• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelapisan apatit pada baja tahan karat lokal dan ternitridasi dengan metode sol-gel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelapisan apatit pada baja tahan karat lokal dan ternitridasi dengan metode sol-gel"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1

PELAPISAN APATIT PADA BAJA TAHAN KARAT LOKAL

DAN TERNITRIDASI DENGAN METODE SOL-GEL

SAVITRI SEPTIARINI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

3

PELAPISAN APATIT PADA BAJA TAHAN KARAT LOKAL

DAN TERNITRIDASI DENGAN METODE SOL-GEL

SAVITRI SEPTIARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

4

Judul : Pelapisan Apatit pada Baja Tahan Karat Lokal dan Ternitridasi dengan

Metode Sol-Gel

Nama : Savitri Septiarini

NIM : G44052497

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Henny Purwaningsih Suyuti, M.Si.

Setyanto Tri Wahyudi, M.Si.

NIP 19741201 200501 2 001

NIP 19760731 200501 1 003

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP 19610328 198601 1 002

(4)

2

ABSTRAK

SAVITRI SEPTIARINI. Pelapisan Apatit pada Baja Tahan Karat Lokal dan Ternitridasi dengan Metode Sol-Gel. Dibimbing oleh HENNY PURWANINGSIH SUYUTI dan SETYANTO TRI WAHYUDI.

Logam yang telah dilapisi apatit seperti hidroksiapatit dan apatit karbonat biasanya digunakan dalam kedokteran sebagai penyangga tulang yang patah. Baja tahan karat adalah salah satu logam yang digunakan untuk menyangga tulang tersebut. Cangkang telur ayam negeri dapat digunakan sebagai alternatif sumber kalsium karena mengandung kalsium ± 70%. Kadar kalsium cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah 64,09%. Sintesis apatit menggunakan 3 variabel konsentrasi asam fosfat, yaitu 0,80; 0,40; dan 0,08 M dengan masing-masing konsentrasi diberi perlakuan pemanasan 300, 600, dan 900 °C. Analisis difraksi sinar-X menunjukkan bahwa apatit yang terkandung dalam serbuk contoh sebagian besar berupahidroksiapatit. Hal ini terlihat dari fase hidroksiapatit yang sebagian besar terkandung dalam serbuk contoh apatit dan parameter kisi yang dimiliki paling mendekati data acuan hidroksiapatit. Logam yang digunakan untuk pelapisan apatit adalah baja tahan karat lokal dan ternitridasi. Contoh logam yang telah dilapisi apatit dipanaskan secara bertahap pada suhu 200, 400, dan 600 °C, kemudian dianalisis dengan difraksi sinar-X. Hasilnya menunjukkan bahwa contoh logam lokal tanpa nitridasi yang telah terlapis apatit lebih baik daripada logam ternitridasi. Hasil analisis permukaan memperlihatkan contoh logam ternitridasi yang telah terlapis memiliki lapisan lebih merata dan lebih halus.

ABSTRACT

SAVITRI SEPTIARINI. Apatite Coating on Local Stainless Steel and Nitridated Metal With Sol-Gel Methods. Supervised by HENNY PURWANINGSIH SUYUTI and SETYANTO TRI WAHYUDI.

A coated metal with apatite like hydroxyapatite are usually used in medical as a proper in broken bones. Stainless steel is the one of the metal that used to prop broken bones. Broiler’s egg shells can be used as an alternative source of calcium because it contains ± 70% of calcium.

The content of broi

ler’s egg shells in this research is 64,0λ%.

Apatite synthesis used three various concentration of

phosphoric acid

, there are

0,80; 0,40; and 0,08 M with heat treatment per concentration are 300, 600, and

900 °C.

The analysis of X-ray diffraction showed that

a large amount of samples

apatite are

hydroxyapatite

. It has shown by

hydroxyapatite

phase in samples and

grate parameters which are have nearest equal value with

hydroxyapatite

reference

data. Metal that used for apatite coating are local stainless steel and nitridated

metal. The apatite

coated metal samples are heated step by step at 200, 400, and

600 °C, then analyzed by

X-ray diffraction

. The analysis showed that the apatite

(5)

1

PENDAHULUAN

Patah tulang bisa terjadi pada usia anak dan dewasa akibat kecelakaan. Pada usia anak, patah tulang dapat segera pulih karena masih memiliki cukup enzim untuk memperbaiki jaringan tulang yang telah patah tersebut. Namun pada usia dewasa, patah tulang tidak dapat diatasi dengan enzim karena jumlah dan kemampuannya telah berkurang. Solusi yang selama ini dilakukan dalam mengatasi patah tulang pada usia dewasa adalah dengan menggunakan suatu material pensubstitusi tulang, di antaranya autograf berasal dari tubuh manusia tersebut, allograf berasal dari tulang manusia lain, xenograf berasal dari tulang hewan, dan eksogenus berasal dari bahan sintetik atau biasa disebut biomaterial (Langenati et al.

2005).

Bidang kedokteran selama ini menggunakan material logam (pen) untuk

mengatasi kejadian patah tulang. Masuknya logam ini ke dalam tubuh ternyata menimbulkan efek samping, yaitu pembengkakan dan rasa sakit di sekitar tulang yang patah karena korosi logam oleh cairan tubuh. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi efek samping ini adalah melapisi logam tersebut dengan biomaterial yang memiliki biokompatibilitas dengan tubuh (Aoki 1991).

Apatit merupakan salah satu biomaterial yang dapat digunakan untuk melapisi logam. Apatit dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Apatit memiliki sifat biokompatibel dan bioaktif. Biokompatibel berarti mampu menyesuaikan diri dengan tubuh penerima, sedangkan bioaktif berarti dapat menyatu dengan tulang manusia atau matriksnya. Kedua sifat ini dimiliki oleh apatit karena mengandung kalsium dan fosforus yang merupakan komponen utama tulang (Aoki 1991). Apatit yang biasa digunakan untuk pelapisan logam adalah hidroksiapatit (HAp) dan apatit karbonat.

Baja tahan karat produksi lokal memiliki sifat mudah terkorosi. Salah satu upaya untuk meminimalkan korosi ini adalah dengan menitridasi logam tersebut, selanjutnya melapisi dengan senyawa apatit. Nitridasi adalah pelapisan logam dengan senyawa nitrida. Usaha ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada logam baja tahan karat lokal (Fermadi 2004).

Cangkang telur merupakan salah satu sumber kalsium alami. Cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

cangkang telur ayam negeri karena mudah diperoleh dan untuk mengurangi pencemaran.

Pelapisan logam dengan apatit dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, seperti electrophoretic deposition (EPD),

thermal spraying, thermal decomposition, dan

sol-gel. Metode pelapisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sol-gel. Metode sol gel mampu melindungi substrat logam dari korosi oleh cairan dalam tubuh seperti darah (Castro et al.2008). Beberapa

keuntungan dari metode sol-gel ialah homogenitas campuran ion tinggi dan suhu pemanasan rendah sehingga ukuran partikel yang dihasilkan kecil (Rajabi et al. 2007).

Tujuan penelitian ini adalah melapisi logam baja tahan karat lokal tanpa nitridasi dan yang dinitridasi dengan apatit berupa HAp sintetik menggunakan metode sol-gel. Hipotesis yang diajukan adalah metode sol-gel dapat digunakan untuk melapisi logam baja tahan karat lokal tanpa nitridasi dan yang dinitridasi dengan apatit berupa HAp sintetik yang sumber kalsiumnya diperoleh dari cangkang telur ayam negeri.

TINJAUAN PUSTAKA

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit adalah salah satu mineral yang dapat digunakan untuk penanaman dalam proses penyembuhan patah tulang karena memiliki kemiripan sifat dengan tulang alami (Sasikumar & Vijayaraghavan 2006). HAp terbentuk secara alami dari kalsium apatit dengan rumus molekul Ca5(PO4)3OH namun biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 karena satu unit sel kristal terdiri atas 2 molekul. HAp adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P sebesar 1,67. Struktur HAp adalah heksagonal dengan dimensi sel a = b = 9,423 Å dan c =

6,881 Å serta sudut α = = = λ0° (Soejoko

& Wahyuni 2002).

(6)

1

PENDAHULUAN

Patah tulang bisa terjadi pada usia anak dan dewasa akibat kecelakaan. Pada usia anak, patah tulang dapat segera pulih karena masih memiliki cukup enzim untuk memperbaiki jaringan tulang yang telah patah tersebut. Namun pada usia dewasa, patah tulang tidak dapat diatasi dengan enzim karena jumlah dan kemampuannya telah berkurang. Solusi yang selama ini dilakukan dalam mengatasi patah tulang pada usia dewasa adalah dengan menggunakan suatu material pensubstitusi tulang, di antaranya autograf berasal dari tubuh manusia tersebut, allograf berasal dari tulang manusia lain, xenograf berasal dari tulang hewan, dan eksogenus berasal dari bahan sintetik atau biasa disebut biomaterial (Langenati et al.

2005).

Bidang kedokteran selama ini menggunakan material logam (pen) untuk

mengatasi kejadian patah tulang. Masuknya logam ini ke dalam tubuh ternyata menimbulkan efek samping, yaitu pembengkakan dan rasa sakit di sekitar tulang yang patah karena korosi logam oleh cairan tubuh. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi efek samping ini adalah melapisi logam tersebut dengan biomaterial yang memiliki biokompatibilitas dengan tubuh (Aoki 1991).

Apatit merupakan salah satu biomaterial yang dapat digunakan untuk melapisi logam. Apatit dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Apatit memiliki sifat biokompatibel dan bioaktif. Biokompatibel berarti mampu menyesuaikan diri dengan tubuh penerima, sedangkan bioaktif berarti dapat menyatu dengan tulang manusia atau matriksnya. Kedua sifat ini dimiliki oleh apatit karena mengandung kalsium dan fosforus yang merupakan komponen utama tulang (Aoki 1991). Apatit yang biasa digunakan untuk pelapisan logam adalah hidroksiapatit (HAp) dan apatit karbonat.

Baja tahan karat produksi lokal memiliki sifat mudah terkorosi. Salah satu upaya untuk meminimalkan korosi ini adalah dengan menitridasi logam tersebut, selanjutnya melapisi dengan senyawa apatit. Nitridasi adalah pelapisan logam dengan senyawa nitrida. Usaha ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada logam baja tahan karat lokal (Fermadi 2004).

Cangkang telur merupakan salah satu sumber kalsium alami. Cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

cangkang telur ayam negeri karena mudah diperoleh dan untuk mengurangi pencemaran.

Pelapisan logam dengan apatit dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, seperti electrophoretic deposition (EPD),

thermal spraying, thermal decomposition, dan

sol-gel. Metode pelapisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sol-gel. Metode sol gel mampu melindungi substrat logam dari korosi oleh cairan dalam tubuh seperti darah (Castro et al.2008). Beberapa

keuntungan dari metode sol-gel ialah homogenitas campuran ion tinggi dan suhu pemanasan rendah sehingga ukuran partikel yang dihasilkan kecil (Rajabi et al. 2007).

Tujuan penelitian ini adalah melapisi logam baja tahan karat lokal tanpa nitridasi dan yang dinitridasi dengan apatit berupa HAp sintetik menggunakan metode sol-gel. Hipotesis yang diajukan adalah metode sol-gel dapat digunakan untuk melapisi logam baja tahan karat lokal tanpa nitridasi dan yang dinitridasi dengan apatit berupa HAp sintetik yang sumber kalsiumnya diperoleh dari cangkang telur ayam negeri.

TINJAUAN PUSTAKA

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit adalah salah satu mineral yang dapat digunakan untuk penanaman dalam proses penyembuhan patah tulang karena memiliki kemiripan sifat dengan tulang alami (Sasikumar & Vijayaraghavan 2006). HAp terbentuk secara alami dari kalsium apatit dengan rumus molekul Ca5(PO4)3OH namun biasa ditulis Ca10(PO4)6(OH)2 karena satu unit sel kristal terdiri atas 2 molekul. HAp adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P sebesar 1,67. Struktur HAp adalah heksagonal dengan dimensi sel a = b = 9,423 Å dan c =

6,881 Å serta sudut α = = = λ0° (Soejoko

& Wahyuni 2002).

(7)

2

Pada umumnya kalsium fosfat hadir dalam bentuk campuran amorf maupun berbagai bentuk kristal. Bentuk-bentuk kalsium fosfat ini terdiri atas 1 fase amorf dan 4 fase kristal, yaitu kalsium fosfat amorf (KFA), trikalsium fosfat (TKF), dikalsium fosfat dihidrat (DKFD), oktakalsium fosfat (OKF), dan HAp. KFA memiliki rumus kimia bervariasi, kaya akan HPO42-, dan memiliki rasio Ca/P yang rendah. Ion CO32-, HCO3-, Mg2+, dan lain sebagainya dapat masuk dan mengganggu struktur KFA. TKF (Ca3(PO4)2) merupakan salah satu komponen yang dapat ditemukan dalam mineral jaringan keras. DKFD (CaHPO4.2H2O) merupakan tahap awal proses pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Kristal DKFD memiliki ukuran yang kecil sehingga dalam analisis menggunakan difraksi sinar-X (XRD) masih tampak seperti amorf. Kristal DKFD dapat diperoleh dari medium dengan pH di bawah 6,6 yang kemudian mengalami hidrolisis dan berubah menjadi OKF. OKF (Ca8H2(PO4)5H2O) memiliki struktur yang mirip dengan hidroksiapatit. HAp (Ca10(PO4)6(OH)2) merupakan fase kristal yang paling stabil (Solechan 2001)

Sintesis HAp dapat dilakukan dengan metode sol-gel yang merupakan metode basah. Metode ini menggunakan reaksi pencampuran 2 larutan (larutan menjadi padatan) dan digunakan untuk memperoleh kristal HAp yang memiliki kemurnian sangat tinggi, komposisi yang homogen, dan ukuran kristal yang kecil (Gusman et al.2005)

Cangkang Telur

Cangkang telur memiliki bobot sebesar 11% dari bobot total seluruh telur. Komposisi utama dalam cangkang ini adalah kalsium karbonat (CaCO3), yaitu sebesar 91,00% dari total bobot keseluruhan cangkang. Kandungan kalsium dari cangkang telur ayam dapat digunakan sebagai sumber yang efektif untuk metabolisme tulang (Sasikumar & Vijayaraghavan 2006).

Tabel 1 Komposisi nutrisi cangkang telur ayam negeri

Nutrisi Kandungan (%)

Air 6-7

Protein 1,4-4

Lemak kasar 0,10-0,20

Kalsium karbonat 90,9 Sumber: Riyani et al. (2005)

Baja Tahan Karat (Stainless Steel, SS)

Logam SS merupakan paduan besi yang sekurang-kurangnya mengandung 10,50% (umumya sekitar 12-30%) kromium. Unsur lainnya yang ada ialah nikel (22%), molibdenum, tembaga, titanium, aluminium, silikon, niobium, nitrogen, sulfur, sedikit karbon, titanium, dan selenium (Trethwey & Chamberlain 1988). Sifat yang dimiliki oleh SS ini, yaitu tahan korosi, tahan suhu tinggi, dan tidak mudah terkontaminasi (Schwetzer 1989). SS yang digunakan dalam penelitian ini adalah SS lokal yang diproduksi oleh PT Krakatau Steel Indonesia.

Nitridasi

Nitridasi merupakan perlakuan termokimia pada logam (baja atau besi), yaitu melapisi permukaan logam dengan senyawa nitrogen pada suhu 500-550 °C. Proses nitridasi dilakukan dengan memasukkan contoh ke dalam tanur dan diharapkan seluruh permukaan logam dapat melakukan kontak dengan gas amonia. Logam yang telah ternitridasi biasanya akan berwarna abu-abu, bayang-bayang kekuningan, biru, atau ungu (Thelning 1974).

2NH3 N2 + 3H2

Logam yang telah ternitridasi akan memiliki tingkat korosi yang lebih rendah dan kekerasannya lebih tinggi. Faktor-faktor yang memengaruhi ketebalan lapisan nitrida adalah waktu pengujian, suhu, konsentrasi nitrogen, dan komposisi baja. Kemampuan baja untuk menjerap nitrogen disebut nitridabilitas. Baja yang mengandung unsur aluminium, kromium, dan molibdenum akan menghasilkan nitridabilitas yang tinggi. Komposisi baja yang berbeda akan mempengaruhi nitridabilitas (Thelning 1974).

Metode Pelapisan Logam

Pelapisan logam oleh apatit dapat dilakukan dengan berbagai metode. Beberapa metode yang telah banyak dilakukan adalah

electrophoretic deposition (EPD), thermal

spraying, thermal decomposition, dan sol-gel.

Metode EPD adalah pelapisan untuk menempelkan suatu bahan pada permukaan logam dengan menggunakan tegangan listrik (Cortez PM et al. 2004). Thermal spraying

merupakan metode pelapisan logam yang paling banyak digunakan. Metode ini dapat mengikat apatit dengan cukup kuat pada permukaan logam karena suhu pemanasan yang digunakan sangat tinggi, yaitu sekitar 20.000 °C. Sementara thermal decomposition

(8)

3

dapat menghasilkan lapisan tipis hingga 1 m

(Aoki 1991).

Sol-gel adalah sebuah teknik untuk membentuk material gelas dan keramik pada suhu rendah. Menurut Vijayalakshmi (2006), metode yang menggunakan suhu rendah dalam prosesnya akan menghasilkan campuran dengan kemurnian dan homogenitas lebih tinggi daripada proses yang menggunakan suhu tinggi. Proses sol-gel diawali dengan pembentukan koloid yang memiliki padatan tersuspensi di dalam larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini kemudian akan mengalami perubahan fase menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini kemudian akan mengalami kekakuan dan dapat dipanaskan untuk membentuk keramik (Dawnay et al. 1997). Material produk yang

diperoleh akan memperlihatkan ketransparanan dan stabil secara kimia dan mekanik (Collinson 1999).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas cangkang telur, baja tahan karat lokal tanpa nitridasi, dan ternitridasi.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah X-Ray Diffraction (XRD) Shimadzu 160,

dan mikroskop optik Nikon

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap (Lampiran 1). Tahap pertama adalah sintesis apatit meliputi preparasi cangkang telur, penentuan kadar kalsium dalam cangkang telur, presipitasi, dan pencirian serbuk apatit. Tahap kedua adalah pelapisan logam dengan apatit dan tahap ketiga adalah uji pascapelapisan logam meliputi pencirian lapisan apatit dengan XRD dan mikroskop optik.

Preparasi cangkang telur (Modifikasi

Amrina 2008)

Cangkang telur diberi perlakuan meliputi pembersihan, pengeringan, dan kalsinasi. Perlakuan diawali dengan pembersihan cangkang telur dari kotoran makro, eliminasi membran cangkang telur kemudian dikeringkan di suhu kamar. Cangkang telur yang telah kering lalu dikalsinasi pada suhu 1000 °C selama 5 jam. Cangkang telur yang telah dikalsinasi akan berbentuk serbuk lalu

kadar kalsiumnya ditentukan dengan metode titrimetri. Pencirian serbuk cangkang telur dilakukan dengan XRD untuk mengetahui fase yang terkandung di dalamnya.

Penentuan kadar kalsium dalam serbuk cangkang telur ayam negeri menggunakan metode titrimetri

Standardisasi EDTA dilakukan dengan mengambil 10 ml larutan kalsium karbonat 0,1 N lalu ditambahkan 3 tetes indikator Erio Black T kemudian dititrasi dengan larutan EDTA 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu ke merah muda. Titrasi dilakukan 3 kali. Sebanyak 0,5000 g serbuk cangkang telur ditambahkan asam nitrat pekat sampai berbuih dan berwarna kuning kemudian disaring dan diambil filtratnya lalu diencerkan dengan akuades sampai 100 ml. Kadar kalsium ditentukan dengan mengambil sebanyak 25 ml filtrat lalu ditambahkan 10 tetes amoniak 4 N, 2,5 ml larutan bufer pH 10, dan 3 tetes indikator Erio Black T lalu dititrasi dengan larutan EDTA 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu ke merah muda. Titrasi dilakukan 3 kali.

Presipitasi (Modifikasi Rajabi et al. 2007)

Serbuk cangkang telur dan asam fosfat dilarutkan dalam etanol 96% sebanyak 100 ml. Ragam massa serbuk cangkang telur dan suhu yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Presipitasi dilakukan pada suhu 37 °C dengan pengadukan 300 rpm dan laju alir 1,0 ml/menit kemudian dipanaskan dalam pemanas air bersuhu 60 °C selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 °C dengan kecepatan pengadukan 300 rpm sampai larutan berubah menjadi gelberwarna putih. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam kemudian dilanjutkan pada suhu 300, 600, dan 900 °C masing-masing selama 2 jam.

Tabel 2 Kodefikasi contoh

Suhu (°C) Massa (g)

10,4438 5,2219 1,0443

300 A1 B1 C1

600 A2 B2 C2

900 A3 B3 C3

Pencirian XRD serbuk apatit (Modifikasi

Rajabi et al. 2007)

(9)

3

dapat menghasilkan lapisan tipis hingga 1 m

(Aoki 1991).

Sol-gel adalah sebuah teknik untuk membentuk material gelas dan keramik pada suhu rendah. Menurut Vijayalakshmi (2006), metode yang menggunakan suhu rendah dalam prosesnya akan menghasilkan campuran dengan kemurnian dan homogenitas lebih tinggi daripada proses yang menggunakan suhu tinggi. Proses sol-gel diawali dengan pembentukan koloid yang memiliki padatan tersuspensi di dalam larutannya (kondisi ini disebut sol). Sol ini kemudian akan mengalami perubahan fase menjadi gel, yaitu koloid yang memiliki fraksi solid yang lebih besar daripada sol. Gel ini kemudian akan mengalami kekakuan dan dapat dipanaskan untuk membentuk keramik (Dawnay et al. 1997). Material produk yang

diperoleh akan memperlihatkan ketransparanan dan stabil secara kimia dan mekanik (Collinson 1999).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas cangkang telur, baja tahan karat lokal tanpa nitridasi, dan ternitridasi.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah X-Ray Diffraction (XRD) Shimadzu 160,

dan mikroskop optik Nikon

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap (Lampiran 1). Tahap pertama adalah sintesis apatit meliputi preparasi cangkang telur, penentuan kadar kalsium dalam cangkang telur, presipitasi, dan pencirian serbuk apatit. Tahap kedua adalah pelapisan logam dengan apatit dan tahap ketiga adalah uji pascapelapisan logam meliputi pencirian lapisan apatit dengan XRD dan mikroskop optik.

Preparasi cangkang telur (Modifikasi

Amrina 2008)

Cangkang telur diberi perlakuan meliputi pembersihan, pengeringan, dan kalsinasi. Perlakuan diawali dengan pembersihan cangkang telur dari kotoran makro, eliminasi membran cangkang telur kemudian dikeringkan di suhu kamar. Cangkang telur yang telah kering lalu dikalsinasi pada suhu 1000 °C selama 5 jam. Cangkang telur yang telah dikalsinasi akan berbentuk serbuk lalu

kadar kalsiumnya ditentukan dengan metode titrimetri. Pencirian serbuk cangkang telur dilakukan dengan XRD untuk mengetahui fase yang terkandung di dalamnya.

Penentuan kadar kalsium dalam serbuk cangkang telur ayam negeri menggunakan metode titrimetri

Standardisasi EDTA dilakukan dengan mengambil 10 ml larutan kalsium karbonat 0,1 N lalu ditambahkan 3 tetes indikator Erio Black T kemudian dititrasi dengan larutan EDTA 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu ke merah muda. Titrasi dilakukan 3 kali. Sebanyak 0,5000 g serbuk cangkang telur ditambahkan asam nitrat pekat sampai berbuih dan berwarna kuning kemudian disaring dan diambil filtratnya lalu diencerkan dengan akuades sampai 100 ml. Kadar kalsium ditentukan dengan mengambil sebanyak 25 ml filtrat lalu ditambahkan 10 tetes amoniak 4 N, 2,5 ml larutan bufer pH 10, dan 3 tetes indikator Erio Black T lalu dititrasi dengan larutan EDTA 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu ke merah muda. Titrasi dilakukan 3 kali.

Presipitasi (Modifikasi Rajabi et al. 2007)

Serbuk cangkang telur dan asam fosfat dilarutkan dalam etanol 96% sebanyak 100 ml. Ragam massa serbuk cangkang telur dan suhu yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Presipitasi dilakukan pada suhu 37 °C dengan pengadukan 300 rpm dan laju alir 1,0 ml/menit kemudian dipanaskan dalam pemanas air bersuhu 60 °C selama 1 jam. Larutan diendapkan dalam suhu kamar selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60 °C dengan kecepatan pengadukan 300 rpm sampai larutan berubah menjadi gelberwarna putih. Gel yang diperoleh dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam kemudian dilanjutkan pada suhu 300, 600, dan 900 °C masing-masing selama 2 jam.

Tabel 2 Kodefikasi contoh

Suhu (°C) Massa (g)

10,4438 5,2219 1,0443

300 A1 B1 C1

600 A2 B2 C2

900 A3 B3 C3

Pencirian XRD serbuk apatit (Modifikasi

Rajabi et al. 2007)

(10)

4

1,54060 Å. Pencirian XRD dilakukan untuk mengetahui fase yang terkandung dalam contoh, parameter kisi kristal, dan ukuran kristalnya

Pelapisan logam dengan apatit (Modifikasi

Hukovic et al. 2002)

Proses pelapisan logam dilakukan bersamaan dengan sintesis apatit, yaitu saat contoh berbentuk gel. Gel ini diteteskan di atas permukaan logam polos dan ternitridasi kemudian logam diputar dengan alat spin

coating selama 30 detik. Logam yang telah

terlapisi kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam dan pemanasan dilanjutkan kembali pada suhu 200, 400, dan 600 °C masing-masing selama 2 jam.

Uji mikrostruktur (Hukovic et al.2002)

Uji mikrostruktur dilakukan dengan mikroskop optik untuk mengevaluasi permukaan apatit yang menempel pada permukaan logam. Ukuran kristal apatit, fase yang terdapat dalam contoh, dan parameter kisi kristal yang menempel pada permukaan logam dianalisis menggunakan instrumen XRD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Serbuk Cangkang Telur

Cangkang telur memiliki komposisi terbesar berupa kalsium karbonat (CaCO3). Keberadaan ion karbonat akan memberikan pengaruh dalam sintesis apatit HAp. Ion karbonat dapat menempati posisi dalam struktur HAp. Posisi pertama, yaitu menggantikan gugus OH- membentuk apatit karbonat tipe A (AKA) dan posisi kedua menggantikan gugus PO43- membentuk apatit karbonat tipe B (AKB) (Aoki 1991).

Difraktogram dari serbuk cangkang telur disajikan pada Gambar 2. Difraktogram tersebut memperlihatkan 2 puncak dengan intensitas tertinggi, yaitu saat d-spacing

bernilai 2,7978 (31,9625°) dan 2,69927 Å (33,1623°) (Lampiran 2). Intensitas tersebut menunjukkan fase CaO sehingga komponen utama serbuk cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah fase CaO (Lampiran 3). Keberadaan fase CaCO3 dalam serbuk cangkang telur disebabkan oleh banyaknya ion karbonat di udara yang masuk ke dalam serbuk cangkang telur pada saat akan dianalisis.

Gambar 2 Difraktogram serbuk cangkang telur ayam negeri.

Pembuatan serbuk cangkang telur dilakukan dengan mengkalsinasi cangkang telur pada suhu 1000 °C selama 5 jam. Fungsi dari proses ini untuk menghindari terbentuknya AKA maupun AKB. Kalsinasi ini akan menyebabkan terjadinya eliminasi gugus fungsi karbonat (CO32-) pada struktur HAp. Kadar kalsium dalam serbuk cangkang telur diukur dengan metode titrimetri dan diperoleh kalsium sebesar 64,09% dari massa total.

Difraktogram Contoh Serbuk

Difraktogram memperlihatkan bahwa setiap contoh sebagian besar membentuk apatit berupa HAp (Lampiran 4). Sebagian besar puncak XRD contoh sesuai dengan data JCPDS (Joint Committee on Powder

Diffraction Standards) No. 090432 (Lampiran

5) untuk HAp. Difraktogram fase HAp ditunjukan oleh puncak dengan intensitas tertinggi yang memiliki nilai d-spacing

berturut-turut 2,807, 2,7124, dan 2,634 Å. Oleh karena itu, untuk analisis selanjutnya akan dibahas ukuran kristal dan parameter kisi dari HAp.

Difraktogram serbuk HAp sintetik untuk serbuk contoh A1, A2, dan A3 dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5. Fase dalam contoh A1, A2, dan A3 sebagian besar berupa HAp walaupun 3 intensitas tertingginya tidak berupa HAp seluruhnya. Contoh A1 memiliki 3 puncak tertinggi yang masing-masing menunjukan fase HAp, AKB, dan AKA dengan nilai d-spacing berturut-turut untuk

setiap fase sebesar 2,63177 (34,0384°), 2,60462 (34,4043°), dan 4,90235 Å (18,0805°), sedangkan 3 puncak tertinggi pada contoh A2 memiliki fase HAp dan 2 fase AKA dengan nilai d-spacing berturut-turut

sebesar 2,63447 (34,0025°), 4,97019 (17,8317°), dan 3,12164 Å (28,5718°). Contoh A3 memiliki 3 puncak tertinggi

0 50 100 150 200 250

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Sudut 2q / o

Inte

ns

ita

s

(arb.

un

it)

Δ Δ

Δ Δ

Δ Δ Δ Ο

Ο

Ο

Ket:

Δ CaCO3

(11)

4

1,54060 Å. Pencirian XRD dilakukan untuk mengetahui fase yang terkandung dalam contoh, parameter kisi kristal, dan ukuran kristalnya

Pelapisan logam dengan apatit (Modifikasi

Hukovic et al. 2002)

Proses pelapisan logam dilakukan bersamaan dengan sintesis apatit, yaitu saat contoh berbentuk gel. Gel ini diteteskan di atas permukaan logam polos dan ternitridasi kemudian logam diputar dengan alat spin

coating selama 30 detik. Logam yang telah

terlapisi kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam dan pemanasan dilanjutkan kembali pada suhu 200, 400, dan 600 °C masing-masing selama 2 jam.

Uji mikrostruktur (Hukovic et al.2002)

Uji mikrostruktur dilakukan dengan mikroskop optik untuk mengevaluasi permukaan apatit yang menempel pada permukaan logam. Ukuran kristal apatit, fase yang terdapat dalam contoh, dan parameter kisi kristal yang menempel pada permukaan logam dianalisis menggunakan instrumen XRD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Serbuk Cangkang Telur

Cangkang telur memiliki komposisi terbesar berupa kalsium karbonat (CaCO3). Keberadaan ion karbonat akan memberikan pengaruh dalam sintesis apatit HAp. Ion karbonat dapat menempati posisi dalam struktur HAp. Posisi pertama, yaitu menggantikan gugus OH- membentuk apatit karbonat tipe A (AKA) dan posisi kedua menggantikan gugus PO43- membentuk apatit karbonat tipe B (AKB) (Aoki 1991).

Difraktogram dari serbuk cangkang telur disajikan pada Gambar 2. Difraktogram tersebut memperlihatkan 2 puncak dengan intensitas tertinggi, yaitu saat d-spacing

bernilai 2,7978 (31,9625°) dan 2,69927 Å (33,1623°) (Lampiran 2). Intensitas tersebut menunjukkan fase CaO sehingga komponen utama serbuk cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah fase CaO (Lampiran 3). Keberadaan fase CaCO3 dalam serbuk cangkang telur disebabkan oleh banyaknya ion karbonat di udara yang masuk ke dalam serbuk cangkang telur pada saat akan dianalisis.

Gambar 2 Difraktogram serbuk cangkang telur ayam negeri.

Pembuatan serbuk cangkang telur dilakukan dengan mengkalsinasi cangkang telur pada suhu 1000 °C selama 5 jam. Fungsi dari proses ini untuk menghindari terbentuknya AKA maupun AKB. Kalsinasi ini akan menyebabkan terjadinya eliminasi gugus fungsi karbonat (CO32-) pada struktur HAp. Kadar kalsium dalam serbuk cangkang telur diukur dengan metode titrimetri dan diperoleh kalsium sebesar 64,09% dari massa total.

Difraktogram Contoh Serbuk

Difraktogram memperlihatkan bahwa setiap contoh sebagian besar membentuk apatit berupa HAp (Lampiran 4). Sebagian besar puncak XRD contoh sesuai dengan data JCPDS (Joint Committee on Powder

Diffraction Standards) No. 090432 (Lampiran

5) untuk HAp. Difraktogram fase HAp ditunjukan oleh puncak dengan intensitas tertinggi yang memiliki nilai d-spacing

berturut-turut 2,807, 2,7124, dan 2,634 Å. Oleh karena itu, untuk analisis selanjutnya akan dibahas ukuran kristal dan parameter kisi dari HAp.

Difraktogram serbuk HAp sintetik untuk serbuk contoh A1, A2, dan A3 dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5. Fase dalam contoh A1, A2, dan A3 sebagian besar berupa HAp walaupun 3 intensitas tertingginya tidak berupa HAp seluruhnya. Contoh A1 memiliki 3 puncak tertinggi yang masing-masing menunjukan fase HAp, AKB, dan AKA dengan nilai d-spacing berturut-turut untuk

setiap fase sebesar 2,63177 (34,0384°), 2,60462 (34,4043°), dan 4,90235 Å (18,0805°), sedangkan 3 puncak tertinggi pada contoh A2 memiliki fase HAp dan 2 fase AKA dengan nilai d-spacing berturut-turut

sebesar 2,63447 (34,0025°), 4,97019 (17,8317°), dan 3,12164 Å (28,5718°). Contoh A3 memiliki 3 puncak tertinggi

0 50 100 150 200 250

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Sudut 2q / o

Inte

ns

ita

s

(arb.

un

it)

Δ Δ

Δ Δ

Δ Δ Δ Ο

Ο

Ο

Ket:

Δ CaCO3

(12)

5

berupa fase AKA dengan nilai d-spacing

berturut-turut sebesar 2,83405 (31,5430°), 2,73620 (32,7021°), dan 2,64473 Å (33,8666°) (Lampiran 2).

(a)

(b)

(c)

Gambar 3 Difraktogram contoh A1 (a), contoh A2 (b), dan contoh A3 (c).

Dari hasil difraktogram ini dapat terlihat bahwa terjadi pergeseran fase. Pada suhu rendah terbentuk fase HAp sedangkan pada suhu tinggi fase HAp berubah menjadi fase AKA. Hal ini disebabkan ion OH- pada HAp akan diganggu oleh ion CO3- pada pemanasan dengan suhu tinggi.

Difraktogram serbuk contoh B1, B2, dan B3 disajikan pada Gambar 4. Pada contoh B1 dan B2, 3 puncak tertinggi merupakan fase HAp, AKB, dan AKA, yaitu saat d-spacing

bernilai 2,63353 (34,0150°), 2,60044 (34,4612°), dan 4,93064 Å (17,9759°) untuk B1 sedangkan untuk B2 sebesar 2,62762 (34,0939°), 3,03316 (29,4238°), dan 4,89757 Å (18,0983°). Contoh B3 memiliki 3 puncak tertinggi berupa fase HAp dengan nilai

d-spacing berturut-turut 2,81922 (31,7133°),

2,72286 (32,8668°), dan 2,63378 Å (34,0117°).

(a)

(b)

(c)

Gambar 4 Difraktogram contoh B1 (a), contoh B2 (b), dan contoh B3 (c).

Hasil difraktogram contoh B menunjukkan bahwa kenaikan suhu menyebabkan fase bergeser. Fase AKB dan AKA yang terbentuk pada suhu rendah berubah menjadi fase HAp pada suhu tinggi. Kondisi ini berbeda dengan contoh A.

Difraktogram serbuk contoh C dapat dilihat dalam Gambar 5. Contoh C1 memiliki 3 puncak tertinggi berupa fase AKB dan HAp dengan nilai d-spacing sebesar 3,02876

(29,4675°), 2,80622 (31,8640°), dan 2,61910 Å (34,2082°). Contoh C2 memiliki 3 puncak tertinggi berupa fase HAp, AKB, dan AKA dengan nilai d-spacing berturut-turut sebesar

2,62762 (34,0939°), 3,03316 (29,4238°), dan 4,89757 Å (18,0983°). Contoh C3 memiliki 3 puncak tertinggi berupa fase HAp. Nilai

d-spacing untuk contoh C3 sebesar 2,80788

0 50 100 150 200 250 300

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Inten s it a s ( a rb . u n it ) x x x x x x x x # # + 300°C Ket: X HAp # AKA + AKB

x 0 50 100 150 200 250 300

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Inten s it a s ( a rb . u n it ) x x x xx x # # # + + 600°C 0 50 100 150 200 250 300

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Intensita

s (arb. unit

) x x x x x x x x x x x x x x x x # + # # ## # # # # + + + + 900°C 0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Inten s it a s ( a rb . u n it ) x x x x x x # # # + + + + + 600°C 0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Intensita

s (arb. unit

) x x x x x x x x x x x x x x x x x x

xx x x # # # # + + x + + x + 900°C 0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Inten s it a s ( a rb . u n it ) x x x x x x # # # # + + + 300°C Ket: X HAp # AKA + AKB

(13)

6

(31,8448°), 2,71248 (32,9962°), dan 2,63485 Å (33,9975°). Difraktogram contoh C memperlihatkan hal yang sama dengan contoh B, yaitu kenaikan suhu menyebabkan fase bergeser menjadi HAp.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Difraktogram contoh C1 (a), contoh C2 (b), dan contoh C3 (c).

Adanya fase AKA dan AKB dalam pembentukan apatit HAp disebabkan apatit biologis maupun sintetik pada suhu rendah merupakan AKB sedangkan pada suhu tinggi merupakan AKA (Hidayat et al. 2006).

Contoh A1, B1, dan C1 sebagian besar memiliki fase AKB pada intensitas yang cukup tinggi. Kenaikan suhu pemanasan menyebabkan contoh A2, B2, C2, A3, B3, dan C3 memiliki fase AKA yang lebih banyak daripada ketiga contoh lainnya (Lampiran 4). Selain itu, adanya AKA dan AKB ini disebabkan kondisi yang melewati kondisi super jenuh (konsentrasi Ca di atas 10mM) (Notonegoro 2003).

Hal lain yang menyebabkan terbentuknya fase AKA dan AKB adalah adanya ion

karbonat dari karbon dioksida di udara. Ion ini akan terperangkap selama proses presipitasi dan sulit untuk dihilangkan karena akan terikat dalam kisi kristal HAp. Konsentrasi asam fosfat yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyaknya fase AKA dan AKB yang terbentuk. Kondisi ini dikarenakan pada konsentrasi rendah ruang gerak molekul lebih besar dan ion karbonat yang telah masuk dapat lepas kembali setelah diberi perlakuan pemanasan sedangkan konsentrasi tinggi menyebabkan ruang gerak molekul lebih sempit dan terbatas sehingga ion karbonat yang telah masuk akan sulit untuk lepas walaupun telah diberi perlakuan pemanasan suhu tinggi karena ion karbonat ini telah masuk ke dalam struktur kristal dari HAp.

Ukuran kristal HAp contoh dihitung menggunakan persamaan Scherrer (Lampiran 6) (Cullity & Stock 2001). Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM (full

width at half maximum) (Lampiran 2). Nilai

FWHM yang semakin kecil menunjukkan ukuran kristal yang semakin besar.

Tabel 3 Ukuran kristal contoh serbuk HAp Kode

contoh FWHM D(002) (nm) A1 A2 A3 0,384 0,576 0,240 21,24 14,18 33,97 B1 B2 B3 0,336 0,576 0,288 24,27 14,18 28,32 C1 C2 C3 0,384 0,576 0,288 21,24 14,18 28,31

Berdasarkan Tabel 3 terlihat secara umum bahwa dengan bertambahnya konsentrasi dan suhu pemanasan maka nilai FWHM semakin kecil sehingga ukuran kristal yang dihasilkan semakin besar. Besarnya ukuran kristal ini disebabkan oleh semakin mampatnya molekul yang bereaksi sehingga ukuran molekul yang akan dihasilkan semakin besar pula.

Parameter kisi dihitung menggunakan

metode Cohen’s (Lampiran 7) untuk sistem

non kubik karena HAp berbentuk heksagonal (Cullity dan Stock 2001). Hasil perhitungan parameter kisi a dan c dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebagian besar parameter kisi contoh berada pada kisaran parameter kisi HAp, sehingga dapat dikatakan bahwa fase yang terkandung dalam contoh umumnya adalah HAp.

0 50 100 150 200 250 300 350

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Inten s it a s ( a rb . u n it ) x x x x x x # # + + + + + 300°C x Ket: X HAp # AKA + AKB

0 50 100 150 200 250 300 350

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

Intensita

s (arb. unit

) # # x x x x x x + + + +

900°C

0 50 100 150 200 250 300 350

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2q / o

(14)

7

Tabel 4 Parameter kisi contoh serbuk HAp Kode

contoh

Parameter kisi (Å)

a c

A1 A2 A3 8,648 10,433 8,400 6,385 7,663 7,067 B1 B2 B3 9,799 9,873 9,233 7,178 7,275 6,772 C1 C2 C3 9,404 9,873 9,440 6,836 7,275 6,942

Contoh A1 dan A3 memiliki beberapa fase AKB dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga parameter kisi a yang dimilikinya lebih kecil dibandingkan dengan yang lain. Kehadiran ion karbonat ini akan memperpendek parameter kisi a karena ion karbonat berbentuk planar dan menggantikan ion fosfat yang berbentuk tetrahedral (Hidayat

et al. 2006).

Difraktogram Contoh Logam

Logam yang digunakan untuk dilapisi dengan senyawa apatit HAp adalah logam baja tahan karat lokal tanpa nitridasi (X) dan yang telah dinitridasi (Y). Contoh serbuk senyawa apatit yang digunakan untuk melapisi logam tersebut adalah contoh C3. Pemilihan contoh ini berdasarkan fase yang terbentuk, ukuran kristal, dan parameter kisi yang dimiliki oleh contoh C3. Contoh C3 memiliki fase dominan berupa HAp dengan ukuran kristal yang cukup kecil dan persen parameter kisi yang besar. Ukuran kristal yang kecil ini diharapkan dapat menghasilkan lapisan HAp yang lebih halus dan homogen. Pemanasan logam yang telah terlapisi menggunakan suhu 200, 400, dan 600 °C. Masing-masing suhu ditahan selama 2 jam. Penahanan dan kenaikan suhu yang teratur ini dapat meningkatkan kekuatan ikatan antara apatit dan permukaan logam. Proses pelapisan logam hanya menggunakan suhu maksimal sebesar 600 °C sedangkan proses pembuatan serbuk apatit menggunakan suhu maksimal sebesar 900 °C . Perbedaan ini disebabkan oleh ketahanan logam yang rendah pada suhu tinggi. Penelitian pendahuluan mendapatkan hasil bahwa logam baja tahan karatlokal tidak tahan pada suhu di atas 650 °C. Logam akan terkorosi pada permukannya walaupun telah mengalami proses nitridasi. Difraktogram dari permukaan logam yang telah terlapisi dapat dilihat pada Gambar 6.

(a)

(b)

Gambar 6 Difraktogram lapisan contoh X (a) dan contoh Y (b).

Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa fase yang terbentuk pada permukaan logam lokal tanpa nitridasi belum berupa HAp (Lampiran 8). Contoh X memiliki 2 intensitas tertinggi berupa fase AKA dan 1 puncak tertinggi lainnya berupa fase HAp (Gambar 6a). Puncak AKA berada pada d-spacing

2,26368 (39.7887°) dan 2,33807 (38.472°), sedangkan puncak HAp pada 2,02794 Å (44.648°) (Lampiran 2). Contoh Y memiliki 3 intensitas puncak tertinggi dengan fase berbeda-beda. Puncak pertama berupa AKB, kedua AKA, dan ketiga HAp (Gambar 6b). Puncak AKB berada pada d-spacing 3,04549

(29.302°), AKA pada 2,88011 (31.0257°), dan HAp pada 1,62774 Å (56.4885°).

Kehadiran fase AKA dan AKB ini disebabkan suhu yang digunakan dalam proses pemanasan lapisan hanya 600 °C sehingga ion karbonat dalam struktur HAp belum hilang seluruhnya. Ion karbonat akan hilang pada pemanasan dengan suhu di atas 600 °C. Kedua contoh logam ini berhasil dilapisi dengan apatit. Difraktogram menunjukkan tidak adanya fase dari logam baja tahan karat yang terlihat lagi (Lampiran 9).

Ukuran kristal lapisan apatit kedua contoh dapat dilihat pada Tabel 5. Dari perhitungan dengan persamaan Scherrer terlihat bahwa ukuran kristal pada lapisan contoh X lebih

0 50 100 150 200 250 300 350

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Sudut 2q / o

Inten s it a s ( a r b . u n it ) x x x x x x x x x x # + + + + + +

Logam yang dinitridasi 0 50 100 150 200 250 300 350

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Sudut 2q / o

Inten s it a s ( a r b . u n it ) xx x

x xx x x x x

(15)

8

kecil dari lapisan contoh Y. Kecilnya ukuran kristal ini disebabkan oleh bidang 002 pada lapisan contoh X merupakan fase AKA sedangkan pada lapisan contoh Y merupakan fase HAp.

Tabel 5 Ukuran kristal lapisan contoh logam Kode

contoh FWHM D(002) (nm)

X 0,576 14,17

Y 0,288 28,31

Parameter kisi lapisan kedua contoh dapat dilihat pada Tabel 6. Perhitungan parameter

kisi ini menggunakan metode Cohen’s. Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa lapisan contoh X memiliki parameter kisi yang mendekati parameter kisi HAp (a = b = 9,423 Å dan c = 6,881 Å).

Tabel 6 Parameter kisi lapisan contoh logam Kode

contoh

Parameter kisi (Å)

c a

X 6,967 9,558

Y 6,521 8,886

Lapisan contoh Y memiliki parameter kisi a yang kecil. Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya fase AKB dalam lapisan (Lampiran 8) sehingga mengganggu struktur HAp.

Ciri Permukaan Contoh Logam

Permukaan kedua logam sebelum terlapisi dapat dilihat pada Gambar 7. Contoh X diamplas terlebih dahulu sebelum dilapisi dengan apatit. Fungsi pengamplasan ini untuk menghilangkan pengotor yang menempel pada permukaan logam.

Gambar 7 Foto permukaan contoh X (a) dan contoh Y (b).

Gambar 7a menunjukkan permukaan dari contoh logam lokal yang belum ternitridasi dan terlapisi. Terlihat sedikit goresan halus yang merupakan goresan dasar dari logam baja tahan karat. Gambar 7b merupakan permukaan dari contoh logam lokal yang telah ternitridasi. Goresan halus pada Gambar 7a

tidak terlihat lagi digantikan oleh goresan searah yang merupakan lapisan nitridasi.

Permukaan kedua contoh logam yang telah terlapisi dapat dilihat pada Gambar 8. Goresan halus pada contoh X sudah tertutupi dengan apatit. Hal ini menunjukkan bahwa contoh X berhasil terlapisi. Kondisi yang sama terjadi juga pada contoh Y. Goresan lapisan nitridasi sudah tertutupi oleh lapisan apatit.

Gambar 8 Foto permukaan lapisan contoh X (a) dan lapisan contoh Y (b).

Hasil analisis mikroskop optik menunjukkan lapisan contoh Y memiliki tekstur lebih halus dan lebih rapat dari lapisan contoh X (Gambar 8b). Kondisi ini terlihat dari hampir tidak adanya retakan dilapisan apatit pada logam. Lapisan apatit sangat baik menutupi goresan-goresan dari logam. Lapisan contoh X mengalami retakan-retakan kecil sehingga masih ada beberapa bagian logam yang belum terlapisi (Gambar 8a). Perbedaan lapisan kedua contoh ini disebabkan oleh perbedaan kekuatan ikatan antara apatit dengan permukaan logam. Ciri permukaan ini menunjukkan bahwa ikatan apatit dengan contoh Y lebih kuat dari contoh X.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Cangkang telur ayam negeri memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan apatit. Ciri difraksi Sinar-X menunjukan bahwa apatit yang terkandung dalam serbuk contoh sebagian besar berupa HAp. Ukuran kristal HAp meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi dan suhu pemanasan . Parameter kisi HAp dipengaruhi oleh kehadiran ion karbonat. Semakin banyak fase AKB maka parameter kisi a semakin pendek.

Lapisan logam ternitridasi memiliki struktur lebih halus dari lapisan logam tanpa nitridasi. Ukuran kristal lapisan logam

a b

(16)

8

kecil dari lapisan contoh Y. Kecilnya ukuran kristal ini disebabkan oleh bidang 002 pada lapisan contoh X merupakan fase AKA sedangkan pada lapisan contoh Y merupakan fase HAp.

Tabel 5 Ukuran kristal lapisan contoh logam Kode

contoh FWHM D(002) (nm)

X 0,576 14,17

Y 0,288 28,31

Parameter kisi lapisan kedua contoh dapat dilihat pada Tabel 6. Perhitungan parameter

kisi ini menggunakan metode Cohen’s. Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa lapisan contoh X memiliki parameter kisi yang mendekati parameter kisi HAp (a = b = 9,423 Å dan c = 6,881 Å).

Tabel 6 Parameter kisi lapisan contoh logam Kode

contoh

Parameter kisi (Å)

c a

X 6,967 9,558

Y 6,521 8,886

Lapisan contoh Y memiliki parameter kisi a yang kecil. Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya fase AKB dalam lapisan (Lampiran 8) sehingga mengganggu struktur HAp.

Ciri Permukaan Contoh Logam

Permukaan kedua logam sebelum terlapisi dapat dilihat pada Gambar 7. Contoh X diamplas terlebih dahulu sebelum dilapisi dengan apatit. Fungsi pengamplasan ini untuk menghilangkan pengotor yang menempel pada permukaan logam.

Gambar 7 Foto permukaan contoh X (a) dan contoh Y (b).

Gambar 7a menunjukkan permukaan dari contoh logam lokal yang belum ternitridasi dan terlapisi. Terlihat sedikit goresan halus yang merupakan goresan dasar dari logam baja tahan karat. Gambar 7b merupakan permukaan dari contoh logam lokal yang telah ternitridasi. Goresan halus pada Gambar 7a

tidak terlihat lagi digantikan oleh goresan searah yang merupakan lapisan nitridasi.

Permukaan kedua contoh logam yang telah terlapisi dapat dilihat pada Gambar 8. Goresan halus pada contoh X sudah tertutupi dengan apatit. Hal ini menunjukkan bahwa contoh X berhasil terlapisi. Kondisi yang sama terjadi juga pada contoh Y. Goresan lapisan nitridasi sudah tertutupi oleh lapisan apatit.

Gambar 8 Foto permukaan lapisan contoh X (a) dan lapisan contoh Y (b).

Hasil analisis mikroskop optik menunjukkan lapisan contoh Y memiliki tekstur lebih halus dan lebih rapat dari lapisan contoh X (Gambar 8b). Kondisi ini terlihat dari hampir tidak adanya retakan dilapisan apatit pada logam. Lapisan apatit sangat baik menutupi goresan-goresan dari logam. Lapisan contoh X mengalami retakan-retakan kecil sehingga masih ada beberapa bagian logam yang belum terlapisi (Gambar 8a). Perbedaan lapisan kedua contoh ini disebabkan oleh perbedaan kekuatan ikatan antara apatit dengan permukaan logam. Ciri permukaan ini menunjukkan bahwa ikatan apatit dengan contoh Y lebih kuat dari contoh X.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Cangkang telur ayam negeri memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan apatit. Ciri difraksi Sinar-X menunjukan bahwa apatit yang terkandung dalam serbuk contoh sebagian besar berupa HAp. Ukuran kristal HAp meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi dan suhu pemanasan . Parameter kisi HAp dipengaruhi oleh kehadiran ion karbonat. Semakin banyak fase AKB maka parameter kisi a semakin pendek.

Lapisan logam ternitridasi memiliki struktur lebih halus dari lapisan logam tanpa nitridasi. Ukuran kristal lapisan logam

a b

(17)

9

ternitridasi lebih besar dari lapisan logam tanpa nitridasi tapi parameter kisi yang dimilikinya lebih kecil. Hasil pencirian permukaan kedua contoh logam menunjukkan bahwa kedua logam terlapisi dengan lapisan apatit.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai suhu optimum pemanasan contoh logam yang telah terlapisi, kekuatan ikatan lapisan dengan logam, dan ketebalan lapisan apatit pada logam, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Struktur hidroksiapatit.

[terhubung berkala]. http:// www.msm.cam.ac.uk/Department/DeptInf o/StaffProfiles/ResearchFigs/Bristowe. jpg. [28 Juli 2009].

Amrina QH. 2008. Sintesis hidroksiapatit dengan memanfaatkan limbah cangkang telur: Karakterisasi difraksi sinar-X dan

scanning electron microscopy (SEM)

[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Aoki H. 1991. Science and Medical

Applications of Hydroxyapatite. Institute

for Medical and Dental Engineering. Tokyo Medical and Dental University. Castro Y et al. 2008. Electrochemical

behaviour of silica basic hybrid coatings

deposited on SS by dipping and EPD.

Electrochimica Acta 53:6008–6017.

Collinson MM. 1999. Sol-gel strategies for thepPreparation of selective materials for chemical analysis. Critical Reviews in

Analytical Chemistry 29(4):289-311.

Cortez PM & Gutierrez GV. 2004. Electrophoretic deposition of hydroxyapatite submicron particles at high voltages. Material Letters 58:1336-1339.

Cullity BD & Stock SR. 2001. Elements of

X-Ray Diffraction. Prentice Hall, New

Jersey.

Dawnay EJC et al. 1997. Growth and

Characterization of Semiconductor

Nanoparticles in Porous Sol-Gel Film.

England: Department of Electrical and Electronic Engineering, Imperial College, London SW7 2BT.

Fermadi. 2004. Powder nitriding pada baja karbon rendah dengan menggunakan urea [skripsi]. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Gusman VC et al. 2005. Stoichiometric

hydroxyapatite obtained by precipitation and sol gel processes. Revista Mexicana

De Fisica 3:284-293.

Hidayat Y et al. 2006. Spektroskopi fourier

transform infrared (FTIR) senyawa kalsium fosfat pengaruh ion F- dan Mg2+ hasil presipitasi. Jurnal Biofisika 1:21-27.

Hukovic MM et al. 2002. An in vitro study of

Ti and Ti-alloys coated with sol-gel derived hydroxyapatite coatings. Surface

and CoatingsTechnology 165:40-50.

Langenati R et al. 2005. Aplikasi

Hidroksiapatit di Bidang Medis. [terhubung berkala]. http://www.biomed. metu.edu.tr/aplikasi-hidroksiapatit-di bidang-medis/. [3 Maret 2009].

Notonegoro HA. 2003. Analisis spektroskopi inframerah dan difraksi sinar-X pertumbuhan kristal apatit pada mucoza ampela ayam [skripsi]. Depok: Universitas Indonesia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Rajabi AH et al. 2007. Synthesis and

characterization of nanocrystalline hydroxyapatite powder via sol-gel method.

IFMBE Proceedings 15:149-151.

Riyani E et al. 2005. Karakterisasi senyawa

kalsium fosfat karbonat hasil pengaruh penambahan ion F- dan Mg2+.

Jurnal

Biofisika 1: 82-89.

Sasikumar S & Vijayaraghavan R. 2006. Low temperature synthesis of nanocrystalline hydroxyapatite from eggshells by combustion method. Trends Biomaterial.

Artificial. Organs, 19(2): 70-73.

Schwetzer PA. 1989. Corrosion and

Corrosion Protection Handbook. Second

Edition. New York: Mc. Graw Hill. Soejoko DS & Wahyuni S. 2002.

Spektroskopi inframerah senyawa kalsium fosfat hasil presipitasi. Makara Seri Sains

6(3): 117-120. Depok: Universitas Indonesia, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Solechan A. 2001. Pengukuran derajat

(18)

9

ternitridasi lebih besar dari lapisan logam tanpa nitridasi tapi parameter kisi yang dimilikinya lebih kecil. Hasil pencirian permukaan kedua contoh logam menunjukkan bahwa kedua logam terlapisi dengan lapisan apatit.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai suhu optimum pemanasan contoh logam yang telah terlapisi, kekuatan ikatan lapisan dengan logam, dan ketebalan lapisan apatit pada logam, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Struktur hidroksiapatit.

[terhubung berkala]. http:// www.msm.cam.ac.uk/Department/DeptInf o/StaffProfiles/ResearchFigs/Bristowe. jpg. [28 Juli 2009].

Amrina QH. 2008. Sintesis hidroksiapatit dengan memanfaatkan limbah cangkang telur: Karakterisasi difraksi sinar-X dan

scanning electron microscopy (SEM)

[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Aoki H. 1991. Science and Medical

Applications of Hydroxyapatite. Institute

for Medical and Dental Engineering. Tokyo Medical and Dental University. Castro Y et al. 2008. Electrochemical

behaviour of silica basic hybrid coatings

deposited on SS by dipping and EPD.

Electrochimica Acta 53:6008–6017.

Collinson MM. 1999. Sol-gel strategies for thepPreparation of selective materials for chemical analysis. Critical Reviews in

Analytical Chemistry 29(4):289-311.

Cortez PM & Gutierrez GV. 2004. Electrophoretic deposition of hydroxyapatite submicron particles at high voltages. Material Letters 58:1336-1339.

Cullity BD & Stock SR. 2001. Elements of

X-Ray Diffraction. Prentice Hall, New

Jersey.

Dawnay EJC et al. 1997. Growth and

Characterization of Semiconductor

Nanoparticles in Porous Sol-Gel Film.

England: Department of Electrical and Electronic Engineering, Imperial College, London SW7 2BT.

Fermadi. 2004. Powder nitriding pada baja karbon rendah dengan menggunakan urea [skripsi]. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Gusman VC et al. 2005. Stoichiometric

hydroxyapatite obtained by precipitation and sol gel processes. Revista Mexicana

De Fisica 3:284-293.

Hidayat Y et al. 2006. Spektroskopi fourier

transform infrared (FTIR) senyawa kalsium fosfat pengaruh ion F- dan Mg2+ hasil presipitasi. Jurnal Biofisika 1:21-27.

Hukovic MM et al. 2002. An in vitro study of

Ti and Ti-alloys coated with sol-gel derived hydroxyapatite coatings. Surface

and CoatingsTechnology 165:40-50.

Langenati R et al. 2005. Aplikasi

Hidroksiapatit di Bidang Medis. [terhubung berkala]. http://www.biomed. metu.edu.tr/aplikasi-hidroksiapatit-di bidang-medis/. [3 Maret 2009].

Notonegoro HA. 2003. Analisis spektroskopi inframerah dan difraksi sinar-X pertumbuhan kristal apatit pada mucoza ampela ayam [skripsi]. Depok: Universitas Indonesia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Rajabi AH et al. 2007. Synthesis and

characterization of nanocrystalline hydroxyapatite powder via sol-gel method.

IFMBE Proceedings 15:149-151.

Riyani E et al. 2005. Karakterisasi senyawa

kalsium fosfat karbonat hasil pengaruh penambahan ion F- dan Mg2+.

Jurnal

Biofisika 1: 82-89.

Sasikumar S & Vijayaraghavan R. 2006. Low temperature synthesis of nanocrystalline hydroxyapatite from eggshells by combustion method. Trends Biomaterial.

Artificial. Organs, 19(2): 70-73.

Schwetzer PA. 1989. Corrosion and

Corrosion Protection Handbook. Second

Edition. New York: Mc. Graw Hill. Soejoko DS & Wahyuni S. 2002.

Spektroskopi inframerah senyawa kalsium fosfat hasil presipitasi. Makara Seri Sains

6(3): 117-120. Depok: Universitas Indonesia, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Solechan A. 2001. Pengukuran derajat

(19)

10

Thelning KE. 1974. Steel and Its Heat Treatment. Bofors Handbook. Second

Edition. London: Butterworths.

Trethewey KR & Chamberlain J. 1988.

Korosi Untuk Mahasiswa Sains dan

Rekayasawan. Widodo, penerjemah.

Jakarta: Gramedia.

Vijayalakshmi U. & Rajeswari S. 2006.

Preparation and characterization of microcrystalline hydroxyapatite using Sol

gel method. Trends Biomaterial. Artificial.

(20)

11

(21)

12

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

--- Penelusuran literatur dan

persiapan kelengkapan

Sintesis senyawa apatit

Penentuan kadar kalsium cangkang telur Preparasi cangkang telur

Presipitasi Pelapisan logam dengan senyawa apatit

Penyusunan laporan

Pengolahan dan analisis data

(22)

13

Lampiran 2 Data Difraktogram

a. Contoh A1

No. βθ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 17,0176 0,288 5,20609 18,35

2 18,0805 0,384 4,90235 69,70

3 21,9013 0,336 4,05498 10,44

4 22,9732 0,672 3,86814 3,21

5 25,8392 0,384 3,44525 30,64

6 27,8569 0,288 3,20011 31,13

7 28,6945 0,480 3,10858 26,77

8 29,3773 0,288 3,03786 36,73

9 31,0670 0,288 2,87638 67,48

10 31,7223 0,288 2,81843 50,26

11 32,9482 0,288 2,71632 30,90

12 34,0384 0,384 2,63177 100,00

13 34,4043 0,240 2,60462 78,53

14 39,8825 1,152 2,25857 9,36

15 46,9970 0,288 1,93191 44,73

16 48,0110 0,240 1,89344 15,96

17 49,4427 0,576 1,84192 12,12

18 50,8224 0,384 1,79510 30,95

19 53,0646 0,288 1,72441 17,85

20 54,2209 0,384 1,69034 13,16

21 59,5260 0,576 1,55173 5,51

22 62,6866 0,384 1,48087 8,00

23 64,2091 1,152 1,44939 8,41

24 71,8760 1,152 1,31247 5,33

25 79,2794 0,240 1,20744 4,81

b. Contoh A2

No. βθ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 17,8317 0,672 4,97019 49,24

2 26,5827 0,576 3,35054 41,63

3 28,5718 0,384 3,12164 45,57

4 29,3966 0,240 3,03591 26,68

5 30,1808 0,384 2,95879 41,24

6 32,2099 0,768 2,77687 21,56

7 34,0025 0,576 2,63447 100,00

8 47,2258 1,152 1,92308 27,21

9 50,7312 0,240 1,79812 45,31

10 53,1374 0,288 1,72222 44,50

11 54,2912 0,768 1,68832 12,92

12 62,6358 0,576 1,48195 8,59

13 64,1020 0,960 1,45155 7,89

(23)

14

Lanjutan Lampiran 2

c. Contoh A3

No. βθ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 10,5630 0,480 8,36838 4,68

2 17,7841 0,576 4,98338 25,70

3 21,5193 0,288 4,12609 5,19

4 22,6544 0,384 3,92186 5,42

5 25,6713 0,240 3,46738 36,60

6 27,9267 0,240 3,19227 9,84

7 28,7683 0,336 3,10077 15,40

8 31,5430 0,288 2,83405 100,00

9 32,7021 0,240 2,73620 62,86

10 33,8666 0,288 2,64473 61,23

11 35,1746 0,288 2,54932 8,10

12 39,6328 0,384 2,27222 27,73

13 41,7034 0,288 2,16406 4,36

14 43,5483 0,288 2,07656 5,62

15 45,0584 0,288 2,01042 4,24

16 46,4391 0,288 1,95381 35,06

17 47,8179 0,288 1,90064 15,93

18 49,2330 0,240 1,84927 35,61

19 50,2188 0,288 1,81525 22,66

20 51,0576 0,336 1,78738 12,21

21 51,8271 0,288 1,76264 13,18

22 52,9399 0,240 1,72818 18,81

23 54,0926 0,384 1,69404 6,43

24 55,6211 0,240 1,65106 7,15

25 59,6614 0,288 1,54853 4,69

26 60,1451 0,240 1,53723 3,86

27 61,4443 0,288 1,5078 5,35

28 62,7302 0,240 1,47995 9,46

29 63,7758 0,240 1,45818 14,51

30 64,7511 0,288 1,43856 7,78

31 66,0879 0,240 1,41266 2,51

32 69,4424 0,288 1,35239 3,04

33 71,4105 0,240 1,31987 7,15

34 72,1678 0,288 1,30788 3,38

35 73,6925 0,576 1,28454 3,59

36 75,3358 0,288 1,26055 7,23

37 76,7274 0,288 1,24111 7,21

(24)

15

Lanjutan Lampiran 2

d. Contoh B1

No. βθ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 10,8575 0,288 8,14200 9,53

2 13,6382 0,672 6,48757 6,39

3 16,9956 0,480 5,21278 18,82

4 17,9759 0,336 4,93064 71,40

5 22,7450 0,480 3,90644 3,77

6 25,7809 0,336 3,45290 32,99

7 27,9083 0,288 3,19434 32,46

8 28,7160 0,480 3,10630 28,99

9 29,4211 0,240 3,03344 34,51

10 31,0948 0,288 2,87387 63,57

11 31,7736 0,384 2,81401 60,68

12 33,0230 0,384 2,71034 28,71

13 34,0150 0,336 2,63353 100,00

14 34,4612 0,288 2,60044 72,08

15 37,3641 0,768 2,40481 3,48

16 39,9202 0,288 2,25652 16,57

17 41,7522 0,384 2,16165 8,29

18 43,4894 0,768 2,07924 5,24

19 45,4102 0,288 1,99565 5,50

20 47,0628 0,288 1,92936 50,99

21 48,3705 0,384 1,88021 15,71

22 49,5320 0,384 1,83880 15,22

23 50,9146 0,288 1,79207 34,28

24 53,1368 0,576 1,72224 17,16

25 54,3545 0,384 1,68650 13,38

26 57,5330 0,576 1,60065 5,09

27 59,6661 0,576 1,54842 8,53

28 62,6798 0,576 1,48102 9,84

29 63,0581 0,240 1,47304 8,58

30 64,1406 1,152 1,45077 9,82

31 71,6958 0,768 1,31532 8,73

32 73,7541 0,288 1,28362 5,10

(25)

16

Lanjutan Lampiran 2

e. Contoh B2

No. βθ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 18,0983 0,384 4,89757 54,33

2 26,5861 0,576 3,35012 32,35

3 28,6888 0,288 3,10918 36,31

4 29,4238 0,288 3,03316 65,08

5 30,3116 0,288 2,94632 45,45

6 31,9274 0,576 2,80080 31,99

7 34,0939 0,240 2,62762 100,00

8 36,0008 0,576 2,49269 12,39

9 39,3269 0,960 2,28919 9,81

10 43,1237 0,576 2,09602 9,81

11 47,0796 1,152 1,92871 30,36

12 49,4840 0,576 1,84047 12,73

13 50,8081 0,288 1,79557 43,10

14 53,0057 0,384 1,72619 9,53

15 54,1684 0,480 1,69185 12,21

16 62,6278 0,576 1,48212 9,29

17 71,8163 0,576 1,31341 5,86

(26)

17

Lanjutan Lampiran 2

f. Contoh B3

No. 2θ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 10,7941 0,384 8,18970 8,91

2 17,9700 0,240 4,93226 29,43

3 21,7207 0,288 4,08829 5,29

4 22,8498 0,288 3,88876 6,07

5 25,8310 0,288 3,44632 41,62

6 28,0713 0,288 3,17616 11,03

7 28,8454 0,288 3,09265 13,39

8 31,7133 0,288 2,81922 100,00

9 32,8668 0,288 2,72286 70,66

10 34,0117 0,384 2,63378 61,31

11 35,3772 0,288 2,53518 5,09

12 39,7349 0,288 2,26661 24,48

13 41,9537 0,576 2,15173 3,66

14 43,7778 0,288 2,06621 4,78

15 45,2661 0,288 2,00167 5,57

16 46,6278 0,288 1,94634 39,46

17 48,0161 0,288 1,89326 16,79

18 49,4098 0,288 1,84306 39,84

19 50,4329 0,288 1,80805 22,93

20 53,0983 0,576 1,72340 10,93

21 54,2441 0,576 1,68967 5,57

22 55,7647 0,288 1,64714 6,88

23 57,0111 0,288 1,61406 5,41

24 58,0168 0,480 1,58845 1,86

25 60,0846 0,768 1,53863 1,36

26 61,5530 0,288 1,50540 8,08

27 62,9262 0,288 1,47581 10,33

28 63,9443 0,576 1,45475 11,77

29 64,9413 0,288 1,43480 9,86

30 71,5390 0,288 1,31782 6,31

31 72,2353 0,384 1,30682 3,41

32 73,8283 0,576 1,28251 2,28

33 77,0176 0,384 1,23716 6,41

(27)

18

Lanjutan Lampiran 2

g. Contoh C1

No. βθ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 10,8821 0,576 8,12369 4,13

2 18,1185 0,288 4,89215 17,85

3 21,9501 0,288 4,04607 5,70

4 23,0427 0,576 3,85665 5,24

5 25,9189 0,384 3,43482 15,17

6 28,0080 0,288 3,18319 8,66

7 29,4675 0,288 3,02876 100,00

8 30,9250 0,576 2,88927 9,88

9 31,8640 0,288 2,80622 32,73

10 33,0565 0,384 2,70766 19,86

11 34,2082 0,336 2,61910 30,88

12 36,0364 0,288 2,49031 11,07

13 39,4673 0,288 2,28137 20,13

14 43,2322 0,288 2,09101 16,24

15 46,8576 1,152 1,93733 12,50

16 48,5577 0,288 1,87340 20,33

17 49,5420 0,384 1,83846 8,86

18 50,8266 0,288 1,79496 12,23

19 53,0452 0,288 1,7250 5,69

20 56,5088 0,288 1,62721 2,69

21 57,4799 0,288 1,6020 8,34

22 57,9536 0,288 1,59003 6,06

23 60,7397 0,384 1,52359 3,88

24 62,9612 0,384 1,47508 2,50

25 64,7770 0,288 1,43804 6,18

26 65,5327 0,576 1,42328 2,92

27 70,2820 0,288 1,33828 2,21

28 71,8003 0,384 1,31366 2,93

29 73,7355 0,240 1,28390 1,57

(28)

19

Lanjutan Lampiran 2

h. Contoh C2

No. βθ [°βTh.] FWHM [°2Th.] d-spacing [Å] Intensitas [%]

1 18,0983 0,384 4,89757 54,33

2 2

Gambar

Gambar 1  Struktur kristal hidroksiapatit.                       (http://www.msm.cam.ac.uk)
Gambar 1  Struktur kristal hidroksiapatit.                       (http://www.msm.cam.ac.uk)
Gambar 2  Difraktogram serbuk cangkang Sudut 2q / o
Gambar 2  Difraktogram serbuk cangkang Sudut 2q / o
+6

Referensi

Dokumen terkait

Galur-galur Sub1 memberikan potensi hasil yang sebanding dengan varietas induknya pada saat ditanam pada kondisi normal dan menunjukkan hasil yang lebih baik setelah mengalami

Terkait perencanaan karier dalam Transformasi TNI AD, di awal telah disinggung tentang masalah penumpukan personel yang berakibat pada stagnasi jabatan ditubuh TNI AD. Berkaca

Menurut Ghozali (2005) multikolinearitas pada dasarnya merupakan fenomena (regresi) sampel. Ketika mengendalikan fungsi regresi populasi atau teoritis, semua model mempunyai

Trust in brand di beberapa perusahaan manufaktur dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian loyalitas pada merek, meskipun banyak merek produk dari perusahaan

Pengembangan soal untuk kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X SMA ini hanya terbatas pada materi aturan sinus dan cosinus, oleh sebab itu diharapkan ada

Dampak yang paling besar terhadap organisasi dari adanya pandemi Covid-19 yaitu menurunnya angka penjualan yang berimbas pada turunnya profit karena rendahnya kinerja

Laporan Tugas Akhir ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih derajat Sarjana Teknik Industri yang diselenggarakan oleh Program Studi Teknik

Terkadang kegagalan terjadi karena ketidakmampuan kamar  jantung untuk relaksasi, membesar, dan terisi dengan cukup selama diastol untuk mengakomodasi volume darah