• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Terhadap Hak-Hak Karyawan Dalam Kepailitan Perseroan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Terhadap Hak-Hak Karyawan Dalam Kepailitan Perseroan"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK

KARYAWAN DALAM KEPAILITAN PERSEROAN

TESIS

OLEH

JON EFENDI SIMAMORA

097005102

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK

KARYAWAN DALAM KEPAILITAN PERSEROAN

TESIS

Untuk Memperoleh Magister Hukum

dalam Progrm Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JON EFENDI SIMAMORA

097005102

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK KARYAWAN

DALAM KEPAILITAN PERSEROAN

Nama Mahasiswa : Jon Efendi Simamora

Nomor Pokok : 097005102

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum

Ketua

)

(Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH)

Anggota Anggota

(Dr. T. Keizerina Devi. A, SH, CN, M. Hum)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 19 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum

Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH

2. Dr. T. Keizerina Devi. A, SH, CN, M. Hum

3. Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Kepailitan ataupun pembubaran suatu perseroan akan berdampak buruk terhadap perlindungan hak dan masa depan dari para karyawannya. Kepentingan karyawan suatu perseroan yang dinyatakan pailit adalah yang berkaitan dengan pembayaran upah dan pesangon. Walaupun Karyawan ditempatkan sebagai kreditor preferen yang sudah mempunyai hak privilage, yang akan mendapat bagian lebih dahulu untuk di prioritaskan di dalam kepailitan perseroan, akan tetapi harta perseroan sebagai debitor pailit terkadang tidak dapat melunasi tagihan utang-utangnya, berupa gaji dan pesangon kepada karyawan sebagai kreditor preferen.

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini penulis merumuskan 3 (tiga) permasalahan yang diteliti yakni sebagai berikut: Bagaimana akibat hukum perseroan yang dijatuhi putusan pailit. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan.Bagaimana kewenangan pengadilan niaga dalam mengadili tuntutan karyawan atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perseroan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacu pada nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.Sebagai bahan hukum primer digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah akibat hukum perseroan terbatas yang dijatuhi putusan pailit dalam hal kepailitan badan hukum perseroan terbatas setelah berakhirnya kepailitan, bubar atau tidaknya perseroan tergantung pada putusan hakim. Perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan adalah melindungi hak-hak dan kepentingan dari para karyawan selaku stakeholdersperseroan. Kewenangan pengadilan niaga dalam tuntutan karyawan atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perseroan dalam memindahkan kewenangan mutlak (absolut) dari pengadilan umum untuk memeriksa permohonan pailit.

Saran dalam penelitian ini perlu diharapkan para hakim yang menangani perkara tuntutan karyawan atas upah maupun uang pesangon, melalui pengadilan niaga yang diharapkan lebih memperhatikan hak-hak maupun nasib para karyawan yang pada umumnya mempunyai kedudukan maupun finansial yang rendah. Diharapkan dimasa yang akan datang para pembuat Undang-Undang juga akan lebih memperhatikan lagi kepentingan-kepentingan dari karyawan. Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang 37 No. 24 Tahun 2004 mampu memberikan perlindungan bagi karyawan selaku stakeholders perseroan.

(6)

ABSTRACT

Bankruptcy or dissolution of a corporation will adversely affect the protection of rights and the future of its employees. Interests of employees of a company that declared bankruptcy was related to the payment of wages and severance. Although the employee was placed as a preferred creditor who already have the right privilage, who will receive the first priority for the company in bankruptcy, but the property company as an insolvent debtor can not pay bills sometimes its debts, in the form of salaries and severance payments to employees as creditorspreferred.

The formulation of the problem in this study the authors formulate the 3 (three) who studied the issue as follows: How does the legal liability imposed due to the bankruptcy decision. How legal protection of the rights of employees in the company's bankruptcy. How does the authority of the commercial court in prosecuting claims of employees over wages or severance pay is not paid by the corporation.

This study uses normative legal research methods with an approach that is qualitative, which refers to the values and norms of law contained in the legislation. As the primary legal materials used in this study is Law No. 37 Year 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment.

The conclusion ofthis study isdue tothe limitedliability company lawwas sentenced to bankruptcy in the bankruptcy case of limited liability legal entity after the end of bankruptcy, the company broke upor notdependson the judge's decision. Legal protection ofemployees' rightsin bankruptcy,the company is to protectthe rights and interests of employees as corporate

stakeholders. The authority ofthe commercial courtin demandson employee wages orseverance payisnot paid by the company in moving the absolute authority of the (absolute) ofthe

generalcourttoexamine the bankruptcy petition

Suggestions in this research to be expected of the judges who handle cases of wage claims of employees and severance pay, through the commercial court is expected to pay more attention to the rights and the fate of employees who generally have low or financial position. It is hoped in future the makers of Law will also pay more attention to longer interests of employees. That with the enactment of Law No. 37.24 of 2004 to provide protection for employees as corporate stakeholders.

.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karuniaNya

sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Magister

Hukum pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

Medan.Adapun judul tesis adalah “Perlindungan Terhadap Hak-Hak Karyawan Dalam

Kepailitan Perseroan”.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa bimbingan,

pengajaran, nasihat maupun semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati, rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya secara khusus yang saya sampaikan kepada yang terhormat komisi

pembimbing yaitu Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, Ibu Dr.

T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, yang telah berkenan meluangkan dan memberikan waktu

dan perhatian untuk memberikan bimbingan, masukan, arahan dan koreksi untuk penyelesaian

tesis ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & MSc

(CTM), SpA(K) yang berkenaan memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti

pendidikan di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(8)

3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Komisi Pembimbing II.

4. Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara dan juga selaku Komisi Pembimbing I.

5. Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing III.

6. Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Penguji yang telah berkenan meluangkan waktunya

memberikan arahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Dr. Utary Maharani Barus, SH, M.Hum, selaku Penguji yang telah berkenan meluangkan

waktunya memberikan arahan demi kesempurna tesis ini.

8. Seluruh Dosen Di lingkungan Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

9. Seluruh Pegawai Seketariat Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

10. Seluruh Teman-Teman Stanbuk 2009 Kelas Reguler B, Kelas Hukum Bisnis di Program

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda

U.Br.Pakpahan, juga kepada abangku HT. Purba/ R.Br. Simanjuntak, F. Purba, dan adikku

M. Purba, J. Br. Purbadan adik ipar D. Sebayang serta keponakan-keponakanku, atas semua

dukungan, semangat dan doa selama ini.

Penulis berharap bahwa Tesis ini dapat memberikan konstribusi pemikiran bagi semua

pihak yang berkepentingan, namun penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan yang sifatnya membangun guna

(9)

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah, karunia dan kekuatan lahir dan

bathin kepada kita semua.

Hormat penulis

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jon Efendi Simamora

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 21 Febuari 1982

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Katholik

Pendidikan : SD RK Budi Luhur Tamat Tahun 1994

SMP Negeri 17 Medan Tamat Tahun 1997

SMU Negeri 3 Tebing Tinggi Tamat Tahun 2001

Fakultas Hukum Universitas Sisingamangaraja XII

Medan Tamat Tahun 2008

Strata Dua (S2) Program Studi Magister Ilmu Hukum

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ...10

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ...11

1 Kerangka Teori ...11

2 Landasan Konsepsional...22

G. Metode Penelitian ...24

1.Jenis dan Sifat Penelitian ...24

2. Sumber Data ... 26

3. Teknik Pengumpulan Data...27

4. Analisis Data ...28

BAB II AKIBAT HUKUM PERSEROAN TERBATAS YANG DIJATUHI PUTUSAN PAILIT...30

A. Asas-Asas Umum Kepailitan………....…... 30

(12)

2. Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit ...31

3. Hukum Acara Yang Berlaku...33

4. Hakikat Kepailitan... 40

5. Asas-Asaa Undang-Undang Kepailitan Yang Baik...48

B. Akibat Hukum Perseroan Terbatas Yang Dijatuhi Putusan Pailit…... …………. 52

1) Pengertian Perseroan Terbatas... 52

2) Akibat Hukum Perseroan Terbatas Yang Di Jatuhi Putusan Pailit…………..63

3) Tanggung Jawab Perseroan Yang Dinyatakan Pailit... 74

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK KARYAWAN DALAM KEPAILITAN PESEROAN…..………..……….. 86

A. Tinjauan Tentang Karyawan Selaku Stakeholders Perseroan …...…...……... 86

1) Stakeholders Perseroan………...…86

2) Defenisi Karyawan Perseroan………... ...88

B. Penempatan Karyawan Sebagai Kreditur Preferen Dalam Kepailitan Perseroan……….……….… 90

C. Tinjauan Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Karyawan Dalam Kepailitan Perusahaan………. 100

1) Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum………... 100

2) Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum……….. 101

3) Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Karyawan Dalam Kepailitan Perseroan………... 103

BAB IV KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM TUNTUTAN KARYAWAN ATAS UPAH ATAU UANG PESANGON YANG TIDAK DIBAYAR OLEH PERSEROAN………110

A. Yuridisi Pengadilan Niaga………..………….………110

B. Kewenangan Absolut Dan Kewenangan Relatif Pengadilan Niaga ………….. 119

(13)

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN………...137

A. Kesimpulan………..137

B. Saran………139

(14)

ABSTRAK

Kepailitan ataupun pembubaran suatu perseroan akan berdampak buruk terhadap perlindungan hak dan masa depan dari para karyawannya. Kepentingan karyawan suatu perseroan yang dinyatakan pailit adalah yang berkaitan dengan pembayaran upah dan pesangon. Walaupun Karyawan ditempatkan sebagai kreditor preferen yang sudah mempunyai hak privilage, yang akan mendapat bagian lebih dahulu untuk di prioritaskan di dalam kepailitan perseroan, akan tetapi harta perseroan sebagai debitor pailit terkadang tidak dapat melunasi tagihan utang-utangnya, berupa gaji dan pesangon kepada karyawan sebagai kreditor preferen.

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini penulis merumuskan 3 (tiga) permasalahan yang diteliti yakni sebagai berikut: Bagaimana akibat hukum perseroan yang dijatuhi putusan pailit. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan.Bagaimana kewenangan pengadilan niaga dalam mengadili tuntutan karyawan atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perseroan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacu pada nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.Sebagai bahan hukum primer digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah akibat hukum perseroan terbatas yang dijatuhi putusan pailit dalam hal kepailitan badan hukum perseroan terbatas setelah berakhirnya kepailitan, bubar atau tidaknya perseroan tergantung pada putusan hakim. Perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan adalah melindungi hak-hak dan kepentingan dari para karyawan selaku stakeholdersperseroan. Kewenangan pengadilan niaga dalam tuntutan karyawan atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perseroan dalam memindahkan kewenangan mutlak (absolut) dari pengadilan umum untuk memeriksa permohonan pailit.

Saran dalam penelitian ini perlu diharapkan para hakim yang menangani perkara tuntutan karyawan atas upah maupun uang pesangon, melalui pengadilan niaga yang diharapkan lebih memperhatikan hak-hak maupun nasib para karyawan yang pada umumnya mempunyai kedudukan maupun finansial yang rendah. Diharapkan dimasa yang akan datang para pembuat Undang-Undang juga akan lebih memperhatikan lagi kepentingan-kepentingan dari karyawan. Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang 37 No. 24 Tahun 2004 mampu memberikan perlindungan bagi karyawan selaku stakeholders perseroan.

(15)

ABSTRACT

Bankruptcy or dissolution of a corporation will adversely affect the protection of rights and the future of its employees. Interests of employees of a company that declared bankruptcy was related to the payment of wages and severance. Although the employee was placed as a preferred creditor who already have the right privilage, who will receive the first priority for the company in bankruptcy, but the property company as an insolvent debtor can not pay bills sometimes its debts, in the form of salaries and severance payments to employees as creditorspreferred.

The formulation of the problem in this study the authors formulate the 3 (three) who studied the issue as follows: How does the legal liability imposed due to the bankruptcy decision. How legal protection of the rights of employees in the company's bankruptcy. How does the authority of the commercial court in prosecuting claims of employees over wages or severance pay is not paid by the corporation.

This study uses normative legal research methods with an approach that is qualitative, which refers to the values and norms of law contained in the legislation. As the primary legal materials used in this study is Law No. 37 Year 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment.

The conclusion ofthis study isdue tothe limitedliability company lawwas sentenced to bankruptcy in the bankruptcy case of limited liability legal entity after the end of bankruptcy, the company broke upor notdependson the judge's decision. Legal protection ofemployees' rightsin bankruptcy,the company is to protectthe rights and interests of employees as corporate

stakeholders. The authority ofthe commercial courtin demandson employee wages orseverance payisnot paid by the company in moving the absolute authority of the (absolute) ofthe

generalcourttoexamine the bankruptcy petition

Suggestions in this research to be expected of the judges who handle cases of wage claims of employees and severance pay, through the commercial court is expected to pay more attention to the rights and the fate of employees who generally have low or financial position. It is hoped in future the makers of Law will also pay more attention to longer interests of employees. That with the enactment of Law No. 37.24 of 2004 to provide protection for employees as corporate stakeholders.

.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketenagakerjaan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan

nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945.Tenaga kerja mempunyai perananan, kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku

dan sasaran pembangunan nasional.Hak-hak tenaga kerja yang diatur dalam peraturan

ketenagakerjaan Indonesia, yang didalamnya termasuk perlindungan tenaga kerja merupakan hal

yang harus diperjuangkan agar harkat dan kemanusian tenaga kerja ikut terangkat.Perlindungan

tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar karyawan dengan tetap memperhatikan

perkembangan kemajuan dunia usaha nasional dan internasional. Sebagai mana disebutkan

dalam Pasal 28 D Undang-Undang Dasar tahun 1945 bahwa setiap orang berhak untuk bekerja

serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.1

Karyawan dalam perseroan biasanya didefenisikan sebagai para pekerja yang memiliki

jabatan struktur.Mereka bekerja di bawah komando para manajer atau supervisor.Umumnya

mereka mengenyam pendidikan yang sedang dan tinggi.Kendatipun posisinya dalam

pengambilan keputusan tidak besar, karyawan mendominasi jumlah terbesar di dalam

perseroan.Umumnya karena struktural posisi mereka lemah, karyawan di suatu perseroan

membentuk kelompok informal atau serikat untuk membela kepentingan mereka. Ketika mereka

menyatu, mereka akan sangat sensitif.2

1

F. Winarni, Administrasi Gaji Dan Upah, (Yogyakarta : Pustaka Widyatama, 2006), hal. 89. 2

(17)

Dalam perjalanannya, perseroan tidak selamanya mengalami pertumbuhan yang stabil

dan bahkan sebuah perseroan dapat mengalami kebangkrutan atau kepailitan.Kepailitan menurut

Pasal 1 UU No 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang

adalah sita umum atas kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan

oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas.Pailit merupakan suatu keadaan dimana

debitur tidak mampu, untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para

krediturnya.Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi

keuangan (Financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran.Dalam

kondisi ini, selain mengalami kesulitan mengembalikan utang pada kreditur, perseroan juga

mengalami kesulitan dalam memenuhi hak-hak karyawan.3

Serikat karyawan ini bisa produktif dan bisa pula kontra produktif terhadap perseroan.

Ketika manajemen bisa bersinergi dengan serikat, maka hampir bisa dipastikan kinerja karyawan

akan positif. Kelompok karyawan yang mendapat perhatian yang baik malah besar kemungkinan

dapat meningkatkan kinerja perseroan bahkan membantu perseroan untuk mengatasi hal-hal

yang tidak terduga atau destruktif.Namun sebaliknya bila mereka tidak mendapat perhatian

manajemen, mereka dapat melakukan tindakan yang merugikan perseroan seperti mangkir,

pemogokan atau bahkan pengrusakan.Karena umumnya, karyawan sangat mudah untuk disulut

dengan isu.Terutama isu-isu yang terkait masalah gaji, tunjangan, pemutusan hubungan kerja dan

lain-lain.Karyawan merupakan ujung tombak perseroan, terutama perseroan jasa.Dengan

memberikan perhatian yang baik, perseroan dapat memperbaiki pelayananya, terhadap karyawan

yang merupakan suatu kekuatan dalam perseroan.Sesibuk apapun pihak manajemen, komunikasi

dengan karyawan tetap harus dilakukan.Tugas manajer adalah menciptakan iklim yang baik agar

3

(18)

karyawan dapat bekerja dengan tenang dan aman.Rasa tidak aman pada karyawan di dalam

perseroan, dapat mengakibatkan mereka mencari perlindungan dari pihak-pihak di luar

perseroan.Campur tangan yang dilakukan pihak luar, seperti Dinas Tenaga Kerja, Kepolisian dan

lembaga-lembaga bantuan lainnya menunjukkan bahwa perseroan telah kehilangan kepercayaan

dari karyawan.4

Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional.Tenaga

kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu komponen

pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan demikian perlu adanya perlindungan

terhadap hak-haknya. Berbicara mengenai hak karyawan berarti membicarakan hak-hak asasi

manusia yang berkaitan dengan kebutuhan dasar. Menurut Sudjana, kebutuhan dasar itu minimal

adalah:

1. Kebutuhan dasar untuk hidup, meliputi pangan, sandang, papan, air, udara, bahan bakar dan lain-lain.

2. Kebutuhan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kapasitas atau produktifitas individu meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, sarana komunikasi dan transportasi.

3. Kebutuhan untuk meningkatkan akses (peluang memperoleh sesuatu) terhadap caraberproduksi dan peluang ekonomi, meliputi tanah air, vegetasi, modal (termasuk teknologi), peluang bekerja dan berpenghasilan yang layak.

4. Kebutuhan untuk hidup dengan rasa aman dan kebebasan untuk membuat keputusan, partisipasi dalam politik, keamanan sosial dan pertahanan sosial.5

Untuk memenuhi hajat hidup tersebut maka perlu adanya timbal balik dari pekerjaan

terhadap apa yang telah dikerjakan. Karyawan memiliki hak untuk mendapatkan hasil atau upah

dari pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan pemberi kerja atau perseroan berkewajiban membayar

upah atau imbalan dalam bentuk lain. Apabila salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian

kerja tersebut tidak melaksanakan kewajibannya, maka mungkin sekali terjadi sengketa antara

4

Ibid, hal. 48. 5

(19)

dua belah pihak khususnya sering terjadi dalam pemenuhan upah oleh perseroan kepada

karyawan.6

UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

sebenarnya berlaku asas umum yang dinyatakan, dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata yaitu

paritas creditorium yang artinya bahwa semua kreditor mempunyai hak yang sama atas

pembayaran dan hasil pembayaran debitor pailit akan dibagikan secara proporsional menurut

besarnya tagihan mereka, kecuali yang diberikan hak istimewa oleh UU. Kreditor yang

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding yang lainmisalnya:

1. Kreditor yang memegang hak jaminan (kreditor yang dijamin).

2. Kreditor yang memiliki hak preferensi sesuai UU.7

Kepailitan ataupun pembubaran suatu perseroan akan berdampak buruk terhadap

perlindungan hak dan masa depan dari para karyawannya. Kepentingan karyawansuatu

perseroan yang dinyatakan pailit adalah berkaitan dengan pembayaran upah dan pesangon.

Sebelum berlakunya UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu merujuk pada Buku

Kedua Bab XIX KUHPerdata, kedudukan upah atas karyawan kerja dianggap sebagai kreditor

preferens dengan privilege sebagai pemegang hak istimewa atau prioritas.

Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karyawan sering kali

ditempatkan paling belakang di dalam antrian kreditor saat harta pailit dibagikan oleh kurator.

Hal itu terjadi karena UU Kepailitan, UU Hak Tanggungan dan KUH Perdata memang lebih

6

Widodo, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta : Rajawali Pers, 1989), hal. 59. 7

(20)

menempatkan keistimewaan kreditor lain seperti utang negara dan pemegang hak tanggungan,

lebih tinggi kedudukannya dibanding karyawan.8

Permasalahan pokok yang diajukan adalah perbedaan kedudukan hukum yang terkait

dengan pembayaran dalam kepailitan antara kreditor separatis dan karyawan.Bagi kreditor

separatis pembayaran dalam kepailitan dijamin pelunasannya dengan hipotek, agunan, fidusia,

gadai dan hak tanggungan.Bagi karyawan selaku kreditor preferen khusus kedudukannya berada

di bawah kreditor separatis sehingga jika seluruh harta debitor telah dijadikan agunan dan

dikuasai oleh para kreditor separatis, hal tersebut dapat berakibat karyawan tidak memperoleh

apapun.

Dari analisis diatas maka karyawan berhak untuk mendapat imbalan serta perlakuan yang

adil dan layak dari pekerjaan yang telah dilakukannya yang mendukung haknya untuk hidup.Hal

ini tentunya sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam.9

UU Kepailitan mengatur tentang ketentuan debitur, termasuk sebuah perseroan

dikatakan bermasalah dapat disimpulkan dari ketentuan kepailitan yang terdapat pada Pasal 2

ayat (1) UU No 37 Tahun 2004 yang menyatakan “debitur yang mempunyai dua atau lebih

kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang baik atas permohonannya

sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Unsur-unsur debitur bermasalah

sebenarnya cukup sederhana yaitu debitur mempunyai dua atau lebih kreditor.Juga tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

8

Ibid, hal. 70. 9

(21)

Secara teoritis pada umumnya utang-piutang kreditor yang memiliki masalah dengan

kemampuan untuk memenuhi kewajibannya pembayaran utang, dapat merundingkan permintaan

penghapusan utang baik untuk sebagian atau keseluruhannya, dapat menjual sebagian aset atau

bahkan usahanya serta dapat pula mengubah pinjaman tersebut menjadi penyertaan saham.Para

kreditor dapat menggugat berdasarkan hukum perdata yaitu mengenai wanprestasi atau ingkar

janji bila debitor mempunyai keuangan atau harta yang cukup untuk membayar utang-utangnya.

Selain itu bila debitor tidak mempunyai keuangan harta atau aset yang cukup sebagian jalan

terakhir barulah para kreditor menempuh pemecahan melalui peraturan kepailitan, seperti yang

diatur dalam UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang dengan cara mengajukan permohonan pailit kepada pengadilan niaga di daerah wilayah

hukumnya.10

Betapapun harmonisnya hubungan kerja antara karyawan dan pengusaha, namun

terjadinya perselisihan perburuhan tidak mudah untuk dihindari. Konflik atau perselisihan antara

karyawan dengan pengusaha merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari adanya hubungan

perburuhan yang ada dimanapun dan kapanpun. Setiap perselisihan yang menyangkut hubungan

antar manusia tersebut selalu diupayakan penyelesaiannya.Demikian juga halnya antara

pengusaha atau gabungan pengusaha dengan karyawan atau serikat karyawan.11

UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang tidak secara khusus mengatur kedudukan karyawan sebagai kreditor preferen. Pada

praktiknya hak-hak karyawan sering kali kurang terlindungi dalam proses kepailitan. Artinya

posisi preferen (didahulukan) yang dimiliki oleh karyawan tidak dapat begitu saja didahului.

10

Ibid, hal. 130. 11

(22)

Pada daftar antrian kreditor karyawan tidak berada di urutan pertama. Faktanya meski berada

dalam posisi “superior” berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karyawan

sering kali ditempatkan paling belakang di dalam antrian kreditor saat harta pailit dibagikan oleh

kurator. Hal itu terjadi karena UU Kepailitan, UU Hak Tanggungan dan KUHPerdata memang

lebih menempatkan kreditor lain, seperti utang negara dan pemegang hak tanggungan yang lebih

tinggi kedudukannya dibanding karyawan.12

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tesis ini yang berjudul adalah “Perlindungan Terhadap Hak-Hak Karyawan Dalam

Kepailitan Perseroan”.

B. Perumusan Permasalahan

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian

ini penulis merumuskan 3 (tiga) permasalahan yang diteliti yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana akibat hukum perseroan yang dijatuhi putusan pailit?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan

?

3. Bagaimana kewenangan pengadilan niaga dalam mengadili tuntutan karyawan atas upah

atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh perseroan ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum perseroan yang dijatuhi putusan pailit.

12

(23)

2. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan

perseroan.

3. Untuk memberikan alasan-alasan yang mendasari kewenangan pengadilan niaga dalam

mengadili tuntutan karyawan atas upah atau uang pesangon yang tidak dibayar oleh

perseroan.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini, dapat memberikan sejumlah manfaat bagi semua pihak. Manfaat

tersebut, peneliti kelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yakni sisi teoritis dan sisi praktis sebagai

berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat yakni ini sebagai bahan kajian penelitian

lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum serta dapat memberi manfaat dan

mendapat khasanah ilmu hukum kepailitan khususnya perlindungan terhadap hak-hak karyawan

dalam kepailitan perseroan.

2. Manfaat Praktis

(1) Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah/badan legislatif dalam menentukan

kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional kearah

pengaturan perlindungan terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan

dalam bentuk Undang-Undang khusus atau pembentukan peraturan pelaksanaannya.

(2) Memberikan sumbangan pemikiran kepada stakeholdersperseroan agar mampu

memahami ruang lingkup perlindungan terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan

(24)

(3) Menjadi masukan bagi karyawan khususnya pencari keadilan agar lebih berhati-hati

dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak karyawan dalam kepailitan

perseroan.

(4) Menjadi masukan bagi seluruh lapisan masyarakat pada umumnya agar lebih

berhati-hati dalam melakukan sesuatu yang berhubungan dengan perlindungan hukum

terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan.

E. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dalam

penelitian ini, maka peneliti melakukan pemeriksaan data tentang “Perlindungan Terhadap

Hak-Hak Karyawan Dalam Kepailitan Perseroan”, menurut data yang diperoleh bekenaan dengan

judul yang persis sama dengan judul di dalam penelitian ini, baik di perpustakaan program studi

ilmu hukum dan Perpustakan Pusat Universitas Sumatera Utara serta di perpustakan di luar dari

pada kampus Universitas Sumatera Utara serta di institusi lain mengenai judul di atas, ternyata

penelitian belum pernah dilakukan peneliti yang lain (terdahulu) mengenai topik dan

permasalahan yang sama meskipun dalam bentuk makalah dan bentuk seminar-seminar maupun

dalam diskusi panel sudah pernah dilakukan pembahasan atau diskusi, juga tidak memiliki yang

sama dengan judul dalam penelitian ini.

Akan tetapi berdasarkan penelusuran di Program Studi Magister Ilmu Hukum, ada

beberapa penelitian mengenai kepailitan yang sudah diteliti, antara lain oleh Ade Sumitra Hadi

Surya (Fokusnya adalah Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan

Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perseroan). Fokus

dalam penelitian yang dilakukan oleh Ade Sumitra Hadi Surya adalah Analisa Terhadap Putusan

(25)

peneliti memfokuskannya pada Perlindungan Terhadap Hak-Hak Karyawan Dalam Kepailitan

Perseroan yang diatur di dalam UU No. 37 Tahun 2004.

Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan peneliti, bahwa

penelitian ini memiliki keaslian dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung

tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif dan terbuka. Hal ini sesuai dengan implikasi etis dari

proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Di dalam penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang

dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada

umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.13

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis,

sipenulis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang bagi sipembaca menjadi

bahan perbandingan, pasangan teoritis yang mungkin ia setujui atau pun tidak disetujuinya dan

ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.

Teori

menempati kedudukan yang penting untuk merangkum dan memahami masalah secara lebih

baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan

kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara

mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.

14

13

Ronny H. Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Ghalia, 1982),

Menurut Kaelan M.S landasan teori pada suatu

hal 37. 14

(26)

penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian.Landasan teori dalam suatu

penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.15

Untuk mengkaji mengenai tinjauan yuridis dalam konteks perlindungan terhadap

hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan dipergunakan teori perlindungan hukum.

Teori-teori yang mengakaji masalah perlindungan hukum

Menurut Harjono para pengkaji hukum belum secara komprehensif mengembangkan

konsep perlindungan hukum dari perspektif keilmuan hukum.Banyak tulisan-tulisan yang

dimaksudkan sebagai karya ilmiah ilmu hukum baik dalam tingkatan skripsi, tesis, maupun

disertasi yang mempunyai tema pokok bahasan tentang perlindungan hukum.Namun tidak secara

spesifik mendasarkan pada konsep-konsep dasar keilmuan hukum secara cukup dalam

mengembangkan konsep perlindungan hukum. Bahkan dalam banyak bahan pustaka, makna dan

batasan-batasan mengenai perlindungan hukum sulit ditemukan, hal ini mungkin didasari

pemikiran bahwa orang telah dianggap tahu secara umum apa yang dimaksud dengan

perlindungan hukum sehingga tidak diperlukan lagi sebuah konsep tentang apa yang dimaksud

perlindungan hukum. Konsekwensi dari tidak adanya konsep tersebut akhirnya menimbulkan

keragaman dalam pemberian maknanya, padahal perlindungan hukum selalu menjadi tema

pokok dalam setiap kajian hukum.16

Padanan kata perlindungan hukum dalam bahasa Inggris adalah “legal protection”,

dalam bahasa Belanda “rechtsbecherming”.Kedua istilah tersebut juga mengandung konsep atau

pengertian hukum yang berbeda untuk memberi makna sesungguhnya dari perlindungan hukum.

15

Kaelan M.S, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian

Interdispliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni), (Yogyakarta : Paradigma,

2005), hal. 239. 16

(27)

Di tengah langkanya makna perlindungan hukum itu kemudian Harjono berusaha membangun

sebuah konsep perlindungan hukum dari perspektif keilmuan hukum, menurutnya perlindungan

hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau

perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap

kepentingan-kepentingan tertentu yaitu dengan cara menjadikan kepentingan-kepentingan yang perlu dilindungi tersebut

ke dalam sebuah hak hukum.17

Dari batasan tersebut jelaslah bahwa konsep-konsep umum dari perlindungan hukum

adalah perlindungan dan hukum.Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata, yaitu

perlindungan dan hukum artinya perlindungan menurut hukum dan undang-undang yang

berlaku.

Konsep tentang perlindungan hukum terhadap karyawan yang dipergunakan adalah

perlindungan terhadap hak karyawan dengan menggunakan sarana hukum, atau perlindungan

yang diberikan oleh hukum terhadap karyawan tindakan-tindakan pengusaha pada saat sebelum

bekerja (pre-employment), selama bekerja (during employment) dan masa setelah bekerja (Post

employment).

Kehidupan ekonomi dengan hegemoni kapitalisme financial, telah beroperasi melalui

dis-solution subjectyang tidak memandang karyawan sebagai subjek produksi yang patut

dilindungi, melainkan sebagai objek yang bisa di eksploitasi.Karl Marx (1818-1883) dengan

teori nilai kerjanya menyatakan bahwa laba kapitalis didasarkan pada eksploitasi buruh.Menurut

Karl Marx nilai tambah yaitu keuntungan yang bertambah dari nilai upah yang dibayarkan pada

para buruh, telah dicuri dari mereka dan masuk ke kantong-kantong para kapitalis atau pemodal,

17

(28)

karena perbedaan di antara upah yang dibayarkan kepada seorang buruh menghasilkan

komoditas dan di antara harga jual komoditas itulah nilai tambahnya-maksudnya

keuntungan-yang tidak dinikmati kaum buruh dan hanya dikuasai para pemilik modal keuntungan-yang menurut teori ini

hidup bergantung pada kaum buruh.18

Teori Marx inilah yang cocok untuk menggambarkan bagaimana perlakuan pengusaha

terhadap karyawan dalam praktik kepailitan.Teori ini dipengaruhi oleh gambaran ekonomi politis

tentang kejamnya sistem kapitalis dalam mengeksploitasi buruh.Selanjutnya menurut Marx para

kapitalis menjalankan tipuan yang agak sederhana dengan membayar pekerjanya lebih rendah

daripada yang seharusnya mereka terima karena mereka menerima upah yang lebih rendah

daripada yang seharusnya mereka terima dan karena mereka menerima upah yang lebih rendah,

daripada nilai yang benar-benar mereka hasilkan dalam satu periode kerja.Nilai-surplus, yang

diperoleh dan diinventarisasikan kembali oleh kapitalis adalah basis bagi seluruh sistem

kapitalis.19

Kontradiksi antar kepentingan yang berbeda antara karyawan dengan pengusaha

(vendor) menuntut campur tangan pemerintah untuk melakukan perlindungan hukum, hal ini

tertuang dalam Pasal 4 huruf c UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan,

bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga

kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.20

Perlindungan hukum bagi karyawan diberikan mengingat adanya hubungan diperatas

(dienstverhoeding) antara karyawan dengan pengusaha, dienstverhoeding menjadikan karyawan

sebagai pihak yang lemah dan termarjinalkan dalam hubungan kerja.Kelompok yang

18

Ibid, hal. 90. 19

MS. Sula, Asuransi Syariah Dan Sistem Operasional (Jakarta: Gema Insan, 2004), hal. 95. 20

(29)

termarjinalkan tersebut sebagian besar dapat dikenali dari parameter kehidupan ekonomi mereka

yang sangat rendah, meskipun tidak secara keseluruhan marjinalisasi tersebut berimplikasi

ekonomi.

Perbedaan kedudukan secara ekonomi dan sosial antara karyawan dan pengusaha

menimbulkan hubungan subordinatif yang terbingkai dalam hubungan kerja sehingga

menimbulkan posisi tidak semitrikal antar keduanya.Dalam konteks inilah hukum dijadikan

sarana guna memberikan perlindungan terhadap karyawan, karena sebagai konsekwensi dari

hubungan kerja munculah hak dan kewajiban yang oleh hukum harus dijaga dan dilindungi.

Menurut Soepomo sebagaimana dikutif Abdul Hakim hubungan kerja ialah suatu

hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan dimana hubungan kerja itu, terjadi setelah

adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak.Mereka terikat dalam suatu perjanjian, di satu

pihak karyawan bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusaha mempekerjakan

karyawan dengan memberi upah.21

Dalam Pasal 1 angka 15 UU No 13 tentang Ketenagakerjaan telah diberikan defenisi,

bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan karyawan berdasarkan

perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.

Dari beberapa pengertian di atas yang menjadi dasar hubungan kerja adalah perjanjian

kerja.Atas dasar Perjanjian Kerja itu kemudian muncul unsur pekerjaan, upah dan

perintah.Dengan demikian hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan

perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkret atau nyata. Dengan adanya perjanjian kerja akan

ada ikatan antara pengusaha dan karyawan. Dengan perkataan lain ikatan karena adanya

21

(30)

perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja. Menurut Subekti sebagaimana dikutip

Abdul Khakim, perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang karyawan dan seorang majikan

atau pengusaha, perjanjian mana ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas (dienstverhoeding), dimana pihak majikan

berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain.Secara umum pengertian

dari Perjanjian Kerja dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 14 UU No 13 Tahun 2003 yang

menyatakan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/ karyawan dengan pengusaha atau

pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.22

Selanjutnya dalam Pasal 1601 KUH Perdata disebutkan perjanjian kerja ialah suatu

perjanjian dimana pihak yang satu buruh mengikatkan dirinya untuk bekerja pada pihak lainya

sebagai majikan dengan mendapatkan upah selama waktu tertentu. Konsep karyawan, pemberi

kerja, pengusaha dan perseroan adalah konsep sebagaimana tertuang dalam UU No 13 Tahun

2003 yang menyatakan karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum

atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau

imbalan dalam bentuk lain. 23

Pengusaha adalah:

a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perseroan milik sendiri.

b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perseroan bukan miliknya.

c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perseroan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Perseroan adalah:

22

Abdul Khakim, Perjanjian Kerja Karyawan Perseroan, (Bandung : Alumni 2005), hal. 37. 23

(31)

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan karyawan dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus danmempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Menurut Hari Supriyanto hukum perburuhan yang memiliki unsur publik yang

menonjol akan menyebabkan dalam hukum perburuhan memuat ketentuan ketentuan yang

bersifat memaksa. Oleh karena sifatnya yang memaksa tersebut maka hukum ketenagakerjaan

harus diawasi dan ditegakkan agar dapat memberikan perlindungan dan rasa adil bagi karyawan

maupun pengusaha dan masyarakat.Penegakan hukum pada masa sekarang ini diberi makna

yang lebih luas, tidak hanya menyangkut pelaksanaan hukum (law enforcement), tetapi juga

meliputi langkah preventif dalam arti pembuatan undang-undang.24

Penegakan hukum dimaksudkan agar tercapai suatu tujuan hukum yaitu ketentraman

dan kedamaian dalam pergaulan dan hubungan sosial.Penegakan hukum bertujuan menciptakan

kedamaian dalam pergaulan hidup manusia. Kedamaian dalam pergaulan hidup di satu pihak

berarti adanya ketertiban (yang bersifat ekstern antar pribadi atau inter personal), dan di lain

pihak artinya ketentraman (yang bersifat inter pribadi atau personal). Keduanya harus serasi

barulah tercapai kedamaian.

Penegakan hukum ketenagakerjaan dilaksanakan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan sebagai aparatur negara yang bertanggungjawab untuk mengawasi penerapan

hukum ketenagakerjaan, hal ini tertuang dalam Pasal 176 UU No 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan yang menyatakan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai

pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin

pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

24

(32)

Proses penegakan hukum merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan

ide-ide atau konsep yang abstrak menjadi kenyataan, usaha untuk mewujudkan ide atau nilai

selalu melibatkan lingkungan serta berbagai pengaruh faktor lainnya. Oleh karena itu apabila

hendak menegakkan hukum, maka hukum harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem.

Menurut Lawrence M.Friedman sebagaimana dikutif Esmi Warassih, hukum itu

merupakan gabungan antara komponen struktur, substansi dan kultur. Oleh Friedman struktur

hukum diibaratkan seperti mesin, substansi diibaratkan sebagai apa yang dihasilkan atau yang

dikerjakan oleh mesin dan kultur atau budaya hukum adalah siapa saja yang memutuskan untuk

menghidupkan atau mematikan mesin itu. Satu saja komponen pendukung tidak berfungsi

niscaya sistem mengalami disfunction (pincang).25

Berbicara mengenai hukum sebagai suatu sistem norma, menurut Hans Kelsen suatu

norma dibuat menurut norma yang lebih tinggi yang disebut Grundnorm atau Basic Norm

(Norma Dasar). Oleh karena itu, dalam tata susunan norma hukum tidak dibenarkan adanya

kontradiksi antara norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi.26

Syarat-syarat untuk mengajukan pailit terhadap suatu perseroan telah diatur dalam

Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004. Dari syarat pailit yang diatur dalam pasal tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa syarat yuridis agar dapat dinyatakan pailit adalah :

1. Adanya utang.

2. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo. 3. Minimal satu dari utang dapat ditagih. 4. Adanya debitur.

5. Adanya kreditur. 6. Kreditur lebih dari satu.

25

Esmi Warassih, Filsafat Hukum Dan Moralitas, (Jakarta: Salemba Empat, 2004), hal. 75. 26

(33)

7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan Pengadilan Niaga.

8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang yaitu: a. Pihak debitur.

b. Satu atau lebih kreditur.

c. Jaksa untuk kepentingan umum. d. Bank Indonesia jika debiturnya bank.

e. Bapepam jika debiturnya perusahaa efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian.

9. Menteri Keuangan jika debiturnya asuransi, reasuransi, dana pensiun dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.27

Kepincangan-kepincangan dalam penegakan hukum ketenagakerjaan memang bermula

dari tidak berfungsinya sistem hukum ketenagakerjaan, yang berimplikasi pada kompleksitas

masalah ketenagakerjaan.

Dalam dunia usaha yang global dan sangat kompetitif sekarang ini, banyak pihak yang

dapat menjadi stakeholders perseroan. Dilihat dari sudut pandang perseroan di Indonesia ada

beberapa orang atau sekelompok orang yang secara pasti dapat digolongkan

sebagaistakeholdersperseroan yaitu mereka yang memiliki legitimasi kepentingan langsung atau

hak dalam kegiatan perseroan. Mereka dalam golongan ini diantaranya adalah pemegang saham,

pelanggang dan karyawan perseroan.28

Kepailitan ataupun pembubaran suatu perseroan akan berdampak buruk terhadap

perlindungan hak dan masa depan dari para karyawannya. Kepentingan karyawan suatu

perseroan yang dinyatakan pailit adalah berkaitan dengan pembayaran upah dan pesangon, maka

upah dan hak-hak lainnya dari karyawan merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Pada prakteknya hak-hak karyawan kurang terlindungi dalam proses kepailitan posisi kreditor

27

Sunarmi, Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia (Civil Law System) dengan Amerika

Serikat (Common System), (Medan :e-USU Repository, 2004), hal. 23 28

Widjaja, Gunawan, dan Yeremia Ardi Pratama, Risiko Hukum & Bisnis Perseroan Tanpa CSR, Seri

Pemahaman Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Percetakan Penebaran Swadaya, 2008),

(34)

preferenyang dimiliki oleh karyawan tidak dapat begitu saja didahului. Pada daftar antrian

kreditor karyawan tidak berada pada urutan pertama walaupun UU Ketenagakerjaan telah

menyebut pembayaran upah karyawan didahulukan, ternyata di dalam praktek kepailitan kurator

lazim menyampingkan kepentingan karyawan.Sehingga menjadi pertimbangan-pertimbangan

yang mendasari pemikiran perlunya pemberian perlindungan terhadap hak-hak karyawan dalam

kepailitan perseroan, manakala terjadi kasus kepailitan pada satu perseroan.29

2.Landasan Konsepsional

Landasan konsepsional atau konstruksi secara internal pada pembaca guna untuk

mendapat stimulasi atau dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan kepustakaan. Landasan

konsepsional ini di buat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan

memberikan arahan dalam penelitian, maka dengan ini dirasa perlu untuk memberikan beberapa

konsep yang berhubung dengan judul dalam penelitian sebagai berikut :

1. Perlindungan Hukum terhadap hak-hak karyawan didalam kepailitan bank adalah didalam

pengunaan hak atas kebebasan terhadap karyawan yang menerima upah atau imbalan dalam

bentuk apapun yang bekerja pada siapa saja baik persekutuan, badan hukum atau badan

lainnya yang berbentuk perbankan dimana atas kebebasan atas hak tersebut mendapat

jaminan dari negara atau penguasa.30

2. Karyawan adalah pekerja yang bekerja pada lembaga atau badan usaha untuk mendapat gaji

yang dituntut untuk untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan perjanjian

kerja.31

29

Ibid, hal. 48. 30

Ibid, hal. 50. 31

(35)

3. Hak-Hak karyawan adalah pemenuhan terhadap asasi manusia dalam mencapai kebutuhan

terhadap dirinya dalam perikatan akibat perjanjian kerja sebagai karyawan yang diterima dari

pengusaha atau majikan.32

4. Kepailitan adalah sita umum atasan kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.33

5. Perseroan adalah persekutuan modal yang oleh undang-undang diberi status badan hukum.34

6. Utang adalah kewajiban yang timbul dari perjanjian atau Undang-Undang untuk memberikan

sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.35

7. Kreditor Preferen adalah kreditor yang mempunyai hak pengambilan pelunasan terlebih

dahulu daripada kreditor lain.36

8. Pengadilan Niaga adalah peradilan di bawah lingkungan peradilan umum yang tugasnya

adalah memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban

pembayaran utang dan memeriksa perkara lain di bidang perniagaan misalnya sengketa

HAKI.37

9. Perselisihan Hak adalah perselisiha yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya

pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian

kerja, perjanjian perseroan atau perjanjian kerja bersama.38

32

Muktar Pakpahan, Hak Asasi Karyawan, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 1998), hal. 50. 33

Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan (Jakarta : Putra Grafika, 2007), hal. 381. 34

Andrian Sutedi, Hukum Perbankan (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 5. 35

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 127. 36

Ibid, hal. 135. 37

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, ( Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hal. 6.

38

(36)

G. Metode Peneleitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi

sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja

ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan

konsisten. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa

gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.39

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dengan demikian metode penelitian adalah

upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif,

penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas

hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald

Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal

research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the

book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.40

Penelitian hukum normatif dikenal sebagai penelitian hukum normatif yang bersifat

kualitatif. Berkenaan dengan penelitian kualitatif tersebut Anselmus Strauss dan Juliat Corbin

menyebut sebagai berikut “qualitatif research we mean any kind of research that procedure

findings not arrived at by means of statistical procedures or ather means of quantifications. It

39

Anselmus Strauss, dan Juliat Corbin, Basic of Qualitative Research, Grounded Theory Procedure and

Technique, (Newbury, Park London, New Delhi : Sage Publication, 1979), hal. 7. 40

(37)

can refer to research about persons, lives, behaviours, but also about organization functionating,

social covenants intellectual relationship”.41

Tiga alasan penggunaan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif.Pertama,

analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan

data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang di

dasarkan pada yang dikumpulkan42. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki

sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifsir.

Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan

merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana hal itu menunjukkan adanya keanekaragaman

data serta memerlukan informasi yang mendalam (indepth information).43

Ketiga kriteria penelitian kualitatif tersebut terdapat dalam penelitian tesis ini, sehingga

sangat beralasan menggunakan metode kualitatif dalam analisis data.Penelitian ini bersifat

menyeluruh karena berupaya mendalami keseluruhan aspek dari perlindungan terhadap hak-hak

karyawan dalam kepailitan perseroan baik aspek etika bisnis maupun aspek hukum, yang

keseluruhan dikonstruksikan dalam uraian-uraian yang sistematis.

Penelitian ini juga berupaya mencari hubungan yang harmonis dari konsep-konsep yang

ditemukan dalam bahan-bahan hukum primer dan skunder dengan menggunakan teori atau

doktrin-doktrin hukum terkait perlindungan terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan

perseroan.

41

Ibid, hal. 15. 42

William J. Filstead, Qualitative Methods : A Needed Perspective in Evaluation Reseaarch, dalam

Thomas D. Cook dan Charles S. Reichardt, ed, Qualitative and Quantitative Methods in Evalution Research,

(London : Sage Publications, 1979), hal. 38. 43

(38)

2. Sumber Data

Sumber data digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan

(library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran

konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaha penelitian ini yang

dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah

lainnya.

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi :

1. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, Undang-Undang No.3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi

atau pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek telaha penelitian ini.44

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, majalah dan

jurnal ilmiah, surat kabar , artikel bebas dari internet, dan majalah mingguan juga menjadi

tambahan bahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan

penelitian ini.45

44

Ronny. H. Soemitro, Op. cit. hal. 45. 45

(39)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan caraalat pengumpulan data studi pustaka yang

relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data atau kasus-kasus

yang ada. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan

dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal (di dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Perseroan, Undang-Undang Mahkamah Agung

dan Undang-Undang Ketenagakerjaan) yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian

dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga

menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selanjutnya

data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada

kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaha dalam penelitian ini. Selanjutnya data

yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan,

sehingga pokok permasalahan dalam penelitian ini akan dapat dijawab.46

4. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan dirasa telah cukup lengkap, maka tahap selanjutnya adalah

mengolah dan menganalisis data.Metode analisis data yang dipakai adalah analisis kualitatif,

dimana setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan, penganalisisan dan

pengkonstruksian data secara menyeluruh, sistematis dengan menjelaskan hubungan antara

berbagai jenis data.Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara

deskriftif. Sehinga selain menggambarkan dan mengungkapkan, diharapkan akan memberikan

solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

46

(40)

Pada penelitian hukum normatif, pengelolaan bahan hukum pada hakekatnya adalah

kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematis berarti

membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan dalam penelitian

kegiatan tersebut antara lain memilih peraturan perundang-undangan primer, sekunder, tertier

yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan berkaitan dengan masalah perlindungan

terhadap hak-hak karyawan dalam kepailitan perseroan. Menemukan prinsip-prinsip hukum yang

terdapat dalam bahan-bahan hukum primer.Membuat sistematis dari bahan-bahan hukum

sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu yang selaras dengan perlindungan terhadap

hak-hakkaryawan dalam kepailitan perseroan.Menemukan dan mengarahkan hubungan antara

prinsip-prinsip hukum dan klasifikasi dengan mengunakan kerangka teoritis yang ada sebagai

pisau analisis.Penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dengan mengunakan

(41)

BAB II

AKIBAT HUKUM PERSEROAN TERBATAS YANG DIJATUHI PUTUSAN PAILIT

A. Asas-Asas Umum Kepailitan

1. Pengertian Kepailitan

Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan “pailit”.Dalam

Black’s Law Dictionary pailit atau “Bangkrupt” adalah : “the state or condition of a

person(individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they

are, or become due”. The term includes a person againts whom an involuntary petition has been

filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bangkrupt”

Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat dilihat

bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang

debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.Ketidakmampuan tersebut harus disertai

dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh

debitur sendiri maupun atas permintaan pihak ketiga (diluar debitur), suatu permohonan

pernyataan pailit ke pengadilan.47

UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang sebagai

pengganti dari UU No.4 Tahun 1998 definisi mengenai kepailitan dapat di lihat di dalam Pasal 1

ayat 1 yaitu: kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan

dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana

diatur dalam undang-undang ini.

47

(42)

2. Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit

Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan

oleh :

1. Debitur sendiri.

2. Atas permintaan seorang atau lebih kreditur.

3. Kejaksaan untuk kepentingan umum.

4. Dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh

bank Indonesia.

5. Dalam hal debitor adalah perseroan efek, bursa efek, lembaga kliring, penjaminan,

lembaga penyimpangan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat

diajukan oleh badan pengawas pasar modal.

6. Dalam hal debitor adalah perseroan asuransi, perseroan reasuransi, dana pensiun atau

badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan

pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Pengertian debitur bank di sini mengacu pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Pokok-Pokok Perbankan yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak (penjelasan Pasal 2 ayat 3 UUK dan PKPU). 48

48

(43)

Dimaksud dengan Perseroan Efek adalah pihak yang melakukan kegiatan sebagai

penjamin emisi efek, perantara pedagang efek dan manajer investasi, sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Pengertian perseroan asuransi adalah perseroan asuransi jiwa dan perseroan asuransi

kerugian.Perseroan asuransi dan perseroan reasuransi adalah perseroan asuransi dan reasuransi

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai usaha perasuransian

(penjelasan Pasal 2 ayat 5 UUK dan PKPU).49

Subyek hukum yang dapat dinyatakan pailit adalah :

a. Orang perorang, baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikahmaupun yang belum,

jika permohonan pailit itu diajukan oleh debitor perorangan yang telah menikah, maka

permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isteri, kecuali antara

suami atau isteri tidak ada percampuran harta.

b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya.

Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama dan tempat

kediaman masing-masing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang

firma.

c. Perseroan-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan

hukum. Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai kewenangan masing-masing badan

hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya

d. Harta peninggalan.

49

(44)

3. Hukum Acara yang berlaku

Untuk memberikan ketegasan Pasal 299 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan

Pembayaran Utang menyatakan bahwa kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini maka

hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata.Dalam hal ini berarti yang berlaku adalah

Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR)/ Reglemenet Indonesia yang diperbaharui (RIB) untuk

Jawa dan Madura, dan Rechtstreglement Buitengewesten (RBG) untuk daearah luar Jawa dan

Madura dan RV (Reglement of de Rechtvordering) seberapa jauh dianggap perlu dan relevan.50

Jika di dalam undang-undang tentang kepailitan, maka pada prinsipnya asas-asas umum

dari kepailitan adalah sebagai berikut, sifat dapat dilaksanakan lebih dahulu (Uit Voor Baar Bij

Voor Raad).Asas dapat dilaksanakan lebih dahulu dapat kita lihat di dalam Pasal 16 ayat (1)

Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang yang menyatakan bahwa,

putusan atas permohonan pailit dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan

tersebut diajukan suatu upaya hukum dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang yang mewajibkan kurator kepailitan untuk melaksanakan segala

tugas dan kewenangannya untuk mengurus dan membereskan harta pailit terhitung sejak putusan

pernyataan pailit ditetapkan, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan

kembali. Sifat tersebut makin diperkuat oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang

Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang yang menyatakan bahwa meskipun putusan pailit

tersebut kemudian dikoreksi atau dibatalkan oleh suatu putusan yang secara hierarki lebih tinggi,

semua kegiatan pengurusan dan pemberesan oleh kurator yang telah dilakukan terhitung putusan

kepailitan dijatuhkan hingga putusan tersebut dibatalkan, baik dalam bentuk putusan kasasi

50

(45)

maupun karena peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung tetap dinyatakan sah oleh

undang-undang sebagaisifat pembuktian sederhana.51

Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang

menyatakan bahwa setiap permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta

atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit oleh

terpenuhi.52

Syarat itu tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan

Pembayaran Utang, yaitu orang yang hendak dinyatakan pailit mempunyai lebih dari dua

kreditur dan memiliki utang yang tidak dibayar dan dapat ditagih. Asas publisitas artinya harus

ada suatu permohonan pernyataan pailit yang diajukan baik oleh kreditur maupun debitur sendiri

kepada pengadilan, agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui keadaan dari debitur yang

tidak mampu membayar utang-utangnya (Pasal 6 UUK dan PKPU).

Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan jika persyaratan kepailitan sebagaimana

tersebut dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU telah terpenuhi yaitu:

1. Debitur tersebut mempunyai dua atau lebih kreditur.

2. Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih.53

Untuk memahami dari persyaratan kepailitan di atas, maka akan dipaparkan secara lebih

lengkap sebagai berikut:

51

Ibid, hal. 85. 52

Ibid, hal. 90. 53

Referensi

Dokumen terkait

Tatakaedah kajian menggunakan Teknik Delphi yang temu bual bersama tujuh orang pakar bidang pendidikan vokasional telah dijalankan bagi memperoleh kesepakatan

Oleh itu, kajian ini dijalankan bertujuan untuk melihat elemen-elemen pengajaran guru berdasarkan Modul Pentaksiran Berasaskan Sekolah(MPBS) dalam sesi amali di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar pada materi ekosistem dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning siswa kelas X IPA MA Negeri 1

SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : NAUFAL MAFAZI NIM : 13410024 Fakultas : Psikologi Jurusan : Psikologi Judul Skripsi : PENGARUH STRATEGI COPING DAN HARGA

Dengan melakukan privatisasi perusahaan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada negara, baik dalam bentuk pajak , deviden, maupun kontribusi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi genetik Pinus merkusii Jung et de Vriese yang berlokasi di Kebun Benih Jember serta kekerabatan dengan yang berasaldari Hutan

Jumlah pori yang lebih banyak menyebabkan luas permukaan karbon aktif menjadi lebih besar, hal ini menunjukkan bahwasanya pada suhu aktivasi yang lebih tinggi unsur-unsur

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi