SKRIPSI
Oleh :
Andhi Reza Pranata
0611010096/ FE/ EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Sebagai Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Oleh :
Andhi Reza Pranata
0611010096/ FE/ EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
DI KABUPATEN GRESIK
Disusun Oleh :
Andhi Reza Pranata
0611010096/ FE/ EP
telah dipertahankan dihadapan
dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal 22 Oktober 2010
Pembimbing :
Tim Penguji :
Pembimbing Utama
Ketua
Dr. Hj. Sri Muljaningsih, SE. MP
Dr. Hj. Sri Muljaningsih, SE. MP
Sekretaris
H. Suwarno, SE. ME
Anggota
Dra. Ec. Niniek Imaningsih,MP
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa
untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya
Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil
judul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal
Asing (PMA) Pada Sektor Industri Manufaktur Di Kabupaten Gresik“
.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini
masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan
bimbingan yang diterima dari Ibu Dr. Hj. Sri Muljaningsih SE, MP Selaku Dosen
Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal
untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun
dan terselesaikan dengan baik.
Atas terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
3.
Bapak Drs. Ec. Marseto D.S, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran”
Jawa Timur.
4.
Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur. Yang telah dengan iklas memberikan
ilmu dan pelayanan akademik bagi penulis dan semua mahasiswa
UPN.
5.
Keluarga tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan dengan
penuh kasih sayang baik moral, material, maupun spiritual. Dan semua
keluarga besar serta teman-teman semuanya, semoga mendapatkan
pahala yang besar dari Allah SWT.
Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat
berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah
SWT memberikan balasan setimpal.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Oktober 2010
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR...
viii
DAFTAR LAMPIRAN...
ix
ABSTRAKSI... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah………... 1
1.2.
Perumusan Masalah………... 4
1.3.
Tujuan Penelitian………... 5
1.4.
Manfaat Penelitian………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu………... 7
2.1.1. Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Saat Ini ... 10
2.2. Landasan
Teori………... 11
2.2.1. Investasi ... 11
2.2.1.1. Pengertian Investasi ……... 11
2.2.2.1. Pengertian Industri... 15
2.2.2.2.
Klasifikasi
Industri...
16
2.2.3. Penanaman Modal Asing (PMA)... 18
2.2.3.1. Pengertian PMA... 18
2.2.3.2.
Bentuk-Bentuk
PMA...
20
2.2.4. Kurs Valuta Asing... 20
2.2.4.1. Pengertian Kurs Valas... 20
2.2.4.2. Sistem Kurs Valuta Asing... 21
2.2.4.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan-
Nilai Tukar Mata Uang... 22
2.2.4.4. Hubungan Kurs Valas dengan PMA... 24
2.2.5. Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur... 24
2.2.5.1. Pengertian Perusahaan Industri Manufaktur... 24
2.2.5.2. Karakteristik Umum Industri Manufaktur... 25
2.2.6. Inflasi... 27
2.2.6.1. Pengertian Inflasi... 27
2.2.6.2. Jenis Inflasi... 28
2.2.6.3. Dampak Inflasi... 32
2.2.6.4. Cara Mengatasi Inflasi... 32
2.2.6.5. Hubungan Inflasi dengan PMA... 34
2.2.7. Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB)... 35
2.2.7.1. Pengertian PDRB... 35
2.2.7.2. Pendekatan Perhitungan PDRB... 38
2.2.7.3. Cara Penyajian dan Angka Indeks... 39
2.2.7.4. Hubungan PDRB dengan PMA... 40
2.2.8. Tingkat Suku Bunga Internasional... 41
2.2.8.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga Internasional... 41
2.3. Kerangka Pikir... 48
2.4.
Hipotesis...
52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 53
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 55
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 55
3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 56
3.4.1. Teknik Analisis Data ... 56
3.4.2. Uji Hipotesis ... 58
3.5. Uji Asumsi Klasik ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Perkembangan Investasi di Kabupaten Gresik... 66
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 67
4.2.1. Perkembangan Investasi PMA Industri Manufaktur.. 67
4.2.5. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto... 72
4.2.6. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional.. 73
4.3. Analisis dan Uji Hipotesis... 74
4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Sesuai dengan Asumsi BLUE (Best LinierUnbiased
Estimate )... 74
4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi Linier
Berganda... 78
4.3.3. Uji Hipotesis Secara Simultan... 80
4.3.4. Uji Hipotesis Secara Parsial... 82
4.3.5.
Pembahasan...
89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan... 94
5.2.
Saran...
95
Halaman
Tabel 1. Autokorelasi Durbin-Watson... 64
Tabel 2. Perkembangan PMA Industri Manufartur... 68
Tabel 3. Perkembangan Kurs Valuta asing... 69
Tabel 4. Perkembangan Jumlah Industri Manuaktur... 70
Tabel 5. Perkembangan Inflasi... 71
Tabel 6. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto... 72
Tabel 7. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional... 73
Tabel 8. Tes Heterokedastisitas... 77
Tabel 9. Analisis Varian (ANOVA)... 80
Tabel 10. Hasil Analisis Variabel... 82
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kurva Demand Pull Inflation... 30
Gambar 2. Kurva Cost Push Inflation... 31
Gambar 3. Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi... 46
Gambar 4. Kerangka Pikir... 51
Gambar 5. Kurva Uji F... 59
Gambar 6. Kurva Uji
t
...
60
Gambar 7. Kurva Durbin-Watson... 63
Gambar 8. Kurva Statistik Durbin-Watson... 75
Gambar 9. Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis
secara Simultan atau Keseluruhan... 81
Gambar 10.
Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial
Faktor Kurs Valas (X
1) terhadap
Investasi PMA IndustriManufaktur(Y)... 83
Gambar 11. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial
Faktor Jumlah Industri Manufaktur (X
2), terhadap
Investasi PMA Industri Manufaktur (Y)... 84
Gambar 14. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial
Tingkat Suku Bunga Internasional (X
5) terhadap
Investasi PMA Industri Manufaktur (Y)... 88
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
Data Input Kabuaten Gresik
2.
Regression
3.
Coefficients
a, Collinearity Diagnostics
a4.
Residual Statististic
a, Nonparametrik Correlations
5.
Tabel Uji F
6.
Tabel Uji
t
Oleh :
Andhi Reza Pranata
Abstraksi
Menyadari akan pentingnya sektor industri dalam suatu pembangunan
ekonomi, maka pemerintah berusaha meningkatkan pertumbuhan sektor industri
manufaktur di Kabupaten Gresik supaya dapat memberikan kontribusi terhadap
sektor industri manufaktur di Jawa Timur. Didalam menigkatkan pertumbuhan
sektor industri manufaktur tidak terlepas dari penanaman modal asing atau
investasi, karena investasi merupakan faktor yang sangat penting dan kebutuhan
utama dalam pembangunan yang menghendaki adanya tingkat pertumbuhan
ekonomi.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) cabang kota Surabaya dan Kantor
Departemen Perindustrian dan Perdagangan cabang kota Surabaya yang diambil
selama kurun waktu 10 tahun mulai dari tahun 1999-2008. Untuk analisis data
menggunakan alat bantu komputer dengan program SPSS (Statistic Program For
Social Science) versi 13.0. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
regresi linier berganda dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji
t
dan uji F
statistik.
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis secara simultan variabel
bebas, yaitu Kurs Valuta Asing
(X
1), Jumlah Industri Manufaktur (X
2), Inflasi
(X
3), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (X
4), dan Tingkat Suku Bunga
(X
5) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, yaitu Investasi Penanaman
Modal Asing (PMA) Industri Manufaktur (Y) diperoleh hasil F
hitungsebesar =
27,144 > F
tabel= 6,26 yang berarti secara simultan kelima variabel bebas
mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Investasi PMA Industri Manufaktur di
Kabupaten Gresik. Sedangkan pengujian secara parsial variabel Kurs Valuta
Asing (X
1) tidak berpengaruh secara nyata terhadap Investasi PMA Industri
Manufaktur (Y) dengan menggunakan uji t dimana t
hitung(X
1) = 0,202 < t
tabel=
2,376 ,variabel Jumlah Industri Manufaktur (X
2) tidak berpengaruh secara nyata
terhadap Investasi PMA Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
2) = 0,616 <
t
tabel= 2,376 ,variabel Inflasi (X
3) tidak berpengaruh secara nyata terhadap
Investasi PMA Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
3) = -0,672 < t
tabel=
-2,376 ,variabel PDRB (X
4) berpengaruh secara nyata terhadap Investasi PMA
Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
4)
= 3,748 > t
tabel= 2,376 ,variabel
Tingkat Suku Bunga (X
5) tidak berpengaruh secara nyata terhadap Investasi PMA
Sektor Industri Manufaktur (Y) dimana t
hitung(X
5) = 0,348 < t
tabel= 2,376.
Dari kelima variabel tersebut yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
variabel Investasi PMA Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik (Y) adalah
ariabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (X
v
4).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang
dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional adalah menempuh
pembangunan secara bertahap. Pembangunan yang dilaksanakan tersebut
tidak terlepas dari upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional yang dilaksanakan untuk mencapai tahap
tinggal landas.
Pembangunan adalah proses yang mengandung pengertian
pertumbuhan dan perubahan. Dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi
dibutuhkan adanya peranan yang besar dari sektor industri manufaktur.
Karena sektor industri merupakan salah satu sektor utama dalam
pembangunan.
Menyadari akan pentingnya sektor industri dalam suatu
pembangunan ekonomi, maka pemerintah berusaha meninggkatkan
pertumbuhan sektor industri manufaktur. Didalam menigkatkan
pertumbuhan sektor industri manufaktur tidak terlepas dari penanaman
modal asing atau investasi, karena investasi merupakan faktor yang
sangat penting dan kebutuhan utama dalam pembangunan yang
Untuk mencukupi kebutuhan modal yang akan digunakan dalam
melaksanakan pembangunan tersebut, maka pemerintah serta berbagai
pihak terkait mencari jalan keluar didalam melaksanakan strategi
pembangunan. Upaya yang dapat dilakukan adalah menarik investor
dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang tujuannya untuk merangsang
para investor dalam hal ini untuk menarik para investor agar mau
menanamkan modalnya di Indonesia khususnya Jawa Timur.
Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang
cukup besar untuk melaksanakan pembangunan yang besar. Kebutuhan
dana yang besar tersebut terjadi karena upaya untuk mengejar
ketertinggalan dari negara-negara maju, baik dikawasan regional maupun
kawasan global. Disamping menggali sumber pembiayaan dalam negeri,
pemerintah juga mengundang juga sumber pembiayaan luar negeri, salah
satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct
Investment). (Sarwedi, 2001 : 17)
Iklim investasi di Jawa Timur (Penanaman Modal Asing). Saat ini
banyak berdiri pabrik dan tempat-tempat industri, yang mana dapat
memberikan masukan bagi pemerintah daerah untuk menigkatkan
kesejahteraan warga. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat
memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju
kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki daya tukar (term of
trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai
lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk
yang tinggi kepada pemakainya. (Dumairy, 1997 : 19)
Badan Penanaman Modal Jawa Timur mencatat pada tahun 2008
telah menyetujui 93 perusahaan Penanam Modal Asing dengan rencana
investasi USA 2,8 miliar atau Rp 28, 148 triliun (kurs tengah BI Rp
10.053) di Jawa Timur. Dari 93 perusahan Penanaman Modal Asing
tersebut, 10 diantaranya menginvestasikan dananya di Kabupaten Gresik
dengan nilai investasi sebesar USD 363 juta atau Rp 3,649 triliun.
Investasi tersebut berbentuk industri, selain itu Kabupaten Gresik
mempunyai daya tarik lebih dibandingkan kabupaten atau kota lainnya
di Jawa Timur. Pertama; dari segi geografis, letaknya strategis, kedua;
infrastruktur’ada pelabuhan, dan jalan tol lebih, ketiga; sudah terbentuk
cluster, seperti Kawasan Industri Gresik (KIG) maupun Kawasan
Industri Maspion (KIM) sehingga investor bisa langsung menyesuaikan,
dan faktor keempat adalah iklim investasi’ semua ikut mendukung,
masyarakat mau menerima dengan komunitasnya. (www.bpmjatim.com
/ diakses tanggal 12 Juni 2009 pukul 23.48 WIB)
Demikian halnya dengan iklim investasi Penanaman Modal Asing
di Kabupaten Gresik, menurut Badan Pusat Statistik (Jawa Timur Dalam
Angka) banyaknya proyek Penanaman Modal Asing di Kabupaten
Gresik adalah sebagai berikut; pada tahun 2004 sebanyak 6 proyek
dengan nominal US$ 41.474 ribu, tahun 2005 sebanyak 7 proyek dengan
nominal US$ 66.240 ribu, dan tahun 2007 sebanyak 9 proyek dengan
nominal US$ 140.887 ribu. Dari data tersebut dapat diuraikan bahwa
banyaknya proyek Penanaman Modal Asing dari tahun 2004 sampai
dengan tahun 2007, mengalami kenaikan dari 6 proyek menjadi 7 proyek
pada tahun 2005 lalu turun menjadi 5 proyek pada tahun 2006 dan
mengalami kenaikan lagi menjadi 9 proyek pada tahun 2007. (Anonim,
2007 : 318)
Berdasarkan kenyataan diatas, maka perlu diadakan penelitian
bagaimana pengaruh dari Kurs Valas, Jumlah Industri Manufaktur,
Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Tingkat Suku
Bunga terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) di Kabupaten Gresik.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apakah Kurs Valuta Asing, Jumlah Industri Manufaktur, Inflasi,
Produk Domestik Regional Bruto, dan Tingkat Suku Bunga,
berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing pada sektor
Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik?
b. Apakah diantara lima variable bebas tersebut, ada yang
berpengaruh paling dominan terhadap Penanaman Modal Asing
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui apakah Kurs Valas (US$ Amerika), Jumlah
Industri Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto, dan
Tingkat Suku Bunga, berpengaruh terhadap Penanaman Modal
Asing pada sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik ?
b. Untuk mengetahui diantara variabel Kurs Valas (US$ Amerika),
Jumlah Industri Manufaktur, Inflasi, Produk Domestik Regional
Bruto, dan Tingkat Suku Bunga, manakah yang mempunyai
pengaruh paling dominan terhadap Penanaman Modal Asing pada
sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Gresik ?
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil
manfaat sebagai berikut :
a. Bagi Pengembangan Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu
yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai
koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana
pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan
b. Bagi Perusahaan
Sebagai sumber Informasi tambahan bagi pihak-pihak atau
perusahaan dalam usaha yang berkaitan dengan Penanaman Modal
Asing khususnya di Kabupaten Gresik, mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengalaman dan pengetahuan tentang cara penulisan karya ilmiah
yang baik khususnya peneliti dan dapat dipakai sebagai bekal jika
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian
ini dilakukan oleh :
1. Sarwedi (2002), Jurnal Ekonomi, dengan judul penelitian
”Investasi Langsung di Indonesia dan Faktor yang
Mempengaruhinya” yang menyatakan bahwa pada saat ini sudah
banyak studi yang mempengaruhi investasi asing langsung
(Foreign Direct Investment). Namun demikian metodologi yang
digunakan dan hasil studi masih sangat bervariasi. Meskipun
faktor-faktor yang dianggap tetap pengaruhnya sangat kuat,
seperti variabel makro ekonomi yaitu pendapatan nasional,
pertumbuhan ekonomi dan inflasi, tetapi masih juga terdapat
kesimpulan yang berbeda-beda yang menimbulkan berbagai
perdebatan. FDI menjadi salah satu sumber pembiayaan (modal)
yang penting bagi negara berkembang dan mampu memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan melalui transfer
asset dan manajemen, serta transfer teknologi guna mendorong
2. Subagyo (2003), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa
Faktor yang Mempengaruh Penanaman Modal Asing di Jawa
Timur”. Dari hasil pengujian secara simultan/ Uji F,
menunjukkan bahwa variabel Tenaga Kerja, Kurs Valas, Tingkat
Suku Bunga Internasional, dan Jumlah Industri Manufaktur
berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing di Jawa Timur.
Sedangkan pada pengujian secara parsial/ Uji t, menunjukkan
bahwa hanya variabel Tingkat Suku Bunga Internasional yang
tidak berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap Penanaman
Modal Asing di Jawa Timur.
3. Budiarti (2004), dengan judul penelitian “Analisis beberapa
faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa
Timur”. Hasil penelitian ii diperoleh angka penentu kecocokan
model R2 sebesar 0,715. hal ini berarti variabel-variabel bebas
yang menjelaskan variabel terikat adalah sebesar 71,5% dan
28,5% dijelaskan variabel lain. Hasil penelitian dengan
menggunakan uji t menunjukkan bahwa secara individu hanya
variabel tingkat suku bunga kredit investasi dan jumlah tenaga
kerja yang diserap disektor industri yang berpengaruh secara
nyata terhadap Penanaman Modal Asing. Sedangkan pada uji F
menunjukkan variabel PDRB, tingkat suku bunga kredit investasi
bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman
Modal Asing.
4. Mastijah (2005), dengan judul penelitian “Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Investasi di Jawa Timur”. Dari hasil pengujian
secara simultan, menunjukkan bahwa variabel PDRB, Inflasi,
Tingkat Suku Bunga Kredit, dan Total Ekspor berpengaruh
terhadap Investasi di Jawa Timur. Sedangkan pada pengujian
secara parsial, menunjukkan bahwa hanya variabel Inflasi yang
tidak berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Investasi di
Jawa Timur.
5. Tambunan (2007), Jurnal Ekonomi, dengan judul penelitian
“Daya Saing Indonesia Dalam Menarik Investasi Asing”. Dalam
penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah Indonesia
masih mempunyai daya tarik untuk investasi asing dengan
memfokuskan pada PMA, bukan investasi asing jangka pendek
atau investasi protofolio, terdiri dari enam bab, termasuk Bab I
pendahuluan. Bab II mambahas dasar pemikiran teori mengenai
relasi positif antara kehadiran atau pertumbuhan PMA dan
pertumbuhan ekonomi dari prospektif toeri. Bab III melihat
kembali peran besar dari PMA terhadap perekonomian Indonesia
selama Orde Baru. Bab IV membahas posisi Indonesia dalam
penyerapan PMA atau pentingnya Indonesia bagi PMA dilihat
Indonesia dalam menarik PMA dunia. Bab V membahas potensi
dampak UU baru penanaman modal no.25 tahun 2007 yang
merupakan salah satu upaya konkrit dari pemerintah untuk
meningkatkan daya saing Indonesia untuk meningkatkan arus
PMA.
2.1.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan Saat Ini
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini
berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat
penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian.
Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan
diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini
dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman
Modal Asing (PMA) Pada Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten
Gresik”, dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Penanaman Modal Asing(Y), sedangkan variabel terikat yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Kurs Valuta Asing(X1),
Jumlah Industri Manufaktur(X2), Inflasi(X3), Produk Domestik
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Investasi
2.2.1. 1 Pengertian Investasi
Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman
modal yang dilakukan satu tahun tertentu yang digolongkan sebagai
investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi
pengeluaran atau pembelanjaan yang sebagai berikut:
a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk berbagai jenis industri dan
perusahaan.
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tinggal, bangunan kantor
atau bangunan-bangunan lainnya.
c. Pertumbuhan nilai stok barang-barang yang belum terjual bahan
mentah dan barang-barang yang masih dalam proses produksi pada
akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. (Soekirno, 2002 :
107)
Merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
suatu kegiatan usaha, karena investasi sangat dibutuhkan sebagai faktor
penunjang dalam memperlancar proses produksi. Menurut
penggunaanya, pengeluaran untuk investasi dibagi menjadi tiga bagian
yaitu : untuk keperluan konstruksi, rehabilitasi atau perbaikan, dan
ekspansi atau perluasan konstruksi adalah pembangunan atau pendirian
rusak dan kemudian diperbaiki, maka pengeluaran ini adalah
pengeluaran untuk keperluan rehabilitasi. Sedangkan apabila bangunan
tadi diperluas, maka perluasan inilah yang dimaksud ekspansi. (Rosyidi,
2003 : 168)
Dapat diartikan sebagai pengeluaran penanam-penanam modal atau
perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. (Sukirno, 2004 :
121)
Pengertian Investasi dari kedua pendapat tersebut kiranya dapat
disimpulkan bahwa Investasi atau penanaman modal itu merupakan
penanaman modal atau pengguna uang bagi peningkatan kapasitas
sistem produksi atau peningkatan kapasitas aset dengan harapan modal
yang ditanamkan akan memperoleh keuntungan yang sebesar–besarnya
dimasa mendatang.
2.2.1.2 Faktor-Faktor Yang Menentukan Investasi
Apabila seorang pemilik modal atau para pengusaha menggunakan
uangnya membeli barang-barang modal maka pembelanjaan itu
dinamakan investasi akan tetapi berhasil tidaknya pemilik modal dalam
menjalankan usahanya dalam kenyataan akan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang dapat menentukan, yaitu :
Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang
barang–barang modal baru dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan,
apabila investasi telah selesai dilaksanakan (pada waktu industri /
perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang atau jasa yang
menjadi hasil produksinya) maka pemilik modal akan melakukan
kegiatan terus selama beberapa waktu.
b. Perubahan dan Perkembangan Teknologi.
Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan pengeluaran
terhadap kegiatan industri, maka semakin banyak pula jumlah
kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha.
c. Tingkat Pendapatan Nasional dan Perubahan–Perubahannya.
Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara
pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling
berkaitan dimana investasi itu pada umumnya cenderung untuk
mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional.
d. Keuntungan yang Dicapai oleh Perusahaan
Apabila perusahaan – perusahaan itu melakukan investasi dengan
menggunakan tabungan atau modal kas, maka perusahaan yang
dimaksud tidak lagi dikenai biaya – biaya yang harus dibayar untuk
jangka waktu berikutnya.
e. Tingkat Bunga.
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan
pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk menanam
modal apabila tingkat pengembalian modal dari penanam modal itu,
yaitu persentasi keuntungan netto (tetapi sebelum dikurangi bunga
uang yang dibayar) modal yang diperoleh lebih besar dari tingkat
bunga (Sukirno, 2002 : 109)
2.2.1.3 Cara Pembagian Investasi
Cara pembagian investasi menurut jenisnya :
a. Autonomous investment dan Induced invesment
Autonomous invesment (investasi otonom) adalah investasi yang besar
kecilnya tidak dipengaruhi pendapatan, tetapi dapat berubah oleh
karena adanya perubahan faktor diluar pendapatan. Misal tingkat
teknologi, kebijakan para pengusaha dan sebagainya. Induced
investment (investasi terimbas) adalah bersebelahan dengan investasi
otonom. Investasi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
b. Public investment dan Private investment
Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang
dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud ialah pemerintah pusat,
maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan,
maupun desa. Private investment adalah investasi yang dilakukan oleh
c. Domestic investment dan Foreign investment
Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri. Foreign
investment adalah penanaman modal luar negeri.
d. Gross investment dan Net investment
Gross investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi yang
diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Atau investasi yang
dilakukan pada suatu Negara (daerah tertentu) pada atau selama suatu
periode tertentu.
e. Net investment (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto
dengan penyusutan. (Rosyidi, 2003 : 169-172)
2.2.2. Industri
2.2.2.1 Pengertian Industri
Industri manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaan
industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan
sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau barang yang
kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dengan
sifatnya yang lebih deakt kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah
kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan ( Anonim, 2002 : 315 )
Menurut Hakim (2002 : 308), Industri adalah kumpulan dari
perusahaan-perusahaan sejenis, seperti industri barang-barang
jasa. Industri dalam arti sempit adalah pembangunan
perusahaan-perusahaan manufaktur.
Pengertian industri yang digunakan dalam pengolahan dan
pengembangan industri oleh pemerintah melalui Departemen
Perindustrian RI adalah serangkaian usaha ekonomi yang meliputi
pengulangan pekerjaan atau pembuatan perubahan barang yang berguna
dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
2.2.2.2 Klasifikasi Industri
Pada dasarnya industri nasional dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar yaitu :
1. Kelompok industri besar atau dasar.
Mempunyai dua sub kelompok yaitu sub kelompok industri mesin
dan logam dasar, serta elektronik dan sub kelompok industri kimia
dasar. Kelompok ini mempunyai misi yaitu sebagai pertumbuhan
ekonomi dan penguat struktur ekonomi. Teknologi yang digunakan
maju dan teruji, serta tidak bersifat padat karya
2. Kelompok industri hilir
Yaitu aneka industri yang mempunyai misi pertumbuhan ekonomi
dan pemerataan. Teknologi yang digunakan adalah teknologi maju
3. Kelompok industri kecil
Memiliki misi pemerataan dan penggunaan teknologi madya atau
sederhana serta bersifat padat karya. ( Arsyad, 1999 : 366)
Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam. Apabila
digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :
a. Industri perburuan
b. Industri pengumpulan bahan dari hutan
c. Industri penambangan mineral
d. Industri peternakan
e. Industri pertanian
f. Industri manufaktur
g. Industri perdagangan
h. Industri jasa. (Kuncoro, 2001 : 195)
Macam-macam industri utama tersebut diatas dikelompokkan
berdasarkan fungsi industri yang terdiri dari empat kelas yaitu :
a. Industri Ekstratif
Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan
sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak
mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuan
b. Industri Reproduktif
Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena
barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan
yang baru.
c. Industri Manufaktur
Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari
bahan-bahan industri lain, misalnya produk peleburan,
penyulingan makanan kaleng dan lain-lain.
d. Industri Fasilitas
Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan
dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan,
distribusi barang dan pelayanan kepada konsumen.
(Kuncoro, 2001 : 196)
2.2.3. Penanaman Modal Asing (PMA)
2.2.3.1 Pengertian PMA
Menurut Hakim (2002 : 196), Investasi asing langsung (Foreign
Direct Investmen / FDI) adalah aliran dana dari perusahaan di luar negeri
yang diwujudkan dalam bentuk perusahaan (biasanya cabang dari
perusahaan di negara asalnya ) di negara lain, misalnya pabrik perakitan
TV Toshiba milik Jepang di Indonesia.
Sarwedi (2004 : 24), yang dimaksud dengan (Foreign Direct
dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara
lain. Oleh sebab itu tidak hanya terjadi pemindahan sumberdaya, tetapi
juga terjadi pemindahan kontrol terhadap perusahaan diluar negeri. Juga
menyatakan bahwa perkembangan perekonomian secara global tidak
langsung mempengaruhi dengan pemahaman kita tentang apa dan
bagaimana FDI serta variabel apa yang mempengaruhinya. Hal ini
didasarkan bahwa dinamisasi perekonomian akan tetap berjalan seiring
dengan perkembangan yang ada. Teori FDI berdasarkan studi empiris
yang pernah dilakukan beberapa negara telah memunculkan beberapa
pendekatan baru dalam pemahaman (Foreign Direct Investmen / FDI)
Perkembangan perekonomian global sebagai dampak dari
liberalisme, privatisasi dan teknologi, penurunan biaya transportasi,
telekomunikasi, mobilitas modal dan pertumbuhan integrasi keuangan
mendorong terjadinya pertumbuhan positif FDI di dunia.
Perusahaan-perusahaan asing ikut berperan dalam medorong perkembangan tersebut.
Strategi pembangunan ekonomi uang menekankan pada
pembangunan sektor industri menjadi pilihan di Indonesia untuk
mengejar ketinggalan. Perubahan sumber devisa dan sumber
pertumbuhan ekonomi nasional dari sektor ekstraktif ke sektor industri
manufaktur telah mendorong terjadinya perubahan struktur industri
nasional. Arah kebijakan industrialisasi nasional juga mengalami
perubahan meskipun awalnya dimaksudkan merembak struktur ekonomi
2.2.3.2 Bentuk-Bentuk Penanaman Modal Asing
PMA atau investasi luar negeri dapat dibentuk :
a. Investasi Langsung, yaitu investasi yang lansung mempunyai
usaha dan modal kita tersebut ditanamkan.
b. Investasi Protofolio, yaitu investasi dalam bentuk pinjaman jangka
panjang dengan membeli saham-saham perusahaan di negara
sedang berkembang. (Irawan dan Suparmoko, 2002 : 432)
2.2.4. Kurs Valuta Asing
2.2.4.1 Pengertian Kurs Valuta Asing
Kurs valas adalah nilai rupiah yang dinyatakan dalam nilai mata
uang asing tetapi karena nilai rupiah sangat rendah maka sering
dinyatakan dengan setiap satu unit mata uang asing berapa nilainya
dalam rupiah. (Suparmoko, 2000 : 363)
Menurut Hady (2001 : 15), valuta asing atau foreign exchange
atau foreign curency diartikan sebagai mata uang asing dan alat
pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai
transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang mempunyai catatan
krus resmi pada bank sentral.
Kurs Valas adalah nilai tukar yang dipakai untuk transaksi valuta
asing yang diberikan baik antar negara maupun dalan suatu negara. Nilai
disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi dan faktor
politik. (Kasmir, 2003 : 228)
Definisi dari kurs valuta asing adalah harga atau nilai mata uang
suatu negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Atau
dapat diartikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu
banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata
uang asing. (Sukirno, 2004 : 397)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurs merupakan
perbandingan antara mata uang yang berbeda yang didalamnya terdapat
perbandingan nilai sehingga untuk mendapatkan maka harus
menukarkan mata uang tersebut dengan mata uang negara lain agar
memperoleh satu unit mata uang asing.
2.2.4.2 Sistem Kurs Valuta Asing
Tiga sistem dan kebijaksanaan tentang kurs mata uang asing yaitu :
1. Sistem nilai tukar tetap. (fixed value system).
Dalam sistem dan kebijaksanaan niali tukar tetap, pemerintah atau
otoritas moneter nagara yang bersangkutan turut campur tangan
secara aktif dalam bursa valuta asing dengan membeli atau menjual
mata uang dalam negeri atau valuta asing bilamana kurs mata
uangnya menyimpang dari nilai tertentu dari yang telah ditetapkan,
misalnya jika relatif terdapat kelebihan penawaran rupiah pada
uang rupiah. Hal ini dilakukan dengan menawarkan valuta asing
tersebut dengan kurs tetap tersebut. Sebaliknya, jika terjadi
kelebihan permintaan Rupiah tersebut dengan membeli valuta asing
pada kurs yang telah di tetapkan, oleh karena itu pergeseran dalam
permintaan dan penawaran valuta asing atau mata uang dalam
negeri dapat menyebabkan fluktuasi dalam besarnya dana yang
tersedia, bukan fluktuasi kursnya.
2. Sistem nilai tukar mengambang bebas.
Dalam hal ini nilai tukar suatu mata uang atau valas ditentukan
oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas. Apabila
penentuan kurs valas di bursa valas tersebut terjadi tanpa campur
tangan pemetintah maka disebut sebagai sisten clean float atau
freely floating system atau sistem kurs mengambang murni.
Sebaliknya, apabila pemerintah turut campur tangan mempengaruhi
permintaan dan penawaran terhadap valas di bursa valas maka
disebut sebagai dirty float atau managed float system atau sistem
kurs mengambang terkendali. (Hady,2001 : 42-43)
2.2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Nilai Tukar Mata
Uang
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai mata uang antara
mata uang satu dengan mata uang lainnya atau negara lain:
Barang-barang luar negeri yang dapat dijual dengan harga yang
relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik
maka ekspornya akan berkurang. Dengan demikian perubahan
harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan
perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang
negara tersebut.
2. Kenaikan harga umum (inflasi).
Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan
nilai sesuatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan
oleh efek inflasi sebagai berikut :
a. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih
mahal dari harga di luar negeri. Hal ini menyebabkan
bertambahnya impor. Keadaan ini juga menyebabkan
permintaan atas valuta asing bertambah.
b. Inflasi menyebabkan barang-barang ekspor menjadi mahal,
oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor.
Menyebabkan penawaran atas valuta asing berkurang, maka
harga valuta asing akan bertambah dan berarti harga mata
uang yang mengalami inflasi merosot.
3. Perubahan tingkat suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.
Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan
atas mata uangnya bertambah dan nilai mata uang tersebut juga
4. Pertumbuhan ekonomi.
Apabila pertumbuhan itu disebabkan oleh ekspor maka permintaan
atas mata uang itu bertambah lebih cepat dari penawarannya oleh
karenanya nilai mata uang negara itu naik. (Sukirno, 2004 : 402)
2.2.4.4 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Penanaman Modal Asing
Melemahnya kurs valuta asing (US$) berarti menandakan bahwa
nilai rupiah menguat. Menguatnya nilai rupiah terhadap mata uang asing
akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi sehingga
mendorong lebih banyak dilakukan ekspor. Penigkatan ekspor
menandakan bahwa perekonomian suatu negara tumbuh dan
berkembang. Pada kondisi seperti ini banyak investor yang tertarik untuk
menanamkan modalnya. (Tandelilin, 2001 : 214)
2.2.5. Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur
2.2.5.1 Pengertian Perusahaan Industri Manufaktur
Sektor industri pengolahan adalah mencakup semua perusahaan
atau usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi
barang jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang
yang lebih tinggi nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah
perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri penunjang perakitan
Perusahaan manufaktur didefinisikan sebagai industri yang
mambuat produk dari bahan mentah (raw material) atau komponen
menjadi bahan jadi atau komponen lainnya, dengan menggunakan tenaga
mesin atau tenaga manusia, yang dilakukan secara sistematis dangan cara
pembagian pakarjaan. (Sinambela, 2008 : 2)
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa industri
manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaaan industri
pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan dengan tangan
sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang
nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih
dekat kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah kegiatan jasa industri
dan pekerjaan perakitan.
2.2.5.2 Karakteristik Umum Perusahaan Industri Manufaktur
Apapun hasil produknya, dari definisi diatas dapat ditarik
karakteristik umum perusahaan manufaktur sebagai barikut :
a. Mengubah satu bentuk bahan menjadi bentuk produk lainnya,
baik berupa komponen yang kemudian diserahkan ke pihak
manufaktur lain untuk dirakit, ataupun produk jadi yang siap
b. Proses tersebut melibatkan panggunaan mesin dan tenaga manusia,
dan dilakukan secara bertahap sehingga diperlukan perencanaan
dan pengendalian agar diperoleh hasil yang optimal.
c. Bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan oleh
manufaktur tersebut harus dikelola dengan optimal agar
prosesnya menjadi lebih efisien. (Sinambela, 2008 : 3)
2.2.5.3 Klasifikasi Umum Perusahaan Industri Manufaktur
Adapun klasifikasi industri manufaktur/pengolahan adalah
sebagai berikut :
a. Industri makanan, minuman dan tembakau
b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
c. Industri kayu dan sejenisnya
d. Industri kertas, percetakan dan penerbitan
e. Industri kimia, minyak bumi, karet dan plastik
f. Industri barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan
batu bara
g. Industri logam dasar
h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatan
2.2.5.4 Hubungan Jumlah Perusahaan Industri Manufaktur dengan
Penanaman Modal Asing
Industri manufaktur merupakan salah satu industri pengolahan
yang terus dikembangkan karena peranannya dalam menciptakan
produksi sektor dan penampung tenaga kerja, pada umumnya menjadi
bertambah besar. Industri manufaktur akan dapat menampung tenaga
kerja lebih banyak sehingga akan meningkatkan proses produksi dan
menghasilkan keuntungan lebih besar bagi pengusaha, sejalan dengan
hal itu akan menunjang dalam pengembangan iklim usaha dan investasi.
(Dumairy, 1997 : 225)
2.2.6. Inflasi
2.2.6.1 Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat
penting dan ditemukan hampir di semua Negara, dapat juga diartikan
sebagai salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering kambuh dan
harus berupaya untuk dikendalikan. Inflasi dimaksudkan keadaan
dimana senantiasa terjadi peningkatan harga-harga pada umumnya, atau
suatu keadaan dimana terjadinya turunnya nilai uang. Kemudian
menurut Boediono yang dimaksud dengan inflasi itu adalah
“Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara
Inflasi dapat didefinisikan sebagai proses kenaikan harga – harga
yang berlaku dalam suatu perekonomian. (Sukirno, 2002 : 15)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah proses
kenaikan harga -harga umum barang-barang secara terus menerus, ini
tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan
presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah
bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum secara terus
menerus selama satu periode tertentu.
2.2.6.2 Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan dalam beberapa macam penggolongan
antara lain: (Boediono, 2001: 156-159)
a. Penggolongan Inflasi menurut parah tidaknya inflasi :
1. Inflasi Ringan
Adalah laju inflasi di bawah 10% setahun.
2. Inflasi Sedang
Adalah laju inflasi antara 10%-30% setahun.
3. Inflasi Berat
Adalah laju inflasi antara 30%-100% setahun.
4. Hiperinflasi
b. Penggolongan inflasi menurut asal dari inflasi :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena adanya deficit anggaran
belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen
yang gagal dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di
luar negeri atau kenaikan harga langganan berdagang,
kenaikan harga yang kita impor mengakibatkan adanya
kenaikan indeks biaya hidup, karena sebagian dari
barang-barang yang tercakup didalamnya berasal dari i)mpor, selain
itu juga secara tidak langsung akan menaikkan indeks harga
melalui kenaikan biaya produksi atas bahan mentahnya yang
harus di impor.
c. Penggolongan inflasi menurut mekanisme timbulnya inflasi :
Menu rut Sukirno (2004 : 333), teori kuantitas membedakan
sumber terjadinya inflasi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation)
Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan
berbagai barang bertambah terlalu kuat yang mengakibatkan
Gambar 1. Demand Pull Inflation
Sumber : Sukirno. 2004, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. : 334
Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai
pada P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada
perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva
penawaran S. Kurva permintaan bergeser keluar D2
penggeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan
pengeluaran permintaan.
Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil
(dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka
inilah yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan
permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva
permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan
2. Inflasi dorongan penawaran (cost push inflation)
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, biasanya
ditandai dengan kenaikan harga barang serta turunnya
produksi. Misalnya kenaikan harga barang baku yang
didatangkan dari luar negeri dan kenaikan harga BBM.
Gambar 2. Cost Push Inflation
Sumber : Sukirno. 2004, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. : 335
Pada gambar diatas telah disajikan kurva penawaran
S1 ke S2, harga tertentu naik dan menyebabkan inflasi
dorongan biaya. Naiknya harga dan turunnya output sering
[image:50.612.188.484.254.521.2]2.2.6.3 Dampak Inflasi
Dampak yang timbul akibat inflasi adalah :
1. Kenaikan harga-harga menimbulkan dampak terhadap
perdagangan. Kenaikan harga barang tersebut menyebabkan
barang-barang negara itu tidak dapat bersaing di pasar
internasional. Inflasi menyebabkan ekspor menjadi menurun dan
diikuti pula oleh impor yang bertambah, menyebabkan
ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing.
2. Biaya yang terus-menerus naik akan menyebabkan kegiatan
produksi menjadi tidak menguntungkan.
3. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang
berpendapatan tetap.
4. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
(Sukirno, 2004 : 339)
2.2.6.4 Cara Mengatasi Inflasi
Menurut Sukirno (2004 : 340), cara mengatasi inflasi dapat
dilakukan melalui beberapa kebijaksanaan antara lain :
a. Kebijakan Moneter
Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui jumlah uang yang
beredar. Uang diatur oleh bank sentral melalui cadangan minimum
yang dinaikkan agar jumlah uang menjadi lebih kecil sehingga
b. Kebijakan Fiskal
Menyangkut pengaturan tentang pemerintah serta perpajakan yang
secara langsung dapat mempengaruhi harga kebijaksanaan fiskal
yang berupa pengurangan, pengeluaran pemerintah serta kenaikan
pajak akan dapat mengurangi permintaan total sehingga inflasi
dapat ditekan.
c. Kebijakan segi penawaran
Pemerintah melakukan langkah-langkah yang menurunkan biaya
produksi perusahaan-perusahaan. Misalnya dengan mengurangi
pajak ke atas bahan mentah atau menetapkan harga barang mentah.
Inflasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perekonomian
suatu Negara. Agar inflasi dapat digunakan sebagai satu tolak ukur
perekonomian secara umum, karena angka inflasi ini mencerminkan
kondisi stabilitas perekonomian suatu Negara. Angka laju inflasi yang
tinggi menunjukkan bahwa suatu perekonomian mengalami gangguan,
baik berupa ekspor yang menurun karena turunnya daya saing,
menurunnya tabungan dan investasi maupun gangguan-gangguan
lainnya. Pada saat tingkat inflasi tinggi, maka kondisi perekonomian
menjadi lesu. Hal ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap
kegairahan usaha diberbagai bidang. Pelaksanaan investasi menjadi
terlambat, sehingga produksi nasional akan menurun. Menurunnya
bahwa perkembangan ekonomi suatu Negara tersebut mengalami
penurunan. Oleh karena itu, pada saat tingkat inflasi tinggi, maka
pemerintah harus cepat tanggap dalam menentukan kebijakan dalam
pengendalian tingkat inflasi. (Sukirno, 2004 : 345-352)
2.2.6.5 Hubungan Inflasi dengan Penanaman Modal Asing
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga
produk secara keselurhan. Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan
kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi
ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas
penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami
kenaikan. Inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan
rill yang diperoleh investor asing dari investasinya. Sebaliknya, jika
tingkat inflasi mengalami penurunan, maka hal ini merupakan sinyal
positif bagi investor untuk dapat menigkatkan pendapatan rill yang
diperolehnya dari hasil investasi yang telah dilakukan. (Tandelilin, 2001
2.2.7. Pendapatan Daerah Regional Bruto (PRDB)
2.2.7.1 Pengertian PDRB
Produk Domestik Regional Bruto mengalami peningkatan
cenderung akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang akan diserap
apabila upah tenaga kerja tinggi. Maka hal ini secara tidak langsung akan
menaikkan pendapatan perkapita masyarakat, sehingga masyarakat akan
mampu membayar pajak daerah dan hal ini dapat menambah pendapatan
asli daerah (Mankiw, 2003)
Produk Domestik Regional Bruto adalah total produksi barang dan
jasa yang di produksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu
satu tahun (Anonim, 2002 : 21)
Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah atau
jumlah nilai barang atau jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam satu daerah pada satu tahun.
Sering disebutkan bahwa besaran Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dapat dihitung melalui pengukuran arus sirkular (circuler flow)
dan pengukurannya dapat dibedakan menjadi tiga (3) cara : metode total
pengeluaran (the total output method), metode pengeluaran atas keluaran
(the spending on output method), dan metode pendapatan dari produksi
(the income from production method). Penggunaan PDRB dibedakan
menjadi 6 katagori, yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga (C1),
pengeluaran konsumsi pemerintah (G), pembentukan modal tetap
domestik bruto (I1), perubahan stok (I2) dan impor barang dan jasa
(X-M). Umumnya penjumlahan C1 dan C2 ditulis (C = C1+C2) dan
penjumlahan I1 dan I2 ditulis (I = I1+I2) sehingga Produk Domestik
Regional Bruto, menurut penggunaan digunakan rumus :
(
PDRB = C + G + I + (X-M))
...(Sukirno, 2002)Secara populer pendekatan penghitungan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) dengan metode pertama yang dikenal sebutan
metode pendekatan produksi, yang kedua dengan pendekatan
pengeluaran dan yang terakhir dikenal dengan pendekatan pendapatan.
Dalam kondisi ketersediaan data mentah di Indonesia yang belum terlalu
rinci, pendekatan yang terahkir yang belum dapat diterapkan, baik di
Gresik maupun dalam lingkup nasional.
Mengawali penjelasan mengenai konsep dan definisi, berikut ini
dijelaskan mengenai beberapa istilah yang berhubungan dengan
perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu :
a. Output
Output adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam
suatu periode waktu tertentu. Pada dasarnya nilai output = O ,
diperoleh dari perkalian kuantum produksi (quantum = q) dan
harganya (price = p). Dengan demikian besaran output dapat
diperoleh denga rumus :
b. Biaya Antara
Biaya antara merupakan nilai barang dan jasa yang
digunakan sebagai bahan untuk memproduksi output dan terdiri
dari barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan dalam
proses oleh unit-unit produksi dalam domestik tertentu dalam
rentang waktu tertentu (biasanya satu tahun).
c. Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto (NTB) merupakan pengurangan dari
nilai output dengan biaya antaranya atau apabila dirumuskan
menjadi NTB = output – biaya antara.
Pengertian nilai tambah bruto sangat penting untuk memahami
apa yang dimaksud dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
yang tidak lain adalah penjumlahan dari seluruh besaran nilai tambah
bruto dari seluruh unit produksi yang berada pada region tertentu dalam
rentang waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Dengan demikian harus dipahami total ouput dalam suatu
wilayah merupakan penjumlahandari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB)
dari seluruh proses produksi. Mengapa total output merupakan
penjumlahan dari seluruh total output?, Hal ini disebabkan karena ada
inter-relasi antara satu proses produksi dengan produksi yang lainnya.
Oleh karena itu apabila dijumlahkan seluruh output dari semua proses
Jelaslah bahwa yang dijumlahkan bukannya output melainkan
Nilai Tambah Bruto (NTB). Secara teknis Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) merupakan penjumlahan dari seluruh net output
(Anonim, 2002 : 25)
2.2.7.2 Pendekatan Penghitungan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
Cara penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
menurut Badan Pusat Statistik (2002) dapat diperoleh melalui tiga
pendekatan yaitu:
a. Pendekatan produksi, Produk Domestik Regional adalah jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi disuatu willayah dalam jangka waktu tertentu (satu
tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya
dikelompokkan menjadi sembilan sektor atau lapangan usaha,
yaitu:
1) Pertanian
2) Pertambangan dan penggalian
3) Industri dan pengolahan
4) Listrik, gas dan air bersih
5) Bangunan
6) Perdagangan, hotel dan restauran
8) Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9) Jasa-jasa
b. Pendekatan pengeluaran, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) adalah penjumlahan komponen permintaan akhir, yaitu:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga
swasta yang tidak mencari untung
2) Konsumsi pemerintah
3) Pembentukan modal tetap domestik bruto
4) Perubahan stok
5) Ekspor netto dalam jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun) ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor
c. Pendekatan pendapatan, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah
dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan
keuntungan. Semua hitungan tersebut akan dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. (Anonim, 2002 : 25)
2.2.7.3 Cara penyajian dan Angka indeks
Menurut Badan Pusat Statistik (2002) Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) seperti telah diuraikan secara berkala dapat disajikan
dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga
a. Pada penyajian atas dasar harga berlaku, semua agregat
pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada
masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara
maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen
pengeluaran produk domestik regional bruto.
b. Pada penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar, semua
agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada
tahun dasar. Karena menggunakan harga konstan (tetap), maka
perkembangan agregat dari tahun ketahun semata-mata
disebabkan oleh perkembangan riil dari kuantum produksi tanpa
mengandung fluktuasi harga (inflasi/deflasi), (Anonim, 2002 : 26)
2.2.7.4 Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dengan Penanaman
Modal Asing
Menurut Badan Pusat Statistik (2002) definisi Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) adalah total produksi barang dan jasa yang
diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu,
yaitu satu (1) tahun. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh nyata
terhadap investasi. Kenaikan Produk Domestik Regional Bruto yang
berarti kenaikan permintaan agregat rupanya merangsang kalangan
pengusaha untuk melakukan investasi yang lebih besar. (Dumairy,
Perlu disadari bahwa tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan
memperbesar pendapatan masyarakat, selanjutnya pendapatan
masyarakat tinggi akan memperbesar permintaan akan barang dan jasa.
Maka keuntungan perusahan akan bertambah tinggi yang akan
mendorong lebih banyak dilakukannya investasi. Dengan kata lain,
apabila pendapatan nasional bertambah tinggi, maka investasi akan
bertambah tinggi pula. (Sukirno, 2003 : 115 )
2.2.8. Tingkat Suku Bunga Internasional
2.2.8.1 Pengertian Tingkat Suku Bunga Internasional
Suku Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan
uang merupakan jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang
didasarkan perubahan nilai uang dan kemungkinan perubahan kurs. Suku
bunga memainkan peranan penting dalam pasar valuta asing, mengingat
simpanan – simpanan berjumlah yang diperdagangakan di pasar tersebut
menghasilkan bunga. Dalam hal ini tingkat bunganya masing – masing
berlainan sesuai dengan mata uang yang menjadi satuannya.
(Krugman, 1995 : 59)
Tingkat suku bunga adalah keuntungan finansial atas dana atau
keuntungan tahunan atas dana yang dipinjamkan (Samuelson, 2003 :
Suku bunga umumnya ditetapkan per tahun yaitu jumlah bunga
yang harus dibayarkan bila suatu jumlah uang dipinjam untuk satu tahun.
Untuk jangka pendek, tergantung pada jangka waktu pinjaman.
2.2.8.2 Suku Bunga Menurut Definisi LIBOR dan SIBOR
London Interbank Offer Rate (LIBOR) yaitu rate atau tingkat
bunga pinjaman yang berlaku antar bank di London yang dijadikan
patokan atau dasar untuk menentukan tingkat bunga pinjaman pada pasar
uang internasional. Biasanya, jika pinjaman untuk perusahaan atau bank
yang lebih tinggi, misalnya LIBOR +1% atau +1,5% tergantung dari
tingkat resiko dan jangka waktu pinjamannya.
Disamping LIBOR, untuk wilayah Asia dikenal juga SIBOR atau
Singapore Interbank Offer Rate, yaitu tingkat bunga pinjaman yang
berlaku antar bank di Singapura, Sedangkan di Jakarta saat ini mulai
dikenal juga JIBOR atau Jakarta Interbank Offer Rate, Yaitu tingkat
bunga pinjaman antar bank di Jakarta. Jadi dapat di simpulkan bahwa
LIBOR adalah tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di
London yang di jadikan patokan atau dasar untuk menentukan tingkat
bunga pinjaman pada pasar uang internasional, sedangkan untuk wilayah
Asia dikenal dengan SIBOR (Hady, 2001:39)
SIBOR (Singapore Inter Bank Offering Rate) umumnya dipakai
untuk transaksi keuangan internasional dalam mata uang US Dollar di
kaitannya dengan status Singapura yang memiliki ekonomi terbuka serta
memiliki sistem hukum / legal yang lebih maju ketimbang negara lain di
kawasan Asia Tenggara. Dan seperti kita lihat sistem hukum warisan
Inggris ini juga menjadi dominan di pusat keuangan lainnya (alternatif
SIBOR adalah HIBOR (Hong Kong) dan LIBOR (London). Ini aspek
yang penting - karena kepastian hukum dan ekonomi terbuka selalu
berdampingan. Atas hal tersebut pula maka sistem perbankan di
Singapura, Hong Kong, dan London menjadi sangat terkenal dan
akhirnya perbankannya pun memiliki modal / kapital yang kuat. Kapital
yang kuat menjadi penting selain karena alasan scale of economies juga
karena akan lebih kuat menahan guncangan finansial. Alternatif lain
tentu bisa saja pakai LIBOR tetapi kalau memang urusannya
semata – mata di kawasan Asia Tenggara maka menggunakan SIBOR
lebih praktis dalam soal kliring. Untuk JIBOR ya tentunya cuma akan
terkait dengan transaksi dalam mata uang rupiah dan terkait dengan
perbankan Indonesia. (ahliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com/
2.2.8.3 Unsur-Unsur Tingkat Suku Bunga
Suku bunga sangatlah tergantung pada jenis pinjaman atau pemberi
pinjaman yang didasarkan pada:
a. Syarat atau jatuh tempo
Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai
periode sampai dengan satu tahun. Sedangkan surat-surat berharga
berjangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih
tinggi dibandingkan dengan jangka pendek, karena masyarakat ingin
mengorbankan lebih cepat dana-dana mereka hanya jika mereka
dapat meningkatkan hasilnya.
b. Resiko
Adalah pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki
resiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif.
c. Likuiditas
Aset juga dapat dibeda-bedakan atas dasar besar kecilnya
biaya dan kecepatan pemanfaatan oleh pemiliknya.
d. Biaya-biaya administrasi
Waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi
berbagai pinjaman sangatlah berbeda. Beberapa pinjaman ada yang
memerlukan pemeriksaan secara periodik, bahkan ada yang
mengharuskan jaminan atas dibayar secara tepat waktu (Krugman,
2.2.8.4 Keseimbangan Tingkat Suku Bunga
Pada dasarnya suku bunga terbentuk oleh keseimbangan pasar
uang, Yakni: Ms=Md
Keterangan :
Ms=Money Supply (Penawaran Uang)
Md=money Demand (Permintaan Uang)
Penurunan penawaran uang (Ms) mengakibatkan kelebihan
permintaan uang (Md) pada tingkat bunga. Selain itu, kenaikan
penawaran uang pada suatu negara mengakibatkan mata uangnya
mengalami depresiasi dalam pasar valuta asing, sedangkan penurunan
penawaran uang akan mendorong mata uang akan mengalami apresiasi.
(Krugman,1995:103)
Adapun alasan peneliti menggunakan tingkat suku bunga
internasional adalah tingkat suku bunga internasional digunakan untuk
mengidentifikasikan penggunaan ukuran tingkat bunga dan hubungannya
dengan harga sekuritas. Bunga pinjaman pada hakekatnya merupakan
harga atas pengorbanan ekonomis kreditor atas jasa-jasa sejumlah dana
yang dipinjamkan kepada debitur dengan kata lain bahwa bunga
merupakan pencerminan oppurtunity cost bagi kreditor yang oleh karena
itu merupakan suatu hal wajar jika menerima imbal jasa dari debitur.
Oleh karena hal tersebut tingkat suku bunga merupakan faktor yang
biasanya pemodal menginginkan return investment secepatnya, tingkat
hasil dan keuntungan yang diharapkan
2.2.8.5 Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi PMA
Dalam hal memperbincangkan komponen investasi dari permintaan
agregat, suku bunga dianggap sebagai sebuah faktor penting yang
mendeterminasi tingkat investasi sewaktu suku bunga meningkat, maka
tingkat investasi dapat diekspektasi akan menurun, karena kurang begitu
menguntungkan lagi untuk melakukan investasi.
Begitu pula halnya, apabila kredit makin sulit dicapai, situasi mana
biasanya menyertai suku bunga yang lebih tinggi, maka investasi
cenderung menyurut dan sebaliknya.
[image:65.612.169.507.336.647.2]Hubungan tingkat bunga dan investasi
Gambar 3. Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi
Sumber : Sukirno, Sadono, 2004, Pengantar Teori Makro Ekonomi, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, hal : 126.
I
I2 I1
I0 0
r2 r1 r0
Tingkat bunga
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa pada tingkat bunga
sebesar r0. terdapat investasi bernilai I0 yang mempunyai tingkat
pengembalian modal sebanyak r0 atau lebih. Maka pada tingkat bunga
sebanyak r0 investasi yang akan dilakukan perusahaan adalah I0. Apabila
tingkat bunga adalah r1 diperlukan modal sebanyak I1 untuk mewujudkan
investasi yang mempunyai tingkat pengembalian modal r1 atau lebih.
Dengan demikian pada tingkat bunga sebanyak r1 investasi yang akan
dilakukan adalah sebanyak I1 (Sukirno, 2004:126)
Investor akan mempertimbangkan dan membandingkan beban
bunga yang harus dibayarkannya dengan harapan keuntungan yang
akan diperoleh dari investasi yang dilakukannya tersebut. Apabila
tingkat suku bunga tinggi, pengusaha akan menunda pinjaman tersebut
sampai tingkat suku bunganya turun. Maka terdapat hubungan
berkebalikan antara tingkat suku bunga dan investasi, yaitu semakin
tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah keinginan pengusaha
untuk melakukan investasi. Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga