lainnya, yaitu -MSH dan α-MSH memiliki kemampuan yang sama dengan -MSH dalam mengontrol zona glomerulosa adrenal dalam menghasilkan hormon aldosteron (Hadley 1992; Bicknell 2002).

(50)

aktivitas α-MSH pada neuron spesifik di otak. Potensi aksi melanotropin terhadap SSP semakin meningkat bila hormon ini diinjeksikan langsung ke dalam ruang ventrikel otak. Dapat disimpulkan, α-MSH dan melanotropin lainnya juga bertindak sebagai neurotransmiter dan neuromodulator di otak (Hadley 1992; Brown 1994).

Peran melanotropin sebagai termoregulator ditemukan pada kadal Arizona (Urosaurus ornatus) yang mampu mengubah warna kulit menjadi gelap akibat peningkatan pencahayaan dan kenaikan temperatur lingkungan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan melanosit kulit beradaptasi pada kondisi tersebut dan kemampuan dalam menyerap energi. Proses ini berlangsung dibawah kontrol α-MSH. Pada penelitian lebih lanjut, secara imunositokimia, α-MSH dan ACTH ditemukan pada area preoptik hipotalamus anterior yang merupakan pusat regulasi suhu tubuh (Samson et al 1980; Chang 1997).

Struktur dan Fungsi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh terbesar yang berfungsi sebagai barrier biologis dalam mempertahankan kondisi homeostasis internal dari pengaruh lingkungan eksternal. Beberapa kondisi lingkungan yang mempengaruhi homeostasis kulit adalah radiasi sinar ultra violet (UV), temperatur, energi mekanis, agen biologis dan kimia serta kelembaban udara (Slominski dan Wortsman 2000).

(51)

Gambar 10 Struktur umum kulit. Secara umum terdiri atas lapisan epidermis, dermis dan hipodermis (Sumber: Anonim 2000).

Melanosit

Melanosit pada vertebrata berasal dari neural crest lapisan ektoderm umum. Selanjutnya melanosit yang masih berbentuk melanoblas bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi melanosit pada lapisan epidermis kulit dan rambut serta jaringan tubuh lainnya. Pada manusia, melanosit tersebar di stratum basale epidermis, rambut, retina, iris, pleksus koroideus mata dan leptomeningen yang menyelubungi susunan syaraf pusat, membrana labirin telinga, substansia nigra dan lokus seruleus batang otak. Melanosit pada hewan poikiloterem diinervasi oleh syaraf otonom, yaitu melanin aggregating nervus dan melanin dispersing nervus. Sedangkan melanosit pada epidermis manusia tidak diinervasi oleh syaraf otonom, sehingga sel tersebut tidak sensitif terhadap hormon spesifik (Fujita et al. 1980).

(52)

dan asetilkolin yang berfungsi sebagai respon kulit terhadap stres yang berasal dari lingkungan. Sistem neuroendokrin kulit saling berhubungan melalui jalur humoral dan neuronal untuk merangsang sistem vaskular, imun atau perubahan pigmen untuk menetralisir agen-agen berbahaya, sehingga sistem neuroendokrin kulit berperan penting dalam memelihara struktur dan integritas fungsional kulit (Slominski dan Wortsman 2000; Kauser et al. 2005).

Hubungan PI dan Melanosit Kulit

Secara fungsional, hubungan PI dengan melanosit kulit beragam pada berbagai spesies hewan dan manusia, yang disebabkan adanya variasi perkembangan dan fungsi PI hipofise. Pada vertebrata tingkat rendah (reptil, amfibi dan ikan), hubungan PI dan melanosit terlihat jelas. Aktivitas melanosit kulit berupa perubahan warna kulit dapat berlangsung dengan peran α-MSH yang disekresikan PI (Fujita et al. 1988). Sedangkan pada manusia dewasa, hubungan tersebut tidak erat, namun pada masa prenatal, PI fetus berkembang dengan baik dalam menghasilkan α-MSH yang berperan sebagai growth promoting yang berhubungan erat dengan sintesis growth hormone dalam proses pertumbuhan tubuh fetus (Hadley 1992). Menurut Carola et al. (1990), dengan menghilangnya PI hipofise pada manusia dewasa, sekresi α-MSH yang berasal dari hipofise tidak cukup untuk merangsang aktivitas melanosit kulit, oleh karena itu diperlukan adanya kombinasi antara ACTH dan α-MSH dalam mengatur fungsi melanosit kulit.

(53)

Menurut Slominski dan Wortsman (2000), kemampuan kulit melalui melanosit, keratinosit dan Langerhans dalam menghasilkan produk neuroendokrin yang sama dengan hipofise dan adrenal, disebabkan ketiga jaringan tersebut berasal dari sumber yang sama pada masa embrional. Jaringan hipofise, adrenal dan kulit berasal dari sel-sel epitel luar ektoderm. Proses fisiologis yang melibatkan peran hipofise, kelenjar adrenal dan jaringan kulit pada proses pigmentasi merupakan proses yang kompleks. Proses tersebut diawali dengan adanya stimulus dari lingkungan yang diterima lapisan epidermis kulit. Rangsangan diteruskan ke susunan syaraf pusat berupa sinyal neuronal dan sinyal humoral untuk menghasilkan produk neuroendokrin yang mengontrol fungsi kulit.

Gambar 11 Lapisan epidermis kulit dan bagian-bagiannya. Melanosit dengan granul melanosom terletak di membran basal (stratum basale), keratinosit di lapisan superfisial berhubungan erat dengan melanosit (Sumber: Anonim 2006).

Pembentukan Pigmen Melanin

Gambar

Gambar 1 Monyet ekor panjang (M. fascicularis) dan peta penyebarannya (merah) (Sumber : Lang 2006)
Gambar 3  Hipofise dan bagian-bagiannya. Pars intermedia (warna hijau), berbatasan langsung dengan pars nervosa, dengan pars distalis dipisahkan oleh hypophyseal cleft(Sumber: KUL 2000)
Gambar 4 Tahapan perkembangan hipofise. Hipofise berasal dari dua jaringan  berbeda, stomodeum (merah) dan diensefalon (abu-abu) (Sumber: Bowen 2006)
Gambar 5 Sistem vaskularisasi hipofise. Sistem portal hipofise (biru) mengalirkan darah dari hipotalamus dan menyalurkan hasil sintesis hormon-hormon adenohipofise  melalui vena hipofise ke organ  target (Sumber: Martini 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil jagung P 27 pada perlakuan pupuk kandang (T1) dan sludge (T2) secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 5) disebabkan karena kandungan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Untuk menghindari salah ketik, soal ujian supaya diserahkan kepada kami dalam keadaan sudah diketik, untuk selanjutnya digandakan oleh panitia ujian akhir

Sebelum mengisi KRS online, mahasiswa diwajibkan menghadap dosen PA untuk mendapatkan petunjuk dan bimbingan dalam menentukan beban sks yang akan diambil serta

yang pasti mereka hanya bergaul dengan orang-orang yang seperti mereka juga. Namun perlu diketahui juga bahwa pergaulan mereka tentu tidak baik atau melanggar etika

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa musik keroncong yang telah diaransemen atau disesuaikan dengan nada dan irama sama dengan musik klasik terbukti

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa tumbuhan bunga yang diperoleh dari kawasan hutan Desa Batu Dulang Sumbawa terdapat sebanyak 216 individu tumbuhan

Berdasarkan uraian tersebut, maka menarik untuk dikaji tentang pengaruh penggunaan elbow 75° terhadap global void fraction juga pola aliran yang terjadi pada aliran dua