• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Public Private Partnership Dalam Proyek Infrastruktur: Kasus Jalan Tol Tanjung. Morawa – Tebing Tinggi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Public Private Partnership Dalam Proyek Infrastruktur: Kasus Jalan Tol Tanjung. Morawa – Tebing Tinggi."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP

DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR:

KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh

ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh:

EGY RICHARDO SARAGIH

040404092

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, dibutuhkan dana yang sangat besar. Bahkan negara tidak bisa menutupi besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Sehingga negara harus melakukan pinjaman-pinjaman yang menyebabkan hutang negara bertambah. Sejak awal tahun 1980-an telah ada realisasi yang makin bertumbuh dari batasan pendanaan publik untuk pembangunan infrastruktur, dalam negara industri dan negara yang sedang membangun. Disamping masalah keuangan dan efisiensi yang selalu mengarah pada tingginya kebutuhan konsumen, pendanaan publik yang berhubungan secara politik yang mengarah ke pelaksanaan pendanaan yang buruk dan harga yang tidak ekonomis, yang menyebabkan tekanan yang hebat pada anggaran pemerintah.

Pembangunan jalan tol yang awalnya dibiayai oleh Pemerintah, kini sudah tidak memungkinkan lagi. Hal ini disebabkan oleh besarnya rencana pembangunan yang akan dilakukan. Sehingga Pemerintah tidak dapat membiayai seluruh biaya yang diperlukan untuk pembangunan jalan tol. Untuk proyek Jalan Tol Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi memerlukan biaya pembebasan lahan sebesar Rp.436 milyar sedangkan Pemerintah hanya mengalokasikan dana APBN TA. 2010 untuk pembebasan lahan sebesar Rp.20 milyar.

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan bimbingan dan kasih sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Studi Public Private Partnership Dalam Proyek Infrastruktur: Kasus Jalan Tol Tanjung. Morawa – Tebing Tinggi”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil yang telah ditetapkan menurut kurikulum Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya kepada beebagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Muslim Tampubolon, M.Eng, sebagai dosen pembimbing sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST, MT sebagai dosen co-pembimbing sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Ketua Departemen Teknik Sipil Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan 4. Bapak Ir. Teruna Jaya, Msc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan yang berguna dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.

7. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukan yang berguna dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.

8. Seluruh Staf pengajar dan pegawai jurusan yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan maupun dalam proses administrasi.

9. Kedua orang tua ku, Dr. Effendy Saragih dan Novita Purba, saudara-saudaraku tercinta Edo Saragih, Elisabeth Saragih, Edgar Saragih, Dessy Juliana Manis, terima kasih atas semangat, dorongan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis serta doa dan kasih sayang.

10. Sahabat stambuk 2004 dan adik-adik semua stambuk di jurusan Teknik Sipil yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan dukungan, semangat dan masukan yang berguna bagi penulis.

(6)

Akhir kata, penulis berharap semoga dengan adanya Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat-Nya untuk kita semua. Amin.

Medan, Desember 2010 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….………..i

KATA PENGANTAR………..iii

DAFTAR ISI……….………….vi

DAFTAR GAMBAR……….ix

DAFTAR TABEL………...x

DAFTAR GRAFIK………...xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum ………..1

I.2 Latar Belakang……….4

I.3 Tujuan Penelitian……….8

I.4 Pembatasan Masalah………...8

I.5 Tinjauan Pustaka………...8

I.6 Metodologi Penelitian……….9

I.7 Sistematika Penulisan………10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Infrastruktur………...12

II.1.1 Latar Belakang……….……..12

II.2 Public Private Partnership……….13

II.2.1 Pengenalan……….13

(8)

II.2.3 Perkembangan PPP dan Dampaknya terhadap APBN….………..21

II.2.4 Syarat Proyek PPP……….27

II.3 Permasalahan Yang Terjadi Pada Kerjasama PPP……….…...…29

II.3.1 Negara-Negara berkembang………..28

II.3.2 Di Indonesia………..31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Umum……….34

III.2 Teknik Pengumpulan Data……….34

III.3 Tahapan Analisis dalam Penelitian………35

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN IV.1 Peraturan dan Kebijakan Pembiayaan Jalan Tol………37

IV.1.1 Regulasi jalan Tol menurut UU 38/2004 dan PP 15/2005………39

IV.2 Investasi Jalan Tol……….40

IV.2.1 Pengelolaan Jalan Tol………44

IV.3 Kebijakan Investasi Berdasarkan Undang-undang………45

IV.3.1 Prosedur Investasi………..45

IV.3.2 Pengusahaan Jalan Tol………...45

IV.4 Peran Pemerintah dan Swasta dalam Mendanai Pembangunan Jalan Tol………..……46

IV.4.1 Sumber-Sumber Pendanaan Jalan Tol………...47

(9)

IV.4.2 Partisipasi Swasta dalam Pembangunan Jalan

Tol di Indonesia……….…51

IV.4.2.1 PT.Jasa Marga………..………51

IV.4.2.2 PT.Citra Marga Nusaphala Persada Tbk……….………51

IV.4.2.3 PT.Margabumi Matraraya (MBMR) ………..…52

IV.4.2.4 PT.Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JLJ) ………52

IV.5 Kendala-Kendala Dalam Pembiayaan Pembangunan Jalan Tol…………52

IV.5.1 Kendala Pembebasan Lahan………...55

IV.5.2 Kendala Pembiayaan Bank……….56

IV.5.3 Kendala Aspek Resiko………57

IV.6 Upaya Mengatasi Kendala Pendanaan………...59

IV.6.1 Pembebasan Lahan Jalan Tol……….…….60

IV.6.2 Upaya Mengatasi Kendala Pendanaan Pembangunan Jalan Tol……….…64

IV.6.3 Aspek Resiko dalam Pendanaan Pembangunan Jalan Tol……….67

IV.6.4 Peran Pemerintah dalam Mengatasi Kendala Pendanaan………..68

IV.7 Implementasi dalam Kasus Jalan Tol Tanjung Morawa- Tebing Tinggi………69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan………74

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Skema kemitraan Public Private Partnerships Gambar.II.2 Proses Pemilihan Investor Jalan Tol

Gambar III.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian

Gambar.IV.1 Peta Rencana Jaringan Jalan Tol Ruas Medan - Kuala Namu - Tebing Tinggi

Gambar IV.2 Kesepakatan Pemerintah Dan Swasta Terhadap Investasi Gambar IV.3 Data Proyek Jalan Tol Medan – Kuala Namu – Tebing Tinggi

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Kebutuhan Biaya Lahan Jalan Tol Medan - Kuala Namu - Tebing Tinggi

Tabel IV.2 Persentase Kepemilikan Lahan Jalan Tol Medan – Kuala Namu - Tebing Tinggi

(12)

DAFTAR GRAFIK

(13)

ABSTRAK

Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, dibutuhkan dana yang sangat besar. Bahkan negara tidak bisa menutupi besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Sehingga negara harus melakukan pinjaman-pinjaman yang menyebabkan hutang negara bertambah. Sejak awal tahun 1980-an telah ada realisasi yang makin bertumbuh dari batasan pendanaan publik untuk pembangunan infrastruktur, dalam negara industri dan negara yang sedang membangun. Disamping masalah keuangan dan efisiensi yang selalu mengarah pada tingginya kebutuhan konsumen, pendanaan publik yang berhubungan secara politik yang mengarah ke pelaksanaan pendanaan yang buruk dan harga yang tidak ekonomis, yang menyebabkan tekanan yang hebat pada anggaran pemerintah.

Pembangunan jalan tol yang awalnya dibiayai oleh Pemerintah, kini sudah tidak memungkinkan lagi. Hal ini disebabkan oleh besarnya rencana pembangunan yang akan dilakukan. Sehingga Pemerintah tidak dapat membiayai seluruh biaya yang diperlukan untuk pembangunan jalan tol. Untuk proyek Jalan Tol Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi memerlukan biaya pembebasan lahan sebesar Rp.436 milyar sedangkan Pemerintah hanya mengalokasikan dana APBN TA. 2010 untuk pembebasan lahan sebesar Rp.20 milyar.

(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Umum

Infrastruktur berperan penting, tidak hanya sebagai penunjang ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari penyediaan pelayanan dasar yang diperlukan dalam rangka mencapai standar minimum hidup masyarakat, meningkatkan daya saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

(16)

kawasan perkotaan. Untuk kelancaran pembangunan tersebut, perlu juga dilakukan pembangunan telematika. Sasaran pembangunan telematika adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dan industri dalam negeri dalam pemanfaatan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi beserta aplikasinya. Mengembangkan sistem informasi statistik, sistem informasi geografis, diseminasi informasi statistik dan sistem informasi manajemen guna mendukung kelancaran penyelenggaraan statistik dasar dan memenuhi kebutuhan informasi dan data statistik bagi pemerintah maupun masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.

Untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkan dengan 5 (lima) prioritas utama dan arah kebijakan sebagai berikut :

1. Peningkatan dan percepatan pembangunan prasarana dan sarana transportasi darat, laut dan udara.

2. Peningkatan dan percepatan pembangunan sumber daya air dan energi.

3. Percepatan pembangunan kawasan tertinggal dan perbatasan. 4. Pengendalian dan pemanfaatan tata ruang.

5. Penyempurnaan dan pengembangan statistik secara relatif.(8)

(17)

telah menyalip Indonesia (2). Krisis tersebut membuat pembangunan infrastruktur menjadi terbengkalai. Pada 2002, perhatian pada pembangunan infrastruktur mulai meningkat, ditandai dengan meningkatnya anggaran secara nominal untuk infrastruktur setiap tahun. Namun masih sangat jauh dari memadai.

Secara umum, perkembangan infrastruktur kita, dinilai jalan di tempat dan tidak mampu mengejar pertumbuhan ekonomi serta kemajuan di negara lain. Dalam Global Competitiveness Report 2008-2009, Indonesia berada di urutan ke-86 dari 134 negara. Tertinggal dibandingkan Malaysia (23), Thailand (29), China (47), India (72), Sri Lanka (65) dan Pakistan (85) (2). Kondisi infrastruktur secara umum diperkirakan belum akan banyak berubah, kendati beberapa langkah terobosan sudah ditempuh. Diperkirakan listrik merupakan infrastruktur yang akan lebih dulu pulih disusul dengan jalan raya, terutama jalan tol, tetapi yang lain masih jauh tertinggal dengan negara lain. Telekomunikasi mungkin yang paling mapan karena ditolong oleh teknologi seluler. Gambaran lebih buruk terlihat pada infrastruktur yang terkait pada masyarakat, seperti pengairan, sanitasi, air bersih, dan angkutan umum massal, yang semestinya menjadi prioritas.

(18)

administrasinya. Tidak ada usaha yang dibuat untuk mengembangkan fasilitas infrastruktur sosial dimana tujuan primernya memenuhi kebutuhan masyarakat. Setelah akhir perang dunia kedua, banyak negara ini memperoleh kemerdekaan, terjadi peningkatan dalam permintaan untuk fasilitas infrastruktur. Maka metode yang sering digunakan dalam melakukan pendanaan publik untuk infrastruktur pada saat itu untuk mengantisipasi tingginya biaya pengembangan fasilitas infrastruktur, adalah membentuk organisasi yang baru untuk bertanggung-jawab dalam pengembangan infrastruktur.

Tidak baiknya kondisi pasar modal di negara-negara ini juga mengartikan bahwa pendanaan swasta bukan sebuah pilihan. Pemerintah di negara-negara yang sedang membangun bertumpu pada ukuran fiskal (pajak dan non pajak) dan pendanaan eksternal, melalui bantuan pembangunan resmi, untuk mendanai proyek ini. (1).

I.2 Latar Belakang

Untuk memajukan tingkat ekonomi, maka harus diiringi dengan kemajuan infrastruktur. Karena setiap faktor yang berfungsi memajukan ekonomi itu sendiri sangat bergantung kepada berbagai infrastruktur itu sendiri. Sebagai contoh, listrik merupakan infrastruktur yang memegang peranan yang sangat penting dalam berbagai kegiatan ekonomi. Bagaimana ekonomi dapat meningkat apabila kegiatan ekonomi itu sendiri selalu terganggu karena kurang baiknya kondisi listrik sebagai fasilitas infrastruktur.

(19)

dikeluarkan. Sehingga negara harus melakukan pinjaman-pinjaman yang menyebabkan hutang negara bertambah. Sejak awal tahun 1980-an telah ada realisasi yang makin bertumbuh dari batasan pendanaan publik untuk pembangunan infrastruktur, dalam negara industri dan negara yang sedang membangun. Disamping masalah keuangan dan efisiensi yang selalu mengarah pada tingginya kebutuhan konsumen, pendanaan publik yang berhubungan secara politik yang mengarah ke pelaksanaan pendanaan yang buruk dan harga yang tidak ekonomis, yang menyebabkan tekanan yang hebat pada anggaran pemerintah.

Dengan dibangunnya bandara Kuala Namu yang merupakan bandara Internasional maka sudah semestinya didukung oleh prasarana yang baik. Dengan itu dilaksanakan pembangunan-pembangunan infrastruktur. Salah satunya adalah rencana proyek yang menjadi studi kasus tugas akhir ini yaitu jalan tol Tg.Morawa-Tebing Tinggi, yang termasuk dalam Proyek Jalan Tol Medan – Kuala Namu – Tebing Tinggi.

(20)

Oleh karena itu dicari metode lain untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut. Dalam tugas akhir ini dibahas metode pembiayaan Public Private Partnership. Menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program, definisi PPP adalah ”an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which : (a) private party undertakes government function for specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party” (3) atau persetujuan atau kontrak, antara suatu kesatuan publik dan perusahaan swasta, dimana perusahaan swasta menganbil alih fungsi pemerintah untuk jangka waktu tertentu dan pihak swasta diberikan dukungan untuk melakukan fungsi tersebut, secara langsung ataupun tidak langsung, pihak swasta bertanggung-jawab atas resiko melakukan fungsi tersebut dan fasilitas publik, tanah dan fasilitas lainnya dapat dipindahkan atau dibuat menjadi berfungsi untuk perusahaan swasta tersebut. Hal itu menguntungkan karena konsepnya secara bertahap berkembang sebagai teknik pendanaan yang spesifik dimana pinjaman proyek hanya melihat arus kas dan pendapatan proyek sebagai sumber dana untuk pembayaran investasinya, dan bukan pinjaman kredit dari badan sponsor. Hal ini membuka sejumlah peluang untuk mendanai proyek-proyek dengan kebutuhan dana yang sangat besar.

(21)

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, ekonomi dan non ekonomi, iklim investasi di Indonesia haruslah diakui sangat potensial, namun juga rentan. Beberapa faktor penunjang, seperti penyediaan infrastruktur melalui model public private partnership, mencari sumber pembiayaan selain pinjaman, kebijakan stabilisasi yang konsisten dan menumbuhkan kepercayaan, baik dari masyarakat maupun investor swasta asing dan domestik sangat dibutuhkan. (6).

Langkah pertama yang dilakukan dalam proyek pembiayaan ini adalah dengan mendirikan Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu sebuah badan atau entitas yang berbeda, terpisah dari penyelenggara, dan mendapat konsesi dari pemerintah. (5). Dengan demikian proyek tidak berpengaruh terhadap keseimbangan penyelenggara atau pinjaman kredit dari sponsor. Hubungan antara beberapa pihak dalam pendanaan proyek dibentuk melalui berbagai rangkaian kontraktual.

(22)

Berbeda dengan daftar proyek yang diusulkan dalam Indonesia Infrastructure Summit 2006 dan 2007, proyek yang ditawarkan melalui buku PPP dibagi atas tiga kategori. Pertama, proyek yang siap ditawarkan. Kedua, proyek prioritas. Ketiga proyek potensial. Jenis pertama merupakan proyek yang paling matang persiapannya. Proyek kategori prioritas merupakan proyek yang sudah punya studi kelayakan, tergolong layak secara hukum, teknis, maupun keuangannya. Sementara proyek yang tergolong potensial antara lain proyek yang sudah terkonfirmasi kebutuhannya, baik di tingkat lokal maupun nasional dan lokasi diketahui. (4).

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui potensi penerapan Public Private Partnership

(PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam proyek

jalan tol.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor kendala yang mempengaruhi

pembiayaan infrastruktur model Public Private Partnership.

3. Untuk berupaya mendapatkan penyelesaian atas kendala-kendala yang

ada dalam pelaksanaan pembiayaan infrastruktur model Public

Private Partnership

I.4 Pembatasan Masalah

(23)

2. Pembahasan dikhususkan pada pembiayaan infrastruktur pada proyek tersebut.

I.5 Tinjauan Pustaka

Terminologi ”Public-Private Partnerships” sendiri dalam dua tahun terakhir ini memang terasa cukup akrab bagi kita yang memang berhubungan dalam dunia fiskal. Istilah ini mengemuka saat kapasitas fiskal pemerintah dalam penyediaan infrastruktur bagi publik sangat terbatas jumlahnya. Di sisi lain kuantitas dan kualitas tingkat kerusakan infrastruktur yang ada terus meningkat. Tulisan ini akan mencoba membahas sekitar definisi dan gambaran umum pelaksanaan PPP.

(24)

I.6 Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Studi literatur yakni pengumpulan data-data yang berhubungan dengan tugas akhir ini yang bersumberkan buku-buku serta referensi lainnya sebagai pendekatan teori maupun sebagai perbandingan untuk mengkaji penelitian ini.

2. Pengambilan data diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum, Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Utara, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)

I.7 Sistematika Penulisan

Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu. Metode dan prosedur pelaksanaannya secara garis besar adalah sebagai berikut.

BAB.I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian ini, ruang lingkup pembahasan dan sistematika penulisan.

BAB.II TINJAUAN PUSTAKA

(25)

BAB.III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang pendiskripsian dan langkah – langkah kerja yang akan dilakukan dengan cara memperoleh data – data yang relevan dengan penelitian ini.

BAB.IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang penerapan pendanaan jalan tol di Indonesia, yang menguraikan tentang peraturan dan kebijakan pendanaan jalan tol dengan metode

Public Private Partnership dan kebijakan investasi berdasarkan Undang-undang

Nomor 38 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13

Tahun 2010.

BAB.V KESIMPULAN DAN SARAN

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Infrastruktur

Infrastruktur merupakan prasarana publik paling primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah. Keberadaan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan, sehingga pada tahap awal pembangunan disuatu negara hal tersebut akan dipikul sepenuhnya oleh Pemerintah, yaitu dari APBN murni.

Pada saat itupun infrastruktur masih bersifat sebagai pure public good, dengan dua ciri pokok yaitu non-rivalry (masyarakat pengguna tidak saling bersaing) dan non-excludable (siapapun dapat menggunakannya, tidak hanya sekelompok masyarakat tertentu). Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi semi public good (sudah mulai bersaing). Data empiris menunjukkan hubungan yang kuat antara ketersediaan infrastruktur dasar dengan pendapatan per kapita masyarakat di berbagai negara. Dan permintaan terhadap pelayanan infrastruktur akan meningkat pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Permasalahannya justru peningkatan permintaan ″diimbangi″ dengan penurunan kemampuan Pemerintah.

(27)

mampuan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang dapat mengakibatkan banyaknya kerugian antara lain :

1. kemacetan lalu lintas 2. polusi lingkungan 3. ketidaknyamanan hidup 4. persaingan usaha, dll

Yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan fisik kawasan perkotaan. Pertumbuhan perekonomian yang cepat akan membawa ketersediaan prasarana dan sarana perkotaan yang diperlukan.

II.1.1 Infrastruktur Jalan Tol

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol, disebutkan bahwa jalan tol

adalah jalan umum yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dan dengan

status sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol, serta

wewenang penyelenggaraan jalan tol ada pada Pemerintah.

Dalam pembangunan infrastruktur jalan tol terdapat beberapa pos biaya

(pengeluaran) yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah. Secara garis besar yaitu:

1. Biaya material, meliputi harga material dan biaya pemindahannya ke

lokasi pekerjaan. Harga material tersebut dipengaruhi oleh jenis bahan dan

fluktuasi harga pembelian.

2. Biaya peralatan meliputi:

a. Biaya pemilikan yang dibedakan atas tiga hal, yaitu akibat membeli,

(28)

biaya bunga modal, pajak, asuransi, biaya penyimpanan, biaya

perbaikan alat, dan depresiasi.

b. Sedangkan dalam biaya konstruksi bangunan yaitu biaya operasional

terdiri atas biaya operator, bahan bakar, pelumas dan fitter, perbaikan

ringan, penyetelan ringan, dan pemeliharaan, serta biaya perbaikan

dan penggantian ban.

3. Biaya upah tenaga kerja dapat tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis

tenaga kerja, waktu kerja, lokasi pekerjaan, persaingan tenaga kerja,

kepadatan penduduk, tenaga kerja pinjaman dan pendatang, dan fluktuasi

upah tenaga kerja.

4. Overhead Cost

II.2 Public Private Partnership

II.2.1 Pengenalan

(29)

(KPS) dilakukan, di mana prinsip-prinsip fungsi perusahaan swasta diimplementasikan dalam administrasi publik.

Kemitraan Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public Private Partnership atau disingkat PPP atau P3 adalah suatu perjanjian kontrak antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta) dikerjasamakan dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melakukan kerjasama ini risiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta.

PPP merupakan kemitraan Pemerintah - Swasta yang melibatkan investasi yang besar/ padat modal dimana sektor swasta membiayai, membangun, dan mengelola prasarana dan sarana, sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan, dalam hal ini tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.

Pemerintah

Masyarakat

Badan

(30)

Gambar II.1 Skema kemitraan Public Private Partnerships

Ada banyak definisi PPP mulai dari pembukaan hubungan kegiatan umum negara dengan kompetisi sektor swasta melalui kerjasama antara publik dan sektor swasta untuk usaha investasi dalam pengadaan infrastruktur, contohnya jalan tol. Dalam kerjasama tersebut melibatkan perusahaan swasta untuk tujuan tertentu, sedangkan risiko ditanggung bersama-sama. Singkatnya, fitur kunci dari PPP dapat dicirikan sebagai kemitraan antara sektor publik dan swasta yang biasanya melibatkan sektor swasta untuk melakukan investasi proyek-proyek yang secara telah dilaksanakan dan dimiliki oleh sektor publik.

Tujuan partisipasi sektor swasta dibidang infrastruktur adalah :

1. Mencari modal swasta untuk menjembatani modal pembiayaan yang besar dibutuhkan investasi infrastruktur pelayanan umum

2. Memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan sarana pelayanan 3. Mengimpor alih teknologi

4. Memperluas dan mengembangkan layanan bagi pelanggan 5. Meningkatkan efisiensi operasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama antara Pemerintah dan Swasta antara lain adalah :

1. Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan tugas, hak, kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan. 2. Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat

(31)

3. Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah, DPRD, masyarakat, karyawan dll.

4. Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten. 5. Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik

tingkat Pusat, Propinsi ataupun Daerah (Kabupaten/ Kota).

6. Kriteria persyaratan lelang/ negoisasi yang jelas, transparan dan konsisten.

7. Struktur dan tugas Tim Negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam penguasaan materi bidang Hukum, Teknis dan Keuangan. (13)

Dalam pemenuhan infrastruktur atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang cukup besar dan pengembalian investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, manajemen operasionalnya juga membutuhkan cost yang tinggi. Permasalahan inilah yang menjadi kendala bagi kebanyakan negara-negara berkembang dalam pemenuhan infrastruktur.

(32)

utilitas umum perlu dikendalikan oleh Pemerintah, maka rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu diatur agar tidak merugikan kedua belah pihak, serta tidak mengurangi hak-hak penguasaan Pemerintah dalam penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang banyak.

Public-private partnership dapat digambarkan pada sebuah spektrum dan kemungkinan hubungan-hubungan antara publik dan sektor swasta untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan yang dapat diperoleh pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan pada ilmu teknologi, kemampuan pada pengaturan efisiensi, semangat kewirausahaan, yang dikombinasikan dengan tanggung jawab sosial, kepedulian pada lingkungan, dan pengetahuan dan budaya lokal.

Kerjasama seperti itu sudah banyak diimplementasikan di berbagai negara berkembang, terutama di proyek-proyek infrastruktur, antara lain Tate’s Cairn Tunnel di Hongkong, Jalan Tol di China dan Indonesia, Airport, Railway, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri pola kerjasama seperti ini sudah banyak diterapkan, antara lain Power Plant Paiton dan jalan tol, yang merupakan kerjasama antara PT Jasa Marga sebagai instansi yang ditunjuk Pemerintah sebagai regulator jalan tol di Indonesia dengan investor. Total 31.24% dari ruas jalan tol yang sudah dioperasikan di Indonesia ini menerapkan kerjasama Public Private Partnership.

(33)

Initiative (PFI) di Inggris (United Kingdom), dimana terdapat penghematan sebanyak 15% bila dibandingkan dengan kontrak traditional. Contoh lainnya adalah income yang kontinyu didapat selama periode konsesi pada sektor jalan tol di Indonesia (14).

Namun di sisi lainnya, berbagai masalah/kendala terjadi selama pelaksanaan kerjasama dengan pola ini. Salah satu masalah yang terjadi adalah kebijakan Pemerintah yang kurang kondusif atau kekuatan oposisi Pemerintah yang terlalu mendominasi. Kendala lainnya dapat berupa kondisi politik yang tidak stabil. Sebenarnya masalah-masalah tersebut wajar terjadi, mengingat banyaknya resiko dan ketidakpastian sepanjang implementasi Public Private Partnership (PPP), banyaknya pihak-pihak/partisipan yang terlibat dalam kerjasama ini, serta tidak banyak pengalaman yang dimiliki oleh negara atau daerah yang menggunakan pola PPP.

(34)

menentukan keberhasilan pada pelaksanaan PPP sehingga dapat menjadi pedoman bagi kontrak PPP selanjutnya.

Pelaksanaan PPP dilakukan diantaranya berdasarkan prinsip: adil, terbuka, transparan, dan bersaing. Dengan adanya pengadaan yang mengedepankan transparansi dan persaingan, manfaat yang dapat diraih adalah :

1. Meningkatkan penerimaan publik terhadap proyek PPP;

2. Mendorong kesanggupan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan tanpa sovereign guarantees;

3. Mengurangi risiko kegagalan proyek;

4. Dapat membantu tertariknya bidders yang sangat berpengalaman dan berkualitas tinggi;

5. Mencegah aparat pemerintah dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

Tujuan pelaksanaan PPP adalah untuk :

1. Mencukupi kebutuhan pendanaaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta;

2. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat;

3. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan infrastruktur serta

(35)

II.2.2 Kebutuhan-kebutuhan PPP (Public Private Partnership)

Kota-kota Metropolitan di Indonesia seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar, Medan dan kota-kota besar lainnya berpandangan sama bagaimana mengatasi masalah terbatasnya penyediaan infrastruktur bagi daerahnya, dengan terbatas pula dari sisi pembiayaan pemerintah daerah.

Hal tersebut tentunya dapat diupayakan secara komprehensif dengan memobilisasi pendekatan pembiayaan investasi dari swasta melalui PPP, yang akan didukung oleh peraturan dan aturan yang ada. Sekalipun nantinya swasta akan memperoleh kesempatan bekerjasama dalam pembangunan infrastruktur yang merupakan utilitas umum perlu dikendalikan oleh Pemerintah, maka rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu diatur agar tidak merugikan kedua belah pihak, serta tidak mengurangi hak-hak penguasaan Pemerintah dalam penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang banyak.

(36)

dalam masa konsesi, hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 1994 karena terbatasnya dana APBN/APBD.

Beberapa contoh alur inisiasi proyek infrastruktur diuraikan berikut ini. Contoh pertama adalah dalam sub-sektor jalan tol, yaitu sebagai berikut :

Gambar.II.2 Proses Pemilihan Investor Jalan Tol

Metode pembiayaan ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu :

a. Dapat mewujudkan beberapa proyek dalam waktu yang lebih singkat.

Dalam kurun waktu tertentu, misalnya 5 tahun, sistem konvensional

hanya dapat menyelesaikan satu proyek, sedangkan dalam sistem PPP

dengan waktu yang sama dapat menyelesaikan lebih dari satu proyek.

(37)

c. Pola kerjasama ini memperkecil risiko jika pengoperasian

sarana/prasarana tidak berjalan baik.

Selain keuntungan, ada juga kerugiannya, yakni :

a. Tidak diberikan secara otomatis, perlu mengikuti proses tender,

penilaian dst.

b. Seringkali mensyaratkan dana pendamping.

c. Penggunaan hanya untuk sarana/prasarana tertentu.

II.2.3 Perkembangan PPP dan Dampaknya terhadap APBN

Di Indonesia, sejatinya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh pemerintah semenjak pembangunan infrastruktur mulai agak tersendat karena datangnya krisis moneter. Begitu kondisi Indonesia semakin terpuruk karena krisis, saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil. Apalagi, kondisi moneter dalam negeri saat itu belum stabil sehingga terjadi capital flight yang cukup besar.

(38)

”mengawal” proyek-proyek tersebut supaya layak dikerjasamakan membutuhkan kerja super keras pemerintah. Banyak hal yang harus diperbaiki atau dibentuk.

Secara garis besar, terdapat tiga hal yang harus segera diselesaikan pemerintah. Kesatu, membentuk kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan PPP; kedua, melakukan harmonisasi, reformasi dan revisi terhadap berbagai aturan yang bertentangan dan yang menghambat masuknya investasi; dan ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Untuk tugas pertama, pemerintah telah membentuk apa yang disebut dengan Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian pada Mei 2005. Komite ini mempunyai tugas :

a. merumuskan strategi dalam rangka koordinasi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur;

b. mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur oleh Menteri Terkait dan Pemerintah Daerah; c. merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum

(Public Service Obligation) dalam percepatan penyediaan infrastruktur;

d. menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan percepatan penyediaan infrastruktur.

Selain KKPPI, beberapa institusi pendukung dalam rangka PPP juga sedang dan telah dibentuk seperti :

(39)

b. Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral masing-masing telah membentuk Simpul PPP (PPP Node).

c. Pemerintah juga membentuk Pusat Pengembangan PPP Transparansi dan kompetisi melalui PPP yaitu:

a. Jaminan “harga pasar”, tol, retribusi, dan sebagainya yang terendah. b. Memperbaiki kemungkinan diterimanya proyek tersebut oleh

masyarakat umum.

c. Meningkatkan kesediaan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan, sedapat mungkin tanpa jaminan pemerintah.

d. Menurunkan biaya pendanaan.

e. Mengurangi resiko kegagalan proyek.

f. Meningkatkan kemudahan memperoleh perijinan untuk proyek.

g. Membantu untuk menarik pihak swasta yang lebih berkualitas dan berpengalaman.

h. Melindungi pejabat pemerintah dari tuduhan melakukan “KKN”. i. Meningkatkan investasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan

pertumbuhan ekonomi.

Dasar Hukum Pelaksanaan PPP adalah :

a. Seharusnya, dipayungi oleh undang-undang khusus, misal: PPP Law. b. Seringkali, diatur melalui peraturan pemerintah atau undang-undang

komersial biasa.

(40)

d. Di indonesia, sementara ini, diatur melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Situasi yang Kondusif untuk PPP antara lain:

a. Peraturan yang mendukung

b. Kerangka kebijakan yang berpihak c. Prosedur yang jelas, dan terinci d. Budaya kompetisi yang sehat e. Transparansi dalamsetiap transaksi f. Pasar modal yang baik

g. Pemerintah yang cukup paham tentang PPP Adapun struktur sebuah PPP yaitu:

a. Strategi untuk mencapai suatu hasil yang tertentu. b. Proses pembuatan keputusan yang logis/rasional.

c. Pemilihan suatu “model” atau “kendaraan” untuk menghubungkan kebutuhan pembiayaan dengan persyaratan teknis.

Beberapa bentuk PPP yakni : 1. Kontrak Servis

Kontrak antara pemerintah dan pihak swasta untuk melaksanakan tugas tertentu, misalnya jasa perbaikan, pemeliharaan atau jasa lainnya, umumnya dalam jangka pendek (1-3 tahun), dengan pemberian kompensasi/fee.

(41)

b. Pengumpulan dan pembuangan sampah c. Pemeliharaan jalan

d. Pengerukan kali e. Jasa mobil Derek 2. Kontrak Manajemen

Pemerintah menyerahkan seluruh pengelolaan (operation & maintenance) suatu infrastruktur atau jasa pelayanan umum kepada pihak swasta, dalam masa yang lebih panjang (umumnya 3-8 tahun), biasanya dengan kompensasi tetap/fixed fee.

Beberapa contoh Kontrak Manajemen: a. Perbaikan dan pemeliharaan jalan

b. Pembuangan dan pengurugan sampah (solid waste landfill) c. Pengoperasian instalasi pengolahan air (water treatment plant)

d. Pengelolaan fasilitas umum (rumah sakit, stadion olahraga, tempat parkir, sekolah)

e. Kontrak Sewa (lease)

Kontrak dimana pihak swasta membayar uang sewa (fixed fee) untuk penggunaan sementara suatu fasilitas umum, dan mengelola, mengoperasikan, serta memelihara, dengan menerima pembayaran dari para pengguna fasilitas (user fees). Penyewa/pihak swasta menanggung resiko komersial. Masa kontrak umumnya antara 5-15 tahun.

Beberapa contoh Kontrak Sewa (lease):

(42)

c. Armada bis atau transportasi lainnya d. Kontrak Build-Operate-Transfer/BOT

BOT adalah kontrak antara instansi pemerintah dan badan usaha/swasta (special purpose company), dimana badan usaha bertanggung jawab atas desain akhir, pembiayaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan(O&M) sebuah proyek investasi bidang infrastruktur selama beberapa tahun; biasanya dengan transfer aset pada akhir masa kontrak. Umumnya, masa kontrak berlaku antara 10 sampai 30 tahun.

Beberapa contoh Kontrak BOT:

a. Pembangkit Listrik (Independent Power Producer/IPP) b. Jalan Tol

c. Terminal Udara (Airports) d. Bendungan & bulk water supply

e. Instalasi Pengolahan Air (water/wastewater treatment plant) f. Pelabuhan Laut (Sea Ports)

g. Fasilitas IT (Information Technology) h. Kontrak Konsesi

(43)

a. Pelabuhan Udara (keseluruhan atau sebagian) b. Jalan Toll

c. Pelabuhan Laut

d. Penyediaan dan distribusi air bersih e. Rumah Sakit

f. Fasilitas olahraga

II.2.4 Syarat Proyek PPP

Agar suatu proyek dapat dibiayai oleh PPP, proyek yang dibiayai oleh

kerjasama Pemerintah dan Swasta, maka proyek tersebut harus merupakan proyek

seperti yang tercantum pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13

Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005

Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan

Infrastruktur, seperti dibawah ini

a. Infrastruktur transportasi, meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan,

penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan

prasarana perkeretaapian;

b. Infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;

c. Infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;

d. Infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air

baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air

(44)

e. Infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah,

jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan

yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan;

f. Infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan

telekomunikasi dan infrastruktur e-government;

g. Infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk

pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi,

atau distribusi tenaga listrik; dan

h. Infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi transmisi dan/atau

distribusi minyak dan gas bumi.

Infrastruktur-infrastruktur tersebut, dikerjasamakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor bersangkutan. Syarat

lainnya agar PPP dapat terlaksana yaitu, dari segi ekonomis semua pihak

(pemerintah dan swasta) memperoleh keuntungan.

Dari segi finansial pemerintah mendapat manfaat yaitu adanya

ketersediaan modal yang berasal dari pihak lain selain pemerintah. dimana kita

ketahui bahwa pemerintah memiliki keterbatasan modal (keuangan) dalam

membiayai proyek-proyek umum, terutama proyek yang membutuhkan modal

sangat besar. Dari segi finansial dapat juga dipelajari bagaimana pemerintah dapat

meningkatkan, mengalokasi, dan menggunakan sumber daya moneter sejalan

dengan waktu, dan juga menghitung risiko dalam menjalankan proyek umum.

Dengan kata lain bagaimana manajemen proyek tersebut dapat dilaksanakan

(45)

pekerjaan proyek tersebut. apakah menguntungkan atau tidak. Hal ini dapat kita

simpulkan dari rencana pengeluaran atau investasi, semua biaya yang diperlukan

selama masa pengerjaan proyek mulai dari pembebasan lahan, biaya konstruksi,

biaya design sampai pemeliharaan. Setelah itu dapat kita perhitungkan berapa

lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali modal atau bahkan memperoleh

keuntungan. Dapat dipelajari mengenai keuntungan yang didapat dari suatu

proyek PPP, mis. bandara, jalan tol, pelabuhan tanpa mengeluarkan biaya secara

penuh.

II.3 Permasalahan Yang Terjadi Pada Kerjasama PPP II.3.1 Negara-Negara berkembang

Argentina: Jalan tol program konsesi dialihkan ke operator swasta sepertiga dari sistem jalan antar kota dan sebagian besar jalan akses ke Buenos Aires. Masalah utama adalah kompleks penawaran kriteria dan aturan untuk renegosiasi kontrak; angka waktu periode konsesi; respon publik negatif; perlunya hukum yang jelas dan peraturan rezim, dan pentingnya lembaga.

(46)

atas pembebasan tanah dan pemukiman kembali; kredit dan komitmem dari entitas publik; perlukan untuk mengisi formulir yang fleksibel perusahaan proyek dalam rangka memfasilitasi; investasi asing, dan kebutuhan akan prosedur kontrak transparan.

Perancis: Pembangunan jalan-kinerja tinggi di Perancis dapat dibagi menjadi empat fase. Pada tahap pertama, 1955-69, Perancis membuat komitmen untuk penggunaan tol untuk konstruksi jalan raya pembiayaan oleh perusahaan-perusahaan publik. Tahap kedua, salah satu liberalisasi dan privatisasi, berlangsung 1969-1981. Tahap ketiga, dari tahun 1982 sampai 1993, melibatkan manajemen krisis melalui pengambilalihan negara dan sistem nasional subsidi silang. Tahap saat ini, dimulai pada tahun 1993, merupakan salah satu kesepakatan dan perencanaan konsolidasi dalam sektor publik. Masalah utama adalah: keuntungan relatif dan kekurangan pembiayaan motorway melalui subsidi silang, keuntungan relatif dan kekurangan pembiayaan tol jalan raya; efisiensi konsesi swasta untuk jalan bebas hambatan; dilema mengatur tarif tol dari pemegang konsesi; pentingnya menjaga terhadap potensi konflik kepentingan ketika perusahaan konstruksi berpartisipasi dalam konsesi; dan relatif kemampuan perusahaan swasta dan publik untuk mengambil pertimbangan lingkungan ke rekening.

II.3.2 Di Indonesia

(47)

pada periode ini belum tertata dengan baik. Kelemahan-kelemahan yang ada pada proyek KPS ini antara lain karena kurangnya reformasi struktural, peraturan yang kurang mendukung, kurangnya persaingan serta kurangnya perhatian pada aspek governance dalam pengadaan proyek KPS.

Selanjutnya, dalam rangka penataan terhadap proyek KPS, Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 1998 tentang Kerjasama antara Pemerintah dan Perusahaan Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur (Keppres 7/1998). Keppres ini dibuat dalam rangka perbaikan governance dari proyek, terutama pada aspek keterbukaan dan persaingan, serta perlindungan pada kepentingan investor dan konsumen. Agar proyek dapat memberikan manfaat yang optimal (greater value for money), Keppres mengatur bagaimana proyek KPS harus dijalankan serta menetapkan mekanisme pemantauan atas proyek-proyek tersebut.

Selain untuk menciptakan iklim investasi untuk mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat, Perpres 67/2005 dibentuk untuk menciptakan keseimbangan yang adil antara kepentingan konsumen, masyarakat dan badan usaha. Perpres tersebut menetapkan mekanisme yang memungkinkan terciptanya keseimbangan tersebut. Prepres menetapkan mekanisme pelelangan yang akan menciptakan persaingan yang sehat dan menghasilkan pelayanan yang berkualitas dan efisien. Sedangkan dari kepentingan Badan Usaha, Perpres memberikan insentif kepada swasta serta memberikan kepastian pengembalian investasi.

(48)

(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi. Perpres ini memperluas definisi badan usaha. Keppres 7/98 hanya mencakup badan usaha swasta yang berbentuk badan hukum Indonesia. Sehingga, saat ini, BUMN, BUMD dan koperasi dapat berpartisipasi dalam pengadaan infrastruktur.

Partisipasi sektor swasta atau disebut ‘Badan Usaha’ dalam Perpres dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu ‘Perjanjian Kerjasama’ (Konsesi) atau ’Izin Pengusahaan’ (Lisensi). Dalam perjanjian kerjasama, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengadakan perjanjian tertulis dengan Badan Usaha untuk menyediakan infrastruktur melalui pelelangan umum. Sedangkan Izin pengusahaan ditetapkan melalui pelelangan izin (auction) dan dilakukan apabila penguraian (unbundling) infrastruktur dan jasa pelayanan tidak mungkin atau sulit dilaksanakan, misalnya pada sektor telekomunikasi, pemipaan minyak dan gas, dan transmisi tenaga listrik.

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Umum

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi literatur dengan melakukan kajian kebijakan pendanaan pembangunan jalan tol dan menggunakan metode penelitian terapan mengenai kebijakan pendanaan jalan tol di Indonesia yang dianalisis menggunakan analisis kualitatif.

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah dalam kebijakan pendanaan pembangunan jalan tol serta partisipasi swasta dalam pembangunan dan pengelolaan jalan tol, serta merumuskan persoalan-persoalan berkaitan dengan pendanaan pembangunan infrastruktur jalan tol, sehingga dapat dirumuskan pula upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam mengatasi kendala berkaitan dengan pendanaan pembangunan infrastruktur jalan tol.

III.2 Teknik Pengumpulan Data

(50)

III.3 Tahapan Analisis dalam Penelitian

Selanjutnya data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam, dan studi literatur dianalisis secara kualitatif untuk mencapai tujuan studi yaitu membuat suatu studi atas kebijakan pendanaan pembangunan jalan tol.

Tahapan analisis dalam penelitian ini dibuat secara sistematis dan teratur seperti digambarkan dalam diagram alir pada Gambar III.1

(51)

Gambar III.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian

Kajian Peran Swasta dalam Pembiayaan n

(52)

Bab IV

Analisis dan Pembahasan

Dalam menganalisis permasalahan pembiayaan pembangunan jalan tol ini, terlebih dahulu harus diidentifikasi penerapan kebijakan pembiayaan pembangunan jalan tol mengenai permasalahan-permasalahan apa saja yang dialami oleh para pihak kepentingan (stake holders), yaitu pemerintah sebagai regulator, pengusaha/investor sebagai pelaku bisnis jalan tol, dan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam merumuskan kendala-kendala sekaligus upaya-upayanya dalam pembiayaan pembangunan jalan tol.

Permasalahan yang dialami oleh masing-masing pihak kepentingan tersebut tentu berbeda karena mereka mempunyai peran dan kepentingan yang berbeda dalam industri jalan tol. Dan setelah semua permasalahan dapat diidentifikasi maka kemudian permasalahan tersebut di analisis dari sisi kebijakan dari regulasi pemerintah yang berlaku saat ini.

IV.1 Peraturan dan Kebijakan Pembiayaan Jalan Tol

Sesuai Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol, disebutkan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan dan dengan status sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol, serta wewenang penyelenggaraan jalan tol ada pada Pemerintah.

(53)

dan komprehensif baik secara ekonomi maupun finansial. Pembangunan jalan tol harus selektif dan hanya untuk daerah dengan volume lalu lintas memadai dan memiliki prioritas tinggi dalam pengadaannya. untuk daerah yang masih rendah volume lalu lintasnya dapat memanfaatkan jaringan jalan non-tol yang ada. Penyelenggara jalan tol ini meliputi: pengaturan, pembinaan, pengusahaan, dan pengawasan.

Untuk mengetahui konsep formal jalan tol maka dapat diperhatikan peraturan dan kebijakan yang terkait dengan pembiayaan pembangunan jalan tol. Peraturan tersebut mencakup prosedur dan persyaratan tender, kriteria evaluasi penawaran, ketentuan-ketentuan mengenai negosiasi kontrak, kondisi dan syarat-syarat kontrak, jaminan bagi komplain kontraktor, prosedur penyesuaian tarif, serta ketentuan-ketentuan mengenai penghentian kontrak termasuk alokasi risiko yang jelas antara pemerintah selaku pemilik aset dan pihak swasta sebagai pengelola.

(54)

IV.1.1 Regulasi jalan Tol menurut UU 38/2004 dan PP 15/2005

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan tol telah memberikan cakrawala baru dalam penyelenggaraan jalan tol. Keberadaan badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) diharapkan dapat lebih mendorong partisipasi aktif dari sektor swasta dalam investasi jalan tol demi terwujudnya percepatan penyelenggaraan jalan tol. Ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam peraturan tersebut antara lain:

1. Sebagai dasar pembangunan jalan tol, Pemerintah menyusun Rencana Induk Jaringan jalan tol dan ruas Jalan Tol yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Pendanaan pengusahaan jalan tol dapat berasal dari Pemerintah dan/atau

Badan Usaha yang memenuhi persyaratan. Pendanaan yang berasal dari pemerintah diperuntukkan bagi ruas jalan tol yang layak secara ekonomi, tetapi belum layak secara financial. Pendanaan yang berasal dari Badan Usaha diperuntukkan bagi ruas jalan tol yang layak secara ekonomi dan financial.

3. Dalam keadaan tertentu yang menyababkan pengembangan jaringan jalan tol tidak dapat diwujudkan oleh Badan Usaha, Pemerintah dapat mengambil langkah sesuai kewenangannya.

4. Pengadaan sebagian atau seluruh lingkup pengusahaan jalan tol dilakukan melalui pelelangan secara terbuka dan transparan.

(55)

6. Pemerintah melaksanakan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol dapat berasal dari pemerintah dan/atau badan usaha.

IV.2 Investasi Jalan Tol

Bagi investor, pengusahaan jalan tol pada dasarnya harus layak secara finansial yaitu : self financing, return yang wajar pada investor serta resiko terkendali dan memenuhi persyaratan perbankan. Untuk itu segera dicanangkan percepatan pembangunan jalan tol yang meliputi 1642 km jalan tol di Pulau Jawa sedangkan di luar Pulau Jawa sepanjang 56 km dengan total kebutuhan investasi sekitar 94,5 triliun.

Membangun jalan tol di Indonesia terlihat sepeti investasi yang menguntungkan. Namun anggapan ini belum tentu benar, sebab resiko yang mungkin timbul juga ternyata banyak, seperti resiko akibat jumlah volume lalu-lintas yang jauh dari prediksi awal, biaya tanah, suku bunga, inflasi yang diakibatkan lambatnya pembebasan lahan, biaya konstruksi lainnya, yang bisa berubah tiba-tiba. Investasi jalan tol tergolong memiliki resiko yang unik jika dibandingkan dengan investasi bidang infrastruktur lainnya, dimana lama pengembalian dapat mencapai 25-35 tahun.

(56)

Tabel IV.1 Kebutuhan Biaya Lahan Jalan Tol Medan - Kuala Namu - Tebing Tinggi

Kuala Namu – Tebing Tinggi (seksi – 2)

Sedangkan alokasi dana APBN TA. 2010 untuk pembebasan lahan sebesar Rp.20 milyar.

Keputusan swasta untuk berinvestasi selalu berlandaskan kelayakan, ada biaya modal harus yang diperhitungkan yang berhubungan dengan tingkat resiko. Secara teoritis, investor mengacu pada resiko (risk averse), artinya semakin tinggi resiko (ketidakpastian), semakin tinggi pula biaya modal.

(57)

Di Sumatera Utara sedang direncanakan pembangunan jalan tol. Salah satunya adalah Jalan Tol Medan - Kuala Namu - Tebing Tinggi. Adapun data-data teknis rencana seperti berikut:

Panjang: 25.10 Km (Medan – Kualanamu – Lubuk Pakam)

31.40 Km (Lubuk Pakam – Tebing Tinggi) Kecepatan Rencana : 100 km/jam

Jumlah lajur : 2 x 2 lajur (tahap akhir 2x3 lajur)

Lebar lajur : 3,6 m

Lebar median : 5,5 m Lebar bahu dalam : 1,5 m Lebar bahu luar : 3,0 m Lebar Rumija : + 60,0 m

Volume Lalu Lintas : 12.568 kend/hari (2011) Kebutuhan Lahan : 442,86 Ha

Biaya Pembebasan Lahan : Rp 436 M Biaya Investasi : Rp 4.755 M Tarif toll awal (2011) : Rp. 600/km

EIRR : ± 22.02%

(58)
(59)

Sejauh ini, pola kerja sama pengelolaan tol oleh swasta adalah dengan Build Operate Transfer (BOT) model. Dengan model ini swasta membangun, mengoperasikan atas biaya dan resiko sendiri dan setelah masa konsesi menyerahkan kembali ke pemerintah. Biaya pembangunan jalan tol sendiri, tergantung banyak faktor meliputi jenis struktur, lokasi dan lainnya, dengan rata-rata investasi dibutuhkan Rp 30 miliar untuk setiap km.

Resiko timbul karena adanya ketidakpastian penghasilan, biaya operasi, biaya konstruksi dan lainnya. Dalam investasi, resiko berhubungan dengan biaya modal (capital cost). Semakin tinggi resiko, semakin tinggi biaya modal. Investasi yang bebas resiko itu biaya modal sama dengan tingkat suku bunga yang relatif tanpa resiko. Biaya modal harus dibedakan dengan biaya operasi atau biaya konstruksi. Ada hubungan dengan resiko dan nilai waktu dari uang. Biaya modal: kompensasi menerima resiko.

IV.2.1 Pengelolaan Jalan Tol

(60)

IV.3 Kebijakan Investasi Berdasarkan Undang-undang

Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 tentang Jalan Tol, terbuka kemungkinan bagi Pemerintah untuk bekerjasama dengan investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dalam penyelenggaraan jalan tol.

IV.3.1 Prosedur Investasi

Prosedur investasi saat ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 telah lebih transparan dan sederhana, karena investor tidak perlu meminta persetujuan pihak Jasa Marga jika ingin berinvestasi di bidang jalan tol. Selain itu, investor yang ditetapkan sebagai pemenang tender tidak perlu membentuk sebuah perusahaan kerjasama dengan PT.Jasa Marga, melainkan langsung membuat perusahaan jalan tol yang akan menandatangani Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) dengan BPJT. Dengan prosedur investasi yang ditetapkan oleh BPJT ini, diharapkan dapat lebih mendorong minat investasi di bidang jalan tol.

IV.3.2 Pengusahaan Jalan Tol

(61)

kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi jalan tol, yang selanjutnya pengoperasian dan pemeliharaanya dilakukan oleh badan usaha.

Pengusahaan jalan tol oleh badan usaha meliputi:

a. Seluruh lingkup pengusahaan jalan tol yang layak secara ekonomi dan finansial;

b. Pengoperasian dan pengelolaan jalan tol yang dibangun oleh pemerintah; dan

c. Meneruskan bagian jalan tol yang dibangun Pemerintah, dan pengoperasian dan pemeliharaan keseluruhan jalan tol.

Seluruh lingkup pengusahaan jalan tol oleh badan usaha tersebut meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan. Pengusahaan jalan tol yang telah dibangun Pemerintah harus memperhitungkan pengembalian investasi Pemerintah.

IV.4 Peran Pemerintah dan Swasta dalam Mendanai Pembangunan Jalan Tol

(62)

ini disebabkan karena dana Pemerintah yang terbatas sementara kebutuhan jalan tol semakin meningkat.

Peran swasta dan masyarakat dalam pembiayaan infrastruktur dilakukan dengan upaya-upaya terobosan dalam bentuk KSO (Kerjasama Operasi), Privatisasi, Divestasi Asset, dan lain-lain. Sedangkan peran Pemerintah dalam mendorong peningkatan pembangunan jalan tol dilakukan dengan menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan investasi swasta yang”equality based investment”, dana pemerintah hanya leverage agar swasta investasi (PSO, public goods), memperbaiki kerangka peraturan perundang-undangan, melakukan pemberian insetif investasi, dan membangun persepsi public tentang PPP.

IV.4.1 Sumber-Sumber Pendanaan Jalan Tol

(63)

Namu - Tebing Tinggi terdapat kesepakatan antara pihak pemerintah dan pihak swasta yaitu dalam hal kesepakatan terhadap investasi yang dapat dilihat dibawah ini:

Gambar IV.2 Kesepakatan Pemerintah Dan Swasta Terhadap Investasi

(64)

operate, and transfer (BOT). Selain dibiayai dari APBD. Pembangunan infrastruktur daerah dapat dibiayai dari beberapa sumber lain seperti pinjaman dari perbankan, development sharing, BOT, dan pinjaman dalam bentuk obligasi daerah.

Perbankan dapat menyediakan dana yang cukup memadai untuk pembangunan infrastruktur, namun mengingat waktu pengmbalian yang panjang menyebabkan minat perbankan untuk membiayai infrastruktur menjadi rendah. Development sharing dan BOT melibatkan pihak swasta yang diharapkan tertarik untuk berinvestasi infrastruktur daerah. Namun sayangnya tidak banyak pihak swasta yang memiliki cukup banyak dana dan berkeinginan untuk membangun infrastruktur. Pembiayaan infrastruktur melalui penerbitan obligasi mampu menyediakan dana dalam jumlah besar, karena melibatkan banyak pihak. Pembiayaan ini memiliki resiko terhadap perubahan kurs rendah, karena tingkat bunga dapat ditetapkan pada saat penerbitan obligasi.

IV.4.1.1 Kredit Investasi

(65)

IV.4.1.2 Development Sharing

Pembangunan infrastruktur daerah dengan metode development sharing melibatkan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur daerah. Pemerintah daerah bekerja sama dengan pihak swasta membangun infrastruktur tertentu, dengan komposisi penyertaan modal dan bagi hasil pendapatan tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak. Metode ini efektif untuk mengatasi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur. Hal yang menguntungkan dari metode ini adalah rendahnya biaya perolehan dan tingkat bunga, rendahnya resiko terhadap perubahan kurs. Namun perusahaan sebagai entitas bisnis pada umumnya juga memiliki keterbatasan dana, sehingga dalam prakteknya, pembangunan infrastruktur dengan metode development sharing tidak mudah diterapkan oleh pemerintah daerah. Metode ini menarik bagi pemerintah daerah karena resiko terhadap perubahan kurs relatif tidak ada, karena modal berasal dari pasar dalam negeri.

(66)

IV.4.2 Partisipasi Swasta dalam Pembangunan Jalan Tol di Indonesia

Dalam proyek-proyek pembangunan jalan tol di Indonesia saat ini, peran perusahaan-perusahaan swasta sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan jalan tol tersebut. Adapun beberapa dari perusahaan-perusahaan swasta tersebut seperti diuraikan dibawah ini.

IV.4.2.1 PT.Jasa Marga

PT.Jasa Marga (Persero) didirikan tahun 1978 sebagai BUMN mewakili peran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol. Fungsi jalan tol dalam membangun perekonmian wilayah sudah dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat baik itu asperk percepatan arus barang dan jasa. Wilayah yang dilalui jalan tol setiap tahunnya selalu berkembang. Saat ini Jasa marga mengoperasikan 80 persen atau 527,15 km dan 665,70 km jalan tol yang beroperasi di Indonesia. Jalan tol ini dioperasikan oleh 9 Kantor Cabang dan 1 anak perusahaan yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara.

IV.4.2.2 PT.Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP)

(67)

antara lain Jalan Tol Simpang Susun Waru-Bandara Juanda di Surabaya, Depok-Antasari, Bogor-Ring Road (melalu Jasa Sarana).

IV.4.2.3 PT.Margabumi Matraraya (MBMR)

MBMR mengoperasikan jalan tol Surabaya-Gresik sepanjang 21 km. Jalan tol yang dibangun tahun 1991 dan dioperasikan tahun 1993 ini menghubungkan wilayah industry di Gresik menuju ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

IV.4.2.4 PT.Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JLJ)

JLJ mengoperasikan Jalan Tol Lingkar Jakarta (JORR) sepanjang 43,10 km dari Ulujami sampai dengan Cilincing. Perusahaan yang berdiri tahun 2000 ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Jasa Marga.

IV.5 Kendala-Kendala Dalam Pembiayaan Pembangunan Jalan Tol

(68)

dari total Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah tersebut menyusut hingga tinggal + 2% dari total PDB setelah krisis terjadi.

Pemerintah di prediksi hanya mampu menyediakan dana sebesar US$ 40,8 miliar. Sedangkan sisanya, yakni sebesar US$ 31,4 miliar diharapkan akan dapat dipenuhi dari pihak swasta. Sementara itu, untuk membangun infrastruktur yang diprioritaskan untuk tahun 2006-2010, diperlukan dana sekitar Rp. 200 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah diperkirakan hanya mampu mengalokasikan anggaran sebesar 20 % atau sekitar Rp. 40 triliun. Namun demikian, pihak swasta juga sulit untuk diharapkan kesediannya untuk membangun infrastruktur, karena beberapa hal antara lain: (1) besarnya dana yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur dalam ukuran pihak swasta sebagai entitas bisnis, (2) rendahnya return yang diperoleh dari pembangunan infrastruktur pada umumnya, serta (3) ketidakjelasan dan sering berubahnya regulasi yang berkaitan dengan perubahan infrastruktur.

(69)

pembangunan jalan tol di Indonesia terutama sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 disebabkan antara lain oleh:

a. Belum adanya perencanaan sistem jaringan jalan tol yang dapat mendorong terjadinya kompetisi antar operator.

b. Belum adanya regulasi, tata cara dan aturan yang mengatur penyelenggaraan jalan tol oleh pihak swasta dan

c. Selama ini belum ada prosedur pemilihan investor yang kompetitif, pengadaan lahan, cost sharing, masa konsesi, dan dasar pembagian pendapatan.

Permasalahan infrastruktur Indonesia tercermin dari: a. Kualitas pelayanan yang rendah

b. Kuantitas/cakupan pelayanan yang terbatas c. Kelanjutan pelayanan kurang terjamin

d. Kebijakan tarif yang tidak adil dan tidak terbuka

e. Kerangka peraturan per-UU-an yang kadang kurang konsisten

f. Pembebasan tanah yang sering tidak menentu dan bahkan mengalami kegagalan

g. Pembiayaan infrastruktur yang terbatas.

(70)

risiko tingkat bunga masa konstruksi. Sedangkan risiko pada tahap pasca konstruski yaitu risiko penyesuaian tarif yang terkait dengan fluktuasi tingkat bunga, inflasi nilai tukar rupiah dan devaluasi, risiko pasar berkenaan dengan proyeksi volume lalu lintas yang akurat. Sebenarnya risiko pasar bisa diselesaikan dngan penyesuaian tarif, tetapi ketidakpastian penyesuaian tarif di Indonesia masih sangat besar.

Pembangunan jalan tol pada kurun waktu 2005-2010 seperti yang telah diprogramkan oleh pemerintah terdapat 19 ruas jalan tol yang sudah ditanda tangani PPJT namun terbengkalai dalam tahap konstruksinya. Terbengkalainya pembangunan ruas jalan tol yang sudah ditanda tangani PPJT tersebut dikarenakan beberapa hal, antara lain pembebasan lahan, pembiayaan bank, serta aspek risiko karena begitu panjangnya jangka waktu proyek yang dialami investor.

IV.5.1 Kendala Pembebasan Lahan

(71)

cukup lama. Akibatnya, penyelesaian proyek tertunda, yang secara otomatis akan menimbulkan beban bunga yang sangat merugikan bagi investor. Melonjaknya harga tanah yang luar biasa sangat mengkhawatirkan investor karena proyeknya dapat menjadi tidak layak.

IV.5.2 Kendala Pembiayaan Bank

Khusus terkait dengan pembiayaan bank, banyak perbankan nasional baik bank pemerintah maupun bank swasta yang masih mengalami trauma dengan pembiayaan pembangunan jalan tol. Salah satu hal yang masih mengganggu adalah aspek pembebasan lahan, karena lembaga keuangan ini belum diperkenankan untuk melakukan biaya pembebasan lahan. Padahal resiko terbesar dari pemilik konsesi adalah pada saat membebaskan lahan. Oleh karena itu diperlukan peranan pemerintah melalui lembaga yang disebut dengan Badan Layanan Umum (BLU) untuk turut menanggung upaya pembebasab lahan atau dengan mekanisme langsung secara tunai.

Penggunaan dana BLU pun dirasakan menciptakan beban tersendiri karena adanya pembayaran bunga, provisi, dan diperlukannya jaminan. Jadi belum benar-benar suatu government commited effort karena masih mengandung aspek komersialisasi dana BLU tersebut. Di negara-negara lain pun, pembangunan jalan tol, selalu diawali dengan campur tangan pemerintah yang begitu dalam, mengingat resiko yang begitu tinggi dengan panjangnya jangka waktu investasi, serta besarnya nilai investasi.

(72)

maju dan berpengalaman, pembiayaan perbankan telah memiliki berbagai macam terobosan untuk menyiasati pendekatan-pendekatan klasik, misalnya dengan adanya fasilitas pembiayaan yang dikenal dengan nama mezzanine financing, yaitu bank turut serta dalam pembiayaan modal khusus untuk pembiayaan infrastruktur seperti halnya jalan tol.

IV.5.3 Kendala Aspek Resiko

Sehebat apapun perhitungan ekonomi untuk proyek dengan jangka waktu 30 tahun, aspek resiko tidak dapat diprediksi dari sekarang. Memang harus ada terobosan khusus untuk mengembangkan proyek jalan tol. Terdapat delapan ruas tol yang konsesinya dimiliki swasta dan sebagian besar telah memiliki pembiayaan baik dari perbankan nasional maupun perbankan asing. Tidak seluruh konsesi tersebut diperoleh pada pemerintahan saat ini. Beberapa diperoleh di era sebelum krisis moneter 1998 dan saat ini kesempatan untuk kembali menjalankan konsesi tersebut terbuka lebar dengan gencarnya upaya pemerintah untuk memacu penyelesaian ruas tol Trans Jawa.

(73)

Adanya persetujuan kredit perbankan untuk membiayai proyek infrastruktur itu merupakan sesuatu yang positif bagi percepatan implementasi kebijakan infrastruktur. Yang jadi masalah, sampai saat ini kredit yang telah disetujui ternyata belum satupun yang dapat dicairkan oleh para investor jalan tol yang dimaksud. Itu karena adanya kendala teknis yang belum teratasi. Apabila diteliti lebih lanjut, kendaa teknis tersebut tidak terlepas dari latar belakang pembiayaan proyek jalan tol yang memang mengandung potensi bermasalah :

• Pertama, dalam proses pembebasan lahan. Faktor kenaikan harga tanah

karena praktek percaloan, serta penolakan sebagian masyarakat telah menghambat proses pembebasan lahan tersebut.

• Kedua, investor (debitor) rata-rata kesulitan memenuhi kewajiban sharing

dana sendiri yang sebesar minimal 35% dari total project cost.

Ketiga, feasibility study (FS) proyek jalan tol sebagian menunjukkan

adanya cash deficiency sampai sekitar tujuh tahun pertama dari jangka waktu proyek. Artinya, apabila kredit diberikan selama 10 tahun, maka bank sedang menghadapi resiko ketidakmampuan debitor membayar kewajiban berjalan.

(74)

tahun-tahun awal proyek telah disusun berdasarkan asumsi-asumsi yang terlalu optimistis. Sehingga, jika bank tidak melakukan penyesuaian asumsi dikhawatirkan kreditnya menjadi bermasalah.

Mengamati kendala diatas, wajar bila akhirnya perbankan memberikan persyaratan kredit yang cukup ketat. Implikasinya, walaupun kredit disetujui, investor (debitor) akan tetap kesulitan mencairkan kredit itu. Dengan demikian, tidak ada artinya kredit disetujui perbankan, kalau proyek tetap gagal direalisasikan.

IV.6 Upaya Mengatasi Kendala Pendanaan

Dalam upaya mempercepat pembangunan jalan, telah dilakukan reformasi peraturan perundang-undangan melalui UU 38/2004 terutama pengaturan wewenang peyelengaraan jalan tol oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT); operator jalan tol lebih dibuka pada BUMN, BUMD atau BUMS; ruas jalan tol, tarif dan penyesuaiaanya dilakukan Menteri PU; dilakukan pelelangan secara terbuka dan transparan, serta diterbitkan Rencana Induk Jaringan Jalan Tol sebagai acuan investasi. Serta dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67

Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam

Penyediaan Infrastruktur, yang menjelaskan syarat-syarat suatu proyek dapat

dilakukan dengan metode pembiayaan Public Private Partnership.

(75)

sebagai institusi pemerintah yang khusus menangani penyelengaraan jalan tol serta menyiapkan kerangka administrasi yang transparan dan efektif.

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan dan Permen PU No. 259/PRT/M/2005 tentang BPJT berperan sebagai bahan regulator yang berkedudukan di bawah Menteri PU dan bertindak atas nama pemerintah, sedangkan PT.Jasa Marga tetap sebagai BUMN yang mempunyai peran tunggal sebagai operator, sehingga tidak terjadi dwifungsi dalam satu institusi pemerintah. Dengan ini diharapkan peyelenggaraan jalan tol dapat mengalami peningkatan.

IV.6.1 Pembebasan Lahan Jalan Tol

Pembebasan lahan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi jadwal waktu konstruksi dan dimulainya pengoperasian suatu proyek jalan tol baru. Mundurnya pelaksanaan proyek akibat masalah pembebasan lahan mengakibatkan naiknya biaya konstruksi dan hilangya potensi pendapatan.

Gambar

Gambar.II.2 Proses Pemilihan Investor Jalan Tol
Gambar III.1   Bagan Alir Tahapan Penelitian
Tabel IV.1
Grafik IV.1  Persentase Kepemilikan Lahan Jalan Tol Medan – Kuala Namu -
+3

Referensi

Dokumen terkait