• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau Di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau Di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

KIKKY FEBRIASI

127011123/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KIKKY FEBRIASI

127011123/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nama Mahasiswa : KIKKY FEBRIASI

Nomor Pokok : 127011123

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Nama : KIKKY FEBRIASI

Nim : 127011123

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT

ADAT MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM

NAGARI KAMANG MUDIAK

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

muka bumi ini tidak bertambah bahkan berkurang dengan semakin luasnya wilayah perairan dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat maka. Berdasarkan latar belakang maka penelitian perkembangan syarat menggadai tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat adat Minangkabau di Kabupaten Agam nagari Kamang Mudiak penting untuk dilakukan.

Jenis penelitian menggunakan Yuridis Sosiologis digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan syarat menggadai tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat adat Minangkabau di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak dalam praktek. Penelitian dilakukan dengan pendekatan Deskriptif Analisis.

Pada masyarakat adat di Minangkabau tanah harta pusaka tinggi tidak boleh dijual atau digadaikan. Menggadai tanah harta pusaka tinggi harus memenuhi 4 (empat) syarat adat yaitu : mayek tabujua di tangah rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang alun balaki, mambangkik batang tarandam.Apabila dalam kaum membutuhkan biaya tersebut yang harus dipenuhi dalam waktu cepat atas persetujuan anggota kaum maka gadai dapat dilaksanakan.

Empat syarat adat menggadai pada saat ini pengertiannya sudah diperluas sesuai tuntutan perkembangan zaman guna memenuhi kebutuhan hidup agar tercapai kemakmuran hidup bagi anggota kaumnya seperti membayar hutang kaum, membayar ongkos irigasi untuk persawahan, membayar iuran nagari, membayar hutang darah, membayar kecelakaan, tambahan ongkos naik haji, pendidikan dan pernikahan kemanakan.

Dampak adanya perkembangan syarat secara adat menggadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam nagari Kamang Mudiak terhadap tanah harta pusaka tinggi menjadi berkurang karena sudah banyak tanah harta pusaka tinggi yang digadaikan oleh anggota kaumnya. Tujuan semula bahwa tanah harta pusaka untuk membantu dalam memenuhi kebutuhan kehidupan anggota kaumnya pada saat ini tidak dapat dilaksanakan lagi sebab dengan berkurangnya tanah harta pusaka tinggi maka berkurang pula hasil pencahariannya.

Perjanjian gadai tanah harta pusaka tinggi sebaiknya diketahui dan ditandatangani oleh Walinagari dan perjanjian tersebut juga dijadikan arsip dokumen di kantor Walinagari jika terjadi perselisihan maka arsip dokumen tersebut tersimpan rapi.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan gadai tanah harta pusaka tinggi di nagari Kamang Mudiak tetap berlangsung menurut Hukum Adatnya dan statusnya tetap ada, walaupun dewasa ini telah berlaku Hukum Nasional (UUPA Pasal 7 UU. No. 56/Prp/1960) akan tetapi Hukum Nasional ini tidak digunakan oleh masyarakat nagari Kamang Mudiak, mereka memilih menggunakan Hukum Adatnya sendiri.

(7)

decrease in line with the increasing breadth of territorial waters and the increasing population growth. Based on the background above, it is important to conduct a study on the development of terms and condition of mortgaging the land of high heritage in the indigenous people of Minangkabau Nagari Kamang Mudiak Agam District.

This sociological juridical study with descriptive analytical approach was intended to describe the development of terms and condition of mortgaging the land of high heritage in the indigenous people of Minangkabau Nagari Kamang Mudiak Agam District in practice. This study was conducted through descriptive analytical approach.

In the indigenous people of Minangkabau, the land belongs to the property of high heritage must not be sold or mortgaged. To mortgage the land belongs to the property of high heritage should meet 4 (four) conditions, namely: mayek tabujua di tangah rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang alun balaki, mambangkik batang tarandam (one of the family members of dead, family home of damaged, the daughter of the family is not married yet, to save from oblivion). If the family needs money as soon as possible to pay the cost related to the 4 conditions above, with the agreement of all family members, then the mortgage can be done.

In line with time development, the understanding of the four conditions above have been expanded to meet the necessities of life in order to achieve the prosperity of life for their family members, such as paying the family debt, paying the cost irrigation for the family’s rice fields, paying the nagari dues, paying blood debt, paying the cost for accident, the additional costs of going for Haji, education, and niece’s wedding.

The impact of the existence of the development of term and condition of mortgaging the land belongs to property of high heritage in Nagari Kamang Mudiak, Agam District on the land belongs to property of high heritage is decreasing because many of the lands belong to the property of high heritage have been mortgage by the family members of the clan. The original purpose of mortgaging the lands belong to property of high heritage namely to assist in meeting the necessity of life of family members of their clan, at present, can’t be done anymore because with the decreasing breadth of the land belongs to the property of high heritage, the income received from the land mortgage is reduced too.

The mortgage agreement of the land belongs to the property of high heritage should be known and signed by Wali Nagari and the agreement is also filed in the Office of Wali Nagari that the document can be saved and can be used in case a dispute arises.

The result of this study showed that the implementation of the mortgage of the land belongs to the property of high heritage in Nagari Kamang Mudiak keeps taking place in accordance with the Local Adat Law and the status remain. Even though the National Law (Article 7 of The Agrarian Law No. 56/Prp/1960) has been in force, this National Law is used by the community members of Nagari Kamang Mudiak because they choose to use their own Adat Law.

(8)

limpahan Rahma dan Rahim Nya, anugrah berupa kesehatan, rezeki kekuatan dan semangat yang telah membawa berkah, sehingga dapat terselesaikannya penulisan tesis yang berjudul “PERKEMBANGAN SYARAT MENGGADAI TANAH

HARTA PUSAKA TINGGI DALAM MASYARAKAT ADAT

MINANGKABAU DI KABUPATEN AGAM NAGARI KAMANG MUDIAK”

kemudian shalawat dan salam tak lupa Penulis Sanjungkan Keharibaan Nabi Muhammad S.A.W, Keluarga, Para Sahabat, serta para pengikutnya. Dan dengan harapan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan ilmu hukum khususnya di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih Penulis ucapkan yang setulus-tulusnya khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara beserta Pembantu Rektor dan Staff.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah membimbing Penulis sampai penulisan tesis ini dapat selesai dengan baik.

(9)

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku Dosen Penguji dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan yang telah memberi saran dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum, selaku Dosen Penguji yang telah memberi saran dalam penulisan tesia ini.

7. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Walinagari, Ketua KAN, Ninik Mamak dan Tokoh-Tokoh Masyarakat Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam yang telah memberi izin dan kemudahahan kepada Penulis untuk melakukan penelitian ini.

9. Ibunda Sulastri dan Ibu mertua Yarnalis yang telah memberikan dukungan serta jasanya tak terkatakan. Serta kakak dan abang ipar, adik-adik terima kasih atas doa dan dukungannya.

10. Suami tercinta Yunasril, SH, MKn dan anak-anak Ahda Salsabilla Nasky, Muhammad Fadlan Arsyad Nasky, Sulthan Agung Al-Fatih Nasky yang telah sabar selalu menemani, terima kasih atas doa dan segala dukungan yang diberikan sampai penulisan tesis ini diselesaikan.

11. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dukungan moril dan material untuk kelancaran penyelesaian studi ini.

12. Semua sahabat dan kerabat yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala doa dan dukungannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

(10)

atas segala kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan untuk kesempurnaannya dan kemanfaatan terutama bagi penulis dan pembaca guna mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

Medan, Agustus 2014 Penulis

(11)

Nama : KIKKY FEBRIASI Tempat/Tgl Lahir : Medan, 06 Pebruari 1981

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jalan Jenderal Sudirman Km. 58, Desa Firdaus, Kecamatan Firdaus, Kabupaten Serdang Bedagai

2. KELUARGA

Nama Ayah : Alm. SUCIONO, SMHk. Nama Ibu : SULASTRI

Suami : YUNASRIL, S.H., M.Kn.

3. PENDIDIKAN

SD Supriyadi (1987 – 1993) SMP Supriyadi (1993 – 1996) SMU Supriyadi (1996 – 1999) S1 UISU (1999 - 2003)

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR SKEMA ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 24

1. Jenis Dan Sifat Penelitian ... 25

2. Metode Pendekatan ... 26

3. Lokasi Penelitian ... 27

4. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 27

5. Teknik Pengumpulan Data ... 27

6. Alat Pengumpulan Data ... 28

(13)

Pengikatan Gadai Tanah Harta Pusaka Tinggi di Nagari

Kamang Mudiak ... 45

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN DILAKUKANNYA GADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DI NAGARI KAMANG MUDIAK ... 81

A. Dalam Literatur Hukum Adat ... 81

B. Dalam Kehidupan Masyarakat Minangkabau di Nagari Kamang Mudiak ... 88

BAB IV DAMPAK ADANYA PERKEMBANGAN SYARAT SECARA ADAT MENGGADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DI NAGARI KAMANG MUDIAK ... 92

A. Dampak Terhadap Kehidupan Kaum ... 92

B. Dampak Terhadap Harta Pusaka Tinggi ... 95

C. Penyelesaian Sengketa Gadai Tanah Pusaka Tinggi ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...128

A. Kesimpulan ... 128

B. Saran ... 129

(14)

Tabel 2 : Tingkat Pendidikan ... 33

Tabel 3 : Status Pekerjaan ... 34

Tabel 4 : Jumlah Pemilikan Tanah ... 35

Tabel 5 : Jorong Nagari Kamang Mudiak dan Luas Wilayah ... 35

Tabel 6 : Jenis Penggunaan Tanah dan Luas Wilayah ... 36

Tabel 7 : Berdasarkan Jumlah Suku/Generasi di Nagari Kamang Mudiak ... 39

Tabel 8 : Berdasarkan Teritorial Wilayah Nagari Kamang Mudiak ... 40

Tabel 9 : Aturan atau Prosedur Mengadaikan Harta Pusaka Tinggi Secara Adat ... 57

Tabel 10 : Benda Riil ... 61

Tabel 11 : Benda Kehormatan ... 62

Tabel 12 : Tingkatan / Jarak Penerimaan Gadai ... 63

Tabel 13 : Cara Pengikatan Gadai ... 65

Tabel 14 : Alasan Masyarakat Nagari Kamang Mudiak Menggadai ... 89

Tabel 15 : Dampak Gadai Terhadap Harta Pusaka Tinggi ... 95

(15)
(16)
(17)

melalui pihak bapak

Pusako Basalin : pemindahan harta pusaka tinggi yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan tidak boleh dibagi menjadi harta milik pribadi

Harta Pusaka Tinggi : harta yang diperoleh secara turun temurun secara kumulatif untuk anak/kemanakan perempuan

Sabarek Sapikua : masih sesuku

Sando : gadai

Rupiah : emas dalam bentuk bulat seperti uang logam

Nagari : desa

Tabek : kolam ikan

Rumah Gadang : rumah adat Minangkabau

Balai : tempat pertemuan

Langgar : surau

Sako : gelar

Mamak Kepala Waris : yang menegepalai kaum

Kaum : anggota sesuku

Uwo : kakak perempuan ibu

Mande : ibu

Samande : seibu

Ganggam Bantuak : tanah ulayat yang diperuntukkan bagi kaumnya

Sajurai : satu keluarga kecil

Saparuik : berasal dari satu perut

Pagang Gadai : gadai

Kampuang : kampung

Jorong : dusun

Kepala Suku : orang yang mengepalai suku

Wali Jorong : kepala dusun

Wali Nagari : kepala desa/lurah

Luhak : hukum

Badunsanak : bersaudara

Bundokanduang : ibu kandung

Manaruko : membuka

Jenjang : urutan tangga

Pusako salingka suku : pusaka yang ditawarkan terlebih dahulu kepada sesuku

(18)

MA : Mahkamah Agung RI : Republik Indonesia

SAW : Shalallahu’ Allaihi Wassalam

UU : Undang-Undang

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata PP : Peraturan Pemerintah

PN : Pengadilan Negeri HTN : Hukum Tanah Negara UUD : Undang-Undang Dasar PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah BPN : Badan Pertanahan Nasional Perda : Peraturan Daerah

(19)

muka bumi ini tidak bertambah bahkan berkurang dengan semakin luasnya wilayah perairan dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat maka. Berdasarkan latar belakang maka penelitian perkembangan syarat menggadai tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat adat Minangkabau di Kabupaten Agam nagari Kamang Mudiak penting untuk dilakukan.

Jenis penelitian menggunakan Yuridis Sosiologis digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan syarat menggadai tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat adat Minangkabau di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak dalam praktek. Penelitian dilakukan dengan pendekatan Deskriptif Analisis.

Pada masyarakat adat di Minangkabau tanah harta pusaka tinggi tidak boleh dijual atau digadaikan. Menggadai tanah harta pusaka tinggi harus memenuhi 4 (empat) syarat adat yaitu : mayek tabujua di tangah rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang alun balaki, mambangkik batang tarandam.Apabila dalam kaum membutuhkan biaya tersebut yang harus dipenuhi dalam waktu cepat atas persetujuan anggota kaum maka gadai dapat dilaksanakan.

Empat syarat adat menggadai pada saat ini pengertiannya sudah diperluas sesuai tuntutan perkembangan zaman guna memenuhi kebutuhan hidup agar tercapai kemakmuran hidup bagi anggota kaumnya seperti membayar hutang kaum, membayar ongkos irigasi untuk persawahan, membayar iuran nagari, membayar hutang darah, membayar kecelakaan, tambahan ongkos naik haji, pendidikan dan pernikahan kemanakan.

Dampak adanya perkembangan syarat secara adat menggadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam nagari Kamang Mudiak terhadap tanah harta pusaka tinggi menjadi berkurang karena sudah banyak tanah harta pusaka tinggi yang digadaikan oleh anggota kaumnya. Tujuan semula bahwa tanah harta pusaka untuk membantu dalam memenuhi kebutuhan kehidupan anggota kaumnya pada saat ini tidak dapat dilaksanakan lagi sebab dengan berkurangnya tanah harta pusaka tinggi maka berkurang pula hasil pencahariannya.

Perjanjian gadai tanah harta pusaka tinggi sebaiknya diketahui dan ditandatangani oleh Walinagari dan perjanjian tersebut juga dijadikan arsip dokumen di kantor Walinagari jika terjadi perselisihan maka arsip dokumen tersebut tersimpan rapi.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan gadai tanah harta pusaka tinggi di nagari Kamang Mudiak tetap berlangsung menurut Hukum Adatnya dan statusnya tetap ada, walaupun dewasa ini telah berlaku Hukum Nasional (UUPA Pasal 7 UU. No. 56/Prp/1960) akan tetapi Hukum Nasional ini tidak digunakan oleh masyarakat nagari Kamang Mudiak, mereka memilih menggunakan Hukum Adatnya sendiri.

(20)

decrease in line with the increasing breadth of territorial waters and the increasing population growth. Based on the background above, it is important to conduct a study on the development of terms and condition of mortgaging the land of high heritage in the indigenous people of Minangkabau Nagari Kamang Mudiak Agam District.

This sociological juridical study with descriptive analytical approach was intended to describe the development of terms and condition of mortgaging the land of high heritage in the indigenous people of Minangkabau Nagari Kamang Mudiak Agam District in practice. This study was conducted through descriptive analytical approach.

In the indigenous people of Minangkabau, the land belongs to the property of high heritage must not be sold or mortgaged. To mortgage the land belongs to the property of high heritage should meet 4 (four) conditions, namely: mayek tabujua di tangah rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang alun balaki, mambangkik batang tarandam (one of the family members of dead, family home of damaged, the daughter of the family is not married yet, to save from oblivion). If the family needs money as soon as possible to pay the cost related to the 4 conditions above, with the agreement of all family members, then the mortgage can be done.

In line with time development, the understanding of the four conditions above have been expanded to meet the necessities of life in order to achieve the prosperity of life for their family members, such as paying the family debt, paying the cost irrigation for the family’s rice fields, paying the nagari dues, paying blood debt, paying the cost for accident, the additional costs of going for Haji, education, and niece’s wedding.

The impact of the existence of the development of term and condition of mortgaging the land belongs to property of high heritage in Nagari Kamang Mudiak, Agam District on the land belongs to property of high heritage is decreasing because many of the lands belong to the property of high heritage have been mortgage by the family members of the clan. The original purpose of mortgaging the lands belong to property of high heritage namely to assist in meeting the necessity of life of family members of their clan, at present, can’t be done anymore because with the decreasing breadth of the land belongs to the property of high heritage, the income received from the land mortgage is reduced too.

The mortgage agreement of the land belongs to the property of high heritage should be known and signed by Wali Nagari and the agreement is also filed in the Office of Wali Nagari that the document can be saved and can be used in case a dispute arises.

The result of this study showed that the implementation of the mortgage of the land belongs to the property of high heritage in Nagari Kamang Mudiak keeps taking place in accordance with the Local Adat Law and the status remain. Even though the National Law (Article 7 of The Agrarian Law No. 56/Prp/1960) has been in force, this National Law is used by the community members of Nagari Kamang Mudiak because they choose to use their own Adat Law.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris di mana tanah diperuntukkan bagi kemakmuran hidup rakyatnya. Dalam hal ini sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi :

“Bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menganut asas unifikasi yang artinya hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air, artinya hanya ada satu sistem yaitu yang ditentukan dalam pasal 5 UUPA,

“hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.1

Minangkabau merupakan salah satu wilayah di Indonesia di mana hubungan antara masyarakat dan tanah tidak bisa dipisahkan dari hukum adat.

Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumi putra dan timur asing yang mempunyai upaya memaksa, lagi pula tidak dikodifikasikan.2 Jadi sistem hukum adat adalah sistem yang tidak tertulis, yang

1

A.P. Parlindungan ,Konversi Hak – Hak Atas Tanah,(Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 1

2Abdul Manan, Hukum Islam Dalam Berbagai Wacana, (Jakarta : Pustaka Bangsa, 2003),

(22)

tumbuh dan berkembang serta terpelihara sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya, karena hukum adat sifatnya tidak tertulis maka hukum adat senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dan yang berperan dalam melaksanakan hukum adat ini adalah pemuka adat itu sendiri sebagai pemimpin yang disegani dan berpengaruh dalam lingkungan masyarakatnya.3

Peradaban manusia sejak dahulu di dalam sejarah sudah menjelaskan bagaimana cara untuk mempertahankan kelangsungan keturunannya dengan mempersiapkan lahan pertanian atau harta benda yang bisa diwariskan bagi keturunan anak cucunya kelak agar bisa menikmati kehidupan yang lebih baik.

Kebiasaan ini lambat laun menjadi ajaran-ajaran adat pada suku-suku tertentu. Kebiasaan adat lebih dititikberatkan kepada norma-norma adat atau kebiasaan leluhur yang kesemuanya merujuk kepada hak otoritas kepala suku apakah itu laki-laki ataupun perempuan, klanmatriarkiataupatriarki.4

Hukum adat Minangkabau tanah harta pusaka tinggi merupakan harta kekayaan yang harus dipertahankan karena wibawa kaum ditentukan dari luas tanah yang dimiliki kaum tersebut dan untuk menandakan bahwa ia orang Minangkabau asli sesuai dengan pepatah adat yaitu :5

3Edison Piliang dan Nasrun Marajo Sungut, Budaya Dan Hukum Adat di Minangkabau,

(Bukit Tinggi : Kristal Multimedia, 2010), hlm. 224

4Patriarkidiartikan sebagai sistim masyarakat yang menelusuri garis keturunan melalui pihak

bapak (suami). Sebaliknya matriarki, kelompok masyarakat yang menelusuri garis keturunan melalui pihak ibu (istri), Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta : Paramadina, 2001), hlm. 128

5Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang : Sri

(23)

Ado tapian tampek mandi, (ada tepian tempat mandi) Ado basasok bajarami, (ada sawah yang menghasilkan)

Ado bapandam pakuburan, (ada tanah yang khusus digunakan untuk makam

keluarga).”

Tanah adalah suatu hak yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Tanah adalah tempat untuk mencari nafkah, mendirikan rumah atau tempat kediaman, menjadi tempat dikuburnya orang pada waktu meninggal dan juga sumber penghidupan bagi keluarga. Artinya, tanah adalah hal yang sangat diperlukan manusia.

Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusaka ini dari mamak kemenakan dalam istilah adat disebut juga dengan “Pusako Basalin “6bagi harta pusaka tinggi berlaku ketentuan adat seperti pepatah berikut :

Tajua indak dimakan bali

Tasando indak dimakan gadai

Artinya :

Terjual tidak bisa dibeli

Agunan yang tidak dapat digadai.

Bagi masyarakat adat Minangkabau, tanah harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan atau digadaikan. Perbuatan menggadai tanah harta pusaka tinggi diperbolehkan hanya untuk keperluan kepentingan kaum atau menjaga martabat 6Pusako Basalin adalah pemindahan harta pusaka yang diturunkan dari satu generasi ke

(24)

kaum. Menggadai tanah harta pusaka tinggi harus dilakukan secara musyawarah antar anggota kaum dan harus mendapat persetujuan anggota kaum tersebut untuk menggadai. Adanya larangan ini pada hakikatnya adalah untuk menjaga agar jangan sampai harta pusaka tersebut berpindah keluar dari kekuasaan kaum dan menjadi milik orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kaum tersebut. Ada ketentuan adat tanah harta pusaka tinggi itu dapat digadaikan harus memenuhi salah satu syarat berikut:7

1. Mayat tabujua di tangah rumahartinya tanah pusaka tinggi dapat digadaikan apabila untuk biaya pemakaman.

2. Rumah gadang katirisan artinya apabila rumah kaum (rumah gadang) perlu diperbaiki (renovasi).

3. Gadih gadang alun balakiartinya untuk mengawinkan perempuan yang telah cukup dewasa yang kalau tidak dikawinkan dapat membuat malu kaumnya atau kepala suku.

4. Mambangkik batang tarandam artinya untuk menegakkan penghulu karena penghulu sebelumnya telah meninggal.

Jika tidak ada karena sebab yang 4 (empat) perkara tersebut, tanah harta pusaka tinggi tersebut tidak boleh dijual atau digadaikan. Sebelum melakukan hal tersebut, supaya dicari terlebih dahulu jalan lain, jika sudah habis tenggang (waktu) dan tidak dapat juga, barulah dilakukan menggadai tanah harta pusaka tinggi tersebut. Sesungguhnya diizinkan menggadai dengan sebab yang empat tersebut, apabila hendak melakukan perbuatan itu tidak boleh dengan sengaja. Penghulu yang mengepalai kampung itu wajib menyuruh kaumnya berusaha mencari bermacam -macam jalan sebelum menggadai, namun bila usaha kaumnya tidak berhasil dan

7A.A.Navis,Alam Terkembang Menjadi Guru Adat Dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta:

(25)

harus melangsungkan atau membiayai salah satu dari 4 (empat) penyebab tersebut maka dengan persetujuan seluruh kaum barulah harta pusaka tinggi itu dapat digadaikan menurut adatnagariitu.8

Gadai ini dapat dilaksanakan dengan syarat semua anggota kaum harta pusaka tinggi tersebut sudah sepakat. Harta yang digadaikan dapat ditebus kembali dan tetap menjadi milik ahli warisnya. Gadai tidak tertebus dianggap hina. Disamping itu manggadai biasanya tidak jatuh pada suku lain melainkan kepada kaum “sabarek sapikua”(seberat sepikul) yang bertetangga masih dalam suku itu juga.9

Si penggadai memperoleh sejumlah emas, rupiah atau uang yang diukur dengan luas harta yang digadaikan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Bila sawah yang menjadi jaminan atau sebagaisando (sandra), maka boleh ditebusi oleh si penggadai paling kurang sudah dua kali panen. Jika sudah dua kali turun kesawah tidak juga ditebusi, maka hasil tetap dipungut oleh orang yang memberi uang atau emas tadi.10

Selama itu pemegang gadai berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah tersebut. Pemegang gadai adalah orang yang menyerahkan sejumlah emas, rupiah atau uang kepada pemilik tanah yang memperoleh hak gadai atas tanah yang dimaksud, hak gadai itu berakhir dengan penebusan emas, rupiah atau uang yang menjadi tebusan itu sebanyak yang pernah

8Ibrahim Dt.Sanggoeno Diradjo, Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang,

(Bukit Tinggi : Kristal Multimedia, 2010), hlm. 239

9

Ibid,hlm. 7

(26)

diserahkan oleh pemegang gadai, dengan demikian maka jelaslah bahwa sungguhpun pemilik tanahnya sama-sama menerima sejumlah emas, rupiah atau uang dari pihak lain, hak gadai itu bukanlah hak jaminan atau hak tanggungan.11

Orang yang banyak harta yang berupa materiil dikatakan orang berada atau orang kaya, tetapi menurut pandangan adat di Minangkabau, orang berada atau banyak harta ditinjau dari banyaknya harta pusaka tinggi turun temurun yang dimilikinya. Dari status adat, orang atau kaum lebih terpandang jika memiliki banyak harta pusaka yang bukan karena dibeli.12

Yang dimaksud harato pusako tinggi ialah segala harta pusaka yang diwarisi secara turun temurun sebagaimana dalam pepatah adat menyatakan sebagai berikut:13

Birik-birik tabang ka sawah(birik-birik terbang ke sawah) Dari sawah tabang ka halaman(dari sawah terbang kehalaman) Basuo di tanah bato(bertemu ditanah bata)

Dari niniak turun ka mamak(dari ninik turun ke mamak)

Dari mamak turun ka kamanakan(dari mamak turun kemenakan) Patah tumbuah hilang baganti(patah tumbuh hilang berganti) Pusako baitu juo(pusaka demikian juga)

Tanah harta pusaka tinggi ini merupakan jaminan untuk kehidupan dan biaya anak kemenakan di Minangkabau, terutama untuk kehidupan masyarakat yang berlatar belakang kehidupan agraris di dusun dannagari.

11Dirman,Perundang-Undangan Agraria di Indonesia, (Jakarta : J.B.Wolters, 1958), hlm. 108

12Azmi Bagindo,Cimbuak – Forum Silaturahmi dan Komunikasi Masyarakat Minangkabau,

Bukit Tinggi tanggal 1 April 2008

(27)

Tanah di Minangkabau merupakan suatu pengikat untuk berdirinya suatu organisasi (kaum) dan penggunaan tanah tersebut dapat dilakukan secara bersama sehingga akan menjamin kelangsungan hidup organisasi (kaum) tersebut.14

Selama ini penyebutan tentang harta di Minangkabau sering tertuju penafsirannya kepada harta yang berupa materiil saja seperti sawah, ladang, tabek (kolam ikan), rumah gadang, bukit, hutan yang diwariskan secara turun temurun kepada anak/kemanakan perempuan, balai (tempat berkumpul), mesjid atau langgar (surau), tanah pemakaman dinikmati pemakaiannya oleh seluruh anggota kaum.15

Di samping harta yang berupa materiil ini ada pula harta yang berupa immateriil yakni sako (gelar pusaka) merupakan kekayaan tanpa wujud memegang peranan yang sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau seperti pemberian gelar penghulu (datuak) diberi dengan menggunakan upacara adat yang menghabiskan biaya yang cukup banyak, peralatan atau perlengkapan penghulu (datuak) semua harta tersebut diwariskan secara turun temurun kepada anak laki-laki dari saudara perempuan.16

Pusako (pusaka) atau harta pusaka adalah segala kekayaan berwujud (materiil) yang diwariskan nantinya kepada anak kemanakan. Harta Pusaka adalah harta milik bersama (kolektif) yang tidak boleh dibagi menjadi hak perorangan oleh orang yang menerima pusaka, melainkan wajib selamanya menjadi hak bersama

14 Iskandar Kamal, Beberapa Aspek Dari Hukum Kewarisan Matrilineal ke Bilateral di Minangkabau,dalam Mukhtar Naim, (Padang : Center for Minangkabau studies, 1968), hlm. 12

(28)

dalam kaum yang menerima pusaka secara turun temurun, semua anggota kaum sama berhak atas pemakaian harta tersebut, dan diawasi dan dipelihara oleh Mamak Kepala Waris untuk kelangsungan hidup para kemenakan anggota kaum.17

Seseorang yang sedang memegang dan mengusahai harta pusaka tersebut adalah sebagai peminjam pakai dan ia tidak berhak mengalihkan dan melakukan perbuatan hukum lainnya atas harta pusaka tersebut dengan cara apapun juga, bila ia meninggal dunia maka dengan sendirinya harta tersebut kembali kepada kaumnya.

Hasil keputusan rapat yang dilakukan oleh ninik mamak, cadiak pandai,alim ulama di Bukit Tinggi pada tahun 1952 dan dikuatkan dalam Seminar Hukum Adat Minangkabau yang diadakan di Padang pada tahun 1968 menyimpulkan mengenai harta pusaka di Minangkabau dibedakan atas empat bahagian yaitu :

1. Harta Pusaka Tinggi 2. Harta Pusaka Rendah 3. Harta Pencaharian 4. Harta Suarang

Harta pusaka tinggi adalah segala harta pusaka yang diwarisi secara turun temurun dari orang-orang tua terdahulu, yang tidak diketahui lagi siapa yang pertama-tama memperoleh atau mendapatkan harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Masyarakat adat Minangkabau menganut sistem matrilineal, mereka hidup dalam masyarakat yang kekerabatannya dihitung menurut garis ibu semata-mata dan pusaka serta waris

(29)

diturunkan menurut garis ibu pula sehingga seorang anak tidak menerima warisan dari ayahnya melainkan dari ibu, mamak atau bibinya.

Harta pusaka tinggi diturunkan jauh lebih tinggi yaitu dari ninik (nenek perempuan) diwariskan ke uwo, dari uwo ke mande (ibu) dan dari mamak ke kemenakan.18

Harta pusaka rendah adalah harta hasil pencaharian suami istri dalam suatu perkawinan dan apabila perkawinan tersebut terhenti karena perceraian atau karena meninggal salah satu pihak maka harta yang didapat selama perkawinan dalam masyarakat adat di Minangkabau dibagi dua, apabila yang meninggal suami maka setengah menjadi hak kemanakan dalam kaumnya, apabila yang meninggal istri maka setengah menjadi hak ibu atau saudara perempuannya dan sisa setengah menjadi hak istri/suami dan anaknya.19

Harta pewarisan yang pada awalnya adalah merupakan harta pusaka rendah akan menjadi harta pusaka tinggi bila telah diwariskan berdasarkan sistemmatrilineal dalam kaitannya dengan penambahan harta pusaka tinggi yang berfungsi sebagai pengikat diantara sesama kaum yang biasanya berbentuk rumah gadang dan tanah pusaka. Tanah ini merupakan suatu pengikat untuk berdirinya suatu organisasi (kaum) dan penggunaan tanah tersebut dapat dilakukan secara bersama sehingga akan menjamin kelangsungan hidup organisasi (kaum) tersebut.20

18Edison Piliang dan Nasrun Marajo Sunggut,Op Cit,hlm. 264 19Ibid,hlm. 268

(30)

Pada masa sekarang ini tanah harta pusaka tinggi yang merupakan milik kaum keadaannya tidak lagi sama seperti masa dahulu. Dalam beberapa hal tanah harta pusaka tinggi tersebut telah mengalami pengurangan yang disebabkan oleh makin bertambahnya jumlah anggota kaum sehingga dalam kaum tersebut didirikan lagi penghulu yang tercipta dua atau tiga mamak kepala kaum yang baru yang berakibat harus dibaginya tanah harta pusaka tinggi yang lama untuk mamak kepala kaum yang baru tersebut.

Tanah harta pusaka tinggi sebagai alat pemersatu keluarga yang kepemilikan secara kolektif dapat dalam bentuk samande atau seibu, dalam bentuk (ganggam bauntuak)21, sajurai22, seperut (saparuik), sesuku, senagari masih tetap berfungsi dengan baik, sebagai simbol kebersamaan dan kebanggaan keluarga dalam sistem kekerabatan matrilinial di Minangkabau tetap bertahan.

Dalam perkembangan di masyarakat Minangkabau, gadai dapat terjadi diluar empat syarat adat yang telah ditetapkan dan yang menjadi syarat mutlak untuk terlaksananya gadai adalah kata sepakat dengan ahli waris yang bersangkutan dengan pusaka tersebut.23

Istilah gadai tanah dikenal juga sebagai menjual gadai, manggadai, mamagang atau pagang gadai. Berkaitan dengan pagang gadai24 ini, perlu juga

21Ganggam bauntuk adalah peruntukan tanah ulayat kaum oleh mamak kepala kepada

anggota kaumnya secara hirarkis diperuntukkan perumahan dan usaha lain di mana mamak kepala warisnya menggali penggunaan tanah tersebut, Amir MS,Pewarisan Harato Pusako Tinggi Dan Pencaharian(Citra Harta Prima : Jakarta, 2011),hlm. 29

22Sajuraiadalah sama berasal dari satu perut seorang nenek (Uwo)

23Idrus Hamkimy Dt. Rajo Penghulu,Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau,

(Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 129

24 Pegang gadai adalah suatu transaksi di mana seseorang menyerahkan sebidang tanah

(31)

disimak bunyi pasal 7-UU 56 Prp thn 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria-UUPA) yang berbunyi : “Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen”.

Bila dilihat isi dari UUPA yang dikutip di atas tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau dalam halpagang gadai.

Oleh karena itupagang gadaidi Minangkabau masih tetap seperti semula dan masih berlangsung secara asas kekeluargaan. Bahkan gadai dalam adat dirasakan suatu upaya pertolongan darurat yang berfungsi sosial. Sebab harta pusaka tinggi itu dapat berfungsi membantu kesulitan hidup dalam kaum masingmasing yang sama -sama memiliki tanah harta pusaka tinggi.

Orang dalam kampuang atau orang dalam suku berhak melarang atau membatalkan orang menggadaikan tanah harta pusaka tinggi kalau tidak menurut aturan adat yang berlaku di Minangkabau. Apabila perbuatan itu dilakukan juga, dengan tidak mau mengindahkan larangan adat, maka perbuatan kedua belah pihak itu, baik si penggadai maupun si yang menerima gadai dinyatakan salah dan batal hukumnya.

Apabila pekerjaan yang salah itu disetujui oleh penghulu atau tokoh masyarakat, maka yang menyepakati pekerjaan itu dinyatakan salah juga menurut

(32)

aturan adat di Minangkabau, yaitu melanggar larangan adat tentang penjagaan tanah harta pusaka tinggi di dalamnagari.

Pihak-pihak yang menyetujui hal tersebut dianggap sengaja mau menghilangkan atau melenyapkan harta pusaka tinggi orang yang menggadai tersebut. Sebab kalau tidak disetujuinya, niscaya tidak akan ada pihak lain melakukan gadai harta pusaka tinggi, meskipun sudah ada kesepakatan seluruh ahli warisnya.

Apabila orang dalam kampuangatau orang dalam suku yang tahu tetapi tidak melarang perbuatan orang yang suka menggadaikan tanah harta pusaka tinggi maka akan mendatangkan kesusahan kepada orang sekampungnya atau kepada orang sesukunya sebab dengan banyak digadaikannya tanah harta pusaka tinggi tersebut ahli waris menjadi kekurangan tanah harta pusaka tinggi dalam sekaum dan memberi aib atau malu kepada orang sekampung atau sesukunya.

Seandainya harta pusaka tinggi mereka sudah habis dijual atau digadaikan dengan jalan yang tidak sesuai dengan ketentuan aturan adat, orang sekaum atau sesuku itu ditakutkan akan menjadi orang jahat, menipu, atau menjadi pencuri, penyamun dan lain-lain yang memberi kesusahan serta malu kepada orang sekampung dan sesuku. Begitulah aturan orang-orang tua yang memiliki tanah harta pusaka tinggi itu dahulunya, supaya harta itu terpelihara tetap ada dan dinikmati hasilnya sampai kepada anak cucunya dan selanjutnya.

(33)

Pada masa mamaknya atau di masa niniknya banyak memiliki tanah harta pusaka tinggi pada masa sekarang tanah harta pusaka tinggi tersebut sudah tinggal sedikit karena telah habis terjual atau digadaikan, dengan tidak menurut aturan yang berlaku oleh adat di Minangkabau. Begitu juga dengan orang-orang di dalam kampuang itu sendiri, mereka memudahkan tentang bagaimana tata cara menggadai tanah harta pusaka tinggi secara adat yang seharusnya berlaku.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai “Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau Di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan gadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak?

2. Faktor - faktor apa saja yang menyebabkan dilakukannya gadai atas tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak?

3. Bagaimana dampak dari adanya perkembangan syarat adat menggadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak?

C. Tujuan Penelitian

(34)

1. Untuk mengetahui pelaksanaan gadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak.

2. Untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan dilakukannya gadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak.

3. Untuk mengetahui dampak dari adanya perkembangan syarat adat menggadai tanah harta pusaka tinggi di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keadaan tentang gadai tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau. Dalam pelaksanaannya yang masih tumbuh dan berkembang di masyarakat tapi kurang diperhatikan oleh sistem hukum yang ada.

Kajian penelitian ini diharap bermanfaat untuk pelaksanaan gadai di tengah-tengah masyarakat saat ini di mana apabila pelaksanaan gadai terus dilakukan maka perlu disusun aturan dengan tidak merubah aturan gadai pada dasarnya agar mengikat pihak yang bersangkutan untuk menghindari terjadinya sengketa dikemudian hari. D. Manfaat Penelitian

Kajian penelitian diharapkan bermanfaat terhadap pelaksanaan, faktor penyebab serta dampak terhadap perilaku gadai tanah yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Secara ilmiah agar menambah wawasan berfikir agar gadai tanah yang dilakukan jangan sampai mengandung unsur pemerasan karena hal itu bertentangan dengan Undang-Undang.

(35)

setiap revolusi sains itu akan mengubah perspektif historis masyarakat yang mengalaminya.25 Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi dan menghasilkan kemanfaatan dalam bidang pengetahuan dan menjadi bahan lebih lanjut untuk melahirkan peraturan pelaksanaan mengenai Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak.

2. Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan masukan kepada para akademis, praktisi maupun bagi pihak terkait mengenai Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di Kabupaten Agam Nagari Kamang Mudiak.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tentang “Perkembangan Syarat Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di Kabupaten 25Thomas S.Khun,The Structure of Scientific Revolution,(California,Berkeley : 1962), hlm.

(36)

Agam Nagari Kamang Mudiak” akan tetapi kalaupun ada yang membahas mengenai gadai di mana objek kasus dan perumusan masalah tidaklah sama, penelitian yang membahas mengenai gadai yaitu :

Refliza, NIM 117011073, mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2011, berjudul “Kajian Hukum Atas Gadai Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 56/PRP/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian”

Dengan perumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana keberadaan gadai tanah dalam masyarakat Minangkabau di Kecamatan Sungayang?

b. Bagaimana pelaksanaan pasal 7 Undang-Undang No.56 Prp/1960 di Kecamatan Sungayang?

c. Bagaimana penyelesaian sengketa gadai tanah yang telah berlangsung 7 tahun atau lebih di Kecamatan Sungayang?

Oleh karena itu penelitian yang dilakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(37)

hukum serta norma-norma hukum. Dalam menjawab permasalahan tersebut di atas dalam kerangka konseptual dibutuhkan pendekatan secara teoritik yaitu melalui pendekatan kepustakaan dengan menggunakan buku-buku khusus yang berkaitan dengan gadai tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau.

Kerangka teori sangat diperlukan dalam penulisan ilmiah ini menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik.

Teori merupakan bagian yang sangat penting dari penelitian ini. Dengan demikian, tentunya akan memudahkan dalam menyusun arah dan tujuannya. Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidaksesuaian atau ketidakbenarannya.26 Teori mampu meningkatkan keberhasilan penelitian karena teori mampu menghubungkan setiap penemuan-penemuan yang nampaknya berbeda ke dalam suatu keseluruhan dan memperjelas proses-proses yang terjadi di dalamnya.

Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan-hubungan yang diamati dalam suatu penelitian. Menurut M. Solly Lubis,bahwa :

“teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang

26 J.J.J. M, Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Asas-Asas Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,

(38)

dijelaskan. Suatu penjelasan walau bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.”27

Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah “membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.”28

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoristis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya. Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.29

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:30

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur, konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi; c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah

diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti;

27M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu Dan Penelitian,(Bandung : CV.Mandar Maju, 1994), hlm. 27 28Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,(Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 260

(39)

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa ”dalam setiap proses perubahan senantiasa akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, baik yang berasal dari dalam masyarakat maupun dari luar masyarakat akan tetapi yang lebih penting adalah identifikasi terhadap faktor yang mendorong perubahan atau yang menghalanginya.”31

Teori menjabarkan arah serta jalan pikiran yang sesuai dengan bentuk kerangka yang relevan serta yang dapat menerangkan masalah-masalah tersebut. Adapun kerangka teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Roscoe Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum saja tidak cukup, ia membutuhkan dukungan dari institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama. Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur ideal dan empiris, yang menggabungkan teori hukum kodrat dan positivistik.

Hukum kodrati dari setiap masa pada dasarnya berupa sebuah hukum kodrati yang “positif”, versi ideal dari hukum positif pada masa dan tempat tertentu, “naturalisasi” untuk kepentingan kontrol sosial manakala kekuatan yang ditetapkan oleh masyarakat yang terorganisasi tidak lagi dianggap sebagai alat pembenar yang memadai.

31Soerjono Soekanto, et all,Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum,(Jakarta : Bina Aksara,

(40)

Fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering). Keadilan bukanlah hubungan sosial yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan suatu hal dari “penyesuaian-penyesuaian hubungan tadi dan penataan perilaku sehingga tercipta kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya terletak pada konsep “kepentingan” juga berusaha menghormati berbagai kepentingan sesuai dengan batas-batas yang diakui dan ditetapkan.

Kebutuhan akan adanya kontrol sosial bersumber dari fakta mengenai kelangkaan yang mendorong kebutuhan untuk menciptakan sebuah sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan berbagai kepentingan serta menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan itu. Ia menyatakan bahwa hukum tidak melahirkan kepentingan, melainkan menemukannya dan menjamin keamanannya. Adanya tumpang tindih dari berbagai kelompok kepentingan, yaitu antara kepentingan individual atau personal dengan kepentingan public atau sosial. Semua itu diamankan melalui dan ditetapkan dengan status “hak hukum”.

Hukum yang menitik beratkan hukum pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu: “Law as a tool of social engineering” (Bahwa Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat).32

Sebagai teori pendamping yaitu :

(41)

a. Teori Eugen Ehrlich bahwa hukum positive berbeda dengan hukum yang hidup atau (living law), hukum positive hanya akan efektif jika ia selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat atau pola-pola kebudayaan (culture patterns), pusat perkembangan hukum bukan terletak pada badan-badan legeslatif, keputusan-keputusan badan-badan yudikatif atau ilmu hukum tapi justru terletak pada kehidupan masyarakat itu sendiri (Soemitro : 1984)

b. Teori Keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial.33 John Rawls melihat kepentingan utama dari teori keadilan adalah sebagai jaminan stabilitas hidup manusia dan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama. John Rawls mempercayai struktur masyarakat yang adil adalah stuktur masyarakat asli di mana hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan dan kesejahteraan terpenuhi.

John Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip keadilan yang akan digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik, teratur, tertib sehingga tercipta hidup yang harmonis.

Ketidakadilan adalah situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip - prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for

33 Hari Chand,Modern Jurisprudence, ( Kuala Lumpur : International Law Book Review,

(42)

redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar

inilah kemudian dibuat persetujuan asli (original agreement) antara anggota masyarakat secara sederajat.34

Menurut masyarakat di Minangkabau dalam menggadai tanah harta pusaka tinggi harus memenuhi syarat adat yang sudah berlaku. Gadai tanah harta pusaka tinggi selama ini tidak memiliki batasan atau tidak terikat dalam jangka waktu tertentu.

2. Konsepsi

Konsep termasuk bagian dari sebuah teori. Konsep dapat diartikan pula perencanaan yang dapat membuat kerelevanan hubungan terhadap realitas. Tujuan dari konsepsi sendiri agar terhindar dari kesalahpahaman ataupun kesalahpengertian penafsiran terhadap setiap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun agar di dalam menangani proses penelitian yang dimaksud35

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas. Jadi di dalam penelitian ini diartikan beberapa pemahaman konsep dasar atau istilah agar di dalam pelaksanaanya diperoleh hasil penelitian yang sesuai, bermanfaat dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

34Ibid

35Faisal Sanapiah,Format-Format Penelitian Sosial,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999),

(43)

a. Hukum adat Minangkabau adalah hukum adat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Minangkabau di Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam. Proses perubahan sosial di Minangkabau pada umumnya terjadi akibat penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang merubah pola hidup yang dulunya bersifat agraris kearah perdagangan membawa pengaruh pada keluarga dan masyarakat. Pertambahan penduduk menyebabkan daya dukung tanah sebagai sumber ekonomi tidak lagi mencukupi kebutuhan masyarakatnya.

b. Harta Pusaka Tinggi adalah segala harta pusaka yang diwariskan secara turun temurun dari orang terdahulu dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu menjadi kepunyaan kaum secara bersama-sama (kolektif) semua anggota kaum sama berhak atas harta pusaka tersebut.

c. Gadai dalam hukum adat Minangkabau adalah pemindahan hak garapan atas sebidang tanah sementara dari pemilik kepada orang lain dengan menerima sejumlah uang, emas atau rupiah yang disepakati antara pemilik tanah dengan pemegang gadai.

d. Objek barang gadai adalah barang tidak bergerak seperti sawah, ladang, gurun, bukit, kolam ikan.

(44)

tidak bergerak pemindahan hak sementara menurut pasal 1162 KUHPerdata disebut Hak Tanggungan.

e. Gadai yang sah adalah gadai yang telah disetujui oleh segenap ahli waris, satu orang saja tidak menyetujui gadai menjadi batal demi hukum.

f. Penerima Gadai adalah orang yang sanggup memberi sejumlah uang, emas atau rupiah sesuai kesepakatan dan penerima gadai punya hak pertama untuk menggarap tanah gadaian kecuali jika dia mau menyerahkan garapan kepada orang lain. Penerima gadai tidak boleh menggadaikan lagi tanah yang dipegangnya pada orang lain tanpa seizin pemilik tanah. Sekarang karena ada pengaruh hukum Barat pemegang gadai boleh menggadaikan lagi (herverpanding) pada pihak lain.36

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode merupakan unsur paling utama dan didasarkan pada fakta dan pemikiran yang logis sehingga apa yang diuraikan merupakan suatu kebenaran. Metodelogi penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang akan digunakan dalam melakukan suatu penelitian. Penelitian hukum pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) jenis penelitian yaitu penelitian empiris dan penelitian normatif. yang dimaksud dengan penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di masyarakat melalui wawancara langsung sedangkan yang dimaksud dengan penelitian normatif merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan.

(45)

Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Sosiologis di mana merupakan suatu proses atau gejala yang terjadi dan berkembang pada masyarakat yang tidak sesuai dengan hukum adat yang berlaku, penelitian ini diharapkan berguna menyelesaikan permasalahan yang ada. Oleh sebab itu langkah-langkah tersebut harus sesuai dan saling mendukung antara peraturan hukum yang ada dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat sehingga tercapai suatu data yang akurat dan nyata yang kemudian data ini diolah untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik dan benar serta memberikan kesimpulan yang tidak meragukan. Maka dalam penulisan membutuhkan data yang akurat baik data primer maupun data sekunder. Adapun data tersebut diperoleh dengan melakukan pendekatan sebagai berikut : 1. Jenis Dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah Yuridis Empiris/Sosiologis, yaitu mengemukakan apa yang ada berdasarkan fakta empirik dengan mengemukakan pernyataan mengenai hal apa yang terjadi.37 Dengan menceritakan kejadian serta aturan-aturan yang sudah berlaku yang memiliki akibat dikemudian hari dan perbandingan yang terjadi pada saat ini.

Yuridis Empiris/Sosiologis ini bertujuan untuk memahami bahwa hukum itu tidak semata-mata sebagai satu perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, akan tetapi hukum dipahami sebagai perilaku masyarakat dengan

37Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya : Kencana Prenada Media, 2005),

(46)

gejala-gejala dan membentuk pola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Deskriptif Analitis yaitu penelitian yang berusaha menghubungkan antara norma atau aturan yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian berusaha menemukan proses bekerjanya hukum.38

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian dilakukan secara metodoligis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.39

Atas permasalahan yang dikemukakan metode pendekatan Deskriptif Analisis, karena penelitian ini memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti yang menekankan pada fakta sebagaimana aturan yang berlaku dengan keadaan yang sebenarnya, selanjutnya data dan fakta diolah yang mendapatkan suatu penafsiran. Dan diharapkan akan memperoleh suatu gambaran

38Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI-Press, 1984), hlm. 52 39Soerjono Soekanto dan Sri, Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Radja

(47)

yang bersifat menyeluruh dan sistematis, kemudian dilakukan suatu analisis terhadap data yang diperoleh dan pada akhirnya didapat pemecahan masalah.

3. Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian di nagari Kamang Mudiak Kabupaten Agam sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan masih ada pelaksanaan gadai terhadap tanah harta pusaka tinggi sampai saat ini di luar 4 (empat) syarat yang diperbolehkan menurut adat di Minangkabau. Nagari Kamang Mudiak yang terdiri dari 8 (delapan)jorongsebagai sampel dalam penelitian.

4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah warga masyarakat di 8 jorong di nagari Kamang Mudiak, Kabupaten Agam yang pernah melaksanakan gadai tanah harta pusaka tinggi.

Sampel penelitian diambil 2 (dua) orang yang pernah melaksanakan gadai di setiap nagari yang diambil dari 8 jorong. Penentuan pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara kelayakan (purposive sampling) dan diperkirakan dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti karena di 8jorongtersebut di mana penduduknya adalah masyarakat yang homogen dari segi budaya, agama, bahasa belum banyak percampuran dari luar, sehingga diharapkan penelitian ini mendapat hasil yang lebihakurat.

5. Teknik Pengumpulan Data

(48)

a. Penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada responden.

b. Penelitian kepustakaan agar dapat membandingkan teori dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Melalui studi kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data melalui mempelajari buku-buku, artikel-artikel, majalah, surat kabar, internet serta referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan penelitian ini, bertujuan mendapat data sekunder.

6. Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini, adalah dengan :

a. studi dokumen b. wawancara :

1) terhadap 16 orang responden 2) terhadap nara sumber :

a) Kepala Suku b) Wali Jorong c) Wali Nagari

d) Kerapatan Adat Nagari (KAN) 7. Analisis Data

(49)
(50)

BAB II

PELAKSANAAN GADAI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DI NAGARI KAMANG MUDIAK

A. Gambaran Singkat Nagari Kamang Mudiak

Kecamatan Kamang Magek terletak di sebelah Timur dari pusat Pemerintahan Labuak Basuang, Kabupaten Agam. Dengan jarak tempuh kenagariKamang Mudiak yaitu dari :

1. Ibukota Propinsi Sumatera Barat yaitu Padang berjarak 112 km ( 4 jam ) 2. Kabupaten Agam berjarak 70 km ( 3 jam )

3. Kecamatan Kamang Magek 4 km ( ½ jam ) Dengan batas-batas wilayah yaitu :

1. Sebelah Utara berbatas dengan kanagarian Pasir Laweh.

2. Sebelah Selatan berbatas dengan Kanagarian Kota Tangah dan Kanagarian Magek.

3. Sebelah Timur dengan Kanagaraian Kamang Hilir. 4. Sebelah Barat dengan Palupuah (Kotarantang).

Kecamatan Kamang Magek terdiri dari nagari Kamang Hillia dan Kamang Mudiak dengan luas daerah mencapai 7.766 Ha, yaitu Kamang Hilia 1.502 Ha dan Kamang Mudiak 6.264 Ha. Masing-masing mempunyai hutannagari(rakyat), hutan negara (hutan lindung) sawah ladang, serta bukit.40

(51)

Dalam Peta Yang Terdapat Di Bawah Ini Dapat Dilihat Letak Dan Batas Wilayah Pada Peta Agam.

Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu berdasarkan filosofi adat Minangkabau (adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah) dan atau berdasarkan asal usul danadat salingka nagari.

Pemerintah Nagari adalah Walinagari dan Perangkat Nagari sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Nagari. Walinagari adalah Pimpinan Pemerintah Nagari yang dipilih langsung oleh rakyat.41

41

(52)

Jorong adalah bagian dari wilayah nagari. Pemerintahan nagari adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Nagari dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Nagari adalah Walinagari dan Perangkat Nagari sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Nagari. Walinagari adalah Pimpinan Pemerintah Nagari yang dipilih langsung oleh rakyat.42

Jorong dipimpin oleh Walijorong, di nagari Kamang Mudiak terdapat 8 (delapan) jorong dengan jumlah Kepala Keluarga 2.758 KK dan jumlah penduduk 10.725 jiwa dengan kepadatan penduduk 311 per kilometer.

Tabel 1: Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

No Umur Laki Perempuan Jumlah (orang)

1 0 – 25 Tahun 2.803 2.879 5.682

2 26 – 59 Tahun 1.708 1.856 3.564

3 60 – Keatas 729 740 1.469

Jumlah 5.240 5.475 10.715

Sumber : data primer yang diolah 29 April 2014

(53)

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang masih produktif dilihat dari umur masih banyak. Banyaknya jumlah penduduk yang masih produktif memberi tantangan bagi keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tabel 2 : Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah (orang)

1 Tidak tamat SD 2.180

2 Tamat SD 2.118

3 Tamat SLTP 1.871

4 Tamat SLTA 1.712

5 Tamat Akademi (D1-D3) 106

6 Sarjana : S1 S2 S3

151 66 26

Jumlah 8.230

Sumber : data primer yang diolah 29 April 2014

(54)

Tabel 3: Status Pekerjaaan

No. Status Jumlah (orang)

1 Bersawah 3.734

2 Berladang 105

3 Beternak 300

4 Kolam 350

5 Buruh Galian C 1.350

6 Industri Rumah Tangga 543

7 Buruh 356

8 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 793

9 Perbankan 4

10 Dagang 97

11 Jasa 320

12 Keterampilan 775

Jumlah 2.888

Sumber : data primer yang diolah 29 April 2014

(55)

hidupnya masyarakat menjadi buruh galian c yaitu memecah batu - batu bukit yang dijual kepada pabrik terdekat.

Tabel 4: Jumlah Pemilikan Tanah

No. Luas sawah yang dikerjakan Jumlah (orang)

1 Kurang dari 0,1 Ha 312

2 0,1 - 0,5 Ha 544

3 0,6 - 1,0 Ha 664

4 1,1 - 1,5 Ha 70

Jumlah 1.590

Sumber : data primer yang diolah 29 April 2014

Dari tabel di atas luas sawah yang dikerjakan dengan kondisi alam yang berbukit di mana pengairan sawah tersebut hanya mengharap dari air hujan tidaklah mampu memenuhi kebutuhan pemilik sawah tersebut. Sehingga untuk mengusahai sawahnya mereka harus membuat irigasi dengan biaya yang besar.

Kemudian menurut penjelasan yang disampaikan Walinagari Kamang Mudiak Kamang Mudiak terdiri dari 8jorongseperti yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 5 : Jorong Nagari Kamang Mudiak dan Luas Wilayah

Nomor Nama Jorong Luas (Ha)

1 Pauh 1.509

(56)

Nagari Kamang Mudiak terletak di kaki gunung Merapi dan Singgalang, alamnya berbukit yang membujur dari Barat ke Timur sangat menguntungkan sebagai kekayaan alam yang tak terhingga. Dari bukit (hutan nagari/rakyat) inilah masyarakat mencari bahan-bahan untuk panganan, membuat rumah dan juga sebagai sumber penghidupan di mana penggunaan tanahnya dapat dilihat pada tabel di bawah :

Tabel 6 : Jenis Penggunaan Tanah dan Luas Wilayah

Nomor Nama Jorong Luas (Ha)

1 Pemukiman dan pekarangan 376

2 Sawah : Irigasi

8 Tempat Gembala Ternak 3

9 Tempat Rekreasi 7

Jumlah Luas 6.264

Sumber : data primer yang diolah 29 April 2014

(57)

sebagai inti alam Minangkabau. Oleh pemerintah Indonesia Luhak tersebut disebut dengan Kabupaten.43

Menurut J. Dt .Rajo Panghulu hukum adat di Minangkabau terdapat dua hukum (lareh) yaitu hukum adat Budi Chaniago yang disebut lareh nan bunta dan hukum adat Koto Piliang yang disebut lareh nan panjang. Lareh bermakna hukum yaitu tata cara adat yang dipakai secara turun temurun sesuai pepatah adat “dipaturun panaikkan” untuk menata anak kemanakan. Antara kedua bentuk lareh, terdapat perbedaan dalam bentuk pemerintahan yaitu Budi Chaniago berbentuk demokrasi dan Koto Piliang berbentuk pemerintahan otokrasi.44

Nagari Kamang Mudiak dalam kedudukan adat berada di bawah lareh Budi Chaniago yang bercorak demokrasi dalam adat disebutkan dengan duduk samo randah, tagak samo tinggi.

Suku dimulai dari keluarga kecil yaitu paruik adalah sebagai satu kesatuan yang terdiri dari beberapa anggota yang dihitung menurut garis ibu (matrilineal) dikepalai oleh kapalo paruik atau tungganai. Bagian terkecil dari paruik adalah pariuakyang terdiri dari bapak, ibu, anak – anak yang berada dalam satu rumah atau disebut keluarga inti.

Paruik yang ada melahirkan jurai adalah tempat bernaungnya anak kemanakan dalam satu keturunan yang terdiri dari beberapa keluarga nan saparuik.

43Gusti Asnan,Kamus Sejarah Minangkabau,(PPIM), hlm. 162

44 Marwan Kari Mangkuto, Adat Salingka Nagari Kanagarian Kamang Mudiak, (Jakarta :

(58)

Gabungan darinan sajuraidisebutsapayuangadalah gabungnan anggota nan sajurai dalam satu kesatuan merekabadunsanakbaik secara geneologis maupun teritorial.45

Dengan demikian susunan organisasi masyarakat Minangkabau secara hirarki: 1. pariuak/tungku di pimpin oleh bapak

2. paruik di pimpin oleh mamak 3. jurai dipimpin oleh tungganai

4. kaum dipimpin datuak/mamak kepala waris

Suku mempunyai seorang pemimpin dengan kekayaan yang tidak dapat dibagi untuk pribadi – pribadi melainkan hak milik kaum dalam suku.

Adat Minangkabau telah memberikan keutamaan, kemuliaan dan kehormatan terhadap wanita yang disebut bundokanduang (wanita) yaitu untuk menjaga dari segala kemungkinan yang akan menjatuhkan kehormatannya. Untuk itu bundokanduangmemiliki tiga pilar utama yang diberikan oleh adat yaitu :

1. suku dari golongan wanita/ibu

2. rumah gadang diperuntukkan kepada wanita 3. tanah pusaka pewarisan menurut garis wanita/ibu

Nagari Kamang Mudiak dikenal dengan Nagari Tujuah Toboh, penamaan tujuah tobohini berdasarkan kepada dua pengertian sesuai tabel :

(59)

Tabel 7 : Berdasarkan Jumlah Suku/Genologis

No Suku Induk Anak Suku

1 Tigo Ibu a. Budi

b. Caniago c. Sipanjang

2 Ampek Ibu a. Pisang

b. Payobada c. Tanjuang d. Simabua

3 Limo Inyiak a. Jambak Bakulah

b. Jambak Bulian/Jambak Iliran c. Jambak Katia Anyia

d. Jambak Nyiua

e. Jambak Pantang Bantiang/Jambak Kumbang

4 Koto Sambilan a. Koto Rumah Gadang b. Koto Rumah Tinggi c. Koto Rumah Panjang d. Koto Biaro

e. Koto Salo f. Koto Kepoh

g. Koto Sigiran/Koto Bawah Surian h. Koto Sakek/Koto Baru

i. Koto Aua/Koto Anau 5 Sikumbang tigo Induak a. Sikumbang Gadang

b. Sikumbang Tali Kincir c. Sikumbang Kaciak 6 Piliang duo Induak a. Piliang Sani

b. Piliang Laweh

7 Melayu nan saibu Urang nan sainduak suku melayu

Gambar

Tabel 1: Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Tabel 2 : Tingkat Pendidikan
Tabel 3: Status Pekerjaaan
Tabel 4: Jumlah Pemilikan Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “ RANCANG BANGUN

Populasi penelitian ini adalah atlet bulutangkis yang tegabung dalam unit kegiatan olahraga cabang buliltangkis Universitas Negeri Padang yang be^-jumlali 42

Orang tua yang ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah umur, maka terlebih dahulu harus melalui izin dari Pengadilan Agama dengan mengajukan permohonan dispensasi

Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa selama tahun 2009, penjualan untuk sepeda motor Yamaha “SCORPIO”, tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen

4.230.000,- yaitu merupakan kawasan pemukiman (Bangunan/Pekarangan) yang mempunyai fasilitas umum seperti sekolahan, pasar dan komplek perumahan, sehingga kenaikan

Sosialisme adalah salah satu ideologi yang berpengaruh besar dalam dunia politik internasional di sekitar abad ke-19.Menguraikan sosialisme ini, namun demikian bukanlah

atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Daun Trembesi (Samanea Saman) Dengan Level