ANALISA JENIS DAN KADAR PEMANIS BUATAN PADA PERMEN KARET YANG BEREDAR
DI KOTA MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh:
NIM. 061000142 ROMAYANTI SILALAHI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISA JENIS DAN KADAR PEMANIS BUATAN PADA PERMEN KARET YANG BEREDAR
DI KOTA MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
061000142
ROMAYANTI SILALAHI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :
ANALISA JENIS DAN KADAR PEMANIS BUATAN PADA PERMEN KARET YANG BEREDAR
DI KOTA MEDAN TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
NIM. 061000142 ROMAYANTI SILALAHI
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 15 Desember 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji Ketua Penguji
Ir. Indra Chahaya S,MSi NIP. 196811011993032005
Penguji II
Penguji I
dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes NIP. 197002191998022001
NIP.196501091994032002 Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS
Penguji III
NIP. 195804041987021001 dr. Surya Dharma, MPH
Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Permen karet terbuat dari bahan alami atau sintetis getah sebagai ramuan utamanya memiliki gizi dan rasa pokok, seperti gula dan zat pengharum, dimana akan berangsur-angsur hilang oleh kunyahan. Dengan adanya pemanis buatan yang memiliki rasa manis jauh lebih tinggi daripada gula dan harganya yang relatif murah, sebagai pemanisnya ditambahkan pemanis buatan seperti sakarin, siklamat dan pemanis buatan lainnya. Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Pemanis buatan apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisa jenis dan kadar pemanis buatan pada permen karet yang beredar di Kota Medan tahun 2010. Untuk melihat apakah penggunaan pemanis buatan dalam permen karet tersebut memenuhi syarat kesehatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif. Sampel diambil dari warung-warung dan pasar swalayan di Kota Medan lalu diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Permen karet yang mengandung sakarin antara lain Bubble Gum sebesar 0,121mg/kg, Long bar sebesar 19,48 mg/kg, Tidak bermerek sebesar 25,53 mg/kg, Wah Tattoo sebesar 14,58 mg/kg dan Happy Permen Karet 24,24 mg/kg. Dari kesepuluh sampel permen karet tidak ditemukan penggunaan siklamat.
Berdasarkan hasil yang diteliti, dari keseluruhan sampel yang mengandung sakarin belum melebihi batas maksimum yang ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Kepada Balai POM diharapkan agar tetap melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan bahan tambahan makanan.
ABSTRACT
The bubble-gum is formed of the nature substances or sap synthesis as the main ingredients that have nutrient and the basic tastes, such as sugar and aromatic substance, where rapidly will be lost by chewing. With the synthetic sweetener that has the sweet taste higher than sugar and the price is relatively cheap, and the sweetener is added synthetic sweetener like saccharin, cyclamate and the other synthetic sweetener. The synthetic is the supplement substance that can give the sweet taste for food, but it does not have nutrient value.
The general purpose of this research is to analyze the kinds and content of synthetic sweetener in the bubble-gums which are circulated at Medan on 2010. To looked what are the using of synthetic sweetener have health.
The method used in this research was descriptive survey. The sample were taken from the small shops and swalayan market at Medan, and then investigated in the Laboratorium Kesehatan Medan.
The result of research showed the bubble-gum contained saccharin such as 0.121 mg/kg Bubble Gum, 19.48 mg/kg Long Bar, 25.53 mg/kg no label, 14.58 mg/kg Wah Tattoo and 24,24 mg/kg Happy Permen Karet. From the tenth sample that were investigated, there was no sample contained cyclamate.
Based on the result was investigated, all of the sample contained saccharin had not exceeded the maximal limit which was decided by minister of health. The BPOM is hoped for doing the monitoring and supervision in the using of the supplement foods.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“ANALISA JENIS DAN KADAR PEMANIS BUATAN PADA PERMEN KARET YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN TAHUN 2010”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan guna memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Mastarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril maupun materil, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Ketua Departemen Kesehatan lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran, saran dan pengarahan kepada penulis
dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan pikiran dan waktu dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Seluruh Dosen khususnya Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf pegawai dan karyawan terkhususnya Kak Dian yang membantu kelancaran skripsi ini.
7. Dra. Norma Sinaga, selaku Kepala Bagian Toksikologi Laboratorium Kesehatan Medan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyempurnaan
skripsi ini.
8. Kedua Orangtuaku yang terkasih M. Silalahi dan N. Siburian yang selalu ada untuk mendoakan, memotivasi, mendukung, menasehati dan menyediakan segala
materi yang diperlukan.
9. Kakakku Elina Silalahi, S.IP dan adik-adikku yang terkasih Elisda Silalahi,
Irwansyah Silalahi, Novawati Silalahi dan keluarga besar Silalahi dan Siburian yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat kepada penulis.
10. Malim (Faeri, Maria, Pujita) yang selalu memberikan semangat, motivasi dan
sama-sama berjuang baik suka maupun duka dalam setiap penyelesaian skripsi. 12. Kelompok Kecilku “Light Generation” ( Feddy, Fredy, Hotman, Lucky,
14. Seluruh teman-teman Koordinasi POMK FKM USU Tahun 2010 dan khususnya teman di Komisi Keuangan dan Peralatan POMK FKM (May Laura) atas setiap doa, dukungan dan semangat.
16. Mama inventaris (Erika Gresia Sihombing) dan seluruh Komisi Peralatan Se-USU (Abram, Anwar, Armen, Bonar, Dody, Erma, Ester, Horas, LCM, Lusi, Oktavianus, Pahala, Rimbun, Theodora, Yudha) buat setiap doa, semangat dan
dukungan yang diberikan.
17. Adik-adik dan teman-temanku Raganda Silalahi, B’Etsas, Berman, Dearman,
Johannes, Samuel, Lusiana, Lia Silalahi yang mendukung didslsm pengerjaan skripsi ini.
18. Teman-teman khususnya peminatan Kesehatan Lingkungan buat setiap dukungan
yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam skripsi ini mungkin masih
terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk memperkaya materi skripsi ini.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstrack ...iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... v
Daftar Riwayat Hidup ... vi
Daftar Tabel ... vii
Daftar Lampiran ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... .. 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian... 5
1.3.1. Tujuan Umum ... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Bahan Tambahan Makanan (BTM) ... 7
2.1.1. Definisi Bahan Tambahan Makanan (BTM) ... 7
2.1.2. Jenis Bahan Tambahan Pangan ... 8
2.1.3. Fungsi Bahan Tambahan Pangan ... 9
2.2. Zat Pemanis ... 11
2.2.1. Pengertian Zat Pemanis... 11
2.2.2. Hubungan Struktur dan Rasa Manis ... 11
2.2.3. Jenis Zat Pemanis ... 13
2.2.3.1. Pemanis Alami ... 13
2.2.3.2. Pemanis Buatan... 14
2.3. Sakarin ... 17
2.4. Aspartam ... 20
2.5. Siklamat ... 22
2.6. Sorbitol ... 24
2.7. Asesulfam-K (acesulfame Pottasium) ... 25
2.8. Isomalt ... 26
2.9. Alitam ... 27
2.10. Laktitol (Lactitol) ... 28
2.11. Maltitol ... 29
2.12. Manitol (Mannitol) ... 30
2.13. Neotam (Neotame) ... 31
2.14. Silitol (Xylitol) ... 32
2.15. Sukralosa (Sucralose) ... 33
2.17. Dampak Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan... 35
2.18. Permen Karet ... 37
2.18.1. Manfaat Mengunyah Permen Karet ... 38
2.18.2. Kerugian Mengunyah Permen Karet ... 38
2.19. Kerangka Konsep ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
3.1. Jenis Penelitian ... 41
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 41
3.2.2. Waktu Penelitian ... 41
3.3. Objek Penelitian ... 41
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42
3.4.1. Data Primer ... 42
3.4.2. Data Sekunder ... 42
3.5. Definisi Operasional ... 42
3.6. Aspek Pengukuran ... 43
3.6.1. Uji Kualitatif ... 43
3.6.1.1. Uji Kualitatif Sakarin ... 43
3.6.1.2. Uji Kualitatif Siklamat ... 44
3.6.2. Uji Kuantitatif... 44
3.7. Analisa Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47
4.1. Hasil Analisa Kualitatif Sakarin Pada Permen Karet ... 47
4.2. Hasil Analisa Kualitatif Siklamat Pada Permen Karet ... 48
4.3. Hasil Analisa Kuantitatif Sakarin Pada Permen Karet ... 48
BAB V PEMBAHASAN ... 50
5.1. Hasil Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Sakarin Pada Permen Karet .... 50
5.2. Hasil Analisa Kualitatif Siklamat Pada Permen Karet ... 52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
6.1. Kesimpulan ... 54
6.2. Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Romayanti Silalahi
Tempat/tanggal lahir : Panei Tongah/ 16 Januari 1989
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 5 (Lima) Orang
Alamat Rumah : Panei Tongah
Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri II Panei Tongah 1994-2000 2. SMP Negeri I Pane 2000-2003 3. SMA Negeri 3 Pematang Siantar 2003-2006
4. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2006-2010
Riwayat Organisasi : 1. Anggota UKM KMK USU UP POMK FKM sejak tahun 2006-sekarang.
2. Koordinasi UKM KMK USU UP POMK FKM
USU sebagai Tim Dana sejak tahun 2008-2009. 3. Koordinasi UKM KMK USU UP POMK FKM
USU sebagai ketua Komisi Keuangan dan Peralatan tahun 2010.
4. Pemimpin Kelompok Kecil UKM KMK USUS UP
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Intensitas Beberapa Pemanis Dibandingkan dengan Sukrosa 10%. Tabel 2.2. Daftar pemanis sintesis yang diizinkan di Indonesia.
Tabel 2.3. Pemanis Buatan yang Direkomendasikan Departemen Kesehatan RI Tabel 2.4. Beberapa Jenis Pemanis Buatan Pengganti Sukrosa yang Diijinkan
Penggunaannya di Indonesia.
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Sakarin pada Permen Karet yang beredar di Kota Medan Tahun 2010.
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Siklamat pada Permen Karet yang beredar di Kota Medan Tahun 2010.
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Sakarin pada Permen Karet yang beredar di Kota Medan Tahun 2010.
Daftar Lampiran Lampiran 1. Komposisi Permen Karet.
Lampiran 2. PerMenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan Dalam Makanan.
Lampiran 3. Contoh Perhitungan Kadar Pemanis Buatan pada Permen Karet. Lampiran 4. Surat Izin Melakukan Penelitian.
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian.
ABSTRAK
Permen karet terbuat dari bahan alami atau sintetis getah sebagai ramuan utamanya memiliki gizi dan rasa pokok, seperti gula dan zat pengharum, dimana akan berangsur-angsur hilang oleh kunyahan. Dengan adanya pemanis buatan yang memiliki rasa manis jauh lebih tinggi daripada gula dan harganya yang relatif murah, sebagai pemanisnya ditambahkan pemanis buatan seperti sakarin, siklamat dan pemanis buatan lainnya. Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Pemanis buatan apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisa jenis dan kadar pemanis buatan pada permen karet yang beredar di Kota Medan tahun 2010. Untuk melihat apakah penggunaan pemanis buatan dalam permen karet tersebut memenuhi syarat kesehatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif. Sampel diambil dari warung-warung dan pasar swalayan di Kota Medan lalu diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Permen karet yang mengandung sakarin antara lain Bubble Gum sebesar 0,121mg/kg, Long bar sebesar 19,48 mg/kg, Tidak bermerek sebesar 25,53 mg/kg, Wah Tattoo sebesar 14,58 mg/kg dan Happy Permen Karet 24,24 mg/kg. Dari kesepuluh sampel permen karet tidak ditemukan penggunaan siklamat.
Berdasarkan hasil yang diteliti, dari keseluruhan sampel yang mengandung sakarin belum melebihi batas maksimum yang ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Kepada Balai POM diharapkan agar tetap melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan bahan tambahan makanan.
ABSTRACT
The bubble-gum is formed of the nature substances or sap synthesis as the main ingredients that have nutrient and the basic tastes, such as sugar and aromatic substance, where rapidly will be lost by chewing. With the synthetic sweetener that has the sweet taste higher than sugar and the price is relatively cheap, and the sweetener is added synthetic sweetener like saccharin, cyclamate and the other synthetic sweetener. The synthetic is the supplement substance that can give the sweet taste for food, but it does not have nutrient value.
The general purpose of this research is to analyze the kinds and content of synthetic sweetener in the bubble-gums which are circulated at Medan on 2010. To looked what are the using of synthetic sweetener have health.
The method used in this research was descriptive survey. The sample were taken from the small shops and swalayan market at Medan, and then investigated in the Laboratorium Kesehatan Medan.
The result of research showed the bubble-gum contained saccharin such as 0.121 mg/kg Bubble Gum, 19.48 mg/kg Long Bar, 25.53 mg/kg no label, 14.58 mg/kg Wah Tattoo and 24,24 mg/kg Happy Permen Karet. From the tenth sample that were investigated, there was no sample contained cyclamate.
Based on the result was investigated, all of the sample contained saccharin had not exceeded the maximal limit which was decided by minister of health. The BPOM is hoped for doing the monitoring and supervision in the using of the supplement foods.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi tadi, mempunyai nilai yang sangat penting (tergantung dari
macam-macam bahan makanannya) untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan, terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan dan
memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Kartasapoetra, 2008). Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu dengan memperhatikan “Empat
Sehat, Lima Sempurna” yang selalu dianjurkan pemerintah, setiap bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang selalu dibutuhkan tubuh manusia
guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya (Kartasapoetra, 2008).
Sejauh mana makanan dapat mempengaruhi suatu penyakit, memang masih
diperdebatkan. Menandai makanan yang mempunyai kerja mempengaruhi suatu penyakit, sebagian besar masih berupa pengalaman yang perlu dibuktikan dengan
penelitian. Baru sebagian kecil saja diantara makanan yang telah melewati liku-liku penelitian klinis dan farmakologis yang terbukti punya andil pada suatu penyakit, mempercepat kesembuhan, atau malah membuat penyakit menjadi kambuh (Sitorus,
Dalam Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil
teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan (Depkes, 2009).
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan
Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan Tambahan Makanan itu bisa
memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan
yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam
dosis yang tepat, serta mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).
Pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan/
sintesis. Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan,
tetapi tidak memiliki nilai gizi. Contoh pemanis buatan yaitu Sakarin, Siklamat, Aspartam, Dulsin, Sorbitol Sintesis, Nitro-propoksi-anilin.
Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis
tingkat kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah dan organ tubuh manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai penggunaan pemanis buatan juga harus disertai dengan batasan jumlah maksimum penggunaannya
(Ambarsari, 2008).
Meskipun diizinkan untuk makanan, zat pemanis sintesis sakarin dan siklamat merupakan zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes
ataupun konsumen dengan diet rendah kalori. Namun demikian, kini sakarin juga sering ditambahkan ke dalam makanan yang ditujukan untuk konsumen pada
umumnya ( bukan penderita diabetes). Padahal, pemanis ini diduga dapat menimbulkan kanker kandung kemih pada tikus. Seperti halnya sakarin, penggunaan siklamat dapat pula berbahaya mengingat hasil metabolismenya, yaitu
sikloheksamina bersifat karsinogenik sehingga ekskresi lewat urin dapat merangsang pertumbuhan tumor pada kandung kemih tikus (Yuliarti, 2007).
Hasil penelitian Yayasan Lembaga konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan bahwa beberapa makanan jajanan yang dijual di sekolah-sekolah dasar, seperti limun merah, limun kuning, manisan kedondong, dan es cokelat menggunakan kombinasi
sakarin dan siklamat. Jumlah sakarin yang terdapat didalam makanan jajanan tersebut berkisar antara 36,5-113 ppm, sedangkan jumlah siklamat yang terdeteksi
0,05-0,07 ppm. Walaupun pemanis sintesis tersebut terdapat pada jumlah yang masih dibawah batas maksimum tetapi berdasarkan Peraturan Menkes tahun 1988 jumlah tersebut hanya digunakan untuk produk yang rendah kalori atau penderita diabetes
dasar, sedangkan berdasarkan penelitian Streetfood Project (Proyek Makanan Jajanan) di Bogor tahun 1989, diketahui bahwa hampir seluruh jenis es puter dan minuman ringan yang diperiksa (251 sampel), ternyata mengandung siklamat
(Cahyadi, 2006).
Dalam Ambarsarie menyatakan bahwa pada salah satu sampel produk permen karet, bahan pemanis yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa jenis
pemanis buatan yaitu aspartam dan acesulfame K. Bagi produsen, kombinasi penggunaan bahan pemanis buatan dapat meningkatkan citarasa produk,
memperpanjang umur simpan, serta menurunkan biaya produksi. Polyol (sorbitol dan maltitol) dalam produk tersebut tidak berfungsi sebagai bahan pemanis, namun lebih berfungsi sebagai pencitarasa, bahan pengisi, penstabil, antikempal, humektan, dan
sekuestran.
Produk permen dan kembang gula merupakan produk yang tidak dapat terlepas
dari penggunaan bahan pemanis, baik alami maupun buatan. Penggunaan pemanis buatan merupakan salah satu alternatif yang paling menguntungkan untuk mengurangi biaya produksi, sehingga penggunaan pemanis buatan dalam
produk-produk permen cenderung meningkat. Produsen umumnya berdalih bahwa penggunaan pemanis buatan dilakukan dalam upaya menjaga kesehatan, yaitu
mencegah kerusakan gigi. Menurut hasil survei di Australia, produk permen dan minuman ringan merupakan produk dengan kandungan pemanis buatan yang paling banyak dikonsumsi, yaitu masing-masing mencapai 27%. Konsumen untuk produk
peraturan mengenai penggunaan pemanis dalam produk ini harus diperketat. Batas maksimum penggunaan pemanis buatan dalam produk permen dan kembang gula yang ditetapkan Indonesia dapat dikatakan relatif lebih tinggi dibandingkan standar
yang ditetapkan oleh Eropa dan Amerika, terutama untuk penggunaan pemanis jenis aspartam.
Permen karet adalah salah satu makanan jajanan yg disukai oleh orang dewasa
dan khususnya anak-anak. Jenis-jenis permen karet dari berbagai merk dapat kita temukan dengan lengkap di pasar-pasar swalayan dan juga dikedai-kedai sekitar kita.
Permen karet yang dijual dikedai juga kurang diperhatikan keamanannya oleh pemerintah. Apakah permen karet tersebut menggunakan bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi atau tidak.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menganalisa jenis dan kadar
pemanis buatan yang terdapat pada permen karet yang beredar di Kota Medan dan apakah penggunaannya telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jenis pemanis buatan yang terdapat pada permen karet yang beredar di Kota Medan tahun 2010.
2. Untuk mengetahui kadar pemanis buatan yang terdapat pada permen karet yang beredar di Kota Medan tahun 2010.
3. Menganalisa jenis dan kandungan pemanis buatan yang terdapat pada permen
karet dan dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 untuk dilihat apakah permen karet yang beredar di
Kota Medan memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi oleh masyarakat. 1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam mengkonsumsi permen karet yang
beredar di Kota Medan.
2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan Badan POM tentang jenis
dan kadar pemanis buatan pada permen karet yang beredar di Kota Medan. 3. Sebagai referensi bagi pengembangan ilmu dan pendidikan lebih lanjut bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Tambahan Makanan (BTM)
2.1.1. Definisi Bahan Tambahan Makanan (BTM)
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan
(Cahyadi, 2006).
Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan
terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak (Saparinto, 2006).
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen
Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).
2.1.2. Jenis Bahan Tambahan Pangan
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih
mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses
produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan
adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan;
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
yang tidak memenuhi persyaratan;
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan
cara produksi yang baik untuk pangan;
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang
batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis
lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas
penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh
2.1.3. Fungsi Bahan Tambahan Pangan
Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticaking Agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) 7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11. Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils) 4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna
kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).
2.2.Zat Pemanis
2.2.1. Pengertian Zat Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan
kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus
merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama
(Cahyadi, 2006).
2.2.2. Hubungan Struktur dan Rasa Manis
1. Mutu rasa manis
Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan kemurniannya. Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang berbeda antara bahan
pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang mendekati rasa manis, kelompok gula yang banyak dipakai sebagai dasar pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida seperti aspartam memiliki rasa manis
dengan mutu yang serupa dengan kelompok gula dan tidak memiliki rasa ikutan. Sedangkan pada sakarin dan siklamat menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin
terasa dengan bertambah bahan pemanis. Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan struktur molekulnya, karena dengan pemurnian yang bagaimanapun tidak dapat menghilangkan rasa pahit.
2. Intensitas rasa manis
Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat dasar kemanisan suatu
bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang indra perasa. Kekuatan
rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat mediumnya (cair atau padat). Harga intensitas rasa
Tabel 2.1. Intensitas Beberapa Pemanis Dibandingkan dengan Sukrosa 10%
Pemanis Kemanisan Relatif
1. Sukrosa 2. Na-Siklamat 3. Dulsin 4. Sakarin 5. Aspartam
6. 1-n-propoksi-2-amino-nitrobenzen 1 15-31 70-350 240-350 250 4.100
3. Kenikmatan rasa manis
Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau
bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Dari berbagai pemanis tidak sempurna dapat menimbulakan rasa nikmat yang dikehendaki. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat menimbulkan
rasa nikmat malah memberikan rasa yang tidak menyenangkan. Tetapi penggunaan campuran sakarin dan siklamat pada bahan pangan dapat menimbulkan rasa manis
dan tanpa menimbulkan rasa pahit. Meskipun rasa manis yang tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak. Pemanis mempunyai harga toleransi yang berbeda antara kelompok masyarakat bahkan antarindividu.
2.2.3. Jenis Zat Pemanis
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan
pemanis buatan/ sintesis (Cahyadi, 2006) :
2.2.3.1. Pemanis Alami
Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang
pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut terkenal sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah:
Gula umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa. Secara kimiawi
gula identik dengan karbohidrat.
Beberapa jenis gula dan berbagai produk terkait:
Gula Granulasi (Gula Pasir): kristal-kristal gula berukuran kecil yang pada umumnya
dijumpai dan digunakan di rumah (gula pasir).
Gula batu: Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa, gula batu diperoleh dari
Kristal bening berukuran besar bewarna putih atau kuning kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang mengalami kristalisasi secara lambut. Gula batu putih memiliki rekahan-rekahan kecil yang memantulkan cahay. Kristal
berwarna kuning kecoklatan mengandung berbagai caramel. Gula ini kurang manis karena adanya air dalam Kristal.
Rumus kimia sukrosa: C12H22O11 merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa. Senyawa ini dikenal sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain
seperti tumbuhan. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula tebu atau gula bit
2.2.3.2. Pemanis Buatan
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007).
Sekalipun penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia lain
buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan yang mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable Daily Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal
[image:30.610.119.535.255.689.2]pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan (Yuliarti, 2007).
Tabel 2.2. Daftar pemanis sintesis yang diizinkan di Indonesia Nama
Pemanis Sintesis
ADI Jenis Bahan Makanan Batas Maksimal Penggunaan
Sakarin (Garam Natrium)
0-2,5 mg
Makanan berkalori rendah a. Permen karet b. Permen c. Saus
d. Es krim dan sejenisnya e. Es lilin
f. Jam dan jeli g. Minuman ringan h. Minuman yoghurt
i. Minuman ringan
fermentasi
a. 50mg/kg (sakarin) b. 100mg/kg (Na-sakarin) c. 300 mg/kg (Na-sakarin) d. 200 mg/kg (Na-sakarin) e. 300 mg/kg (Na-sakarin) f. 200 mg/kg (Na-sakarin) g. 300 mg/kg (Na-sakarin) h. 300 mg/kg (Na-sakarin) i. 50 mg/kg (Na-sakarin)
Siklamat (garam natrium dan garam kalsium)
Makanan berkalori rendah a. Permen karet b. Permen c. Saus d. Es lilin
e. Minuman yoghurt
f. Minuman ringan
fermentasi
a. 500mg/kg dihitung
sebagai asam siklamat b. 1g/kg dihitung sebagai
asam siklamat
c. 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat
d. 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat
e. 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat
f. 500mg/kg dihitung
sebagai asam siklamat
Sorbitol Kismis
Jam dan jeli, roti Makanan lain
Tabel 2.3. Pemanis Buatan yang Direkomendasikan Departemen Kesehatan RI
No. Nama Batas Maksimum Penggunaan
1.
2.
Sakarin
(300-700 x manis gula) Siklamat
(30-80 x manis gula)
100 mg/kg (permen), 200 mg/kg (es krim, jam, jeli), 300 mg/kg (saus, es lilin, minuman ringan, yoghurt)
1 g/kg (permen), 2 g/kg (es krim, jam, jeli), 3 mg/kg (saus, es lilin, minuman ringan, yoghurt)
Penetapan jenis pemanis yang diijinkan dan batas ADI di Indonesia lebih
mengacu peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) atau Codex Alimentarius Commission (CAC). Pertimbangannya adalah bahwa
kategori pangan sistem CAC telah dikenal dan digunakan sebagai acuan oleh banyak negara dalam komunikasi perdagangannya. Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk
digunakan dalam produk makanan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh manusia.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bila dikonsumsi berlebihan atau secara berkelanjutan beberapa jenis pemanis membawa efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai
Tabel 2.4. Beberapa Jenis Pemanis Buatan Pengganti Sukrosa yang Diijinkan Penggunaannya di Indonesia:
Jenis Bahan Pemanis Jumlah Kalori (kKal/g) Tingkat Kemanisan* ADI (mg/kg berat badan) Sifat
Alitam 1.4 2000 0.34 - Penggunaannya bersama pemanis lain bersifat sinergis.
- Dapat dicerna oleh enzim pencernaan dan diserap oleh usus. Acesulfa
me-K
0 200 15 -Relatif lebih stabil dibandingkan jenis pemanis lainnya,
- Tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non kariogenik. Aspartam 0.4 180 50 -Stabil pada kondisi kering, namun
tidak tahan panas
- Berbahaya bagi penderita fenilketonuria karena dapat menyebabkan resiko penurunan fungsi otak.
-Dapat menimbulkan gangguan tidur dan migrain bagi yang sensitif.
Neotam 0 7000 0-2 -Terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolism normal. Sakarin 0 300 5 -Timbul reaksi dermatologis bagi
anak- anak yang alergi terhadap sulfa.
-Berpotensi memacu pertumbuhan tumor dan bersifat karsinogenik. Siklamat 0 300 0-11 -Dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati dan limpa. Sukralosa 0 300 0-15 - Stabil pada kondisi panas
- Tidak dapat dicerna dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. * dibandingkan dengan sukrosa
2.3. Sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remses pada tahun 1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan
pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3
dihidro-3-oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin, sykose,
hermesetas (Cahyadi, 2006).
Sakarin adalah zat pemanis buatan yang dibuat dari garam natrium dari asam sakarin berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis. Intensitas rasa
manis garam natrium sakarin cukup tinggi, yaitu kira-kira 200-700 kali sukrosa 10%. Di samping rasa manis, sakarin juga mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh
kemurnian yang rendah dari proses sintesis. Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, non karsinogenik, nilai kalori rendah, dan harganya relatif murah, selain itu sakarin banyak digunakan untuk
mengganti sukrosa bagi penderita diabetes mellitus atau untuk bahan pangan yang berkalori rendah (BPOM, 2008).
tambahan pada produk kesehatan mulut seperti pasta gigi dan obat pencuci (penyegar) mulut.
Natrium-sakarin didalam tubuh tidak mengalami metabolisme sehingga
diekskresikan melalui urin tanpa perubahan kimia. Beberapa penelitian mengenai dampak konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan hasil yang konvensional. Hasil penelitian National Academy of Science tahun 1968 menyatakan
bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi ada penelitian lain yang
menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin bertanggung jawab terjadinya kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin
dilarang digunakan di Canada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di apotek dengan mencantumkan label peringatan. Akan tetapi hal ini menimbulkan kontroversi,
karena adanya penjelasan bahwa tikus-tikus yang dicoba di Canada diberikan sakarin dengan dosis yang sangat tinggi, yaitu kira-kira ekuivalen dengan 800 kaleng diet soda per hari (Yuliarti, 2007).
Kontroversi ini masih berlangsung sampai kini, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No. 208/Menkes/Per/IV/1985
tentang pemanis buatan dan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang
Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia, seperti: 1. Migrain dan sakit kepala
2. Kehilangan daya ingat
3. Bingung 4. Insomnia 5. Iritasi
6. Asma 7. Hipertensi
8. Diare 9. Sakit perut 10. Alergi
11. Impotensi dang gangguan seksual 12. Kebotakan
13. Kanker otak
14. Kanker kantung kemih
2.4. Aspartam
Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul dan borok. Aspartam adalah senyawa metal
ester dipeptida yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H16N2O5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa (Cahyadi, 2006).
Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia
-aspartyl-L-phenylalanine-1-methyl ester merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis. Aspartam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 60 sampai dengan 220 kali
tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kJ/g. Kombinasi penggunaan aspartam dengan pemanis buatan lain dianjurkan terutama untuk produk-produk panggang dalam mempertegas cita-rasa buah (BPOM,
2008).
Aspartam yang dikenal dengan nama dagang equal, merupakan salah satu bahan
tambahan pangan telah melalui berbagai uji yang mendalam dan menyeluruh aman bagi penderita diabetes mellitus. Sejak tahun 1981 telah diizinkan untuk dipasarkan. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena
penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan
yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2006).
Aspartam tersusun oleh asam amino sehingga didalam tubuh akan mengalami metabolisme seperti halnya asam amino pada umumnya. Bagi penderita penyakit
keturunan yang berhubungan dengan kelemahan mental (phenil keton urea/PKU) dilarang untuk mengkonsumsi aspartam karena adanya fenilalanin yang tidak dapat
Konsumsi harian yang aman (acceptable daily intake) untuk orang dewasa adalah 40 mg/kg berat badan. Peraturan Menkes No. 722 Tahun 1988 tidak menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan kedalam bahan pangan. Hal
ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman untuk dikonsumsi. 2.5. Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan tahun 1939 dan diperbolehkan untuk
digunakan kedalam makanan di U.S.A. pada tahun 1950. Dilanjutkan dengan pengujian dalam keamanan untuk senyawa yang muncul ditemukan pada tahun 1967
bahwa siklamat dapat merubah usus ke cyclohexylamine dimana dapat menimbulkan karsinogenik. Rupanya, hanya beberapa individu yang memiliki kemampuan untuk merubah siklamat ke cyclohexylamine (Deman, 1980).
Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S) sebagai pemanis buatan digunakan dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Secara
umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dan etanol, serta berasa manis. Kombinasi penggunaan siklamat dengan sakarin dan atau acesulfame-K bersifat sinergis, dan kompatibel
dengan pencitarasa dan bahan pengawet. Pemberian siklamat dengan dosis yang sangat tinggi pada tikus percobaan dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru,
hati, dan limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular. Informasi yang dikumpulkan oleh CCC (Calorie Control Council) menyebutkan bahwa konsumsi siklamat tidak menyebabkan kanker dan non mutagenik. Pada tahun
JECFA dan CAC menyatakan bahwa siklamat aman untuk dikonsumsi, namun Kanada dan USA tidak mengizinkan penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan (BPOM, 2008).
Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ± 30 kali
kemanisan sukrosa. Dalam industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan
pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng (BPOM, 2004).
Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa pahit) tetapi siklamat dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian bahwa tikus
yang diberikan siklamat dan sakarin dapat menimbulkan kanker kantong kemih. Hasil metabolisme siklamat, yaitu sikloheksiamin bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, ekskresinya melalui urin dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang
baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu terjadinya pengecilan testicular dan kerusakan kromosom. Penelitian yang dilakukan oleh para
ahli Academy of science pada tahun 1985 melaporkan bahwa siklamat maupun turunannya (sikloheksiamin) tidak bersifat karsinogenik, tetapi diduga sebagai tumor promoter. Sampai saat ini hasil penelitian mengenai dampak siklamat terhadap
kesehatan masih diperdebatkan ( Sitorus, 2009).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, kadar
rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah 3g/kg bahan pangan dan minuman. Dan menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan. Adanya peraturan bahwa penggunaan siklamat dan
sakarin masih diperbolehkan, serta kemudahan mendapatkannya dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan gula alam. Hal tersebut menyebabkan produsen pangan dan minuman terdorong untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan
tersebut di dalam produk.
2.6.Sorbitol
Bahan pemanis ini dikenal sebagai D-Sorbitol, D-glucitol, L-gulitol, sorbit atau sorbol mempunyai berat molekul 182,17. Kemanisannya hanya 0,5 kali gula tebu. Sorbitol bersifat larut polar seperti air dan alkohol. Sorbitol secara komersial dibuat
dari glukosa dengan hidrogenasi dalam tekanan tinggi maupun reduksi elektrolit (Cahyadi, 2006).
Kristal sorbitol mengandung 0,5 atau 1 molekul H2O. Kandungan kalorinya 3,994 K. Kalori setiap gram sama dengan kalori gula tebu yaitu 3,940 K. Tujuh puluh persen dari jumlah sorbitol yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi
CO2 tanpa menunjukkan adanya kenaikan glukosa dalam darah sehingga sangat baik untuk penderita diabetes.
Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6 dan Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh
memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan
(BPOM, 2004).
Fungsi lainnya yaitu bahan pengisi (filler/bulking agent), humektan, pengental (thickener), mencegah terbentuknya kristal pada sirup. Sorbitol termasuk dalam
golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet
rendah kalori. Meskipun demikian, US CFR memberi penegasan bahwa produk pangan yang diyakini memberikan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g per hari, perlu mencantumkan pada label pernyataan: “konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan
efek laksatif “. JECFA menyatakan sorbitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan sorbitol
pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 sampai dengan 200.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM, 2008).
2.7.Asesulfam-K (Acesulfame Potassium)
Acesulfame-K ditemukan seorang kimiawan Karl Clauss tahun 1967. Dia menemukan rasa manis secara tidak sengaja ketika menjilatkan jarinya untuk
mengambil kertas di laboratorium. Patennya dimiliki oleh Hoechst AG, Jerman. Acesulfame-K rasanya manis, beberapa orang merasakan adanya aftertaste yang pahit hampir seperti sakarin, tetapi sebagian lain tidak merasakannya (Cahyadi,
Asesulfam-K dengan rumus kimia C4H4KNO4S atau garam kalium dari 6- methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2-dioxide atau garam Kalium dari 3,4-dihydro-6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2di-oxide merupakan senyawa yang
tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori. Kombinasi penggunaan asesulfam-K dengan asam
aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis gula. Fungsi lainnya yaitu penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa buah
(BPOM, 2008).
Beberapa kajian memperlihatkan bahwa asesulfam-K tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non karsinogenik, sehingga JECFA menyatakan aman
untuk dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan (BPOM, 2008).
CAC mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 1.000 mg/kg produk. Sementara CFR mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan dalam
GMP atau CPPB. Sedangkan FSANZ mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3.000 mg/kg
produk (BPOM, 2008). 2.8.Isomalt (Isomalt)
Isomalt merupakan campuran equimolar dari 6-O-α-D-Glucopyranosyl-D
(GPM) dihydrate (GPM-C12H24O11.2H2O) mengandung manitol dan gluko-sorbitol dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik. Perubahan molekuler yang terjadi dalam proses tersebut menyebabkan isomalt lebih stabil
secara kimiawi dan enzimatik dibandingkan dengan sukrosa. Isomalt berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,45 sampai dengan 0,65 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori
isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/kg. Fungsi lainnya yaitu bahan pengisi (filler), pencita rasa buah, kopi, dan coklat (flavor enhancer) (BPOM RI,
2008).
Isomalt termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Safe), sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak
menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes tipe I dan II. JECFA menyatakan isomalt merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk
dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan Isomalt pada berbagai produk pangan berkisar antara 30.000 sampai dengan 500.000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
2.9.Alitam
Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S.2,5 H2O atau L-α-Aspartil-N-
[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat dan merupakan senyawa yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang disintesis dari 2,2,4,4-tetra metiltienanilamin. Alitam memiliki tingkat kemanisan
atau setara dengan 5,85 kJ/g. Penggunaannya dengan pemanis buatan lainnya bersifat sinergis (BPOM RI, 2008).
Alitam dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan dan diserap
oleh usus berkisar antara 78 sampai dengan 93 % dan dihidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin amida. Sedangkan sisa alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7 sampai dengan 22% dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil hidrolisis
selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui urin sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau terkonjugasi dengan asam glukoronat. Oleh
karena itu, CCC menyebutkan alitam aman dikonsumsi manusia. Sedangkan JECFA merekomendasikan bahwa alitam tidak bersifat karsinogen dan tidak memperlihatkan sifat toksik terhadap organ reproduksi. Konsentrasi yang tidak menimbulkan efek
negatif pada hewan (level of no adverse effect) adalah sebanyak 100 mg/kg berat badan. Sementara ADI untuk alitam adalah sebanyak 0,34 mg/kg berat badan(BPOM
RI, 2008).
CAC mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan berkisar antara 40 sampai dengan 300 mg /kg produk. Beberapa negara seperti
Australia, New Zealand, Meksiko, dan RRC telah mengijinkan penggunaan alitam sebagai pemanis untuk berbagai produk pangan (BPOM RI, 2008).
2.10. Laktitol (Lactitol)
Laktitol dengan rumus kimia C12H24O11 atau 4-O-ß-D-Galactopyranosil-D- glucitol dihasilkan dengan mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol tidak
Laktitol dimetabolisme oleh bakteri dalam usus besar dan diubah menjadi biomassa, asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan sejumlah kecil gas hidrogen (H2). Asam-asam organik selanjutnya dimetabolisme menghasilkan kalori. Laktitol stabil
dalam kondisi asam, basa, dan pada kondisi suhu tinggi, tidak bersifat higroskopis dan memiliki kelarutan serupa glukosa. Laktitol berasa manis seperti gula tanpa purna rasa (aftertaste) dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,3 sampai dengan
0,4 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g (BPOM RI, 2008).
Laktitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Hasil evaluasi Scientific Committee
for Food of European Union pada tahun 1984 menyatakan bahwa konsumsi laktitol sebanyak 20 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008).
JECFA menyatakan laktitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan laktitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk
dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
2.11. Maltitol (Maltitol)
Maltitol dengan rumus kimia C12H14O11 atau α-D-Glucopyranosyl-1,4-D glucitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati. Maltitol berbentuk kristal anhydrous dengan tingkat
karakteristik tersebut maltitol dimungkinkan bisa sebagai pengganti sukrosa dalam pelapisan coklat bermutu tinggi, pembuatan kembang gula, roti coklat, dan es krim. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9
kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara dengan 8,78 kJ/g. Fungsi lainnya yaitu pencita rasa (flavor enhancer), humektan, sekuestran, pembentuk tekstur, penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener)
(BPOM RI, 2008).
Maltitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia,
tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes.
JECFA menyatakan maltitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman
untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggu naan maltitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 50.000 sampai dengan 300.000 mg/kg
produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP / CPPB (BPOM RI, 2008). 2.12. Manitol (Mannitol)
Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-mannitol; 1,2,3,4,5,6- hexane
hexol merupakan monosakarida poliol dengan nama kimiawi Manitol berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, sangat sukar larut di dalam
alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g. Fungsi
rasa (flavor enhancer), pembasah atau pelumas, pembentuk tekstur, pendebu (dusting agent), penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener) (BPOM RI, 2008).
Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia,
tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Konsumsi manitol sebanyak 20 g/hari akan mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008)..
JECFA menyatakan manitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan manitol
pada berbagai produk pangan sebanyak 60.000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
2.13. Neotam (Neotame)
Neotam dengan rumus kimia C20H30N2O5 atau L-phenylalanine, N-[N-(3,3- dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan senyawa
yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita-rasa yang unik dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam serta berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 7.000 sampai dengan 13.000 kali tingkat
kemanisan sukrosa. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat secara tunggal maupun
Kajian digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. Hasil kajian komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak,
wanita hamil, penderita diabetes memperlihatkan bahwa neotam aman dikonsumsi manusia. Selanjutnya neotam tidak bersifat mutagenik, teratogenik, atau karsinogenik dan tidak berpengaruh terhadap sistem reproduksi. Kajian JECFA pada
bulan Juni tahun 2003 di Roma, Italia menyatakan bahwa ADI untuk neotam adalah sebanyak 0 sampai dengan 2 mg/kg berat badan (BPOM RI, 2008).
FDA dan FSANZ telah menyetujui penggunaan neotam sebagai pemanis dan pencita rasa. Penggunaan neotam dalam berbagai produk pangan antara lain sebanyak 2 sampai dengan 50 mg/kg produk untuk minuman ringan, sebanyak 6
sampai dengan 130 mg/kg produk untuk produk roti, sebanyak 800 sampai dengan 4000 mg/kg produk untuk sediaan, sebanyak 5 sampai dengan 50 mg/kg produk
untuk produk susu), dan sebanyak 10 sampai dengan 1.600 mg/kg produk untuk permen karet (BPOM RI, 2008).
2.14. Silitol (Xylitol)
Silitol dengan rumus kimia C5H12O5 adalah monosakarida poliol (1, 2, 3, 4, 5 dan Pentahydroxipentane) yang secara alami terdapat dalam beberapa buah dan
sayur. Silitol berupa senyawa yang berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan
Silitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, menurunkan akumulasi plak pada gigi, dan merangsang aliran ludah dalam pembersihan dan pencegahan kerusakan gigi. JECFA
menyatakan silitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan silitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk, dan sebagian
digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
2.15.Sukralosa (Sucralose)
Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro- 1,6- dideoxy- ß-D-fructofuranosyl -4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside atau 4, 1′,6′ -trichlorogalactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa
berbentuk kristal berwarna putih; tidak berbau; mudah larut dalam air, methanol dan alcohol; sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis tanpa purna rasa yang tidak
diinginkan. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori (BPOM RI, 2008).
Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai
sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Hal tersebut menempatkan sukralosa dalam
golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi wanita hamil dan menyusui serta anak-anak segala usia. Sukralosa teruji tidak menyebabkan karies gigi, perubahan genetik, cacat bawaan, dan kanker. Selanjutnya sukralosa tidak pula berpengaruh terhadap
terhadap sistem kekebalan. Oleh karena itu, maka sukralosa sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II (BPOM RI, 2010).
JECFA menyatakan sukralosa merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia dengan ADI sebanyak 10 sampai dengan 15 mg/kg berat badan. CAC mengatur maksimum penggunaan sukralosa pada berbagai produk
pangan berkisar antara 120 sampai dengan 5.000 mg/kg produk (BPOM RI, 2008).
2.16. Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis
Pemanis ditambahkan kedalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut ( Yuliarti, 2007):
1. Sebagai pangan pada penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan
kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes mellitus disarankan menggunakan pemanis sintesis untuk menghindari bahaya gula.
2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk
mengurangi masukan kalori perharinya. Pemanis sintesis merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori.
untuk menyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak menggumpal.
4. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen lebih sering
ditambahkan pemanis sintesis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi.
5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi karena pemanis
sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi dialam.
2.17. Dampak Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan
Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada
berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai penggunaan
pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti: pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes dinyatakan
Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis. Penggunaan
pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan tumor
dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut Acceptable
Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang dapat
dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko. Sejalan dengan itu di negara-negara Eropa, Amerika dan juga di Indonesia telah ditetapkan standar penggunaan pemanis buatan
pada produk makanan. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi penerapan standar penggunaan jenis pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya pada beberapa produk pangan seperti minuman (beverages), permen/kembang gula,
permen karet, serta produk-produk suplemen kesehatan (Yuliarti, 2007).
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang persyaratan
penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan menyebutkan bahwa pemanis buatan tidak diizinkan penggunaanya pada produk
Penggunaan aspartam bagi orang yang menderita penyakit turunan yang dikenal sebagai fenilketonuria perlu mendapat perhatian khusus. Diperkirakan 1 dalam 15.000 orang memiliki kelainan tersebut. Orang yang menderita fenilketonuria tidak
mampu memetabolisme fenilalanin, salah satu cara untuk mengobatinya dengan membatasi pemasukan fenilalanin, bukan menghilangkannya karena fenilalanin merupakan asam amino esensial yang penting untuk kehidupan. Berlebihnya jumlah
fenilalanin pada penderita fenilketonuria dapat menyebabkan terjadinya keterbelakangan mental, karena asam fenilpiruvat yang dibentuk dari fenilalanin
akan menumpuk dalam otak (Yuliarti, 2007). 2.18. Permen Karet
Permen karet terbuat dari bahan alami atau sintetis getah sebagai ramuan
utamanya memiliki gizi dan rasa pokok, seperti gula dan zat pengharum, dimana akan berangsur-angsur hilang oleh kunyahan (Belitz dan Grosch, 1986).
Permen karet ini pertama kali ditemukan oleh seorang berkebangsaan Amerika Serikat bernama Thomas Adams, pada tahun 1872. Kisahnya bermula ketika di tahun 1870, si ahli foto bernama Thomas Adams ini mendapatkan sepotong karet yang
biasa dikunyah oleh orang-orang dari suku Indian Meksiko. Dua tahun lamanya (1870-1872) ia mencoba melakukan penelitian apakah bahan yang kenyal itu bisa
digunakan seperti karet biasa. Ternyata bahan yang kenyal itu tidak dapat digunakan seperti karet biasa. Usaha Adams sia-sia belaka. Akhirnya Adams mengunyah saja meniru orang Indian itu. Selanjutnya Thomas Adams mencoba menjual
memproduksi sendiri, yang akhirnya perusahaan permen karet Adams cukup terkenal dan terus berkembang hingga menjadi sebuah perusahaan permen karet terkenal di Amerika Serikat (Damayanti, 2004).
Dasar permen karet tersebut adalah campuran getah dari pohon karet yang tumbuh di hutan tropis atau perkebunan. Permen karet memaparkan kedalam potongan bujur atau membentuk butir dimana bersalut gula atau manisan. Aroma dan
pembawa rasa terbuat dari sukrosa, gula, air gula atau pengganti pemanis lainnya dan kotoran minyak seperti spearmint, peppermint, dll (Belitz dan Grosch, 1986).
2.18.1. Manfaat Mengunyah Permen Karet
Manfaat Mengunyah Permen Karet (Damayanti, 2004), antara lain: 1. Dapat menyegarkan bau mulut.
2. Permen karet yang sifatnya melekat erat, dapat membersihkan sisa-sisa makanan pada permukaan gigi. Sering mengunyah permen karet dapat meningkatkan
produksi air liur yang dapat membersihkan rongga mulut dan gigi dengan lebih baik, sehingga mengurangi resiko terbentuknya plak-plak gigi.
3. Mengunyah permen karet menyebabkan rongga mulut berulang-ulang melakukan
gerakan mengigit, hal ini memperlancar aliran darah dibagian wajah dan juga melatih otot-otot untuk mengunyah dan menggigit. hasil penelitian seorang ahli
2.18.2. Kerugian Mengunyah Permen Karet
Kerugian mengunyah permen karet antara lain (Damayanti, 2004):
1. Permen karet mengandung gula, dan gula dapat tertinggal di dalam rongga mulut
dalam waktu lama, bakteri didalam mulut akan merubah gula menjadi asam yang akan mengurai kalsium gigi (email gigi) sehingga menyebabkan kerusakan pada gigi. para ahli mengajurkan agar memilih permen karet xylitol sebagai pengganti
gula, karena xylitol memiliki rasa dan nilai gizi yang sama dengan gula, namun tidak dapat difermentasi menjadi asam sehingga aman untuk gigi.
2. Riset di Swiss menunjukkan, sering mengunyah permen karet dapat merusak bahan tambalan gigi. Oleh karena itu orang yang menggunakan tambalan gigi dengan bahan air raksa sebaiknya jangan mengunyah permen karet, karena dengan
mengunyah permen karet dapat mengurai senyawa air raksa tersebut, yang efeknya dapat meningkatkan jumlah kandungan air raksa dalam darah dan air
kemih yang dapat menyebabkan hal negatif terhadap otak, susunan syaraf pusat dan ginjal.
3. Anak-anak yang mengunyah permen karet dalam waktu lama kemungkinan besar
akan mempunyai kebiasaan menggertakkan gigi pada saat tidur karena otot-otot mulut dalam keadaan tegang, sehingga dapat mempengaruhi kualitas tidur
2.19. Kerangka Konsep
[image:56.610.117.526.187.671.2]Penelitian jenis dan kadar pemanis buatan pada permen karet dapat dijelaskan melalui kerangka konsep dibawah ini:
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Permen
Karet
Pemeriksaan Pemanis
buatan
Uji Kualitatif
Uji Kuantitatif
Permenkes RI No. 1168/Menkes /Per/X/1999
Sakarin Siklamat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk menganalisa jenis dan kadar pemanis buatan yang terdapat pada permen karet.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di warung-warung di daerah Padang Bulan dan