ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI BATAM
OLEEI
MULAELATUL I(HASANAH HI4104066
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAICULTAS EICONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
MULAELATUL KHASANAH. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam (dibimbing oleh RINA OK'FAVIANI).
Indonesia sebagai negara berkembang, modal merupakan kendala utama dalam mewujudkan program-program pembangunan, ha1 ini disebabkan terbatasnya modal untuk membiayai pembangunan tersebut. Program pembangunan ini penting untuk pengadaan sarana prasarana ekonomi seperti infrastruktur, jaringan telekomunikasi, transportasi dan lain sebagainya. Dengan tersedianya sarana prasarana ekonomi diharapkan bisa membantu kelancaran kegiatan ekonomi.
Ada 4 ha1 yang bisa dilakukan pemerintah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah belanja pemerintah (G), konsumsi (C), investasi (I) dan ekspor bersih (NX). Pemerintah tidak bisa mengandalkan belanja pemerintah sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi karena dianggap akan menanitah beban hutang pemerintah, dan juga pemerintah tidak bisa tnengandalkan konsumsi secara terus menerus karena dikhawatirkan akan membuat masyarakat menjadi konsumtif. Pemerintah bisa mengotimalkar. pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan investasi dan perdagaqgan. Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional, sehingga pertumbuhan investasi akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan nasional.
Salah satu cara untuk menciptakan suatu lingkuilgin yang kondusif bagi aktivitas perdagangan dan ekspor yang ditujuknn untuk rnempercepat pertumbuhan ekonomi adalah dengan menciptakan suatu Kawasan Ekonomi Khusus (Special Econon2ic Zone). KEK ini adalah suatu zona yang dipilih untuk merevitalisasi aktivitas usaha dengan merangsang pertumbuhar, investasi dan sektor swasta (private sector). Konsep ini berawal dari asumsi dimana jika pemerintah mengurangi pengenaan pajak dan beban-beban atas regulasi (regzdatory burdens), dunia usaha akan berkembang dengan lebih cepat dan pada giliranya akan memperkuat kondisi perekonomian.
Batam yang mempunyai letak sangat strategis yaitu berbatasan langsung dengari negara Singapura dan Malaysia sekaligus sudah menjadi KEK membuat daerah ini berpotensi untuk dijadikan tempat berinvestasi yang menguntungkan. Tetapi kondisi KEK yang sudah dibentuk masih jauh dari harapan sehingga kurang mendukung adanya kegiatan investasi di Batam. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang menpengaruhi PMA di Batam, membahas karakteristik KEK yang berhasil dan membahas kendala pemerintah Batam dalam mengembangkan KEK.
dalam penelitian ini adalah PMA sedangkan variabel eksogen yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Nilai Tukar (RER), Tingkat Inflasi (INF), Upah Minimum (UPAH), Pajak (Tax) dan Dummy Kawasan Ekonomi Khusus (KEKD) dari periode 1996: 1 hingga 2007:4. Penelitian ini menggunakan estimasi OLS (Ordinary Least Square).
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa faktor yang mempengaruhi investasi asing (PMA) di Batam yaitu PDRB dengan nilai koefisien sebesar 0.417723 Nilai Tukar (-0.072206), Upah Minimum (0.545404) dan Pajak ( 0.118723) yang secara signifikan pada taraf nyata 5 persen, sedangkan Tingkat Inflasi (-0.0001 10)
dan dummy Kawasan Ekonomi Khusus (-0.024575) tidak signifikan berpengamh
terhadap PMA di Batam.
Selanjutnya hasil penelitian juga melihat bahwa KEK yang telah dibentuk di Batam temyata belum memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan investasi di Batam ha1 ini, karena KEK yang sudah dibentuk ternyata masih mengalami banyak kendala baik dari segi teknis maupun implementasinya.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI BATAM
Oleh
MULAELATUL KHASANAH HI4104066
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN ILMU EIWNOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Mulaelatul Khasanah
Nomor Registrasi Pokok : HI4104066
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Illnu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Rina 0kt;viZii. Ph.D. NIP. 131 846 872
PERNYATAAN
DENGAN IN1 SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI IN1 ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjamegara, Jawa Tengah, pada tanggal 1 Juni 1986. Penulis merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara yang lahir dari pasangan H. Mahpudin dan Hj. Khotamah.
Fada tahun 1990 penulis memulai jenjang pendidikannya di TK Badamita 1, Rakit Banjamegara. Dua tahun setelah itu, tepatnya tahun 1992, penulis melanjutkan ke SD Badamita 1, Banjamegara. Selanjutnya, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD tersebut pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Wanadadi 1, Banjamegara dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMU 1 Bawang, Banjarnegara. Penulis menamatkan pendidikan di SMU tersebut pada tahun 2004.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
..
. ... . . . .. .Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya, sehingga proses penyusunan skripsi yang bejudul "Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam" ini dapat diselesaikan dengan baik, walaupun masih banyak kekurangannya.
Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai rahmat lil al-'alanzi (rahmat bagi seluruh alam) yang telah mernbawa umat manusia dari kesesatan kepada kehidupan yang selalu mendapat sinar Ilahi.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Secara khusus, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rina Oktaviani, Ph. D., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk mernberikan saran dan bimbingan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. M. Findi, h4. Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
rnemberikan bimbingan dan arahan selama penulis duduk di bangku perkuliahan.
3 . Dr.Wiwiek Rindayati dan Tony Irawan M.App.Ec selaku dosen penguji
utama dan dosen penguji komisi pendidikan.
4. Bapak dan lbuku tecinta, H.Mahpudin dan Hj.Khotamah, yang dengan kasih selalu mendoakanku dan dengan sabar memberi dorongan serta semangat setiap waktu.
5. Semua kakaku, If&\, Amirkhan, Sujai, Dyah, Umi, Ma1 dan Khol yang selalu memberikan doa dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua keponakanku yang lucu-lucu Akmal, Nurul, Royhan, Maya, Aji, Umar, Akbar, Ulwan dan Osa ... celoteh kalian beri semangatku setiap hari. 8. Andin, Salin, Mela, Mr. Novi, E. Sujono, H. Uding d m semua keluarga
besar pondok penyoe, dukungan kalian sungguh berarti.
9. Mas Hady, A'Adri terima kasih doa dan motivasinya kehadiran kalian memberiku semangat lagi.
10. Nety, Ratih, Erlan, Ayah Ao, Dewi K, Anang, Endang S. dan Dono terima kasih atas doanya, tanpa kalian hidupku tidak lengkap.
11. Selumh dosen, staf penunjang dan civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan.
12. Teman-teman IE 41, khususnya Mega, Neny, Sondang, Itut, Hurum, Merlyn, Laswati, Boim, Eko, Deni, Bagus, Laura, Roni, Adit, Islam. Terima kasih untuk kebersamaan kita.
13. Wina(lE 39), Rizka (FKH 39), Nora (Manajemen 40) dan Fajar (Statistik. Terima kasih untuk ilmu, bantuan, bahkan dukungan yang telah diberikan. 14. Seiuruh pihak Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, LIP1 Jakarta khususnya
Bapak Tedy Lesmana, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Bank Indonesia dan BKPM. Terima kasih untuk data d m infomasi yang diberikm.
Penillis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pclda skripsi ini. Namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR IS1
Halaman
KATA PENGANTAR
...
iDAFTAR IS1
...
iiiDAFTAR TABEL
...
viDAFTAR GAMBAR
...
viiDAFTAR LAMPIRAN
...
vI
.
PENDAHULUAN...
11
.
1. Latar Belakang...
1...
1.2. Perumusan Masalah 5
. . ...
1.3. Tujuan Penehtlan 9
.
. ...
1.4. Manfaat Penelltian 9
. .
...
1.5. Ruang Lingkup Penelltian...
I1
.
TINJAUAN PUSTAK.4 DAN KERANGKA PEMIKIRAN...
2.1. Titljauan Teoritis...
2.1.1. Teori Investasi Asing Langsung...
2.1.2. Dampak Investasi Asing Langsung...
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PMA...
2.2.1. Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dengan PMA...
2.2.2. Hubungan Tingkat Inflasi dengan PMA...
2.2.3. Hubungan Nilai Tukar dengan PMA
...
2.2.4. Hubungan Upah dengan PMA...
2.2.5. Hubungan Pajak decgan PMA...
2.2.5.1. Pajak dan Otcnomi Daerah2.2.5.2. Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.18 Tahun 1997
...
2.2.5.3. Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.34...
Tahun 2000...
2.2.6. Kawasan Ekonomi Khusus. .
2.3.1. Model Fung, Izaka dan Parker
...
40. .
...
2.4. Kerangka Pemiklran 43. .
...
2.4.1. Hipotesis Penehtlan 47 1II.METODE PENELITIAN...
503.1. Jenis dan Sumber Data
...
503.2. Metode Analisis Data
...
513.2.1. Metode Regresi Linier Berganda
...
51...
3.2.2. Model Umum Analisis Regresi Linier Berganda 52...
3.2.3. Model Analisis Penelitian 53 3.3. Pengujian Kriteria Ekonomi dan Statistik...
55...
3.3.1. Uji Kriteria Statistik 55...
3.3.1.1. Uji t (Uji Parsial) 55. .
3.3.1.2. UJI Serempak...
562 3.3.1.3. Uji Koefisien Determinasi (R )
...
58...
3.3.2. Uji Kriteria Ekonometrika 59...
3.3.2.1. Uji Heteroskedastisitas 59 3.3.2.2. Uji Auiokorelasi...
603.3.2.3. Uji Multikolinieritas
...
61...
3.4. Beberapa Kelemahan Metode Ordinary Least Square 63 IV.
G A M B A W UMUM...
65...
4.1. Perkembangan Penanaman Modal Asing di Batam 65 4.2. Perkembangan PDRB Batam...
664.3. Perkembangan Nilai Tukar di Batam
...
674.4. Perkembangan Tingkat Inflasi Batam
...
684.5. Perkembangan Upah Minimum Batam
...
704.6. Perkembangan Penerimaan Pajak Batam
...
714.7. Kawasan Ekonomi Khusus Batam
...
73...
4.7.1. Karakteristik KEK ysng Berhasil 73 4.7.2. Kendala dan Kelemahan yang Dihadapi Batam dalam Mengembangkan KEK...
774.7.2.2. Aspek Kapasitas Pemerintah
...
794.7.2.3. Aspek Infrastruktur Fisik
...
804.7.2.4. Aspek Keterkaitan Kegiatan Investasi Kawasan Industri dengan Perekonomian Daerah Batam
...
82V
.
FAKTOR-FAKTOR Y m T G MEhlPENGARUHI PMA D l BATAM..
845.1. Estimai Parameter Model
...
84. . . .
. .
5.2. Uji Kriteria Statistik...
855.2.1. Uji F
...
852 5.2.2. Uji Koefisien Determinasi (R )
...
855.3. Uji Kriteria Ekonometrika
...
85. .
5.3.1. Uji Autokorelasi...
85. .
5.3.2. Uji Heteroskedastisitas...
86. .
. . . .
5.3.3. Uji Mult~koh~~~eritas...
875.4. Estimasi Model
...
885.4.1. PDRB
...
885.4.2. Nilai Tukar
...
895.4.3. Tingkat Inflasi
...
905.4.4. Upah
...
905.4.5. Pajak
...
915.4.6. Dummy Kawasan Ekonomi Khusus
...
92. .
. .
5.5. Implikasi Kebijakan...
93VI
.
PENUTUP...
956.1. Kesimpulan
...
956.2. Saran
...
96DAFTAR PUSTAKA
...
98DAFTAR TABEL
Nomor 1
.
2.
3
.
4
.
5
.
6
.
...
Ekspor Batam Menurut Negara Tujuan Utama 3
...
Nilai dan Pertumbuhan PDRB Kota Batam Tahun 2000-2005 4...
Perkembaqgan Rencana Investasi Asing (PMA) Batam 6Hasil Estimasi FDI dari Jepang
...
41Hasil Estimasi FDI dari United States
...
42Variabel-Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
...
50Kawasan Ekonomi Khusus di Batam
...
73Hasil Estimasi Analisis Regresi PMA di Batam
...
84Hasil Estimasi Uji Autokorelasi
...
86Hasil Estimasi Uji I-Ieteroskedastisitas
...
87...
DAFTAR
GAMBAR
Nomor 1
.
Halaman Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Batarn Tahun 2001-2005 dan
Prediksi Tahun 2006-201 1
...
5Masalah-Masalah Utama dalam Melakukan Bisnis di Indonesia Versi WEF 2007
...
7...
Investasi Otonom dan Investasi Terpengaruh 21...
Ekspor Bersih dan Kurs Riil 27...
Kurva Kenaikan AD yang Tidak Diantisipasi oleh Pasar 28...
Kurva Kenaikan AD yang Diantisipasi oleh Pasar 29...
Peningkatan Pajak dalam Perpotongan Keynesian 33 Kerangka Pemikiran Konseptual...
46Perkernbangan Realisasi PMA di Batam
...
66Perkembangan PDRB Batam Tahun 1996-2007
...
67Perkembangan Nilai Tukar Batam Tahun 1996-2007
...
68...
Perkembangan l'ingkat Inflasi Batam Tahun 1996-2007 69...
Perkembangan Upah Minimum BatamTahun 2000-2007 70DAFTAR
LAMPIRAN
Nomor Halaman
...
1
.
Data yang Digunakan dalam Penelitian 102...
2
.
Hasil Estimasi Model 103...
3
.
Hasil Estimasi Uji Autokoielasi 104...
4
.
Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas 106...
5
.
Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas 106...
1.1. Latar belakang
Indonesia sebagai negara berkembang, modal merupakan kendala utama
dalam mewujudkan program-program pembangunan, ha1 ini disebabkan
terbatasnya modal untuk membiayai program pembangunan tersebut. Program
pembangunan ini penting untuk pengadaan sarana prasarana ekonomi seperti
infrastruktur, jaringan telekomunikasi, transportasi dan lain sebagainya. Dengan
tersedianya sarana prasarana ekonomi diharapkan bisa membantu kelancaran
kegiatan ekonomi.
Menurut N.Gregory Mankiw (2000), ada 4 faktor sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi yaitu belanja pemerintah (C), konsumsi (C), investasi (I)
dan ekspor bersih (NX). Pemerintah tidak bisa mengandalkan pembelanjaan
pemerintzh sebagai penggerak peitumh~han ekonomi karena dianggap akan
menambah beban hutang pemerintah, dan juga pemerintah tidak bisa
mengandalkan konsumsi secara terus menerus karena dikhawatirkan akan
membuat masyarakat menjadi konsumtif. Pemerintah bisa mengotimalkan
pertumbuhan ekonomi n~elalui kegiatan investasi dan perdagangan. Investasi
merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional, sehingga
pertumbuhan investasi akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan nasional
( B U M , 2004).
Salah satu cara untuk menciptakan suatu lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan ekonomi adalah dengan menciptakan suatu Kawasan Ekonomi
Khusus (Special Economic Zone). Pada awal tahun 1950-an pasca perang dunia ke
dua Eropa mampu meningkatkan perekonomiannya melalui rangsangan investasi
dari Kawasan Ekonomi Khusus (Rondinelli, 1987). Selanjutnya, (O'Hara, 1981)
menyatakan bahwa Enterprise Zones (EZs) adalah suatu zona yang dipilih untuk
merevitalisasi aktivitas usaha dengan merangsang pertumbuhan investasi dan
sektor swasta (private sector). Konsep ini berawal dari asumsi dimana jika
pemerintah mengurangi pengenaan pajak dan beban-beban atas regulasi
(regulatoly burdens), dunia usaha akan berkembang dengan lebih cepat dan pada
giliranya akan memperkuat kondisi perekonomian setempat melalui aktivitas
ekspansi usaha yang terjadi.
Melalui kesepakatan pada tanggal 25 Juni 2006 antara pemerintah
Indonesia dan Singapura, Batam, Bintan dan Karimun (BBK) ditetapkan sebagai
Kawasan Ekononxi Khusus. Pertumbuhan ekonomi Batam mengalami kernajuar.
yang signifikan ketika kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang
investasi dalam bentuk PMA d m PMDN, setelah pemerintah menerbitkan
peraturan yang membebaskan pajak perseroan untuk masa dua tahun (Undang-
undang No 11 Tahun 1970). Begitu pula sejak lahimya Undang-undang Nomor 25
Tahun 2005 tentang Penanam Modal, aliran modal asing di Batam setiap tahun
menunjnkkan perkembangan dan peningkatan baik dari segi kuantitatif maupun
kualitatif. Batam sebagai daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat ditujukan
untuk menjadi tempat penanaman investasi baik PMA maupun PMDN. Letak
Selat Malaka dan berbatasan dengan Malaysia dan Singapura membuat Batam
menjadi tempat yang efisien untuk berinvestasi. Disamping itu, Batam relatif
memiliki infrastruktur penunjang industri seperti tenaga listrik, air, jalan,
pelabuhan, bandara dan infrastruktur penunjang lainnya yang memadai.
Dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus kegiatan perdagangan antara
Batam dan Singapura menjadi semakin baik. Ini terlihat dari besarnya ekspor ke
Singapura yang mencapai 802.263.717 kg dengan nilai FOB 3.483.985.651 US$. Pada Tabei 1 menunjukkan bahwa Batam mengekspor paling besar ke regara
Singapura dibandingkan dengan negara lain.
Sumber : BPS, 2006
Bagi Batam pembentukan KEK memiliki arti yang sangat penting.
Batam sebagai pulau kembar Singapura karena letaknya berbatasan langsung
dengan Singapura dan Malaysia serta memiliki karakteristik yang hampir sama
dimanfaatkan sepenuhnya oleh Batam dan belum mampu mengambil manfat
optimal dari kemajuan yang sangat pesat yang dialami oleh Singapura.
Pendapatan Domestik Regional Bruto Per Kapita kota Batan tahun 2004 yaitu
sebesar Rp 29.761.004,OO jauh tertinggal dari Singapura yang sebesar Rp
242.200.000,OO. Menurut teori pertumbuhan ekoncmi (Economic Growth Mode4
pertlwnbuhan ekonomi Batam yang terbilang cukup tinggi dan tingkat pendapatan
perkapita yang mnsih berada jauh di bawah Singapura membuka kemungkinan
[image:19.602.119.520.314.485.2]bagi Batam untuk dapat mengejar ketertinggalan dari Singapura.
Tabel 2. Nilai dan Pertumbuhan PDRB Kota Bntam T a l ~ u n 2000-2005
I 1
PDRB(Atas- 1
PertumbuhanI
PRDBJKaoitaI
PcnumbuhanI
Sumber : BPS, 2005
Tabel 2 memperlihatkan pertumbuhan ekonomi kota Batam selalu lebih
tinggi (diatas 6%) dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, bahkan
pada tahun 2005 mencapai 8%. Akselerasi pertumbuhan ekonomi kota Batam
yang cenderung meningkat menandakan Batam mempunyai prospck baik. Dengan
melihat angka pendapatan per kapita maka terlihat nilainya sangat fluktuatif
dengan kecenderungan yang terus menurun. Begitu pula dengan pertumbuhan
tahun 2001-2005 dan prediksi 2006-2011 dapat dilihat pada gambar sebagai
berikut:
[image:20.602.126.515.171.288.2]-
Gambar 1. Laju Pel-tumbuhan Ekonomi Kota Batam Tahun 2001-2005 dan Prediksi Tabun 2006-2011
Sumber : BPS. 2005
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa prediksi pertumbuhan
ekonomi Batam dari tahun 2006 sampai tahun 2011 selalu meningkat, ha1 ini
merupakan sinyal positif bagi kondisi investai di Batam. Salah satu pertimbangan
para investor menanarnkan modalnya disuatu negara adalah prediksi
perekonomian dimasa yang akan datang, dimana jika perekonomian di Batam
bergairah maka investor akan beralih ke Batam yang memiliki market
menjanjikan.
1.2. Perumusan Masalab
Batam sebagai daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat ditujukan
untuk menjadi berinvestasi baik PMA maupun PMDN. Letak wilayahnya yang
strategis karena berdekatan dengan negara tetangga khususnya Singapura
membuat Batam menjadi tempat yang efisien untuk berinvestasi. Apalagi Batam
daya tarik tersendiri bagi para investor asing. Perkembangan realisasi investasi
PMA dari tahun ketahun berfluktuasi, ini berarti Batam belum sepenuhnya
kondusif sebagai ladang untuk berinvestasi bagi para investor asing.
Sumber : Badan Koordinasi Penanam Modal, 2005
Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa dari tahun ketahun j-mlah PMA
dan nilai PMA bervariasi. Pada tahun 2006 jumlah perusahaan yang masuk ke
Batam berjumlah 95 dzngan niiai 376,79 juta US$, peningkatan iili karena ada
respon positif para investor asing terhadap pembentukan Kawasan Ekonomi
Khusus. Dilihat dari nilainya pada tahun 2006 investasi Batam mencapai 376,79
juta US$ lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 yang hanya 242,39 juta US$.
Namun pada tahun 2007 investasi mengalami penurunan menjadi 205,9 US$
akibat berbagai kebijakan dan peraturan yang kurang kondusif bagi investor
asing. Berbagai kendala yang sering dikeluhkan investor adalah birokrasi,
pelayanan pajak yang berbelit, infrastruktur yang buruk dan terbatasnya tenaga
kerja yang memiliki keahlian dan ketrampilan.
Pada Gambar 2 hasil survei yang dilakukan World Economic Forum
(2007), menunjukan bahwa masalah-masalah yang dihadapi para investor asing
buruk, kedua 16,1% birokrasi tidak efisien, 10,8% akses yang terbatas untuk pendanaan, 10,7% kebijakan pemerintah yang tidak stabil, 8,5% peratwan
ketenagakerjaan yang restriktif dan selanjutnya bisa dilihat pada Gambar 2
[image:22.605.157.509.225.440.2]dibawah ini.
Gambar 2. MasaIak-MasaIaE Utama dalam Melalukan Bisnis di Indonesia
Versi WEF 2007
Surnber : JVorZd Economic Forunt. 2007
Kondisi yang te~jadi di Batam ditinjau dari aspek legal dan akses
ekonomi yang mendorong berhasilnya KEK dibatasi pada sisi penanaman modal,
pabean dan perpajakan, keimigrasian, ketenagakerjaan, serta keuangan dan
perbankan. Dari sisi penanaman modal, saat ini pelayanan perijinan sudah dalam
satu atap (one stop service), namun penanganan urusan ijin ini masih bersifat
parsial dan belum dilakukan dalam suatu pengelolaan yang terpadu.
Dari sisi praktek kepabeanan dan perpajakan pada saat ini dirasakan
masih berbelit-belitnya prosedur keluar dan masuknya barang maupun banyaknya
beban pungutan bea masuk, barang modal dan PPN masih dianggap kurang
menarik bagi investor asing. Untuk mendukung suksesnya pelaksanaan KEK di
Batam masih diperlukan banyak penyederhanaan, pengurangan ataupun
penghapusan prosedur kepabeanan dan perpajakan.
Dalam bidang peraturan ketenagakerjaan, ha1 yang masih menjadi
keluhan dan kekhawatiran calon investor adalah peraturan tentang besarnya
pesangon (severance paynte~zt) jika tejadi PHK dan kenaikan rutin UMR yang
dinilai relatif tinggi dan tidak jelas terutama dalam ha1 penentuan kenaikan upah.
Selain itu sering dan mudahnya kelompok pekeja melakukan demonstrasi dan
mogok kerja juga merupakan suatu persoalan yang dianggap sanga.t merugikan
investor.
Dari berhagai ha1 yang telah diuraikan, maka dapat dirulnuskan beberapa
pennasalahan diantaranya adalah apa saja yang menjadi faktor-faktoi. yang
mcmpengaruhi Penanaman Modal Asing di Batam, kemudian apakah KEK yang
telah dibentuk memberikan dampak positif terhadap peningkatan Penanaman
Modal Asing di Batarn dan bagaimana KEK dikatakan berhasil, apa kendala
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanam Modal Asing diKota Batam.
2.
Mengidentifikasi dampak Kawasan Ekonomi Khusus terhadap PenanamanModal Asing.
3. Mengidentifikasi ciri-ciri Kawasan Ekonomi Khusus yang berhasil dan
mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi pemerintah Batam dalam
mengembangkan KEK.
1.4. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi semua pihak diantaranya adalah:
1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkau dapat
meinberikan informasi dan bahan pertimbangan dalam pengatnbilan
keputusan khususnya yang berkaitan dengan investasi.
2.
Memberikan infonnasi bagi para mahasiswa lain sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih jauh atau sebagai pelengkap penelitian lain yangmasih relevan dengan permasalahan penelitian ini.
3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami
kondisi E3K secara mendalam. Selain itu juga penelitian ini diharapkan
selama ini diperoleh dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Departernen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengamhi
Penanam Modal Asing (PMA) di Batam, penelitian ini juga membahas Kawasan
Ekonomi Khusus sebagai katalisator Penanam Modal Asing untuk menanamkan
modalnya di Batam. Selanjutnya membahas ciri-ciri KEK yang berhasil dan
kendala-kendala pemerintah kota Batam dalam mengelola KEK. Data yang
digunakan adalah data sekunder berupa data triwulanan yang bersumber dari BPS,
B U M , 131, Depnakertrans dan buku terbitan lain yang menunjang penelitian ini.
Variabel endogen dalam penelitian ini adalah PMA sedangkan yang menjadi
variabel eksogen adalah Produk Domeslik Regional Bmto, Nilai Tukar Riil,
Tingkat Inflasi, Upah Minimum, Pajak clan dumtny Kawasan Ekonomi Khusus
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Teori Investasi Asing Langsung
Menurut Krugman (1998), yang dimaksud dengan penanaman modal
asing langsung adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu
negara memperluas atau mendirikan pemsahaan di perusahaan lain. Oleh karena
itu tidak hanya terjadi pemindahan sumberdaya, tetapi juga pemberlakuan kontrol
terhadap perusahaan di l u x negeri.
Menurut Salvatore (1997); penanam moda! asing langsung meliputi
investasi dalam aset-aset misalnya berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan
berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperhan produksi,
pembelanjaan berbagai peralatan inventaris dan sebagainya. Pengadaan modal
s i n g itu biasanya diikuti dengan penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen dan
pihak investor sendiri tetap mempertahankan kontrol terhadap dana-dana yang
telah ditanamkan.
Investasi langsung berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal
secara langsung melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara
pengimpor modal. Investasi langsung luar negeri dapat mengambil beberapa
bentuk yaitu : pembentukan suatu perusahaan dimana pemsahaan dari negara
penanam modal memililu mayoritas saham-saham pembentukan suatu pemsahaan
di negara pengimpor modal-modal atau menaruh aset tetap di negara lain oleh
Faktor-faktor yang menentukan jumlah investasi (Deliamov, 1995)
adalah:
1. Suku bunga
Suku bunga berpengaruh negatif terhadap investasi, jika suku bunga turun
maka investasi meningkat begitu pula sebaliknya. Suku bunga yang tinggi
akan mempengaruhi inflasi, sehingga jika suku bunga naik akan diikuti oleh
inflasi yang meningkat juga.
2. Inovasi dan teknologi
Temuan-temuan baru menyebabkan cara-cara berproduksi lama menjadi tidak
efisien. Untuk itu perusahaan-perusahaan perlu menanamkan investasi untuk
membeli mesin-mesin peralatan baru yang canggih.
3. Kondisi perekonomian
Makin banyak aktivitas perekonomian makin besar pendapaian nasional dan
makin banyak bagian pendapatan yang ditabl~ng yang pada giliranya akan
diinvestasikan pada usaha-usaha yang menguntungkan.
4. Ramalan orang tentang perekonomian dimasa datang
Jika peramalan perekonomian dimasa yang akan datang cerah (inflasi
terkendali) orang akan melakukan investasi sekarang. Sebaliknya jika Grang
peramalan dimasa yang akan datang lesu karena diperkirakan inflasi tinggi,
5. Situasi politik
Jika situasi aman dan pemerintah banyak memberikan kemudahan-kemudahan
bagi pengusaha, maka tingkat investasi akan tinggi. Tetapi jika situasi politik
tidak aman dan pengusaha banyak mengalami birokrasi yang berbelit-belit
maka tingkat investasi akan rendah.
FDI sebagai salah satu aliran modal intemasional memiliki beberapa
motif baik bagi negara asal investasi langsung tnaupun negara tujuan investasi.
Motif negara asal investasi langsung diantaranya adalah: (1) mendapatkan return
yang lebih tinggi melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,
perpajakan yang lebih menguntungkan, infrastruktur yang lebih baik; (2) untuk
melakukan diversivikasi resiko (risk diverszfikation); (3) untuk tetap memiliki
conzpetitive advantage melalui direct control dan (4) untuk menghindari tarij'ydan
izon tar$/ barrrier yang dibebankan kepada impor dan sekaligus memanfaatkan
berbagai insentif dalam bcntuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah lokal
untuk mendorong FDI (Hamdy Hady, 1998).
Menurut Moosa (2004), beberapa teori yang menjelaskan Foreign Direct
Invesinent adalah sebagai berikut:
I. The Differential Rate ofReturn tlypotesis
Teori ini menyatakan bahwa aliran modal dari suatu negara dengan tingkat
pengembalian yang rendah berpindah ke negara yang memiliki tingkat
pengembalian yang tinggi dalam suatu proses yang cepat. Dalam ha1 ini FDI
diputuskan dengan mempertimbangkan marginal return dan nzarginal
tenaga kerja berpendidikan dan produktifitasnya tinggi, pajak yang tidak
membebankan investor, infrastruktur yang bagus, pelayanan administrasi
mudah dan birokrasi yang efisien.
2. The Diversivication Hypotesis
Menurut teori ini bahwa keputusan dalam investasi terhadap suatu proyek
tidak hanya ditentukan oleh tingkat pengembaliannya tetapi juga besarnya
resiko yang dihadapi dimana berdasarkan sifatnya terhadap resiko, investor
dapat dikelompokan menjadi tiga tingkatan, yaitu; pertama, Risk Averse,
merupakan sifat menghindari resiko sehingga investor memilih resiko yang
rendah walaupun terkandang konsekuensinya dengan return yang rendah;
kedua, Risk Medium, merupakan sifat yang proporsional melihat resiko
dengan berinvestasi pada resiko sedang pada return tertentu; ketiga, Risk
Taker me~pEikaI1 sifat yang berani mengambi! resiko dengan berinvestasi
yang memberikan tingkat keuntungan yang besar dengan tanpa
memperdulikan konsekuensi resiko yang lebih tinggi.
3. The Output and Market Size Hypotesis
Teori ini menyatakan bahwa besamya FDI yang mengalir ke suatu negara
tergantung besarnya output dari perusahaan multinasioanal di negara
tersebut atau besamya ukuran pasar dan negara tersebut yang diukur
berdasarkan GDP atau PDRB.
4. TJze Czrrrency Areas Hypotesis
Menurut teori ini bahwa perusahaan suatu negara yang mempunyai nilai
melakukan investasi karena negara yang mata uangnya lemah cenderung
tidak mampu untuk melakukan investasi sebab resiko yang akan di hadapi
tinggi. Dengan kata lain negara yang mempunyai nilai mata uang yang kuat
merupakan sumber dari FDI dan negara yang mata uangnya lemah adalah
tujuan dari FDI.
5. The Produk Life Cycle Hypotesis
Hipotesa ini menjelaskan bahwa produk yang pertama kali muncul dianggap
sebagai suatu inovasi di negara asalnya. Seiring dengan bergulimya waktu,
produk tersebut akan menyebar ke negara-negara lain sehingga produk
tersebut menjadi bisa terstandarisasi. FDI timbul dari reaksi-reaksi oleh
perusahaan dengan ekspektasi ke luar negeri yang memiliki kemungkinan
kehilangan pasar karena produknya berkembang.
2.1.2. Dampak Investasi Asing Langsung
Dalaln model neoklasik oleh Solow menyebutkan bahwa FDI dinyatakan
sebagai salah satu determinan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang karena adanya diminishing return dari modal fisik (Sarwedi, 2002).
Keberadaan investasi asing langsung sebagai salah satu bentuk aliran modal
dalam perekonomian selain memiliki marlfaat juga memiliki dampak yang
ditimbulkan. Dampak tersebut dapat berupa dampak positif maupun dampak
negatif bagi negara penerima.
Dampak positif dari FDI adalah FDI merupakan salah satu saluran utama
memiliki beberapa kelemahan dalam struktur perekonomiannya seperti tingkat
pendidikan, penduduk, infrastruktur, liberalisasi perekonomian, kestabilan sosial
politik dan sebagainya. Oleh karena itu kurang memiliki kemampuan dalam
melakukar, inovasi dan menemukan teknologi baru yang dapat menjadi mesin
mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kelemahan ini membuat
negara berkembang untuk melakukan adopsi teknologi asing melalui FDI.
Transfer teknologi tinggi yang dibawa perusahaan multinasional dapat terjadi
melalui peroses pembelajaran yang dilakukan oleh pemsahaan-pemsahaan dalam
negeri.
Keuntungan lain yang diperoleh negara penerima FDI adalah dalam
peningkatan kualitas tenaga kerja dengan meningkatkan keahlian dan kemampuan
manajerial perusahaan lokal. FDI menipakan aiiran modal yang tidak memiliki
resiko tinggi bagi perekonomian negara berkembang. Apabila suatu proyek tidak
berhasil, maka negara peneriina investasi tidak hams membayar ganti rugi atas
modal yang telah diinvestasikan. Hal ini tentu berbeda dengan indikator utang,
dimana bila terjadi kerugian perusahaan tetap hams membayar cicilan iltang dan
bunganya (Rivayani, 2000j.
Feldstein (20C)O), meyakini bahwa sebagai salah satu jenis aliran modal bebas, PMA memiliki beberapa keuntungan. Pertama, aliran modal tersebut
mengurangi risiko dari kepemilikan modal dengan melakukan deversifikasi
melalui investasi. Kedua, integrasi global pasar modal dapat memberikan spread
legalitas. Ketiga, mobilitas modal secara global membatasi kemampuan
pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang salah.
FDI sebagai aliran modal juga memiliki dampak negatif bagi negara
penerima. Masuknya perusahaan multinasional dapat mematikan bisnis
perusahaan lokal yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan multinasional
dalam ha1 efisiensi produksi. Perusahaan multinasional mampu menekan biaya
produksi dan menjual produk dengan harga yang lebih murah dibandingkan
dengan perusahaan lokal. Perusahaan lokal akan kalah bersaing dari perusahaan
multinasional, sehingga lnereka akan meminta proteksi. Tingginya permintaan
proteksi akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk membiayai proteksi
tersebut.
Perusahaan multinasional yang berbasis substitusi impor pada umumnya
mendapatkan perlakuan khusus dari pemerintah seperti pelnotongan pajak dan hak
memonopoli pasar. Hal ini teutu saja berdampak pada meningkatnya korupsi yang
dilakukan oleh oknum pemerintah melalui berbagai pungutan liar dalam proses
administrasi (Rivayani, 2000).
Krugman (1998), dalam pandanganya menyebutkan bahwa FDI tidak
hanya mencangkup transfer kepemilikan dari dalam negeri menjadi kepemilikan
asing, melainkan juga mekanisme pang menungkinkan investor asing untuk
mempelajari manajemen dan kontrol dari perusahaan dalam negeri khusuenya
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asiug
2.2.1. Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dengan PMA
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencerminkan pertumbuhan
ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas ini sendiri ditentukan
atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian
teknologi, kelembagaan dan ideologis terhadap berbagai tuntutan yang ada
(Todaro, 2000). Todaro juga mengartikan pembangunan sebagai suatu proses
multidimensional yang menyangkut perubahan-pembahan besar dalam struktur
sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan
ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan kemiskinan. Jadi,
secara ringkas dapat dikatakan arti dari pembangunan klasik dan pembangunan
moderen adalah sebagai berikut:
*> Pembangunan klasik : pembangunan = pertumbuhan ekonomi
*:+ Pembangunan moderen : pembangunan = pertumbuhan ekonomi
+
Iain- lain seperti, menekan pengangguran, penyediaan prasarana pendidikan dankesehatan yzng memadai.
Menurut para ahli ekonomi proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh dua macam faktor yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
faktor ekonomi seperti sumber daya alam, akumulasi modal, kemajuan teknologi,
olah faktor non ekonomi seperti faktor sosial, faktor SDM, faktor politik dan
birokrasi.
PDRB dapat dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan
(Dumairy, 1996) yaitu:
1. Pendekatan produksi
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai
unit produksi di wilayah atau daerah dalam jangka waktu setahun. Unit-unit
produksi secara garis besar dibagi menjadi sebelas sektor atau lapangan usaha
yaitu (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan,
(4) listrik, gas dan air minum, (5) bangunan, (6) perdagangan, (7)
pengangkutan dan komunikasi, (8) bank dan lembaga keuangan lainnya, (9)
sewa rumah, (1 0) pemerintah dan (1 1) jasa-jasa. 2. Pendekatan pendapatan
PDRB adalah julnlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi
yang tumt serta dalam proses produksi di wilayah atau daerah dalam jangka
waktu setahun. Balas jasa produksi yang dimaksud meliputi upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
3. Pendekatm pengeluaan
PDRB adalah jumlah selumh komponen perminlaan akhir, meliputi:
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari
keuntungan, pembentukan modal dan perubahan stok pengeluaran konsumsi
pemerintah dan ekspor netto (yaitu ekspor dikurangi impor) dalam jangka
Para ekonom juga menggolongkan PDRB menjadi dua yaitu PDRB
nominal dan PDRB nil. PDRB nominal adalah nilai barang dan jasa yang diukur
dengan harga berlaku. Sedangkan PDRB nil adalah nilai barang dan jasa yang
diukur dengan menggunakan harga konstan. Rasio antara PDRB nominal terhadap
PDRB riil disebut deflator PDRB, yang mengukur harga output relatif terhadap
harganya pada tahun dasar (Mankiw, 2000).
Peranan pendapatan (PDRB) terhadap investasi sangat penting, karena
pendapatan yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan
selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi akan memperbesar permintaan
terhadap barang dan jasa. Keuntmgan perusahaan akan bertambah tinggi dan akan
mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. Dengan kata lain, apabila PDRB
bertambah tinggi maka investasi akan bertambah tinggi pula. Dengan demikian
investasi mendapat pengaruh dari pendapatan nasional (Sukimo, 2001). Selain itu,
jika pendapatan masyarakat tinggi, maka bagian dari pendapatan masyarakat
tersebut yang dapat diperynakan untuk investasi meningkat sehingga investasi
dapat meningkat, investasi ini berhubungan positif dengan pendapatan.
Berkaitan dengan pendapatan, menumt Deliamov (1995), membedakan
investasi menjadi dua, yaitu :
1. Investasi otonom (autonomous invesment) yaitu investasi yang jumlahnya di
tentukan dari dalarn perekonomian itu sendiri (seperti nilai tukar, inflasi, upah,
pajak, inftastruktur, teknologi, tingkat bunga).
2. Investasi terpengamh (induced invesment) investasi yang jumlahnya
Jumtah investasi otonom biasanya konstan, artinya tidak tergantung pada
besar kecilnya pendapatan nasional. Peningkatan dalam investasi otonom ini
bukai disebabkan oleh admya peningkatan pendapatan melainkan karena adanya
perubahan faktor lain seperti: nilai tukar, inflasi, upah, pajak, infiasiruktur dan
teknologi. Sebaliknya investasi yang terpengaruh akan naik turun sesuai dengan
pendapatan nasional
Investasi
Y I Y 2 Pandapatan v, Y 2 Pendapatam Gambsr 3.a. Investasi Otonom Gambar 3.b. Invzstasi Terpengamh
Keterangan: I : Investasi Y : Pendapatan
YI : Pendapatan awal
[image:36.605.78.505.283.811.2]y2 : Pendapatan akhir
2.2.2. Hubungan Tingkat Inflasi dengan PMA
Inflasi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan harga umum secara
terus-menents. Sedangkan tingkat inflasi menggambarkan perubahan harga-harga
dalam suatu tahun tertentu. Indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur
tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen. Perhitungan inflasi dapat
dinyatakan sebagai berikut:
dimana:
IN& : Tingkat inflasi pada periode t
IHK, : Indeks Harga Konsumen pada periode t
IHK,_, : Indeks Harga Konsumen sebelum periode t
Khalwaty (2000) mengelompokan macam-macam inflasi berdasarkan
sudut pandang sebagai berikut:
1. Asal Innasi
a. Domestic injlation adalah intlasi yang berasal dari dalam negeri. Kenaikan
harga disebabkan karena adanya kejutan (shock) dari dalam negeri, baik
knrena perilaku masyarakat maupun perilzku pemerintah dalam
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang secara psikologis berdampak
inflasi.
b. Imported inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena
pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri
impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat di
produksi di dalam negeri.
2.
Intensitas Inflasia. Creeping inflation atau inflasi merayap adalah inflasi yang terjadi dengan
laju pertumbuhan berlangsung lambat (merayap). Creeping inflation biasa
juga disebut dengan inflasi sedang (midlle inflation) terjadi karena
kenaikan harga berlangsung secara perlahan-lahan.
b. Hyper inflation adalah inflasi yang sangat berat yang timbul akibat adanya
kenaikan harga-harga secara umum dan berlangsung sangat cepat.
3. Bobot Inflasi
a. Inflasi ringan disebut creeping infation. Inflasi ringan adalah inflasi
dengan laju pertumbnhan yang berlangsung secara perlahan dan berada
pada posisi satu digit atau dibawah 10% pertahun.
b. Inflasi sedang adelah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada
diantara 10-30% pertahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam
struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
c. Inflasi berat mempakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara
30-100% pertahun. Pada kondisi demikian sektor-sektor produksi hampir
lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh negara.
d. Inflasi sangat berat (hyper ii?flation) adalah inflasi dengan laju
pertumbuhan melampaui 100% pertahun.
Inflasi merupakan gejala ekonomi yang sangat menarik untuk
maupun luar negeri, masyarakat selalu mengkaitkan dengan masalah inflasi.
Inflasi bisa menunjukkan kerentanan perekonomian suatu negara sehingga ha1 ini
sangat berpengaruh terhadap kepercayaan penanaman modal asing akan prospek
pendapatan yang akan diperolehnya di negara tersebut.
Hyper inflation dalam jangka panjang akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan ha1 ini berakibat pada lesunya sektor investasi yang produktif. Inflasi
yang tinggi membuat harga barang dan jasa menjadi mahal, biaya input produksi
tentunya akan meningkat. Kondisi ini menyebabkan pelaku usaha mengharuskan
meningkatkan harga outputnya sehingga daya saingnya rendah. Inflasi
menyebabkan daya beli masayarakat menjadi rendah, akibatnya kegiatan
perdagangan lesu dan investor sulit untuk mendapatken return dan keuntungan.
Selain itu juga inflasi ini bisa menyebabka~l ekspor turun dan cenderung
menaikkan impor karena masyarakat dan para pelaku usaha lebih memilih untuk
membeli barang-barang luar negeri yang herganya lebih murah.
Ketika terjadi inflasi, pihak otoritas moneter akan menaikkan tingkat
bunga guna menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan. Makin
tinggi inflasi maka makin tinggi pula tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi
menyebabkan kreditur turun dan mengurangi minat investor untuk
2.2.3. Hubungan Nilai Tultar dengan PMA
.
Nilai tukar merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang
dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing (Sukimo,
1996). Biasanya suatu negara akan berusaha untuk mempertahankan nilai tukar
yang ditetapkan dalam jangka waktu yang lama. Selama nilai tukar yang
ditetapkan tersebut tidak menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan, maka
negara tersebut tidak akan melakukan sesuatu perubahan terhadap nilai tukar yang
telah ditetapkan.
Nilai tukar memegang peranan penting dalam menentukan aktivitas
perekonomian. Secara umum nilai tukar dibedakan rnenjadi dua jenis yaitu: (1)
nilai tukar nominal yang merupakan harga relatif dari mata uang dua negara
(Ivlankiw, 2000). Menurut Miskkin (2001), nilai tuker nominal merupakan satuan
mata uang asing baik yang berbentuk hard cash maupun dalam bentuk surat
berharga, (2) nilai tukar liil yaitu nilai tllkar nominal dikalikar. dengan barga
barang domestik dibagi harga barang luar negeri (Mankiw, 2000). Nilai tukar
(exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara
saling melakukan perdagangan. Nilai tukar nil atau kurs nil menyatakan tingkat
dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk
barang-barang dari negara lain. Kurs riil diantara kedua negara dihitung dari kurs
nominal dan tingkat harga dikedua negara. Kurs nil ini kadang-kadang disebut
Keterangan:
E : Kurs nil
e : Kurs nominal
P : Harga barang domestik
P* : Harga barang luar negeri
Ketika kurs riil tinggi, maka barang-barang luar negeri relatif murah dan
barang-barang domestik relatif mahal. Begitu pula sebaliknya jika kurs riil rendah,
maka barang-barang luar negeri relatif mahal dan barang-barang domestik relatif
murah. Kurs riil jika dikaitkan dengan ekspor bersih maka ketika terjadi kurs
rendah, barang-barang domestik relatif murah dibandingkan harga luar negeri.
Penduduk domestik lebih memilih untuk membeli barang produk dalam negeri
dari pada barang impor, ha1 yang sama dilakukan orang luar negeli l2bih memilih
niembeli barang produk domestik. Peningkatan pennintaan produk domestik ini
mcnyebabkan ekspor bersih menin&at. Hubungan antara kurs riil (E) dan ekspor
bersih (NX) dapat ditulis sebagai berikut:
NX = N X ( E )
Persarnaan tersebut menyatakan bahwa ekspor bersih adalah fungsi dari kurs nil.
~ a m b & 4 menunjukkan hubungan negatif antara neraca perdagangan d m kurs
Ekspor bersih
Gambar 4. Ekspor bersih dan Kurs Riil
Sumber : Mankiw, 2000
Gambar tersebut menunjukkan hubungan antara kurs riil dan ekspor
bersih, semakin rendah kurs semakin murah harga barang domestic relative
terhadap barang-barang luar negeri dan semakin besar pula ekspor bersih. Jika
dikaitkan dengan PhlA maka kurs yang rendah ini sangat menguntungkan oleh
para investor karena akan mendorong permintaan barang dan ekspor. Permintam
barang dan ekspor ini menentukan tingkat pengembalian (return) dan keuntungan.
2.2.4. Hubungan Upah dengan PMA
Menurut paham neo-klasik jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan
tetap karena upah fleksibel. Jika Pemerintah meningkatkan agregate demand
seperti yang terlihat pada Gambar 5 maka akan diikuti oleh kenaikan output dan
kenaikan harga, yaitu output akan naik dari Y1 ke Y2, sedangkan harga akan naik
dari PI ke P2. Harapan pemerintah dari kebijakan tersebut adalah tidak
YI
YZ
Pendapatan, Output, YGambar 5. Kurva Kenaikan AD yang tidak Diantisipasi oleh Pasar Sumber : Mishkin, 2001
Ketika terjadi kenaikan upah maka biaya faktor produksi perusahaan
semakin meningkat, jika tidak diimbaiigi oleh kenaikan produktifitas buruh kerja
maka keuntungn investor berkurang dan investasi akan menururn. Beberapa kasus
investor jusiru lebih berani membayar upah peke~ja defigan tiswnsi pekerja
memiliki SDM yang baik, mempunyai spesifikasi keterampilan dan menguasai
teknologi. Selama upah tersebut masih berada dititik keseimbaqgan produksi
maka kenaikan upah tidak menjadi suatu masalah dan j u s t r ~ bisa meningkatkan
prduktifitas para pekerja karena kesejahteraan meningkat.
Pada kasus lain ketika pasar menyadari akan kenaikan agregate demand,
maka pasar &an rnengantisipasi kebijakan tersebut, yaitil jika tenaga kerja
merespon kebijakan kenaikan AD, maka mereka akan meminta kenaikan upah
(sebab harga naik dari P1 ke P2 sehingga dapat menaikkan upah riil). Akibatnya
biaya produksi untuk meningkatkan upah menjadi besar, harga &an meningkat
Harga, P I I
I
AD I
I
Y" Y1 Pendapatan, Output, Y
Garnbar 6. Kurva Kenaikan AD yang Diantisipasi Pasar Sumber : Mishkin, 2001
Peningkatan biaya melakukan bisnis salah satunya adalah upah buruh
yang semakin mahal. Penerapan kebijakm upah minimum mengakibztkan upah
semakin meningkat.
Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimal yang
harus dibayar p e ~ s d n a n kepada para karyawannya. Teori upah efisiensi
menyatakan bahwa upah jrang tinggi membuat para pekerjz. lebih prcduktif. Para
pekerja yang dibayar dengan upah yang memadai bila membeli lebih banyak
nutrisi dan para pekerja yang sehat akan lebih produktif. Perusahaan akan lebih
efisien jika membayar pekerja dengan upah yang tinggi karena dapat
meningkatkan produktifitas para pekerja. Namun hasil dari upah yang tinggi dari
2.2.5. Hubungan Pajak dengan PMA
2.2.5.1. Pajak dan Otonomi Daerah
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah
dalam mengarahkan perekonomian, melalui instrumen pengeluaran dan
penerimaan pemerintah. Pajak merupakan instrumen penerimaan pemerintah yang
berasal dari pungutan masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan Undang-
Undang yang bersifat dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan balas jasa
secara tidak langsung. Hasil penerimaan pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
(Marihot Siahaan, 2005).
Pada tahun 2001 pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu, Pemerintah
Daerah diberi kewenangan yang Iebih luas, nyata dan bertanggung jawab dalam
mengelola administrasi pemerintahan dan keuangan termasuk dalam penanaman
modal. Undarg-undang No.34 Tahun 2000 tentang pajak daerah, lahir sebagai
penyempumaan terhadap Undang-Undang No.18 Tahun 1997 memberikan
peluang kepada kabupaten dan kota dalam inenggali potensi sumber-sumber
keuangannya dengan menetapkan jenis pajak dan retribusi daerah.
2.2.5.2. Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Uadang No.18 Tahun 1997
Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No.18 Tahun
1997 terbagi menjadi dua, yaitu pajak Daerah Tingkat I (Provinsi) dan pajak
Daerah Tingkat 11 (KabupatenKotamadya). Pembagian ini dilakukan sesuai
daerah pada wilayah administrasi propinsi kabupatenlkotamadya yang
bersangkutan.
Berdasarkan Undang-Undang No.18 Tahun 1997, ditetapkan sembilan
jenis pajak daerah, yaitu tiga jenis pajak Daerah Tingkat I, dan enam jenis pajak
Daerah Tingkat 11.
Pajak Daerah Tingkat I terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
c. Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor
Pajak Daerah Tingkat I1 terdiri dari:
a. Pajak Hotel dan Restoran
b. Pajak Hiburan
c. Pajak Reklame
d. FajakPenerangan Ja!an
e. Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C, dan
f. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
2.2.5.3. Pajalc Daerah Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000
Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun
2000 terbagi menjadi dua, yaitu pajak Daerah Tingkat I (Provinsi) dan pajak
Daerah Tingkat I1 (KabupatenlKotamadya). Pembagian ini dilakukan sesuai
dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak
daerah pada wilayah administrasi propinsi kabupatenkotan~adya yang
Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis
pajak daerah, yaitu empat jenis pajak Daerah Tingkat
I,
dan tujuh jenis pajakDaerah Tingkat 11.
Pajak Provinsi terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
c. Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor
d. Pajak Penganlbilan dan Pemanafaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Pajak Daerah Tingkat I1 terdiri dari:
a. Pajak Hotel
b. Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Galian Golongan C, d m
g. Pajak Parkir
Pemberian kelebihan yang di'oerikan kepada pemerintah daerah untuk
mengoptimalkan PAD melalui pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan TJU
No.34 Tahun 2000 sejumlah daerah berhasil meningkatkan PADnya. Namun
berlakunya UU tersebut di sisi lain dapat menimbulkan pengamh yang sangat
negatif yaitu melalui pajak dan retribusi daearah yang secara berlebihan
dibedakan kepada sektor swasta pada akhimya akan merugikan bagi dunia usaha,
Pengeluaran, E Pengeluaran Aktual
Pengeluaran yang direncanakan MPC x AY
- - -
t
[image:48.595.110.464.94.276.2]y2 YI Pendapatan, Output, Y
Gambar 7. Peningkatan Pajak dalam Perpotongari Keynesian
Sumber : Mankiw, 2000
Peningkatan pajak sebesar AY menurunkarl pengeluaran yang
direncanakan sebesar MPC x AY untuk tingkat pendapatan tertentu.
Kcseimbangan akan tergerak bergerak dari A ke B, dan pendapatan akan turun
dari Y1 ke Y2. Beban pajak yang terlalu besar akan sangat membebankan para
investor karena biaya inputnya semakin besar. Akibatnya perusahaan hams
meningkatkan harga output supaya tetap mendapatkan keuntungan. Tetapi dilain
pihak kenaikan harga ini menyebabkan reaksi dari konsumen, misalnya konsurnen
akan beralih ke produk lain yang lebih murah. Sehingga daya saing dan daya beli
terhadap barang tersebut menurun. Kondisi inilah yang tidak disukai oleh para
investor. Oleh karena itu keringanan tarif pajak perlu diupayakan guna
2.2.6. Kawasan Ekonomi Khusus (Special Ecoiiotnic Zotze)
Kawasan Ekonomi Khusus diartikan sebagai suatu kawasan yang secara
geografis dan jurisdiktif adalah kawasan yang merupakan perdagangan bebas,
tennasuk kemudahan dan fasilitas duty free atas importasi barang-barang modal
untuk bahan baku komoditas ekspor dibuka seluas-luasnya (Johansson dan
Nilsson, 1997).
Special Econoinic Zone adalah suatu zona yang dipilih untuk
merevitalisasi usaha dengan merangsang pertumbuhan investasi dan investor
usaha atau private sector (O'Hara, 1981). Special itu sendiri memiliki arti
kekhususan dalaln sistem ekonomi dan kebijakan, sedangkan ekonomi tercermin
dalam aktivitas ekonomi yang berorientasi ekspor dengan menciptakan daya tarik
bagi penanaman modal. Oleh karena itu dunia usaha diundang dan mendapat
special tax benejt dengan harapan dapat menyerap tenaga keja. Pemerintah
berasumsi bahwa jika pemerictah mengurangi pengenaan pajak dac beban-bebar.
atas regulasi (regulatoly burdent), dunia usaha akan berkembang dengan lebih
cepat dan pada giliranya &en memperkuat kondisi perekonomian setempat
melalui aktivitas ekspansi usaha yang tejadi.
Tujuan utama dari pembenkkan KEK adalah pengintegrasian
perusahaan-perusahaan yang beroperasi didalamnya dengan ekonomi globai dan
melindungi mereka terhadap berbagai macam distorsi seperti tarif dan birokrasi
yang berbelit-belit. Beberapa pertimbangan telah mendasari pembangunan KEK
diantaranya seperti: Pertama adalah untuk membanpn good governance yang
pendek lebih praktis untuk membangunnya di kawasan terbatas atau khusus yang
memerlukan sumber daya yang lebih sedikit dibandingkan dengan membangun
ha1 tersebut di seluruh wilayah negara. Dengan demikian, dalam tempo yang
singkat pemerintah dapat menyediakan iklim usaha yang menarik melalui
berbagai fasilitas seperti pembebasan bea masuk, bcbas pajak penjualan dan pajak
penghasilan, prosedur birokrasi yang khusus, singkat, efektif dan efisien.
Kedtla adalah ha1 yang berkaitan dengan skala ekonomi dari jaringan
infrastruktur modem yang lebih ekonomis untuk dibangun dalam kawasan yang
luasnya terbatas. lndustri modem memerlukan jaringan infrastruktur modem yang
padat dan terintegrasi, seperti jalan, listrik, air, teknologi informasi dan
komunikasi, pelabuhan dan lain-lain, sedemikian rupa sehingga proses lnereka
dapat berlangsung dengan efektif dan efisien
Ketiga adalah keterkaitan antar industri. Perkembangan investasi dan
industri akhir-akhir ini cendening ke arah pembangunan jaringan antar perusahaan
dan bukan lagi integrasi vertikal horizontal clan berbagai kegiatan ke dalam suatu
perusahaan (konglomerasi). KEK merupakan sarana yang ideal bagi terbangunnya
keterkaitan yang erat dan kompleks antar berbagai industri karena kawasan ini
berpotensi untuk memberikan biaya bisnis yang murah dalam lokasi yang saling
berdekatan antar berbagai per~sahaan. Dalam perkembzngan berikutnya, dimulai
di Eropa berkembang pendekatan industrial cluster. Pendekatan cluster ini
seringkali melibatkan kerjasarna yang erat antara pemerintah dan swasta dalam
rangka membangun daya saing industri atau daerah. Di Asia Tenggara,
mempakan contoh nyata dari kejasama antara pemerintah dengan swasta dalam
membangun KEK dengan wawasan yang jauh ke depan, perencanaan yang
matang termasuk proses peningkatan kemampuan industrinya.
Keempat, yang berkaitan dengan efisiensi yang ditimbulkan oleh
dampak aglomerasi industri seperti yang dikenalkan oleh Paul Krugman. Analisa
ekonomi geografi yang berdekatan, misalnya pantai timur China, Hongkong,
Singapura dan kawasan-kawasan yang berdekatan. Keberhasilan KEK sangat
bergantung kepada proses aglomerasi ini dan bahkan pembentukan KEK dapat
meningkatkan proses ini menjadi lebih cepat lagi dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, bilamana kawasan khusus tersebut ditempatkan di daerah
yang berada di luar atau berjauhan dengan proses aglomerasi ini, maka potensi
keberhasilannya akan sangat kecil.
Saat ini di Indonesia juga terdapat peraturan perundangan yang mengatur
bcntuk-bentuk kawasan ekonomi yang memiliki fasilitaslintensif baik perpajakan
maupun kepabean. Beberapa bentuk kawasan tersebut adalah :
Free Trade Zone (Kawasan Pelabuha'n dan Perdagangan Bebas). Dasar
hukumnya adalah UU No. 3612000 tentang penetapan PERPU No. 112000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi UU. Suatu kawasan
dapat ditetapkan sebagai Kawasasn Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
dengan Undang-undang, contohnya adalah Sabang (UU No.3712000). Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada di
dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari
nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai. Dalam kawasan tersebut
dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi seperti sektor perdagangan,
maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata dan bidang-bidang lainnya.
Bounded Zone (Kawasan Berikat). Dasar hukum Kawasan Berikat
adalah Peraturan Pemerintah No. 3311996 terltang Tempat Penimbunan Berikat
sebagaimana telah diubah dengan PP No. 4311997. Penetapan suatu kawasan atau
tempat sebagai Kawasan Berikat serta pemberian izin penyelenggaran Kawasan
Berikat dilakukan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Kawasan Berikat adalah
suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di
dalamnya dilakl~kan kegiatan usaha industri pengolahan barang, kegiatan rancang
bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir dan
pengspakan barang impor dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya yang
hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. Sementara itu fasilitas berupa
penangguhan bea masuk, tidak dipucgut PPN, PPnbM, PPH atas impor barang
modal atau peralatan diberikan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan
Kawasan Berikat dan peralatan perkantoran yang semata-mata di pakai oleh
Pengusaha Kena Pajak yang telah mendapat izin. Selain itu pengeluaran mesin
dan peralatan pabrik ke Daerah Pabean Indonesia Iainnya di berikan penangguhan
pembayaran bea masuk, PPN, PPnbM, dan PPH.
Dalam konteks Indonesia KEK dapat terbentuk dengan tiga opsi (Noer,
2006). Pertama, KEK termasuk dari kumpulan kawasan berikat, dengan demikian
KEK dapat diistilahkan juga sebagai Kawasan Berikat plus. Kedua, KEK
Berikat. Kawasan ini dapat bempa Zona Perdagangan Bebas jika dekat dengan
pelabuhan. Ketiga, KEK mempakan kumpulan Kawasan Berikat, Kawasan
Industri dan Kawasan Perdagangan Bebas. Namun demikian, kawasan ini bukan
dimaksudkan untuk menjadi bagian terpisah dari entitas kawasan-kawasan
ekonomi nasional lainnya. Terbentuknya kawasan ini lebih kepada upaya untuk
menciptakan suatu lingkungan yang kondusif bagi dunia usaha dan mempakan
institutional frame work dalam rangka memacu kinerja perekonomian nasional.
2.3. Penelitian Terdahulu
Penanaman Modal Asing begitu diminati pemerintah negara-negara
berkembang yang masih sangat membutuhkan dana asing bagi proses
pembangunan karena mereka percaya bahwa pengamh PMA melalui Special
Economic Zone bisa berpengaruh positif terhadap ekonomi negara-negara
tersebut. Perkembangan PMA khususnya di Batam belakangan ini cukup baik
karena dengan adanya kemudahan dari KEK para investor banyak yang
menanamkan tnodalnya di Batam. Kemudahan ini diantaranya adalah tax yang
rendah bahkan diberikan tax holiday selama 5 tahun, kepabeanan yang efektif,
tersedianya infrastmktur dan birokrasi yang efekLii: -
Studi etnpiris yang dilakrtkan oleh beberapa ahli telah memperhat
argumen bahwa peranan PMA relatif besar dalatn pembangunan suatu negara.
Penelitian (Rana dan Dowling, 1998) mengenai pengaruh penanaman modal asing
terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya di negara-negara berkembang
menyimpulkan bahwa modzl asing memiliki pengamh positif terhadav
(Kustituanto dan Istikomah, 1998), dalam studinya mengenai peranan
penanam modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama tahun
1977-1996, mereka menyimpulkan bahwa dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang, PMA tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini
disebabkan oleh: (1) countv risk pasar dometik yang kecil sehingga
menyebabkan rate of return dari modal rendah dan kurang tersedianya fasilitas
dan infrastruktur yang mendukung (transportasi, slcilled labor dan teknologi);
(2) pengembangan PMA masih terhambat oleh rumitnya proses administrasi,
birokrasi dan kurangnya koordinasi antar departemen terkait; (3) masih minimnya
informasi dana yang bisa digunakan untul: pelnbiayaan proyek; (4) rendahnya
kualitas SDM, sehingga ha1 ini berpengamh dalam tujuan pelaksanaanya investasi
asing di suatu negara (transfer of asset); dan (5) terjadinya persaingan yang
semakin ketat antar negara dalam upaya menarik investasi asing baik oleh negara
inaju m m p n negara berkembang. Hasi! kajian tersebut membuktikan bahwa
Indonesia masih perlu melakukan iklim investasi yang relatif kondusif
sebagaimane yang diharapkan oleh investor a