HIGASHI SUMATORA
DENO NIHON NO GUNJI SENRYOU NO JIDAI
KERTAS KARYA
Dikerjakan
O
L
E
H
REBI IRAFANI SURBAKTI
NIM : 082203013
PROGRAM STUDY BAHASA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HIGASHI SUMATORA
DENO NIHON NO GUNJI SENRYOU NO JIDAI
KERTAS KARYA
Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non- Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang Studi Bahasa Jepang.
Dikerjakan OLEH:
REBI IRAFANI SURBAKTI NIM: 082203013
Pembimbing, Pembaca,
Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum Zulnaidi, S.S, M.
Hum
Nip. 19600919 1988 03 1 001 Nip.19670807 2004 01 1 001
PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII FAKULTAS ILMU BUDAYA
PENGESAHAN
Diterima Oleh
Panitia Ujian Program Pendidikan Non- Gelar Sastra Budaya
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,
Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang
studi Bahasa Jepang.
Pada :
Tanggal :
Hari :
Program Diploma Sastra Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
Nip. 195110131976031001
Panitia Ujian:
No. Nama Tanda Tangan
Disetujui oleh:
Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan
Medan,...2011
Program studi D III Bahasa Jepang Ketua Program Studi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, sebagai ungkapan puji dan rasa syukur atas karunia Allah SWT yang telah memberikan kesehatan serta kesempatan dalam
keluangan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan kertas karya ini. Selesainya kertas karya ini guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan pendidikan program study DIII Bahasa Jepang dengan gelar Ahli Madya pada
Universitas Sumatera Utara. Adapun Judul kertas karya ini adalah “Masa Pendudukan Militer Jepang di Kawasan Sumatera Timur”.
Sebagai sifat manusia yang tidak luput dari kekurangan, penulis menyadari
bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangan dalam tata bahasa maupun isi pembahasan. Oleh karena itu penulis menerima
kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan kertas karya ini.
Dalam penyelesaian kertas karya ini, penulis banyak menerima bantuan oleh berbagai pihak yang bersedia membantu, baik berupa bimbingan maupun
pengarahan, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu
menyelesaikan kertas karya ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis. MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya dan fikirannya untuk
membimbing dan memberikan petunjuk kepada penulis untuk menyelesaikan kertas karya ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di jurusan Bahasa Jepang.
5. Tomo Sensei dan Mayumi sensei, selaku dosen magang dari Jepang yang menjadi inspirasi saya untuk lebih semangat mendalami Bahasa Jepang.
6. Teristimewa kepada kedua orang tua saya yakni ayahanda Sabaruddin Surbakti dan Ibunda Evi Yundra yang senantiasa memberikan
semangat untuk meraih cita-cita serta doa yang selalu mengiringi langkah saya dan dorongan moril baik material maupun spritual. 7. Kakak, adik dan abang tercinta yang mendukung penuh atas
pendidikan yang saya jalani.
8. Sepupu saya Liza yang selalu jadi teman sharing dan membantu saya
dengan dorongan semangat menyelesaikan kertas karya ini.
9. Qharachie Community dan Extacit Community yang jadi penyemangat untuk sama-sama maju meraih cita-cita.
10.Sahabat tercinta Cendana family , Olaq, Tiwiq, Iaq, Nana, Sheila,Alvi,Evi yang terus berada di saat suka maupun duka dan jadi
11.Untuk teman-teman di HINODE yang penuh akan cerita bersama serta khusus untuk teman-teman di kelas A yang tidak akan terlupakan.
Terima kasih banyak untuk semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan, semoga kertas karya ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan,
Penulis,
REBI IRAFANI SURBAKTI
DAFTAR ISI
2.2 Masuknya Kawasan Sumatera Timur ke Provinsi Sumatera Utara ... 6
2.3 Letak Geografis Sumatera Utara ... 7
BAB III : MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG DI KAWASAN SUMATERA TIMUR ... 9
3.1 Latar Belakang Ekspansi Jepang ke Kawasan Sumatera Timur ... 9
3.2 Pada Saat Jepang Menduduki Kawasan Sumatera Timur .... 11
3.3 Setelah Jepang Menyerahkan Kepemimpinan Pemerintahan ... 18
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 21
4.1 Kesimpulan ... 21
4.2 Saran ... 22
ABSTRAK
MASA PENDUDUKAN MILITER
JEPANG DI KAWASAN SUMATERA TIMUR
Pada saat perang Dunia ke-II terjadi, militer Jepang menyerang negara-negara dan daerah jajahannya yang ada di Asia serta menduduki wilayah tersebut
dalam waktu yang singkat. Jepang menggantikan Belanda yang telah menguasai Indonesia selama 350 tahun sebagai jajahan militer Jepang.
Militer Jepang memperlancar kekuasaannya dengan menduduki wilayah di
Indonesia yang salah satunya adalah kawasan Sumatera Timur. Sumatera Timur terdiri dari 12 wilayah yaitu Langkat, Deli serdang, Asahan, Labuhan batu, Tanah karo, Simalungun, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Medan dan
Binjai. Di ke 12 wilayah tersebut militer Jepang menduduki dan menjalankan jajahannya. Selain itu Sumatera Timur memiliki kerajaan seperti kerajaan Haru,
Kerajaan Kampai, Kerajaan Nagur.
Militer Jepang dalam operasi militernya di Sumatera Timur bertujuan
untuk menguasai Sumatera Timur dengan hasil bumi yang ada di Sumatera Timur seperti penguasaan bahan-bahan mentah yakni minyak dan hasil perkebunan. Untuk tujuan tersebut Militer Jepang memiliki strategi untuk menguasai kawsan
Jenderal Nakashima menggantikan jabatan Gubernur yang sebelumnya diduduki oleh pihak Belanda. Sebagai orang pertama yang berhak menentukan
pemerintahan militer Jepang di kawsan Sumatera Timur, Nakashima mempunyai anjuran yang ditujukan untuk raja-raja yang ada di Sumatera Timur. Anjuran pertama Nakashima adalah memberikan jaminan bahan makanan. Kemudian
anjuran yang kedua adalah raja diminta menyerahkan pengawasanwilayah Sumatera Timur kepada polisi rahasia Jepang yang disebut kampetai .
Kebijakan yang diambil oleh Nakashima merupakan pembentukan pola pemerintahan yang bertujuan mempertahankan strategi jajahannya di Sumatera Timur. Sebelumnya masnyarakat beserta penguasa di Sumatera Timur
beranggapan kedatangan Jepang hanyalah untuk membebaskan kawasan Sumatera Timur dari jajahan kulit putih yakni Belanda. Hal tersebut membuat Jepang
memanfaatkan situasi dan beranggapan raja dan masnyarakat dapat mendukung sistem pemerintahannya. Kebijakan lain Nakashima adalah menciptakan keamanan di Sumatera Timur dengan tujuan untuk tidak mendapatkan hambatan
demi berlangsungnya sisitem pemerintahannya di Sumatera Timur.
Pemuda-pemuda yang ada di Sumatera Timur dimanfaatkan oleh
Nakashima untuk melancarkan sisitem pemerintahannya. Pada tanggal 28 November 1943 dibentuk Badan Untuk Membantu yang disebut dengan BOMPA.
Selain Bompa didirikan organisasi serupa yang disebut dengan Gyugun. Gyugun memiliki fungsi yang lebih penting dibandingkan dengan Bompa karena
berdomisili di daerah pantai Sumatera Timur. Selain itu Gyugun dibekali dengan semangat militer yang penuh dengan kekerasan. Demikianlah strategi Nakshima yang memanfaatkan pemuda di Sumatera Timur untuk memperoleh prajurit
militer Jepang.
Penduduk di Sumatera Timur mulai tidak percaya terhadap Jepang,
sebabnya di Sumatera Timur mulai terjadi tindakan keras dan kejam yang dilakukan militer Jepang saat mengatasi kerusuhan. Akibatnya Bompa dan Gyugun yang didirikan dari pemuda yang ada di Sumatera Timur menjadi tidak
ingin lagi bergabung dengan militer Jepang. Hal itu membuat Nakashima kembali menganjurkan kepada Inoe Tetsoro agar mendirikan organisasi yang mendukung
Jepang untuk melancarkan sistem pemerintahannya di Sumatera Timur. Dibentuklah organisasi yang disebut dengan Talapetaka yang artinya taman latihan pemuda tani.
Selain pembentukan organisasi penduduk Jepang, di Sumatera Timur militer Jepang membuat suatu balai pendidikan yang disebut Tyu Gakka. Selain
itu ada pendidikan bahasa Jepang yang disebut dengan Nobura Na Gakka. Setiap paginya seluruh anak sekolah diwajibkan untuk Seikire yakni memberi hormat
Prajurit militer Jepang ke-25 yang disebut Rikugun membagi Sumatera Timur dalam 5 pusat konsentrasi militer yaitu Binjai(padang berahrang), sungai
karang(galang), dolok merangir, kisaran,dan perkebunan wingfoot. Sedangkan divisi 2 militer Jepang yang disebut Imperial Guard bermarkas di Medan dan meliputi hingga Aceh. Saat di kota Medan terjadi perampokan, intel Jepang yang
disebut kampetai menyelesaikan kasus perampokan dengan menggertak orang-orang yang ada di Medan dengan cara menangkap 5 orang-orang beretnis China
kemudian ditengah-tengah orang banyak tepatnya di depan bioskop Chatay, kepala ke 5 orang tersebut dipacung dan digantung. Sejak itu tidak ada lagi terjadi perampokan di Medan.
Ketika pasukan Jepang menjalankan operasinya di Deli serdang militer jepang berkunjung ke kediaman Sultan Serdang di Istana. Sultan Sulaiman yang
sudah lanjut usia menerima kedatangan militer Jepang di tingkat dua kediaman istana. Saat Sultan Sulaiman duduk di bawah gambar Tenn Heika Meiji yang merupakan bapaka dari Tenno Heika Hirohito, membuat militer Jepang heran.
Gambar tersebut diperoleh Sultan Sulaiman saat berkunjung ke Jepang dan diberikan oleh-oleh gambar kaisar Jepang beserta tanda tangannya. Melihat
gambar tersebut berada di atas tempat duduk Sultan Sulaiman, serentak semua tentara Jepang sujud dan tidak berani menaikan kepalanya sebelum gambar itu ditutup dengan kain kuning. Sejak saat itu, Sultan serdang diperlakukan dengan
Setelah lebih kurang 3 ½ tahun Jepang berkuasa akhirnya harus menyerah kalah kepada sekutu saat bom Hiroshima dan Nagasaki terjadi. Karena banyak
korban jiwa, Jepang menarik semua militernya untuk kembali ke Jepang. Hal tersebut membuat Militer Jepang mengosongkan kawasan Sumatera Timur. Namun di Sumatera Timur tidak seluruh prajurit militer kembali ke Jepang.
Keadaan tersebut dimanfaatkan masnyarakat di Sumatera Timur untuk mengambil senjata tentara militer Jepang. Melihat tentara militer Jepang yang kekurangan
personil tentara Jepangpun tidak bisa melawan penuh. Hingga akhirnya senjata diperoleh rakyat di Sumatera Timur.
Tindakan Jepang pada saat menduduki kawasan Sumatera Timur
memberikan cerita sejarah bagi rakyat yang ada di Sumatera Timur. Pendudukan militer Jepang yang diliputi dengan strategi sistem pemerintahan yang
mengikutsertakan kekerasan dan ketidakadilan menyimpulkan masa penjajahan adalah masa suram bagi rakyat di Sumatera Timur.
Setelah Jepang menyudahi jajahannya di Indonesia, terjadilah persiapan kemerdekaan Indonesia. Dengan tahap yang panjang hingga akhirnya Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Di
Sumatera Timur tokoh-tokoh yang ada di Sumatera Timur membentuk Negara Sumatera Timur (NST). Pembentukan negara tersebut menuai pertentangan
Republik Indonesia serta dijadikan salah satu provinsi di Indonesia yang di beri nama Provinsi Sumatera Utara yang beribukotakan Medan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Alasan Pemilihan Judul
Pada saat terjadinya perang dunia ke-II terjadi ekspansi Jepang ke Negara
Asia. Indonesia merupakan Negara yang dituju oleh Jepang untuk ekspansinya. Setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang dan menyudahi jajahannya yang berlangsung selama 350 tahun di Indonesia, kemudian Jepang menduduki
wilayah Indonesia. kawasan Sumatera Timur pun masuk sebagai daerah yang diduduki oleh militer Jepang.
Pada saat militer Jepang menduduki Sumatera Timur, militer Jepang
memberikan pengaruh untuk sistem pemerintahan yang dipimpin oleh raja-raja di Sumatera Timur. Salah satunya adalah raja diminta untuk memanfaatkan
kekuasaan raja dan memberikan dukungan terhadap Jepang di Sumatera Timur. Selain itu, jabatan yang dulunya di pegang oleh belanda, diambil alih oleh Jepang untuk menduduki jabatan tersebut. Jendral Nakashima adalah pemegang jabatan
Gubernur. Saat kepemimpinannya terjadi pembentukan organisasi yang mendukung Jepang seperti bompa, gyugun dan talapetaka. Anggotanya banyak direkrut dari masnyarakat Sumatera Timur .
Masnyarakat di Sumatera Timur mengalami masa yang diisi dengan
sistem pendidikan yang diberikan terhadap masnyarakat Sumatera Timur. Seperti adanya balai pendidikan disebut dengan Tyu Gakka dan pendidikan bahasa Jepang yang disebut dengan Nobura Na Gakka. Peristiwa-peristiwa tersebut menarik untuk diketahui karena adanya unsur ilmu pengetahuan mengenai sejarah yang terjadi pada masyarakat di Sumatera Timur pada saat Jepang menduduki
Kawasan Sumatera Timur. Oleh karena itu penulis memilih judul “Masa Pendudukan Militer Jepang di Kawasan Sumatera Timur” sebagai judul kertas
karya ini. Untuk menjelaskan lebih lanjut, penulis menjelaskan pada Bab 2 dan Bab 3.
1.2 Tujuan Penulisan
Dalam melakukan setiap kegiatan pasti selalu mempunyai maksud dan
tujuan yang hendak dicapai. Dalam sebuah penelitian ilmiah, menurut Suwardi Endraswara (2003:201) tujuan merupakan penjabaran secara deskriptif dari Permasalahan. Adapun Tujuan pada penulisan kertas karya ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah kawasan Sumatera Timur yang merupakan lintasan sejarah Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui latar belakang ekspansi Jepang ke Indonesia khususnya kawasan Sumatera Timur.
3. Untuk mengetahui apa saja yang terjadi saat militer Jepang menduduki
4. Untuk menambah ilmu pengetahuan penulis dan pembaca tentang sejarah Indonesia serta meningkatkan rasa nasionalisme penulis dan pembaca.
1.3Pembatasan Masalah
Pada penulisan kertas karya ini, penulis membatasi pembahasannya.
Penulis membahas tentang masa pendudukan militer Jepang di kawasan Sumatera Timur yakni Bagaimana sistem pemerintahan yang diterapkan militer Jepang di
Kawasan Sumatera Timur dan Bagaimana kondisi masnyarakat di Kawasan Sumatera Timur pada saat Militer Jepang menduduki kawasan tersebut. Selain itu bagaimana kondisi kawasan Sumatera Timur beserta masyarakatnya setelah
Jepang menyelesaikan jajahannya di Sumatera Timur.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dalam bahasa Yunani disebut methodos adalah cara atau jalan. Secara ilmiah, metode merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek
yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan dua metode penelitian yang saya anggap akan memudahkan
saya dalam penulisan kertas karya ini.
Dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1990:30) penelitian yang bersifat deskriptif
digunakan untuk mengukur dengan cermat fenomena sosial tertentu yang terjadi atau berlangsung ditengah- tengah masyarakat.
Dalam pengumpulan data penulisan kertas karya ini, penulis juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan Metode Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menelaah buku - buku kepustakaan. Penelitian
BAB II
GAMBARAN UMUM
TENTANG KAWASAN SUMATERA TIMUR
2.1 Sejarah Kawasan Sumatera Timur
Sumatera Timur merupakan wilayah yang ada di pulau Sumatera sebelum Indonesia merdeka. Sumatera Timur juga merupakan wilayah yang dijadikan
system pemerintahan pada zaman prakolonial penguasa dan pada zaman kerajaan . Wilayahnya terdiri dari 12 wilayah yang sekarang menjadi wilayah di provinsi
Sumatera Utara yaitu Langkat, Deli serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tanah Karo, Simalungun, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai .
Kawasan Sumatera Timur terdapat bermacam etnis dari masing-masing daerah yang masuk dalam kawasan Sumatera Timur. Selain itu Kawasan Sumatera Timur memiliki sejarah kerajaan seperti kerajaan Haru, kerajaan
kampai, kerajaan Nagur . Kerajaan tersebut memiliki cerita yang menunjukkan adanya system pemerintahan tradisional sejak zaman purba di kawasan Sumatera
Timur.
menjalankan misinya untuk menguasai wilayah dan system pemerintahan di kawasan Sumatera Timur.
Saat Indonesia merdeka, kawasan Sumatera Timur masuk ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayahnya pun menjadi wilayah provinsi Sumatera Utara yang sebelumnya menempuh tahap yang sangat panjang
hingga akhirnya wilayah Sumatera Timur resmi masuk menjadi provinsi Sumatera Utara.
2.2 Masuknya Kawasan Sumatera Timur ke Provinsi Sumatera Utara
Sistem pemerintahan yang telah selesai dari campur tangan kolonisasi
yakni Jepang, membuat tokoh-tokoh yang menguasai Sumatera Timur meneruskan system pemerintahan dan membuat Negara yakni Negara Sumatera
Timur (NST). Namun dalam perkembangan sistem pemerintahannya, pergolakan politik untuk mengisi jabatan-jabatan menjadi tidak efisien karena adanya pertentangan dalam menyetujui berdirinya NST. Kebencian rakyat terhadap NST
yang melakukan penangkapan terhadap pejuang dan pegawai sipil di daerah Labuhan batu dan kabupaten karo adalah faktor yang mendasari rakyat tidak
ingin NST berdiri. Sikap rakyat yang menduduki tanah secara tidak sah membuat NST menyadari pertentangan serius dengan rakyat adalah hal penting. Sehingga dibuat maklumat pengambilan tanah untuk tanah yang diduduki rakyat secara
Setelah terjadinya konflik maka dibuatlah perundingan dan menghasilkan persetujuan yakni piagam persetujuan RIS-RI. Isinya adalah menyetujui
bersama-sama menjalankan system pemerintahan di Sumatera Timur. RIS dan RI melakukan tahap pembentukan Sumatera Timur untuk masuk ke NKRI dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Berdasarkan Piagam Persetujuan RIS-RI tanggal 19 Mei 1950 . Daerah-daerah provinsi telah masuk ke wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia dan
menetapkan salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara.
2.3 Letak Geografis Sumatera Utara
Propinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100°
Bujur Timur. Ada dua perairan yang mengapit daerah SumateraUtara yakni Samudera Hindia dan Selat Malaka. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia
diproklamasikan, terjadi istilah terhadap nama perairan. Lautan Hindia diubah menjadi Samudera Indonesia dan Selat Malaka diubah menjadi Selat Samudera.
Menurut pengumuman pemerintahan yang terakhir dan berlaku hingga
saat ini, Indonesia diapit oleh Samudera Hindia dan Selat Malaka. Hal ini menegaskan adanya hukum perairan Internasional yang tidak dapat diubah
ketetapannya. Di Samudera Hindia dijumpai beberapa Pulau yang termasuk wilayah Sumatera Utara yaitu Pulau Nias dan pulau-pulau kecil lainnya.
BAB III
MASA PENDUDUKAN
MILITER JEPANG DI KAWASAN SUMATERA TIMUR
3.1 Latar Belakang Ekspansi Jepang ke Kawasan Sumatera Timur
Pada saat perang Dunia ke-II terjadi, militer Jepang menyerang negara-negara dan daerah jajahan yang ada di Asia serta menduduki wilayah tersebut
dalam waktu yang singkat. Begitu juga halnya dengan wilayah kekuasannya di Hindia Belanda yakni Indonesia. Jepang menggantikan Belanda yang telah
menguasai Indonesia selama 350 tahun sebagai jajahan militer Jepang.
Belanda yang menyerahkan kekuasaannya tanpa syarat kepada militer Jepang berlangsung pada tanggal 08 Maret 1942 di kalijati Jawa Barat.
Penyerahan tersebut dipimpin oleh Letnan Jenderal H.Terpoorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda dan atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia. Kemudian diserahkan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal
Hitoshi Imamura.
Setelah seluruh daerah Hindia Belanda (Indonesia) diduduki, Jepang
Jepang memasuki wilayah kawasan Sumatera pada saat menyerahnya
Mayor Jenderal R.T. Overakker di Sumatera tahun 1942. Pada tanggal 20 maret
1942 markas besar tentara ke-25 di Singapura, mengangkat pegawai pemerintahan militer Jepang sebanyak 31 orang. Pada tanggal 28 Maret 1942 militer Jepang berangkat menuju markasnya di Sumatera. Kemudian menyerbu Sumatera.
Penyerbuan itu dilaksanakan oleh divisi 25 yang disebut Rikugun. Pada tangggal 1 Mei 1943 markas besar Rikugun yang sebelumnya berkedudukan di Singapura
memindahkan markasnya ke Bukit Tinggi. Dilatarbelakangi adanya kemungkinan wilayah Sumatera merupakan loncatan untuk mengadakan operasi-operasi militer.
Operasi militer Jepang salah satunya diarahkan pada kawasan Sumatera
Timur. Jepang memasuki kawasan Sumatera Timur dengan upaya mendapatkan dukungan dari kaum feodal agar dapat mengendalikan politik pemerintahan di
kawasan Sumatera Timur. Pengendalian politik awalnya memihak kepada golongan oposisi dan memberikan hak pengelolaan kepada pendukung yang membantu melaksanakan kemiliterannya di Sumatera Timur.
Namun militer Jepang mencermati keadaan dengan menyadari pemerintahan masih terletak di tangan para penguasa pribumi yakni raja-raja.
Militer Jepang pun membuat strategi untuk meraih kekuasaan. Secara samar-samar mendukung raja-raja dengan jalan membiarkan pemerintahan yang
dipimpin oleh raja tetap dipelihara dan dipertahankan secara utuh.
bisa menguasai kawasan Sumatera Timur terutama sekali ditujukan terhadap penguasaan bahan-bahan mentah yang sangat banyak di kawasan Sumatera
Timur. Seperti minyak dan hasil perkebunan.
Untuk tujuan tersebut, militer Jepang sebelum menaklukan kawasan Sumatera Timur, telah mempersiapkan suatu badan yang akan melakukan
penaklukan seluruh objek yang dianggap vital. Tugas tersebut diserahkan kepada
koloni ke-5. Tugas utamanya adalah menciptakan basis sosial masyarakat sebagai
pendukung dan membantu militer Jepang yang akan mendarat dan menduduki kawasan Sumatera Timur.
3.2 Pada Saat Jepang Menduduki Kawasan Sumatera Timur
Setelah kekuasaan diambil alih sepenuhnya dari Belanda, jabatan
Gubernur selanjutnya berada di tangan Jenderal Nakashima. Sebagai orang pertama yang berhak menentukan pemerintahan meliter Jepang di kawasan Sumatera Timur, Nakashima mempunyai anjuran terhadap raja-raja di Sumatera
Timur. Anjurannya adalah agar masa selanjutnya memanfaatkan kekuasan mereka memimpin rakyat dengan tujuan mendukung pasukan Jepang di kawasan
Sumatera Timur.
Jenderal Nakashima membuat beberapa tindakan dengan
pengawasan kepada polisi rahasia Jepang yakni kampetai. Hal tersebut ditempuh karena pasukan yang disebut Fujiwarakikan (F.kikan) bertindak sewenang-wenang dan membuat gerakan bawah tanah yang dipelopori oleh barisan oposisi yang menentang kekuasaan raja.
Pasukan F.kikan melakukan sikap terang-terangan yang membuat jalan
pemerintahan jepang terganggu. Banyak yang menjadi korban pembantaian yakni tokoh-tokoh F.kikan. Hal tersebut mencerminkan pemerintahan yang dipimpin
oleh Nakashima adalah ciri-ciri pemerintahan fasisme.
Kebijakan yang diambil oleh Nakashima merupakan konsekwensi dari
pembentukan pola pemerintahan yang bertujuan mempertahankan strategi penjajahannya. Sementara waktu masih menyembunyikan paham yang menganggap kedatangan Jepang hanyalah untuk membebaskan kawasan Sumatera
Timur dari cengkraman kulit putih yakni Belanda. Selain itu kebijakan Nakashima berikutnya adalah menciptakan keamanan dan ketertiban di kawasan Sumatera
Timur. Tujuannya adalah untuk tidak mendapatkan hambatan demi berlangsungnya sistem pemerintahannya.
Bukti kebijakan tersebut terjadi saat penindasan terhadap pemberontak
yang dipelopori oleh tokoh-tokoh Gerindo yang memperalat F.kikan untuk mencetuskan gerakan Aron. Gerakan Aron secara terbuka mengadakan perlawanan dan pembangkangan terhadap raja-raja di daerah pedalaman seperti
Pemuda-pemuda yang ada di Sumatera Timur dimanfaatkan oleh Nakashima untuk melancarkan realisasi pemerintahannya. Pada tanggal 28
November 1943 dibentuk Badan Oentoek Membantoe yang disebut BOMPA. Pemuda di Sumatera Timur masuk dalam keanggotaan BOMPA. Pemuda dibekali pembenahan sugesti psikologis yakni untuk menanamkan semangat nasionalisme
prajurit Jepang dan agar selalu anti sekutu yang berbau barat.
Selain BOMPA, didirikan organisasi serupa yang disebut Gyugun. Gyugun memiliki fungsi yang lebih penting daripada BOMPA, karena tugas dan posisinya ditempatkan pada geografis penting yakni di daerah pantai. Selain itu Gyugun dibekali semangat militer Jepang yang penuh dengan kekerasan.
Demikianlah srategi pemerintahan Nakashima yang memanfaatkan potensi intern dan tenaga pemuda di Sumatera Timur untuk memperoleh prajurit personil militer
Jepang.
Pihak sekutu yakni Belanda kembali berusaha untuk mengambil kembali
wilayah yang dijajah Jepang termasuk Sumatera. Sekutupun mulai berhasil menggeser militer Jepang. BOMPA dan Gyugun yang didirikan untuk mendukung Jepang, tidak dipercaya lagi karena Jepang mengetahui penduduk pribumi mulai
memberontak terhadap Jepang. Tindakan keras dan kejam yang dilakukan Jepang saat mengatasi kerusuhan, membuat anggota BOMPA dan Gyugun tidak respect
terhadap Jepang.
di Sumatera Timur. Organisasi tersebut adalah Talapetaka yakni taman latihan pemuda tani. Pada tanggal 11 dan 12 Maret 1942 pasukan Imperial Guard yang dipimpin oleh Jenderal Kono tiba di pantai Prupuk Tanjung Tiram (Batu Bara). Kemudian melanjutkan perjalannya ke Medan dengan mengendarai sepeda dan tiba di Medan tanggal 13 Maret 1942.
Ketika pasukan Stoottrop Jepang lewat di depan istana Sultan Serdang di Perbaungan sebagian opsirnya masuk ke Istana yang sudah dipenuhi oleh wanita
dan gadis-gadis penduduk Perbauangan yang takut diperkosa tentara Jepang.
Sultan Sulaiman yang sudah lanjut usia menerima opsir Jepang di tingkat dua
ruangan Istana. Beliau duduk dibawah gambar Tenno Heika Meiji , yaitu merupakan bapak dari Tenno Heika Hirohito. Dimana ketika Sultan Sulaiman melakukan perjalanan ke Jepang, Sultan diterima dengan baik dan diberikan
oleh-oleh yakni gambar kaisar Jepang beserta tanda tangannya. Melihat gambar tersebut berada di atas tempat duduk Sultan Serdang, dengan serentak senua tentara Jepang sujud dan tidak berani menaikkan kepalanya sebelum gambar itu
ditutup dengan kain kuning. Sejak itu Sultan Serdang diperlakukan Jepang dengan Istimewa sekali. Selain itu rakyat serdang tidak dipaksa menjadi Romusha atau
Heiho dan juga tidak ada pemerkosaan terhadap wanita dan gadis-gadis.
membuat rel kereta api maut dengan tujuan Thailand-Birma. Perjalananya menembus hutan belantara yang lebat.
Di Sumatera, militer Jepang hampir tidak melakukan perubahan sistem pemerintahan yang ada. Setiap residensi disebut SHU dibawah pengawasan seorang pejabat militer Gunseibu, dan disampingnya ada seorang residen
merangkap polisi yang disebut SHU CHOKAN. Tugasnya mengatur kegiatan pemerintahan sipil sehari-hari. Shu Chokan yag pertama adalah Kolonel
Hakagawa yang 3 bulan kemudian menyerahkan jabatannya kepada Tetsuo
Nakashima.
Tentara Jepang ke-25 membagi Sumatera Timur dalam 5 pusat konsentrasi militer yaitu sekitar binjai(padang berahrang), sungai karang(galang), dolok merangir, kisaran dan perkebunan Wingfoot. Divisi kedua “Imperial Guard”
bermarkas bear di medan yang meliputi wilayah aceh. Di Tapanuli berkuasa Brigade ke 25 sedangkan di palembang diduduki divisi ke 9 angkatan udara.
Di dalam kota Medan terjadi perampokan terhadap tokoh-tokoh dan
rumah-rumah orang Belanda. Untuk menggertak maka kempetai(intel Jepang) menangkap 5 orang cina dan ditengah-tengah orang banyak di depan Bioskop
Chatay, kepala mereka dipacung Jepang dan digantungkan di tempat itu juga. Sejak itu lenyaplah perampokan di Medan . Sementara itu anggota Fujiwarakikan yang ada di Sumatera Timur unjuk aksi , dan kemudian ditangkap oleh militer
Jepang karena tenaga mereka tidak diperlukan lagi dan organisator mereka
Gedung-gedung perkebunan (bekas kantor pusat H.V.A. Handels Vereening Amsterdam) merupakan tempat yang dijadikan markas tentara Jepang.
Selain itu komplek gereja katholik jalan pemuda Medan dijadikan markas kempetai yang digunakan sebagi tempat menyiksa tahanan.
Sebagai pengganti Asisten resinden dari Afdeeling Deli Serdang,
ditunjuklah Tuan Inouye untuk berkedudukan di Medan sebagai BUN SHU CHO (kepala kepolisian Jepang). Bulan April 1943, Saiko Sikikan Jenderal Y.Saito digantikan oleh Jenderal Tanabe sebagai Panglima Rikugun dan diberi gelar
SUMATORA HOMEN SAIKO SIKIKAN. Selaku Gunseibu yang pertama di
Sumatera Kolonel Furukawa yang 5 bulan kemudian digantikan Mayor Jenderal
Tetsuro Nakshima tetap menjadi TOKAIGANSHUCHOKAN untuk residensi
Sumatera Timur sampai Jepang menyerah kalah pada tahun 1945. Oleh karena itu
sedikitnya opsir Jepang maka banyak kedudukan yang dahulu dipegang orang Belanda kini diserahkan kepada orang Indonesia.
Tindakan Jepang yang keras dan kejam hampir dirasakan oleh seluruh rakyat yang berada di Kawasan Sumatera Timur. Dari Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tanah Karo, Simalungun, Tanjung Balai, Pematang
Siantar, Tebing Tinggi, Medan , Binjai hingga Tapanuli juga diduduki oleh Jepang. Masing-masing daerah tersebut memiliki cerita masa pendudukan militer
Jepang yang penuh dengan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Jepang.
Selain itu ada pendidikan bahasa Jepang yang disebut dengan Nobura Na Gakka. Setiap pagi seluruh anak sekolah diharuskan untuk Seikire yakni memberi hormat dan membungkukan badan ke arah matahari terbit sebagai penghormatan kepada negeri dan kaisar Jepang dan menyanyikan lagu kebangsaan yaitu Kimigayo. Hal tersebut sangat tampak saat Jepang menduduki daerah Tapanuli.
Pertentangan atas peraturan yang dibuat oleh Jepangpun menghiasi sistem pemerintahannya. Dari Romusha yang dijalankannya, didirikannya organisasi
merekrut pemuda untuk menjadi prajurit militer Jepang, kemudian tindakan yang tidak etis terhadap kaum perempuan, memperlihatkan kekerasan diliputi kekejaman, hal-hal tersebut merupakan hal yang menjadi kepedihan untuk rakyat
yang ada di Sumatera Timur pada saat itu.
Setelah lebih kurang tiga setengah tahun Jepang berkuasa di Indonesia
maka akhirnya Jepang harus menyerah kalah kepada sekutu. Tahun 1945 yaitu pada bulan Agustus pihak sekutu telah menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan
3.3 Setelah Jepang Menyerahkan Kepemimpinan Pemerintahan
Tindak lanjut Jepang untuk menguasai Sumatera Timur tidak bisa
dilanjutkan karena di ultimatum oleh pasukan sekutu yang dipimpin oleh Jenderal
Mac Arthur. Jenderal Mac Arthur membuat pertemuan yang disebut dengan
pertemuan Postdam. Pertemuan tersebut dinaungi antara Perdana Menteri
Churchill, Presiden Delano Roosevelt dan Stalin yang berlangsung pada 26 Juli
1945. Namun Ultimatum Postdam tersebut tidak dihiraukan oleh Jepang. Hal itu
mengakibatkan Amerika Serikat menjatuhkan bom pertama di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan bom kedua di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.
Ribuan korban akibat jatuhnya bom Hiroshima dan Nagasaki. Sejak saat itu Tenno Heika menyerah tanpa syarat kepada sekutu serta membebaskan Negara jajahannya di Asia termasuk Indonesia. Tentara Jepang yang ketika itu masih
berada di Sumatera Timur, tidak dapat melakukan aksi semena-menanya terhadap rakyat. Senjata-senjata milik tentara militer Jepang diambil alih oleh rakyat
terutama dipelopori oleh pemuda-pemuda yang dulunya masuk sebagai anggota organisai yang dibuat oleh Jepang.
Sebelum terjadinya fasis Jepang menyerah kalah dalam perang Dunia II,
pemerintah Militer Jepang atas nama Tenno Heika mengundang pemimpin Indonesia yakni Sukarno,Hatta, Rajiman dan Dr. Suharto untuk pergi menghadiri perundingan di Dalatsaigon. Di dalam perundingan tersebut Jepang
untuk merdeka, mendesak Sukarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan . Dari tahap yang panjang akhirnya terproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 yang diumumkan di Jakarta.
Setelah diproklamirkan kemerdekaan Indonesia, di Sumatera Timur terjadi pergolakan tentang pembentukan Sumatera Utara. Rakyat di Sumatera Timur
dihadapkan kembali dengan situasi yang bertentangan dengan penguasa pemerintahan pada saat itu yakni penguasa pemerintahan Negara Sumatera Timur.
Pergolakan yang terjadi menimbulkan piagam persetujuan RIS-RI. Yang akhirnya menetapkan Sumatera Timur masuk ke wilayah NKRI dan wilayahnya menjadi provinsi Sumatera Utara.
Dengan ditetapkannya Sumatera Utara menjadi satu provinsi, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang
isinya menimbang bahwasannya Sumatera Utara mengatur pemerintahannya sendiri sesuai dengan undang-undang peraturan daerah. Kemudian ditunjuklah
pejabat-pejabat yang mengisi pemerintahan di Sumatera Utara. Dipilihlah Gubernur Sumatera Utara yaitu Mr. Makmun Sumadipraja yang dilantik Menteri Dalam Negeri Indonesia pada tangggal 25 Januari 1951. Selain itu dibentuk juga
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Kawasan Sumatera Timur sebagai Lintasan Sejarah Sumatera Utara mengalami masa peralihan wilayah. Yakni wilayah Sumatera Timur
menjadi Sumatera Utara. Hal itu terjadi setelah dicetuskannya piagam persetujuan RIS-RI yang menandakan Sumatera Timur telah masuk ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Latar belakang ekspansi Jepang ke wilayah Asia yang salah satunya merupakan Kawasan Sumatera Timur adalah untuk menguasai hasil bumi
yang ada di Kawasan Sumatera Timur seperti hasil perkebunan dan minyak.
3. Saat Jepang mengambil alih sistem pemerintahan didirikan organisasi yang bertujuan untuk mendukung sistem pemerintahannya di Sumatera Timur seperti Bompa, Gyugun dan Talapetaka.
4. Setiap residensi yang ada di pemerintahan militer Jepang disebut SHU yang berada dibawah pengawasan seorang pejabat militer Jepang
5. Banyak kedudukan jabatan pemerintahan di Sumatera Timur yang dahulunya diisi oleh Belanda diambil alih oleh militer Jepang seperti
jabatan Gubernur yang diduduki oleh Jenderal Nakashima.
6. Tindakan militer Jepang seperti mendirikan gerakan yang disebut Romusha yang bertujuan memperoleh keuntungan atas tenaga Rakyat di
Sumatera Timur, yang memberikan kesengsaraan untuk rakyat di Sumatera Timur.
7. Setelah Jepang meninggalkan Sumatera Timur, terjadi gejolak dalam sistem pemerintahan antara rakyat di Sumatera Timur dan tokoh-tokoh penguasa yang ada di Sumatera Timur hingga tercetus pembentukan
Negara Sumatera Timur.
8. Setelah Sumatera Utara di sahkan sebagai salah satu provinsi di Indonesia
dipilihlah Gubernur Sumatera Utara yaitu Mr. Makmun. Hal tersebut menandai berakhirnya gejolak sistem pemerintahan antara rakyat dengan tokoh penguasa seperti halnya ketika Sumatera Utara masih disebut
Sumatera Timur.
4.2Saran
1. Hendaknya kita dapat mengambil makna dari Sejarah tentang masa pendudukan militer Jepang di kawasan Sumatera Timur yakni untuk
2. Karena sejarah adalah hal yang penting agar kiranya info tentang
sejarah di Indonesia khususnya Sumatera Timur terkait dengan masa
pendudukan militer Jepang, banyak diketahui sejarahnya oleh masyarakat di Sumatera Utara kini. Mengingat masih minimnya pengetahuan tentang sejarah di Sumatera Utara. Oleh sebab itu perlu
adanya sarana informasi dengan menyelenggarakan seminar-seminar mengenai sejarah sumatera utara salah satunya mengenai masa
DAFTAR PUSTAKA
Juniarto. 1984. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta : Bina Aksara.
Noto Susanto, Nugroho, 1992. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Simanjuntak,R.Sumatera Utara Dalam Lintasan Sejarah, Buku Pemprov Sumut Hut RI ke-50.